PERAN KEPEMIMPINAN KIYAI PERSATUAN ISLAM (PERSIS

advertisement
PERAN KEPEMIMPINAN KIYAI PERSATUAN ISLAM (PERSIS)
DALAM MEMBENTUK PERILAKU SOSIAL JAMA’AHNYA
Study Kasus Pesantren Persatuan Islam (PPI 7)
Cempakawara, Kota Tasikmalaya
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Serjana Sosiologi (S.Sos)
Oleh
ASEP MUHSIN
NIM : 104032201014
PROGRAM STUDY SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009
PERAN KEPEMIMPINAN KIYAI PERSATUAN ISLAM (PERSIS) DALAM
MEMBENTUK PERILAKU SOSIAL JAMA’AHNYA
(Study Kasus Pesantren Persatuan Islam - PPI 7
Cempakawarna Kota Tasikmalaya)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Serjana Sosiologi Agama (S.Sos)
Oleh
Asep Muhsin
Nim 104032201014
Pembimbing
Drs. Harun Rasyid, M.A
NIP: 150 232 921
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009
Pengesahan Panitia Ujian
Skripsi yang berjudul “Peran Kepemimpinan Kiyai Persatuan Islam (PERSIS) Dalam
Membentuk Perilaku Sosial Jama’ahnya.” Telah diujikan dalam sidang munaqasah. Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat. Universitas Islam Syarif Hidayatullah (UIN). Jakarta pada tanggal
17 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
serjana program strata 1 (S1) pada Jurusan Sosiologi Agama (SA)
Jakarta 22 Juni 2009
Sidang Munaqasah
Ketua
Sekertaris
Dr. Hamid Nasuhi, MA
NIP : 150 241 817
Dra. Jaoharotul Jamilah,M.Si
NIP: 150 282 396
Anggota
Penguji I
Penguji II
Dr. M. Amin Nurdin, MA.
NIP: 150 232 919
Dra.Ida Rosyidah, MA.
NIP: 150 243 267
Pembimbing
Drs. Harun Rasyid, MA
Nip: 150 232 921
ABSTRAK
Asep Muhsin, Peran Kepemimpinan Kiyai Persatuan Islam (PERSIS) Dalam Membentuk
Perilaku Sosial Jama’ahnya. Study kasus Pesanren Persatuan Islam (PPI 7) Cempakawarna,
Kelurahan, Cilembang, Kecamatan Cihideng
Kota Tasikmalaya, Skripsi. Jakarta:
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 22 Juni 2009.
Memasuki milenium ketiga, dimana organisasi-organisasi masa Islam mulai menapaki
berbagai persoalan yang semakin kompleks, rumit. Hal itu akan berbahaya bagi umat Islam
sendiri apabila tidak segera diantisipasi dengan berbagai aktivitas yang dapat memperkuat jati
diri umat, dengan meningkatkan ketaqwaan dan berserah diri kepada Allah SWT. Kalau kita
melihat kebelakang sebenarnya gerakan-gerakan atau organisasi-organisasi masa Islam, dari
zaman penjajahanpun sudah terus bermunculan misalnya saja Muhamadiyyah, Nahdatul
Ulama (NU), Persatuan Umat Islam (PUI), dan Persatuan Islam (PERSIS) dari organisasiorganisasi tersebut mempunyai cita-cita yang sama yaitu menginginkan negara yang Islami.
Dari organisasi-organisasi tersebut tentunya mempunyai ciri khas masing-masingn
misalnya: ada yang bergerak dengan cara mendekat dengan tradisi masyarakat, ada yang
menekankan terhadap pendidikan, bahkan ada pula yang bergerak di bidang kakwah yang
menginginkan perubahan secara cepat, dengan cara dakwahnya yang tegas, lugas, dan keras.
kalau istilah kita sekarang ada yang dinamakan Konserfatif Reaksionisme, Moderat
Liberalism dan Revolusioner-Radikalisme. Sehingga dari ketiga istilah tersebut memberi
warna tersendiri dalam perkembangannya. Ada yang berkembang secara cepat, ada yang
lambat, bahkan yang malah ditentang.
Berangkat dari literatur di atas, maka penulis berkeinginan untuk mengetahui
bagaimana kekuatan sebuah oerganisasi yang tadinya ditentang, namun mereka masih tetap
bisa bertahan, padahal mereka merupakan organisasi yang minoritas namun bisa tetap survaiv
hingga saat ini. Ditengah organisasi yang mayoritas. Dalam tulisan ini penulis akan meneliti
sebuah lembaga pendidikan Persatuan Islam (PERSIS), yaitu Pesantren Persatuan Islam (PPI
7) Cempakawarna, Desa Cilemang, Kecamatan Cihideng, Kota Tasikmalaya. Untuk
mengetahui bagaimana keberadaan masyarakat sekitar pesantren pada awalnya? Kemudian
faktor apakah yang menjadi kekuatan untuk mempertahankan anggota atau jama’ah yang
sudah ada? apakah ada faktor kepemimpinan kiyai yang mempengaruhi perilaku sosial
jama’ahnya? Kemudian apa saja faktor penghambat dan pendukung sehingga bisa terus
survaiv sampai sekarang?
Dari beberapa masalah tersebut di atas maka perlu diadakan penelitian, yang pada
akhirnya penulis mendapatkan sebuah kasimpulan bahwa memang masyarakat masih kuat
dengan perilaku “Dinamisme” dan “Animisme.” Dalam kehidupan jama’ah, keberadaan kiyai
sangat berpengaruh apalagi dalam masalah pelaksanaan ritual keagamaan dan sosial
kemasyarakatan. Adapun yang menjadi penghambat, karena masih didominasi oleh
kebudayaan masyarakat tradisiolal yang telah mendarah daging, bahan penunjangnya yang
utama selain mengadakan hubungan baik dengan masyarakat, juga memiliki berbagai
pasilitas pendidikan, dan sarana ibadah.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Dzat yang Maha Agung Allah SWT,
yang dengan Rahman dan Rahiem-Nya penulis dapat memulai dan menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Shalawat teriring salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, serta kita umatnya yang setia sampai hari
pembalasan nanti. Amien
Dari lubuk hati yang terdalam, penulis menyadari bahwa dibalik keberhasilan penulis
dalam menyelsaikan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Teristimewa kepada Ibunda Siti Robiah, dan Ayahanda Abdul Allim (Alm), Ibuangkat Siti
Robiah, Bapak angkat H. Abdl Rojak, yang tanpa lelah terus menerus mendo’akan
penulis, Drs. H. Djaja Sanjaya, Ny. Milah Jamillah sekeluarga, yang dengan penuh
keikhlasan dan ketulusan serta dihiasi kasih sayang yang tiada bandingannya, serta penuh
kesabaran dalam mendidik, dan membimbing penulis sehingga bisa menjadi seperti saat
ini. Satu hal yang tidak pernah mereka lupakan, selalu mendo’akan penulis disetiap waktu.
Dengan penuh ketulusan dan kekurangan yang penulis miliki, penulis haturkan
penghargaan dan bakti yang sedalam-dalamnya, dan semoga Allah SWT senantiasa
menaungi mereka dengan Rahmat, Karunia, dan bimbingan kepada mereka untuk tetap
komitmen (Istiqomah) berada di jalan-Nya hingga mereka memperoleh kebahagiaan
dunia-akherat. Amiin.
2. Bapak Dr. Amin Nurdin, MA. Sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan filsafat selama
penulis menjalani studi. Bapak Drs. Harun Rasyid, MA, yang mana di tengah-tengah
kesibukannya dan kepadatan aktivitas beliau sehari-hari, beliau masih bisa menyempatkan
dan memberikan waktunya untuk mengoreksi, mengarahkan dan membimbing penulis
dalam rangka menyelsaikan penulisan skripsi ini.
Bapak/ Ibu dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya dosen-dosen Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat. Lebih khusus lagi kepada ketua dan sekertaris jurusan Sosiologi
Agama. Ibu Dra, Ida Rosyidah M.A. Ibu Dra. Jaoharotul Jamillah M.Si, serta dosen-disen
Sosiologi Agama lainnya yang telah banyak membimbing, mengarahkan, mendidik
penulis dengan sabar selama menjalani studi di kampus ini. Semoga ilmu yang telah
mereka bebrikan terhadap penulis bermanfaat baik dalam kehidupan penulis hingga
sampai akhir nanti.
3. Kakak-kakak tersayang: Teteh Dede Masrifah, Teteh Cucu Solihah, dan suami mereka.
Adik-adikku tercinta Cucun Nurlaela dan suami, Abdul Wahid, Ujang Abdul Mukit
Somantri, Ujang Maulana Soimun. Bayangan Kalian selalu menghiasi hari-hari penulis.
Dengan penuh ketulusan penulis memohon kepada Allah SWT, agar selalu membimbing
mereka semua dan penulis khususnya, supaya kelak menjadi anak yang saleh dan
shalehah, berbakti kepada Allah dan Orang tua, serta berguna bagi Agama, Nusa, dan
Bangsa. Semoga Allah mengabulkan. Amiin
4. Kepada Teman-temen Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA) Jakarta.
Terutama saudara Adi Ridwan Sayam, Litfi Rijalul Fikri, Cucu Supriadi, Yayan
Bunyamin, Hendri Rahman abdurahman Mazid, dan Abdul Azis. yang telah membantu
penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini,
5. Sahabat-sahabatku di Sosiologo Agama angkatan 2004. Solehuddin Yusuf, Syiqil Arofat,
Amir Mahmud, Budi Santoso, Taufik Rohman, Abdul Wahid Harianto, dan yang lainnya.
Terima kasih atas dukungan kalian, semoga kita semua mendapat kesuksesan dan
kebahagiaan dunia-akhirat. Amien
6. Kepada direksi PT Esence Indonesia. terutama kepada Bapak Hasan Sadili, Bapak
Kurnia, Ibu Dewi dan yang lainnya, PT Mayasari Bakti Grop terutama jajaran direksi
bagian oprasi, yang telah membantu penulis selama menjalankan studi di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga kebaikan kalian menjadi Amal
Ibadah, dan semoga mendapat balasan yang lebih dari allah SWT.
7. Keluarga Besar Pondok Pesantren Darul Hadits. KH. Syamsuddin (Alm), beserta
kaluarga. (Tanjung Sari, Salopa Tasikmalaya), Al-Hidayah. Ustadzah imas mastoah
beserta lekuarga, (Mandalahayu, Salopa, Tasikmalaya), dan Al-Muawanah. KH.
Kholiddin, ( Setiawargi, Jatiwaras, Tasikmalaya ). Keluarga besar Pesantren Persatuan
Islam (PPI 7) Cempakawarna, Cihideung, Tasikmalaya, dan Jama’ah Persatuan Islam
(PERSIS) Masjid Istiqomah. Berkat do’a dan dukungannya penulis dapat menyelsaikan
penulisan skripsi ini tanpa halangan yang cukup berarti. Penulis mengucapkan
terimakasih dan semoga Allah membalas kebaikan semuanya. Amiin
Jakarta, 01 Juni 2009 M
07 Jumadi Tsanni 1430 H
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah..................................................11
C. Kajian Pustaka.....................................................................................12
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian...........................................................13
E. Metodologi Penelitian.........................................................................13
F. Tehnik Penulisan.................................................................................19
G. Sistematika Penulisan..........................................................................19
BABII :KAJIAN TEORI DAN KONSEP
A. Pengertian Peran dan Peranan.............................................................21
B. Pengertian Ulama dan Kiyai...............................................................22
C. Perilaku Sosial Keagamaan.................................................................26
D. Otoritas dan Kepemimpinan...............................................................30
1. Pendekatan Sosiologis.....................................................................35
2. Pendekatan Islam............................................................................37
BABIII :PROFIL PESANTREN PERSATUAN ISLAM (PPI 7)
A. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya..............................................39
B. Perkembangan Pendidikan……………………………..……………43
C. Perkembangan Kepemimpinan...........................................................45
D. Visi dan Misi.......................................................................................47
E. Ideologi dan Karakteristik...................................................................49
F. Qanun Asasi dan Qanun Dakhili.........................................................50
G. Keanggotaan dan Kaderisasi...............................................................53
H. Program Sosial Keagamaan................................................................54
BABIV : KEPEMIMPINAN KIYAI PERSIS DAN PERILAKU JAMA’AH DI (PPI 7)
CEMPAKAWARNA KOTA TASIKMALAYA
A. Respon Masyarakat Terhadap Masuknya PERSIS ke Cempakawarna...56
1. Proses Masuknya Persis Ke Cempakawarna............................................56
2. Kondisi Cempakawarna Sekarang............................................................57
B. Peran Kiyai di Pesantren Persatuan Islam (PPI7)....................................58
1. Wewenang Kiyai......................................................................................61
2. Pola Kepemimpinan Kiyai........................................................................62
a. Pendidikan............................................................................................63
b.Tabligh/Dakwah....................................................................................65
c. Kemasyarakatan...................................................................................66
d. Ekonomi..............................................................................................67
e. Politik...................................................................................................67
3.Pengaruh
Kepemimpinan
Kiyai
Terhadap
Perilaku
Sosial
Jama’ah................................................................................................68
a. Perilaku Sosial Keagamaan.................................................................69
b. Perilaku Sosial Kemasyarakatan.........................................................70
C. Faktor-Faktor Keberhasilan Kiyai (PPI 7) Dalam Membentuk Perilaku Sosial
Jama’ah..............................................................................................70
1. Faktor Yang Mendorong Keberhasilan....................................................70
a. Adaya Lembaga Pendidikan...............................................................70
b Solidaritas Jama’ah..............................................................................73
c. Adanya Dukungan Pihak-Pihak Terkait..............................................74
2. Faktor Penghambat...................................................................................74
a. Kekuatan Kepercayaan Lokal.............................................................75
b. Dominasi Kelompok Tertentu.............................................................75
c. Konflik Internal...................................................................................75
D.Analisa......................................................................................................76
BAB V :PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................80
B. Saran-Saran.........................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................85
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakikatnya perilaku beragama yang melekat kuat dalam kehidupan komunitas
muslim merupakan personifikasi (penjelmaan) institusional yang mempersentasikan mazhab
atau golongan tertentu. Perilaku yang muncul dalam praktek keberagamaan bukan sematamata hasil pemahaman individu terhadap sumber ajaran Islam, yakni al-Qur’an dan asSunnah, melainkan tidak dapat terlepas juga dari faktor genetis, ideologis, sosiologis dan
intelektualitas yang telah dibangun secara turun temurun.
Sebagaimana dalam Islam yang merupakan agama yang universal, penerimaan individu
dan masyarakat terhadap Islam memang sering melibatkan perubahan struktur asli, kelompok
atau komunitas tertentu. Kenyataan inilah yang kemudian menciptakan perbedaan dan
keragaman dalam tingkat hubungan antara kelompok entitas dan komunitas-komunitas yang
lain.
Seperti halnya perilaku beragama dalam komunitas muslim yang bernaung dibawah
komando Persatuan Islam (PERSIS) memiliki paradigma tersendiri dalam pemahaman dan
penggalian terhadap hukum Islam, komunitas tersebut memiliki loyalitas kuat terhadap
PERSIS, maka perilaku keberagamaannya terkolektifkan sedemikian rupa sebagaimana
dikehendaki oleh kelompok itu, sehingga membentuk perilaku institusional dengan
menampilkan simbol-simbol khas yang tentunya berbeda dengan perilaku kominitas atau
gerakan keberakamaan muslim lainnya.
“Sebagai sebuah Jam’iyyah Diniyyah (Organisasi Keagamaan) Persatuan Islam
(PERSIS) menempati posisi tersendiri dalam kancah Islamisasi di Indonesia. Hal ini
disebabkan gaya yang dilakukan Persatuan Islam dalam menyebarkan ajaran Islam di
tengah masyarakat puritan, dalam arti bukan hanya mengajak masyarakat muslim untuk
kembali kapada al-Quran dan Sunnah, tetapi sekaligus menghujat praktik-praktik
keagamaan yang lazim dilakukan oleh masyarakat Indonesia”.1
PERSIS merupakan organisasi keagamaan yang menunjukan ciri khasnya sebagai
garakan keagamaan yang menginginkan perubahan dalam masyarakat, khususnya
pemahaman terhadap ajaran-ajaran agama yang sesuai dengan ajaran al-Quran dan Sunnah
baik dalam masalah ritual-ritual keagamaan bahkan peraktek sosial kemasyarakatan. Hal
tersebut terlihat ketika mereka terus-menerus menggembor-gemborkan pemberantasan,
Tahayul, Bid’ah, dan Khurafat (TBC) yang menurut mereka kegiatan-kegiatan tersebut
sudah melekat atau menjadi kebiasaan masyarakat yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Jika kita menjelajahi aliran pemikiran Islam dalam masyarakat Indonesia khususnya,
kita dapat melihat setidaknya ada tiga aliran cara berpikir dalam memahami persoalanpersoalan agama yaitu aliran Konservatif-Reaksionisme, Moderat- Liberalisme, dan
Revolusioner-Radikalisme.2
Aliran yang Pertama “Konservatif Reaksionisme” adalah aliran yang bersifat jumud
yang secara apriori menolak setiap faham dan keyakinan yang hendak mengubah paham dan
keyakinan yang lama dengan paham keyakinan yang baru. Aliran ini adalah aliran
Muqalidun, yang mengikat dan membelenggu leher hidupnya dengan ikatan paham,
keyakinan, dan aliran yang terkadang tidak bersumber kepada al-Quran dan Sunnah.
Aliran yang kedua aliran “Moderat-Liberalisme” adalah aliran yang mengetahui mana
yang Sunnah dan yang Bid’ah, artinya mereka mengetahui kesesatan yang terjadi di
masyarakat seperti: takhayul, bid’ah, dan khurafat, tapi tidak aktif dan positif memberantas
hal tersebut, karena bagi mereka menganggap bahwa membicarakan Furu’iyah, dan
Khilafiah, hanya akan memecah persatuan umat muslimin, bahkan mereka menganggap jika
1
Badri Khoeruman, Pandangan Keagamaan Persatuan Islam Sejarah, Pemikiran, dan Fatwa Ulama .
(Bandung: PT Granada cet 1 juni 2005)’ h. iii.
2
Badri Khoeruman, Pandangan Keagamaan Persatuan Islam, h. 4-6
masalah Furu dan Khilafiah itu hal kecil yang hanya akan menghabiskan waktu atau energi
banyak, aliran ini seolah aliran yang berputus asa dalam mamperjuangkan agama.
Sedangkan aliran ketiga “Repolusioner-Radikalisme” adalah aliran yang menghendaki
perubahan di masyarakat dari kegiatan-kegiatan diatas sampai keakar-akarnya, aliran yang
mengajak umat muslim kembali pada al-Quran dan Sunnah, aliran yang hendak membongkar
penyakit kaum muslimin secara radikal dan revolusioner, secara terus terang artinya tidak
pakai tedeng aling-aling, tidak ragu-ragu dan penuh kepastian. Yang ketiga ini lah merupakan
ciri khas yang dilakukan oleh Persatuan Islam (PERSIS).
PERSIS pada masa awal berdirinya bisa dikatakan keras, lugas, dan tegas dalam
melaksana pemurnian pemahaman dan praktek keagamaan. Sehingga dari kegiatan-kegiatan
yang mereka lakukan selalu menimbulkan reaksi dari masyarakat sekitar sebagai mana
FPI,MMI, dan HTI sekarang. PERSIS dianggap gerakan keagamaan yang mengada-ngada
dan mendapatkan panggilan kelompok-kelompok yang membatasi diri dari lingkungan
dimana mereka berada, namun sekarang mereka sudah diterima bahkan didukung oleh
masyarakat luas karena knsep pemurnian yang mereka lakukan bisa beradaptasi dengan
tradisi yang ada.
Pemberian nama Persatuan Islam (PERSIS), mempunyai pengertian sebagai Persatuan
Pemikiran Islam, Persatuan Rasa Islam, dan Persatuan Usaha Islam. Penamaan tersebut
terilhami firman Allah: Q.S, Ali Imron, 3:103. Yang artinya, “Berpegang teguhlah kepada
tali Allah dan janganlah bercerai berai...”, dan juga hadits Nabi SAW, yang artinya:
“Tangan (kekuasaan) Allah berada pada jama’ah” (H.R Tirmidzi).3
Persatuan Islam (PERSIS) didirikan di Bandung oleh K.H Zamzam dan K.H Muhamad
Yunus, pada tanggal 1 Shafar 1342 H/12 September 1923 M. PERSIS selain berasaskan
3
Badri Khoeruman, Pandangan Keagamaan Persatuan Islam ,h. 22-23.
Islam, juga bertujuan terlaksananya ajaran Islam yang berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah
secara kaffah dalam segala aspek kehidupan umat muslim.4
Persatuan Islam (PERSIS) bersemboyan hendak mengembalikan umat Islam kepada alQuran dan as-Sunnah, maka semboyan dan inti dakwah mereka itu bukan saja terbatas dalam
lapangan akidah dan ibadah saja, tetapi lebih luas dari pada itu, mereka berjuang menegakan
keyakinan umat muslim khususnya dalam melaksanakan ritual keagamaan dengan
berlandaskan al-Quran dan Sunnah, dan berjuang dalam politik demi menegkan idiologi
Islam.
Dengan berdirinya PERSIS telah menambah banyak organisasi-organisasi yang
mengatasnamakan organisasi keagamaan, karena sebelumnya telah berdiri Muhamadiyah
pada tanggal 18 Nopember 1912 di Yogyakarta yang diketuai oleh K.H Ahmad Dahlan5,
yang dilatarbelakangi bukan hanya bentuk pemberontakan terhadap politik misionaris
penjajah Belanda pada saat itu, tetapi juga merupakan sebuah perlawanan terhadap
tradisionalisme Islam yang terjadi di masyarakat.
