BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Istilah “Ilmu Pengetahuan Sosial” disingkat IPS, merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi identik dengan istilah “social studies” (Sapriya, 2009: 19). Istilah IPS di sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan (Sapriya, 2009: 20). Materi IPS untuk jenjang sekolah dasar tidak terlihat aspek disiplin ilmu karena lebih dipentingkan adalah dimensi pedagogik dan psikologis serta karakteristik kemampuan berpikir peserta didik yang bersifat holistik (Sapriya, 2009: 20). IPS adalah suatu bahan kajian terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi diorganisasikan dari konsep-konsep keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi dan Ekonomi (Puskur, 2001: 9). Adanya mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar para siswa diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan wawasan tentang konsep-konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, kesadaran terhadap masalah sosial memiliki kepekaan dan di lingkungannya, serta memiliki keterampilan mengkaji dan memecahkan masalah-masalah sosial tersebut. Pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek pendidikan dari pada transfer konsep karena dalam pembelajaran IPS siswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. IPS juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat dan dihadapkan pada berbagai permasalahan di lingkungan sekitarnya. 6 Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran IPS sebagai proses belajar yang mengintegrasikan konsep-konsep terpilih dari berbagai ilmu-ilmu sosial dan humaniora siswa agar berlangsung secara optimal. 2.1.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Somantri (Sapriya, 2008:9) menyatakan IPS adalah penyederhanaan atau disiplin ilmu-ilmu sosial humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan. Lalu Menurut Sapriya (2008:9), bahwa Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humonaria, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan. Somantri (Sapriya:2008:9) menyatakan IPS adalah penyederhanaan atau disiplin ilmu ilmu sosial humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan. 2.1.3 Tujuan Pembelajaran IPS Hakikat tujuan mata pelajaran IPS menurut Chapin, J.R, Messick dalam Ichas Hamid Al -lamri dan Tuti Istianti (2006: 15) dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Membina pengetahuan siswa tentang pengalaman manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, sekarang dan di masa yang akan datang. b. Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan (skill) untuk mencari dan mengolah/ memproses informasi. c. Menolong siswa untuk mengembangkan nilai/ sikap (value) demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat. d. Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengambil bagian/ berperan serta dalam kehidupan sosial. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006: 67), mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 7 a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial; c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global. Adapun National Council For The Social Studies (NCSS), sebagai organisasi para ahli Social Studies menjadi sumber rujukan selama ini merumuskan tujuan pembelajaran Pengetahuan Sosial yaitu mengembangkan siswa untuk menjadi warganegara yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap dan ketrampilan memadai untuk berperan serta dalam kehidupan demokrasi dimana konten mata pelajarannya digali dan diseleksi berdasar sejarah dan ilmu sosial, serta dalam banyak hal termasuk humaniora dan sains dalam Ichas Hamid Al-lamri dan Tuti Istianti (2006: 15). Kedua tujuan utama pembelajaran Pengetahuan Sosial tersebut, tidak terpisahkan dan merupakan satu kesatuan yang terintegrasi, saling berhubungan dan saling melengkapi. Ichas Hamid Al-lamri dan Tuti Istianti (2006: 15) Pengetahuan Sosial mempunyai peran membantu dalam menyiapkan warga negara demokratis dengan penanaman nilai-nilai kebangsaan dan kewarganegaraan didukung oleh penguasaan disiplin ilmu-ilmu sosial. Tujuan dari penelitian ini agar para siswa dapat memiliki pengetahuan dan wawasan tentang konsep-konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di lingkungannya, serta memiliki keterampilan mengkaji dan memecahkan masalah-masalah sosial tersebut. Beberapa pengertian tentang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) seperti yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar ilmu sosial seperti geografi, sejarah, antropologi 8 dan psikologi untuk diajarkan pada jenjang pendidikan. Definisi kata pembelajaran dan definisi kata IPS seperti yang telah dikemukan di atas di gabung menjadi satu pengertian maka pembelajaran IPS adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan berkaitan dengan isu-isu sosial dan kewarganegaraan untuk diajarkan disetiap jenjang pendidikan dengan menggunakan metode dan model pembelajaran efektif dan efisien. 2.1.4 Fungsi Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Ilmu pengetahuan sosial adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial dan masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan dan perpaduan. Untuk melaksanakan program-program IPS dengan baik, sudah sewajarnya bila guru mengetahui dengan benar fungsi dan peranan mata pelajaran IPS. Fungsi pembelajaran IPS menurut Ishack (Winataputra, 2007) diantaranya yaitu: a. