BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Sejarah Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, sejarah dapat diartikan sebagai silsilah, asal-usul (keturunan), atau kejadian yang terjadi pada masa lampau. Sedangkan para ahli mengemukakan definisi sejarah antara lain sebagai berikut. a. Sejarah menurut Widja adalah suatu studi yang telah dialami manusia diwaktu lampau dan telah meninggalkan jejak diwaktu sekarang, di mana tekanan perhatian diletakkan, terutama dalam pada aspek peristiwa sendiri. Dalam hal ini terutama pada hal yang bersifat khusus dan segi-segi urutan perkembangannya yang disusun dalam cerita sejarah (I Gede Widja, 1989: 9). b. Sejarah Sartono Kartodirdjo adalah gambaran tentang masa lalu manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun secara ilmiah dan lengkap. Meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang memberikan pengertian pemahaman tentang apa yang telah berlalu (Sartono Kartodirdjo, 1982: 12). c. Sejarah menurut Sidi Gazalba adalah gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan 10 11 tafsiran dan penjelasan, yang memberi pengertian tentang apa yang telah berlalu (Gazalba, 1981: 13). Dari beberapa pengertian sejarah di atas maka dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian-kejadian atau peristiwa pada masa lalu manusia serta merekontruksi apa yang terjadi pada masa lalu. Dengan adanya pembelajaran sejarah pada siswa maka dapat membantu siswa dalam memahami perilaku manusia pada masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. 2. Minat Belajar Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, rasa takut, dan kecenderungankecenderungan lain yang menggerakkan individu pada suatu pilihan tertentu (Andi Mappiare, 1982: 62). Crow and Crow dalam bukunya Educational Psychology yang dikutip oleh Abdul Rachman Abror (1993: 112), “minat atau interest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda atau kegiatan atau pun bisa berupa pengalaman yang afektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri”. Minat melahirkan perhatian spontan dan perhatian spontan memungkinkan terciptanya konsentrasi untuk waktu yang lama. Minat merupakan suatu sikap batin dalam diri seseorang, maka tumbuhnya minat itu bermuara pada berbagai dorongan batin (The Liang Gie, 1995: 130). 12 Menurut Slameto (2010: 180) “minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minatnya. Minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal dibandingkan hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian lebih pada subyek tersebut. Minat tidak dibawa sejak lahir tetapi diperoleh kemudian. Menurut Winkel (1983: 30), minat adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subyek merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu sehingga merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Perasaan senang akan menimbulkan minat, kemudian diperkuat lagi oleh sikap yang positif. Menurut Bigot yang dikutip oleh Abdul Rachman Abror (1993: 112) minat mengandung unsur-unsur, yakni unsur kognisi (mengenal, unsur emosi (perasaan), dan unsur konasi (kehendak). Oleh karena itu minat dianggap sebagai respon yang sadar karena kalau tidak demikian maka minat tidak akan mempunyai arti apa-apa. Minat mengandung unsur kognisi, artinya minat itu didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai obyek yang dituju oleh minat tesebut. Minat mengandung unsur emosi karena dalam partisipasi atau pengalaman itu 13 disertai dengan pengalaman tertentu. Sedangkan unsur konasi merupakan kelanjutan dari unsur kognisi dan unsur emosi yang diwujudkan dalam bentuk kemauan dan hasrat untuk melakukan suatu kegiatan. Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa minat merupakan respon sadar dari suatu hubungan diri sendiri dengan sesuatu di luar diri yang mengandung unsur kognisi, emosi dan konasi serta faktor yang mempengaruhi dan mendasari timbulnya minat yang dapat mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu seperti citacita. Sehingga indikator dari minat meliputi kemauan untuk melakukan suatu kegiatan, partisipasi dalam suatu aktivitas, ketertarikan pada suatu hal, dan perhatian terhadap suatu obyek. Cara meningkatkan minat siswa menurut para ahli yang dikutip oleh Slameto (2010: 181) adalah sebagai berikut. a. Cara yang paling efektif untuk meningkatkan minat siswa pada suatu obyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada. b. Menurut Tanner & Tanner, pengajar harus berusaha membentuk minat-minat baru pada diri siswa dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu dan menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa yang akan datang. 14 c. Menurut Rooijakkers, meningkatkan minat siswa dapat dilakukan dengan cara menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa. Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungan antar materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu (Slameto, 2010:180). Apabila siswa menyadari bahwa belajar adalah alat untuk mencapai tujuan yang dinggapnya penting dan membawa kemajuan pada dirinya, maka siswa akan lebih berminat untuk belajar. Selain itu, guru juga harus mengemas pelajaran menjadi lebih menarik dan tidak membosankan serta sesuai dengan minat siswa agar prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Perubahan minat dapat dilihat dari diri siswa yang sudah lebih berminat untuk mengikuti kegiatan sekolah. Minat merupakan salah satu faktor keberhasilan belajar siswa. Minat besar pengaruhnya terhadap keaktifan belajar siswa, apabila bahan pelajaran tidak sesuai dengan minat siswa maka siswa tidak akan belajar dengan sebaikbaiknya karena bahan pelajaran yang disampaikan tidak menarik. Oleh karena itu, guru harus mengetahui minat siswa dan mengaitkannya dalam pembelajaran agar siswa lebih senang dalam belajar dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa 15 Menurut Safari (2005:111) minat belajar adalah kesenangan dalam melakukan kegiatan dan dapat membangkitkan gairah seseorang untuk memenuhi kesediaanya dalam belajar. Kemudian definisi operasional dari minat belajar adalah skor siswa yang diperoleh dari tes minat belajar dan mengukur aspek : Kesukacitaan, Ketertarikan, Perhatian, Keterlibatan. Dalam definisi tersebut dapat disusun indikator minat belajar sebagai berikut : a. Gairah siswa dalam mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar. b. Inisiatif siswa dalam mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar. c. Respon siswa terhadap materi dan tugas yang diberikan oleh guru. d. Kesegeraan siswa dalam mengumpulkan tugas dan mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru. e. Kosentrasi siswa dalam belajar. f. Ketelitian siswa dalam mengerjakan tugas dan soal latihan yang diberikan oleh guru. g. Kemauan siswa untuk belajar. h. Keuletan siswa dalam mengerjakan tugas dan latihan soal yang diberikan oleh guru. i. Kerja keras dalam mengerjakan tugas dan latihan soal yang diberikan oleh guru. 16 Dengan adanya indikator di atas, dapat diketahui siswa yang berminat, kurang berminat dan tidak berminat dalam mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar dalam mata pelajaran sejarah. 3. Mata Pelajaran Sejarah Mata pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan atau peristiwa-peristiwa penting di masa lampau dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan kehidupan dalam masyarakat. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, sejarah dapat diartikan sebagai silsilah, asal-usul (keturunan), atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau. Dari pengertian sejarah dapat diketahui bahwa di dalam sejarah terkandung beberapa aspek yang perlu dipelajari, yaitu aspek pengetahuan, aspek sikap, dan aspek ketrampilan. Aspek-aspek ini akan bermanfaat bagi peserta didik dalam upaya memecahkan permasalahan yang dihadapi di dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Sering dikatakan bahwa pelajaran sejarah penting artinya bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai tambahan pengalaman, upaya untuk menjaga peninggalan masa lampau, mengetahui pertentangan antar suku bangsa yang mungkin mempunyai permasalahan yang sama serta untuk mengenang dan mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan kita. 17 Oleh karena belajar sejarah mempunyai tujuan yang baik bagi generasi muda maka sejarah perlu dan harus dipelajari oleh siapapun terutama oleh generasi muda yang ada di negara ini. Memahami sejarah di masa yang silam, peserta didik dapat menangkap nilai-nilai yang dianut oleh tokoh terdahulu. Menurut Kartodirjo (1982: 43) tujuan pengajaran sejarah adalah: a. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah air. b. Mendapatkan inspirasi, baik dari kisah kepahlawanan maupun peristiwa yang merupakan strategi nasional. c. Memberikan pola berpikir rasional, kritis, empiris, dan realistis. d. Mengembangkan sikap mau menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan menurut Kasmadi (2000: 12) mengemukakan bahwa tujuan luhur dari pelajaran sejarah adalah untuk menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, bangsa dan negara serta sadar untuk menjawab untuk apa ia dilahirkan. Pelajaran sejarah merupakan salah satu unsur utama dalam pendidikan politik bangsa. Lebih jauh lagi pengajaran sejarah merupakan sumber inspirasi terhadap hubungan antar bangsa dan negara. Siswa menjadi memahami bahwa ia merupakan bagian dari masyarakat negara dan dunia. 18 4. Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) a. Pengertian Pembelajaran pemanfaatan kooperatif kelompok dapat kecil dilakukan dalam dengan pengajaran cara yang memungkinkan siswa dapat bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Cooperative learning menurut Slavin (1984) yang dikutip oleh Etin Solihatin (2007: 4) adalah “suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen”. Sedangkan pengertian cooperative learning menurut Etin Solihatin sendiri adalah perilaku bersama dalam bekerja dan membantu di antara sesama anggota kelompok yang mempunyai struktur kerja sama yang teratur, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan tiap anggota kelompok itu sendiri (Solihatin, 2007: 4). b. