KEKALAHAN KAUM IBU??? Serial Diskusi Masalah Kesehatan AGUNG DWI LAKSONO Health Advocacy i KEKALAHAN KAUM IBU??? Serial Diskusi Masalah Kesehatan Ibu dan Anak Penulis: Agung Dwi Laksono ©Health Advocacy Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Jl. Bibis Karah I/41 Surabaya 60232 Email: [email protected] Cetakan Pertama – Februari 2012 Penata Letak – ADdesign Desain Sampul – ADdesign ISBN: 978-602-98177-5-1 Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta. ii Pengantar Puji Tuhan akhirnya buku ‘KEKALAHAN KAUM IBU???’ yang merupakan ke-dua ‘Serial Diskusi Masalah Kesehatan’ dapat diselesaikan. Diawali dengan keprihatinan bahwa bidang kesehatan lebih menjadi ‘mainstream’ pemerintah daripada menjadi milik masyarakat! Apalagi bagi anak muda. Untuk itu penulis mencoba membuat diskusi dengan bahasa ringan setiap senin pagi lewat media ‘Diskusi Senin Pagi’ di Facebook, media sejuta umat-nya anak muda. Meski juga ternyata anak ‘tua’ pun turut andil memberi banyak pencerahan menyegarkan dalam diskusi ini. Harapan bahwa bidang kesehatan bisa membumi, ngobrol tentang ‘pembiayaan kesehatan’ seenak ngomongin trend baju terbaru, diskusi ‘pelayanan kesehatan’ senyaman ngrumpi di mall, Sungguh penulis berupaya untuk itu! Saran dan kritik membangun tetap ditunggu. Salam facebooker! Surabaya, Februari 2012 iii iv Daftar Isi Pengantar iii Daftar Isi v Kekalahan Kaum Ibu??? 1 Inisiasi Menyusu Dini 17 15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria 33 Bukan Anak SAPI! 51 AKI... Mengurai Benang Kusut...sut! 69 Piye Bu Bidan? 81 Nasib Si Miskin dan Bodoh... LAGI! 93 Ada Apa Dengan Kita??? 103 Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit... 115 v vi Kekalahan Kaum Ibu??? Kekalahan Kaum Ibu??? Sunday, June 20, 2010 at 11:46pm dear all my friends... Kita lanjutin yak diskusi minggu lalu soal per'ASI'an... kali ini saya coba pelototin data SDKI (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia). Saya coba ikuti persaingan trend antara pemakaian antara ASI versus susu formula! Dan pemenangnya adalaaaah... 1 Kekalahan Kaum Ibu??? Persentase anak usia < 6 bulan yang mengkonsumsi ASI dan Susu Formula, SDKI 2002-2003 dan SDKI 2007 Hahahaha... keliatan bukaaaan!!! Pemenangnya adalah 'pemakaian susu formula' yang menunjukkan trend terus meningkat, sementara pemakaian ASI justru terus merosot. Diagram nyang ini juga nih... pelototin! Median 'Durasi Pemberian ASI' (dalam bulan) pada anak yang lahir sampai umur 3 tahun, SDKI 1997-2002-2003-2007 2 Kekalahan Kaum Ibu??? Tetap saja menunjukkan trend yang semakin anjlok. ASI semakin tidak populer. Tidak hanya untuk bayi baru lahir atau bayi di bawah enam bulan, tapi juga sampai pada anak umur di bawah tiga tahun. banyak hal bisa dijadikan kambing hitam untuk realitas ini. kesetaraan gender mungkin bisa jadi salah satu kambing hitamnya. Meluasnya kesempatan bagi kaum ibu untuk memiliki karier, yang juga berujung pada semakin sempitnya kesempatan bagi anak mendapatkan haknya. Generasi Liliput Indonesia! Bukan tanpa alasan bila kembali harus dimunculkan ulang (copas) note pada bulan desember 2009 silam. Mengingatkan kembali... menggugah kembali! Hanya agar kita tidak lengah... Mungkin terlalu cepat menyimpulkan bila kondisi di bawah ini disebut sebagai akibat turunnya konsumsi ASI pada bayi. Tapi... tetap saja saya curiga! Mau tidak mau saya memang curiga! bila hal ini memang berhubungan... Coba deh pelototin diagram yang saya utak-atik dari hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 neh… 3 Kekalahan Kaum Ibu??? Udah ‘ngeh’ dengan maksudnya belon? Ntu yang warna merah… merupakan persentase status gizi balita menurut tinggi badan per umur (TB/U)… dalam semua kategori umur balita melebihi 30%! Nah.. klo yang kuning itu merupakan persentase status gizi balita menurut berat badan per umur (BB/U). Trus klo digabungin kaya’ gitu… merah tumpuk kuning… keliatan kan??? Ada beban ganda (‘double burden’ bahasa maduranya, kata pak Abas), antara pendek dan kurus! … dan rata-ratanya lebih dari 50% anak balita Indonesia pendek dan kurus!!! Hiks… miris kan? Gak salah kan klo saya nangis trenyuh melihat anak-anak balita bangsa saya… generasi penerus bangsa ini… terancam jadi bangsa liliput! bangsa yang pendek dan kurus! 4 Kekalahan Kaum Ibu??? Liliput yang meladeni dan menghibur bangsa laen sebagai putri saljunya! Liliput dalam dongeng snow white mungkin lucu, sangat lucu bahkan! Tapi klo generasi bangsa kita yang jadi liliput??? Saya nggak ikhlas… sama sekali nggak ikhlas!!! Lahir bathin!!! Dunia akhirat!!! Keterangan; • Indikator TB/U menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi yang kurang baik. • Indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek, seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare. Dalam keadaan demikian berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak proporsional lagi dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus. • Besarnya masalah kurus pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah jika prevalensi kurus > 5%. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10,1% - 15,0%, dan dianggap kritis bila prevalensi kurus sudah di atas 15,0% (UNHCR). 5 Kekalahan Kaum Ibu??? Comment Ade Ayu Masih malem ne um..., jadi komennya besok pagi aja dei.... Sulistyawati Itheng ga ikhlas lahir dan batin, dunia dan akherat, mimpi ato nyata, siang ato malam, sekarang ato besok.... ga rela juga hampir tak percaya kok begitu adanya.... tapi kata kalah??? jangan tergesa menerimanya... kaum Ibu bukan satusatunya tokoh dalam cerita yang kian ga jelas arahnya ini ..ooh sediiihhh aku..!!! Agung Dwi Laksono @ayu; iyee... udah molor dulu sonooo... @emak; provokator emang begitu mak! butuh kambing hitam atas sebuah realita buruk! hihihi... Sulistyawati Itheng heemmm.. di ladang kamu ni kok fakta ngeri-ngeri ya??? tapi bisa ajak waspada juga... Agung Dwi Laksono terlalu banyak mak data yang kurang diekspose! Data ini diambil dari data-data survey nasional yang dilakukan oleh lembaga yang berbeda. SDKI oleh BPS dan Riskesdas oleh Litbang Kementerian Kesehatan. 