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi maupun diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. b. Mengembangkan keterampilan dalam mengembangkan konsep- konsep IPS. c. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapi. d. Menyadarkan siswa akan kekuatan alam dan segala keindahannya sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan penciptanya. e. Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa. f. Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). g. Memupuk diri serta mengembangkan minat siswa terhadap IPS. Fungsi pembelajaran IPS dalam penelitian ini adalah untuk menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam memecahkan masalah 9 yang dihadapi, mengembangkan daya kreatif dan inovatif siswa serta memberi bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. 2.1.5 Karakteristik Pendidikan IPS SD Bidang studi IPS merupakan gabungan ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi atau terpadu. Pengertian terpadu, bahwa bahan atau materi IPS diambil dari IlmuIlmu Sosial yang dipadukan dan tidak terpisah-pisah dalam kotak disiplin ilmu. Karena IPS terdiri dari Ilmu-Ilmu Sosial, dapat dikatakan bahwa IPS itu mempunyai ciri-ciri khusus atau karakteristik tersendiri yang berbeda dengan bidang studi lainnya. 2.1.6 Strategi Penyampaian Pengajaran IPS Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi yaitu materi disusun dalam urutan : anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara dan dunia. Tipe kurikulum seperti ini disebut “The Wedining Horizon or Expanding Environment Curriculum” (Mukminan, 1996 : 5). Tipe kurikulum tersebut, didasarkan pada asumsi bahwa anak pertamatama dikenalkan atau perlu memperoleh konsep atau perlu memperoleh konsep yang berhubungan dengan lingkungan terdekat atau diri sendiri. Selanjutnya secara bertahap, dan sistematis bergerak dalam lingkungan konsentrasi keluar dari lingkaran tersebut, kemudian mengembangkan kemampuannya untuk menghadapi unsur-unsur dunia yang lebih luas. 2.1.7 Ruang Lingkup IPS Menurut pendapat Preston dan Herman (Djojo Suradisastro, 1991: 10) bahwa materi pengajaran IPS menunjukkan adanya kecenderungan memusat (central tendencies). Setelah mereka menelaah 27 program pengajaran IPS hal-hal berikut: Pada sekolah dasar kelas I, disajikan mengenai keluarga dan lingkungannya. Sekolah Dasar Kelas II, disajikan mengenai lingkungan 10 pertetanggaan dan komunitasnya di wilayah yang berbeda, umumnya masih di negara sendiri. Sekolah Dasar kelas III mengenai komunitas sendiri dan luar negeri. Sekolah Dasar kelas IV memperoleh bahan belajar mengenai beberapa lingkungan wilayah dan kebudayaan di dunia. Sekolah Dasar kelas V membahas mengenai sejarah dan geografi di negara kita sendiri. Sekolah Dasar kelas VI membahas menganai sejarah, geografi dan wilayah-wilayah di dunia. Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah tentang Perjuangan Para Tokoh Menuju Kemerdekaan dan Tokoh Proklamasi Kemerdekaan pada kelas V SD Semester II. Berikut ini adalah uraian standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator. a. Standar Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan. b. Kompetensi Dasar 2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan. c. Indikator 2.2.1 Menceritakan peristiwa penting perjuangan bangsa dalam usaha mempersiapkan kemerdekaan. (Misalnya: tanggal, tempat, penyusunan dan pengetikan, pembacaan serta penandatanganan naskah proklamasi). 2.2.2 Menjelaskan perlunya perumusan dasar negara sebelum kemerdekaan. 2.2.3 Menceritakan peranan beberapa tokoh yang terlibat dalam mempersiapkan kemerdekaan. 2.2.4 Membuat riwayat singkat/ringkasan tentang tokoh-tokoh penting dalam rangka persiapan kemerdekaan. 2.2.5 Memberikan contoh sikap cara menghargai jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan. 11 3.3.1 Menceritakan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di sekitar proklamasi (Periatiwa Rengasdengklok, penyusunan teks proklamasi, detik-detik proklamasi kemerdekaan). 3.3.2 Menjelaskan peranan BPUPKI dan PPKI dalam perumusan dasar negara dan UUD 1945. 3.3.3 Membuat garis waktu tentang tahapan peristiwa menjelang proklamasi. 3.3.4 Membuat riwayat singkat/ringkasan tentang tokoh-tokoh penting dalam rangka persiapan kemerdekaan. 3.3.5 Memberikan contoh sikap cara menghargai jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan. 2.1.8 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar Pengenalan dan pemahaman terhadap sifat-sifat siswa tidak kalah pentingnya bagi guru, karena dengan memahami sifat-sifat siswa tersebut, guru dapat menyusun, merencanakan, dan melaksanakan pembelajaran IPS dengan baik. Di Indonesia pada saat ini, anak usia SD dimulai dari usia 6 tahun sampai dengan 12 tahun. Secara psikologis, periode ini dikategorikan Masa Kanak-Kanak Akhir. Para pendidik masa tersebut sebagai “Masa Sekolah Dasar” sedangkan para psikolog menyebutnya sebagai “Masa Berkelompok” atau “Masa Penyesuaian Diri”. Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode keserasian bersekolah, artinya anak sudah matang untuk bersekolah. Adapun kriteria keserasian bersekolah adalah sebagai berikut : a. Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan teman-teman sebaya, tidak boleh bergantung pada ibu, ayah atau anggota keluarga lain yang dikenalnya. b. Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya dapat mengenal bagian-bagian dari keseluruhannya, dan dapat menyatukan kembali bagian-bagian tersebut. c. Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah. 12 Sementara itu sebutan Masa berkelompok dan Masa Penyesuaian Diri dikaitkan dengan keinginan anak-anak untuk diterima teman-teman sebayanya sebagai anggota kelompok, serta pentingnya penyesuaian diri di dalam kelompoknya. Setiap anak adalah pelajar yang unik, memiliki kepribadian singular, latar belakang pengalaman dan cara belajar tertentu. Menurut Oemar Hamalik (1992 : 42-44), anak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam aspek dari dunia sekitarnya. Anak secara spontan menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada di sekitarnya. Mereka memiliki minat yang luas dan tersebar di lingkungan sekitarnya. 2. Anak adalah penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki, dan menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui. 3. Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu, mereka ingin aktif, belajar dan berbuat. 4. Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau terperinci yang seringkali kurang perhatian/bermakna. 5. Anak kaya akan imajinasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam pengalaman-pengalaman seni yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah. Sebagai guru harus memahami ciri-ciri anak tersebut dalam rangka kesiapan suatu pembelajaran. Untuk dapat memahami bahan belajar yang baik, siswa dituntut menunjukkan adanya perhatian. Perhatian seseorang terhadap sesuatu dapat ditunjukkan dari gerak-geriknya. Sebagai contoh seorang guru memberi tugas kepada siswanya untuk mengamati lalu lintas di dekat sekolahnya, ternyata semua siswa tampak serius mencatat, berdiskusi dengan temannya dengan wajah ceria. Hal ini menunjukkan bahwa siswa-siswa menjalankan tugas guru dengan baik dan dengan penuh 13 perhatian. Tetapi jika terjadi hal yang sebaiknya, misalnya anak-anak hanya main sendiri, tidak mau mencatat dan berdiskusi, berarti siswa kurang atau tidak ada perhatian. Perhatian menjadi titik awal yang mengarah kepada belajar, perhatian merupakan prasarat dalam belajar. Dengan perhatian akan timbul ketertarikan terhadap sesuatu yang dihadapi, selanjutnya akan dihadapi peristiwa belajar. Berkaitan dengan atmosfer di sekolah, ada sejumlah karakteristik yang dapat diidentifikasi pada siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD. 1. Karakteristik pada Masa Kelas Rendah SD (kelas 1, 2 dan 3) a. Ada hubungan kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah. b. Suka memuji diri sendiri. c. Apabila tidak dapat menyelesaikan sesuatu, hal itu dianggapnya tidak penting. d. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain dalam hal yang menguntungkan dirinya. e. Suka meremehkan orang lain. 2. Karakteristik pada Masa Kelas Tinggi SD (kelas 4, 5 dan 6) a. Perhatiannya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari. b. Ingin tahu, ingin belajar dan realistis. c. Timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus. d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah. Menurut Jean Piaget, usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium operasional konkrit. Oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa, misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu panjang, peristiwa belajar harus bervariasi, dan yang tidak kalah pentingnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa. Hal ini dilakukan karena perhatian anak pada tingkat usia tersebut masih mudah beralih, artinya dalam jangka waktu tertentu perhatian anak dapat tertarik ke banyak hal, tetapi pada waktu tertentu pula perhatian anak berpindah-pindah. 14 Sifat lain bahwa perhatian anak sering berfokus pada lingkungan terdekat. Kedekatan ini dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Bersifat langsung, misalnya dalam melihat pesawat terbang akan lebih tertarik pada bentuk dan warnanya daripada fungsinya, artinya dalam memahami suatu konsep anak-anak lebih tertarik pada wujud benda konkretnya. Begitu juga dengan pengalaman yang termediasipun akan membawa anak kepada perhatian, misalnya bahan bacaan atau ceritera, sajian TV dapat mendekatkan anak pada dunia yang lebih luas. Pada umumnya anak lebih tertarik kepada benda yang bergerak, akibatnya anak ingin mengetahui sebab-sebab terjadinya sesuatu. Rasa ingin tahu tersebut sebenarnya merupakan gerak awal untuk belajar dan dorongan untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya. Tindakan eksplorasi akan memacu anak untuk terus mencari sampai keingintahuanya terpuaskan. Dengan sifat ini, anak biasanya mempunyai kemampuan tinggi dan wawasan yang luas. Anak usia SD mempunyai kecanderungan banyak bergerak. Agar gerak yang merupakan kebutuhan anak mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu perencanaan yang baik. Perlu diketahui