BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan ini termasuk ke dalam jenis penelitian eksperimental. Pada kelompok eksperimen, dilakukan sebuah perlakuan terhadap subjek penelitian atau variabel yang hendak diteliti (variabel terikat) kehadirannya sengaja ditimbulkan dengan memanipulasi suatu perlakuan sesuai dengan kebutuhan. Data yang diperoleh berasal dari hasil perlakuan terhadap subjek penelitian dan dibandingkan terhadap kontrol yang tidak diberi perlakuan (Nazir, 1988; Jaenud, 2011). Subjek penelitian pada penelitian ini adalah kelompok perlakuan yang diberi ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan kelompok kontrol yang tidak diberi ekstrak rimpang temulawak. Objek yang akan diteliti adalah perkembangan embrio praimplantasi mencit betina dara (Mus musculus) Swiss Webster. B. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Desain ini biasa digunakan pada percobaan yang bersifat homogen dan terdapat perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol (Nazir, 1988). Desain penelitian ini digunakan untuk mengelompokan mencit yang akan digunakan ke dalam empat kelompok, yaitu satu kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan. Ketiga kelompok perlakuan diberi tiga dosis yang berbeda selama tiga hari kebuntingan, yaitu 140 mg/kg BB, 280 mg/kg BB dan 700 mg/kg BB. Berdasarkan rumus Federer (1963), mencit betina yang digunakan sebanyak 24 ekor, berikut adalah perhitungannya: (n-1) (t-1)≥15 (n-1) (4-1) ≥15 3n-3≥15 n≥6 Malya, Irine Y. 2014 PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 33 Keterangan: t=jumlah perlakuan n=jumlah pengulangan Setelah itu, dilakukan randomisasi untuk pengelompokkan. Pengelompokkan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan bias. Pengelompokkan dilakukan dengan memberi kode 1-24 pada mencit yang akan menempati kandang yang telah diberi kode A-D sebagai kode setiap dosis. Hasil pengelompokkan terdapat pada Tabel 3.1 1 Tabel 3.1 Hasil Randomisasi Mencit 2 3 4 5 6 3C 16B 24D 8B 5A 11B 7 8 9 10 11 12 10B 9C 4D 13A 12D 2A 13 14 15 16 17 18 23D 7A 19B 21A 17A 22C 19 20 21 22 23 24 20D 18B 1C 14C 15D 6C Keterangan: A : dosis 0 mg/kg BB (kontrol) B : dosis 140 mg/kg BB C : dosis 280 mg/kg BB D : dosis 700 mg/kg BB 1,2,3 dst...: nomor mencit Berdasarkan hasil randomisasi mencit, maka didapatkan penempatan mencit pada setiap kandangnya yang dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Penempatan Mencit Berdasarkan Hasil Randomisasi Kandang Dosis Kode Mencit A 0 mg/kg BB (kontrol) 5 13 2 7 21 17 B 140 mg/kg BB 16 8 11 10 19 18 C 280 mg/kg BB 3 9 22 14 6 1 34 D 700 mg/kg BB 24 4 12 23 15 20 C. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah mencit betina dara (Mus musculus) Swiss Webster. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah mencit betina dara sebanyak 24 ekor. Mencit yang digunakan adalah mencit betina yang siap kawin, yaitu mencit betina yang berumur sekitar 8-12 minggu. Mencit betina yang dipakai adalah mencit betina yang memiliki bobot konstan 25-30 gr lalu diamati perkembangan embrio praimplantasi setelah diberi ekstrak rimpang temulawak secara oral dengan jarum gavage selama 3 hari usia kebuntingan. Embrio praimplantasi didapatkan dari mencit betina yang telah diberi perlakuan pemberian ekstrak rimpang temulawak dengan cara flushing. Embrio praimplantasi ini dianalisis jumlah dan persentase setiap tahapan perkembangan, embrio abnormal dan ukuran diameter embrio praimplantasi yang telah mencapai tahap blastokista. D. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2014. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Struktur Hewan, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Rumah Hewan, Kebun Botani, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Pemeliharaan mencit dilakukan di Rumah Hewan, sedangkan pengamatan embrio praimplantasi dilakukan di Laboratorium Struktur Hewan. E. Prosedur Penelitian 1. Tahap Pra-Penelitian a. Penyiapan Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat dan bahan untuk proses pemeliharaan hewan percobaan, pembuatan ekstrak rimpang temulawak, pemberian ekstrak rimpang temulawak pada hewan percobaan sebagai perlakuan dan analisis perkembangan embrio praimplantasi mencit 35 betina dara yang telah diberi ekstrak temulawak. Pada proses pemeliharan dibutuhkan kandang mencit berukuran 30 x 20 x 12 cm beserta tutupnya. Kandang yang dibutuhkan sebanyak enam kandang berisi satu hingga empa mencit betina. Total mencit yang dibutuhkan adalah 24 ekor mencit betina. Selain itu, dibutuhkan juga sekitar enam ekor mencit jantan untuk dipakai dalam proses mengawinkan. Pembuatan ekstrak dibutuhkan satu kilogram rimpang temulawak yang digiling oleh penggilingan atau blender. Pemberian ekstrak temulawak menggunakan jarum gavage dan syringe 1 ml. Ekstrak temulawak yang telah ditimbang menggunakan timbangan Dial-O-Gram dilarutkan dalam 0,3 ml aquades pada setiap dosisnya. Analisis pengaruh ekstrak temulawak terhadap perkembangan embrio praimplantasi membutuhkan syringe 1 ml dengan jarum 26 G untuk melakukan flushing uterus. Pelaksanaan flushing ini menggunakan larutan PBS (phosphate buffered saline) (komposisi pada Lampiran 8) yang ditampung di kaca arloji. Analisis pengaruh ekstrak temulawak terhadap perkembangan embrio menggunakan Mikroskop Listrik Binokuler. Alat dan bahan pada penelitian ini dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 7. b. Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak Temulawak yang dipakai adalah galur Roxb. Dengan usia 11-12 bulan (Rahardjo, 2001; Setyawan, 2003). Rimpang temulawak diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Lembang. Pembuatan ekstrak temulawak menggunakan metode aqueous extract atau ekstraksi air berdasarkan penelitian yang dilakukan Halim (2012) yang dimodifikasi. Hal ini dilakukan sebagai adaptasi konsumsi temulawak dengan pelarut air yang biasa dilakukan masyarakat luas. Selain itu, temulawak yang diekstraksi air dinyatakan memiliki potensi anti fertilitas (Chattopadhyay, 2004). Alasan lain menggunakan metode ini adalah sebagai bentuk adaptasi dari penelitian yang 36 dilakukan Yadav dan Jain (2010 dan 2011) yang mengekstraksi Curcuma longa dengan metode ekstraksi air yang diindikasi memiliki efek anti implantasi. Langkah pembuatan ekstrak diawali dengan proses pembuatan serbuk rimpang temulawak. Satu kilogram rimpang temulawak yang masih segar dicuci bersih. Setelah itu, rimpang temulawak dirajang hingga menjadi potongan kecil dengan ketebalan kurang lebih 1-2 mm. Selanjutnya, hasil rajangan dihilangkan kandungan airnya secara tradisional, yaitu dengan menjemur hasil rajangan di bawah sinar matahari hingga kering (Cahyono et al., 2011). Rajangan rimpang temulawak yang telah kering digiling menggunakan blender hingga halus. Untuk mendapatkan serbuk yang halus, hasil gilingan diayak menggunakan ayakan dapur. Setelah proses pengayakan, hasil serbuk rimpang temulawak diekstrak menggunakan air. Ekstraksi air serbuk temulawak dilakukan menggunakan metode Halim (2012) dengan beberapa modifikasi. Proses awal ekstraksi adalah dengan mencampurkan air panas (60oC) dan serbuk temulawak dengan perbandingan air (ml) dan serbuk (gr) 16:1. Proses pencampuran dilakukan selama 30 menit dan dilakukan pengadukan agar tidak terjadi pengendapan. Setelah itu, dilakukan penyaringan menggunakan kain. Penggunaan kain sebagai penyaring dengan alasan kain memiliki ukuran pori-pori yang kecil, sehingga serbuk dapat tertahan dan menghasilkan filtrat yang halus. Ekstraksi dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Hasil ekstraksi disatukan dan diendapkan dengan cara didedahkan pada udara. Endapan kental yang terbentuk dikeringkan lalu dihancurkan menggunakan blender hingga mendapatkan serbuk halus. Serbuk dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan di kulkas dan siap digunakan. c. Penentuan