6 Kekalahan Kaum Ibu??? survey ini dilakukan secara berkala, dan sungguh bisa menggambarkan kondisi negeri kita! fakta yang sesungguhnya... Sulistyawati Itheng heemmm.... kapan negeri ini bening disemua cerita ya??? pasti ada waktunya entah kapan mauNya... Agung Dwi Laksono hmmm.... zzzt..zzt.. *ngimpi mode on* Andi Leny Susyanty Judulnya kok bikin ngeri ya? masih ada kok segelintir ibu-ibu yang berusaha kuat untuk kasih ASI eksklusif ke anaknya. Tapi memang, butuh perjuangan, butuh orang yang saling menguatkan, karena gak mudah buat ibu-ibu yang bekerja. Fasilitas untuk bisa ASI eksklusif pun kurang mendukung di negeri ini. Bermimpi ada Undang-undang baru mengenai hak cuti melahirkan sampai bayi berusia 6 bulan aja kayaknya kejauhan ya, minimal tersedia fasilitas di kantor atau tempat-tempat umum untuk memeras ASI buat oleh-oleh bayi dirumah juga cukup kok ("mengenang masa-masa darurat meres ASI di kolong meja" twink*twink*) Ade Ayu Haaahhh...komen koq pada seru ne...??? Sorry.., tadi belum baca dan aku pikir malem-malem menjelang pagi gini gak ada yg masih melek.... Lok gitu tak baca dulu yaa um... 7 Kekalahan Kaum Ibu??? Agung Dwi Laksono @Leny; tuh judul emang dibikin getoo! Klo gak geto ibuk-ibuknya mana mau nongol! Palagi yang satu ini sembunyi di kolong meja. Hihihi... @ayu; Udah bobok dulu! Kebanyaken begadang lo non. Besok pagi aja dah.. Dwee Why Nauzubillah. Jangan sampe jadi liliput, kang. Ntar yang jadi miss Indonesia, pramugari, tentara, polisi, perawat, ahli farmasi, dll, smua ntar digantiin ama orang blasteran semua. Seperti yang Kang Agung tulis, liliput yang melayani snow white. Bangsa pribumi jadi juru dapur, gak pernah tampil. Sekarang aja yang banyak keluar di televisi pada keturunan luar negeri. Penyiar berita, artis, pembawa acara, dll. Ternyata ASI sangat penting. Harus sudah dimulai dari awal orok belum merasakan makanan apapun masuk dalam mulutnya. Andi Leny Susyanty hehhehe... iya niyyy masih terjebak di kolong meja yang lain, tapi ASI eksklusif justru sekarang jadi goal nya ibu-ibu bekerja, di lain sisi ada juga ibuibu yang murni IRT bertekuk lutut sama susu formula. Kesetaraan gender mungkin bisa dijadiin kambing hitam, dan iklan susu formulanya yang jadi kuda hitam ya. Ratna Itu Wulan Ayo dong bikin lembaga advokasi agar semua perusahaan dan kantor mau ngedukung program ini dalam bentuk se-riil mungkin. Gak cuman slogan: 'iye...kami setuju kok', tapi no action. Coba deh survey ke pabrik-pabrik yang nota bene sebagian besar pekerjanya perempuan, action apa 8 Kekalahan Kaum Ibu??? yang sudah mereka lakukan untuk memihak program ini. Kayaknya ....nol besar deh jawabnya. Ibu hanyalah korban dari sistem yang kurang berpihak padanya. Mamik Hidayah Aku bukan termasuk ibu-ibu yang di atas mas :) Karena anakku dapat ASI sampai 2 tahun lebih, ntar yang berikutnya ini juga demikian, ngeri deh kalo anak-anak kita kayak liliput. Bambang Andriyono @All : Saya pingin ikut nguthakathik (memadu padankan, red.) menafsirkan data diatas dan menyimpulkan bahwa : Karena data diambil di era krisis ekonomi, dan terus menjulangnya harga-harga serta (saya ga jelas, sampel yg diambil seberapa acak), maka menurut saya tidak cukup relevan kalo disimpulkan menjadi Kekalahan Kaum Ibu. Tapi kalo karena judul yang dibuat memang untuk Build Caring (membangun kesadaran, red) saya bisa memahami, terlalu banyak faktor penyebab yang belum terungkap, misalnya ada kecenderungan diantara kaum Ibu yang karena berbagai alasan (ekonomi dan adanya trend semangkin banyaknya kaum Ibu yang harus bekerja dan meninggalkan bayinya dan sebagian (kecil) karena ketidaktahuan atau (maaf) sok-sokan ASInya hanya diperuntukkan bagi suaminya/pasangannya) mendorong anak-anaknya mangkin banyak yang disumpeli Susu Formula ketimbang ASI. Menurutku generasi sekarang gizinya lebih baik dibandingkan era 50-60'an, meski lebih buruk dibanding 70-awal-awal 80'an Let's more discuss. thanks. 9 Kekalahan Kaum Ibu??? Ratna Wati Propaganda pemerintah, harusnya lebih gencar, daripada iklan-iklan susu formula di tivi ya, padahal kalo dipikir instantnnya, ASI justru lebih instant, tinggal Jeeel...! Tapi ya gitu deh... senengane kok repot !... Bambang Andriyono @RW : Masalahe kalo mau neteki di Bus Kota, terkena pasal melanggar "Dilarang mengeluarkan anggota badan", padahal masih terlalu buanyak ibu-ibu yg memanfaatkan jasa Bus Kota itu kan ? Ade Ayu Lho..masyarakat sekarang bukannya sudah mengerti arti pentingnya ASI bagi bayi..!! Biarpun ada yg masih menggunakan susu formula tapi itu kan hanya pembantu di saat para ibu lagi sibuk bekerja aja..?!?!?! Iya kah..??? Dian Sastro Mangkanya tuh, para lelaki, yang getol kerjanya, cari duit yang buanyaaaak... supaya para wanita bisa tinggal di rumah aje ngurusin anak, termasuk kasih ASI full dan menyediakan gizi yang baik buat keluarga, gak usah pusingpusing kerja di luar yang menyita waktu untuk cari duit. Kalaupun pengen kerja, bisnis aje di rumah, jadi bisa sekalian urus anak, berbonus duit, kayak eike, ckikikikikik... *piiss, pa* Lidwina Yanuar Mas Agung, kecurigaan mas Agung masih perlu dibuktikan, mungkin Puslit Gizi Masyarakat perlu membuktikannya.. 10 Kekalahan Kaum Ibu??? Tapi memang kenyataan yang tergambar dalam diagram yang ditampilkan Mas Agung sangat memprihatinkan. Sebagai ibu dan perempuan bekerja, jadi merasa tertantang nih.. sekali lagi, mulailah dari lingkungan terkecil kita, keluarga dekat, tetangga, rekan sekantor.. Ayo ibuibu, jangan menyerah dan jangan kalah!! Masa depan bangsa ada di tangan kita juga.. Ilham Akhsanu Ridlo duh kaum ibu pada protes..hehehhe.. *sembunyi dulu ah nunggu komennya buanyak dulu* Rachmad Pg Menurutku ada dua hal yang beda, antara turunnya trend ASI dengan generasi liliput.... generasi yang kurus dan pendek dipengaruhi beberapa faktor, temasuk asupan gizinya. Meski disusui ASI, tapi kalau ibunya asupan gizi gak baik ya ASInya kurang optimal... But point bahwa kampanye ASI pada satu sisi, tetep penting... karena ASI adalah entry point vital bagi perkembangan anak... secara psikologis, sosiologis dan ekonomis... dan is is lainnya... Bambang Andriyono Setuju, silakan demonstrasikan kekuatan kaum Ibu, karena tanpa Ibu tak akan ada aku, meski ada bapakku sekalipun, toh asalnya si bapak juga dari ibunya bapak to.. so Hidup Kaum Ibu !!!. Agung Dwi Laksono sebagai seorang 'peneliti' saya memang tidak boleh gegabah mengambil kesimpulan, semua harus didasarkan pada fakta ilmiah. 11 Kekalahan Kaum Ibu??? Tapi nyatanya saya adalah 'peneliti kebijakan' (policy), yang jelas lebih dekat pada politik. saya harus bisa sedikit 'nakal' untuk keluar dari pakem ilmiah peneliti. Bila saya adalah seorang pengambil kebijakan, maka saya tidak bisa menunggu terlalu lama untuk sebuah keputusan, apalagi penelitian semacam ini yang harus diikuti sekian tahun untuk mencari kebenaran tersebut. Dan lagi-lagi posisi saya disini adalah provokator, yang jelasjelas butuh kambing hitam untuk setiap kesalahan. dan saya harus bisa menyajikan fakta ilmiah yang 'bombastis', tidak hanya untuk pembaca awam non kesehatan, tapi juga bagi anda pembaca 'ilmiah', untuk mempertanyakan faktanya secara ilmiah, tidak untuk menelannya begitu saja! Bijimane??? jangan cepat puas dengan jawaban saya! semata agar diskusinya bisa rame! hihihi... Agung Dwi Laksono @bambang; Data ini adalah hasil survey dasar (SDKI & Riskesdas), jadi merupakan fakta empiris crossectional. Dua kegiatan dengan sample frame yang berbeda, jadi jelas tidak akan pernah bisa dianalisis secara kuantitatif dan bersamaan. Untuk masalah sampling, menurut saya tidak perlu diragukan lagi. sudah cukup mewakili angka nasional. Christa Dewi phew!!! Aku sadar gak bisa berikan ASI full ... hiks! Meskipun selalu berusaha berikan yang terbaik buat si kecil .. 