209 Aplikasi kapur terhadap peningkatan produktivitas ... (Andi Sahrijanna) APLIKASI KAPUR TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TANAH SULFAT MASAM UNTUK GELONDONGAN NENER BANDENG Andi Sahrijanna dan Brata Pantjara Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: litkan [email protected] ABSTRAK Kemasaman tanah dan toksisitas yang tinggi pada tanah sulfat masam (TSM) sering menyebabkan kendala dalam budidaya. Untuk itu, dalam pemanfaatan tambak tersebut memerlukan upaya untuk meningkatkan produktivitas tanahnya melalui pengapuran dan aplikasi pupuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi kapur pada TSM dan pemanfaatannya untuk produksi gelondongan nener bandeng. Penelitian dilakukan di laboratorium basah, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. Sampel TSM diambil dari Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Peningkatan produktivitas tanah meliputi pembalikan tanah dasar, pengeringan, perendaman dan pembilasan dalam bak dan dilanjutkan dengan aplikasi kapur dan pemupukan. Perlakuan pada penelitian ini adalah A. Aplikasi dolomit dan pupuk; B. Aplikasi kalsit dan pupuk; dan C. tanpa kapur dan pupuk, masing-masing perlakuan dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reklamasi tanah yang diaplikasi kapur dan pupuk pada TSM dapat meningkatkan kualitas tanah yang lebih baik dibandingkan tanpa aplikasi kapur. Demikian pula, pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan sintasan gelondongan bandeng. Namun demikian dalam uji statistik menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada penelitian ini aplikasi dolomit dan pupuk pada perlakuan A menghasilkan pertumbuhan berat rata-rata( 0,25 g/ind.) dan sintasan (71,98%) yang lebih baik dibanding perlakuan B dan C. KEYWORDS: kapur, tanah sulfat masam, nener, bandeng PENDAHULUAN Salah satu potensi tambak marjinal adalah tanah sulfat masam (TSM), yang luasnya mencapai 6,7 juta ha. TSM banyak dijumpai pada daerah-daerah pesisir dan zona intertidal yaitu kawasan yang dipengaruhi pasang surut dan merupakan kawasan yang potensial untuk perkembangan budidaya tambak. Namun, banyak masalah yang sering dihadapi dalam usaha pertambakan di TSM terutama kemasaman tanah yang disebabkan oleh kandungan senyawa pirit , besi, aluminium yang tinggi dan kandungan logam lainnya seperti mangan serta sulfat yang tinggi (Dent & Ponds,1995). Salah satu upaya memperbaiki kualitas tanah sulfat masam banyak adalah reklamasi tanah (Poernomo, 1983). Proses reklamasi tanah sulfat masam yang meliputi pengolahan tanah, pengeringan, perendaman dan pembilasan dapat mengurangi senyawa toksik. Sejauh ini, reklamasi tanah di tambak TSM telah terbukti mampu mengurangi senyawa toksik. Selain melakukan reklamasi tanah, pemberian kapur pada TSM sangat penting dan mutlak diperlukan untuk meningkatkan pH tanah. Berbagai jenis kapur yang beredar di pasaran seperti kapur tohor, dolomit, kalsit dan jenis kapur lainnya sering digunakan di tambak untuk menaikkan pH tanah pada TSM (Pantjara et al., 2002). Namun jenis kapur tersebut, masing-masing mempunyai daya netralisir yang tidak sama. Tidak semua tambak TSM dapat digunakan untuk budidaya udang, hal ini tergantung pada kondisi tambaknya terutama kemasaman dan senyawa toksik lainnya (Singh & Poernomo, 1984). Pada tambak yang demikian sering terjadi kegagalan panen terutama udang dan banyak pembudidaya yang rugi dan meninggalkan tambaknya sehingga menjadi lahan terlantar. Untuk itu, diperlukan upaya meningkatkan produktivitas tambak tersebut dengan memilih komoditas alternatif seperti bandeng. Demikian pula dengan teknologi budidayanya yang lebih efektif bila lama budidaya lebih singkat, misalnya dengan budidaya penggelondongan atau pentokolan. Penggelondongan bandeng di tambak TSM merupakan salah satu solusi dalam pemanfaatan tambak TSM yang tidak produktif menjadi lebih produktif (Pantjara et al., 2002). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh reklamasi Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 210 dan aplikasi berbagai kapur untuk peningkatan produktivitas tanah pada tambak TSM terhadap penggelondongan bandeng (Chanos-chanos Forskal). Diharapkan dapat memberikan informasi dalam upaya perbaikan kualitas tanah sulfat masam untuk peningkatan produktifitas tanah dan produksi tokolan ikan bandeng. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di laboratorium basah, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Tanah tambak percobaan diambil dari tambak yang tergolong TSM di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, sebelum digunakan sampel tanah dicampur pada alas plastik dan dikomposit hingga homogen dan selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah, masing-masing dengan ketebalan 30 cm. Wadah yang digunakan berupa bak kayu ukuran 1x1x1 m2 yang dilapisi plastik Peningkatan produktivitas tanah dilakukan melalui pembalikan tanah dasar, pengeringan, perendaman dan pembilasan, kemudian dilanjutkan dengan aplikasi kapur dan pemupukan. Sebagai perlakuan adalah penggunaan jenis kapur, yaitu (A) kapur dolomit (CaMg(CO3)2, (B) kapur pertanian (CaCO3), dan (C) tanpa kapur, masing-masing dengan 3 ulangan. Dosis kapur masing-masing adalah 2 ton/ha atau setara dengan 350 g/wadah. Pemupukan dilakukan setelah 3 hari tanah TSM tersebut diaplikasi kapur. Pupuk yang digunakan adalah urea dan TSP, masing-masing diberikan dengan perbandingan 1 : 2 yaitu Urea sebanyak 1 g/wadah dan TSP 2 g/wadah. Tahapan selanjutnya adalah pengisian air tambak salinitas 20 ppt dan diisikan sampai kedalaman 10 cm dan setelah 3 hari berikutnya dilakukan penambahan air secara bertahap dari 20 cm hingga 50-60 cm. Hewan uji yang digunakan adalah nener bandeng dengan berat rata-rata 0,05 g/ekor, Padat penebaran nener bandeng adalah 750.000 ekor/ha atau setara dengan 75 ekor/wadah. Penelitian ini berlangsung selama 30 hari. Sintasan dan pertumbuhan berat dan panjang mutlak nener bandengdiukur setiap 2 minggu yang mengacu pada Effendi (1979). Pengamatan kualitas tanah meliputi parameter pHF (pH tanah yang diukur langsung dengan alat pH meter yang menggambarkan pH aktual), pHFOX (pH tanah yang diukur dengan menambah H2O2 pada sampel yang menggambarkan pH potensial), bahan organik total, PO42-, Al3+, Fe2+. Kualitas air meliputi pH, suhu, salinitas, oksigen, bahan organic total, amoniak, nitrit, nitrat, PO42-, Fe2+, SO4. Analisis kualitas tanah dan kualitas air mengacu pada (APHA,2005; Boyd, 1990, 1995; Melville, 1993). Sedangkan pengukuran terhadap hewan uji meliputi pertambahan bobot akhir dan sintasan (Effendi, 1979; Zonneveld et al., 1991). Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati, data dianalisis secara sidik ragam dengan menggunakan program SPSS . Bila terdapat pengaruh yang nyata, analisis dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). HASIL DAN BAHASAN Kualitas Tanah Data kualitas tanah pada setiap unit percobaan ditampilkan pada Tabel 1. Dari data tersebut menunjukkan bahwa nilai rataan pH F mengalami kenaikan dan pH Fox menurun setelah reklamasi, sedangkan nilai pH F juga mengalami kenaikan pada perlakuan B. Kenaikan pH F perlakuan pada perlakuan A meningkat dari 4,62 menjadi 6,89 dan nilai pH Fox menurun dari 2,45 menjadi 1,72, sedangkan pada perlakuan B, pHF meningkat dari 4,62 menjadi 6,84 dan pHFox menurun dari 2,45 menjadi 1,46. Kenaikan nilai pHF dan turunnya nilai pHFox disebabkan oleh terjadinya oksidasi dan aplikasi kapur pada tanah sulfat masam yang menyebabkan ketersediaan unsur-unsur Fe2+ dan Al3+ dalam tanah. Kandungan Fe2+ pada perlakuan A pada awal penelitian sebesar 2.308,7 mg/L dan setelah reklamasi dan aplikasi dolomit mencapai 1.435,7 mg/L, perlakuan B menjadi 1.444,16 mg/L, dan untuk perlakuan C menjadi 2.393,36 mg/L. Pada perlakuan C tidak diaplikasi kapur namun hasil analisis tanah terjadi penurunan kandungan Fe 2+. Demikian pula dengan kandungan aluminium terjadi penurunan konsentrasi pada perlakuan A dan B, masing-masing dari 1.086,85 mg/L menurun menjadi 962,2 mg/L dan 1.022 mg/L, Sedangkan pada perlakuan C lebih stabil. Menurut Mustafa et al. (1994) dan Poernomo (1983), bahwa menurunnya Fe2+ dan Al3+ disebabkan karena pengaruh reklamasi yang 211 Aplikasi kapur terhadap peningkatan produktivitas ... (Andi Sahrijanna) Tabel 1. Analisis kualitas tanah sebelum dan setelah reklamasi dan aplikasi kapur Perlakuan A Parameter pHF pHFOX Bahan Organik (%) PO4 (mg/L) AL3 +( mg/L) Fe2+ (mg/L) B pHF pHFOX Bahan Organik (%) PO4 (mg/L) AL3 +( mg/L) Fe2+ (mg/L) C pHF pHFOX Bahan Organik (%) PO4 (mg/L) AL3+ (mg/L) Fe2+ (mg/L) Sebelum Reklamasi Setelah reklamasi 4,62 2,45 4,46 0,55 1.086,85 2.308,70 6,89 1,72 10,76 0,61 962,2 1.435,70 4,62 2,45 4,46 0,55 1.086,85 2.308,70 6,84 1,46 13,87 0,64 1.022,06 1.444,16 4,62 2,45 4,46 0,55 1.086,85 2.308,70 4,9 1,8 10,69 0,29 1.090,34 2.393,36 Keterangan : A. kapur dolomit (CaMg(CO3)2 , B, kapur pertanian (CaCO3) dan C. tanpa kapur prosesnya melalui pembilasan, perendaman dan pengeringan dan dilanjutkan dengan pengapuran dapat mengurangi unsur toksit dalam tanah. Lebih lanjut menurut Poernomo (1988) dan Brinkman & Singh (1982), bahwa pengeringan tanah dapat mempercepat oksidasi dan hasil oksidasinya diharapkan larut dalam air saat perendaman dan terbuang saat pembilasan. Kandungan bahan organik tanah yang didapatkan selama penelitian memperlihatkan terjadinya kenaikan pada semua perlakuan. Pada perlakuan A, bahan organik tanah didapatkan dari 4,46% menjadi 10,76% dan perlakuan B dari 4,46% menjadi 13,87%, sedangkan kenaikan bahan organik terjadi pada perlakuan C dari 4,46% menjadi 10,69%. Berdasarkan nilai rataan parameter kualitas tanah di atas, dapat dijelaskan bahwa pada saat perbaikan tanah sulfat terjadi perubahan kualitas tanah sesuai dengan perlakuan yang dicobakan. Pada perlakuan A, diperoleh nilai parameter kualitas tanah yang lebih baik, disusul perlakuan B dan C, hal ini disebabkan adanya aplikasi pengapuran mampu memberikan nilai pH tanah yang tinggi. Adanya penambahan Ca dan Mg dari dolomit tersebut dapat menurunkan senyawa-senyawa yang beracun, mempercepat proses penguraian bahan organik oleh mikroba tanah. Menurut Singh dan Poernomo (1984), reaksi biologi yang dapat menurunkan nilai pH adalah oksidasi sulfat, nitrifikasi, oksidasi