bahwa gerak tidak hanya bersifat fisik saja tetapi gerak atau keaktifan pikiran merupakan hal yang penting pula. Keaktifan berpikir dapat disertai gerak fisik dan juga disertai gerak berpikir, misalnya siswa yang sedang mencari data di lapangan memerlukan banyak gerak fisik. Sedangkan siswa yang sedang mengerjakan soal tidak perlu membaca dengan suara nyaring, tetapi ia aktif berpikir dengan tenang. Ini sebenarnya anak mengalami keaktifan mentalnya. Dengan demikian keaktifan atau pengalaman sangat bermanfaat dalam belajar. Pengalaman merupakan persiapan dalam kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat. 2.1.9 Metode Role Playing Metode yaitu suatu cara yang digunakan oleh guru pada saat proses pembelajaran berlangsung agar pembelajaran tercapai secara efektif. Peran guru dalam memilih metode pembelajaran yang tepat memegang peranan penting dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. 15 Metode role playing disebut juga sosiodrama, dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaanperasaan. Dengan bermain peran diharapkan siswa terampil atau menghayati dan berperan dalam berbagai figur khayalan atau figur sesungguhnya dalam berbagai situasi. Dalam metode ini dapat melibatkan aspek-aspek kognitif dan afektif atas dasar tokoh yang mereka perankan. Role playing termasuk permainan pendidikan yang dapat dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, dan nilai dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandangan dan cara berpikir orang lain. Menurut Gangel (1986) bermain peran adalah suatu metode mengajar merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar para pemain diskusi tentang peran dalam kelompok. Menurut Blatner (2002), bermain peran adalah sebuah metode untuk mengeksplorasi hal-hal yang menyangkut situasi sosial yang kompleks. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga murid-murid bisa mengetahui situasi yang diperankan. Semuanya berfokus pada pengalaman kelompok. Pada metode bermain peran, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama temannya pada situasi tertentu. Guru harus mengenalkan situasinya dengan jelas sehingga tokoh dan penontonnya memahami masalah yang disampaikan. Sama seperti para pemainnya, penonton juga terlibat penuh dalam situasi belajar. Pada saat menganalisa dan berdiskusi, penonton harus memberikan solusi-solusi yang mungkin bisa digunakan untuk mengatasi masalah yang disampaikan. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga siswasiswa bisa mengenali tokohnya. Salah satu struktur permainan menurut Gangel (1986) adalah sebagai berikut : 1. Persiapan a. Tentukan masalah b. Buat persiapan peran 16 c. Bangun suasana d. Pilih tokohnya e. Jelaskan dan berikan pemanasan f. Pertimbangkan latihan 2. Memainkan a. Memainkan b. Menghentikan c. Melibatkan penonton d. Menganalisis diskusi e. Mengevaluasi Corsini (dalam Tatiek, 1989) menyatakan bahwa bermain peran dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan cara mengamati perilakunya waktu memerankan dengan spontan situasi-situasi atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya. Menurut Mulyasa (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai sosial, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut: a. Secara implisit bermain peran mendukung situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi „‟di sini pada saat ini‟‟. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Terhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain. b. Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan 17 antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran. c. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi. d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para peserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan 18 orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya. 2.2.0 Tujuan dan Manfaat Metode Role Playing Tujuan dan manfaat metode role playing a. Agar menghayati sesuatu kejadian atau hal yang sebenarnya dalam realitas kehidupan. b. Agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya. c. Untuk mempelajari indra dan rasa siswa terhadap sesuatu. d. Sebagai penyaluran/ pelepasan/ ketegangan dan perasaan-perasaan. e. Sebagai alat pendiagnosaan keadaan kemampuan siswa dan sebagainya. f. Role playing dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman dalam nilai dan rasa. 2.2.1 Langkah-Langkah Metode Role Playing Agar metode role playing/ bermain peran ini dapat mencapai tujuan, maka harus disusun langkah-langkah pembelajaran agar penggunaan metode ini lebih efektif. Langkah-langkah menurut Hidayati, (2002: 93) tersebut sebagai berikut: a. Pemanasan (pengantar serta pembahasan cerita dari guru) b. Memilih siswa yang akan berperan c. Menyiapkan penonton yang akan mengobservasi d. Mengatur panggung e. Permainan f. Diskusi dan evaluasi g. Permainan berikutnya h. Diskusi lebih lanjut i. Generalisasi Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai pelaksanaan metode Role Playing, maka peneliti mengambil langkah-langkah Role Playing menurut Hidayati. 