Dosis Terdapat tiga dosis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 140 mg/kg BB, 280 mg/kg BB dan 700 mg/kg BB. Penentuan dosis ini didasarkan pada penelitian Yadav dan Jain (2010 dan 2011) yang bertujuan untuk melihat profil biokimia yang mempengaruhi proses implantasi pada uterus dan efek anti implantasi setelah diberi ekstrak air Curcuma longa pada tikus putih. Pada 37 penelitian ini, hewan percobaan yang digunakan adalah mencit betina dara (Mus musculus) Swiss Webster, maka dilakukan perhitungan konversi dosis dengan nilai konversi 0,14 untuk tikus putih 200 gr ke mencit 20 gr. Nilai konversi berdasarkan tabel konversi Laurence & Bacharach (1964) (dalam Daud, 2012) (Lampiran 6). Perhitungan konversi dapat dilihat di Lampiran 6. d. Persiapan Mencit dan Aklimatisasi Mencit yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari PAU ITB. Mencit dipelihara di Rumah Hewan Botani UPI. Rumah hewan memiliki suhu minimum 25oC dan suhu maksimum 29oC dengan suhu rata-rata 26,57oC. Kelembaban relatif ruangan mencapai titik minimum 76 % dan titik maksimum 92 % dengan kelembaban relatif rata-rata 82,86 %. Mencit betina yang dipakai berumur 8-12 minggu (Haryono, 1996; Sumarmin, 1999; Priyandoko, 2004), sedangkan mencit jantan yang digunakan berumur 8-14 minggu. Mencit betina yang dipakai memiliki bobot konstan 25-30 gr (Sumarmin, 1999). Mencit betina yang memasuki umur reproduksi ditempatkan di kandang baru dengan sekam yang bersih. Penempatan mencit betina di dalam kandang menggunakan desain RAL. Kandang yang digunakan berukuran 30 x 20 x 12 cm, terbuat dari plastik dan bening. Kandang ditutup dengan kawat penutup. Dasar kandang diberikan sekam dan diganti seminggu seminggu sekali. Mencit betina dan jantan yang digunakan diaklimatisasi selama 7 hari dalam kandang yang terpisah. Mencit diberi makan berupa pakan standar untuk anak babi CP 551, produksi PT Charoen Pokphand Indonesia secara ad libitum, begitu pula dengan pemberian minum (Rugh, 1967; Priyandoko, 2004). Setelah 7 hari aklimatisasi, mencit betina yang memiliki bobot yang konstan dipisahkan. Setiap mencit betina dikawinkan dengan mencit jantan. Jika keesokan harinya terjadi perkwinan maka dilanjutkan pada tahap perlakuan. 2. Tahap Penelitian a. Mengawinkan Mencit Setelah tujuh hari lamanya aklimatisasi, tahap selanjutnya adalah pengawinan hewan uji. Pengawinan dilakukan secara alami tanpa bantuan 38 hormon dengan komposisi perbandingan jantan dan betina 1:4 untuk setiap dosisnya (Samah dan Almahdy, 1992). Keesokan harinya setiap betina diperiksa sumbat vagina (vaginal plug) yang menandakan telah terjadinya proses perkawin oleh jantan dan ditetapkan sebagai usia kebuntingan ke-0 hari (Rugh, 1967; Taylor, 1987 dalam Haryono, 1996; Sumarmin et al., 1999; Priyandoko, 2004; Schwiebert, 2007). Mencit betina yang terdapat sumbat vagina dipisahkan ke dalam kandang baru, lalu perlakuan dimulai. Perlakuan tidak dilakukan secara serentak hanya mencit betina yang terdapat sumbat vagina saja yang dimulai perlakuannya. Perlakuan dilakukan pada kurang lebih 1-3 ekor yang ditemukan sumbat vagina pada setiap harinya. Jika belum terjadi perkawinan dan tidak ditemukan sumbat vagian maka dilakukan proses pengawinan kembali. b. Perlakuan Terhadap Mencit Setelah proses perkawinan berhasil, mencit betina mulai diberi ekstrak rimpang temulawak sesuai dosis pada setiap pagi mulai usia kebuntingan ke-0 hari sampai ke-3 (Haryono, 1996; Sumarmin, 1999). Masing-masing dosis yang diberikan adalah dosis 0 mg/bb, 140 mg/kg BB, 280 mg/kg BB dan 700 mg/kg BB. Setiap dosis ditimbang menggunakan timbangan Dial-O-Gram, lalu dilarutkan dalam aquades sebanyak 0,3 ml. Ekstrak diberikan pada mencit betina dengan metode oral dengan menggunakan syringe 1 ml dan jarum gavage setiap pagi (Gambar 3.1) (Priyandoko, 2004). Untuk dosis 0 mg/bb dikelompokkan sebagai kontrol. Maka perlakuannya diberi aquades 0,3 ml tanpa ekstrak rimpang temulawak. Pada usia kebuntingan ke-3,5 hari mencit betina dibunuh dengan cara dislokasi leher (dislocatio cervicalis) lalu dibedah (Haryono, 1996; Sumarmin; 1999; Priyandoko, 2004; Batan et al., 2007, Helmita et al., 2007). Setelah mencit dibedah, isolasi oviduk dan uterus dilakukan. Setelah itu, tahap penelitian dilanjutkan ke tahap koleksi embrio untuk analisis perkembangan embrio praimplantasi. 