12 Kekalahan Kaum Ibu??? Rifmi Utami Peneliti hanya tinggal peneliti, jika hasilnya nggak di-apreciate dengan kebijakan yang tepat... Sementara kambing hitam yang kali ini sampeyan pilih cukup membuat hatiku tertusuk, padahal kambing hitamnya seharusnya banyak jenisnya ; pendidikan dan pengetahuan ibu yang secara umum belum baik, industrialisasi susu formul dengan hasil pajaknya dan promo ke para user yang menggiurkan, promosi kesehatan yang sudah tidak diprioritaskan lagi oleh "penyetuju" (baca : wakil rakyat) karena hasilnya yang berupa kesadaran yang tak kasat mata, dan lain-lainnya yang mungkin belum terpikirkan olehku saat nulis ini... Saya setuju pendapat Mbak Ratna, untuk bikin lembaga atau "foundation" tertentu yang fokus pada masalah ini, lembaga non profit dan mungkin dibiayai orang berduit yang kelebihan uang... Untuk suatu masalah yang sudah mengakar, walau kita bisa berbuat mulai dari yang terkecil, tapi upaya komprehensif harus tetap dijalankan, karena jika sepotong-potong takkan ada artinya... Agung Dwi Laksono Hmm... dengan efek yang sedemikian justru saya merasa memilih kambing hitam yang tepat! sangad tepat! Bukan hendak langsung 'menembak' kaum ibu, tapi menggugah kesadaran kaum mulia ini, mengharap efek domino dari adanya rasa terusik yang justru bisa berefek pada kesadaran. hihihi... Yang peduli? banyak! cukup banyak! tapi tak akan menjadi suatu gerakan massa bila bergerak hanya pada level atas, masih perlu banyak provokasi di level grassroots untuk menjadikannya sebuah gerakan besar. 13 Kekalahan Kaum Ibu??? Saya tidak sedang bergerak sendirian non! bukankah sampean juga ikut bergerak? Arih Diyaning Intiasari Ketidak berhasilan ASI eksklusif dikaitkan dengan kesetaraan gender dan keputusan wanita dalam karir.....? Padahal banyak faktor selain karir...faktor psikis ibu yang mempengaruhi kelancaran ASI juga pengaruh..... Alhamdulillah walaupun anak keduaku susu formula... tapi tepat umur 2 tahun kemarin dia sudah gak mau nyusu lagi....memenuhi kodrat seluruh makhluk ciptaan Allah yang bernafas..... manusia dan hewan.... menyusu hanya sampai 2 tahun..... Rifmi Utami Yah...bergerak dan bergerak, walau terkadang terbelenggu oleh suatu rutinitas yg mengecewakan dan oleh diri yang tak sanggup jadi tauladan...hiks hiks... Rini Sedianingsih Iklan susu formula lebih canggih dan memikat... gak pernah tuh ada iklan ASInya pake iming-iming ekstra anak jadi lebih pintar dan cekatan, gimana ibu-ibu gak kepincut ngasih susu formula? coba? coba? Promosi kesehatan ASInya muncul kontinyu kapan ya? Geng liliput? ngerii... faktor kemiskinan mas, lah sekarang setahuku anak-anak ABG bongsor-bongsor tuh... Rini Sedianingsih @Mbak Andi Leny... hari ini baca note IMD Mas Agung di milis hypnobirthing...:), 14 Kekalahan Kaum Ibu??? Ully Adhie Makanya ibu itu tiang negara..kalo ibunya hancur, negara pun ambruk.. karena generasi penerusnya lemah & bodoh... Jangan nyalahin ibu doang dong.. bapaknya juga diedukasi biar sayang istri dan jadi bapak pendamping ASI yang baik :p yang support istrinya untuk ngasih ASI buat anak-anaknya.. Ratih Dewi Alhamdulillah om...putriku minum ASI sampe umur 3 taon.....:-) Guntur Bergas Banyak teman-teman kesehatan tau pentingnya ASI Eksklusif, banyak juga yang nyiapin alasan bahwa itu tidak mungkin... atau jangan-jangan banyak yang sebenarnya ndak tau pentingnya ASI... apalagi masyarakat.... Didik Supriyadi Kesehatan sama dengan industrialisasi. kalau sudah kayak gitu gerakan masyarakat harus diperkuat. hanya menunggu kebijakan, rasanya seperti pungguk merindukan bulan. Mely Lumbantoruan Prevalensi balita pendek memang tinggi banget ya, padahal tinggi badan itu ga bisa dikejar dengan asupan gizi di masa depan. kata temennya Pak Abbas a.k.a Prof. Razak, prediksi dari balita-balita pendek itu di masa depan, jadinya malah obesitas karena walau BB/U menjadi normal 15 Kekalahan Kaum Ibu??? (yang dikejar dengan asupan gizi) tapi TB/U rendah, akhirnya BB/TB-nya membengkak, karena jadi obese jadinya berisiko penyakit degeneratif. Akhirnya, Indonesia Raya ini berjibunjibun burden, dan akhirnya ya tamat deh.. hehehe.. By the way, emak-emak ga kalah kok, belum tau aja perlawanan emak-emak, militan ASInya sudah banyak dan sudah bergerak loh, belum terekspos optimal aja karena ga ada dana untuk beriklan di televisi hehehe.. (mereka lagi patungan 10 ribu/orang untuk dapatin dana itu) --> mantap gann.. Mas "papa", sebagai peneliti kebijakan kesehatan, selamat meramu kebijakan yang cocok, secocok ASI-ku untuk anakku.. 16 Inisiasi Menyusu Dini Inisiasi Menyusu Dini Monday, June 7, 2010 at 7:44am Dear friends... Udah minum susu pagi ini? hihihi... Klo saya sih gak doyan! Suer! Kecuali kopi susu tentunya… Kemaren dapet request dari teman dari Sangata untuk nulis diskusi tentang Inisiasi Menyusu Dini Air Susu Ibu (IMD-ASI). Walhasil seharian saya obok-obok data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar), dan hasilnya… jiahh! Bagaimana bisa data dasar hal sepenting ini gak ada di laporan nasional Riskesdas??! Sungguh... saya sungguh-sungguh malu dengan kenyataan ini!!! 17 Kekalahan Kaum Ibu??? Tapiiiiii… hihihi… Ternyata saya salah! Sekali lagi… ternyata saya yang salah! Data tentang ibu menyusui memang tidak terdapat di data dasar Riskesdas, karena sudah dicakup dalam SDKI (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia). Hmmm… syukurlah! Saya gak jadi malu deh… #jadi mikir… kenapa gak disatuin aja ya??? Realitas IMD ASI di Indonesia IMD ASI adalah sebuah upaya inisiasi untuk memberi kesempatan pada bayi untuk mencari puting ibunya sesaat setelah dilahirkan. IMD merupakan pengenalan awal pada bayi proses menyusui yang dilakukan sesegera mungkin dalam fase satu jam setelah dilahirkan. Dengan IMD banyak bayi bisa diselamatkan. Bukan hanya bayinya, sang ibu pun akan lebih sehat dan juga terhindar dari pendarahan, momok yang menakutkan setelah melahirkan. Beberapa manfaat IMD ASI adalah sebagai berikut; • Manfaat Kontak Kulit Bayi ke Kulit Ibu • Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat • Ibu dan bayi lebih tenang, pernafasan dan detak jantung lebih stabil. Bayi kurang menangis. 