Bahkan di Jawa Barat berdiri sebuah organisasi keagamaan dalam Islam, mereka
mengatasnamakan dirinya adalah Persatuan Umat Islam (PUI), organisasi ini didirikan oleh
K.H Ahmad Halim pada tahun 1917 di Majalengka6. Gerakan ini pada saat itu mempunyai
beberapa fasilitas untuk melaksanakan kegiatan pendidikan keagamaan misalnya: sekolah
Ibtidaiyyah, Muallimin, Asrama Santri yang ada pada saat itu.
Jam’iyah Persatuan Islam (PERSIS) menganggap bahwa Dewan Hisbah sebagai
lembaga yang merumuskan tatacara pelaksanaan ibadah di lingkungannya, dan memiliki
wewenang kuat untuk membentuk perilaku jama’ah dalam melaksanakan ritual keagamaan
4
Qunun Asasi Qonun Dakhili Pedoman Kerja Program Jihad 2005-2010 Persatuan Islam (PERSIS.) PT
Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS) Bandung. Bab 1pasal 1,2,3
5
Dadan Wildan. Pasangsurut Gerakan Persatuan Islam Di Indonesia, Potret Perjalanan Sejarah Persatuan
Islam (PERSIS), (Bandung: PT Persis Pres, 2000) , h. 23.
6
Dadan Wildan. Pasangsurut Gerakan Persatuan Islam Di Indonesia, Potret Perjalanan Sejarah
Persatuan Islam (PERSIS) h. 24.
secara institusional. Dewan Hisbah merupakan thenk-thenk (sumber kekuatan) PERSIS untuk
merespon setiap persoalan keagamaan yang muncul di masyarakat, baik dalam masalah
Fikih, Siyasah, Muamalah, dan lain-lain.7
Demikian pula dengan Nahdatul Ulama (NU) yang sangat berhati-hati dalam
melakukan penggalian Hukum Islam sebagai rujukan perilaku beragama bagi komunitasnya,
dengan kehati-hatian tersebut mereka memandang tidak ada jalan lain selain mengikuti dan
mendambakan para imam madzhab tertentu dalam berbagai masalah keislaman.
”Nahdatul Ulama memandang, bahwa imam mazhab memiliki kapasitas keilmuan
yang paling mumpuni. Sehingga bagi NU, jawaban permasalahan keislaman dalam
segala bidang terlebih dahulu harus merujuk secara Qouli ataupun Manhaji pada kitabkitab dan imam mazhab yang Mu’tabar. Kesadaran yang tumbuh di kalangan ulama
NU bahwa keterbatasan ilmu dan penguasaan yang masih terbatas dalam mencapai
berbagai persaratan untuk menjadi mujtahid mazhab terlebih lagi mujtahid mutlak
mengharuskan para ulama yang tergabung dalam forum Bahtsul Masa’il untuk
senantiasa merujuk secara tekstual ataupun kontekstual pada paradigma yang
dipergunakan oleh Imam Mazhab, terutama di kalangan mazhab Syafi’i”8
Dari pembahasan tersebut di atas, penulis melihat bahwa pembentukan perilaku
institusional dalam setiap komunitas atau organisasi tersebut, dibangun oleh loyalitas dan
komitmen yang kuat dari komunitas muslim yang berada di lingkungan institusinya masingmasing.
Sehingga
kolektivitas
dan
homogenitas
perilaku
keberagamaan
yang
dimanifestasikan oleh umat Islam bukan bagian langsung dari dinamika sosial yang terus
bergerak tanpa batas waku.
Dewan Hisbah, Imam mazhab, dan forum Bahsul Masa’il, merupakan kepanjangan
tangan dari keputusan-keputusan ulama yang dipercaya sebagai orang-orang yang memiliki
kemampuan untuk merumuskan tatacara pelaksanaan perilaku beragama bagi komunitas yang
berada dalam naungan institusinya, agar semakin fanatik dalam berpegang teguh pada
landasan dan argumentasinya yang menjadi alasan dalam berperilaku.
7
Badri Khoeruman, h. vi
Bani Ahmad Saebani. Sosiologi Agama Kajian Tentang Perilaku Institusional dalam Beragama
Anggota PERSIS dan Nahdatul Ulama. (Bandung: PT Rapika Aditama Anggota IKAPI, 2007), h. ix
8
Baik disadari atau tidak, tidak ada komunitas muslim yang dapat lepas dari sikap taklid
(percaya begitu saja kepada ajaran yang diberikan oleh orang yang dapat dipercaya tanpa
mengetahui atau mempelajari sendiri) terutama hal agama secara hapal-hapal saja, walaupun
kebenaran mungkin ia tidak mengerti; pengakuan.9 Taklid terhadap keputusan organisasi atau
lembaga-lembaga yang ditunjuk seperti di atas dalam melaksanakan perintah-perintah agama
adalah, upaya untuk menyelamatkan ajaran Islam dari penafsiran dan pemahaman manusia
yang tidak berdasar pada kapasitas keilmuan yang mumpuni. Bagi komunitas muslim awam,
taklid menjadi wajib, karena tanpa taklid komunitasnya akan mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tuntunan agama.
Akan tetapi, di sisi lain komunitas yang perilakunya terlembagakan bukan sekedar
taklid, melainkan merupakan sikap panatisme organisasi atau dalam pemahaman mereka
dalam melaksanakan kegiatan dalam peraktek keagamaan mereka mengacu terhadap
Annggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang dalam PERSIS disebut
Qanun Asasi dan Qanun Dakhili (QA/QD) sehingga tidak ada perbedaan diantara komunitas
baik kiyai atau bukan kiyai, ulama dan awam dalam merefleksikan ajaran agamanya, karena
simbol dan karakteristik perilakunya telah diinternalisikan dalam satu tradisi turun-temurun,
yang oleh Fred Luthan disebut sebagai proses penanaman perilaku budaya yang dibawa
“Share Culture” dan melakukan pertukaran dengan perilaku yang lain “Transgeneration.”10
Dalam hal ini Deliar Noer juga menggatakan “Berbagai organisasi baik sosial,
pendidikan, atau politik telah kita lihat berbagai sifat tiap organisasi itu, kecenderungan yang
mereka tekankan dalam pemikiran masing-masing” 11. Sifat kecenderungan ini dibentuk oleh
pimpinan organisasi serta lingkungan dimana organisasi itu bergerak.
9
Alex M.A. Kamus Ilmiyah Populer Kontemporer, (surabaya PT Karya Harapan), h. 623
Bani Ahmad Saebani, h. x
11
Deliar Noer. Derakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, cet. Ketujuh, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES
Indonesia, 1994), h. 319
10
Perilaku beragama menjadi tradisi yang kering dengan argumen dan dalil-dalil, tetapi
terkenal dengan pernik-pernik khas institusinya masing-masing. Dapat dikatakan bahwa
semakin dekatnya komunitas institusional dalam beragama, menunjukan semakin jauhnya
dari ajaran yang sakral. Terlebih lagi kalau berbagai pemikiran ulama terdahulu dipandang
sebagai keputusan final untuk diberlakukan secara garis keturunan (Generatif). Secara
sosiologis, proses paternalisasi yang dibangun secara institusional dalam membentuk perilaku
simbolik yang khas merupakan pembentukan kolektivitas perilaku yang menafikan perilaku
di luar paradigmanya sendiri.
Dengan
demikian,
berbagai interaksi dan
komunikasi
religius
yang
dapat
mempengaruhi kekuatan soslial-politik komunitas muslim hanya berlaku secara internal.
Sedangkan dari sudut eksternalnya, komunitas yang perilakunya telah terinstitusikan secara
sistematis akan mengalami kesulitan integritas. Hal itu sangat mungkin apabila setiap
komunitas hanya mempertahankan kepentingan sosial politiknya masing-masing.
Paradigma perilaku sosial ini berbeda dengan paradigma definisi sosial, dimana definisi
sosial memusatkan perhatian pada proses interaksi, dimana aktor adalah individu yang
dinamis dan mempunyai kekuatan kreatif di dalam proses interaksi, sehingga aktor tidak
hanya
sekedar
penanggap
pasif
terhadap
stimulus
yang
muncul,
tetapi
akan
menginterpretasikan stimulus yang diterimanya itu. Sementara dalam paradigma perilaku
sosial, individu kurang sekali menerima kebebasan, tanggapan yang diberikannya ditentukan
oleh sifat dasar stimulus yang datang dari luar dirinya.
Kehadiran pribadi-pribadi pemimpin yang berwibawa dalam masyarakat membawa
pengaruh besar kepada warga masyarakat untuk menjauhkan diri dari penyimpangan yang
merugikan hidup bersama. Hendro Puspito mengatakan bahwa kehadiran para pemimpin
yang berwibawa mempunyai dua arti lebih tinggi.
1. ”Seorang pemimpin mempunyai kelebihan dalam pengetahuan tentang norma-norma
moral dan pola-pola kelakuan yang disepakati dan diterima oleh masyarakat.
Termasuk peraturan-peraturan tertulis dan tidak tertulis.
2. Seorang pemimpin dipandang sebagai suritauladan bagi bawahan, khususnya dalam
kesetiaan pada kaidah-kaidah sosial umumnya dan peraturan-peraturan Negara
khususnya".12
Dari kedua poin tersebut perlu diiterpretasikan terhadap kehidupan sehari-hari, yang
mungkin secara tidak sadar kita telah terinstitusikan dengan para pemimpin atau yang
menguasai di sekitar kehidupan kita, baik itu karena dianggap mempunyai kelebihan secara
individu atau karena dibentuk dengan kekuasaan. Apa lagi kalau ternyata yang mengusai
tersebut mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu, sehingga dengan kelebihannya tersebut
bisa menjadi suritauladan atau contoh, sehingga kita terinspirasi untuk mengikutinya.
Beberapa akademisi yang pernah meneliti tentang salah satu kelompok organisasi
keagamaan, yaitu Persatuan Islam (PERSIS), salah satu diataranya adalah Howard M.
Federspiel, beliau menulis beberapa poin penting tentang organisasi ini.
Pertama,persatuan Islam merupakan organisasi yang menghendaki Indonesia sebagai
Negara Islam, dengan menegakkan hukum-hukum Islam sebagai landasan dari sistem
pendidikannya.
Kedua, menentang kelompok-kelompok yang menurut pandangan PERSIS akan
melemahkan dan menghancurkan Islam, seperti Ahmadiah Qodian, Tradisionalisme Islam,
dan Nasionalisme Sekuler menjadi sorotan utama PERSIS.
Ketiga,PERSIS sangat menekankan pada nilai-nilai Islam dan pada ketaatan terhadap
perilaku yang benar menurut ajaran-ajaran Islam yang didasarkan pada al-Quran dan alHadits, dan
Keempat, pembersihan masyarakat dari sifat Takhayul, dan praktik Bid’ah dalam
agama, merupakan hal yang tetap penting dalam pandangan PERSIS.13
12
D. Hehdropuspito OC. Sosiologi Sistematik, Cet. Pertama (Yogyakarta: PT Kanisius, 1989), h. 327.
Konsentrasi PERSIS pada keempat hal di atas merupakan hal yang masih berlangsung
sampai sekarang. Bahkan ada pula hal-hal lain yang sebenarnya penting untuk dibicarakan
oleh PERSIS dalam melakukan visi dan misi dakwahnya. Seperti bagaimana relevansi pola
dakwah yang baik untuk jaman sekarang sehingga tidak terlalu banyak menyinggung
perasaan pihak-pihak lain yang bersebrangan sikapnya dengan PERSIS sehingga menjadi
sumber kekuatan untuk mereka dalam meneruskan misinya tersebut. dapun skripsi ini
menggunakan metode Studi Kasus terhadap Pesantren Persatuan Islam (PPI 7)
Cempakawarna, Kelurahan Cilembang, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, Jawa
Barat.
Secara historis, hadirnya PERSIS di Cempakawarna saat itu masyarakat setempat masih
dianggap menganut pola keagamaan tradisional.14 Menurut keterangan salah seorang sesepuh
di desa tersebut, sebelum PERSIS masuk ke tempat tersebut kepercayaan masyarakat masih
sangat mistis, berbau Animisme
(semua benda memiliki roh atau jiwa), dan Dinamisme (semua benda mempunyai kekuatan
yang bersifat gaib/kesaktian), yakni menganut kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang
yang dianggap mulia, benda-benda keramat, dan masih mengadakan upacara ritual dalam
menyambut dan menghormati roh-roh nenek moyang mereka dengan menyajikan sesajian.15
(sunda; sasajen), munjung16 di makam (Kuburan) buyut, dan kepercayaan lainnya.
Menurut pemahaman PERSIS, hal-hal seperti di atas termasuk perbuatan Syirik, Bid’ah,
dan Khurafat dalam Islam. Tetapi setelah PERSIS datang yang dibawa oleh KH. Maman
Abdul Rahman (Al-Marhum) ke tempat tersebut yang sekarang dipimpin oleh KH. Maman
13
Federspiel, Labirin Idiologi Muslim, pengarian dan pergulatan persis di era kemunculan negara
indonesia (1923-1957), (Jakarta: PT SERAMBI ILMU SEMESTA Anggota IKAPI, 2004), h. 390-392
14
Tradisional dalam Kamus Besar Indonesia adalah sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu
berpegang teguh pada norma dan adat kebuiasaan yang ada secara turun temurun, cet. x, (Jakarta; BP, 1999), h.
1068.
15
Menyediakan makanan dan minuman yang kahusus di persembahkan kepada arwah nenek moyang
untuk di mintai restu agarselamat dari marabahaya.
16
Berkumpulnya masyaratat desa di tempat kuburan dengan membawa aneka makanan seperti nasi
tepung, bakak ayam, kue-kue, dan minumman seperti kope dan lain-lain. Kemudian di makan bersamasamasetelah selesai membaca do’a yang di pimpin oleh seorang tokoh agama setempat.
Abdurahman Kosasih Sau’di (Ustadz Aman Ks), setahap demi setahap kepercayaankepercayaan lama masyarakat menjadi memudar. Dengan berlandaskan latar belakang di atas
dalam sekripsi ini penulis mengangkat judul. “Peran Kepemimpinan Kiyai Persatuan
Islam (PERSIS) Dalam membentuk Perilaku Sosial Jama’ahnya” Study Kasus Pesantren
Persatuan Islam Nomor 7 (PPI 7) Cempakawarna, Desa Cilembang, Kecamatan Cihideng,
Kota Tasikmalaya.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih fokus dan terarah, maka penulis membatasi
pembahasannya. Skripsi ini akan membahas tentang peran kepemimpinan kiyai Persatuan
Islam (PERSIS) dalam membentuk perilaku ritual dan sosial keagamaan Jam’iyahnya di
Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) Cempakawarna, Kelurahan Cilembang, Kecamatan
Cihideung, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Pada rentang waktu dari mulai berdirinya sampai
sekarang, adapun secara spesifik-nya hanya akan membahas beberapa masalah sebagai
berikut:
Bagaimana peran kiyai di Pesantren Persatuan Islam (PPI7) dalam membentuk
perilaku sosial kegamaan dan perilaku sosial kemasyaratan jama’ahnya?
C. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini penulis lakukan untuk mendapatkan literatur-literatur yang
berhubungan dengan topik yang akan ditulis, bahkan untuk mencari karya ilmiah lain yang
telah ditulis oarang lain apakah topik tersebut telah dibahas, diteliti atau belum. Dalam
penelitian ini, penulis juga menelusuri perpustakaan-perpustakaan yang terdapat di UIN
Syarif Hidayatullah. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah judul yang penulis angkat
telah dibahas oleh mahasiswa lain. Berdasarkan hasil penelusuran penulis, ada tiga skripsi
yang judul mereka angkat sama mengenai Persatuan Islam (PERSIS), akan tetapi objek
pembahasan dan penelitian berbeda, yaitu:
Pertama, Muhamad Syarifudin Peran Jam’iyah Persis Dalam Transformasi Budaya,
dalam sekrpsi terserbut membahas bagaimana peran jam’iyah PERSIS dalam melakukan
transpormasi budaya pada masyarakat. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah, FUF, 2006.
Kedua, Nurdin, Hidayat. Kontribusi Ahmad Hasan Terhadap Metode Pengajaran
Pendidikan Agama Islam Melalui Persatuan Islam (PERSIS). Dalam skripsi tersebit dia
membahas bagaimana kontribusi Ahmad Hasan dalam gerakan pendidikan Skripsi. UIN
Syarif Hidayatullah, FTIK, 2004.
Ketiga, Abdul Rosid. Perbandingan Mekanisme Ijtihad Dewan Hisbah dan Majlis
Syuria NU dan Aplikasinya Dalam Permasalahan Kontemporer. Dalam pembahasannya dia
melihat bagaimana mekanisme ijtihad Dewan Hisbah PERSIS dan Majlis Suriyah Nahdatul
Ulama (NU) dan bagaimana peran keduanya dalam menyelesaikan permasalahan
kontemporer. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah, FSH, 2006.
Dari ketiga skripsi tersebut, terlihat jelas bahwa objek penelitian berbeda, kendati pun
masih dalam gerakan keagamaan yang sama. Dalam hal ini, penulis meneliti pengaruh kiyai
terhadap pembentukan perilaku sosial keagamaan jama’ah, baik dalam peraktek ritual
keagamaan atau sosial kemasyarakatan.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah: untuk memenuhi syarat menyelesaikan tugas
akhir studi strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adapun manfaatnya adalah:
1. Untuk memberikan gambaran keberadaan Pesantren Persatuan Islam (PPI 7 ) di
Cempakawarna.
2. Untuk dijadikan peta dakwah, khususnya dalam pembentukan perilaku sosial bagi
Pengurus Pesantren Persatuan Islam No 7 (PPI 7) Cempakawarna, Tasikmalaya.
3. konsistensi yang memberikan kontribusi pengetahuan khususnya bagi penulis, dan
pembaca sekalian pada umumnya.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang dipakai oleh penulis adalah, metode kualitatif. Memilih
metode kualitatif ini karena beberapa pertimbangan: Pertama, metode ini lebih mudah
menyesuaikan apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; Kedua, dengan metode ini akan
menyajikan secara langsung terlibat hubungan antara peneliti dengan responden; Ketiga,
metode ini lebih peka dan lebih banyak menyesuaikan diri dengan banyak penajaman
pengaruh bersama dan terhadap pola nilai yang di hadapi.17
Dengan demikian penulis merasa dengan metode ini pula bisa lebih memperdalam
masalah yang diteliti sehingga pembahasan dengan lebih mempererat hubungan diantara
peneliti dengan informen. Ada berbagai cabang penelitian kualitatif, namun semua
berpendapat sama tentang tujuan pengertian subjek penelitian, yaitu melihatnya “dari segi
pandangan mereka”. Persoalan pokoknya adalah: “dari segi pandangan mereka”
bukan
merupakan ekspresi yang digunakan oleh subjek itu sendiri dan belum tentu mewakili cara
mereka berpikir. “Dari segi pandangan mereka” adalah cara peneliti menggunakannya
sebagai pendekatan dalam pekerjaannya. Jadi dari segi pandangan mereka merupakan konsep
penelitian.18
Pendekatan ini disebut juga pendekatan fenomenologis dimana peneliti berusaha
memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang dalam situasi tertentu.
Maurince Nasution menggunakan fenomenologis sebagai satu istilah “Generic” untuk
17
18
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 5
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 9
menunjuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran dan makna
subjaktifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial.19
Pendekatan studi kasus menyediakan peluang untuk menerapkan prinsip umum
terhadap situasi-situasi spesifik yang disebut kasus-kasus. Dimana kasus-kasus dikemukakan
berdasarkan isu-isu penting, yang tentunya sering diwujudkan dalam bentuk pertanyaanpertanyaan, analisis studi kasus menunjukan kombinasi pandangan, pengetahuan, dan
kreatifitas, mengidentifikasi dan membahas isu-isu relevan dalam kasus yang dianalisis.20
Dalam pendekatan kualitatif ini, penulis menggunakan metode wawancara mendalam
(Deepth Interview) dengan pimpinan pesantren K.H Maman Aburahman Kosasih Suba’i
sebanyak tiga kali, dengan Mudir Mualimun bapak Ustadz H.Habib Zaf sebanyak tiga kali,
dengan beberapa ustadz lain seperti Ustadz Drs. Aep Saepuddin, Ustadz Memed S,Ustadzah
Melan Meliani, dengan tiga orang santri yaitu Saepul Wahid M, Ikbal, Samsuddin dan Hari
Anugrah yang masng-masing satu kali, dan satu orang warga masyarakat yaitu dengan Bapak
Karman Permana sebanyak tiga kali. Mereka merupakan informen utama.
Peneliti juga melakukan pengamatan dan wawancara pendukung terhadap jama’ah PPI
7 maupun masyarakat selama satu bulan. Penelitian ini berupa penelitian deskripsi yang
bertujuan menggambarkan suatu keadaan atau suatu fenomena tertentu berdasarkan data yang
penulis peroleh, secara harpiah. Deskriptif adalah penelitian yang bemaksud untuk membuat
gambaran (Deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian tertentu sehingga dapat
memperoleh gambaran yang sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat
populasi atas daerah tertentu.21
Manfaat penelitian deskriptif adalah adanya kemungkinan pandangan umum bahwa
individu merupakan totalitas dengan lingkungannya. Bukan hanya perilaku yang diamati
19
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial
Lainnya, cet III, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 20
20
Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 202
21
Sumardi Surtyabarata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1998), h. 18
sekarang saja, apa yang harus diinterpretasi kan dari individu, tetapi juga masa lalunya,
lingkungannya, emosinya, jalan pikirannya, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan
perilaku tersebut.
Dengan demikian sehingga peneliti dapat mengambil kesimpulan yang valid mengapa
individu atau kelompok berbuat seperti itu? Adapun kelemahan dari penelitian seperti ini di
antaranya adalah: tidak memungkinkannya generalisasi, karena riwayat seseorang merupakan
pengalaman unik dimana hanya bagi orang yang bersangkutan saja dan mungkin tidak
berlaku bagi orang lain.