19 2.2.2 Penerapan Metode Role Playing Penerapan metode pembelajaran Role Playing dapat dengan cara: a. Tahap Pemanasan Pada tahap pemanasan ini, guru memberikan apersepsi mengenai materi yang akan dipelajari. Hal ini untuk menjembatani siswa dengan mencari penghubung antara apa yang siswa ketahui dengan materi. Dengan begitu, siswa akan lebih mudah dalam memahami materi. Guru memberikan gambaran maeri secara umum agar siswa mempunyai gambaran mengenai karakter tokoh-tokoh yang ada dalam materi pembelajaran. Guru menjelaskan mengenai pembelajaran Role Playing dalam materi tersebut sehingga siswa tidak kebingungan dalam pelaksanaannya. b. Tahap Memilih Siswa yang akan Berperan Pada tahap pemilihan peran ini dibutuhkan pemahaman guru mengenai watak, sifat, serta sikap siswanya dalam aktivitas sehari-hari. Ia dapat menyesuaikan karakteristik tokoh dengan siswa yang akan memerankan. Dengan begitu, siswa akan lebih mudah memerankan tokoh. Terlebih dahulu, guru menawarkan kepada siswa yang ingin memerankan tokoh secara sukarela. Dalam hal ini, guru tidak boleh memaksa siswa untuk memerankan suatu tokoh. Sebisa mungkin memilih pemain yang dapat mengenali peran yang akan dibawakannya. c. Tahap Menyiapkan Penonton yang akan Mengobservasi Pada saat siswa bermain peran episode 1, maka siswa yang tidak ikut bermain pada episode 1 menjadi penonton dan begitu juga sebaliknya. Guru mempersiapkan penonton dengan memberitahukan terlebih dahulu penugasannya sebagai penonton dengan memberitahukan terlebih dahulu penugasannya sebagai penonton ataupun dengan pemberian LKS. Adapun tugas sebagai penonton adalah mengobservasi dan mengevaluasi mengenai pemain siswa yang bermain peran. d. Tahap Mengatur Panggung Sebelum penampilan permainan, maka dibutuhkan persiapan peralatan, media, aksesoris/ atribut pendukung. Tempat dilaksanakannya penampilan 20 juga perlu diperhatikan. Tempat tersebut dapat memilih di dalam ruang kelas atau di luar ruangan, tergantung kondisi maupun situasi. e. Tahap Permainan Dalam hal ini, maksud dari permainan yaitu penampilan Role Playing tersebut di depan penonton. Sebelum permainan dimulai, siswa yang perperan sebagai penonton mendapat penugasan untuk mengobservasi serta mengevaluasi penampilan episode 1. Guru mengatur waktu penampilan supaya efektif dan efisien. f. Tahap Diskusi dan Evaluasi Tahap diskusi dan evaluasi ini dilakukan oleh guru dan siswa dengan melakukan diskusi mengenai bagaimana jalannya berdasarkan bermain drama yang baru saja diperankan. Guru juga melakukan evaluasi mengenai cerita dalam permainan peran episode 1 melalui tanya jawab bersama siswa. Diskusi dapat dengan upaya menganalisis, menafsirkan atau memberi jalan keluar. g. Tahap Permainan Berikutnya Pada tahap ini siswa dapat melihat penampilan episode 2. Penampilan ini merupakan kelanjutan dari penampilan sebelumnya. Jadi penampilan pertama berhenti sejenak, lalu dilanjutkan kembali pada tahap ini. Hal ini dilakukan agar siswa tidak merasa bosan karena menonton terlalu lama dan lebih tertarik lagi dalam melihat kelanjutan cerita. Pada permainan drama bagian kedua ini akan memberikan pemahaman yang lebih pada siswa. h. Tahap Diskusi Lebih Lanjut Tahap diskusi lebih lanjut ini dilakukan oleh guru dan siswa dengan melakukan diskusi mengenai penampilan bermain peran episode 2. Guru juga melakukan evaluasi mengenai drama yang ditampilkan pada episode 2 melalui tanya jawab bersama siswa. Setelah itu, guru berdiskusi dengan siswa mengenai runtutan cerita drama dari awal sampai akhir. i. Tahap Generalisasi 21 Pada tahap ini, guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi dengan menghubungkan pola-pola yang bermakna dari hasil pembelajaran tersebut. 2.2.3 Keunggulan Metode Role Playing Ada beberapa keunggulan metode role playing, diantaranya yaitu : a. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit dilupakan. b. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias. c. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan. d. Siswa dapat terjun langsung untuk memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar. 2.2.4 Kelemahan Metode Role Playing Kelemahan metode Role Playing : a. Bermain peran memakan waktu yang banyak. b. Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang diperankannya. c. Bermain peran tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung. d. Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-sungguh. e. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan. 2.2.5 Komponen-komponen Model Pembelajaran Role Playing Joyce and Weil (dalam Winataputra, 2003: 8) berpendapat bahwa model kreatif produktif seperti halnya model-model pembelajaran yang lain memiliki 5 22 komponen yang terdiri atas sintagmatik, prinsip reaksi, sistem sosial, daya dukung, dampak intruksional dan pengiring. Komponen-komponen tersebut akan dijelaskan pada uraian berikut: 2.2.5.1 Sintagmatik Menurut Winataputra (2001: 8), sintagmatik adalah tahap-tahap kegiatan dari sebuah model. Dengan mengutip dari Shaftel, Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi: 1. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik. Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru. 2. Memilih peran Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. 3. Menyusun tahap-tahap peran Menyusun tahap-tahap baru, pada tahap ini para pemeran menyusun garisgaris besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara spontan. 