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesama sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan suatu masalah. Menurut Arends (1997: 111), model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri: 19 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar, 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, 3) Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda, 4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu (www.docstoc.com). c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif merupakan pondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi murid. Selain tujuan bersama yang akan dicapai, kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran ini juga diarahkan untuk mengembangkan kemampuan kerjasama diantara para siswa. Pembelajaran ini akan memberikan kesempatan siswa untuk mendiskusikan suatu masalah, mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan memacu siswa untuk bekerjasama, saling membantu untuk menyelesaikan permasalahan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran kooperatif, pengelolaan kelas harus diselaraskan dengan strategi pembelajaran. Tujuan pembelajaran kooperatif yang dirangkum oleh Ibrahim, dkk (2000:7) antara lain: 1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. 20 2) Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. 3) Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi (www.desi_na.student.fkip.uns.ac.id). 5. Teknik Jigsaw II Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al sebagai strategi Cooperative Learning. Teknik dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Teknik ini mendengarkan, menggabungkan dan berbicara. kegiatan Jigsaw membaca, orisinil menulis, membutuhkan pengembangan yang ekstensif dari materi-materi khusus. Bentuk adaptasi Jigsaw yang lebih praktis dan mudah yaitu Jigsaw II. Jigsaw II dikembangkan oleh Slavin dengan sedikit perbedaan. Ada perbedaan mendasar antara pembelajaran Jigsaw I dan Jigsaw II. Pada tipe I, awalnya siswa hanya belajar konsep tertentu yang akan menjadi spesialisasinya saja, sementara konsep-konsep yang lain ia dapatkan melalui diskusi dengan teman satu grupnya. Pada tipe II, setiap siswa memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep (scan read) sebelum ia belajar spesialisasinya untuk menjadi ahli (expert). Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan (Trianto, 2010: 75). 21 Cara menggunakan cooperative learning teknik Jigsaw orisinal menurut Anita Lie (1999: 73-74) adalah sebagai berikut. 1. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian. 2. Sebelum pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar dapat menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan “Brainstorming” ini dimaksudkan untuk mengaktifkan schemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. 3. Siswa dibagi dalam kelompok berlima 4. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama. Sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Demikian seterusnya. 5. Kemudian siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka masing-masing. 6. Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca/dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini siswa dapat saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. 22 7. Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut. 8. Kegiatan ini dapat diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas. Sedangkan langkah-langkah pembelajaran dengan Jigsaw II menurut Trianto (2010: 75-78) adalah sebagai berikut. 1. Orientasi Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan penekanan tentang manfaat penggunaan Jigsaw II dalam proses belajar mengajar. Siswa diminta mempelajari konsep secara keseluruhan untuk memperoleh gambaran keseluruhan dari konsep. (Bisa juga pemahaman konsep ini menjadi tugas yang sebelumnya harus dibaca dirumah) 2. Pengelompokan Siswa dibagi kedalam kelompok dengan beranggotakan 5-6 orang siswa dengan kemampuan heterogen. Berilah indeks 1 untuk siswa dalam kelompok sangat baik, indeks 2 untuk kelompok baik, indeks 3 untuk kelompok sedang, dan indeks 4 untuk kelompok rendah. Tiap grup akan berisi: Grup A {A1, A2, A3, A4, A5} Grup B {B1, B2, B3, B4, B5} 23 Grup C {C1, C2, C3, C4, C5} Grup D {D1, D2, D3, D4, D5} Grup E {E1, E2, E3, E4, E5,} 3. Pembentukan dan pembinaan kelompok ahli Grup (kelompok) asal kemudian dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi yang akan diberikan guru dan dibina supaya menjadi ahli berdasarkan indeksnya. Kelompok 1 {A1, B1, C1, D1, E1} Kelompok 2 {A2, B2, C2, D2, E2} Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3, E3} Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4, E4} Tiap