2. Subyek dan Objek Penelitian
Penelitian ini akan difokuskan kepada kiyai dan kelompok atau komunitas struktural
Pesantren Persatuan Islam (PERSIS), yang berada di Pesantren Persatuan Islam (PPI 7)
Cempakawarna, Kelurahan Cilembang, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 01 Maret sampai 30 Aprili, adapun tempat penelitian
di Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) Cempakawarna, Kelurahan Cilembang, Kecamatan
Cihideung, Kota Tasikmalaya.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara (Interview)
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data secara langsung dari narasumber, yaitu
melakukan tanya jawab dengan pimpinan pesantren dan beberapa anggota jama’ah dan
apabila diperlukan kelompok masyarakat atau organisasi Non PERSIS. Dalam hal ini peneliti
menggunakan alat bantu sebagai pendukung, seperti: alat tulis, buku catatan, tape recorder
dan kamera foto.
b. Pengamatan Terlibat (Partisipan Obserpation)
Yakni peneliti mengamati, mencatat, mengidentifikasi, dan menafsirkan secara
langsung dari gejala-gejala atau temuan-temuan sekitar Pesantren PERSIS, baik yang bersifat
harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan. Untuk kemudian dijadikan sebagai data, yang
tentunya berkenaan dengan apa yang peneliti lakukan. Peneliti menggunakan pengamatan
terlibat agar lebih memahami peraktek-peraktek yang mereka lakukan sehingga bisa
mengambil kesimpulan secara utuh dan membuktikan jika apa yang diteliti tersebut sesuai
dengan pakta yang ada di lapangan.
c. Telaah Dokumen
Teknik ini digunakan untuk menggali literatur yang membahas tentang Jam’iyyat
PERSIS, baik berupa buku-buku, majalah, dan tulisan-tulisan artikel lainnya yang berkenaan
dengan PERSIS. Penulis juga menganalisis data-data sebagai proses untuk mengkatagorikan,
mengurutkan data kedalam katagori dan suatu uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema
yang kemudian dirumuskan hipotesis penelitian. Analisis data juga bermaksud untuk
mengkatagorisasikan data dari catatan yang diperoleh di lapangan, tanggapan peneliti,
gambar,
foto,
dan
lain
sebagainya,
ini
untuk
mengatur,
mengurutkan,
dan
mengelompokannya.22
5. Tahapan Penelitian
a. Tahapan pra-lapangan/persiapan
Dalam tahapan ini ada beberapa hal yang harus peneliti lakukan. Pertama, menyusun
rancangan suatu penelitian yang berisi latar belakang masalah yang diteliti Kedua, memilih
lapangan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya Ketiga, mengurus perizinan untuk
22
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h.280-281
penelitian (yang berwenang dalam hal ini adalah Fakultas Ushuludin dan Filsafat), ini
merupakan salah satu syarat bahwa peneliti sedang mengadakan penelitian Keempat,
menjajaki keadaan lapangan. Adapun maksud dan tujuan penjajakan adalah agar peneliti
berusaha mengenal segala unsur lapangan, lingkungan sosial, fisik, adat-istiadat, dan
sebagainya dan kelima, memilih informan (subjek penelitian).
b. Tahapan Lapangan/Pelaksanaan
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh peneliti ketika berada di lapangan
Pertama, harus memerhatikan penampilan. Dimana peneliti harus menyesuaikan diri dengan
kebisaan, tatacara, dan kultur masyarakat setempat Kedua, peneliti harus berhubungan akrab
atau pengenalan hubungan dengan subjek yang diteliti Ketiga, pelaksanaan wawancara
dengan subjek penelitian, yang tentunya dilakukan sesuai kebutuhan data yang diperlukan
Keempat, mencatat data baik data tersurat diperoleh dari wawancara, pengamatan, ataupun
menyaksikan suatu kejadian tertentu.
c. Tahapan Penyelesaian/Laporan
Tahapan penyelesaian ini disebut juga dengan laporan terakhir pelaporan dari sebuah
penelitian. Ada beberapa hal yang harus peneliti lakukan dalam tahapan ini, diantaranya
adalah: Pertama, peneliti harus meneliti data-data yang telah diperoleh selama penelitian di
lapangan, kedua mengujinya, lalu melakukan upaya-upaya penambahan data lain yang jika
dianggap perlu; kedua, mengolah data dan menyusunnya kedalam bentuk tulisan; dan ketiga,
mengambil kesimpulan.
F. Tehnik Penulisan
Teknik penulisan ini mengacu kepada pedoman penulisan skripsi, tesis, dan disertasi
yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press, tahun 2008.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui secara global tentang penulisan ini, maka penulis membuat
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan,
Mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, kajian
kepustakaan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, teknik penulisan, dan
Sistematika penulisan.
BAB II: Kajian Teori
Terdiri dari pengegrtian peran dan perana,
kiyai dan ulama, Perilaku sosial, dan
otoritas dan kepemimpinan malaluai pendekatan sosiologis dan pendekatan Islam.
BAB III: Profil Pesantren Persatuan Islam (PPI 7)
Mencakup; Sejarah dan latar belakang berdirinya, visi dan misi, ideologi dan
karakteristik, qanun asasi dan qanun dakhil, keanggotaan dan kaderisasi, dan program sosial
keagamaan.
BAB IV: KEPEMIMPINAN KIYAI PERSIS DAN PERILAKU JAMA’AH DI PPI 7
Bab ini akan memberikan analisis dari hasil penelitian tentang sejarah masuknya, peran
kiyai, faktor-faktor keberhasilan dan penghambat kiyai dalam membentuk perilaku sosial
jama’ah
dan terakhir Analisa.
BAB V: Penutup
Pada bab ini berisi kesimpulan, dan saran-saran.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pengertian Peran dan Peranan
Secara sederhana pengertian peran adalah pelaku atau pemain, sedangkan peranan dimaknai
sebagai fungsi atau kedudukan. Bagi para sosiolog manusia dipandang sebagai pelaku dari
peranan-peranan sosisal, misalnya: Gross, Mason dan Mceachern mendepinisikan “Peranan
sebagai harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial
tertentu.”23
Dalam peran dan peranan terdapat dua macam harapan yaitu: Pertama. Harapan dari
masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran,
Kedua. Harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau
dengan orang-orang yang selalu berhubungan dengannya dalam menjalankan peranan atau
kewajiban-kewajibannya.24
Dari pandangan tersebut, peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat yang
diberikan kepada seseorang pemegang peran dalam hal apapun. Jadi struktur masyarakat
dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan diantara pemegang peran
dengan peranannya sendiri. Demikian juga bisa saja peran-peran tersebut hanya ada selama
peranan-peranan itu diisi oleh individu pemegang peran tertentu di suatu komunitas,
organisasi, atau bahkan kelompok-kelompok kehidupan dalam bermasyarakat.
Pandangan peran dan peranan di atas penulis terapkan terhadap keberadaan seorang
pemimpin dalam suatu organisasi keagamaan. Organisasi yang dimana tidak terlepas dari
seseorang individu yang memegang peran tertentu agar organisasi tersebut bisa melaksanakan
program-perogramnya dengan baik, misalnya dalam suatu institusi penidikan, lingkungan
sosial, bahkan kelompok sosial keberagamaan, dan lain sebagainya.
23
24
David Berry. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta CV. Rajawali 1981), h. 99.
David Berry. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, h. 101.
Kelompok keberagamaan seperti Muhamadiyah, Nahdatul Ulama (NU) dan PERSIS
menganggap bahwa seorang pemimpin mempunyai peran penting yaitu menjadi panutan atau
pemberi contoh terhadap jama’ahnya. Pemegang peran tersebut dalam tradisi sebagai orang
muslim sudah tidak asing lagi dengan panggilan nama Kiyai, Ulama, dan Ustadz.
Dari ketiga istilah tersebut bagi masyarakat awam bisa saja memberikan arti yang sama.
Namun bagi insan akademis yang dianganggap penting untuk mencari tahu apa arti, dan
bagaimana pemakaian suatu istilah-istilah dengan tepat tentunya di antara yang satu degan
yang lainnya mempunyai pengertian yang berbeda. Walaupun di antara istilah-istilah tersebut
bisa saja mempunyai beberapa persamaan.
B. Pengertian Ulama, Kiyai dan Ustaz
Dalam hal ini adalah tokoh agama yang dipandang mampu dan profesional dalam
menyelesaikan berbagai masalah keagamaan, baik masalah ritual keagamaan maupun sosial.
Ulama, Kiyai dan Ustaz hirarkisnya jelas, “Ustaz biasanya mempunyai pengaruh lokal yang
terbatas, pengetahuan keislamannya tidak seluas kiyai.”25 Ustadz hanya sebagai guru yang
mengajar di pesantren, maka dari itu ustadz tidak sertamerta disebut kiyai atau ulama, karena
ustadz hanya pengajar bukan pimpinan di pesantren tertentu, tetapi ulama dan kiyai biasanya
selalin sebagai pimpinan pesantren juga sekaligus sebagai ustaz. Artinya: selain dia menjadi
pimpinan pesantren kiyai juga bisa dikatakan sebagai pemilik pesantren, tapi terkadang ada
juga kiyai tidak mempunyai pesantren. terkadang sewaktu-waktu dia juga ikut mengajar baik
di dalam pesantren tersebut atau bahkan di luar.
Ustadz yang dikatagorikan sebagai Kiyai adalah Ulama yang memiliki kapasitas keilmuan
yang diakui oleh komunitas tertentu. Sebagaimana seorang pengasuh Pondok Pesantren atau
Mubalig (Penceramah) yang tingkat jam terbangnya dalam berceramah cukup lama, tinggi
ilmunya, dan popularitasnya meluas buyasanya akan dipanggil kiyai dalam komunitas
25
Endang Turmudin. Perselingkuhan Kiai Dan Kekuasaan. (Yogyakarta PT LKIS Pelangi Aksara
2003), h. 31
muslim tertentu, karena dia dipandang memiliki ilmu yang luas dan tinggi, serta profesional
dalam bidangnya, misalnya ahli dalam Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Falak, Ilmu Ushul
Fikih, dan lain sebagainya.
Semenetara Ulama adalah istilah umum (dalam Bahasa Arab) yang diperuntukan bagi orang
yang memiliki ilmu pengetahuan luas, dan ilmu itu dipergunakan untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Bahkan dalam buku “Islam Kebangsaan” yang ditulis oleh KH, Sa’id
Aqiel Siradj yang dikutip oleh Zainal Arifin Thoha,
”Ualama adalah orang yang memiliki pengetahuan, ahli ilmu atau ilmuan; dia adalah
orang yang mengetahui kebesaran Allah SWT melalui alam semesta, sehingga timbulah
perasaan Khosyyah dan Khauf. Atau biasa dikatakan orang yang berpengetahuan luas,
beriman dan bertakwa kepada Allah.”26
Kiyai juga biasa dikatakan sebagai pemimpin nonformal sekaligus pemimpin spiritual, dan
sebagai pemegang amanah yang berkewajiban untuk mendidik, membina, membantu,
melayani dan mengarahkan para anggotanya, sehingga membuat kiyai posisinya sangat dekat
dengan kelompok-kelompok masyarakat lapisan bawah, apa lagi di daerah pedesaan dia
sebagai tokoh atau sesepuha dan sebagai pemimpin masyarakat. kiyai memiliki jama’ah yang
diikat oleh hubungan keguyuban yang erat dan ikatan budaya paternalistik, petuah-petuahnya
atau nasihat-nasihatnya selalu didengar, dan dilaksanakan oleh jama’ah, komunitas atau masa
yang dipimpinnya. 27
“Sebutan kiyai, pada dasarnya adalah wacana khas Jawa, itu pun terbatas hanya
Jawa Tengah dan Jawa Timur pada zaman kerajaan, sebutan ini diperuntukan bagi
orang-orang yang dianggap memiliki ilmu Kasepuhan, karenanya orang yang memiliki
ilmu itu disebut sesepuh atau orang yang dituakan. Bahkan ada pula yang mengertikan
kiyai adalah: sosok seorang muslim dengan keilmuan agama yang tinggi dan luas,
karismatik, peduli dengan lingkungannya, berjuang membangun dan memajukan
masyarakat yang diayominya.”28
Peran kiyai yang dianggap serba menentukan terkadang akhirnya justru menyumbangkan
terbangunnya otoritas yang mutlak, dalam teradisi pesantren misalnya: kiyai adalah pimpinan
26
Zainal Arifin Thoha, Runtuhnya Singgasana Kiyai (NU Pesantren Kekuasaan: Pencarian tak Kunjung Usai)
cet, II, (Yogyakarta: Agustus 2003), h. 308.
27
Mijamil, Qomar. Pesantren dari Transfirmasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakrta: Erlangga
Anggota IKAPI), h. 29
28
Ahmad Lutfi fathullah. Selangkah Lagi Mahasiswa UIN Menjadi Kiyai. (Jakarta : PT Al-Mughni Press,
2007), h. 21.
tunggal yang memegang wewenang yang hampir mutlak, dalam artian tidak ada orang lain
yang lebih dihormati dari pada kiyai, dia merupakan pusat kekuasaan tunggal yang
mengendalikan sumber-sumber keilmuan tertentu terutama pengetahuan tentang keagamaan,
dan wibawa yang merupakan sandaran bagi santri-santrinya, dan jama’ah yang diayominya.
Kiyai selain menjadi tokoh yang melayani sekaligus melindungi para santri, bahkan kiyai
menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kahidupan pesantren, sehingga para ustadz dan
para santri baru mereka berani melakukan sesuatu tindakan yang baru mereka akan meminta
persetujuan kiyai untuk melakukannya, setelah mendapatkan restu atau persetujuan dari kiyai
selaku sesepuh atau pimpinan pesantren atau organisasi.
Dengan demikian sebagaimana dituliskan di atas bahwa kedudukan kiyai adalah memegang
kedudukan ganda, selain dia sebagai pengasuh juga sekaligus pemilik pesantren, tapi penulis
tegaskan kembali, jika kiyai atau ulama ada pula yang tidak memiliki pesantren. Secara
struktural kedudukan ini sama dengan kedudukan bangsawan feodal dimana menreka
dianggap memiliki sesuatu yang tidak bisa dimiliki oleh orang lain yang berada di sekitarnya.
Maka dengan sikap seperti ini hampir setiap kiyai atau ulama yang ternama beredar atau
lagenda tentang keampuhan secara umum bersifat magis.
Sedangkan Ulama secara tradisonal dan konvensional, dipandang sebagai orang yang
memiliki penguasaan mendalam atas ilmu-ilmu agama dan spesialisasi (keahlian khusus
dalam ilmu-ilmu tertentu) dalam kehidupan keagamaan.29 Bahkan dikatakan juga dalam
hadits ulama adalah pewaris para Nabi “Al-‘Ulama Waratsat Al-Anbiya”, namun yang
menjadi masalah bagi kita sekarang adalah, siapakah ulama itu? Sebagai jawaban yang
mendekati pertanyaan tersebut sebagaimana dalam firman allah SWT, dalam surah Fathir
ayat 28
29
Azyumardi Azra. Reposisi Hubungan Agama Dan Negara Menuju Kerukunan Antar Umat. (Jakarta: PT Buku
Kompas, 2002), h.74.
"$%&' ! 45
‫ ا‬01
23 ☺./ , (%⌧*⌧+
?@ A: ‫>= ا‬/ , ; <2.☺7: 789:
DEG ?B&<C⌧?
Yang artinya “
“Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa,dan
hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.(QS Al-Faathir ayat 28.”30
Dalam ayat ini identitas yang paling sakral dan esensial. Ulama tidak dipandang dari bebrapa
atribut yang dikenakan misalnya; seberapa bagus pakaian yang dikenakannya, seberapa
banyak asasoris yang dikenakan dalam pakaiannya, tapi seorang ulama adalah yang hatinya
dipenuhi oleh rasa takut, cinta, dan malu kepada Allah SWT. Perasaan ini merupakan
gumpalan “Magma” yang terpendam yang sewaktu-waktu bisa mencuat kepermukaan,
menggelegar dan meletus atau keluar dari mulutnya berupa inovasi untuk melakukan
“Amarma’ruf dan Nahyil Munkar”, pikirannya dipenuhi konsep-konsep untuk kemajuan
umat, langkah dalam kehidupannya berisi motivasi-motivasi yang membuat maslahat,
selamat, nikmat bagi umat dari dunia hingga akhirat.
C. Perilaku Sosial Keagamaan
Dalam kamus Bahasa Indonesia perilaku dapat diartikan dengan “tingkah laku” sehingga
kemudian tingkah laku juga bisa diartikan suatu perbuatan atau aktivitas. Diantara ahli
sosiologi ada yang mengartikan bahwa tingkah laku adalah, respon yang berupa reaksi,
tanggapan, jawaban, atau balasan yang dilakukan oleh manusia.31
Dengan mencoba melihat penyebab timbulnya perilaku yang dilakukan oleh kemauan sendiri.
Teori ini didasarkan atas asumsi-sumsi sebagai berikut; Pertama, bahwa “manusia pada
umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal”. Kedu, “manusia akan
30
Al-Quran (Q.S,35;28) hal 437
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya, edisi ke 2 ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2005),
h.10.
31
mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan terakhir” Ketiga, “secara implisit maupun
ekspelisit” manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka.32
Dari ketiga tindakan di atas, mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu
proses pengambilan keputusan yang teliti, beralasan dan terbatas hanya pada tiga hal juga
yaitu: perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum, tetapi oleh sikap yang spesifik
terhadp sesuatu. Perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap tertentu, tetapi juga oleh normanorma subjektif yaitu: keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita
perbuat, sikap terhadap suatu perilaku bersama dengan norma-norma subjektif membentuk
suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.
Weber mangklasifikasikan tentang perilaku sosial ini terhadap empat tipe: Pertama,
“kelakuan yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya suatu tujuan” (zweck). Kedua,
“kelakuan yang berorientasi kepada suatu nilai (wert) nilai keindahan (estesis), nilai
kemerdekaan (politik), nilai persaudaraan (keagamaan), kesetiaan pribadi, atau hal apapun
yang mereka anggap penting”. Tipe kelakuan ini bersifat rasional sebab pelaku mau
menanggung segala resiko yang berkaitan dengan kelakuannya. Ketiga,“ kelakuan yang
menerima orientasinya dari perasaan atau emosi seseorang, dan oleh karena itu disebut
kelakuan efektif atau emosional”. Keempat,“kelakuan yang menerima arahnya dari tradisi,
sehingga disebut kelakuan teradisional.”33
Selanjutnya dalam perspektif sosiologis, agama dipandang sebagai “sistem kepercayaan”
yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu, berkaitan dengan pengalaman manusia, baik
sebagai individu atau kelompok sehingga setiap perilaku yang diperankannya akan terkait
dengan sistem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya. Perilaku individu dan sosial
digerakan oleh kekuatan dari dalam berdasarkan nilai-nilai ajaran agama yang
menginternalisasi sebelumnya.
32
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya, h. 11
KJ, Veeger. Realitas Sosial Refleksifilsafat Sosial Atas Hubungan Individu-Masyarakat Dalam Cakrawala
Sejarah Sosiologi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1993), h. 172-174.
33
Perilaku manusia yang terbentuk oleh norma-norma masyarakat, tidak berarti sebagai potensi
dirinya secara kultural dinafikan begitu saja, justru “potensi kultural individu itu
diadaptasikan dan diintegrasikan secara sosialistik sehingga menjadi sistem sosial yang
muatan simboliknya diterima dan menjadi ciri khas masyarakat tertentu.”34 Compton dan
Galaway yang mengetengahkan pendapat Lippt dan Westley, dalam Social Work And
Process 1979;109 berpendapat bahwa:
“Dinamika perilaku masyarakat yang membentuk kebudayaan yang khas yang saling
menentukan adalah; karena kebutuhan yang sama akan tujuan yang hendak dicapai
yang dikokohkan oleh hubungan fungsional, dan pilihan sosial yang teruji, serta
generalisasi kepentingan yang lebih teranspormatif, dan stabil untuk dijadikan normanorma kehidupan dalam masyarakat.”35
Dalam hal tersebut diatas penulis akan menyajikan bagaimana eksistensi kelompok kecil
(minoritas) dan bisa dikatakan baru yang berada ditengah-tengah kelompok besar
(mayoritas), Kinloch yang dikutif oleh Yusron Rajak mengatakan faktor yang mempengaruhi
kelompok minoritas dapat dikaji dengan menggunakan beberapa dimensi berlainan.“Dimensi
sejarah, dimensi demografi, dimesi sikap, dimensi institusi, dimensi gerakan sosial.”36
Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya pada hubungan individu dengan
lingkungannya, lingkungan itu terdiri dari bermacam-macam objek sosial dan bermacammacam objek non sosial. Paradigma ini mempelajari bagaimana tingkah laku individu yang
berlangsung dalam hubungan dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat
atau perubahan dalam faktor lingkungan, sehingga menimbulkan perubahan dalam tingkahlaku individu. Intinya mempelajari “hubungan fungsional antara tingkah laku dengan
perubahan yang terjadi dalam lingkungan aktor.”37
34
Bani Ahmad Saebani. Sosiologi Agama, Kajian Tentang Perilaku Institusional Dalam Beragama Anggota
PERSIS Dan Nanhdatul Ulama. cet Pertama, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2007), h. 1.
35
Bani Ahmad Saebani. Sosiologi Agama, hal. 2
36
Yusron Rajak (editor), Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, cet
Pertama (Jakarta:PT Laboratorium Sosiologi Agama, 2008),h.35.
37
Yusron Rajak, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam,h. 35
Paradigma perilaku sosial berbeda dengan paradigma definisi sosial, dimana definisi sosial
memusatkan perhatian pada proses interaksi, dimana aktor adalah dinamis dan mempunyai
kekuatan kreatif di dalam proses interaksi, sehingga aktor tidak hanya sekedar penanggap
pasif terhadap stimulus, tetapi menginterpretasikan stimulus yang diterimanya itu. Sementara
dalam paradigma prilaku sosial, individu kurang sekali menerima kebebasan, tanggapan yang
diberikannya ditentukan oleh sifat dasar stimulus yang datang dari luar dirinya. Dari
penjelasan diatas dapat dipahami jika perilaku sosial keagamaan bisa diartikan sebagai
tindakan-tindakan yang berkaitan dengan nilai-nilai ajaran dan tuntunan ajaran Islam atau
yang menjadi kaputusan institusi.