4. Menyiapkan pengamat Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik 23 turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya. 5. Pemeranan Tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Ada kalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah memakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan. 6. Diskusi dan evaluasi Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. 7. Pemeranan ulang Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternatif pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran lainnya. 8. Diskusi dan evaluasi tahap dua Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. 9. Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan Tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya.Semua pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan. 24 2.2.5.2 Prinsip Reaksi Winataputra (2001: 8-9) berpendapat bahwa sistem reaksi adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan para siswa, termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap para siswa. Sunaryo (2011) mengemukakan bahwa di dalam model kreatif produktif, guru berperan sebagai pembimbing, pendamping, fasilitator, serta pengarah pada saat siswa sedang menjalankan setiap langkah dalam tahapan model pembelajaran. Dalam penerapan model Role Playing guru berperan sebagai motivator dan memberikan instruksi di dalam pembelajaran berlangsung 2.2.5.3 Sistem Sosial Menurut Winataputra (2001: 8), sistem sosial adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model tersebut. Sunaryo (2011) mengemukakan bahwa suasana kelas pada saat pembelajaran dilaksanakan adalah suasana yang demokratis, dialogis, kooperatif dan penuh dengan tanggung jawab. Di dalam penerapan model Role Playing diharapkan dapat tercipta suasana yang demokratis 2.2.5.4 Daya Dukung Winataputra (2001: 9) mengemukakan bahwa sistem pendukung adalah segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut. Sarana yang dipergunakan di dalam model ini adalah materi dan media yang relevan dengan tujuan pembelajaran serta model yang akan dilaksanakan. Di dalam model Role Playing dalam pembelajaran IPS tentang Perjuangan Para Tokoh Menuju Kemerdekaan dan Tokoh Proklamasi Kemerdekaan. 2.2.5.5 Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan. Dampak instruksional secara umum dari model ini adalah: 1. Mendapatkan pengetahuan melalui pengalaman nyata 2. Siswa mampu mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. 25 3. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias Secara khusus dampak instruksional dalam pembelajaran energi alternatif dan cara penggunaannya melalui model pembelajaran Role Playing adalah kemampuan memahami materi Perjuangan Para Tokoh Menuju Kemerdekaan dan Tokoh Proklamasi Kemerdekaan melalui pengalaman yang dilakukan oleh siswa sendiri dengan bermain peran. Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa dengan pengarahan langsung dari guru. Dari segi dampak pengiring, melalui model pembelajaran Role Playing diharapkan dapat dibentuk kemampuan berpikir kritis dan kreatif, bertanggung jawab, yang semuanya merupakan tujuan pembelajaran jangka panjang. (http:// sertifikasiguru. unm.ac.id, 2011). Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan oleh para siswa dalam pembelajaran IPS tentang Perjuangan Para Tokoh Menuju Kemerdekaan dan Tokoh Proklamasi Kemerdekaan dalam model pembelajaran Role Playing ini adalah kreatif, mandiri, bertanggung jawab, komunikatif dan demokratis. 26 Gambar 1 Dampak instruksional dan pengiring Model Pembelajaran Role Playing Mendapatkan pengetahuan Sangat menarik bagi melalui pengalaman nyata siswa, sehingga memungkinkan kelas Siswa mampu mengambil menjadi dinamis dan keputusan dan berekspresi penuh antusias secara utuh. Demokratis Model pembelajaran Role Playing Komunikatif Kreatif Mandiri Bertanggung jawab Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional dalam model pembelajaran Role playing dalam Pembelajaran IPS materi Perjuangan Para Tokoh Menuju Kemerdekaan dan Tokoh Proklamasi Kemerdekaan dengan keterangan sebagai berikut : Dampak instruksional Dampak pengiring : : 27 2.2.6 Penerapan Metode Role Playing dalam Pembelajaran IPS Materi Perjuangan Para Tokoh Menuju Kemerdekaan dan Tokoh Proklamasi Kemerdekaan Kegiatan Guru Guru mengucapkan salam kepada siswa dan membaca presensi siswa. Guru menyuruh siswa untuk menyanyikan lagu kemerdekaan. Guru berbicara tentang kaitan lagu kemerdekaan dan materi. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang materi IPS (Perjuangan para tokoh menuju kemerdekaan pada siklus I dan tokoh proklamasi keerdekaan pada siklus II). Guru berbicara kaitan apersepsi materi serta tujuan pembelajaran. Langkah-Langkah Pembelajaran di RPP (Sintak) Kegiatan Awal Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan mempresensi siswa. Guru melakukan apersepsi dengan menyanyikan lagu kemerdekaan. Guru mengaitkan lagu tersebut dengan materi yang akan dipelajari. Kegiatan Siswa Siswa mengucapkan salam pada guru dan menjawab presensi guru. Siswa menyanyikan lagu kemerdekaan. Siswa mendengarkan penjelasan dari guru. Guru mengajukan Siswa menjawab pertanyaan secara pertanyaan guru. klasikal, “Anak-anak, siapa tokoh dan kapan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya?” Guru mengaitkan Siswa mendengarkan apersepsi dengan materi penjelasan guru. serta menyampaikan tujuan pembelajaran. 