karbon organik. Sedangkan Dent & Ponds (1995), mengemukakan bahwa proses pemasaman tanah dapat terjadi karena adanya oksidasi oleh udara dan aktivitas bakteri, terutama pada kondisi lingkungan yang cukup lembab. Pada pH 6 atau lebih, proses reduksi nitrat oleh besi tidak dapat berlangsung karena terjadi pembentukan fero hidroksida tak larut (Poernomo, 1987) Kualitas Air Salah satu aspek yang berpengaruh pada nener bandeng untuk tumbuh dan hidup adalah kualitas air. Kemasaman tanah pada tambak TSM diduga berkontribusi besar dalam menurunkan kualitas air terutama kemasan air (Tabel 2). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 212 Tabel 2. Rataan parameter kualitas air sebelum dan sesudah aplikasi prebaking tanah sulfat masam Parameter Perlakuan B 8,68±0,9 27,53±2,6 45,88±4,6 5,25±0,5 10,11±1,011 0,0784±0,0078 0,0060±0,0003 0,4335±0,0216 0,3746±0,0187 pH Suhu (OC) Salinitas (ppt) DO (mg/L) Bahan Organik Total (%) Amoniak (mg/L) Nitrit (mg/L) Nitrat (mg/L) PO42- (mg/L) A 8,59±0,8 26,90±2,7 49,21±4,9 5,91±0,6 9,27±0,927 0,0249±0,0012 0,0237±0,0011 2,6596±0,1329 0,2806±0,0140 C 6,76±0,9 27,20±2,7 47,24±4,7 5,18±0,6 13,48±1,348 0,0796±0,0039 0,0160±0,0008 0,4487±0,0224 0,4212±0,0210 Fe2+ (mg/L) SO42- (mg/L) 1,1847±0,0592 1,1160±0,0558 1,1312±0,0565 9,27±0,4635 10,11±0,9055 13,48±0,8740 Keterangan : A. kapur dolomit (CaMg(CO3)2 , B, kapur pertanian (CaCO3) dan C. tanpa kapur Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemasaman air pada masing-masing perlakuan berkisar antara 6,76–8,68 dan masih berada pada kisaran pH yang toleran untuk pertumbuhan dan sintasan nener bandeng. Dilaporkan oleh Usman et al. (1994), bahwa untuk tumbuh dan hidup dengan normal, benih ikan bandeng memerlukan kisaran pH air 6,5–8,5. Suhu yang baik mempengaruhi laju metabolism hewan akuatik. Menurut Usman et al. (1994), ikan bandeng dapat tumbuh dan hidup dengan baik pada kisaran suhu 23,7 -33 oC. Rentang suhu yang diperoleh selama percobaan berkisar antara 26,90–27,53 o C masih cukup mendukung pertumbuhan nener bandeng. Ikan bandeng bersifat eurihaline yang terhadap fluktuasi salinitas lingkungannya. Salinitas air yang baik untuk kehidupan nener bandeng berkisar 20–30 ppt, dan di atas 40 ppt menyebabkan pertumbuhan nener dapat terhambat (Pantjara et al., 2002). Bandeng dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada konsentrasi oksigen terlarut 3 mg/L. Hasil pengamatan selama penelitian didapatkan kisaran oksigen terlarut 5,18 – 5,91 mg/L, dan masih layak bagi kehidupan nener bandeng. Bahan organik terlarut berpengaruh terhadap kualitas media pemeliharaan ikan sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan sintasan ikan. Kisaran BOT yang telah didapatkan selama penelitian berkisar antara 9,27–13,48 mg/L, dan kisaran ini masih cukup mendukung bagi kehidupan nener bandeng. Diduga tingginya bahan organik dalam air media disebabkan dari tingginya kandungan bahan organik tanah dan sumber air. Menurut Monoarfa, (2000), kandungan bahan organik tanah yang lebih besar dari 3,6% termasuk tinggi, dan akan mempengaruhi bahan organik terlarut media pada saat pencucian. Kandungan bahan organik yang berlebihan dapat membahayakan organisme yang dibudidayakan, karena proses dekomposisi banyak membutuhkan oksigen dalam air (Boyd, 1990). Amoniak di dalam air terdiri dari dua bentuk yaitu ion amonium (NH 4) dan amoniak (NH3), yang dihasilkan dari proses perombakan bahan