1 KINERJA EKSPOR IMPOR INDONESIA DI TENGAH

advertisement
KINERJA EKSPOR IMPOR INDONESIA DI TENGAH KRISIS GLOBAL
Abstrak
Surplus Indonesia pada bulan Juli Tahun 2015 mencapai angka terbesar selama 19 bulan
terakhir yaitu USD1,33 Miliar. Walaupun demikian, hal ini perlu diwaspadai karena surplus ini
ditenggarai nilai impor yang turun drastis yaitu pada Juli 2015 mencapai USD10,08 miliar atau
turun 22,36 persen dibanding bulan sebelumnya dan turun 28,44 persen dibanding bulan Juli
tahun lalu. Sementara itu, secara kumulatif, ekspor Indonesia periode Januari-Juli 2015
mencapai USD89,76 miliar atau turun 12,81 persen pada periode yang sama di tahun 2014.
Lebih dari 30 persen tujuan ekspor Indonesia hanya pada 3 negara yaitu Amerika Serikat,
Tiongkok dan Jepang. Oleh karena itu perlambatan ekonomi yang terjadi di negara tujuan akan
berdampak pada kinerja ekspor Indonesia yang ikut melemah. Ditambahlah lagi pelemahan
rupiah terhadap Dolar Amerika berdampak pada penurunan impor yang drastis. Melemahnya
impor bahan baku penolong juga menjadi sinyal perlambatan pertumbuhan ekonomi. Oleh
karenanya proyek-proyek infrastruktur atau kegiatan industri perlu didorong untuk berjalan.
Selain itu, Diperlukan perluasan pasar ekspor untuk menjaga kinerja ekspor serta kebijakan
tarif ekspor yang menguntungkan pelaku ekspor.
A.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Dilihat dari sisi pengeluaran Produk Domesti Bruto Nasional, Konsumsi Rumah Tangga
memberikan kontribusi terbesar yaitu
sebesar 55,15 persen pada kuartal I tahun
2011 dan mengalami fluktuatif hingga di
kuartal I tahun 2015 mencapai 56,04
persen (lihat gambar 1). Sementara,
perdagangan internasional secara netto
(ekspor dikurangi impor) menunjukkan
kontribusi yang relatif kecil, bahkan pada
hampir di tiap kuartal pada periode 20122014 menunjukkan kontribusi yang
negatif. Walaupun pada periode 20122014 tersebut ekspor sudah berkontribusi
sebesar 23,70 persen terhadap PDB namun
nilai impor lebih besar yaitu 25,37 persen. Kecenderungan ini menunjukkan adanya sisi positif dan
negatif. Sisi positifnya mengindikasikan bahwa PDB Indonesia bertumpu pada kekuatan ekonomi
domestik, namun sisi negatifnya kalau kecenderungan penurunan kontribusi surplus perdagangan
ini terus menurun bahkan bisa sampai negatif atau mengakibatkan defisit neraca perdagangan, maka
hal ini perlu diwaspadai agar tidak terjadi banjir produk impor yang akan merugikan produk
domestik.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI| 1
Meskipun memberikan kontribusi yang kecil terhadap PDB, namun kegiatan ekspor-impor
merupakan variable injeksi dalam perekonomian suatu negara, yang dapat meningkatkan
perekonomian karena adanya proses multiplier dalam perekonomian tersebut. Kinerja eksporimpor inipun menjadi sangat rentan terhadap kondisi ekonomi global yang akan mempengaruhi
perekonomian Indonesia. Terlihat pada gambar
Gambar 2 Pertumbuhan Ekonomi Dunia, Negara Maju dan Berkembang (%)
Tahun 2010-2015
2, perlambatan ekonomi global, khususnya yang
terjadi di negara-negara emerging market sejak
tahun 2012-2014 berdampak pada menurunnya
kinerja
ekspor
Indonesia
serta
turut
memperlambat
perekonomian
Indonesia.
Dimana tercatat pada tahun 2012 pertumbuhan
ekonomi Indonesia sebesar 6,2 persen kemudian
menurun menjadi 5,1 persen di tahun 2014.
B.
Kinerja Ekspor dan Impor Indonesia
Kinerja ekspor impor neraca perdagangan Indonesia
dalam kuartal I dan II tahun 2015 dapat dikatakan
lebih baik dari kuartal yang sama di tahun 2014.
Dimana kinerja neraca perdagangan di bulan
Januari-Juli 2015 yang ditunjukkan pada Gambar 3
tercatat surplus sebesar USD5,80 Miliar, lebih tinggi
dari periode di tahun sebelumnya yang mengalami
defisit sebesar USD1,08 Miliar. Meskipun mengalami
peningkatan, surplus perdagangan Indonesia tidak
berasal dari kinerja ekspor yang membaik.