28 Guru bertanya jawab pada siswa mengenai materi IPS. Guru menyuruh siswa menjadi penoton yang mengobservasi. Guru mengecek kesiapan siswa dan mengatur panggung. Guru menunjuk kelompok untuk bermain peran sesuai naskah. Guru melihat penampilan drama dari siswa dan melihat siswa lain yang sedang menonton. Guru membimbing siswa untuk bertanya jawab dan berdiskusi berdasarkan drama Kegiatan Inti a. Tahap Pemanasan Siswa dan guru melakukan tanya jawab mengenai materi IPS. b. Tahap Menyiapkan Penonton yang akan Mengobservasi Guru menugaskan siswa ikut bermain peran untuk menjadi penonton yang bertugas mengobservasi dan mengevaluasi penampilan bermain drama. c. Tahap Mengatur Panggung Guru melakukan pengecekan kesiapan para siswa dan panggung bagi siswa yang akan berperan. d. Tahap Permainan 1. Kelompok yang ditunjuk bermain peran sesuai naskah yang dibuat guru. 2. Siswa yang menjadi penonton memperhatikan penampilan dengan seksama. e. Tahap Diskusi dan Evaluasi Setelah penampilan drama selesai, siswa melakukan tanya jawab dan 29 Siswa bertanya jawab dengan guru mengenai materi IPS. Siswa bersiap-siap (yang ditunjuk guru) menjadi penonton. Siswa siap dalam bermain peran dan siswa mengatur panggung. Siswa bermain peran (yang ditunjuk) sesuai naskah yang dibuat guru. Siswa memperhatikan penampilan drama dengan seksama. Siswa bertanya jawab dan berdiskusi dengan guru berdasarkan drama yang baru saja yang baru diperankan. saja Guru menyuruh siswa untuk mempersiapkan diri. Guru melihat siswa bermain peran. Guru melihat siswa yang menjadi penonton. Guru melakukan diskusi bersama siswa tentang drama yang baru saja diperankan secara keseluruhan. Guru memberi kesempatan kepada siswa mengenai halhal yang belum dimengerti. Guru menjelaskan dan menekankan pada siswa mengenai hal- diskusi berdasarkan drama yang baru saja diperankan dengan dibimbing guru. f. Tahap Permainan berikutnya 1. Beberapa perwakilan siswa yang telah ditunjuk untuk bermain peran pada episode 2 mempersiapkan diri. 2. Penampilan drama episode 2. 3. Siswa yang menjadi penonton memperhatikan penampilan dengan seksama. g. Tahap Diskusi lebih lanjut 1. Setelah penampilan drama episode 2 selesai, siswa dan guru melakukan diskusi berdasarkan drama yang baru saja diperankan secara keseluruhan. 2. Siswa mendapatkan kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti. 3. Guru memberikan penjelasan atau 30 diperankan. Siswa mempersiapkan diri (yang bermain peran). Siswa bermain peran episode 2. Siswa memperhatikan saat penampilan drama. Siswa melakukan diskusi dengan guru mengenai drama yang baru saja diperankan secara keseluruhan. Siswa bertanya kepada guru mngenai hal-hal yang belum dimengerti. Siswa memperhatikan penjelasan guru. hal yang dimengerti. belum Guru meminta siswa untuk merefleksikan (mengemukakan pendapat) mengenai pembelajaran yang dilakukan dan meminta siswa untuk mengaitkan materi dalam kehidupan sehari-hari. Guru memberikan soal tes siklus (I dan II) dan menyuruh siswa untuk mengerjakan secara individu. penekanan apabila ada halhal yang belum dimengerti siswa. h. Tahap Generalisasi 1. Siswa diminta untuk merefleksikan (mengemukakan pendapat) mengenai pembelajaran yang dilakukan, materi dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Siswa mengerjakan tes soal siklus yang diberikan oleh guru. Siswa berpendapat mengenai pembelajaran yang dilakukan dan mengaitkan materi dalam kehidupan sehari-hari. Siswa mengerjakan tes soal siklus yang diberikan guru secara individu. Kegiatan Akhir Guru membimbing 1. Siswa dibimbing Siswa menyimpulkan siswa untuk guru untuk materi dengan menyimpulkan materi menyimpulkan bimbingan guru. yang baru saja materi yang baru dipelajari. saja dipelajari. Guru berpesan pada 2. Guru memberikan Siswa mendengarkan siswa dan memberi pesan moral dan pesan moral dan motivasi kepada siswa motivasi kepada motivasi dari guru. untuk belajar. siswa untuk belajar. Guru menyuruh 3. Guru menutup Siswa berdoa dan perwakilan siswa pelajaran dengan mengucapkan salam untuk berdoa bersama doa bersama dan kepada guru. dan guru mengucapkan salam mengucapkan kepada kepada siswa. salam kepada siswa. 31 2.2.7 Hasil Belajar 2.2.7.1 Pengertian Hasil Belajar Nana Sudjana (2005: 3) hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris. Oleh sebab itu dalam penilaian hasil belajar, peranan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley dalam Nana Sudjana (2005: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Dalam kesimpulan yang dikemukakan Abdillah (2002) dalam Aunurrahman (2011: 35), belajar adalah usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Klasifikasi belajar menurut Benyamin Bloom terbagi menjadi tiga ranah (Nana Sudjana, 2006: 22) yaitu: a. Ranah Kognitif Ranah kognitif merupakan ranah yang berkaitan dengan hasil belajar intelektual. Ranah kognitif terdiri dari enam aspek. Keenam aspek tersebut, yaitu: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, atau