organik. Bila proses perombakan tidak berjalan lancar akan membahayakan organisme budidaya. Kisaran amoniak yang ditemukan selama penelitian berkisar antara 0,0249–0,0796 mg/L, dan kisaraan ini masih cukup baik untuk kehidupan ikan bandeng. Hal ini sejalan dengan pendapat (Usman et al., 1994), bahwa konsentrasi amoniak yang aman bagi kehidupan ikan adalah di bawah 0,1 mg/L. Nitrit berasal dari hasil perombakan NH4+ oleh balteri aerob dan seterusnya menjadi nitrat di dalam proses nitrifikasi (Waite, 1984). Kandungan nitrit air media pemeliharaan yang didapatkan selama penelitian berkisar 0,0060–0,0237 mg/L, dan masih cukup layak untuk pertumbuhan nener 213 Aplikasi kapur terhadap peningkatan produktivitas ... (Andi Sahrijanna) bandeng. Menurut Boyd (1990), kehidupan ikan tidak akan terganggu bila konsentrasi NH 3-N < 0,1 mg/L. Kandungan nitrat dan fosfor merupakan salah satu indikator kesuburan perairan (Anggoro, 1984). Kesuburan media pemeliharaan nener bandeng setelah aplikasi kapur pada tanah sulfat masam adalah 0,4335–2,6596 mg/L untuk nitrat dan 0,2806–0,4212 mg/L untuk fosfor, dimana keduanya masih menunjukkan bahwa media pemeliharaan masih cukup baik bagi pertumbuhan fitoplankton yang merupakan makanan alami nener bandeng. Dilaporkan Usman et al. (1994), bahwa kisaran untuk menopang kehidupan dan pertumbuhan bandeng adalah 0,090–1,900 mg/L untuk fosfor dan 0,900– 3,500 mg/L untuk nitrat. Pertumbuhan dan Sintasan Hasil pengamatan pengaruh perbaikan tanah tambak sulfat masam terhadap pertumbuhan berat dan sintasan nener bandeng selama penelitian terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pertumbuhan bobot nener dan sintasan bandeng Perlakuan A. B. C. Kisaran Rata-rata±sd Kisaran Rata-rata±sd Kisaran Rata-rata±sd Bobot Awal Bobot Akhir SR (g/ekor) (g/ekor) (%) 0,02 - 0,06 0.05±0,046 0,02 - 0,06 0.05±0,046 0,2 - 0,06 0.05±0,047 0,15 – 0,25 0,25a ±0,050 0,17 – 0,21 0,24a ±0,030 0,15 – 0,22 0,24a ±0,035 64,65-81,81 71,98b±12,69 67,06±71,76 70,19b±2,17 28,24±58,82 46,67a ±16,21 A. kapur dolomit (CaMg(CO3)2 , B, kapur pertanian (CaCO3) dan C. tanpa kapur Angka dengan subskrip yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) Demikian pula dengan sintasan pada perlakuan A mencapai 71,98% disusul perlakuan B yang mencapai 70,19% dan terendah pada perlakuan C yaitu 46,67%. Dengan perbaikan tanah melalui reklamasi dan aplikasi kapur pada TSM menunjukkan bahwa pertumbuhan berat nener bandeng pada semua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Bobot tertinggi dicapai pada perlakuan A yaitu 0,25 g/ind. Sedangkan B dan C masing-masing adalah 0,24 g/ind. Tingginya sintasan pada perlakuan A dan B dalam penelitian ini disebabkan selain pengaruh dari reklamasi juga aplikasi kapur pada TSM menambah unsur Ca2+ yang dapat mengikat unsur Fe2+ dan Al3+ sebagai sumber kemasaman tanah sehingga kemasaman tanah dapat dikurangi. Sedangkan perlakuan C yang tidak ditambah dolomite menyebabkan pH rendah sehingga menyebabkan nener bandeng stres dan akhirnya mati. Namun demikian, Pada perlakuan A yaitu dengan menggunakan kapur dolomit tanah selain mendapatkan unsur Ca2+ juga Mg2+ yang sangat dibutuhkan pertumbuhan kelekap yang selanjutnya dimanfaatkan nener bandeng dalam proses metabolisme untuk pertumbuhannya (Busacker et al., 1990; Jobling, 1994). KESIMPULAN 1. 