KELAINAN JANTUNG SEBAGAI FAKTOR RESIKO STROKE

advertisement
Kelainan Jantung Sebagai Faktor Resiko Stroke.
T. Bahri Anwar
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN.
Stroke dapat terjadi sekunder akibat adanya kelainan jantung dan sirkulasi
demikian pula sebaliknya stroke dapat menyebabkan kelainan jantung dan sirkulasi (1).
Hubungan yang erat antara kelainan jantung dan stroke ini sudah lama diketahui
dilaporkan dan tidak apat disangkal lagi. Data–data yang oleh para peneliti menunjukkan
bahwa kelainan jantung merupakan kemungkinan sumber emboli pada 20–25 kasus
infark serebri (2). Pada kelompok usia tua ternyata didapatkan prevalensi kelainan
jantung yang tinggi pada penderita stroke. Penyakit jantung koroner mempunyai resiko
2X lebih besar untuk terjadinya infark serebri bila disertai dengan faktor resiko lainnya.
Fator resiko stroke lainnya disamping imbole kardial adalah hipertensi, diabetes,
hiperlipidemik, rokok, ras, umur dan riwayat keluarga (2,10).
Pada beberapa penderita kadang–kadang sukar menentukan penyebab dasar
terjadinya stroke, seperti misalnya pada kasus wanita umur 45 tahun dengan hipertensi
yang lama dan atrial fibrilasi. Apakah keadaan atrial fibrilasi yang terjadi bersama-sama
dengan infark serebri pada usia tua merupakan faktor resiko atau akibat hipertensinya.
Faktor yang penting dalam penanganan stroke adalah evaluasi jaringan pada saraf
penderita dan pengobatan yang segera, karena sangat rawan terhadap iskemik walaupun
dalam periode yang singkat (2).
Dalam penanganan penderita stroke pertanyaan yang penting dan harus dapat
dijawab adalah sebagai berikut (3) :
1. Apakah terjadinya stroke kemungkinan akibat empoli kardial.
2. Bila demikian, bagaimana resiko terjadinya stroke yang berulang atau kematian ?
3. Kapan penderita stroke harus melakukan echokardiografi monitoring jantung
(Holter) atau test pemeriksaan jantung.
4. Apakah pengobatan yang terbaik untuk mencegah infark serebri yang berulang
pada penderita dengan emboli kardial.
II. KELAINAN JANTUNG YANG SANGAT DAPAT MENIMBULKAN STROKE.
Kelainan jantung yang dapat merupakan sumber emboli untuk terjadinya stroke
tampak seperti tabel dibawah ini (2)
Penelitian di Amerika melaporkan 45% dan emboli kardial terjadi pada penderita
aerial febrilasi non valvuler, 15% pada enfark meokard akut. 10% pada gagal jantung kiri
kronis, 10% pada penyakit jantung rematik dan 10% pada katub jantung buatan (4).
A. STROKE AKIBAT ATRIAL FIBRILASI.
Atrial fibrilasi non valvuler merupakan kelainan jantung yang paling sering
didapatkan bersama-sama dengan emboli serebri yaitu hampir separuh dari kelainan
stroke akibat embole yang berasal dari jantung (1). Atrial fibrilasi non valvuler sebagai
1
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
penyebab sumber emboli mempunyai variansi yang luas yaitu mulai dari lone atrial
fibrillation sampai ventrikel dengan gagal jantung kongestif.
Penelitian dari Stroke Prevention en Atrial Fibrillation melaporkan bahwa
penderita atrial fibrilasi tanpa disertai riwayat hipertensi dan gagal jantung kongestif
mempunyai resiko yang rendah untuk terjadinya stroke, sedangkan pada penderita
dengan pembesaran atrium kiri dan disfungsi ventrikel kiri sedang sampai berat prediktif
untuk timbulnya stroke (3)
B. STROKE SETELAH INFARK MIOKARD.
Sebagian besar stroke yang terjadi post infark disebabkan oleh mural trombus
yang berasal dari dinding miokard dengan gangguan gerakan yang berat (akiresis atau
diskiresis). Virchow menerangkan bahwa mural trombus terbentuk akibat 3 keadaan yaitu
statis setempat, kerusakan endotel dan hiper koagulasi (9)
Biasanya mural trombus terbentuk dalam waktu 10–12 jam post infark dimana hal
ini penting dalam menentukan strategi pengobatan (5).