evaluasi. Pengetahuan dan pemahaman disebut kognitif tingkat rendah sedangkan aplikasi, analisis, sintesis, atau evaluasi termasuk kognitif tingkat tinggi. b. Ranah Afektif Ranah afektif merupakan ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Hasil belajar pada ranah afektif dapat 32 diukur pada siswa dalam berbagai tingkah laku selama proses pembelajaran, seperti keaktifannya dalam proses pembelajaran, disiplin dan tanggung jawab, minat belajar, menghargai guru dan teman sekelas, hubungan sosial dan lainlain. Penilaian afektif dilakukan dengan observasi. c. Ranah Psikomotor Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ranah psikomotor terdiri dari enam aspek, yakni gerak refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan dan ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks, serta gerakan ekspresif dan interpretatif. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPS adalah indikator dari perubahan yang terjadi pada individu setelah mengalami proses belajar IPS baik berupa pengetahuan maupun kecakapan yang diukur menggunakan alat pengukuran berupa tes dan lembar observasi. 2.2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang. Menurut Slameto (2003: 54), faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja. Adapun kedua faktor tersebut meliputi: 1. Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor intern yang meliputi: a) Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh b) Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. c) Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani. 2. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern, yang meliputi: a) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. 33 b) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan, gedung, metode belajar, tugas rumah. c) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa di luar dirinya atau yang disebut faktor ekstern, salah satunya yang berpengaruh adalah dari faktor sekolah yaitu metode mengajar guru. Metode yang digunakan guru dalam mengajar penting karena hal ini akan berpengaruh pada pemerolehan hasil belajar siswa berdasarkan pemahaman dalam proses belajar siswa. Selain itu lingkungan belajar yang paling dominan dalam mempengaruhi hasil belajar adalah kualitas pengajaran. Karena hal ini akan menentukan efektif atau tidaknya proses belajar-mengajar dalam mencapai tujuan belajar. 2.3 Penelitian yang Relevan Hasil penelitian Prestiana dalam skripsinya berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Kelas V SDN Panjatan Kabupaten Kulon Progo melalui Role Playing (2013) menunjukkan penerapan metode Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Peningkatan ini ditunjukkan pada pascatindakan siklus I sebesar 66,67% dengan pencapaian KKM 46,67% dan pascatindakan siklus II sebesar 93,33% dengan pencapaian KKM 73,33% untuk ranah kognitif. Selain itu, hasil penelitian Irmanto dalam skripsinya berjudul Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Materi TokohTokoh Kemerdekaan melalui Metode Role Playing pada Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Sendangadi I Mlati Sleman (2013) menunjukkan bahwa penggunaan metode Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa terlihat dari hasil rata-rata pada siklus I yaitu 74,4 dan pada siklus II yaitu 81,3. 34 2.4 Kerangka Pikir Metode role playing disebut juga sosiodrama, dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaanperasaan. Dengan bermain peran diharapkan siswa terampil atau menghayati dan berperan dalam berbagai figur khayalan atau figur sesungguhnya dalam berbagai situasi. Dalam metode ini dapat melibatkan aspek-aspek kognitif dan afektif atas dasar tokoh yang mereka perankan. Role playing termasuk permainan pendidikan yang dapat dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, dan nilai dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandangan dan cara berpikir orang lain. Bermain peran (role playing) merupakan metode yang cocok untuk anak SD, dengan bermain peran siswa SD bisa menghayati dan mengerti akan peran yang dimainkannya dan bisa meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan penggunaan metode ini diharapkan siswa akan mendapatkan kemudahan karena metode ini siswa mampu menguasai bahan-bahan pelajaran dan melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian dengan judul “Peningkatkan Hasil Belajar IPS Dengan Metode Role Playing Pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Blotongan 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016”. 2.5 Hipotesis Penelitian Penerapan pembelajaran IPS dengan menggunakan metode Role Playing dalam rangka meningkatkan hasil belajar IPS dilakukan melalui tahap pemanasan, tahap menyiapkan penonton yang akan mengobservasi, tahap mengatur panggung, tahap permainan, tahap diskusi dan evaluasi, tahap permainan berikutnya, tahap diskusi lebih lanjut dan tahap generalisasi. Melalui metode Role Playing pada pembelajaran siswa dapat memerankan tokoh, menghayati dan diduga meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada materi perjuangan para tokoh menuju kemerdekaan dan tokoh perjuangan proklamasi 35 kemerdekaan pada siswa kelas 5 SD N Blotongan 01 Salatiga Semester II tahun pelajaran 2015/2016. 36