18 Inisiasi Menyusu Dini • Bayi memperoleh bakteri tak berbahaya dari ibu, menjadikannya lebih kebal dari bakteri lain di lingkungan. • Bayi memperoleh kolostrum, yang penting untuk kelangsungan hidupnya. • Bayi memperoleh ASI (makanan awal) yang tidak mengganggu pertumbuhan, fungsi usus, dan alergi. • Bayi akan lebih berhasil menyusu ASI eksklusif dan mempertahankan menyusui. • Membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan ibu. • Membuat ibu lebih tenang, rileks, dan mencintai bayi.Lebih kuat menahan rasa sakit, dan timbul rasa sukacita. • Mempercepat keluarnya ASI matang. (sumber modul K-1 IMD ASI) Gerakan kaki dan badan yang mengenai perut ibu akan seperti dipijat. Sebelum sampai ke puting ibunya, bayi akan menjilatjilat disekitar puting payudara (aerola). Dari setiap jilatan dari mulut bayi itu akan masuk ke tubuh bayi menjadi prebiotik alami yang membuat pencernaan bayi menjadi lebih sehat. *** Berdasarkan data SDKI 2007 sebanyak 95,2% anak Indonesia yang lahir lima tahun terakhir mendapatkan ASI. Dan hanya 43,9% nya yang mendapatkan ASI sebelum satu jam pertama pasca persalinan. Meski menurut saya angka ini sudah sangat fantastis! Upaya gembar-gembor pemerintah demi mensukseskan program ini sepertinya menemui banyak kendala serius. Coba saja perhatikan gambaran data berikut; 19 Kekalahan Kaum Ibu??? Persentase anak yang mendapatkan ASI sebelum 1 jam pasca persalinan berdasarkan pendidikan ibu di Indonesia tahun 2007 (gambar diolah berdasarkan data SDKI 2007) Berdasarkan data tersebut... justru cakupan IMD menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka anak semakin kurang mendapatkan kesempatan memperoleh ASI sebelum satu jam pertama pasca persalinan. fakta ini juga menunjukkan bahwa semakin kaya (kuintil 5) keluarga di Indonesia, maka kesempatan anak mendapatkan ASI sebelum satu jam pertama pasca persalinan menjadi semakin kecil. Kok bisa sih? please comment 4 this fact... 20 Inisiasi Menyusu Dini Persentase anak yang mendapatkan ASI sebelum 1 jam pasca persalinan berdasarkan kuintil tingkat pengeluaran di Indonesia tahun 2007 (gambar diolah berdasarkan data SDKI 2007) IMD dalam Kepungan Kapitalisme… Satu lagi kenyataan pahit yang harus kita hadapi dalam pensuksesan program ini... Persentase anak yang mendapatkan ASI sebelum 1 jam pasca persalinan berdasarkan tenaga penolong persalinan di Indonesia tahun 2007 (gambar diolah berdasarkan data SDKI 2007) 21 Kekalahan Kaum Ibu??? Keliatan nggak??? Dwogol nggak sih? Justru pada persalinan yang ditolong oleh petugas kesehatan (bidan dan atau dokter obgyn) menunjukkan persentase paling sedikit kesempatan anak mendapatkan ASI sebelum satu jam pertama pasca persalinan!!??? Mau tidak mau saya harus curiga dengan fakta ini! Apa mungkin petugas kesehatan tidak serius memperjuangkan program ini??? Ato penetrasi pabrik susu sudah sampai pada menggoyahkan profesionalisme mereka? Maap.. tapi kecurigaan saya bukan kosong! Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa tenaga penolong persalinan yang berpraktek swasta cenderung membawa merk susu tertentu dan secara atraktif menginisiasi susu formula pada bayi sesaat pasca persalinan, dengan alasan takut anak kelaparan, dan butuh asupan dengan segera. Nyatanya... inisiasi pertama dengan merk susu formula tertentu menimbulkan ketergantungan untuk tidak menggunakan merk lainnya. Achh... semoga dugaan saya salah!!! 22 Inisiasi Menyusu Dini Comment Sulistyawati Itheng ssiip artikel ini bagus untuk calon ibu-ibu... klo aku sih ngga usah nunggu artikelmu dah membuktikan kemanfaatannya dan terbukti hasilnya...lha kalo kamu??? tahu teorine thok kan??? hahaaaaaahhaaaa.....!! Agung Dwi Laksono jiahh... emak! nuduh kok pas sih? Sulistyawati Itheng emakmu ini tuduhannya jitu karena daya bidiknya masih thokcerr...wwkkkk Siu Kim Gung. artikel ini bagus sekali... ijin share ya.? Makasi. met pagi.. GBU.. Evi Sulistyorini Gut mas, salut dah bisa ngangkat masalah ini. Dirimu hasil dari inisiasi dini jaman doeloe ga tuwh?? Feni Novikasari @evi : pakde mah hasil inisiasi dini jaman sekarang kik3 Agung Dwi Laksono @emak; bwakakak... @kim; monggo mama kim @evi; ntar tak nanya nyokap dulu deh.. 23 Kekalahan Kaum Ibu??? Rifmi Utami Fakta bahwa makin kaya makin minus IMD, itu sangat logis terjadi...liat aja Sectio Cesaria bukan dikerjakan atas indikasi medis lagi, tapi atas indikasi punya duit dan nggak pengen mengalami nyeri persalinan...nah, dari kenyataan ini, jelas jika ibu di-SC terutama yang pake tehnik general anestesi (bius total, red.), hampir pasti ngga akan sempet meng-IMD, kalo pake SAB, mungkin saja,tapi.. itu klo ngga lupa sih... By the way, untuk yg persalinan di bidan, kebanyakan IMD dilakukan bagi yang masih punya idealisme tinggi, tanpa dibayangi komersialisme susu formula yang sengaja membidik bidan sebagai "user"...untuk yang ini,kita hanya bisa berharap agar para bidan masih punya hati nurani demi kualitas generasi penerus bangsa... Dyah Yusuf Saya pernah tanya ke seorang bidan apakah dia melakukan IMD ke pasiennya, dia bilang kelamaan, mending langsung menyuruh si ibu langsung menyusui, nanti kalo ASI tidak keluar segera diganti dengan susu formula, beberapa dokter pun begitu... padahal bayi keluar sudah punya bekal nutrisi yang bisa bertahan selama 3 hari lho... gimana gak goyah? Ada pabrik susu yang pernah kasih fasilitas liburan luar negeri bagi bidan bidan dengan jumlah penjualan tertentu, apalagi untuk dokter! whwhwh... Dyah Yusuf Pelayanan rawat gabung juga masih jarang ditemui, adanya 'ruang bayi' dan 'ruang ibu' secara langsung dan tidak langsung akan mengurangi kesempatan memberikan ASI... 24 Inisiasi Menyusu Dini Agung Dwi Laksono @Feni; Kok tau? Ngintipin yak? @mimi; hmm... orang kaya lebih tidak tahan sakit! Sebagaimana juga orang berpendidikan... @Dyah; Artinya tuduhan saya benar??? *sigh* Sujud M Raharja Panjang faktanya, tapi jelas 2 bidadari lahir di bidan dan keduanya membekali sufor ketika pulang setidaknya untuk sementara sampai ASI Bundanya keluar. Dan mereka bukan BPS murni loh ya...... Rifmi Utami Padahal nyeri post operasi juga hebat lho mas.... Lidwina Yanuar Mas Agung, artikel yang bagus, ini tantangan buat orang kesehatan. Idealisme bidan dan dokter (terutama dokter spesialis kebidanan) memang sudah semakin tipis.. Menurut ku memang benar tuduhan Mas Agung, pabrik susu sudah berhasil menipiskan idealisme itu.. Sedih ya..tapi gak boleh cuma sedih, buat yang masih punya idealisme, harus terus memperjuangkan.. yang bukan bidan, yang bukan dokter, malah harus tetap terlibat dalam kampanye IMDASI ini.. Dalam tiap kesempatan bertemu calon ibu, ibu-ibu muda yang baru melahirkan atau ibu-ibu menyusui aku selalu ikut