Sebaliknya, surplus justru lebih diakibatkan oleh nilai impor yang turun drastis. Secara kumulatif
impor pada periode Januari-Juli 2015 sebesar USD84,01 Miliar atau menurun sebesar 19 persen
dibandingkan dengan periode Januari-Juli pada tahun 2014. Kumulatif nilai impor terdiri dari impor
migas US$15,39 miliar (turun 40,73 persen) dan nonmigas US$68,63 miliar (turun 12,08 persen).
Penurunan impor non migas terbesar pada bulan Juli ini ialah berasal dari golongan mesin dan
peralatan mekanik USD0,47 miliar (23,61persen). Penurunan impor khususnya dari golongan bahan
baku/penolong dan barang modal selama Januari-Juli masing-masing sebesar 20,45 persen dan
15,66 persen menjadi sinyal perlambatan ekonomi pada kuartal I dan II tahun 2015 ini.
Sementara itu, nilai kumulatif ekspor Januari-Juli 2015 mencapai USD89,76 miliar atau
menurun sebesar 12,81 persen pada periode yang sama tahun 2014. Dari sisi ekspor migas, terjadi
penurunan nilai yang cukup tinggi yaitu sebesar 36 persen dari USD15,68 Miliar pada semester 1
tahun 2014 menjadi USD9,98 Miliar pada periode yang sama di tahun 2015. Hal ini sebagai dampak
dari penurunan harga minyak dunia sebesar 47 persen dari USD101/barel pada semester 1 tahun
2014 menjadi USD53,19/barel pada periode yang sama di tahun 20151. Sementara itu ekspor
komoditas non-migas yang berkontribusi besar terhadap kinerja ekspor Indonesia juga turut
mengalami penurunan sebesar USD4,8 Miliar (6%) dari USD15,77 Miliar pada semester 1 tahun 2014
menjadi USD 9,99 Miliar pada tahun 2015.
1
http://www.eia.gov/dnav/pet/hist/LeafHandler.ashx?n=PET&s=RWTC&f=M [akses 13 Agustus 2015]
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI| 2
Komoditas
yang
memberikan
Gambar 4 10 Besar Komoditi Ekspor Non Migas Tahun 2011-2015
kontribusi paling besar terhadap ekspor nonmigas pada tahun 2015 yaitu lemak&minyak
nabati dan hewani sebesar 15 persen diikuti
oleh komoditas bahan bakar mineral sebesar
14,12 persen (lihat gambar 4). Kedua kelompok
komoditas tersebut juga mengalami penurunan
ekspor secara year-on-year masing-masing 4,5
persen dan 20,18 persen untuk minyak nabati
dan bahan bakar mineral di periode Januari-Mei
tahun 2014-2015. Dimana komoditas yang
mendominasi kelompok minyak nabati ialah Minyak Kelapa Sawit sedangkan Bahan Bakar Mineral
adalah Batubara. Indonesia sendiri merupakan produsen dan eksportir terbesar minyak kelapa sawit
di dunia2 dan produsen ketiga terbesar didunia untuk batubara3.
Seperti dikemukakan diawal, penurunan nilai komoditas ekspor ini turut ditenggarai oleh
melemahnya ekonomi global khususnya untuk negara-negara tujuan ekspor kedua komoditas
tersebut. Negara tujuan ekspor Indonesia terbesar untuk komoditas batubara ialah China sebesar 28
persen dari total nilai ekspor batubara sementara untuk tujuan utama komoditas minyak kelapa
sawit ialah India yang berkontribusi sebesar 27 persen. Kedua negara tersebut tidak hanya menjadi
negara tujuan ekspor terbesar Indonesia melainkan juga pada konsumsi komoditas global terbesar.
Bahkan untuk komoditas batubara sendiri, Cina mengkonsumsi 50 persen dari konsumsi batubara
global. Penurunan konsumsi batubara oleh Cina
diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang menurun
dan penerapan kebijakan energi bersih untuk
mengurangi polusi. Penurunan permintaan dari Cina
turut berdampak pada penurunan harga Batubara
sebesar 18 persen di kuartal 2 tahun 2015 dibandingkan
tahun 2014.