2. Pengapuran dan pemupukan meningkatkan produktivitas tanah dan air. Pertumbuhan nener bandeng terbaik diperoleh pada perlakuan dolomit dengan bobot mutlak 0,25 g/ekor dan sintasan 71,98%. DAFTAR ACUAN Anggoro,S., 1984. Pengaruh salinitas terhadap kuantitas dan kualitas makanan alami serta produksi biomassa nener bandeng di Jawa Barat dan Jawa Tengah, Bulletin Penelitian Perikanan (5) : 95 – 116 hal. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 214 APHA (American Public Health Association). 2005. Standard Methods for Examination of Water and Waste-water. 20th edition. APHA, AWWA, WEF, Washington, 1,085 pp. Boyd, C. E. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University, Alabama, Birmingham Publishing Co USA., 482 pp. ________. 1995. Bottom soils sediment and pond soil aquaculture. Chapman & Hall. Auburn University Alabama. 347 pp. Brinkman, R. dan V.P. Singh, 1982. Rapid reclamation of fish ponds in acid sulfate soils. In proceedings of internasional symposium on acid sulfate soils.Netherlands. 318-330 pp. Busacker, G.P., I.R. Adelman dan E.D. Goolish, 1990. Growth. In Screach, C.B. dan P.B. Moyle (Eds). Methods for Fish Biology. American Fisheries society. Bethesda, Maryland. Dent, D.L and L. J. Ponds. 1995. A world perspective on acid sulphate soil. Geoderma 67: 263-276. Effendi, M.I., 1990. Metode Biologi Perikanan. Cetakan ke-1. Yayasan Dwi Sri. Bogor. Hal. 126. Jobling, M., 1994. Bionenergetic : Feed Intake and energy partitioning. hal 1-44. Dalam J.C. Rankin dan F.B. Jensen,: Fish Echopysiology. Chapman and Hall. London-Madras. Melville, M. D. 1993. Soil laboratory manual. School of Geography, University of New South Wales, Sydney. 74 p. Monoarfa, W.M., M.N. Nessa., A. Hanafi dan M.N. Jalaluddin. 2000. Faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap akumulasi bahan organik pada tambak udang intensif. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan 20 (1):43-51. Mustafa, A., A. Hanafi dan B. Pantjara,1994. Pengaruh reklamasi terhadap kualitas tanah dan air tambak tanah gambut. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai.10 (2) : 104-106 Pantjara B, E. A. Hendradjat, Suprapto, dan H. Usman. 2002. Penggelondongan bandeng, Chanos chanos Forskal dengan padat penebaran yang berbeda di tambak tanah sulfat masam. Prosiding Seminar Regional Pengkajian Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Poernomo, A, 1983. Reclamation of Brackishwater Fish Ponds Built on Acid Sulfate Soils. Tesis. University of The Philippines. Visayas. 248 hal. ____________, 1987. Paket Teknologi Perbaikan Tanah Masam di Tambak. Jurnal Litbang Pertanian,4(4) : 100-103 hal. ____________, 1988. Pembuatan Tambak di Indonesia. Seri Pengembangan No. 7. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Maros. Singh, V.P. dan A.T. Poernomo, 1984. Acid Sulfate Soils and Their Management for Brackishwater Fishponds. In Advences in Milkfish Biology and Culture. Aquacultur Departement of seafdec, Tigbauan, Philippines. 121-132 pp. Usman, A. Mustafa, A. Hanafi dan B. Pantjara, 1994. Padat Penebaran Optimal Pendederan Bandeng Chanos-chanos dalam Hapa di Tambak Tanah Gambut. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai. Balitkanta, Maros. Volume 10(2) : 5-11 hal. Waite, T.D., 1984. Principles of Water Quality. Water Resources and Water Quality Management. An International Series of Books. Academic Press. Inc. Orlando, Florida. 289 p. Zonneveld, N., E.A. Huisman dan J.H Boon, 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal 31.