gembargembor tentang pentingnya hal ini. Mungkin cuma terhadap segelintir orang dalam hitungan, tapi kalo kita lakukan bersama, segelintir orang itu akan jadi bergelintir-gelintir. Ayo, kita kampanye bersama! paling tidak di lingkungan sekitar kita.. 25 Kekalahan Kaum Ibu??? Ratna Wati Seingatku, waktu kelahiran anak 1 di RSU, anak sempat di beri Sufor, dan ruangannya pun beda! Eneg ga tuh! Pas anak ke 2 dan 3, di RS Bersalin, anak dan ibu satu ruang, jadi langsung diberi ASI, tanpa harus tambah sufor, mungkin lain dokter lain caranya kali! Agung Dwi Laksono @Sujud; Tugas Dinkes tuh buat nertibin @Mimi; Hendak menipu Tuhan rupanya.. @Lidwina; Baiklah... dimulai dari diri sendiri dan lingkungan! Agung Dwi Laksono @Ratna; Ato bikin lagi aja, buat memastikan! hihihi... Mamik Hidayah Kalo pengalamanku pribadi, nakes langsung membawa bayi pada ibu untuk menyusu. Tapi berhubung ASI dan puting susu ga' bisa keluar akhirnya diganti susu formula. Nah yang ini kesalahan bumil sendiri karena ga perawatan payudara selama hamil biar puting keluar. Rini Sedianingsih Tengkiu Mas Agung I lop u full..hehehe.... Masalah yang kuhadapi sekarang adalah nyari DSOG pro IMDASI di Sidoarjo, sekalinya dapat.. harus seleksi RS-nya..regulasi rooming in dan fasilitas penunjang lainnya... o my God......!! 26 Inisiasi Menyusu Dini Agung Dwi Laksono Bisa dicoba di RS Putri Surabaya ato di RSU Sidoarjo, perasaan dulu RS ini ikut gerakan sayang ibu Rini Sedianingsih Tengkiu info-nya lagi :) Riffa Hany Yach......, realitas yang sangat memprihatinkan...., aku pernah supervisi ke praktek nakes swasta, ndak bidan ndak dokter spesialis anak ndak dokter spesialis obgyn, di rak terdepan ada jualan susu buat bayi < dari 6 bulan, nakes yg katanya pro ASI, bullshit.....omong kosong kabeh....!!! Kayaknya nih UU kesehatan tentang dukungan penggunaan ASI harus lebih tegas lagi....., sayang belum pernah ada tindakan...!! Solusi......, semua nakes pelatihan ESQ aja, jadiiiii, ada pencerahan jiwa,,,,,,,ok Rifmi Utami Na'udzubillah...semoga teman-teman sejawatku masih punya hati nurani, untuk eliminir "moral hazard"... Dwee Why Thanks banget kang. Info bagus buat dwee, walau belum bisa komentar apa-apa coz belum menyusui coz belum dinikahi, hehe... Alhamdulillah, menurut cerita ibu, waktu Dwee lahir dah diberlakukan urutan IMD itu. Karena pas dah keluar penuh ke dunia ini, Dwee gak nangis, pantat dipukul pun ndak nangis tapi hidup. Dokter yang pukul gua punya pantat akhirnya meletakkan dwee di atas dada ibu. Huaaaa gak seberapa lama nangis, 27 Kekalahan Kaum Ibu??? kemudian cari-cari puting susu deh. Murni hasil ASI eksklusif nie sampe pada umur lepas ASI (sekitar 2 tahun lebih). Ada benarnya kalo nakes/dokter sekarang lebih ke arah 'termakan' promosi produk. Mau praktisnya aja. Terbukti dokter jaman kelahirannya dwee dah pake IMD, lah koq sekarang banyak digembor-gemborin koq malah seperti itu. Insya Alloh dwee akan mulai dari kerabat terdekat agar tau ni ilmu. Berguna banget. Ma’af kang, dwee ijin buat copas (copy paste). Trims ^.^ Sudarto Hs Semoga data Mas Agung dibaca Menkes....atau jadikan surat terbuka di surat kabar mas Agung...(temuan mas Agung sungguh kita prihatin) Agung Dwi Laksono @P Darto; Ini data nasional pak! mestinya bukan hanya Menkes, tapi bahkan Presiden pun punya! Ilham Akhsanu Ridlo Hihihi..(telat baca)..yang pasti begitu lahir harus langsung mik cucu ahhh.. : p Ully Adhie Faktanya emang seperti itu, di rumah-rumah sakit di Jakarta masih banyak yang slogan pro ASI hanya sekadar pajangan di dinding.. Sekarang kalau memang nakesnya mbalelo udah ketagihan angpaw dari pabrik sufor, kita edukasi aja para pengguna kesehatan supaya lebih pinter, jadi ga gampang kena racun iming-iming neraka dari nakes yang mbalelo tadi. 28 Inisiasi Menyusu Dini Tindakan SC tidak bisa jadi penghalang untuk IMD. Pengalaman saya dengan anak kedua sukses IMD meskipun mesti di SC. Dan saya meminta & memilih untuk IMD serta ASI ekslusif. Juga didukung oleh nakes yang pro IMD & ASI ekslusif. Pengalaman anak pertama tidak IMD (lahir by SC) alasannya karena saya belum tahu pentingnya IMD dan nakes nya (DSOG maupun bidan yg bertugas di RS) tidak menjelaskan maupun menawarkan IMD. Kedua anak saya lahir di RS yg berbeda. RS tempat lahir anak pertama pasang slogan pro ASI ekslusif, tapi pulangnya saya dibekali kotak sufor yang tinggal separuh. Rooming in by demand artinya kalau saya minta anak saya dibawa ke kamar baru dikasih, tapi kalo tidak yaaaa anak saya stay di ruang bayi mereka dan disuapi sufor. RS tempat lahir anak kedua, benar-benar pro ASI dan IMD, rooming in pula. nakes di RS ini juga mendukung kebijakan ASI, IMD dan rooming in..bahkan ketika ASI saya belum lancar, anak saya tidak diberikan apa-apa kecuali ASI donor. Ully Adhie Tingginya tingkat pendidikan tidak menjamin bahwa pengguna kesehatan melek kesehatan dan pengobatan rasional. Malah justru bisa jadi sebaliknya. Rendahnya tingkat pendidikan juga bukan berarti mereka korban salah kaprah kesehatan dan korban pengobatan irasional. dalam hal ini nakesnya yang kudu berperan menjadikan para pengguna kesehatan ini menjadi pintar. 29 Kekalahan Kaum Ibu??? Dan sebaliknya para pengguna layanan kesehatan juga musti aware juga dengan kesehatan Mungkin perlu studi kualitatif untuk mengupas mengapa tingkat pendidikan tinggi dan tingkat ekonomi tinggi justru menunjukkan rendahnya paparan IMD supaya para penentu kebijakan tidak salah ambil langkah dalam mengurus kesehatan rakyatnya. Tite Kabul Memang menyedihkan, fakta yang lain (perlu diteliti lebih lanjut) adalah adanya kecenderungan peningkatan caesar pada persalinan normal, caesar direncanakan jauh sebelum persalinan tanpa adanya indikasi patologis, Inisiasi Dini Persalinan Caesar (IDPC)??? Tentunya dalam beberapa jam pertama, ibu bersalin masih dalam pengaruh obat bius, yaaa mana bisa IMD??... Annissa Noor Ilhamy Faktanya bila menginginkan IMD, harus pesan dahulu sebelum melahirkan...dan dikenakan biaya tambahan. hik3... pemutaran video IMD di ruang-ruang tunggu poli bersalin dan poli bayi sebenarnya cukup menarik karena memberikan edukasi guna merangsang kesadaran ibu-ibu untuk termotivasi memilih dilakukannya IMD...penyuluhan baik di PKRS ataupun di ruang-ruang perawatan juga sangat sangat membantu.. Didik Supriyadi Mudah-mudahan yang pada nulis, baik mau punya ato nambah anak, baik yang mau jadi ato nambah ibu, bisa mengaplikasikan IMD. Terbukti tho yang nulis artikel ini, orangnya pinter, badannya subur, lha kurang apa..... 30 Inisiasi Menyusu Dini Dian Arie Sushanty Share... baru ngelahirkan soalnya... pengalaman anak I dan II beda. Sama-sama melalui SC. anak I gagal IMD (langsung dikasih