Kemudian manusia dalam pertumbuhannya sering terpengaruh oleh lingkungan dimana
mereka hidup dan dibesarkan. Manusia juga tidak bisa hidup sendiri, tentunya selalu
membutuhkan orang lain dalam kehidupannya, oleh sebab itu manusia sering disebut sebagai
mahkluk sosial, selain itu manusia sebagai mahkluk sempurna karena sejak lehir telah
diberikan fitrah oleh Tuhan (Allah SWT) yaitu; perasaan keagamaan yang kemudian bisa
disebut jika manusia itu mahkluk beragama, namun dengan demikian perilaku keagamaan
tersebut tidak bisa terlepas dari pengaruh masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Perilaku sosial keagamaan mengandung arti bahwa perilaku atau tindakan manusia yang
bersifat keagamaan yang dalam hal ini tidak bisa terlepas dari tiga fungsi yaitu: Cipta, Rasa,
dan Karsa. Cipata (resion) yang merupakan fungsi intelektual manusia, sehingga melalui
cipta tersebut seseorang dapat menilai dan membandingkan bahkan dapat memutuskan suatu
tindakan terhadap stimultan tertentu yang muncul. Sedangkan rasa yang merupakan suatu
tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan dalam membentuk motivasi atau dorongan
dalam corak tingkah laku seseorang, dan karsa adalah yang menimbulkan amalan-amalan
atau peraktek-peraktek keagamaan yang benar dan logis.
D. Otoritas dan Kepemimpinan
Sebelum membahas permasalahan yang selanjutnya penulis akan gambarkan terlebih dahulu
tentang karismatik. “Karisma” istilah berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “ Pemberian”
dan semula dikenal sebagai “pemberian dari Tuhan” atau suatu “Ilham” dari Tuhan yang
memanggil untuk memberikan pelayanan kekaryaan atau kepemimpinan. Sebagaimana yang
digambarkan oleh Marx Weber;
“Marx Weber mendefinisikan karisma sebagai suatu sifat tertentu dari suatu
kepribadian seorang individu berdasarkan dimana orang itu dianggap luar biasa, dan
diperlakukan sebagai seorang yang mempunyai sifat-sifat gaib sifat unggul atau paling
sedikit dengan kekuatan-kekuatan yang khas dan luar biasa.”38
Oleh karena itu otoritas karisma itu dipusatkan kepada sifat-sifat luar biasa dari seseorang
pribadi khusus, maka akan muncul suatu permasalah yang sulit mencari penggantinya
bilamana pribadi orang yang mempunyai karisma tersebut meninggal dunia, karisma juga
bisa saja dianggap sebagai suatu sifat yang diwariskan secara turun temurun walau tidak
melalui suatu ikrar atau penyerahan secara kahusus, namun akan terjadi perubahan tertentu
oleh karenanya sifat itu dimiliki oleh anggota keluarga yang paling dekat dengan sipemilik
karisma tersebut, seperti anak atau anggota keluarga lainnya.
Kekuasaan atau otoritas tidak bersifat tetap karena melekat pada posisi bukan pada pribadi.
Jadi orang bisa saja berkuasa atau mempunyai otoritas dalam latar belakang tertentu dan tidak
mempunyai kekuasaan atau otoritas tertentu dalam latar belakang yang lain, maka dari itu
kiranya sangat jelas dalam masyarakat ada banyak kelompok atau perkumpulan dimana
dalam kelompok yang satu seseorang bisa menjadi bawahan, namun dalam kelompok lain dia
penguasa atau atasan.
Dahrendorf berpendapat “Otoritas dalam suatu perkumpulan bersifat dialektik.39” kerena
dalam suatu kelompok akan ada dua kelompok yang selalu bertentangan, yaitu: pertama
kelompok yang dikuasai atau bawahan, dan yang kedua kelompok yang mengusai atau
atasan. Dengan demikian seolah sangat mungkin rasanya kalau dalam suatu kelompok ada
38
Anthony Gidden.penerjemah Soeheba Kramadibrata. Kapitalisme dan Teori Social Modern, Suatu Analisis
Karya Tulis Mark, Durkheim dan Max Weber.( Jakarta: Universitas Indonesia UI-PRESS, 1986),h. 197.
39
Bernard Raho, SVD.Teori Sosiologi Modern, (Jakarta ,Prestasi Pustaka Publisher, 2007),h.79
individu yang memegang dua peran yang pertama dia seorang atasan, namun dalam saat-saat
tertentu dia akan menjadi bawahan.
Max weber mengambil istilah karisma, dari perbendaharaan kata pada permulaan
pengembangan agama Kristen guna menunjuk satu dari tiga jenis kekuasaan (authority) yang
kini merupakan klasifikasi klasiknya mengenai kekuasaan atas dasar tuntunan keabsahannya.
Ia membedakan antara:
Pertama, ”Kekuasaan Tradisional” yang tuntunan keabsahanya didasarkan atas suatu
kepercayaan yang telah ada (established) pada kesucian yang amat kuno,
Kedua, “Kekuasaan Rasional” atau berdasarkan hukum (law) legal yang didasarkan atas
kepercayaan terhadap legalitas peraturan-pelaturan dan hak bagi mereka, yang memegang
kedudukan. Yang berkuasa berasarkan peraturan-peraturan untuk mengeluarkan perintahperintah,
Ketiga,“kekuasaan karismatik” atau peribadi, yang didapatkan dari pengabdian diri terhadap
kesucian, kepahlawanan tertentu, atau sifat yang patut dicontoh dari seseorang, dan dari corak
tata-tertib yang diperlihatkan olehnya.40
Dari tiga kekuasaan tersebut akan muncul bentuk otoritas yaitu: “Otoritas Tradisional,
Otoritas Legal Rasional, dan Otoritas Karismatis. Pertama, merupakan penggunaan
kekuasaan yang sah karena dijalankan sesuai dengan tradisi, Kedua, merupakan penggunaan
kekuasaan yang abasah karena dijalankan sesuai dengan hukum atau peraturan yang tertulis.
Ketiga, merupakan anthitesis dari kedua otoritas diatas dan semata-mata didasari oleh
karisma peribadi.
Sedangkan yang dimaksud dengan otoritas (kekusaan) yang didefinisikan oleh para sosiolog
adalah sebagai kekuasaan yang sah, walau pada umumnya otoritas adalah penggunaan
kekuasan yang sesuai dengan keteraturan prinsip-prinsip atau pedoman-pedoman yang
40
Sartono Kartodirdjo, Kepemimpinan Dalam Dimensi Sosial, (Jakarta: LP3ES, Anggota IKAPI), h. 166.
menjadi petunjuk bagi manusia pada umumnya untuk hidup bermasyarakat (normatif).41
Sehingga kalau demikian pengertian otoritas tersebut sangat erat kaitannya dengan masalah
kepemimpinan.
Masalah kepemimpinan (leadership) adalah merupakan suatu kemampuan untuk
mempengaruhi pengikut dalam suatu komunitas di masyarakat yang menyangkut penggunaan
kekuasaan dan dapat diterima, atau adanya pengakuan pemimpin oleh para pengikut.
kemampuan mempengaruhi bertautan dengan pemuasan kebutuhan para pengikut. Prof. Drs.
Onong Uchjayana mengatakan dalam bukunya yang berjudul “Human Relations dan Public
Relations” dalam manajemen. Kepemimpinan adalah ”suatu proses dimana seseorang
memimpin (direct), membimbing (guids), mempengaruhi (influences) dan mengontrol
(controls) pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.”42 K, Permadi memberikan
pengertian kepemimpinan itu adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain atau seni untuk
mempengaruhi perilaku manusia, baik perorangan maopun kelompok.
Sehingga jika demikian dapat dikatakan jika kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturanaturan atau tatakrama birokrasi, kepemimpinan tidak harus diikat dan terjadi dalam organisasi
tertentu. Meleinkan kepemimpinan bisa terjadi dimana saja dengan syarat, seseorang bisa
menunjukan kemampuannya dalam membawa dan mempengaruhi orang lain yang menjadi
pengikutnya kearah tercapainya suatu tujuan tertentu. Tipe-pipe kepemimpinen yang seperti
ini dijadikan patokan oleh Kihadjar Dewantoro adalah:
”Tipe pemimpin yang berbeda-beda (Pemimpin Tradisional, Karismatik, dan
Rasional) kepada setiap pemimpin dari tipe manapun, tetap diberlakukan patokan
kepemimpinan. ing ngarso sung tuladha (di muka menjadi suritauladan) ing madya
mbangun karsa (di tengah memberikan semangat) tut wuri handayani (di belakang
memberi pengaruh baik).”43
41
David Berry. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, h.203.
Onong Uchjayana, Humanrelation Dan Public Relation Dalam Manajemen, cet ke 7 (Bandung: CV Mandar
Maju 1989), hal. 195.
43
D. Hendro Puspito OC. Sosiologi Sistematik. (Yogyakarta: PT Kanisius Anggota IKAPI. Cet Pertama. 1989),
h. 327.
42
Dari bebrapa definisi diatas secara umum kepemimpinan bisa didefinisikan sebagai seni atau
proses kegiatan seseorang dalam memimpin, membimbing, mempengaruhi atau mengontrol
anggotanya, baik pikiran atau keinginan untuk bekerja, dalam rangka mencapai suatu tujuan
yang diinginkan bersama dalam suatu organisasi atau kelompok-kalompok lain yang berada
di masyarakat.
Sementara dalam fungsi kepemimpinannya adalah memandu, menuntun, membimbing,
membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja mengemudikan atau
menjalankan roda organisasi, membangun jaringan komunikasi yang baik memberi
pengawasan (supervisi) yang efersien dan membawa pengikutnya (jama’ah) kepada sasaran
yang ingin digapainya sesuai dengan waktu perencanaan yang biyasanya tertulis dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumahtangga (AD/ART) organisasi.
Dalam pembahasan otoritas dan kepemimpinan, penulis akan memberikan pendekatan
melalui dua pendekatan yaitu pendekatan sosiologis dan pendekatan Islam sebagai berikut:
1. Pendekatan Sosiologis
Seorang pemimpin harus mempunyai kesadaran-kesadaran kemasyarakatan atau “sosial
basis” yang mencakup susunan masyarakat serta “cultural focus” masyarakat yang
bersangkutan. Kehadiran pribadi-pribadi pemimpin yang membawa pengaruh besar terhadap
warga masyarakat untuk menjauhkan diri dari penyimpangan yang merugikan kehidupan
bersama. Hendro Puspito mengatakan bahwa kehadiran para pemimpin yang berwibawa dan
berpengaruh dalam kelompok tersentu mempunyai dua arti lebih tinggi.
3. “Seorang pemimpin mempunyai kelebihan dalam pengetahuan tentang norma-norma
moral dan pola-pola kelakuan yang disepakati dan diterima oleh masyarakat. Termasuk
peraturan-peraturan tertulis dan tidak tertulis.
4. Seorang pemimpin dipandang sebagai suri tauladan bagi bawahan, khususnya dalam
kesetiaan pada kaidah-kaidah sosial umumnya dan peraturan-peraturan Negara
kahususnya.”44
Pemimpin merupakan figur sentral dalam kelompok sosial atau masyarakat, sesuai dengan
posisi yang ditempatinya dia memegang peran penting dalam mengatur kelangsungan hidup
kelompok, seperti membina hubungan antar peribadi, menciptakan suasana yang harmonis,
mengatasi ketegangan dan konflik. Istilah pemimpin mempunyai berbagai macam pengertian
misalnya:
Pertama, pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khusus
dalam suatu bidang, sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas tertentu demi pencapaian tujuan. Kedua, sebabai mana yang dikatakan
oleh Hendry Pratt Fairchild, pemimpin adalah seseorang yang memimpin dengan jalan
memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, manunjukan, mengorganisasi, dan
mengontrol usaha orang lain atau melalui “Prstise”, kekuasaan atau posisi. Ketiga, John Gage
Alle mengatakan bahwa pemimpim adalah pemandu, penunjuk, penuntun dan komando, dan
Keempat, pemimpin adalah kepala “Aktual” dari organisasi kota, dusun, atau ‘sub-sub devisi’
lainnya.45
Deliar Noer menggatakan: berbagai organisasi baik sosial, pendidikan, atau politik telah kita
lihat berbagai sifat tiap organisasi itu, dimana kecenderungan yang mereka tekankan dalam
pemikiran masing-masing adalah; “Sifat kecenderungan organisasi ini dibentuk oleh
pimpinan organisasi serta lingkungan dimana organisasi itu bergerak.”46 Maka dari itu dalam
kehidupan berkelompok (organisasi) diperlukan adanya keterkaitan antara tiga unsur
kemampuan sebagai pemimpin yaitu:
44
D. Hendro Puspito OC. Sosiologi Sistematik, h. 327.
Yusron Rajak, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, h. 155.
46
Deliar Noer. Derakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. cet Ketujuh ( Jakarta: PT Pustaka LP3ES
Indonesia Anggota IKAPI 1994), h. 319.
45
a. Kemampuan untuk memahami, bahwa manusia itu berbeda antara yang satu dengan yang
lain, sehingga dalam situasi yang berbeda mempunyai kekuatan motivasi yang berbeda pula,
b. Mempunyai kemampuan untuk menghidupkan motivasi pengikutnya (Jama’ah) agar
menggunakan kapasitas mereka sebagai anggota secara penuh dalam suatu pekerjan dan
c. Kemampuan menerapkan perilaku dalam iklim kerja yang serasi, artinya sebagai seorang
pimpinan harus bisa melayani, memberi contoh mengayomi, bahkan menempatkan mereka
sesuai kapasitas atau keahliannya. Dari ketiga poin tersebut diatas menekankan jika seorang
pemimpin itu baik dalam pemerintahan atau dalam oegranisasi-organisasi lain harus bisa
diterima oleh semua anggota.
2. Pendekatan Islam
Perilaku sosial keagamaan secara universal dalam kehidupan kamunitas muslim harus diikat
dengan komando yang tegas sehingga perilaku Umat Islam tidak menyimpang dari tujuan.
Dalam hal ini Umat Islam perlu seorang pemimpin atau “Kekhalifahan” yang jelas disebut
dengan konsep “Imamah” dan “Imaroh” yang maksudnya bersatu di bawah satu komando
Imam/Amir sebagai pimpinan Jam’iyah, yang berfungsi menyatukan kehendak dan
memperkuat keyakinan terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan keagamaan dengan
mempertimbangkan keputusan-keputusan dalam organisasi.47
Suatu organisasi atau institusi yang mewadahi para Ulama merupakan bagian dari tertibnya
kepemimpinan dalam Islam yang konsepnya dapat dikatakan dengan Khilafah, Imamah, dan
Imarah. Isa Asahari memaknai konsep Imamah dan Imarah kedalam empat hal, yaitu:
1. Terbentuknya susunan umat yang rela menjadi makmum, yakni penganut setia
kepemimpinan di tubuh organisasi Islam.
47
Bani ahmad saebani. Sosiologi Agama, Kajian Tentang Prilaku Institusional Dalam Beragama Anggota
PERSIS Dan Nanhdatul Ulama. cet Pertama, ( Bandung: PT Rafika Aditama, 2007), h. 75.
2. Kecakapan memilih, mencari pemimpin dan ulama sebagai tempat menumpahkan
kepercayaan dan perjuangan organisasi.
3. Kemampuan dari pemimpin untuk memberikan bimbingan terhadap umat Islam.
4. Kerelaan dan kesediaan, serta kepatuhan dan ketaatan umat yang menjadi pengikut dalam
melaksanakan perintah dan instruksi dari imam atau pimpinan, yang termanifestasikan dalam
tujuan organisasi keagamaan, demi terbentuknya kesatuan perilaku pada komunitas muslim
dan loyalitas yang tinggi terhadap perinsip-perinsip kepemimpinan yang bergantung kepada
kekuatan perinsip, loyalitas dan komitmen kehalifahan umat Islam sendiri.48
Kepemimpinan yang harus ditaati adalah: pemimpin yang menjadi tauladan uamt, yakni
memahami seruan al-Quran dan Hadits, “berahklak mulia serta memiliki wawasan yang
mencerahkan.”49 bahkan selain itu juga, bagi pemimpin dalam tradisi komunitas, dan
organisasi. Masih terdapat kecenderungan di antara warga pada umumnya ada dua paktor
kepemimpinan diatas.
PERSIS yang merupakan suatu ormas yang memperkaya kehidupan religi jama’ahnya, yang
pengalaman Syariah Islam mengacu pada tuntuan al-Quran dan as-Sunnah, maka setelah
melakukan pemahaman secara mendalam terhadap makna-makna yang dimaksud dari teksteks bahkan konteknya. Sehingga pemahaman tersebut sesuai dengan ajaran Islam yang baik
dan benar maka umat Islam memerlukan seorang figur yang memahaminya misalnya, Ulama,
Kiyai, dan Ustadz yang ketiganya telah dijelaskan di atas.
48
49
Bani ahmad saebani. Sosiologi Agama, h. 76
Bani ahmad saebani. Sosiologi Agama,h. 85
BAB III
PROFIL PESANTREN PERSATUAN ISLAM (PPI 7)
A. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya
Sebelum Pesantren Persatuan Islam No 7 (PPI 7) didirikan, masyarakat setempat masih
banyak yang mempraktekan tradisi semacam,takhayul, khurafat, bid'ah. tradisi tersebut
mereka anggap merupaka warisan "leluhur" Misalnya: banyak orang sekitar yang ketika itu
mereka hendak membangun sebuah bangunan, baik untuk individu seperti rumah, atau
bangunan untuk umum seperti masjid, sekolah, dan lain sebagainya. Mereka harus menanam
kepala kerbau atau kambing, yang mereka anggap sebagai tebusan agar penguasa wilayah
“Ghaib” berkenan untuk merelakan daerah kekuasaannya dihuni oleh manusia.
Bahkan masih banyak orang yang percaya kepada “Berkah” (biasanya terkait dengan
“Karomah50”) orang-orang shaleh yang sudah meninggal, sehingga di antara mereka banyak
yang memohon bantuan kepada orang yang mati tersebut seperti: mereka datang ke kuburan
wali dan ulama. Mereka juga percaya kepada rahasia Kekuatan benda tertentu misalnya:
kepada Keris, Batu Alik (Cincin), atau sebuah tulisan yang dianggap mempunyai kekuatan
(Isim), serta sisa-sia “Animisme” dan “Dinamisme” lainnya. Selain itu masyarakat masih
melakukan cara-cara atau tradisi-tradisi lain misalnya; perayaan “Tahlilan” yang biasa
dilaksanakan dalam upacara kematian, yang sebagian besar disebabkan oleh ketidaktahuan
(Awam) masyarakat terhadap nilai-nilai Islam yang sebenarnya, yang hal itu sebagian
merupakan sisa-sisa tradisi Agama Hindu Budha.
Keterangan penulis tersebut diperkuat dengan pendapat salah seorang guru Bapak
Ustadz Habib dan Bapak Karman warga masyata pada saat penulis wawancarai, mereka
memberikan keterangan bahawa “tempat tersebut adalah merupakan tempat “Beling”51
(Bandel), hampa dari ajaran agama (Patrah) atau dengan kata lain tempat tersebut
50
Lihhat Buku Dr. Endang Turmudi.Perselingkuhan Kiai Dan Kekuasaan. ( Yogyakarta: PT Lkis
Pelangi Aksara 2003), h. 104.
51 Ustadz Habib , Wawancara pribadi, Tasikmalaya.l 24 Maret 2009.
(Cempakawarna) merupakan tempat kemaksiatan seperti: sarang peredaran narkoba,
pelacuran, sabung ayam, dan tempat perjudian.
Hal-hal tersebut di atas tentunya tidak dapat dibiarkan begitu saja, maka salah satu
upaya untuk mengembalikan masyarakat kejalan yang benar adalah dengan berupaya
mendirikan sebuah lembaga pendidikan keagamaan seperti sekolah dan bahkan pesantren. Ini
merupakan salah satu bentuk usaha untuk mengurangi kepatrahan masyarakat dari kegiatan
penyimpangan-penyimpangan yang mereka lakukan tersebut.
PERSIS waktu itu sebelum mendirikan lembaga pendidikan seperti sekarang ini,
memulainya dengan berupaya mengadakan pengajian-pengajian yang diadakan di Masjid
Istiqomah, yang kemudian menjadi cikal bakal (embrio) berdirinya Pesantren Persatuan Islam
Nomor 7 (PPI 7) Cempakawarna, Cihideng, kota Tasikmalaya. Sebuah perjalanan yang
sangat panjang yang terus dijalankan oleh tokoh-tokoh PERSIS saat itu, yang tanpa putus asa
untuk melakuan pembaharuan (tajdid) dalam Islam dengan semboyan mengembalikan umat
Islam kepada al-Quran dan Sunnah, melaui dakwah-dakwah yang tegas, lugas, dan keras.
Para tokoh PERSIS sebelumnya mereka senang mengadakan perdebatan dengan organisasiorganisasi keagamaan lain atau golongan yang menentangnya.
Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) ini awalnya hanya tempat belajar rutin di sebuah
Masjid yang bernama Masjid Istiqomah yang bertempat dekat Pasar Baru, yang sekarang
menjadi “Karlis” yang berada di Desa Argasari. Masjid tersebut merupaka ”Wakaf” dari
seorang dermawan yang waktu itu masih menjadi simpatisan PERSIS yaitu Bapak H. Toha.
PERSIS tempat tersebut melaksanakan kegiatan-kegiatan pengajian yang diikuti oleh para
anggota dan simpatisan, juga anak-anak mereka diadakan kegiatan belajar-mengajar tingkat
Diniyyah yang khusus mempelajari ajaran agama, dan tingkat Tsanawiyyah (setimgkat SLTP)
dan Tajhiziyyah (setingkat SLTA) pada tingkat tersebut selain mempelajari ilmu-ilmu agama
juga ditambah dengan ilmu-ilmu umum.
