Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi Inokulasi Blue-green Algae untuk Mengurangi Dosis Pupuk Nitrogen dan Meningkatkan Pertumbuhan Padi Sawah (Oryza sativa L.) pada Inceptisol Mieke Rochimi Setiawati, Pujawati Suryatmana, Ridha Hudaya, Zulkarnaen Adin dan Tamyid Syammusa Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jalan Raya Jatinangor Km. 21 Bandung 40600 Email : [email protected] ABSTRACT Blue-green algae inoculation to reduce nitrogen fertilizer and increase yield of Wetland Rice (Oryza sativa L.) grown in Inceptisols Blue green algae (BGA) commonly grow in paddy field is a source of available nitrogen since it can fix N2 non symbiotically. The green house experiment was conducted to obtain one BGA isolate having the highest capacity in N2 fixation, and to find out the effect BGA inoculation and N fertilizer application soil N-total as well as N uptake, N content, amount of tillers and yield of wetland rice (Oryza sativa L.) grown in Inceptisols. The research was conducted by using factorial Randomized Block Design consisted of two factors and three replications. The first factor was dose of N fertilizer, Urea (65 kg ha-1, 130 kg ha-1, 195 kg ha-1, and 260 kg ha-1) while the second factor was dose of BGA (without and with 5 kg ha-1 and 10 kg ha-1). The plants were grown in green house for 10 weeks. The results showed that there was an interaction effect between N fertilizer and BGA on shoot dry weight, but did not on another variable. Application of 130 kg ha-1 of Urea with 5 kg ha-1 of BGA gave the same dry weight of paddy received 260 kg ha-1 of Urea. This pot experiment verified that BGA inoculation is possible to reduce dose of Urea in the late vegetative phase of paddy. Key words : Blue green algae, nitrogen fertilizer, Inceptisols, wetland rice. ABSTRAK Blue Green Alga (BGA) yang biasa tumbuh di lahan sawah adalah sumber nitrogen tersedia karena mikroba ini dapat memfiksasi N2 secara nonsimbiotik. Percobaan rumah kaca ini bertujuan untuk mendapatkan satu isolat BGA dengan kapasitas fiksasi N2 tinggi, dan untuk mengetahui pengaruh kombinasi dosis pupuk N dan inokulan BGA terhadap N-total tanah, serta serapan N, konsentrasi Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi N, jumlah anakan dan bobot kering padi sawah (Oryza sativa L) yang ditanam pada Inceptisols. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial, dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah dosis pupuk N berupa urea (65 kg ha-1, 130 kg ha-1, 195 kg ha-1 dan 260 kg ha-1. Faktor kedua yaitu dosis BGA (tanpa dan dengan 5 kg ha-1 dan 10 kg ha-1). Hasil penelitian menunjukkan terdapat efek interaksi antara pemberian pupuk N dengan inokulan Blue-green Algae terhadap bobot kering pupus, tetapi tidak ada efek interaksi terhadap variabel lainnya. Kombinasi pupuk N dan inokulan BGA yang memberikan bobot kering padi sawah yang sama baiknya dengan dosis urea tinggi 260 kg urea ha-1 adalah kombinasi 130 kg urea ha-1 disertai 5 kg inokulan BGA ha-1. Kata kunci : Ganggang biru hijau, pupuk nitrogen, Inceptisols, padi sawah PENDAHULUAN Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan umumnya menurunkan kandungan bahan organik lahan pertanian sampai kurang dari 1 % sehingga penggunaan pupuk hayati perlu dipertimbangkan (PPTA 2004). Di lahan sawah, pupuk hayati yang berpotensi untuk menurunkan dosis pupuk nitrogen (N) adalah blue green algae seperti Anabaena dan Nostoc yang selain memfiksasi