kelompok diberi konsep materi sesuai dengan kemampuannya. Kelompok 1 yang terdiri dari siswa yang sangat baik kemampuannya diberi materi yang lebih kompleks, begitu seterusnya. Setiap kelompok diharapkan dapat belajar topik yang diberikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia kembali ke dalam grup (kelompok) “asal” sebagai tim ahli. 4. Diskusi (pemaparan) kelompok ahli dalam grup Para “ahli” dalam konsep tertentu ini kemudian kembali kepada grup (kelompok) “asal”. Sehingga di dalam kelompok telah memiliki 5 orang ahli dalam konsep tertentu. Selanjutnya guru mempersilahkan anggota kelompok untuk mempresentasikan keahliannya kepada anggota grupnya masing-masing, satu per satu. 24 5. Pengakuan kelompok Penilaian didasarkan pada skor peningkatan individu, pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimun pada kelompoknya dalam sistem skor kelompok. Siswa memperoleh skor untuk kelompoknya didasarkan pada skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka. B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang mengkaji tentang model pembelajaran kooperatif yang pernah dilakukan yaitu seperti berikut. 1. Penelitian yang ditulis oleh Sri Supadmi (2009) berjudul “Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial melalui Pembelajaran Kooperatif Jigsaw bagi Siswa SMP Negeri 2 Mertoyudan Magelang”. Hasil penelitiannya disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran Kooperatif Jigsaw meningkatkan partisipasi belajar dan hasil belajar siswa dengan peningkatan rerata prosentase partisipasi belajar siswa, yaitu pada siklus I sebesar 78% meningkat menjadi 87% pada siklus II. Dan peningkatan jumlah siswa yang mencapai nilai batas tuntas minimal (>75), yaitu sebelum tindakan 4 siswa (12%) yang tuntas, pada siklus I menjadi 7 siswa (21%), kemudian pada siklus II sebanyak 24 siswa (71%), dan pada akhir siklus I dan II meningkat menjadi 29 siswa (85%). 25 2. Penelitian yang ditulis oleh Ahnanto (2009) berjudul “Prestasi Belajar Sosiologi dengan Penerapan Pendekatan Cooperative Learning Metode Jigsaw pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Purworejo Tahun Pelajaran 2009/2010”. Hasil penelitiannya disimpulkan bahwa pelaksanaan Penerapan Pendekatan Cooperative Learning Metode Jigsaw meningkatkan prestasi belajar siswa sebesar 1,70 dan kenaikan prestasi belajar yang menggunakan metode ceramah sebesar 1,28 diperoleh nilai pengujian t hitung sebesar 2,078 lebih besar dari t tabel sebesar 1,670 dengan taraf signifikansi sebesar 5%. C. Kerangka Pikir Strategi dan metode pembelajaran pada mata pelajaran Sejarah sebagian besar adalah berupa teori dan ceramah. Sedangkan siswa secara umum akan cepat merasa bosan menerima materi yang bersifat teori. Terlebih jika guru masih menggunakan strategi pengajaran yang konvensional dan kurang dapat memberikan inovasi-inovasi pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Hal ini akan menyebabkan minat belajar siswa menjadi rendah karena siswa tidak terlibat aktif dalam proses belajar. Melihat situasi yang demikian, perlu dilakukan upaya pemecahan masalah melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sebagai alternatif pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pembelajaran model kooperatif teknik Jigsaw II. 26 Dengan penerapan pembelajaran kooperatif dengan teknik Jigsaw II yang tepat diharapkan dapat meningkatkan indikator-indikator dalam minat meliputi: a. Perasaan Senang Seorang siswa yang memiliki perasaan senang atau suka terhadap suatu mata pelajaran, maka siswa tersebut akan terus mempelajari ilmu yang disenanginya. Tidak ada perasaan terpaksa pada siswa untuk mempelajari bidang tersebut. b. Ketertarikan Siswa Berhubungan dengan daya gerak yang mendorong untuk cenderung merasa tertarik pada orang, benda, kegiatan atau bisa berupa pengalaman afektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. c. Perhatian Siswa Perhatian merupakan konsentrasi atau aktivitas jiwa terhadap pengamatan dan pengertian, dengan mengesampingkan yang lain dari pada itu. Siswa yang memiliki minat pada objek tertentu, dengan sendirinya akan memperhatikan objek tersebut. d. Keterlibatan Siswa Ketertarikan seseorang akan suatu objek yang mengakibatkan orang tersebut senang dan tertarik untuk melakukan atau mengerjakan kegiatan dari objek tersebut. 27 Dengan demikian uraian kerangka pikir tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut: Kondisi awal Tindakan Hasil akhir Minat belajar siswa untuk melakukan suatu kegiatan dalam proses belajar, berpartisipasi, tertarik pada bahan pelajaran, perhatian pada penjelasan guru masih dibawah standar (<75%) Strategi Minat belajar siswa untuk melakukan suatu kegiatan dalam proses belajar mengajar, berpartisipasi, tertarik pada bahan pelajaran, perhatian pada penjelasan guru meningkat (>75%). pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw II Jigsaw II Gambar 1. Alur Kerangka Pikir