Setelah berjalan lama anggota atau simpatisan bahkan masyarakat sekitar semakin
bertambah banyak yang mengikuti kegiatan pesantren, sehingga tempat tersebut hampir tidak
mampu untuk menampung mereka, maka dari itu diperlukan pengembangan sarana dan
prasarana, namun di tempat tersebut tidak memungkinkan untuk memperluas lahan karena
berada di wilayah pemukiman padat penduduk, kemudian untuk tempat belajar-mengajar
dipindahkan ke JLn Cempakawarna No 86 Desa Cilembang. Adapun kecamatannya sama
yaitu Cihideung.
Kemudian di tempat yang baru ini, PERSIS mulai berkembang dengan didirikannya
bangunan sekolah Tsanawiyyah dan juga Tazhijiyyah. Sebelum berdiri tingkat Tsanawiyah
dan Tajhiziyyah pada tahun 1971 di Masjid Istiqomah, dan Madrasah PERSIS telah berjalan
cukup lama dengan beberapa kali pergantian kepemimpinan yang di antaranya Ustaz Abun
dari Babakan Payung Cihideung yang sekarang dia berada di daerah Parakan Nyangsang
Indihiyang.
Memang menurut beberapa keterangan yang penulis dapatkan pada waktu itu
pendidikan ini belum menjadi Pesantren Persatuan Islam No 7 dulu namanya masih jama’ah
Persatuan Islam saja, adapun berdirinya Pesantren Persatuan Islam (PERSIS No 7) di
Cihideung adalah diakibatkan situasi politik pada saat itu dimana PERSIS sangat kental
dengan konsep imamah dan imarah sehingga segala keputusan ditentukan oleh pimpinan
pusat termasuk dalam politik peaktis (partai politik).
Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) yang berada di Cisalak yang sekarang berada di
Benda yang sudah mempinyai nomor yaitu nomor 7 mereka tidak mengukuti keputusan
pimpinan pusat yang harus memilih partai politik tersentu saat itu, sehingga PERSIS yang
berada di Benda mengundurkan diri dari PERSIS, maka No 7 ini yang bermula menjadi No
Persatuan Islam Benda yang berada di wilayah kabupaten Tasikmalaya sekarang dipindah
kekota yang sekarang bertempat di Cempakawarna.
Setelah beberapa lama PERSIS Benda kembali didirikan dan mendapat pengakuan dari
Pimpinan Pusat (PP) PERSIS maka nomornya berubah menjadi No 67 sampai sekarang.
penjelasan ini disampaikan untuk menghilangkan kesimpangsiuran sejarah tentang No 7
Pesantren PERSIS di Cempakawarna saat ini.52
Para Pendiri Pesanteren PERSIS No 7 di Kota:
1. Ust. H. Muhammad Soleh. (Ust. Hamsha) (alm)
2. Ust. Hasan Wardi (alm)
3. Ust. Maksum (alm)
4. Ust. Isma’il (alm)
5. Ust. Mamat Rahmat (alm)
6. Ust. Ruslan (alm)
7. Ust. H. M. Abdurahman KS
8. Ust. H. Ojo Tobi’i.
Pada waktu itu nama-nama tersebut semuanya menjabat sebagai staf Pimpinan Cabang
(PC) PERSIS Tasikmalaya. Sedangkan Guru-guru pemula di jenjang pendidikan
Tsanawiyyah dan Tajhijiyyah pada saat itu
1. Ust. Drs. H. Maman Abdurahman, yang ditugaskan Pimpinsn Pusat (PP) Persatuan
Islam (PERSIS)
2. Ust. Isma’il (alm)
3. Ust. H. Maman Abdulrahman Ks
4. Ust. Maman Suganda
5. Drs. Maman Suherman yang sekarang berada di Serang Banten.
Sementara guru-guru untuk jenjang Diniyyah
1. Ust. Nanang Iskandar
52
Wawancara peribadi dengan pimpinan pesantren (K.H Maman Aburahman Ks)
2. Ustadzah Endah
3. Ustadzah Oyoh, (alm) dan
4. Santri-santeri dewasa yang tinggal (Mukim) di Asrama.
B. Perkembangan Pendidikan di Pesantren Persatuan Islam No 7
Setelah kurang lebih empat tahun tempat belajar-mengajar di Masjid Istiqomah, di
mana pada waktu itu Masjid tersebut masih sangat sederhana yang hanya berlantaikan papan,
kemudian Masjid Istiqomah bisa permanen seperti sekarang di bangun pada tahun 1980an.
Namun sudah banyak siswa-siswi yang sudah lulus Tsanawiyyh dan Tajhijiah pada saat itu.
Mereka hanya bisa melanjutkan pendidikannya di Pesanteren Persatuan Islam (PERSIS)
pusat No 1 di Bandung karena mereka hanya mempunyai Ijajah khusus persatuan.
Pendidikan Persatuan yang tadinya berada di Masjid Istqomah, selama empat tahun
kemudian yang tepatnya pada tahun 1975 berpindah ke Jalan Cempakawarna 86 menempati
sebidang tanah Wakaf seluas 40 bata yang di areal tersebut terdapat sebuah bangunan bekas
Gudang
Pabrik Tenun, kemudian tempat tersebut dibangun menjadi Madrasah tempat
belajar-mengajar, yang sekarang bangunan tersebut digunakan sebagai Asrama Putri. Tanah
tersebut sebagian wakaf dari anggota Persatuan yaitu: Bapak H. Omo Padmadinata (alm) dan
sebahagian lagi merupakan Wakaf dari anggota lain dan simpatisan PERSIS.
Sejak tahun 1985 Pesantren ini berkembang sedikit demi sedikit sehingga bertambah
luas dengan adanya tanah Wakaf baru seluas 125 bata yang kini menjadi Pesantren persatuan
Islam Nomor 07 (PPI 7) yang berada di Jln Cempaka No 75. Tanah Wakaf itu sebagian besar
dari Bapak H. Idim Dimyati beserta Ibu Hajah, dan sebagian lagi berasal dari swadaya warga
Persatuan Islam khususnya anggota yang berada di Cabang PERSIS Tasikmalaya. Yang
pertama di bangun adalah bangunan yang sebelah selatan, kemudian sekarang dijadikan
bangunan Ibtidaiyyah dan Tsanawiyyah serta sebuah bangunan Masjid, dan yang terakhir
pada tahun 1990 selesai membangun Asrama Putri di tanah Wakaf yang lama, serta tahun
1993 selesai membangun sebelah Barat yang kini digunakan oleh jenjang Mu’allimin.
Jenjang pendidikan; Pertama pada tahun 1971 bebrdiri bangunan Diniyyah, Tajhiziyyah
dan Tsanawiyyah, kedua tahun 1990 mendirikan jenjang Diniyyah Wustho, ketiga Tahun
1993, mendirikan jenjang Ibtidaiyyah, kemudian pada tahun 1997 pendidikan Diniayyah
Wustho dan Tajhiziyyah diganti menjadi Muallimin. Sehingga sampai saat ini ada dari mulai
Diniyyah, Ibtidaiyyah, Tsanawiyah, dan Muallimin.
Dengan perjuangan semua elmen yang terkait dan karena kondisi yang dianggap
memungkinkan untuk bergabung dengan pendidikan-pendidikan pada umumnya, maka sejak
tahun 1994 Pesantren PERSIS No 7 Cempakawarna menggabungkan diri ke DEPAG, dan
sampai saat ini jenjang Ibtidaiyyah dan Muallimin setatusnya sudah diakui atau terakreditasi.
Sedangkan untuk jenjang Tsanawiyyah setatusnya sudah disamakan atau masih persamaan.
C. Perkembangan Kepemimpinan.
Perkembangan kepemimpinan yang terjadi dari muali berdiri Pesantren Persatuan Islam
No 7 (PPI 7) ketika masih berada di masjid istikomah sampai mempunyai bangunan seperti
sekarang ini melalui beberapa kali pergantian kepemumpinan. Pertama. Dari tahun 19711975 pejabat pimpinan atau Mudzir dipegang oleh Ustadz. Drs. H. Maman Abdurahman,
Kedua. Dari tahun 1975-1998 kepemimpinan terus berganti oleh Ustadz Dadan Hamdan
Kautsar, Pak Idik Tasdik, Ustadz Abdul Halim, Ustadz Heri Ahmadi Ba, dan terakhir dari
mulai Bulan Juli Tahun 1998-sekarang, dipimpin oleh seorang Mudirul’Am oleh
KH.Maman Abdurahman Ks53 (Ustadz Aman) sesuai dengan peraturan pendidikan pusat
persatuan Islam.
53
Nama lengkap : H. Maman Abdurahman Kosasih Suba’i (Ustasz Maman Abdurahman Ks) Tanggal
Lahir: Tasikmalaya 21-12-1941.Nomor induk anggota (NIAT): 0754. Riwayat pendidikan:
Formal: Sekolah Rakyat (SR) selama enam tahun yang selesai 1955 di Bojong Tasikmalaya, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) 1956-1959, melanjutkan ke Pesantren Salaf tahun 1961di Cihaji Ciberem dan Bojong
Tasikmalaya. Kemudian setelah itu dia juga mengikuti kegiatan-kegiatan lain seperti: Kursus Tata Buku, Kursus
Tik, dan Kursus Keorganisasian.
Para Mudzir sekarang: Ustadz Nana Juhana sebagai Mudzir Diniyyah’ Ustadz Mastur,
Ustadz Nanang Herdiana, sebagai Mudzir Ibtidaiyyah, sekaligus masing-masing merangkap
administrasi Negeri dan Pesantren, Ustadz Drs. Aep Saepuddin dan Ustad Maman Suganda
sebagai Mudzir Tsanawiyah, mereka juga merangkap masing-masing memegang administrasi
Negeri dan Pesantren. Dan Ustadz Drs. Ade Saripuddin dan Ustadz H. Habib Zaf. sebagai
Mudzir Mualimin juga merangkap masing-masing sebagai administrasi Negeri dan Perantren
Jumlah santri atau murid yang masih aktif dari berbagai jenjang sebanyak 456
Siswa/Siswi dan jumlah Ustadz sebanyak 35 orang. Kemudian di antara lulusan yang sudah
lulus dari Muallimin saat ini banyak yang meneruskan kejenjang yang lebih tinggi baik di
luar Jawa, bahkan sampai ke luar Negeri seperti: di Al- Ajhar Kairo Mesir, dan Yaman.
Para santri tidak hanya dari anggota, simpatisan, dan masyarakat sekitar bahkan ada
beberapa yang datang dari luar daerah, karena jumlah santri yang terus bertambah maka di
dirikanlah Madrasah yang berukuran 7 x 40 meter, dan kegiatan belajar-mengajar yang
biyasanya di adakan pada sore hari dipindahkan ke pagi hari. Pada tanggal 4 Mei 1990
diresmikanlah Madrasah tersebut sebagai Pesantren Persatuan Islam No. 7 (PPI 7) yang
Pengalaman tersebutlah yang kemudian membawa dia aktif di Persatuan Islam (PERSIS) hingga
berbagai jabatan dia dapatkan misalnya:
1. Sebagai Naqib Jama’ah PERSIS Pesantren Kudang tahun 1962
2. Sebagai Naqib Jama’ah PERSIS Cihideng tahun 1968
3. Sebagai bendahara Pemuda PERSIS Tasikmalaya 1968-1970
4. Sebagai Kordinator Bidang Garapan (BIDGAR) Tablig Pimpinan Cabang (PC) PERSIS Tasikmalaya
1972-1975
5. Sebagai Katua Umum Pimpinan Cabang (PC) PERSIS Tasikmalaya selama dua periode
kepemimpinan 1976-1994
6. kamudian merangkap juga sebagai setap Pimpinan Daeah (PD) PERSIS Tasikmalaya 1984-sekarang
7. Merangkap sebagai anggota Dewan Hisbah Pimpinan Pusat (PP) dari tahun 1993
8. Merangkap sebagai stap Dewan Hisbah dan Rukya dari tahun1994
9. Merangkap sebagai ketua Dewan Hisbah dan Rukyat hasil Muktamar PERSIS 2005.
10. Anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Departemen Agama Republik Indonesia (DEPAG RI) Pusat
tahun 2006.
Kemudian dia juga merupakan Pimpinan Jama’ah (PJ) Pesantren Persatuan Islam Nomor 07 (PPI 7)
1971-1975, Pengajar juga Pimpinan Pesantren Persis 7 dari tahun 1990-sekarang. Bahkan dia juga aktif menulis
hinga bisa menerbitkan beberapa karya ilmiah yang kahusus untuk Muallimin seperti. Buku Masail dengan
nama Al-Bayyinah tiga jilid, buku Nahwiyyah tiga jilid, Mukhtasor Ilmu Balagoh, buku Irobul Qur’an tiga jilid.
Dan buku Ilmu Hisab Almuyyasar Fi Sulamunnayiren untuk umum.
secara langsung di pimpin oleh Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS) saat itu, yaitu;
oleh KH. Isa Anshari.
D. Visi dan Misi
Menjadi sebuah Pesantren terdepan dalam membentuk para Santeriwan/ Santeiwati
sebagai Insan Ulul Albab dan Tafaquh Fiddien, menjadi Waladun Sholihun serta kader
Ulama dan Zu'ama masa depan. Lulusan Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) Cempakawarna
ditargetkan dan diharapkan menjadi Insan Muslim yang :
• Berakidah lurus dan bersih dari sifat Syirik, Riya, Hasud, dan sebagainya
• Beribadah dengan baik dan benar
• Berakhlakul Karimah
• Berilmu dan berwawasan luas
• Berbadan sehat dan kuat
• Hidup terampil dan mandiri
• Siap menjadi guru dan da'i
• Bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
Dari pembahasan diatas pada intinya sama dengan apa yang penulis baca dalam tulisan
yang terpampang di papan tulis depan bangunan Jenjang Muallimin sebagai barikut:
1. Pendidikan menengah PERSIS bervisikan pemantapan kompetensi menjadi
kholifah
di muka bumi
2. bermisikan pengembangan Insan Ulul Albab selaku Muslim Kaffah dengan Tafaqohu
Fiddin
3. pelaksanaan dan penjabaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2
pasal ini diatur oleh Bidang Garapan (BIDGAR) dasar dan menegah. Persatuan Islam
(PERSIS).
Adapun tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam newujudkan keperibadian sebagai muslim yang Taqwa, Tafaqohu Fiddin selaku
peribadi anggota Jam’iyah Prsatuan Islam (PERSIS), dan anggota masyarakat sehingga
mereka diharapkan:
Pertama.memiliki
kemampuan
mengembangkan
diri
yang
sejalan
dengan
perkembanggan ilmu pengetahuan, tehknoliogi dan kesenian untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, memiliki kemampuan mengembangkan diri dengan
pengkajian dan pengamalan al-Quran dan as-Sunnah, untuk memasukan dirinya sendiri,
anggota keluarga, Jam’iyah, masyarakat, kedalam Islam secara Kaffah.
Kedua,untuk mencapai tujuan pendidikan menengah sebagai mana dimaksudkan dalam
poin pertama di atas yaitu penyalenggaraan pendidikan menenengah berpedoman kepada
dasar dan fungsi pendidikan Persatuan Islam dengan memperhatikan tujuan Pendidikan
Nasional.
E. Ideologi dan Karakteristik
Asumsi utama yang menopang Idiologi Islam, Prisip-prinsip dasar Islam telah
memberikan petunjuk atau tuntunan bagi pemikiran atau perilaku terpuji yang harus
diterapkan oleh semua Mu’min dalam kehidupan peribadi, keluaraga, kemasyarakatan, dan
dalam seluruh pase kehidupan mereka, Islam lebih mengutamakan loyalitas pada kaum
muslimin katimbang kapada Nasionalisme terhadap Negara dan masyarakat Indonesia, dan
Kelompok-kelompok yang mempertanyakan keabsahan ajaran-ajaran Islam harus dihadapi
sebagai orang-ornag sesat dan keliru, dan sebagai musuh sehingga mereka mengubah sikapsikap mereka terhadap Islam.54
Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) secara umum adalah mereka berpegang teguh
terhadap: teradisi persatuan Islam yang srlalu mengembor-gemborkan gerakan pembaharuan
54 Howard M. Federspiel, Labirin Idiologi Muslim, Pencarian dan Pergulatan PERSIS di Era
Kemunculan Negara Indonesia 1923-1957, cet 1 (Jakarta: Serambi, 2004), hal. 235-238.
Islam dengan istilah Tajdid yang berpegang teguh terhadap dua sumbber utama ajaran Islam
yaitu al-Quran dan Sunnah, Qanun Asasi dan Qanun Dakhili (QA/QD), dan ketentuanketentuan Pimpinan Pusat (PP) PERSIS, dan pinpinan pesantren yang menjadikan sebuah
ketetapah khusus untuk Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) Cempakaearna baik yang secara
tertulis seperti tercatat dalam tata tertib santri.
Adapun persyaratan khusus untuk Siswa/i Pesantren adalah; umur 18 tahun, kesehatan
yang baik, kemampuan untuk membaca dan menilis Arab, pengetahuan mambaca al-Quran,
bersumpah kalau akan menjadi guru mereka akan menjadi guru atau propagandis “Persatuan
Islam” dan akan berihtiar untuk mandirikan cabang-cabang Pesatuan Islam. Mereka juga
harus menjaga disiplin yang ketat, dan wajib mengajarkan perintah-perintah agama, seperti
sembahyang, puasa, menjauhkan segala larangan-larangan agama; menjauhi segala macam
isapan Rokok di dalam pesantren, bersih badan dan pakaian; menjaga kesopapan dan adabadaban Islam dan kesopanan adat yang tidak dilarang oleh agama, dan selamanya mesti
menjaga Syiar Islam, tentang pakaian, kelakuan dan pergaulan.
F. Qanun Asasi dan Qanun Dakhili (QA/QD)
Konsep utama Berjama’ah yang bagi anggota PERSIS adalah membentuk perilaku
kolektif, yakni perilaku yang secara homogen mencirikan sebagai anggota PERSIS yang
memiliki perinsip yang sama dalam berperilaku. Persamaan tersebut dikuatkan oleh yang
dinamakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Islam yaitu; Qanun
Asasi dan Qanun Dakhili (QA/QD), sehingga menurut penulis sendiri jika urat nadi bahkan
yang menjadi kekuatan solideritas anggota PERSIS adalah Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga tersebut. Sedangkan tolak ukur mereka dalam berperilaku adalah sesuai atau
tidaknya dengan al-Quran dan as-Sunnah.
Dengan demikian sehingga semua nggota Persatuan Islam (PERSIS) secara kolektif
berperilaku dengan berpegang teguh terhadap al-Quran dan as-Sunnah. Adapun dalil yang
yang di jadikan dalil oleh nggora PERSIS adalah sebuah hadits yang menegaskan, bahwa
Rosilullah SAW. “Meninggalkan dua hal terpenting bagi umatnya, sehingga apabila
berpegang kepada keduanya akan selamat, sedangkan bila keluar dari kedua tersebut maka
akan celaka.”55 yang dua hal tersebut adalah al-Quran dan al-Sunnah.
Sedangkan dalam ke jama’ahan dan ke Jam’iyahan adalah merupakan sebuah bentuk
untuk berperilaku kelompok secara institusional, agar dalam mencapai sebuah tujuan
organisasi mudah dikontrol dan diseragamkan. Bahkan perilaku yang dilembagakan tersebut
dalam bentuk organosasi atau Jam’iyah harus tetap megacu kepada al-Quran dan Sunnah.
Tetapi untuk mengarahkannya dimana PERSIS ini sebagai jama’ah dan Jam’iyah membuat
Qanun Asasi dan Qanun Dakhili yang telah di sepakati bersama dalam muktamar, sehingga
perilaku anggota PERSIS terkolektifkan sebagai indikator institusionalisasi perilaku yang
mengarahkan anggota ke sistem nilai yang telah melembaga.
Persatuan Islam (PERSIS) adalah institusi komunitas muslim yang berdiri tegak dalam
menyerukan pembaharuan dalam pemahaman dan peraktek ritual keagamaan bahkan sisoal
kemasyarakatan kaum muslimin. dan berpegang teguh kepada landasan utama dalam agama
Islam yaitu al-Quran dan al-Hadits. PERSIS dalam melakukan pergerakanya diIlhami oleh
Firman Allah SWT, Q.S Al-Imron ayat 103 yaitu:
‫ا‬
R*☺
Q GKLMNOP ;;;&☺IJ4:
\]☺ ;:WZ+[ Y ;&UVW⌧C2 ST
ِ ‫ا‬
de2f ☯Zc4:' `Za
Z+ [/ L^Z,*7_
`Za2M4e2f
L^Z,i&U
ghi
Yo7: `Za
Z+ %&n/ Cl$m
i
^Z+⌧*2/e2f B
n5r pqWC:$ ⌧C⌧d
‫ا‬
L^Z,2
uQ grh9:
M%⌧*⌧+ , Nstr
DxyG vcJLs2 iZ,u2 l$J Z
Artinya.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada “Tali” (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
55
Ustadz Aman, Ketika Mengadakan Pengalian di Masjid Istiqomah 23 April 2009
menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.” (Q.S Al-Imron ayat 103).
Dan juga mereka selalu membacakan salah satu Hadits Rassul “Yadullahi Ma’al
Jamaa’ah”, dari kedua semboyan tersebut yang masing-masing bermakna pegangan dan
menjadikan titik tolak perjuangan Jam’iyah dan keharusan menjalankan kehidupan secara
berjama’ah dan berimamah dalam Jami’iyah Persatuan Islam (PERSIS)
Ayat diatas yang menganjurkan berpegang teguh terhadap “Tali Agama Allah”, artinya
jangan berpecah belah, yang dalam hal ini ajaran yang dapat menjamin kekutuhan persatuan
adalah
al-Quran dan as-Sunnah, sedangkan pusat rujukan persatuan adalah kebenaran
objektif, Perinsip utama bagi anggota PERSIS dalah berjama’ah yakni membentuk perilaku
kolektif, yang secara homogen mencirikan bahwa anggota PERSIS mempunyai perinsip yang
sama dalam berperilaku. Kesamaan tersebut di kuatkan oleh Qanun Asasi (Anggaran Dasar)
dan Qanun Dakhili (Anggaran Rumahtangga) yang keduanya harus difahami dan dilakukan
oleh semua anggota.