CO2 juga memfiksasi N2. Padi (Oryza sativa L) sebagian besar ditanam di lahan sawah yang keadaan airnya dapat diatur melalui penggenangan dan pengeringan (intermiten) lapisan air, hal ini dapat mendorong pertumbuhan BGA (Subba Rao, 1978). Ekosistem padi sawah baik untuk pertumbuhan BGA dengan syarat memperhatikan faktor penyinaran sinar matahari, air, temperatur dan kesediaan unsur hara (Roger and Kulasooriya, 1980). Pemanfaatan BGA tersebut telah dilakukan pada beberapa negara, seperti India, Thailand dan Vietnam. Peningkatan produksi padi sawah dengan penggunaan BGA di Indonesia belum dilaksanakan dan penelitian mengenai BGA masih terbatas (Anas dan Rahayu, 2003). Aplikasi isolat unggul BGA pada tanaman padi sawah meningkatkan hasil gabah kering tanaman padi sawah. Penggunaan inokulan BGA dan pupuk nitrogen juga dapat menghemat penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan. Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi Pengurangan dosis pupuk N dan inokulasi BGA pada tanah sawah mendorong BGA dalam menfiksasi nitrogen. Namun pemberian perlakuan pupuk N dan inokulan BGA yang sesuai dengan dosis memberikan produksi yang maksimal sehingga hasil gabah total meningkat (Tandon, 1992). Untuk tanah sawah, Rogers and Kulasooriya (1980) dan Dhar dkk. (2007) menganjurkan penggunaan inokulan BGA sebesar 10 kg ha-1 BGA dapat mensuplai N untuk tanaman sehingga mengurangi penggunaan dosis pupuk nitrogen. Penggumaan pupuk nitrogen 50 kg N ha-1 tanpa BGA menghasilkan gabah kering sebesar 3000 kg ha-1 sedangkan dengan penggunaan inokulan BGA dapat mencapai hasil sebesar 3300 kg ha-1. Rata-rata peningkatan hasil padi sawah dengan adanya aplikasi inokulan BGA dengan pupuk N dapat mencapai 10%21%. Penambahan inokulan BGA pada tanah sawah dapat meningkatkan rata-rata hasil gabah kering sebesar 300 kg ha-1 atau dapat menghemat pupuk N 30 kg N ha-1 (Roger, 1992). Penelitian Anas dan Rahayu (2003) skala rumah kaca menunjukkan bahwa inokulan BGA dapat meningkatkan serapan N, P dan K. De Datta (1981) dan Vaishampayan dkk (2001) mengatakan bahwa akumulasi N yang tinggi terdapat pada bagian vegetatif tanaman. Konsentrasi N dalam tanaman mencapai nilai yang tinggi pada fase pertumbuhan. Pemberian BGA pada lahan sawah dapat meningkatkan konsentrasi N pada tanaman padi sawah. Efektivitas dan efisiensi pupuk hayati terutama dalam penggunaan berbagai dosis dan kombinasinya dengan takaran pupuk anorganik N perlu dikaji lebih lanjut. Diharapkan kombinasi tersebut tanaman padi akan memperlihatkan respons pertumbuhan yang baik dan selanjutnya dapat meningkatkan hasil padi dan juga kualitasnya. Oleh karena itu aplikasi inokulan BGA mensyaratkan penggunaan isolat dengan kapasitas fiksasi N2 relatif tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan satu isolat di antara beberapa isolat BGA dengan aktivitas penambat N2 yang tinggi serta mengetahui pengaruh kombinasi dosis pupuk N dan inokulan BGA terhadap N-total tanah, serta serapan N, konsentrasi N, jumlah anakan dan bobot kering padi sawah (Oryza sativa L) yang ditanam pada Inceptisols. Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat 700 m di atas permukaan laut. Percobaan rumah kaca menggunakan Inceptisols asal Jatinangor dengan tekstur liat, pH 6,40 (agak masam), C organik 1,69 (rendah), N total 0,18 (rendah), P tersedia 4,10 (sangat rendah), KTK 19,58 (sedang). Isolat BGA yang digunakan dipilih dari beberapa isolat milik Laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah berdasarkan kapasitas fiksasi N2. Blue-green Algae diseleksi masing-masing diisolasi dari sawah di desa Cangkuang, Mandalawangi, Kadungora, dan Leles Kabupaten Garut, Kecamatan Ciganitri Kabupaten Bandung serta dari desa Hegarmanah Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Rancangan percobaan adalah Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dengan dua faktor perlakuan yaitu dosis pupuk N (N) dan inokulan Blue-green algae (K). Faktor pertama adalah pupuk N yang terdiri dari 4 taraf faktor, yaitu n1 = 65 kg urea ha-1 (setara dengan 30 kg N ha-1 atau 0,326 g urea pot-1) n2 = 130 kg urea ha-1 (setara dengan 60 kg N ha-1 atau 0,652 g urea pot-1) n3 = 195 kg urea ha-1 (setara dengan 90 kg N ha-1 atau 0,978 g urea pot-1 ) n4= 260 kg urea ha-1 (setara dengan 120 kg N ha-1 atau 1,304 g urea pot-1) Faktor kedua yaitu inokulan Blue-green algae (K) yang terdiri dari 3 taraf faktor, yaitu : k0 = Tanpa BGA k1 = 5 kg BGA ha-1 setara dengan 0,025 g BGA pot-1 k2 = 10 kg inokulan BGA ha-1 setara dengan 0,05 g inokulan BGA pot-1 Seleksi isolat BGA Seleksi kapasitas isolat BGA berdasarkan kapasitas fiksasi N2 dilakukan terhadap 10 isolat BGA yang telah diisolasi dari sawah di berbagai lokasi. Kemurnian seluruh isolat belum ditentukan sehingga di dalam satu isolat terdapat lebih dari satu spesies BGA. Seluruh isolat ditumbuhkan di media selektif Gerloff tanpa N (Vaishampayan dkk., 2001) dan penentuan kapasitas fiksasi N2 dilakukan dengan metode reduksi asetilen menurut Dobereiner (1988). Satu isolat BGA terpilih Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi digunakan pada percobaan rumah kaca dan diaplikasikan dalam bentuk lempeng kering (flakes) BGA dengan dosis sesuai perlakuan. Lempeng BGA diperoleh dengan mengkulturkan isolat BGA terpilih pada tangki kultur dengan media 10 kg tanah sawah steril yang diberi pupuk TSP 200 g dan natrium molibdat 0,0125 g (Roger dan Kulasooriya, 1980). Percobaan rumah kaca Tanah diambil dari lapisan olah tanah sawah kedalaman 0-20 cm. Tanah dikering udarakan selama 4 hari dan sebanyak 10 kg tanah kering udara di tempatkan di dalam ember plastik berukuran 12 kg. Sebelum tanam, tanah digenangi sampai 5 cm dari permukaan tanah. Bibit padi sawah varietas IR-64 umur 14 MST ditanam sebanyak 2 bibit per pot. Tanaman diberi BGA dan pupuk urea 2 kali aplikasi masing-masing setengah dari dosis perlakuan pada 1 MST dan 3 minggu setelah tanam (MST) dengan dosis perlakuan dan diberi pupuk pupuk SP-36 dengan dosis 0,675 g pot-1setara dengan 135 kg ha-1, dan pupuk KCl dengan dosis 0,3 g pot-1 setara dengan 60 kg ha-1 diberikan seluruhnya pada saat tanam. Percobaan ini dilaksanakan selama pertumbuhan vegetatif tanaman padi sawah, yaitu mulai dari pindah tanam dari persemaian sampai tanaman berumur 10 MST. Inokulan BGA diberikan sekaligus dengan dosis sesuai perlakuan pada saat bibit dipindahtanamkan ke pot dari persemaian. Variabel yang diamati pada fase vegetatif akhir adalah kandungan N-total tanah dengan metode Kjeldahl, konsentrasi N (%) dan serapan N (mg N rumpun1 ) ditetapkan dengan metode destruksi basah dan jumlah anakan produktif dan bobot kering tanaman padi sawah. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Pengujian signifikan dengan sidik ragam untuk mengetahui taraf nyata digunakan Uji F pada taraf nyata 5%. Bila terdapat perbedaan nyata, pengujian perlakuan dilakukan dengan uji Duncan pada taraf nyata 5% HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi dan Seleksi Blue-Green Algae Penambat N2 Aktivitas nitrogenase yang dilakukan oleh BGA diuji berdasarkan metode reduksi asetilen menggambarkan aktivitas BGA dalam memfikasi N2. Menurut Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi Dobereiner (1988) aktivitas nitrogenase termasuk tinggi jika nilai reduksi asetilen mencapai lebih dari 50 nmol C2H4 g-1 berat kering jam-1. Nilai nitrogenase isolat BGA yang diisolasi dari beberapa lokasi termasuk tinggi apabila dibandingkan dengan standar tersebut (Tabel 1). Tabel 1. Kapasitas reduksi asetilen beberapa isolat BGA yang diisolasi dari lokasi berbeda Lokasi Kapasitas reduksi asetilen Kode Isolat Sumber Isolat (nmol C2H4 gram-1 berat kering jam-1) L1 Leles 9,8 L2 Leles 8125,0 L3 Leles 111,0 Kd1 Kadungora 51,0 Kd2 Kadungora 81,2 Kd3 Kadungora 69,3 Hg1 Hegarmanah 499,5 Hg2 Hegarmanah 928,5 Hg3 Hegarmanah 1,8 Cga1 Ciganitri 137,5 Cga2 Ciganitri 261,0 Cgb 1 Ciganitri* 177,0 Ck1 Cangkuang 223,0 Mn6 Mandalawangi 3665,0 * Kolam pembibitan ikan Isolat L2 yang berasal dari Leles memiliki aktivitas nitrogenase yang tertinggi yaitu 8125 mol C2H4 gram-1 berat kering jam-1. Isolat tersebut berasal dari sawah yang belum diberi pupuk N sehingga pertumbuhan BGA tinggi sedangkan isolat lainnya diambil dari tanah sawah yang telah dipupuk urea. Di Leles, pertumbuhan algae yang berupa hamparan hijau di permukaan sawah terlihat sedikit di areal yang diberi pupuk N. Menurut Prasanna dkk.(2009) aktivitas fiksasi N2 BGA akan terhambat pada medium pertumbuhan yang banyak mengandung N. Besarnya aktivitas nitrogenase dipengaruhi oleh spesies BGA penambat N2 yang terkandung didalam isolat tersebut. Diduga BGA yang tumbuh merupakan Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi BGA yang hidup bebas seperti Anabaena, Nostoc, Nodularia, Cylindrospermum, Scytonema, Calothrix, Anabaenopsis, Aulosira, Stigonema, Nostochopsis, Rivularia, Schytonematopsis, dan Chlorogloea (Okmen dkk., 2007). Blue-green algae yang hidup bebas mayoritas memiliki heterotista pemfiksasi N2 dan dapat menghasilkan 20-30 kg N ha-1 (Prasanna, 2009). Isolat dengan aktivitas nitrogenase rendah diduga terdiri atas BGA yang uniseluler dan tidak memiliki heterosista seperti Plectonema, Trichosdesmium, Lyngbya, dan Oscillatoria (Roger, 1992; Okmen dkk., 2007). Nitrogen Total Tanah dan Tanaman Hasil uji F menunjukkan tidak terjadi interaksi yang nyata antara pupuk N dan BGA terhadap N-total tanah. Pemupukan N berperan dalam meningkatkan N-total tanah sedangkan BGA tidak berperan (Tabel 2). Interaksi antara pupuk N dan BGA terhadap N-total tanah dapat terjadi apabila BGA tumbuh optimal, sehingga pengaruhnya terhadap N-total tanah akan nyata pada berbagai taraf pupuk N. Inokulasi BGA penambat N2 ke tanaman bertujuan untuk mengurangi pemupukan N sehingga tanaman dapat memperoleh N tidak saja dari pupuk N, tetapi juga dari BGA penambat N2. Tabel 2. Pengaruh Pupuk N dan Inokulan Blue-Green Algae terhadap N-total Tanah (% N) Perlakuan N-total Tanah (%) Pupuk Nitrogen (N) n1 : 0,326 g urea pot-1 0,22 a -1 n2 : 0,652 g urea pot 0,25 b n3 : 0,978 g urea pot-1 0,25 b n4 : 1,304 g urea pot-1 0,25 b Inokulan Blue Green Algae (K) ko : tanpa inokulan BGA -1 0,25 a k1 : 0,025 g pot 0,23 a -1 0,24 a k2 : 0,05 g pot Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 % Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi Pada setiap perlakuan, terdapat peningkatan N-total tanah dari