Ada 2 faktor yang menentukan resiko terjadinya stroke setelah infark miokard
yaitu luasnya infark dan lokasi anatomis / Infark luas yang ditandai dengan meningkatnya
enzim CPK> 1000 ID atau adanya gagal jantung kongestif lebih sering disertai dengan
stroke dari pada infark yang kecil. Sebagian besar mural trombus terbentuk pada pasien
dengan infark miokard anterior, sedangkan pada mural infark trombi inferior jarang
disertai dengan timbulnya atau emboli (5).
Kelompok studi SPRINT melaporkan insidens stroke setelah infark miokard
dalam waktu 1 (satu) tahun diperkirakan 1% (9). Stroke non hemorhagik cenderung
terjadi setelah 48 jam post infark, sedangkan stroke hemorhagik terjadi pada 48 jam
pertama setelah pemberian terapi trombolitik (9).
C. STROKE SETELAH OPERASI JANTUNG.
Komplikasi neurologis setelah operasi jantung cukup sering terjadi terutama pada
penderita yang tua. Komplikasi stroke setelah operasi jantung didapatkan pada 1-5%
penderita dan mungkin bisa terjadi sampai 10% penderita timbulnya diatas umur 65 tahun
(6). Faktor resiko untuk timbulnya stroke setelah operasi jantung antara lain adalah
operasi by pass kardiopullmoner yang lama (lebih atau 2 jam, atrial fibrilasi post operatif,
adanya mural trombi ventrikel kiri pre-operatif. Kemungkinan lain penyebab stroke
setelah operasi jantung tampak pada tabel dibawah ini (6).
III. PEMERIKSAAN JANTUNG PADA PENDERITA STROKE.
Setiap pasien dengan enfark serebri yang baru perlu dilakukan anamnesa riwayat
penyakit jantung fisis diagnostik, Eka dan foto thorax.
Dari hasil pemeriksaan tersebut diatas harus sudah dapat bawah dipastikan salah
satu keadaan dari 3 kemungkinan di bawah ini:
1. Kemungkinan besar emboli berasal dari jantung.
2. Kelainan jantung belum jelas ada hubungannya dengan stroke seperti misalnya angina.
3. Tidak ada kelainan jantung.
Setelah itu ditentukan pasien mana yang harus dilakukan echokardiografi,
monitoring jantung (Holter) atau test jantung lainnya. Untuk penyakit jantung koroner
simptomatis atau asemptomatis.
2
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
Sebagian besar penderita stroke perlu dilakukan transtorakal echokardiografik
karena non invasif dan tidak ada resiko walaupun mahal Transesofageal echokardiografi
lebih mahal tetapi lebih sensitif untuk melihat trombus atrial dan valvular, tidak
menyenangkan bagi penderita disertai sedikit resiko untuk timbulnya aritmia, spasme
brondus dan trauma esofagus (2). Pemeriksaan ini terutama dilakukan pada pasien stroke
yang muda karena dapat melihat shunt intrakardial dan kelainan kongerital atrial.
Pada tabel dibawah ini tampak skema untuk pemeriksaan echokardiografi
transtorakal atau esofageal tergantung keadaan klinis penderita stroke (3).
Pemeriksaan jantung lainnya seperti monitor jantung dengan Holter, treadmill
test, diperydamole tahllium test atau carotid ultrasound test tergantung dari keadaan klinis
jantung penderita.
IV. STROKE YANG BERULANG DAN KEMATIAN PADA PENDERITA
DENGAN EMBOLI KARDIAL.
Insidens stroke yang berulang pada infark serebri yang pertama akibat emboli
kardial adalah 2% dalam waktu 30 hari, 5% dalam waktu 1 tahun dan 32% dalam waktu
5 tahun, kelainan jantung yang menyebabkan meningkatnya resiko stroke yang berulang
adalah gagal jantung kongestif dan kelainan valvuler (2).
Resiko kematian pada penderita stroke dengan emboli jantung jauh lebih tinggi
dari pada insidens stroke yang berulang.
Angka adalah kematian stroke post infark dengan emboli kardial adalah 23%
dalam waktu 1 tahun dan 44% dalam waktu 5 tahun. Keadaan yang dapat meningkatkan
resiko kematian adalah umur, infark miokard, gagal jantung kongestif dan atrial, fibrilasi.
V. PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN PENDERITA STROKE DENGAN
EMBOLI KARDIAL.
Pengobatan jangka pendek dan jangka panjang pada penderita enfark serebri
dengan kelainan jantung terutama adalah menurunkan morbiditas dan mortalitis penyakit
jantung khususnya yang menyangkut gagal jantung kongestif dan enfark miokard.