Sikap, perilaku, dan pemikiran Umat Islam jika tidak mengikuti al-Quran dan asSunnah, kerena mereka tidak mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan, sehingga
mereka malah mengikuti Iamam Madzhab dengan membuta, sehingga umat Islam terjerumus
kedalam taklid, bid’ah, khutafat, dan syirik. Kedua hal tersebut diatas (al-Qurqn dan asSunnah) oleh orang-orang PERSIS dianggap keduanya membawa perubahan dari kelakuankelakuan menyimpang dari ajaran agama Islam yang sesungguhnya artinya mengembalikan
segala sesuatu terhadap aturan-aturan yang terkandung dalam al-Quran dan al-Hadits.
G. Keanggotaan dan Kaderisasi
Secara umum keanggotaan PERSIS sebagai mana terdapat dalam Qanun Asasi pasal 6
yaitu: “Setiap orang Islam yang telah Akil Baligh dan sepaham dapat diterima sebagai
anggota PERSIS atau bagian otonom”.56 Adapun kewajiban dan hak anggota terdapat pada
pasal 7 yaitu: Pertama,setiap anggota berkewajiban untuk menaati dan menjalankan Qanun
Asasi, Qanun Dakhili, dan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan Jami’iyah. Kedua,
setiap anggota berhak menyatakan pendapatnya demi kamaslahatan Jami’iyah. Ketiga, setiap
anggota berhak mendapatkan penbinaan, perlindungan, dan pembelaan dari Jami’iyah.
Pengkaderan anggota PERSIS dimulai perekrutan anggota-anggota yang direkrut harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Memiliki Idioligi yang sepaham dengan PERSIS sebab jika tidak sepaham akan sulit
menyatukan jama’ah, Imamah, dan Imaroh atau sulit membentuk perilaku institusional dalam
arti menjaga integrasi anggota PERSIS. Calon anggota harus mengisi formulir agar diketahui
identitasnya dengan berar. Anggota yang telah memiliki kartu anggota akan dilantik dengan
membaca kesanggupan anggota PERSIS yang di dalamnya memuat kesungguhan untuk
tunduk, taat, dan patuh terhadap Qanun Asasi, dan Qanun Dakhili, dan peraturan PERSIS
lainnya.
Setelah ia syah di sumpah, ia syah menjadi anggota dan kemudian diadakan “Tausiah”
(doktrin atau nasihat).
Dari beberapa hal diatas tentunya harus dijalani oleh setiap calon yang akan menjadi
anggota PERSIS, dan tentunya semua anggota PERSIS yang telah disumpah maka secara
mutlak harus berperilaku sesuai dengan peraturan-peraturan yang terdapat dalam Qanun
Asasi, Qanun Dakhili (QA/QD) serta peraturan PERSIS lainnya sepanjang tidak sesuai atau
menyimpang dari al-Quran dan al-Hadits
H. Program Sosial Keagamaan
56
Qanun Asasi- Qanun Dakhili. Penjelasan Qanun Asasi-Qanun Dakhili Pedoman Kerja Program Jihad
2005-20010 Persatuan Islam (PERSIS), (Bandung: PT Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS). hal 8
Pergram sosial keagamaan yang rutin para santeri perantern persatuan islam
(PPP 7) Cempakawarna, kota Tasikmalaya, mereka dengan rutin melaksanakan
pembimbingan belajar-mengajar secara geratis seprti prifat pelajaran keagamaan ke
rumah-rumah warga masyarakat yang membutuhkan bahkan,
dan mengajar di
berbagai sekolah seperti sekolah Diniyyai, dan Ibtidaiyyah yang berada di Perumahanperumahan penduduk sekitar.
Untuk kegiatan lain yang rutin dilakukan hanya pada Hari-Hari Besar Islam saja
misalnya, ketika Bulan Ramadahan melaksanakan zakat terhadap para Duafa, dan
ketika melaksanakan Pemotongan Hewan Kurban pada Hari Raya Idul Adha. Dari
semua kegiatan tersebut mereka lakukan sebagai bentuk tindakan sosial keagamaan,
yang mereka berikan tidak hanya terhadap orang-orang PERSIS saja tetapi lebih
mengutamakan masyarakat sekitar.57
Kemudian mereka juga melakukan hal-hal yang sifatnya insidental (tidak
detentukan) misalnya ketida ada orang yang terkena musibah baik itu wali murid,
ustadz, atau sinpatisan dan yang lainnyan, para santri suka membantu baik dengan
menjenguk atau memberikan sumbangan. Ada pun dalam kegiuatan-kegiatan lain
seperti santunan, kahitanan masal, untuk di pesantren Persatuan Islam (PPI 7)
Cempakawarna ini dilaksanakan apabila ada seponsor atau dunatur dari para agniaagnia jama’ah. Baik secara individu atau kelompok.
57
Ustadz Maman Abdurahman, (Mudzirul’Am). Wawancara Pribadi. Tasikmalaya 20 April 2009
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan dari hasil penelitian yang ditemukan dilapangan tentang
keberadaan Jam’iyah Pesantren Persatuan Islam nomor 7 (PPI 7) di Cempakawarna, Desa
Cilembang, Kecamatan Cihideng, Kota Tasikmalaya. Pengaruh kepemimpinan kiyai dalam
pembentukan perilaku sosial keagamaan jama’ahnya, dan faktor-faktor yang menjadi
pendorong bahkan penghambat perkembangan dan keberhasilannya.
1. Peroses masuknya Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) setelah melalui beberapa proses
panjang yang bermula dari sebuah pengajian Jama,ah yang bertempat di Masjid Istikomah,
dengan kerja keras para pimpinan para anggota dan simpatisan Persatuan Islam (PERSIS)
sehingga bisa menembus kuatnya benteng kemaksiatan, kejahatan, bahkan keawaman
masyarakat terhadap ajaran agama yang bercampur dengan tradisi-tradisi lokal, sehingga
menimbulakan banyaknya perilaku yang menyimpang dari ajaran agama yang sesuai dengan
al-Quran dan Sunnah seperti bid’ah, tahayul, khurapat, dan syirik.
Keberadaan
pesantren
tersebut
merupakan
cikal-bakal
perubahan
kehidupan
masyarakat Cempakawarna, khususnya dalam bidang pemahaman masyarakat terhadap
pentingnya ilmu pengetahuan. Dengan adanya Pendidikan Pesatren Persatuan Islam No7
sedikit demi sadikit baik ritual keagamaan dan sosial kemasyarakatan.
2. Peran-peran penting yang dilakukan oleh kiyai yang dianggap mempunyai Karisma
dan dianggap mempunyai keilmuan yang mumpuni khususnya dalam bidang ilmu
keagamaan, kedudukan kiyai yang karismatik di Pesantren Persatuan Islam (PPI 7), berbeda
dengan sosok kiyai karismatik yang berada di Pesantren “Salaf” dimana seorang kiyai
mempunyai Otoritas penuh.
Sosok pimpinan karismatik baik dalam melakukan ritual keagamaan dan sosial
kemasyarakatan seperti KH. Maman Abdurahman Ks, dengan penampilan sederhana yang
selalu dia perlihatkan, dan lebih banyak membebrikan contoh, keramahan, kesopanan dalam
bergaul dengan para jama’ah. Sebagai pimpinan pesantren dia patut dipaporitkan baik oleh
jama’ahnya maupun oleh masyarakat sekitar. Dalam mendidik, Tabligh keagamaan, dan
dakwah sosial kemasyarakatan, yang dapat mempengaruhi bahkan mengubah pola pikir
jama’ah dan dari yang Tradisional menjadi Modernis.
3. Fartor,faktor pendukung dan penghambat
Faktor pendukung. Pertama, Dibangunnya lembaga-lembaga pendidikan yang
membuat simpatik masyarakat setempat dan sekitarnya, Kedua, adanya sarana tempat ibadah.
Ketig, memiliki solderitas kelompok yang sangat tinggi. Keempat, adanya dukungan dari
pihak pemerintah setempat sehingga kelompok ini bebas, dan merasa aman untuk
mengembangkan pergerakannya. Faktor penghambat kemajuan Pesantren Persatuan Islam
(PPI 7) Pertama, kuatnya kepercayaan masyarakat lokal, adanya tanggapan miring tehadap
Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) pada awalnya Kedua, adanya kelompok dominasi yaitu
kelompok Nahdiyin. Ketiga, kesibukan para anggota Jama’ah.
B. saran-saran
Waktu terus melaju kencang detik demi detik, hari demi hari bahkan munggu, bulan,
tahun terus bergani, bahkan abad demi abad seiring dengan itu zaman pun terus berubah. Kini
zaman terus menerus mengalami perkembangan dari mulai pen jajahan, orde lama, orde baru
bahkan sekarang zaman reformasi, bahkan angin perubahan dan keterbukaan, terhembus
kencang sehingga dapat memporak-porandakan bangunan lama dan hanya menyisakan
puing-puing saja.
Tidak bisa terbantahkan lagi akibat dari revolusi informasi dan ilmu pengetahuan yang
sedemikian pesatnya dengan melalui berbagai media yang terus menerus menghampiri kita,
dari mulai media cetak , media elektronik, dan lain-lain. Maka pada zaman era reformasi dan
pengaruh gelobalisasi seperti sekarang yang tidak bisa dibendung untuk menghampiri
perbedaan umat manusia dewasa ini.
Begitu pula dengan Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) Cempakawarna Tasikmalaya,
jika Pesantren tersebut mengiginkan untuk terus bertahan (Suvaive) dan terus eksis maka
pesantren harus bisa membaca tanda-tanda perubahan zaman tersebut, dalam artian pesantren
harus mengenali kekuatan, kelemahan dan peluang, tentangan serta yang harus dihadapi.
Sehingga kemudian menghasilkan rumusan, metodologi dan strategi baru yang lebih efektif
menyentuh terhadap Jama’ah baik dalam cara dakwahnya baik melalui pendidikan, tabligh,
dan sosial kemasyarakatan. Penulis berkeyakinan jika dari sebagian jama’ah (Siswa/Siswi)
Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) Cempakawarna Tasikmalaya sendiri, pada saatnya akan
ada yang menyadarinya sehingga memunculkan paradigma dakwah yang baru dalam
melancarkan strategi yang baru tersebut.
Kalau penulis melihat apa yang menjadi ciri tersendiri dari Pesantren Persatuan Islam
(PPI 7) Cempakawarna ini selain sosok atau figur kiyai? dengan kelompok-kelompok atau
organisasi Islam lainnya, khususnya dalam bidang sosial kemasyarakatan sama saja dengan
pendidikan-pendidikan yang lain, malah kalau penulis melihat malah ketinggalan. Dengan
adanya tulisan ini semoga Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) bisa menyadari betapa
pentingnya strategi baru untuk menonjolkan ciri tersendiri dalam meleksanakan visi misinya,
khususnya dalam bidang ekonomi, politik, dan pendidikan untuk mengadakan perubahan.
Selama ini memang Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) ini, hanya bergerak dalam
dakwahnya, belum ada yang lebih menyentuh, terhadap masyarakat sekitar pada kehususnya,
dan anggota PERSIS pada umumnya. padahal Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) sendiri
mempunyai santri bahkan simpatisan yang cukup loyal dan antosias dalam mewujudkan citacita organisasi secara keseluruhan. Atrinya tidak hanya bergerak hanya dalam kontek
Akqidah, dan Ibadah, dan pemurnian (tajdid) umat muslim dari bid’ah, tahayul, khuraafat,
dan syirik saja.
Maka dari itu penulis memberikan saaran secara khusus buat Pesantren Persatuan Islam
(PPI 7) Cempakawarna Tasikmalaya. Pertama, agar pesantren ini tidak punah dimakan waktu
maka harus menunjukan kelebihan yang kemudian menjadi ciri khas tersebdiri, baik dalam
bidang pendidikan agama atau bahkan pendidikan umum, misalnya: bisa menunjukan
kepandaian para santri dengan pendidikan Ilmu Hisabnya yang sudah dimiliki. Kedua,
buatlah sarana perekonomian yang menunjang terhadap kesejahteraan para ustadz dan
ustadzah dan bahkan untuk kesejahteraan pesantren sendiri.
Adapun saran lain itu juga disarankan untuk para penbaca yang tertarik dengan kajian
ini, agar mencoba untuk memperlengkap bahasan ini dengan pendekatan teori yang lain,
misalnya realitas sosialnya Emile Durkheim, teori fusional AGIL nya Talcot Parsons, karena
dengan kajian teori lain akan menambah wawasan pembaca sekalian dan semoga bisa
bermanfaat bagi kita semua. (Ammin).
Wallahu a’lam.
DAPTARA PUSTAKA
Al-Quran Dan Terjemah, Departemen Agama RI, Bandung Syaamil Cipta Media. Tanpa
tahun.
Ahmad, Saebani Bani. Sosiologi Agama: Kajian Tentang Perilaku Institusional dalam
Beragama Anggota PERSIS dan Nahdatul Ulama. Bandung: Rapika Aditama
Anggota IKAPI, 2007.
Alex M.A. Kamus Ilmiyah Populer Kontemporer, Surabaya PT Karya Harapan, tanpa tahun.
Arifin Thoha, Zainal. Runtuhnya Singgasana Kiyai NU Pesantren Kekuasaan: Pencarian Tak
Kunjung Usai. Yogyakarta: Agustus 2003.
Azra, Azyumardi. Reposisi Hubungan Agama Dan Negara Menuju Kerukunan Antar Umat.
Jakarta: Buku Kompas, 2002.
Azwar,Saifuddin. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005.
Berry,David. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, Jakarta: Rajawali, 1981.
Federspiel,Howard M. Labirin Idiologi Muslim, Pencarian dan Pergulatan PERSIS di Era
Kemunculan Negara Indonesia. 1923-1957, Jakarta: Serambi, 2004.
Gidden, Anthony, Soeheba Kramadibrata (Penerjemah). Kapitalisme dan Teori Social
Moder: Suatu Analisis Karya Tulis Mark, Durkheim dan Max Weber. Jakarta:
Universitas Indonesia UI-PRESS, 1986.
Hehdropuspito OC. D. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: PT Kanisius, 1989.
Kartodirdjo,Sartono. Kepemimpinan Dalam Dimensi Sosial, Jakarta: LP3ES, Anggota
IKAPI.1986.
Khoeruman, Badri. Pandangan Keagamaan Persatuan Islam Sejarah, Pemikiran, dan Fatwa
Ulama .Bandung: PT Granada 2005.
Lutfi Fathullah, Ahmad. Selangkah Lagi Mahasiswa UIN Menjadi Kiyai. Jakarta : AlMughni Press, 2007.
Moleong,Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Mulyana, Dedy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: PT Pustaka LP3ES
Indonesia, 1994.
Qanun Asasi Qanun Dakhili. Pedoman Kerja Program Jihad 2005-2010 Persatuan Islam
(PERSIS.), Bandung: Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS)
Qomar Mijamil, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi.
Jakrta: Erlangga Anggota IKAPI. 2002.
Rajak,Yusron. Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam.
Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008.
Surtyabarata Sumardi, Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press, 1998.
Turmudi, Endang. Perselingkuhan Kiai Dan Kekuasaan. Yogyakarta PT LKIS Pelangi
Aksara 2003.
Tata Tertib Santri Pesantren Persatuan Islam 7, Cempakawarna Tasikmalaya. Pesantren
Persatuan Islam 7 Cempakawarna Tasikmalaya,1997.
Uchjayana,Onong. Humanrelation Dan Public Relation Dalam Manajemen. Bandung: CV
Mandar Maju 1989.
Veeger, KJ, Realitas Sosial Refleksifilsafat Sosial Atas Hubungan Individu-Masyarakat
Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1993.
Wildan, Dadan. Pasangsurut Gerakan Persatuan Islam Di Indonesia: Potret Perjalanan
Sejarah Persatuan Islam (PERSIS). Bandung: PT Persis Pres, 2000.
1. Wawancara pribadi. Ustadz Habib Zaf , Tasikmalaya. 24 Maret 2009.
2. Wawancara Pribadi. Ustadz Maman Abdurahman, Mudzirul’Am. Tasikmalaya 20 April
2009.
3. Wawancara Pribadi. Karman Permana, Tasikmalaya 15 April 2009.
4. Wawancara Pribadi. Ustadz Aep Saepuddin, Pimpinan Cabang (PC) PERSIS Kota
Tasikmalaya, Tasikmalaya 26 Maret 2009.
5. Wawancara Pribadi. Ikbal Siswa Kelas 1 Muallimin, Tasikmalaya.
15 April 2009.
6. Wawancara Pribadi Saeful Wahid M. Siswa kelas 12 Mualimmin Tasikmalaya. 18 April
2009.
Lampiran I
Hasil Wawancara Tanggal 20 April dengan
Nama : K.H Maman Abdulrahman Kosasih (KS) yang biyasa di panggil Ustadz Aman
Jabatan : Sebagai Pimpinan Pesantren (Muddirul A’am)
Tanya: Kapan masuknya Persatuan ke Cempakawarna?
Jawab: Msuknya PERSIS ke Cempakawarna ini, sudah lama sekali, setahu Anamasuk
PERSIS di Tasikmalaya sudah ada cukup lama. Bahkan Anamasuk PERSIS
termasuk terlambat pada tahun 1961. Dulunya PERSIS di Cempakawarna ini
merupakan Cabang Cihideng Tasikmalaya, dimana cabang tersebut mencakup
beberapa daerah yang ada di Tasik, termasuk yang menjadi cabang Ciawi sekarang,
kemudian ada perubahan yaitu perubahan cabang dari cabag Tasik menjadi cabang
Ciawi. Makin lama makin berkembang, sehingga menjadi banyak cabang, akhirnya
diatur oleh Pimpinan Pusat (PP) harus membuat Pimpinan Daerah yang waktu itu
dipimpin oleh Ustadz H Rasidi (Almarhum), bahkan PERSIS yang berada di Tasik
Kota ini yang tedinya itu jama’ah meningkat jadi cabang kemudian berubah lagi
menjadi Pimpinan Daerah (PD), kemudian berubah lagi memnjadi DIPO
Kecamatan.
Persatuan Islam PERSIS di Tasikmalaya, terbagi menjadi dua bagian yaitu
cabang Tasik Kota dan Kabupaten, itu kalau melihat kepersisan. Adapun kalau
melihat kepesantrenan sebetulnya terpisah, antara pesantren dengan cabang, karena
pesantren dibawah Pimpinan cabang bidang pendidikan, atau dengan kata lain
pesantren itu mempunyai atasan yaitu bidang pendidikan tingkat cabang.
Tanya: Bagaimana latar belakang berdirinya Pesantren ini?
Jawab: Membangun Pesantren pada awalnya terpaksa karena tadinya yang ada hanya tingkat
Diniyyah dan Ibtidaiyyah. Sehubungan di karenakan oleh sesuatu hal yaitu masalah
politik waktu itu, karena Persatuan Islam yang berada di Banda yang sudah punya
No berbelot ke GOLKAR, maka itu tidak dibenarkan oleh Pimpinan Cabang (PC),
sehingga di Cempakawarna diharuskan untuk membuat Pesantren sebagai pengganti
Pesantren Benda dan Nomor yang tadinya dipake nomora pesantren tersebut
dipindahkan ke Cempakawarna. Kemudian setelah beberapa lama Pesantren Benda
berdiri kembali, karena sudah lama maka nomornya berubah menjadi nomor 67.
Tanya: Bagaimana sejarah perkembangannya?
Jawab: Mula-mulanya bukan di Cempakawarna, tapi di Sukalaya tempatnya di Masjid
Istikomah, pada tahun 75 kami baru ada milik, yaitu; sebidang tanah yang ada di
sebelah Timur yang sekarang dijadikan Asrama Putri. Tahun 80 atau 93an, karena
waktu itu tidak direncanakan pembanguan pesantren, namun Alhamdulillah kami
bisa membangun setiap lima tahun atau Pembanguana Lima Tahun (PELITA) yaitu:
pada tehun 75, memindahkan pesantren dari Masjid Istikomah ketempat yang
sekarang dijadikan asrama putri, tahun 80 kami membangun Masjid Istiqomah yang
tadinya papan dibikin permanen, tahun 85 kami membereskan atau memperbaiki
bangunan pesantren yang sekarang menjadi asrama putri tersebut, karena pada
awalnya bangunan tersebut bekas bangunan pabrik tenun, sekitar tahun 90an kami
bisa membeli tanah seluas 127m, tahun 95 kami mulai membangun di tempat ini
yang pertama dibangun adalah bangunan yang sekarang digunakan oleh Ibtidaiyyah
dan Tsanawiyah, lima tahun kemudian kami bisa membangun Bangunan Muallimin
yaitu tahun 2000, pada tahun 2005 kami melanjutkan pembangunan ditambah
keatas, dan mudah-mudahan lima tahun kedepan kami bisa membangun
Univegrsitas.
Tanya: Untuk saat ini dimana saja tempat yang selalu dipake kegiatannya?
Jawab: Selama ini kalu untuk kegiatan belajar-mengajar ditempatkan di pesantren ini, dan
dipake juga oleh kegiatan pengajian PERSIS istri (PERSISTRI) setiap hari jumat
pagi, juga untuk kegitan kegitan yang dilakukan oleh cabang seperti pengumpulan
dan pembagian zakat fitrah dan pemotongan hewan kurban.
Tanya: Bagaimana perkembangan santri setiap tahunnya?
Jawab: Memang dari mulai tahun berdiri sampai sekitar tahun 2000 bisa dikatakan terus
meninkat hingga pernah mencapai 700 orang, bagi PERSIS jumlah itu sudah bisa
dikatakan cukup banyak, namun dalam beberapa tahun srkarang ini jumlah santri
terus menurun.
Tanya: Apakah ada ketentuan khusus tidak untuk masuk ke pesantren ini?