sufor tanpa seijin saya yang benarbenar masih sadar saat SC berlangsung). Anak ke 2 mudah-mudahan bisa (bilang sebelumnya kepada petugas yang nolong persalinan), bukan hanya petugas pembantu persalinan yang salah sebenernya yang paling penting adalah tekat dan kesiapan si Ibu untuk IMD... tentunya dengan dukungan nakes dan keluarga terdekat. harus disiapkan betulbetul sebelum proses melahirkan, baik normal maupun SC. Tidak bisa dipungkiri "rayuan" dari produk susu formula dengan iming-iming bonus sampai perjalanan ke luar negeri untuk nakes yang membantu persalinan & berhasil menjual produk mereka, iklan yang menarik di TV (coba ada yang iklanin IMD & ASI eksklusif segencar itu ya di TV-- mimpi kali :) )... Ada salah satu teman yang lagi stay di negara "E", di satu negara itu hanya ada 2 merk sufor untuk anak usia 0-6 bulan itupun harus pake resep dokter. Agung Dwi Laksono Dengan banyaknya tanggapan dan komen pada diskusi ini, masih cukup menimbulkan optimisme bagi saya! Thanks 4 share... thanks 4 discuss... untuk republik yg lebih baik! 31 Kekalahan Kaum Ibu??? 32 15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria 15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria Monday, November 15, 2010 at 5:38am Hmm… kali ini sampeyan pikir dhewe yo! Yang di bawah ini persentase cakupan ibu yang melahirkan dengan Cesaria berdasarkan tingkat pendidikan, lima tahun terakhir di Indonesia (Riskesdas 2010). Survey dilakukan dengan responden wanita berumur 10-59 tahun yang pernah menikah, hamil dan melahirkan 5 tahun terakhir, per tanggal 1 Januari 2005-1 Januari 2010. Kejadian melahirkan dengan Cesaria bila menurut tingkat sosial ekonomi, semakin kaya semakin tinggi kejadiannya. Menurut saya itu suatu hal yanh wajar. Dengan kemampuan bayar yang tinggi, mereka bisa memilih pelayanan kesehatan yang lebih disukai. meski tak menjamin lebih baik... 33 Kekalahan Kaum Ibu??? Tapi bila ternyata kenyataan kejadian pada tingkat pendidikan seperti tersaji di atas? Tambah berpendidikan, pilihan ibu justru lebih memilih melahirkan dengan Cesaria? Apakah Cesaria pilihan yang lebih baik daripada melahirkan normal? Piye jal??? 34 15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria Comment Rifmi Utami Segala pilihan di dunia ini, pasti ada untung ruginya...dan lebih baik atau tidak tergantung dari sudut pandang mana melihatnya...so, klo mau diulas bisa paaaanjaaanggg dan laaamaaa... sorry, bukan iklan ‘coklat’ loh ya...hehehehe... Ella Sofa Hehehe... Aditya Tetra Firdaussyah Kalau pilihan baik atau tidak itu tergantung dengan kondisi kesehatan pak, tapi kalau hanya sekedar untuk mempertahankan fisik tubuh hal itu tidak etis secara norma, karena kodrat wanita melahirkan dan sudah diberi bawaan organ jalan keluar bayi, hehe, berpanjang lebaar saya, kurang lebihnya demikian. Feni Novikasari Walah rung rampung le moco kok wis entek tulisane (belum selesai bacanya kok sudah habis tulisannya, red.). Semakin kaya smakin punya pilihan termasuk lairan. Padahal caesar kan luweh lara.. luweh gak enak.. luweh larang.. luweh luweh deh kik3 (padahal kan caesar lebih sakit..lebih gak enak..lebih mahal.. lebih lebih deh, red.) Veronica Suci Fridani Saya pilih melahirkan normal, karena kondisi memungkinkan. Lagipula, saya benar-benar merasakan menjadi seorang perempuan setelah melahirkan bayi pertama dengan berat badan 35 Kekalahan Kaum Ibu??? 2,9 kg dan 3,8 kg. Keduanya kini t'lah berusia 10 tahun dan 7 tahun. Karunia dariNYA yang teramat sangat luar biasa. Agung Dwi Laksono Hmmm... klo memang Cesaria hanya berdasarkan indikasi medis, maka grafiknya tidak akan berbentuk demikian! Akan cenderung merata... Ato jangan-jangan orang berpendidikan lebih banyak bermasalah??? Wedeww... kesimpulannya bisa jadi 'jangan sekolah tinggi2, biar bisa melahirkan normal'??? Aditya Tetra Firdaussyah Hahahaa... semoga tidak demikian pak, makin tinggi pendidikan, gaya hidupnya semakin bervariasi, salah satu faktornya demikian pak. Purwani Pujiastuti Mungkin yang berpendidikan & punya uang lebih bisa milih. Dan bagi dokter juga menguntungkan. Klop to? Ilham Akhsanu Ridlo Persepsi caesar di masyarakat menurut saya :"lebih enak gak pake ngeden dan teriak-teriak' (padahal lebih ribet). Persepsi itulah mungkin yg menyumbang angka diatas.. Tite Kabul Mungkin juga ada hubungan antara pendidikan dan sosial ekonomi, semakin tinggi pendidikan semakin baik sosial ekonominya....sehingga semakin luas area pilihannya.... 36 15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria Ratih Dewi Setuju banget sist Vero.. Suatu Keajaiban bisa melahirkan ke 3 putri-putriku secara normal. Dengan rasa sakit yang...ssh dikatakan dengan kata,,,tapi berujung kebahagiaan,, Hmmm.....great moment lah...bangga rasanya bisa melahirkan mereka dengan perjuangan yang penuh rasa sakit & cinta.... :)) Rifmi Utami Saya setuju sama Mas Ilham, makin tinggi pendidikan, persepsi terhadap timbulnya nyeri makin membuat takut...sebaliknya makin rendah, maka nyeri itu dianggap sangat biasa, bahkan mungkin dianggap ngga syah klo ngga sakit (contoh lain: persepsi berobat harus disuntik)... so, karena saking takutnya sama nyeri, orang berpendidikan tinggi memilih menghindarinya, bahkan sebelum sang bayi masuk PAP, asal bayinya matur (>/=37 minggu), maka bisa saja diatur untuk SC... Fatimah D'An Naisaburi Hmmm... Gua lima-limanya SC.... Agung Dwi Laksono Hmm... klo anak pertama SC, ada nggak kemungkinan anak kedua lahir normal? Rifmi Utami @Mas Agung: Tentu sangat bisa, asal memenuhi unsur indikasinya, dan terutama ibu yg pernah SC itu tidak mengalami rasa takut berlebihan... 37 Kekalahan Kaum Ibu??? Purwani Pujiastuti @Agung : sangat mungkin. Faktanya banyak yang seperti itu. SC pada anak pertama karena indikasi medis. Yang kedua normal, asal proses pembukaan secara alami. Yang gak boleh adalah proses induksi untuk merangsang pembukaan. Rima Tunjungsari Iya mas, sangat bisa.. hanya saja ada komentar yang berkembang luas di masyarakat ‘anak pertama SC, maka anak ke-2 dan seterusnya juga SC’ nah ntu yang bikin parno ibu-ibu, wis kadung nate SC yo sisan wae meneh.. (sudah terlanjur pernah SC, ya sudah sekalian saja lagi, red.) Agung Dwi Laksono Enak sing ngendi to jane?? (enak yang mana to sebetulnya, red.). *hanya kaum emak yang tau rasanya Rifmi Utami Yang jelas 4 anakku lahir normal dengan sukses, alhamdulillah... tapi klo nanti aku ditakdirkan hamil yang ke-5, aku ngga beresiko karna emang sudah ‘risti’...so must be SC... Dyah Yusuf Menurut pengamatanku pengaruh terbesar SC or normal ada pada tenaga medis yang menangani persalinan... sing penting dilanjut IMD. Agung Dwi Laksono Lahiran normal ga penting??? 