Misalnya pengobatan yang agresif untuk diasetolik pada gagal penderita tua bertujuan
dapat mengurangi resiko stroke jantung kongestif dan gagal ginjal.
Demikian juga pengobatan hipertensi sistolik dapat menurunkan resiko stroke
31%. Kelainan jantung yang fatal ada non fatal berkurang 27% dan insidens gagal
jantung kongestif lebih dari 50% (7)
Pengobatan yang dini dari emboli masih kontroversialkan pencegahan primer
dengan pemakaian antikoagulan jangka lama sangat efektif terutama pada penderita
atrial fibrilasi yang tidak disertai penyakit jantung rematik (8), juga berguna untuk
kelainan jantung lainnya, seperti : mitral senose, kardiomiopati dan gangguan gerakan
jantung.…. (2). Pada keadaan akut kegunaan anti koagulan belum jelas. Obat-obat yang
digunakan untuk mencegah stroke pada penderita dengan emboli kardial adalah heparin,
warparin, aspirin dan ticlopidin.
Pengobatan jangka panjang anti koagulan dengan heparin dilanjutkan dengan
warparin merupakan pilihan pengobatan yang diberikan untuk infark serebri baru, yang
disertai katub jantung buatan penyakit jantung rematik, gagal jantung kongestif akut,
infark miokard akut, atrial fibrilasi (3)
3
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
Warparin miokard, dapat mengurangi insidens stroke penderita infark miokard,
katub jantung buatan dan atrial fibrilasi pada rematik (10), dan diberikan bila tidak ada
kontraindikasi. Kasus lebih sering dikontrol dan dipertahankan 2-3X normal INR
(International Normalis Ratio) (7)
Aspirin resiko obat pencegahan ternyata dapat mengurangi resiko stroke pada
penderita atrial fibrilasi dan infark miokard. Pemakain aspirin pada orang tua 75 tahun
tidak begitu efektif seperti pemberian warparin (7)
Ticlopidin merupakan alternatif lain bila aspirin atau warparin tidak dapat
diberikan, walaupun uji coba sebagai obat pencegahan pada penderita stroke dengan
emboli kardial masih dilaksanakan.
VI. RINGKASAN.
Penyakit jantung merupakan kemungkinan sumber emboli pada 20-25% kasus
infark serebri resiko kematian yang besar dari pada resiko kejadian stroke yang dini 14X
lebih besar dari pada resiko kejadian stroke yang berulang pada penderita dengan emboli
kardial. Seleksi untuk test diagnostik harus berdasarkan keadaaan klinis penyakit jantung,
umur pasien dan identifikasi penyebab kasus stroke lainnya.
Pengobatan ditujukan untuk mengurangi mortalitas akibat penyakit jantung dan
mencegah stroke yang berulang. Warparin merupakan pilihan pengobatan pertama pada
sebahagian besar penderita dengan emboli kardial. Aspirin juga alternatif yang tepat bila
warparin tidak dapat diberikan (2).
VII. DAFTAR PUSTAKA.
Joseph K .Perloff - Neurological Disorders and Heart Desease 1821.
Robert J. Witjk Harly Recognation and Treatment of Acute Ischemic Stroke in Heart
Disease and Stroke, Sept/Occ 1993 397.406
Joseph P Broderick - Heart Desease and Stroke American Heart Association: July/august
1993. 355. 359
Douglas P. Zipes : Spesific Arrhythmias, Diagrosis and Treadment : 683.
Paul T. Vailkus : Indications for Anti Thrombolytoc Therapy After Myocardial Infartion
- Heart Desease Stroke: Jan / Feb 1994 :24.28
Elleoe M. Antman : Medical Management of Patient theUndergoing Cardiac Surgery
1690.
Michael E. Assey : Heart Desease in the Elderly in Heart Desease and Stroke : Jully
august 1993 : 33.334
4
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
Louis R. Caplan Prevention of Cardioembolic Stroke Heart Desease and stroke: Nov/Des
1994 : 297:303
Gordon Heggins & Valentine Feraster Left Veatriricular Thromboembolisme after
Myocardial Infarction Heart After Desease and stroke: Nov/Des 1994 : 355.360
Janet Weltodark & Donald Easton Prevention and Tratment Stroke, Heart Desease
Prevention and Treatment Stroke. Heart Desease and Stroke: March/April 1992 :
51-52
5
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
Download