rendah (Ntotal awal yaitu 0,18 %) menjadi sedang. N-total setelah pemberian berbagai dosis Urea adalah > 0,21 % yang termasuk kriteria sedang menurut Hardjowigeno (2003). Pengukuran N total tanah dilakukan saat fase vegetatif akhir sehingga N terukur adalah residu N total tanah setelah diserap tanaman padi sawah. Pemberian urea sebanyak 0,652 g pot-1 dan diatasnya meningkatkan N-total tanah. sehingga memungkinkan tanaman untuk menyerap N lebih banyak. Menurut Schepers dan Raun (2008), serapan N tanaman dipengaruhi ketersediaan unsur hara N di dalam tanah. Namun residu N total tanah di pot dengan 0,652 g urea pot-1 - 1,304 g urea pot-1 tidak berbeda dan di lain pihak konsentrasi N maupun serapan N tanaman tidak dipengaruhi oleh pemupukan (Data tidak diperlihatkan). Hal ini menandakan bahwa terdapat faktor lain di dalam tanah maupun tanaman yang mengendalikan serapan N oleh tanaman. Terdapat kemungkinan NH4+ yang dihasilkan dari urea tidak terserap tanaman. Tanah Inceptisols asal Jatingangor bertekstur liat yang mampu mengadsoprsi kation seperti NH4 + (Schepers dan Raun, 2008). Pada tanah sawah NH4+ berubah menjadi gas N2 dan N2O melalui denitrifikasi (Schepers. J.S. and W. Raun. 2008). Kehilangan N terbesar pada tanah tergenang disebabkan mikroba denitrifikasi anaerob seperti Pseudomonas dan Thiobacillus (Ismunadji et al., 1995; Günter C and H. J. Kutzner. 2004). Pemberian BGA tidak menambah kandungan N tanah. Kondisi tanah percobaan agak masam (pH 6,4) sebenarnya kurang cocok untuk pertumbuhan BGA karena menurut Schepers. J.S. dan W. Raun (2008) BGA tumbuh optimum pada pH netral (6,5-7,0). Pertumbuhan BGA dan Fiksasi N2 berkorelasi dengan pH dan kation dapat dipertukarkan seperti K, Ca dan Mg. Pada tanah dengan sifat agak masam, diduga hanya beberapa jenis algae tertentu saja yang tumbuh optimum di lingkungan tersebut terutama BGA indigenus. BGA indigenus lebih beradaptasi pada tanah Inseptisol asal Jatinangor dibandingkan dengan BGA asal Leles Garut dan kondisi ini menyebabkan BGA eksogenus bersaing dengan BGA yang telah ada. Persaingan ini dapat menyebabkan populasi BGA di setiap perlakuan tidak berbeda (pada percobaan ini tidak diukur) sehingga kandungan N Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi tanah tidak berubah. Prasanna dkk. (2009) menyebutkan bahwa faktor lingkungan terutama kemasaman tempat tumbuh BGA sangat berpengaruh terhadap aktivitas BGA tersebut. Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi N tanaman padi sawah yang diberi berbagai dosis urea adalah 2,21 – 2,50 %, sedangkan yang diberi perlakuan BGA adalah sebesar 2,68 – 2,90 %. Jones et al. (1991) menyatakan bahwa konsentrasi N pada padi dalam keadaan cukup adalah sebesar 2,60 sampai 3,20 % dan kurang jika berada di bawah 2,40 % . Sedangkan De Datta (1981) menyatakan konsentrasi kritis unsur N pada tanaman padi sebesar 2,5 %. Percobaan rumah kaca ini menjelaskan bahwa baik pupuk N maupun BGA meningkatkan kecukupan N tanaman padi. Jumlah Anakan Produktif Tidak terjadi interaksi antara pupuk N dan BGA terhadap jumlah anakan produktif. Interaksi antara pupuk N dan inokulan Blue-green algae akan terjadi apabila Blue-green algae mampu beraktivitas dengan baik sehingga perbedaannya akan nyata pada berbagai taraf pupuk N yang diberikan sehingga pengaruhnya akan nyata terhadap aktivitas BGA dalam meningkatkan jumlah anakan. Pengaruh mandiri pupuk urea maupun BGA tidak menentukan jumlah anakan produktif tanaman padi. Gambar 