38 15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria Rifmi Utami Lho... bukan masalah penting ngga-nya, tapi indikasi atau tdk... beresiko atau tidak karena menyangkut dua nyawa, ada juga lho yang kontraindikasi SC tentu dengan sikon tertentu, itu dari sudut pandang medis, sedang klo sudut pandang ibu, umumnya karena cemas berlebihan, dan banyak juga lho yang takut SC karena takut dibius trus ngga balik tangi maneh (ga bisa bangun lagi, red.) hehe...makane klo mau dibahas, barangkali sak dunyo paling (sak dunia paling, red.)...hehehe... Purwani Pujiastuti @Agung :Ya jelas enak normal to (memang ibu harus kuat nahan sakit, tapi habis broll happy ending, bahagia & proses penyembuhan lebih cepat. Ibu langsung bisa jalan-jalan. SC sebaiknya dilakukan dengan indikasi medis, demi keselamatan ibu & bayi. misal karena sungsang. Post SC itu gak enak. hari ketiga ibu baru bisa bangun, IMD juga relatif lbh susah. nunggu ibu sadar dulu, belum lagi ibu harus nahan nyeri jahitan. Lahiran normal is the best. Agung Dwi Laksono Lha ya ntu.. justru yang paling buanyak mbahas ya ibuk-ibuknya! Aku ndengerin aja. Biar keliatan empaty gimana gitu... Ella Sofa Mbak Purwani, jadi induksi untuk merangsang pembukaan sekarang dilarang? Aku dulu anak pertama diinduksi hingga berjam-jam dan 3 kali masuk obat lewat jalan lahir. Bisa dibayangkan rasanya luar biasa. Padahal kami udah minta caesar aja. Karena udah makan waktu lama bayi tidak keluar-keluar. Tapi, dokter tidak mengijinkan dengan alasan masih bisa diusahakan normal. Akhirnya anak lahir 39 Kekalahan Kaum Ibu??? dengan kondisi asfiksia berat. Sebelumnya udah ada pernyataan dari dokter bayi udah ketuaan di rahim dan harus segera lahir. Nhaaa.. apa mungkin karena waktu itu aku ke askes dan seakan dari kelas biasa-biasa aja sehingga dengan kondisi demikian udah minta operasi ga dibolehkan? Padahal induksi sekarang tidak dianjurkan kan? Sedangkan anak kedua, saya periksa di dokter berkelas di RS swasta berkelas juga. Anehnya disitu banyak ibu-ibu yang udah punya jadwal buat caesar anaknya dan akupun hampir caesar juga, tapi akhirnya ga jadi karena bisa normal di bidan. Jadi, emang ada benang merah antara tingkat ekonomi dan pilihan ibu hamil untuk melahirkan anaknya. Dan sepertinya dokter pun turut andil dalam memutuskan pilihan itu. itu menurut pengalaman saya. Jadi, faktor yang berpengaruh pada pilihan cara melahirkan adalah tingkat kegawatan ~kondisi ibu ~kondisi bayi Seharusnya hanya itu kan? tapi kenyataannya: ~ tingkat kegawatan ato kondisi ibu dan bayi ~ tingkat ekonomi ~ kebijakan dokter Setuju gak? Agung Dwi Laksono *manggut-manggut Rifmi Utami @Mbak Ella : Klo setahu saya induksi tidak dilarang, asal dilakukan di tempat yang bisa SC atau ada ruang operasinya (OK), karena efek samping dari dilakukannya induksi adalah terjadinya ruptura uteri, yang mutlak harus 40 15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria dilakukan tindakan operasi... jadi jangan coba-coba dilakukan induksi ditempat yang tidak punya OK... Dyah Yusuf Lairan normal penting pake banget lah yaw, tapi tetep semua keputusan dipengaruhi tingkat pengetahuan si ibu dan nakesnya sih... @ Mbak Ella : mungin menurut Mbak Pur induksi yang dilarang adalah untuk yang udah pernah SC, bisa robek dong rahimnya kalo diinduksi... Ella Sofa Mbak Mimi~ Makasi...dapat ilmu lagi. Jadi boleh tapi agak menghawatirkan gitu ya? tapi alhamdulillah semua selamat. Papa~ ada temanku anak pertama caesar anak kedua dan selanjutnya normal. Emang waktu anak kedua dokter menyarankan caesar, tapi karena dia merasa dengan kondisi nya bisa normal, dia pindah dokter dan bisa normal. Jadi faktor ibu itu sendiri juga berpengaruh ya.... Purwani Pujiastuti @ Ella : Induksi gak boleh untuk ibu yang sudah SC. Kehamilan pertamaku KPD, diinduksi sekitar 15 jam gak ada kemajuan pembukaan, trus SC. Kelahiran kedua ditunggu kontraksi alami sampai 15 jam gak ada kemajuan pembukaan, jadi SC lagi deh. Alhamdulillah ibu & bayi baik2 saja. 41 Kekalahan Kaum Ibu??? Purwani Pujiastuti @ Ella: setuju, yang mempengaruhi pilihan persalinan : kondisi ibu & bayi, tingkat ekonomi, kebijakan dokter/bidan, plus tingkat pengetahuan ibu/keluarga. Pengalaman persalinan pertama, aku memang mempertanyakan ke bidan apa tidak perlu dirujuk? 'mengingat ketuban dah banyak keluar, sementara pembukaan macet. akhirnya dirujuk ke RS. Agnes Endang Siswahyuni Caesar merupakan trend, tapi ga semuanya, sodaraku pendidikan rendah tapi karena resiko tinggi maka pilih jalan cesar. Klo keadaan sehat lebih berkesan pake normal. Ella Sofa Oalah iya tadi aku bacanya kurang teliti. Mbak Pur~ kita hampir sama. Bedanya akhirnya aku bisa normal. Jika tidak ada indikasi kegawatan apa-apa mungkin yang terbaik adalah sesuai jalan yang sudah diberiNya Uly Giznawati Menyimak serta mencoba memahami kebenaran yang kau paparkan. Tengkyu, salam. Anni Haryati Alhamdulillah..ke-3 buah hatiku...lahir secara normal dan tidak kurang suatu apa...how wonderful... 42 15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria Fazry Praditya Wibawa Sekarang menjadi pilihan memang untuk melahirkan, intinya sih ya hanya mengurangi rasa sakit bukan karna alasan medis sepertinya.... oh iya Pak, kalo data Riskesdas 2010 ada di website nya Depkes kah? Femmy Skotia Kalo liat grafiknya, kayanya bener tuh. Soalnya makin tinggi pendidikan, orang makin tau teknologi. Kalo ada cara yg cepat dan aman, ngapain pilih jalan sulit dan berbelit ? Karena ini menyangkut nyawa lho! Dan andaikan SC itu TIDAK MAHAL, mungkin hampir 80% ibu milih SC. Karena resiko kematian ibu dan bayi bisa dikurangi, terutama kalo bayinya sungsang letaknya. Tapi siapa bilang SC itu enak?? Sakit pasca operasinya itu kadang bikin kita pengen ngebunuh si dokter! hahahaha....Tapi 2 minggu kemudian udah lupa koq sakitnya. ^_^ Ella Sofa Sekalian nebeng~ ada yang punya file ato data nama-nama merk kosmetik yang berbahaya? tag me please... Mau tak sebarin ke tetangga Nyonya Jawara Klingon Emang kalo ga melahirkan normal ga jadi ibu sejati??! Banyak orang yang bilag 'melahirkan normal serasa menjadi perempuan sejati, perempuan seutuhnya, sempurna..' lebay banget... Diantara banyak orang yang memutuskan cesaria berlimpah materi dan ga mau kesakitan, ada juga yang 'terpaksa' cesar karena kondisi medis mengharuskan begitu. 