Jawab: Untuk masuk Pesantren ini hanya cukup membawa Ijazah terakhir, bisa membaca alQuran, dan mengisi formulir yang sudah di sediakan oleh panitia, dan membayar
administrasi yang sudah ditentukan dalam setiap jenjang, untuk ketentuan yang
tinggal di Pesantren terdapat dalam QA/QD berusia 18 tahun, tapi untuk di
Pesantren ini ketentuan tersebut tidak diterapkan karena bagi kami, asalkan mereka
siap melakukan apa-apa yang telah ditentukan oleh pesantren, maka dari itu yang
masih di Tsanawiyah pun di perbolehkan.
Tanya: Dalam proses belajar-mengajar sistem apa yang di terapkan di pesantren ini?
Jawab: Dalam hal ini kemi menggunakan sistem yang di gunakan di PERSIS, DEPAG, dan
DIKNAS, adapun cara pengajarannya dengan cara diskusi, ceramah, tergantung
materi apa yang diberikan, bahkan ada yang langsung praktek terjun ke lapangan
misalnya yang dilakukan ”Ana” dalam mempelajari Ilmu Hisab (Ilmu Perhtungan
Kalender, Bulan, dengan kaidah Astronomi) itu kan harus terjun langsung ke
lapangan seperti di laut.
Tanya: Ustadz sebagai Pimpinan Pesantren, apa harapan Ustadz terhadap santri-santri baik
yang masih aktif atai setelah keluar dari sini?
Jawab: Harapan ”Ana” terhadap anak-anak baik yang masih disini atau yang sudah keluar
selalu menyampaikan, amalkanlah ilmu yang sudah kalian peroleh, kalian harus
mengajar, belajar, bahkan ke pasar! Artinya jangan menjadi penganggur. Bahkan
buat Analebih senang kalau mereka suatu saat datang ke sini sudah menjadi serjana,
baik S1, S2, bahkan sudah mengajar, dan mempunyai santri
Tanya: Bagaimana cara Ustadz menerapkan pendidikan moral, peraktek sosial keagamaan,
dan sosial kemasyarakatan terhadap anak didik Ustadz?
Jawab: Anamenganjurkan kepada guru-guru agar mereka memperaktekan apa yang mereka
berikan di kelas khususnya dalam peraktek ritual keagamaan seperti: peraktek
Wudhu,Shalat, Baca al-Quran, melatih berdakwah, dan lain-lain. Bahkan kami setiap
upacara selalu menyuruh anak-anak agar mereka selalu menjaga nama baik mereka,
ayah dan ibu mereka, guru-guru, pesantren, bahkan agama, juga kami selalu
mendorong mereka agar mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya agar jangan
cuma bisa di bibir (diucapkan) saja.
Tanya: Selama ini bagaimana Ustadz melihat siswa/i, apakah mereka sudah melakukan apa
yang Ustadz lakukan?
Jawab: Hal tersebut kami tidak tahu pasti, apakah mereka melakukan atau tidak, tapi kalau
yang tinggal di Asrama atau ketika mereka berada di lingkungan Pesantren baik-baik
saja tidak ada masalah, tapi kalau ketika mereka diluar Wallahu’alam.
Tanya: Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap keberadaan Pesantren ini?
Jawab: Alhamdulillah selama ini hubungan antara kami dengan masyarakat baik-baik saja,
bahkan mereka juga ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan kami seperti: dalam proses
pembangunan pesantren mereka juga ikut terlibat, juga dalam kegiatan tahunan
seperti pembagian Zakat dan Kurban, dan diantara mereka juga ada yang
menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah ini.
Tanya: Bagaimana dengan kegiatan peraktek keagamaan, apakah mereka masih malakukan
sebagaimana yang mereka lakukan sebelumnya?
Jawab: Dalam masalah ini perlu diketahui terlebih dahulu, bahwa masyarakat sekitar
Pesantren tidak semuanya anggota atau simpatisan persatuan, jadi kalau dalam
masalah itu kami dengan masyarakat masih masing-masing, misalnya saja
Anakemarin habis melayat ( Bahasa Sunda “Ngalayad”) dua warga yang meninggal,
yang satu agak jauh di Panjalu dan yang satunya lagi di daerah sekitar sini. Dari
kedua jenazah tersebut kami bisa menilai jika masyarakat masih malakukan apa
yang mereka lalukan sebelumnya, itu terlihat sewaktu Anaikut menyolati, mereka
masih membaca bacaan-bacaan tambahan setelahnya (tidak cukup dengan bacaan
ketika mereka shalat), padahal nabi tidak pernah malakukannya.
Tanya: Karena saya pun kurang tahu tenatang hal ini, maka dulu yang dilakukan Rasul
bagaimana?
Jawab: Yang Rasul lakukan dalam praktek menyolatkan, kalau mayat tersebut laki-laki maka
yang menyolati sebagai Imam ada di samping kepala jenazah, dan kalau jenazahnya
perempuan maka Imam berada di samping perut mayat, dan setelah menyolati tidak
di tambah dengan bacaan-bacaan lain.
Hasil Wawancara Tanggal 12 April 2009
Nama: Ustdz Habib, Zaf
Jabatan: Sebagai Nuddir (Kepala) Muallimin
Tanya: Kapan masuknya Persatuan Islam (PERSIS) ke Cempakawarna?
Jawab: Msuknya PERSIS ke Cempakawarna ini, secara umum PERSIS di Cempakawarna
ini cikal bakalnya adalah tahun 1953, dimana berbarengan dengan masuknya
PERSIS ke Tasikmalaya, sebelum dipisah antara Tasik Kota dan Kabupaten, adapun
masuknya ke Cempaka ini ada beberapa kali perpindahan, dari Cabang Tasikmalaya
Kabupaten yang duluya berada di daerah Cisalak yang sekarang berada di Benda
kemudian dipindah ke Cabang Tasik Kota yang dimulai dari Masjid Istiqomah
sekitar tahun 1971.
Tanya: Siapa yang pertama mendirinnya?
Jawab: Kalau tokohnya di Tsikmalaya adalah Al-Ustadz Amnulloh beliau ayahnya AlUstadz Sidik Amin yang sekarang bertempat di Pendidikan Islam (PENDIS) Benda.
Tanya: Apa yang pertama dilakukan dalam jama’ah Persatuan di Masjid Isiqomah yang
kemudian dijadikan Cabang Tasik Kota?
Jawab: Pada waktu itu di sana ada kegiatan-kegiatan yang mendukung dari pada kegiatan
Persatuan Islam, misalnya: kegiatan pengajian, dakwah, dan proses belajar
mengajar, dari sana mulai barkambang sedemikian rupa. Adapun untuk mendirikan
cabang selain dari pada itu sesuai dengan Qonun Asasi dan Qonun Dakhili
(QA/QD), dimana apabila di sebuah daerah pemukiman yang mempunyai paling
tidak ada sebanyak 25 orang anggota atau calon anggota maka berhak mengajukan
atau langsung secara alamiah menjadi cabang, karena hal tersebut sangat diperlukan
untuk mengadakan hubungan jama’ah dengan pusat. Adapun adanya pengakuan atau
peresmian dari pusat di adakan dalam Muktamar Persatuan.
Tanya: Bagaimana pengaruh Pesantren ini terhadap masyarakat sekitar?
Jawab: Selama ini yang kami lihat dengan banyaknya masyatakat yang menyekolahkan
anak-anaknya, saling mendukung dalam kegiatan-kegiatan tertentu, jadi ada
perubahan di masyarakat, tapi wallahu’alam kalau di luar lingkungan ini.
Tanya: Bagaimana peran kepemimpinan Kiyai di pesantren ini?
Jawab: Kepemimpinan Kiyai di PERSIS termasuk di Pesantren Persatuan Islam (PPI 7)
berbeda dengan kepemimpinan Kiyai di pesantren teradisional, di mana pigur Kiyai
sangat menentukan, tapi di pesantren ini tidak demikian, karena ada dua sistem
pengajaran yang kedua-duanya harus maju, sehingga pigur tersebut tidak begitu
menonjol. Selain yang khusus seperti dia mengajarkan pendidikan seperti KitabKitab Kuning dan berbagai hal, dia juga mengajarkan pelajaran umum, tetapi tetap
terkait dengan agama yang kita percayai kalau dia mumpuni di bidang tersebut.
Misalnya; Akidah Akhlak, Fikih, Ilmu Hisab, dan lain-lain.
Tanya: Bagaiman peran dia dalam pembangunan moral santri pada khususnya?
Jawab: Itu sudah menjadi ketentuan yang harus ada. Bahkan disini telah dibuat tata tertib
santri dan tidak hanya di buat oleh Kiyai saja. tapi dibuat oleh satu tim termasuk
Kiyai di dalamnya.
Tanya: Bagaimana peran Kiyai dalam bidang Tabligh (Dahwah)?
Jawab: Kalau di Pesanren Persatuan ini dia memang sangat berperan, dan di samping sudah
menjadi ketentuan, kita juga mengacu kepada ketentuan kahusus (Khos) dan umum
(A’am). Kami juga mempunyai anak-anak yang di sebut Rijalul Ghad (Laki-Laki
Masa Depan) dan Umahatul Ghad (Perempuan Masa Depan). Pertama Mereka juga
bisa bergerak masing di bidang masing-masing, itu sebagai bentuk pemisahan
pergaulan antara Rijal (Laki-Laki) dengan Banat (Perempuan) ,mereka bisa
bergegrak masing-masing di bidangnya dalam bidang dakwah dan dipantau
langsung oleh Kiyai atau oleh guru-guru, Untuk mendidik mereka dalam dakwah
atau pengajara kami mengadakan kegiatan yaitu yang di namakan peraktek pelatihan
khidmat jamiyyat (PLKJ) selama 2-3 minggu yang diadakan di daerah luar, seperti
Garut, Sukabumi, dan lain-lain, sehingga di harapkan dari kegiatan tersebut bisa
menjelma.
Tanya: Apakah dalam peroses pembelajaran Pesantren ini ada pemisahan antara perempuan
dan laki-laki?
Jawab: Oh kalau masalah itu belum, sebab itu sudah beberapa kali kami lakukan, tapi belum
bisa terlaksana dengan baik. karena di satu sisi keadaan sarana dan prasarana kurang
menadai misalnya, kondisi bangunan kelas, juga tenaga pengajar harus ber tambah.
karena menurut kami buat apa ketika di kelas dipakai Hijab (pembatas/pemisah),
namun ketika di luar mereka akan bercampur lagi itu kan sama aja. Tapi untuk
jenjang Tsanawiyyah menggunagan itu.
Tanya: Kalau dalam bidang ekonomi?
Jawab: Hal tersebut sudah tercantum dalam program kami, tapi itu belum bisa terlaksana,
namun untuk mengisi kekosongan tersebut anak-anak mengadakan kegiatan yang
sifatnya hanya pelajaran tambahan yaitu mereka mengadakan pembelajaran Elektro,
dan Tata Busana, itu untuk memacu kreatifitas mereka ketika sudah keluar nanti.
Tanya: Bagai mana pengaruhnya tarhadap perilaku anak-anak didik?
Jawab: Kalau hal itu kambali lagi terhadap individunya. namun, selama ini alhamdullilah
ada pengaruhnya, setelah kami mengadakan koordinasi dengan pihak-pihak lain baik
di dalam lingkungan pesantren maopun di luar misalnya: dalam tutup aurat buat
khususnya perempuan, tapi ada juga satu dua orang yang masih.melanggar. Dalam
peraktek keagamaan apalagi dari mulai kelas dua Tesanawiyanh yang mereka sudah
bisa memberikan pengajaran di beberapa tempat, dan itu tidak dipungut banyaran
apapun mereka mengajar secara suka rela.seperti di Perum-Perum untuk memdidik
anak-anak yang kursus-kursus, privat Ibtidaiyyah.
Tanya: Bagai mana tanggapan masyarakat terhadap keberadaan Pesantren ini?
Jawab: Pada awalnya memang ada reaksi dari masyarakat karena mereha belum memahami
apa yang dilakukan oleh PERSIS, apa lagi ketika masih saya muda dulu mereka
pilang kalau PERSIS itu gerakan yang mengada-ngada, tapi konflik tersebut tidak
sampai ada betrokam fisisk, mungkin hanya sebatas perbedaan pemaham terhadap
ritual keagamaan saja misalnya; pada upacara kematian mereka ada istilah 3, 5, 7
bahkan matang puluh, atau natus, tapi kalau sekarang mereka sudah diberikan
pengertian mereka menyadari bahkan sedikit memahami sehingga mereka tidak ada
lagi istilah-istilah golongan mereh ata apalah yang mereka sebut.
Bahkan sekarang mereka juga ikut mendukung terhadap keberlangsungan
Pesanteren ini misalnya ketika Hari Raya Besar Islam baik Idul Fitri atau Idul Adha
mereka datang sampai halaman pesantren ini tidak cukup untuk menampung merek,
itu merupakan suatu bentuk di mana mereka sudah siap untuk Makmum terhadap
kita sebagai mana kita Makmum terhadap mereka, toh mereka juga sama-sama
sodara kita, dan yang penting bagaimana agar kita bisa hidup berdampingan atau
campur-baur dengan mereka begitu juga sebaliknya. tetapi tetap dalam konteks
tertentu punya batasan yang harus dipertahankan masing-masing. selain itu pula
diantara mereka menyekolahkan anak-anak mereka ke pesantren ini.
Hasil Wawancara Tgl 15 April 2009
Nama: Ikbal
Siswa Kelas 1 Muallimin
Alamat : Cikarang Bekasi
Tanya: Kapan “Antum58” amsuk PERSIS?
Jawab: “Ana”59 masuk semenjak masuk Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) Cempakawarna
ini Kelas 3 Tsanawiyah.
Tanya: Bagaimana latarbelakang keluarga, PERSIS apa bukan?
Jawab: Orang tua bukan PERSIS mereka hanya Islam saja, tidak ikut organisasi apapun.
Tanya: Apa motivasi Antum massuk PERSIS.?
Jawab: Pada awalnya Ana masuk PERSIS kerena mengikuti kemauan orang tua, kerena
mereka melihat kehidupan saya dulu yang tidak menentu bahkan melaksana
malakkan ibadahpun jarang, jadi ana dimasukan ke Pesantren Persatuan Islam ini,
dengan harapan agar saya bisa menjalankan ibadah dengan baik, dan sesuai dengan
ajaran al-Quran dan Sunnah.
Tanya: Apa yang Antum ketahui tentang PERSIS?
Jawab: PERSIS itu organisasi yang tegas dan lugas. PERSIS apabila melakukan sesuatu
melalui proses berfikir dan pasti ada landasannya dari al-Quran Dan Sunah.
Tanya: Apakah Antum mengetahui PERSIS itu organisasi keagamaan atau perorangan?
Jawab: Ana mengetahui PERSIS sebagai organisasi keagamaan yang terbentuk atas latar
belakang pemurnin ajaran Agama Islam dari perlaku, Tahayul, Bid’ah, dan
Churofat. (TBC)
Tanya: Apa sih Tahayul itu?
Jawab: Mempercayai sesuatu benda yang benda tersebut dianggap mempunyai manfaat atau
keistimewaan.
Tanya: Apa Bid’ah itu?
Jawab: Segala sesuatu yang baru dalam urusan agama, sesudah agama ini sempurna, seperti
upacara Muludan, Talqin dan Tahlilan.
Tanya: Apa Churofat itu?
Jawab: mungkin sama dengan Tahayul, bahkan bisa menjadi Musrik
Tanya: Apakah ada ketentuan husus untuk masuk ke Pesantren ini?
Jawab: Ada yaitu: dia ntaranya mempunyai ijajah terakhir, bisa baca Alquan, dan siap
melakukan ketentuan-ketentuan yang ada di Pesantren ini
Tanya: Apa saja kegiatan yang dilakukan di pesantren ini?
Jawab: Banyak seperti, pagai-pagi sebelum masuk sekolah kita harus Salat Duha terlebih
dahulu, kemudian dilanjutkan dengan membaca al-Quran, pada hari-hari tertentu
kita melakukan upacara dan pembacaan “Baiat”, Kegiatan Belajar-Mengajar
(KBM), Tahfid al-Quran dan Hadits, Iroban, dan Tasripan.
Tanya: Apakah Antum mengikuti kegiatan tersebut?
Jawab: Alhamdulilah Mengikuti.
Tanya: Apakah ada manfaatnya bagi Antumsetelah mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut?
Jawab: Selain balajar memperbaiki peribadatan juga mengetahui ilmu-ilmu baru yang tidak
atau belum diketahui sebelumnya apalagi tentang kepersisan. Seperti “Baiat”
Tanya: Bagamana cara pengajaran yang ”Antum” katahui yang dilakukan di Pesantren ini?
58
59
Antum adalah sama dengan kamu
Anasama dengan saya
Jawab: Ceramah, Diskusi atau Tanya Jawab.
Tanya: Bidang apa saja yang dipelajari di sini yang derbeda dengan di sekolah lain?
Jawab: Kalau di sini mungkun ditambah dengan pendidikan kepersisan seperti layaknya di
Pesantren Persatuan Islam yang lain, berbeda dengan sekolah lain yang sebagian
besar mempelajari pelajaran umum.
Tanya: Apasaja pelajaran kepersisan yang dipelajari?
Jawab: Pejaran Aqidah, Baiat, Tahfid Al-Quran dan Hadits, pengenalan Qanun Asasi dan
Qanun Dakhili.
Tanya: Apakah anda mengenal kiyai di Pesantren ini?
Jawab: Pasti saya mengenal dia, dia adalah orang yang saya tidak bisa menggambarkan
secara detil, pokoknya dia patut ditiru kerena dia selalu memberikan contoh bukan
perintah terhadap santri-santrinya, dia kalau menasehati santri-santrinya dengan kata
yang bijak dan lembah lembut.
Tanya: Apa peran dia di Pesatren ini?
Jawab: Dia sebagai Mudirul ‘Am atau Pimpinan Pesantren tapi terkadang dia juga mengajar
Ilmu Paroid (Ilmu Waris/Pembagian Harta Warisan) dan Akidah Akhlak di kelas
atau Jenjang Mualimin. dia juga di Persis Pusat (PP) sebagai anggota Dewan Hisbah.
Tanya: Apakah dia berpengaruh dalam kehidupan anda?
Jawab: Pasti berpengaruh, misalnya; dalam kehidupan dia yang sederhana, sopan, giat
dalam beribadat, berani, dan lain-lain, bahkan dulu ketika saya lagi melaksanakan
shalat, sempat dibetulkan tanpa berbicara apa pun, dan apa yang dia lakukan tersebut
masih ingat dan masih saya lakukan.
Tanya: Bagaimana pemahaman anda terhadap hal-lah yang disampaikan oleh kiyai ketika
dia mengajar?
Jawab: Sejauh ini yang saya rasakan cukup memahami terhadap apa yang kiyai sampaikan,
khususnya dalam ilmu-ilmu tentang ritual keagamaan yang selalu saya lakukan
setiap hari.
Tanya: Apa saja yang dicontohkan kiyai?
Jawab: Banyak, di antaranya dia selalu bisa bersikap semangat dalam melakukan setiap
kegiatan
Tanya: Apakah anda sudah melakukan apa yang kiyai lakukan?
Jawab: Saya belum bisa sepenuhnya melakukan apa yang beliau contohkan.
Tanya: Apakah anda akan melaksanakan perintah dia?
Jawab: Insyaallah
Hasil Wawancara Tanggal 18 April
Nama: Saeful Wahid M. Siswa kelas 12 Mualimmin
Alamat : Ciamis
Tanya: Kapan Antum amsuk PERSIS?
Jawab: Ana masuk semenjak masuk Pesantren Persatuan Islam (PPI 7) Cempakawarna ini.
Tanya: bagaimana latarbelakang keluarga, PERSIS apa bukan?
Jawab: Pada awalnya orang tua Anabukan PERSIS.
Tanya: Apa motivasi Antum massuk PERSIS.?
Jawab: Pada awalnya Anamasuk PERSIS kerena mengikuti kemauan orang tua, namun
tetelah lama Anamengitkuti peroses belajar mangajar di Pesantren ini, saya
termotivasi ingin menjadi orang yang pinter karena kalau ingin pintar dalam masalah
agama pasti masuk PERSIS.
Tanya: Apa yang Antum ketahui tentang PERSIS?
Jawab: PERSIS itu organisasi keagamaan yang tegas dan lugas. Anggota PERSIS apabila
melakukan sesuatu melalui proses berfikir dan pasti ada landasannya dari al-Quran
dan Sunah.
Tanya: Apakah Antum mengetahui PERSIS itu ornanisasi keagamaan atau perorangan?
Jawab: Anamengetahuin PERSIS sebagai organisasi keagamaan yang terbentuk atas latar
belakang pemurnian Agama Islam dari perlaku, Tahayul, Bid’ah dan Khurofat.
(TBC)
Tanya: Apa sih TahayuI itu?
Jawab: Mempercayai sesuatu benda, yang benda tersebut dianggap mempunyai manfaat atau
baik buruknya sesuatu.
Tanya: Apa Bid’ah itu?
Jawab: Segala sesuatu yang diada-adakan setelah agama ini sempurna, seperti Upacara
Muludan, dan Tahlilan.
Tanya: Apa Khurofat itu?
Tanya: Apakah ada ketentuan husus untuk masuk ke Pesantren ini?
Jawab: Ada. yaitu; diantaranya mempunyai Ijajah terakhir, bisa baca al-Quan,
Tanya: Apa saja kegiatan yang dilakukan di Pesantren ini?
Jawab: Banyak seperti, kegiatan belajar-mengajar (KBM), Tahfid al-Quran dan Hadits,
Iroban, Tasripan.
Tanya: Apakah Antum mengikuti kegiatan tersebut?
Jawab: Mengikuti
Tanya: Apakah manfaatnya bagi Antumsetelah mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut?
Jawab: Mengetahui ilmu-ilmu baru bahkan bisa memperdalam ilmu yang telah diketahui
sebelumnya, terutama ilmu-ilmu Nahwiyyah. Bahkan membentuk karakter baik
secara sadar atau tidak.