1 memperlihatkan bahwa pada 3 sampai 6 MST pemberian berbagai dosis urea meghasilkan jumlah anakan yang sama dengan tanaman tanpa pupuk Urea. Nitrogen adalah salah satu unsur hara utama yang mengendalikan pertumbuhan vegetatif tanaman (Schepers dan Raun, 2008). Pada penelitian ini pemupukan N tidak mempengaruhi serapan N sehingga jumlah anakan pun tidak dipengaruhi pupuk N. Menurut Zhang and Wang (2005) jumlah anakan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara nitrogen dan fosfor di dalam tanah. Menurut Sasaki dkk (2002), dari total pupuk N yang diberikan ke dalam tanah hanya sekitar 40 % yang bisa diserap tanaman padi. Ada kemungkinan kehilangan N menyebabkan N tidak cukup untuk menghasilkan jumlah anakan optimal. Selain itu, ketidakseimbangan komposisi N dan P tanah karena peningkatan dosis Urea dapat menjelaskan efek N yang tidak nyata terhadap jumlah anakan. Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi Gambar 1. Jumlah anakan produktif tanaman padi yang diberi berbagai dosis pupuk urea Pemberian BGA pada 3 sampai 6 MST juga tidak berpengaruh nyata dibandingkan dengan tanpa inokulasi BGA terhadap anakan produktif tanaman padi (Gambar 2). Blue-green algae indigenus di dalam tanah dapat berkompetisi dengan BGA eksogen sehingga mungkin populasi BGA tanah tidak meningkat. Kondisi ini menyebabkan inokulasi BGA tidak berkontribusi dalam meningkatkan N tanah (Tabel 2). Dengan demikian inokulasi BGA tidak menyebabkan perbedaan jumlah anakan dibandingkan dengan kontrol. Gambar 2. Jumlah anakan produktif tanaman padi yang diberi berbagai dosis BGA Berbagai spesies BGA memiliki karakteristik berbeda serta memerlukan kondisi lingkungan yang berbeda pula untuk berkontribusi terhadap jumlah anakan. Pada percobaan ini spesies BGA yang terdapat di dalam isolat yang digunakan belum diteliti sehingga belum diketahui kondisi optimal untuk aplikaisnya. Percobaan ini dilakukan pada musim kemarau. Temperatur rumah Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi kaca di siang hari dapat mencapai 420C sehingga berdampak terhadap pertumbuhan, fotosintesis dan fiksasi N2. Tingginya suhu tersebut kurang optimal untuk aktivitas BGA dalam memfiksasi N2. Beberapa spesies Blue-green algae yang sensitif terhadap pencahayaan yang tinggi maka aktivitasnya dalam menambat N2 akan terhambat. Menurut Prasanna dkk. (2009) suhu optimal untuk pertumbuhan BGA adalah 30-350 C. Suhu 420C selama 50 menit menyebabkan proses fotosintesis hanya berlangsung sekitar 20 % dari kondisi normal (Roger and Kulasooriya, 1980; Prasanna dkk. 2009). Bobot Kering Pupus Terjadi interaksi yang nyata antara inokulasi BGA dengan pemupukan N terhadap bobot kering pupus (Tabel 3). Interaksi antara pupuk N dan inokulan Blue-green algae terhadap bobot kering pupus terjadi karena pemberian BGA pada tanaman padi sawah dapat mengurangi dosis pemakaian pupuk urea. BGA yang tumbuh pada media tanam padi dapat menyumbang N pada tanaman padi sehingga pupuk N yang dibutuhkan untuk menghasilkan bobot kering pupus yang tinggi, hanya diperlukan dosis pupuk N yang lebih sedikit. Tabel 3. Interaksi Pupuk N dan Inokulan Blue-Green Algae terhadap Bobot Kering Pupus (g Rumpun-1) Urea ( g pot-1) -1 BGA (g po ) n1 : 0,326 n2 : 0,652 n3 : 0,978 n4 : 1,304 ------------------------------- g rumpun-1--------------------------ko: tanpa BGA k1 : 0,025 k2 : 0,05 52,66 b 50,95 a 57,17 ab 60,57 b A A AB B 53,46 b 65,04 b 48,73 a 38,70 a AB B A A 39,37 a 53,44 