39 Gambar 3.1 Gavage (Sumber: Schwiebert, 2007) c. Koleksi Embrio Setelah pembedahan mencit, oviduk dan uterus diisolasi. Lalu dibersihkan dari darah dan lemak di dalam larutan NaCl 0,96% (larutan fisiologis) yang ditempatkan di cawan Petri. Embrio diambil dengan metode flushing menggunakan cairan Phosphate Buffered Saline (PBS ) pH 7,2. Flushing menggunakan syringe 1 ml dengan jarum ukuran 26 G. Flushing dilakukan di atas kaca arloji yang telah dibersihkan menggunakan alkohol (Hogan, 1987; Dye, 1993). Proses flushing embrio dapat dilihat pada Gambar 3.2. a) b) pinset Uterus Jarum 26 G yang dipasang pada syringe 1 ml berisi medium PBS Cawan arloji berisi embrio dan medium PBS Gambar 3.2 Metode Flushing; a) Cara Memasukkan Jarum ke Ujung Oviduk, b) Flushing Embrio di Atas Kaca Arloji (Sumber: Dye, 1993; Priyandoko, 2004). d. Pengamatan dan Analisis Embrio Praimplantasi Setelah koleksi embrio didapatkan, lalu dilakukan analisis tahap-tahap embrio praimplantasi. Tahap-tahap praimplantasi dilakukan dengan melihat morfologi embrio. Embrio dikelompokkan berdasarkan tahapannya, yaitu embrio yang mengalami kelambatan perkembangan atau belum mencapai tahap blastokista, embrio yang tidak mengalami kelambatan perkembangan dan 40 embrio abnormal. Embrio yang mengalami kelambatan perkembangan adalah embrio tahap pembelahan (1-8 sel), morula tidak mampat dan morula mampat. Sedangkan, embrio yang tidak mengalami kelambatan perkembangan, yaitu blastokista saja (Sumarmin et al., 1999; Priyandoko, 2004). Selain itu, jumlah setiap tahapan embrio dihitung. Setelah dihitung jumlah tahapannya, blastokista yang didapatkan dipisahkan ke cawan Petri lain, lalu dihitung diameter horizontal dan vertikal menggunakan lensa objective micrometer yang telah dikalibrasi menggunakan oculer micrometer. Tujuan penghitungan diameter adalah untuk mengetahui rata-rata diameter blastokista setiap dosis. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan bantuan mikroskop listrik binokuler. 3. Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif dilakukan dengan cara melihat morfologi untuk menentukan tahapan embrio praimplantasi. Selain menentukan tahapan, analisis morfologi dilakukan untuk menentukan abnormalitas embrio. Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung jumlah, rata-rata dan persentase embrio praimplantasi baik setiap tahapan maupun total keseluruhan. Analisis data kuantitatif pun dilakukan dengan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan softwarer SPSS 16. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan One way ANOVA jika data terdistribusi normal (parametrik). Pengujian hipotesis akan dilakukan menggunakan uji statistik Wilcoxon’s rank sum test, jika data tidak terdistribusi normal (non parametrik). Pengujian secara statistik ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh ekstrak temulawak terhadap embrio praimplantasi mencit secara signifikan. 41 4. Alur Penelitian Studi Literatur Pembuatan Proposal TAHAP PRA PENELITIAN Persiapan Alat dan Bahan Pembuatan ekstrak temulawak Aklimatsasi mencit selama tujuh hari TAHAP PENELITIAN Proses pengawinan mencit yang siap kawin Pengamatan sumbat vagina Jika ada: Jika tidak ada: Perlakuan dengan memberi ekstrak temulawak secara gavage selama 3,5 hari kebuntingan Pengawinan kembali Pembedahan dan isolasi oviduk dan uterus Analisis tahapan embrio dan perhitungan jumlah embrio praimplantasi Pengukuran diameter blastokista TAHAP PASCA PENELITIAN Analisis data Penysunan Skripsi Gambar 3.3 Alur Penelitian