Tanya: Bagaimana cara pengajaran yang dilakukan di pesantren ini?
Jawab: Ceramah, Diskusi atau Tanya Jawab.
Tanya: Bidang apa saja yang dipelajari di sini yang membedakan pesantren ini dengan di
sekolah lain?
Jawab: Kalau di sini mungkun ditambah dengan pendidikan kepersisan seperti layaknya di
pesantren-pesantren PERSIS lainnya, berbeda dengan sekolah lain yang hanya
mempelajari pelajaran umum yang mengacu ke DEPAG dan DIKNAS.
Tanya: Apasaja pelajaran ke Persisan yang dipelajari?
Jawab: Pejaran Akidah, Tahfid al-Quran dan Hadits, pengenalan Qanun Asasi dan Qanun
Dakhili.
Tanya: Apakah anda mengenal kiyai di pst ini?
Jawab: Pasti saya mengenal dia, dia adalah orang yang sangat sederhana, berwibawa,
perhatian, dan selalu memberikan contoh terhadap santri-santrinya. Misalnya saja
dia sebagai pimpinan sangat sederhana baik dalam segi berpakaian, penampilan, dan
lain sebagainya. Dia sangat disegani oleh para santri-santri karena dia dianggap yang
mempunyai ilmu yang mumpuni. Dan dia apabila menasehati santri-santrinya
dengan bijak dan lembah lembut. Dia juga selalu memberikan contoh terhadap
santri-santrinya misalnya; ketika halaman kotor dia selalu membersihkannya selagi
sempet sendiri.
Tanya: Apa peran dia di Pesantren ini?
Jawab: Dia sebagai Mudirul ‘Am atau pimpinan pesantren yang melingkupi semua jejangjenjang pendidikan yang ada, dari mulai TK sampai Muallimin, dan Pesantren.
Selain Mudirul‘Am dia juga Ustadz yang mengajar baik di dalam pesantren, bahkan
diluar seperti menjadi Dosen di salah satu Universitas di Tasikmalaya, dia juga di
PERSIS sebagai anggota Dewan Hisbah.
Tanya: Apakah dia berpengaruh dalam kehidupan anda?
Jawab: Pasti berpengaruh, misalnya dalam kehidupan dia yang sederhana, sopan, giat dalam
beribadat, berani, dan lain-lain saya susah untuk mengganbarkannya. Sehingga dari
perbuatannya tersebut sangat batpengaruh dalam kehidupan saya.
Tanya: Sejauhmana pemahaman anda terhadap hal-lah yang di sampaikan oleh kiyai ketika
dia mengajar?
Jawab: Saya beranggapan kalau beliau kurang bisa dipahami dalam pembicaraan, tapi saya
lebih memahami apa yang dia tuliskan dalam karyanya, seperti tulisan-tulisan di
berbagai buku, selembaran karena selalu diberikan dasar dan landasan yang dia
pakai baik dari al-Quran atau Hadits.
Tanya: Apasaja yang dicontohkan kiyai?
Jawab: Kalau masalah itu saya tidak bisa menjelaskan secara rinci, karena menurut saya, apa
yang dia lakukan baik dalam hal keagamaan misalnya dia rajin menjalankan ibadah
ritual keagamaan baik yang wajib atau yang sunnah, seperi Shalat Sunnah, baca alQuran dan Puasa Sunnah. atau kemasyarakatan dia patut dicontoh dia selalu ramah
terhadap siapapun baik santeri-santeri atau pada masyarakat sekitar, membantu atau
menenguk ketika ada wali murid atau tengga yang sakit.
Tanya: Apakah anda sudah melakukan apa yang kiyai lakukan?
Jawab: Sampai sejauh ini saya belum bisa sepenuhnya tapi lagi nerusaha.
Hasil Wawancara, Tanggal 51,16 April 2009
Nama: Bapak Karman Permana
Masyarakat sekitar pesantren
Tanya: Bapak mengetahui atau kidak kalau ini pesamtren persis
Jawab: Tidak, yamng saya tahu kalau ini sekolah Persatuan Islam (PERSIS)
Tanya: Bagaiman tanggapan bapak terhadap pesanren ini?
Jawab: Biasa-biasa saja.
Tanya: Apakah bapak menyekolahkan anak dan cucu bapak ke pesantren ini?
Jawab: Tidak. Karena anak saya dari dulu maunya masuk sekolah umum.
Tanya: Bagaimana tanggapan bapak terhadap kegiatan yang dilakukan di pesantren ini?
Jawab: Secara umum kelihatan baik, tapi tergantung pada anaknya karena ada juga yang
nakal.
Tanya: Bagai mana dengan yang biayasa bapak lihat dari keseharian anak-anaknya?
Jawab: Pada umumnya mereka pada rajin dalam beribadatan, misalnya saja pada pagi hari
sekitar jam 07, suka membaca al-Quran, shalat dzuha, dan shalat berjamaah setiap
dzuhur.
Tanya: Bagaimana yang bapak perhatikan apakah semua santri mengikuti kegiatan tersebut?
Jawab: Kalau menurut bapak tidak, karena kalau pagi hari banyak juga yang terkadang
datang terlambat, sehingga dia tidak bisa mengikuti kegiatan baca al-Quran dan
shalat sunnah dzuha. Bahkan terkadang bapak juga melihat kalau pada waktu dzuhur
banyak para santri yang keluar dari lokasi pesantren dan mereka shalat di luar yaitu
Masjid deket bangunan asrama putri,
Tanya: Bagaimana kalau dalam masalah sosial kemasyarakatan samtri?
Jawab: Kadang-kadang mereka mengadakan bakti sosial beberapa tahun lalu mereka
mengadakan khitanan masal yang bapak sendiri ikut terlibat, dalam setiap tahun
suka ada pembagian zakat fitrah, dan kurban, dan pada Bulan Ramadhan mereka
juga mengadakan buka bersama.
Tanya: Apakah kegiatan tersebut khusus untuk orang-orang PERSIS atau simpatisan saja?
Jawab: Tidak itu terbuka untuk mesyarakat sekitar, karena bapak juga menerima undangan
untuk mangikuti kegiatan mereka.
Tanya: Apakah bapak mengenal pimpinannya?
Jawab: Kenal Bapak Ustadz Aman (KH.Maman AbullrahmanKs), Kalau Bapak Aman
orangnya baik, tidak seperti pimpinan yang dulu. Kalau tidak salah namanya Bapak
Toha Hasan Mawardi.
Tanya: Apa bedanya?
Jawab: Kalau yang dulu itu sangat keras dan tertutup, dia tidak pernah bersosialisasi dengan
masyarakat, makanya sangat kelihatan waktu itu antara kelompok mereka dengan
masyarakat sekitar, bagaikan ada pemisah,
Tanya: Kalau sekarang dipimpin Pak Ustadz Aman bagaimana?
Jawab: Kalau dia enak dia bersatu dengan masyarakat, Sopan.
Tanya: Apakah bapak suka ikut dalam kegiatan yang diadakan mereka?
Jawab: Kalau diundang kadang-kadang ikut, tapi kalau shalat jarang paling kalau kesiangan,
karena kami juga punya Masjid Jami Nahdatul Ulama (NU) di sekitar sini.
Tanya: Bapak bagaimana keadaan masyarakat sekitar dulu sebalum ada persis?
Jawab: Disini dulu bisa dikatakan sarang kegiatan-kegiatan maksayat sepert; MabukMabukan, Perjudian, Pelacurann dan bisa dikatakan Sarang peredara Narkoba di
Tasikmalaya.
Tanya:Bagaimana sekarang?
Jawab: Kalau sekarang sudah menurun.
Tanya: Kenapa menurun, apakah karena merasa malu sudah ada pendidikan pesantren persis,
atau karena mereka bosan dengan kegiatan tersebut?
Jawab: Ini ada tiga faktor, peratama bisa dikatakan mereka malu, kedua mereka sudah mulai
sadar dari kegiatan-kegiatan tersebut, dan ketiga “Gembongnya”60( Bahasa Sunda
Kokolot) sudah ditahan oleh aparat kepolisian (dipenjara)
Tanya:Siapa nama “Gembong” tersebut?
Jawab: Lupa, karena dia bukan orang sini.
Tanya: Bagaimana pandangan bapak terhadap mereka yang selalu menggembor-gemborkan
pemberantasan Bid’ah, Tahayul, dan Khurofat.?
Jawab: Kalau masalah itu bagi bapak selama tidak mengganggu bahkan melakukan
kekerasan atau anarkis boleh-boleh saja. Tidak seperti pada waktu pertama itu,
dimana keadaan di sini terasa sangat mencekam dengan adanya pembatas, karena
mereka itu bisa dibilang ekstrim sehingga kalu ada orang yang tidak sepaham
dengan mereka dibilang musuh, tapi sekarang mereka juga sedah saling mengerti
apa yang kami lakukan, bahkan kita saling menghormati, dan begitu juga sebaliknya.
Tanya: Bapak bagai mana kalau ada pihak lain yang ingin menghancurkan tempat ini apakah
akan ikut membelanya?
Jawab: Pasti, bahkan semua Pimpinan Setempat, Tokoh Masyarakat dan masyarakat sekitar
akan membelanya. Karena mereka juga sama-sama orang Muslim sama seperti kita.
60
Panggilan Informen Untuk Pimpinan Kejahatan/Kemaksiatan
Lampiran II
KONSEP WAWANCARA DENGAN PIMPINAN PESANTREN
Nama
: .........................................................................
Jabatan : ........................................................................
Tanya: Kapan masuknya Persatuan ke Cempakawarna?
Jawab: ............................................................................
Tanya: Bagaimana latar belakang berdirinya Pesantren ini?
Jawab: ...........................................................................
Tanya: Bagaimana sejarah perkembangannya?
Jawab: ............................................................................
Tanya: Untuk saat ini dimana saja tempat yang selalu dipake kegiatannya?
Jawab: ..............................................................................
Tanya: Bagaimana perkembangan santri setiap tahunnya?
Jawab: .................................................................................
Tanya: Apakah ada ketentuan khusus tidak untuk masuk ke pesantren ini?
Jawab: ......................................................................................
Tanya: Dalam proses belajar-mengajar sistem apa yang di terapkan di pesantren ini?
Jawab: .................................................................................
Tanya: Ustadz sebagai Pimpinan Pesantren, apa harapan Ustadz terhadap santri-santri baik
yang masih aktif atai setelah keluar dari sini?
Jawab: .........................................................................................
Tanya: Bagaimana cara Ustadz menerapkan pendidikan moral, peraktek sosial keagamaan,
dan sosial kemasyarakatan terhadap anak didik Ustadz?
Jawab: ...........................................................................................
Tanya: Selama ini bagaimana Ustadz melihat siswa/i, apakah mereka sudah melakukan apa
yang Ustadz lakukan?
Jawab: ................................................................................................
Tanya: Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap keberadaan Pesantren ini?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Bagaimana dengan kegiatan peraktek keagamaan, apakah mereka masih malakukan
sebagaimana yang mereka lakukan sebelumnya?
Jawab: .............................................................................................
Tanya: Karena saya pun kurang tahu tenatang hal ini, maka dulu yang dilakukan Rasul
bagaimana?
Jawab: .............................................................................................................
KONSEP WAWANCARA DENGAN JAMA’AH
Nama: ................................................
Alamat : ............................................................
Tanya: Kapan Antum amsuk PERSIS?
Jawab: ...................................................................
Tanya: Bagaimana latarbelakang keluarga, PERSIS apa bukan?
Jawab: ...................................................................................
Tanya: Apa motivasi Antum massuk PERSIS.?
Jawab: ..................................................................................
Tanya: Apa yang Antum ketahui tentang PERSIS?
Jawab: .....................................................................................
Tanya: Apakah Antum mengetahui PERSIS itu organisasi keagamaan atau perorangan?
Jawab: ............................................................................................
Tanya: Apa sih Tahayul itu?
Jawab: .............................................................................................
Tanya: Apa Bid’ah itu?
Jawab: .............................................................................................
Tanya: Apa Churofat itu?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Apakah ada ketentuan husus untuk masuk ke Pesantren ini?
Jawab: ................................................................................................
Tanya: Apa saja kegiatan yang dilakukan di pesantren ini?
Jawab: .................................................................................................
Tanya: Apakah Antum mengikuti kegiatan tersebut?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Apakah ada manfaatnya bagi Antumsetelah mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut?
Jawab: ....................................................................................................
Tanya: Bagamana cara pengajaran yang ”Antum” katahui yang dilakukan di Pesantren ini?
Jawab: ........................................................................................................
Tanya: Bidang apa saja yang dipelajari di sini yang derbeda dengan di sekolah lain?
Jawab: ...............................................................................................................
Tanya: Apasaja pelajaran kepersisan yang dipelajari?
Jawab: ............................................................................................................
Tanya: Apakah anda mengenal kiyai di Pesantren ini?
Jawab: ........................................................................................................
Tanya: Apa peran dia di Pesatren ini?
Jawab: ........................................................................................................
Tanya: Apakah dia berpengaruh dalam kehidupan anda?
Jawab: ...........................................................................................................
Tanya: Bagaimana pemahaman anda terhadap hal-lah yang disampaikan oleh kiyai ketika
dia mengajar?
Jawab: ..............................................................................................................
Tanya: Apa saja yang dicontohkan kiyai?
Jawab: ...............................................................................................................
Tanya: Apakah anda sudah melakukan apa yang kiyai lakukan?
Jawab.............................................................................................................
KONSEP WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT SEKITAR
Nama: ......................................
Alamat:
Tanya: Bapak mengetahui atau kidak kalau ini pesamtren persis
Jawab: .............................................................................
Tanya: Bagaiman tanggapan bapak terhadap pesanren ini?
Jawab: .......................................................
Tanya: Apakah bapak menyekolahkan anak dan cucu bapak ke pesantren ini?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Bagaimana tanggapan bapak terhadap kegiatan yang dilakukan di pesantren ini?
Jawab: .............................................................................................
Tanya: Bagai mana dengan yang biayasa bapak lihat dari keseharian anak-anaknya?
Jawab...............................................................................................
Tanya: Bagaimana yang bapak perhatikan apakah semua santri mengikuti kegiatan tersebut?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Bagaimana kalau dalam masalah sosial kemasyarakatan samtri?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Apakah kegiatan tersebut khusus untuk orang-orang PERSIS atau simpatisan saja?
Jawab: ..............................................................................................
Tanya: Apakah bapak mengenal pimpinannya?
Jawab: ................................................................................................
Tanya: Apa bedanya?
Jawab....................................................................................................
Tanya: Kalau sekarang dipimpin Pak Ustadz Aman bagaimana?
Jawab: .................................................................................................
Tanya: Apakah bapak suka ikut dalam kegiatan yang diadakan mereka?
Jawab: ......................................................................................................
Tanya: Bapak bagaimana keadaan masyarakat sekitar dulu sebalum ada persis?
Jawab: .......................................................................................................
Tanya:Bagaimana sekarang?
Jawab: ......................................................................................................
Tanya: Kenapa menurun, apakah karena merasa malu sudah ada pendidikan pesantren persis,
atau karena mereka bosan dengan kegiatan tersebut?
Jawab: .....................................................................................................
Tanya:Siapa nama “Gembong” tersebut?
Jawab: ........................................................................................................
Tanya: Bagaimana pandangan bapak terhadap mereka yang selalu menggembor-gemborkan
pemberantasan Bid’ah, Tahayul, dan Khurofat.?
Jawab: ......................................................................................................
Tanya: Bapak bagai mana kalau ada pihak lain yang ingin menghancurkan tempat ini apakah
akan ikut membelanya?
Jawab: ........................................................................................................
Tasikmalaya......../......../2009
Interviuer
Lampiran II
KONSEP WAWANCARA DENGAN PIMPINAN PESANTREN
Nama
: .........................................................................
Jabatan : ........................................................................
Tanya: Kapan masuknya Persatuan ke Cempakawarna?
Jawab: ............................................................................
Tanya: Bagaimana latar belakang berdirinya Pesantren ini?
Jawab: ...........................................................................
Tanya: Bagaimana sejarah perkembangannya?
Jawab: ............................................................................
Tanya: Untuk saat ini dimana saja tempat yang selalu dipake kegiatannya?
Jawab: ..............................................................................
Tanya: Bagaimana perkembangan santri setiap tahunnya?
Jawab: .................................................................................
Tanya: Apakah ada ketentuan khusus tidak untuk masuk ke pesantren ini?
Jawab: ......................................................................................
Tanya: Dalam proses belajar-mengajar sistem apa yang di terapkan di pesantren ini?
Jawab: .................................................................................
Tanya: Ustadz sebagai Pimpinan Pesantren, apa harapan Ustadz terhadap santri-santri baik
yang masih aktif atai setelah keluar dari sini?
Jawab: .........................................................................................
Tanya: Bagaimana cara Ustadz menerapkan pendidikan moral, peraktek sosial keagamaan,
dan sosial kemasyarakatan terhadap anak didik Ustadz?
Jawab: ...........................................................................................
Tanya: Selama ini bagaimana Ustadz melihat siswa/i, apakah mereka sudah melakukan apa
yang Ustadz lakukan?
Jawab: ................................................................................................
Tanya: Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap keberadaan Pesantren ini?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Bagaimana dengan kegiatan peraktek keagamaan, apakah mereka masih malakukan
sebagaimana yang mereka lakukan sebelumnya?
Jawab: .............................................................................................
Tanya: Karena saya pun kurang tahu tenatang hal ini, maka dulu yang dilakukan Rasul
bagaimana?
Jawab: .............................................................................................................
KONSEP WAWANCARA DENGAN JAMA’AH
Nama: ................................................
Alamat : ............................................................
Tanya: Kapan Antum amsuk PERSIS?
Jawab: ...................................................................
Tanya: Bagaimana latarbelakang keluarga, PERSIS apa bukan?
Jawab: ...................................................................................
Tanya: Apa motivasi Antum massuk PERSIS.?
Jawab: ..................................................................................
Tanya: Apa yang Antum ketahui tentang PERSIS?
Jawab: .....................................................................................
Tanya: Apakah Antum mengetahui PERSIS itu organisasi keagamaan atau perorangan?
Jawab: ............................................................................................
Tanya: Apa sih Tahayul itu?
Jawab: .............................................................................................
Tanya: Apa Bid’ah itu?
Jawab: .............................................................................................
Tanya: Apa Churofat itu?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Apakah ada ketentuan husus untuk masuk ke Pesantren ini?
Jawab: ................................................................................................
Tanya: Apa saja kegiatan yang dilakukan di pesantren ini?
Jawab: .................................................................................................
Tanya: Apakah Antum mengikuti kegiatan tersebut?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Apakah ada manfaatnya bagi Antumsetelah mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut?
Jawab: ....................................................................................................
Tanya: Bagamana cara pengajaran yang ”Antum” katahui yang dilakukan di Pesantren ini?
Jawab: ........................................................................................................
Tanya: Bidang apa saja yang dipelajari di sini yang derbeda dengan di sekolah lain?
Jawab: ...............................................................................................................
Tanya: Apasaja pelajaran kepersisan yang dipelajari?
Jawab: ............................................................................................................
Tanya: Apakah anda mengenal kiyai di Pesantren ini?
Jawab: ........................................................................................................
Tanya: Apa peran dia di Pesatren ini?
Jawab: ........................................................................................................
Tanya: Apakah dia berpengaruh dalam kehidupan anda?
Jawab: ...........................................................................................................
Tanya: Bagaimana pemahaman anda terhadap hal-lah yang disampaikan oleh kiyai ketika
dia mengajar?
Jawab: ..............................................................................................................
Tanya: Apa saja yang dicontohkan kiyai?
Jawab: ...............................................................................................................
Tanya: Apakah anda sudah melakukan apa yang kiyai lakukan?
Jawab.............................................................................................................
KONSEP WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT SEKITAR
Nama: ......................................
Alamat:
Tanya: Bapak mengetahui atau kidak kalau ini pesamtren persis
Jawab: .............................................................................
Tanya: Bagaiman tanggapan bapak terhadap pesanren ini?
Jawab: .......................................................
Tanya: Apakah bapak menyekolahkan anak dan cucu bapak ke pesantren ini?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Bagaimana tanggapan bapak terhadap kegiatan yang dilakukan di pesantren ini?
Jawab: .............................................................................................
Tanya: Bagai mana dengan yang biayasa bapak lihat dari keseharian anak-anaknya?
Jawab...............................................................................................
Tanya: Bagaimana yang bapak perhatikan apakah semua santri mengikuti kegiatan tersebut?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Bagaimana kalau dalam masalah sosial kemasyarakatan samtri?
Jawab: ...............................................................................................
Tanya: Apakah kegiatan tersebut khusus untuk orang-orang PERSIS atau simpatisan saja?
Jawab: ..............................................................................................
Tanya: Apakah bapak mengenal pimpinannya?
Jawab: ................................................................................................
Tanya: Apa bedanya?
Jawab....................................................................................................
Tanya: Kalau sekarang dipimpin Pak Ustadz Aman bagaimana?
Jawab: .................................................................................................
Tanya: Apakah bapak suka ikut dalam kegiatan yang diadakan mereka?
Jawab: ......................................................................................................
Tanya: Bapak bagaimana keadaan masyarakat sekitar dulu sebalum ada persis?
Jawab: .......................................................................................................
Tanya:Bagaimana sekarang?
Jawab: ......................................................................................................
Tanya: Kenapa menurun, apakah karena merasa malu sudah ada pendidikan pesantren persis,
atau karena mereka bosan dengan kegiatan tersebut?
Jawab: .....................................................................................................
Tanya:Siapa nama “Gembong” tersebut?
Jawab: ........................................................................................................
Tanya: Bagaimana pandangan bapak terhadap mereka yang selalu menggembor-gemborkan
pemberantasan Bid’ah, Tahayul, dan Khurofat.?
Jawab: ......................................................................................................
Tanya: Bapak bagai mana kalau ada pihak lain yang ingin menghancurkan tempat ini apakah
akan ikut membelanya?
Jawab: ........................................................................................................
Tasikmalaya......../......../2009
Interviuer
Download