a 60,62 b 55,51 ab A AB B AB Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama tidak berbeda nya menurut Jarak Berganda BNT pada taraf 5%. Huruf besar dibaca arah horizontal dan huruf kecil dibaca arah vertikal. Tanpa inokulasi BGA diperlukan urea dosis tinggi (1,304 g pot-1) agar menghasilkan bobot kering pupus tanaman padi yang sama dengan penggunaan Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi inokulan BGA disertai dengan pemupukan urea dosis lebih rendah (Tabel 3). Pemberian 0,652 g urea pot-1 (n2) disertai 0,025 g inokulan BGA pot-1 (k1) menghasilkan bobot kering pupus yang sama dengan pemberian 0,978 g urea pot-1 (n3) dengan 0,05 g inokulan BGA pot-1 (k2). Disini tampak bahwa urea yang diberikan berfungsi sebagai starter untuk pertumbuhan BGA sehingga dapat meningkatkan aktivitasnya untuk menghasilkan bobot kering pupus yang lebih baik dari pada perlakuan lainnya. Besarnya pupuk urea yang diperlukan sebagai starter untuk aktivitas BGA tersebut sebanding dengan dosis inokulan BGA yang diberikan. Kombinasi 0,652 g urea pot-1 disertai 0,025 g inokulan BGA pot-1 merupakan kombinasi yang paling efisien untuk menghasilkan bobot kering tanaman padi yang sama besarnya dengan menggunakan pupuk urea dosis tinggi tanpa inokulan BGA. Baik inokulasi BGA maupun pemupukan N tidak berpengaruh terhadap serapan N. Namun peningkatan bobot kering pupus oleh BGA dan pemupukan N memperlihatkan bahwa mungkin kontribusi N bukan satu-satunya mekanisme BGA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Vaishampayan dkk. (2001) dan Venkataraman dan Neelakantan (2006) menyatakan bahwa disamping menghasilkan senyawa nitrogen, sel BGA yang aktif menghasilkan vitamin B12 dan auxin yang yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman padi sawah yang diberi pupuk hayati BGA. Asam amino cystein, tirosin, dan fenilalanin yang dihasilkan oleh BGA Cylindrospermum muscicola secara intraseluler merupakan senyawa yang tersedia untuk tanaman padi. Disamping itu hormon auksin yang disintesis BGA berperan penting dalam merangsang pertumbuhan akar tanaman padi. SIMPULAN DAN SARAN 1). Terjadi interaksi antara pemberian pupuk N dengan inokulan Blue-green algae terhadap bobot kering pupus, tetapi tidak terjadi interaksi terhadap Ntotal tanah, serapan N, konsentrasi N tanaman, dan jumlah anakan. Secara mandiri pemberian pupuk N berpengaruh nyata terhadap N-total tanah. Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi 2). Kombinasi pupuk N dan inokulan BGA yang memberikan bobot kering padi sawah yang sama baiknya dengan dosis urea 1,304 g urea pot-1 (260 kg urea ha-1) adalah kombinasi 0,652 g urea pot-1 (130 kg urea ha-1) disertai 0,025 g inokulan BGA pot-1 (5 kg inokulan BGA ha-1). SARAN Disarankan untuk mempelajari memanfaatkan isolat BGA indigenus yang berasal dari lahan sawah Ultisol Jatinagor dan telah diketahui kapasitas fiksasi N2. Disamping itu disarankan pula untuk meneliti aspek produksi hormon atau vitamin sebagai faktor tumbuh tanaman DAFTAR PUSTAKA Anas, I. dan S. Rahayu. 2003. Pemanfaatan Ganggang Hijau-Biru (BGA) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Padi. The Faculty of Agriculture Brawijaya University. Online : www. unbraw.co.id (diakses tanggal 25 Desember 2006). Badan Pusat Statistik (BPS). 2007. Statistik Indonesia. BPS, Jakarta. De Datta, S.K.1981. Principles and Practices of Rice Production. A Willey Interscience Publ. John Willey and Sons, New York. Departemen Pertanian. 