Sementara itu, untuk ekspor kelapa minyak
sawit juga mengalami penurunan volume ekspor
minyak sawit Indonesia ke India di Mei sebesar 21 persen, atau dari 631 ribu ton pada April menurun
menjadi 501 ribu ton di bulan Mei ini4. Penurunan volume ekspor juga dicatatkan oleh negara Afrika
sebesar 26 persen, negara Uni-Eropa 10 persen dan negara Timur Tengah 1,5 persen. Penurunan
permintaan dari pasar global akan minyak sawit ini disebabkan harga minyak kedelai yang turun
karena melimpahnya stok di Amerika Selatan, Brazil dan Argentina5. Selain itu, dari sisi harga minyak
kelapa sawit turut mengalami penurunan, dimana secara yoy turun 25 persen dari USD887/mt pada
kuartal II tahun 2014 menjadi USD663/mt pada kuartal 2 tahun 2015 (lihat gambar 5). Lemahnya
harga CPO internasional serta oversupply pasar internasional minyak nabati mengakibatkan
2
http://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166[akses 13 Agustus 2015]
BP Statical Review of World Energy 2015
4 http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150616183620-85-60403/jelang-puasa-ekspor-cpo-indonesia-stagnan/
5 ibid
3
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI| 3
rendahnya harga referensi dan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas komoditi minyak kelapa sawit yaitu
USD627/mt pada periode April 20156.
C.
Penutup
Meskipun neraca perdagangan Indonesia di tahun 2015 ini tercatat surplus namun hal
tersebut perlu diwaspadai mengingat nilai positif ini ditandai dengan impor yang semakin melemah
dan ekspor yang tidak mengalami peningkatan. Pasalnya sektor impor yang berkurang justru bahan
baku dan bahan penolong, dimana hal ini menandai proyek-proyek investasi Pemerintah maupun
swasta belum berjalan. Kondisi ini pula yang memberi sinyal negatif adanya pelemahan ekonomi,
dimana pertumbuhan ekonomi kuartal 1 tahun 2015 ini sebesar 4,7 persen dan mengalami sedikit
penurunan di kuartal 2 menjadi 4,67 persen. Oleh karena itu, diharapkan pada Pemerintahan yang
baru, proyek-proyek infrastruktur bisa berjalan lancar guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dari sisi ekspor diprediksi akan sulit untuk mengalami peningkatan mengingat harga
komoditas dan permintaan global yang masih cukup rendah. Walaupun diperkirakan pada tahun
2016 ini terdapat peningkatan indeks komoditas energi global sebesar 6 persen dan non energi
1,5persen7 namun dengan tingginya ekspor komoditas non migas yang ditujukan ke Tiongkok
(9,61%8) dan perlambatan ekonomi Tiongkok masih terjadi hingga tahun 2016 maka kinerja ekspor
Indonesia akan sulit meningkat. Dimana pertumbuhan ekonomi Tiongkok diprediksi melemah
menjadi 6,3persen di tahun 2016 dari prediksi tahun 2015 sebesar 6,8persen9. Dampak dari
pengurangan konsumsi batubara di Tiongkok, turut berdampak pada penurunan nilai perdagangan
ekspor dengan Tiongkok sebesar 29 persen dari USD7.647 juta pada periode Januari – Mei 2014
menjadi USD5.431 juta di tahun 2015. Melihat kondisi ini, maka Pemerintah perlu memperluas pasar
ekspor seperti ke Eropa Tengah dan Amerika Tengah yang memiliki pasar cukup luas.
Indonesia adalah eksportir dan produsen minyak sawit terbesar didunia, sehingga untuk
mendongkrak permintaan dan harga global yang semakin melemah, Pemerintah telah
mengimplementasikan bebas tarif ekspor untuk minyak sawit sejak Oktober tahun 2014. Namun
kondisi ini menjadi masalah di akan datang karena pendapatan Negara akan semakin berkurang
akibat bebas tariff ekspor tersebut ditambah banyak target-target pembangunan ekonomi yang perlu
dicapai. Oleh karena itu Pemerintah perlu memperhitungkan dengan baik besaran tarif ekspor
minyak sawit agar tidak merugikan pengusaha minyak sawit lokal ditengah rendahnya harga global
dan tetap meningkatkan permintaan minyak sawit. Selanjutnya dengan tarif tersebut, Pemerintah
dapat mengalokasikan dananya untuk peningkatan subsidi biofel dalam rangka mendukung industri
biofel domestik. Disamping itu, Mandatori Bahan Bakar Nabati 15 persen berbasis CPO (B15) yang
efektif diberlakukan sejak 1 April 2015 yang diharapkan mampu mendongkrak kelesuan harga CPO
global. Serta kebijakan Pemerintah meningkatkan komposisi Penting bagi Pemerintah untuk mulai
mendorong pengusaha untuk mengurangi ketergantungan eskpor pada 2 komoditas batubara dan
minyak sawit yang rawan dengan pengaruh global dan mengganti ekspor komoditas/bahan mentah
dengan ekspor produk yang telah diolah sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi
perekonomian nasional. (DRP)
6
Keputusan Menteri Keuangan RI No 704/KM.4/2015
Commodity Market Outlook July 2015, World Bank
8 Peran (%) periode Januari-Juni tahun 2015, kemendag
9 World Economic Outlook Update July 2015, IMF
7
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI| 4
Download