2006. Keputusan Rekomendasi Pemupukan N, P dan K Pada Lahan Sawah. Online : www.litbang.deptan.go.id /one/5/file/lampiran permentan pupuk 1.pdf. (diakses tanggal 6 Januari 2007). Dhar, D.W., R. Prasanna, B. V. Singh. 2007. Comparative Performance of Three Carrier Based Blue Green Algal Biofertilizers for Sustainable Rice Cultivation. Journal of Sustainable Agriculture. Vol 30, 2 : 41 – 50. Dobereiner, J. 1988. Isolation and Identification of Root Associated Diazotrophs. Plant Soil. 110:207-212. Foth, H.D. 1995. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Terjemahan: Purbayanti, Dwi Retno dan Trimulatsih Rahayuning. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia. Günter Cl. and H. J Kutzner. 2004. Physiology and kinetics of autotrophic denitrification by Thiobacillus denitrificans. Applied Microbiology and Biotechnology Vol. 22, Number 4. Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta. Cetakan Ke-5 Hubbell, D.H. and G. Kidder. 2001. Biological Nitrogen Fixation. Univ. of Florida. Online : www.edis.ifas.ufl.edu/BODY_SS180 (diakses tanggal 13 Desember 2007). Ismunadji, M., S. Partohardjono, M. Syam dan A. Widjono. 1995. Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP), Bogor. Jurnal Agrikultura 20(2): Inokulasi Blue Green Algae untuk mengurangi, Mieke Rochimi Jones, J.B.,Jr., B. Wolf and H.A. Mills.1991. Plant Analysis Handbook. A Practical Sampling Preparation, Analysis and Interpretation Guide. MicroMacro. Publ. Inc., Athens. Prasanna R, P. Jaiswal, S. Nayak, A. Sood, and B. D. Kaushik. 2009. Cyanobacterial diversity in the rhizosphere of rice and its ecological significance. Indian Journal of Microbiology 49, 1 : 89-97. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (PPTA). 2000. Sumberdaya Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP), Bogor. Roger, P.A. 1992. An Introduction To Blue-Green Algae and Their Role In Paddy Fields.The International Network On Soil fertility and Fertilizer Evaluation For Rice (INSFFER), IRRI, ORSTOM and Soil Microbiologist, France. Roger, P. A. and S. A Kulasooriya. 1980. Blue - Green Algae and Rice International Rice Research Institute (IRRI), Los Banos. Sasaki.Y., H. Ando, and K. Kakuda. 2002. Relationship between Ammonium Nitrogen in Soil Solution and Tiller Number at Early Growth Stage of Rice. Soil Sci Plant Nutr. Vol 48,1: 57-63. Schepers. J.S. and W. Raun. 2008. Nitrogen in Agricultural Systems. Soil Science society of America. Inc. Madison. Sprent, J. I. dan P. Sprent. 1990. Nitrogen Fixation Organism. Chapman and Hall, London. Subba Rao, N. S. 1978. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing, London. Tandon, H.L.S. 1992. Fertilizers Organic Manure Recyclable Waste and Biofertilizers. Fertilisers Development and Consulting Organization, New Delhi. Venkataraman G.S and S Neelakantan. 2006. Effect of The Cellular Constituents of The Nitrogen-Fixing Blue Green Algae, Cylidrospermum muscicola, on The Root Growth of Rice Plants. The Journalof General and Applied Microbiology. Vol. 13(1) : 53-61. Vergara, B.S,. 1995. Bercocok Tanam Padi. Departemen Pertanian, Jakarta Yoshida, S. 1981. Fundamental of Rice Crop Science. International Rice Research Institute (IRRI), Los Banos, Philippines. Zhang Q and G. Wang. 2005. Studies on nutrient uptake of rice and characteristics of soil microorganisms in a long-term fertilization experiments for irrigated rice. Journal of Zhejiang University Science. February; 6(2): 147–154.