43 Kekalahan Kaum Ibu??? Apakah indikasi perempuan sejati hanya pada saat melahirkan?! Femmy Skotia @Ny. Klingon: Hehehe... setuju bu. Kalo saya sih emang gak bisa normal karena plasentanya menutupin jalan lahir (letak rendah, nyaris prefia). Gak kebayang kalo saya tinggal di daerah terpencil. Gimana anaknya mau lahir kalo jalannya tersumbat plasenta?? Alhamdulillah Allah masih sayang sama saya.. btw suka nonton star trek ya bu? ^^ Anisa Riza Melahirkan adalah proses alamiah yang memang penuh dengan resiko, resiko yang ditimbulkanya inilah yang kemudian sangat bernilai, sehingga sebagian orang berpendapat, perjuangan seorang ibu untuk melahikan sangat bernilai, bahkan ada yang bilang, belum merasa jadi ibu kalau belum merasakan melahirkan. Yah.. itulah mungkin akan banyak sekali alasan, baik itu alasan yang sifatnya pribadi, baik sifatnya medis, seperti yang sudah dibahas di salah satu komentar. Tapi saya pribadi... sangat yakin.. yang terbaik itu adalah yang normal.. yang alami. Karena itu sudah sunatullah, melahirkan itu ya seperti itu.... proses alami tentunya akan lebih baik dari proses ‘buatan’..... Masalah normal atau cesaria kalau pribadi saya berpendapat, hanya PEMINDAHAN waktu SAKIT. Jadi kalau normal, sakit pas proses persalinannya. Cesar, sakitnya pas udahan nya, atau pasca operasinya.. Hehehe.... maaf klu pendapatnya kembali lagi, hanya atas dasar pendapat pribadi, bukan teori. 44 15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria Agung Dwi Laksono @Fazry; Data Riskesdas 2010 sudah launching 11 November kemaren. Tapi keknya lom ada tautan dunludnya. Evia Udiarti Kalau menurut aku, sulit karna aku udah ngalamin sendiri anak yang 1 SC karna beratnya 4,7 kg padahal aku udah siap nglahirin normal tapi si bayi ndak mau turun. Yang ke-2 udah tak ikuti anjuran dokter karna pingin normal tapi kenyataane SC lagi... Jadi sebetulnya semua tergantung kehendakNYA, bukan berarti yang melahirkan secara SC bukan wanita sempurna loh..... Nyonya Jawara Klingon @Femmy; Hehee.. sama saya juga 2x cesar dan tetap bahagia dan merasa sempurna. Duaduanya pun karena alasan medis makanya cesar. Yang pertama pecah ketuban di minggu ke-3/4, yang kedua karena jarak antara waktu melahirkan yang pertama dan kehamilan kedua hanya 5 bulan dan saya terindikasi ISK pula. Soal star trek, itu mah dulu.. hehee.. waktu jaman SMP Mbak. Sekarang ngikutin anak aja, upin dan ipin.. xixixi... Salam kenal mbak femmy.. Femmy Skotia @ Ny klingon : Salam kenal juga... Soalnya pake Klingon sih, jadi ketauan Star trek nya. hhehehehe.. Agung Dwi Laksono Duuuhhh... diskusinya jadi lari ke 'ibu sejati' yak? 45 Kekalahan Kaum Ibu??? Seharusnya idenya adalah 'SC tanpa indikasi medis' :-( Anisa Riza Waduh... apa karena komen saya???? hehe..maaf pak. Femmy Skotia Ibu sejati itu kan cuma 'bunga-bunga' diskusinya pap. Kalo idenya kan udah gua komen. hihihi... Anisa Riza Yang jadi pertanyaan, kenapa diklasifikasian berdasarkan pendidikan Pak data nya? alesannya kenapa? Nyonya Jawara Klingon Wkwkwkww.... Evia Udiarti Saya menanggapi komentar Mbak Aniza, memang yang terbaik normal karna sunatullah..tapi kalau pada kenyataannya sulit dan resiko tinggi (bukan karna sakit loh) kan kita juga harus bertindak yang rasional jangan hanya karna itu sunatullah kita keukeuh (ngotot, red.) normal padahal ndak memungkinkan jadi sebaiknya apapun cara melahirkan semua sama yang penting kita punya niat yang mulia berjuang untuk satu kehidupan dan harus kita juga sampai dia besar trims. Agung Dwi Laksono @Nisa; Data kejadian SC tidak hanya dibreakdown menurut pendidikan! tapi juga menurut 46 15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria pekerjaan, tingkat sosial ekonomi, kelompok umur, karakteristik daerah, dsb... Anisa Riza @Bu Evia: Yap, setuju! melahirkan normal adalah harapan setiap wanita saya rasa... tapi kalau tidak memungkinkan ya gimana lagi?? intinya saya setuju pendapat ibu.. Syafaat Tora Tora Opo karena wong dengan pendidikan tinggi tersebut kebanyakan gak mau gerak, gak mau rekasa...? Rachmad Pg Tapi ada juga......upaya untuk SC by desain oleh dokter yang bersangkutan ato tenaga kesehatan yang merujuk... supaya si pasien bayar lebih mahal.....padahal aslinya kalo normal juga bisa....ujung-ujungnya....si dokter ato bidan dapat duit lebih banyak... Agung Dwi Laksono Ya Mad, apalagi yang pingin lahirnya tanggal 10, bulan 10 tahun 2010..piye..? Rachmad Pg kalo itu sih seh maklum cak.....iki justru karena relasi kekuasaan provider kesehatan yang lebih, sementara si pasien pada posisi inferior... disuruh SC yo manggut-manggut ae.... apalagi iki masalah nyowo dan anak.... 47 Kekalahan Kaum Ibu??? Evia Udiarti Waduh... kok malah pihak medis disalahin kan harusnya kita berterimakasih sama mereka....kalau ada yang curang itu mah oknum.... Siu Kim Semua tergantung keadaan... Saya 1,2,3 lahir normal yang setengah mati sakit nya. Sampai berhari-hari. Yang ke-4 SC karena keadaan bayi yang di dalam perut udah ga baik.. jadi terpaksa dilakukan tindakan SC. Yang ke-5 karena umur udah agak banyak beda 12 tahun dengan yang nomor-4, jadi kehamilan resiko tinggi, apalagi keadaan anak bayi sungsang... jadi saya udah rasakan lahir biasa dan SC. Saya pilih SC karena ga sakit.. cuma nyeri 1 hari aja.. seminggu sudah bisa biyayakan..... dan semua anak-anak saya, melahirkan lewat SC semua... Riffa Hany Wahhh...komentarnya udah banyak sampai nggak sempet baca semua..., yang aku tahu semakin tinggi pendidikan maka....ekonomi makin makmur...so...mo pilih jalan lahir lewat mana..., semua its ok..., lagian sekarang SC semakin aman dan makin cepet serta makin mahal. kalau masalah sakit post op nya.. kan bisa pake analgesik... abis perkara..., nggak masalah khan... pilihan SC makin banyakkkkk... itung-itung dokter SPOGnya makin makmur. Siu Kim Ga usah takut SC... enak kok.. bisa dipilih kapan kita mau tanpa harus merasakan sakit sebelum melahirkan.. dokter, alat, obat-obatan semua dah canggih... saya sendiri dua kali, anak saya nomor satu dua kali.. yang kedua duaduanya dua kali dan yang ke-tiga SC tiga kali... semua masih perawan.. melahirkan lewat SC semua... 48 15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria Christine Indrawati Aku lahiran SC dah dua kali.. indikasi medis juga.. kayake emang pasien dan dokter-e samasama punya andil membuat datane papa jadi kayak gitu deh.. SC or normal sama-sama ibu sejati ah.. buat mbak Ella Sofia, ambil di website balai POM aja ada mbak.. Nike Goenawan Hikkss,,,aku 3 kali SC.... Agung Dwi Laksono Hiks.. aku lom pernah SC 49 Kekalahan Kaum Ibu??? 50 Bukan Anak Sapi! Bukan Anak SAPI! Monday, October 25, 2010 at 12:09am Hari Jumat kemaren Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih di sela-sela pertemuan Strategic Alliance for Achieving MDG’s (Tujuan Pembangunan Milenium), Peringatan Dies Natalis ke-63 Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, melontarkan pernyataan menarik yang menyatakan melarang penayangan iklan susu formula untuk anak usia di bawah satu tahun. Nah lhooo…! ”Cakupan ASI eksklusif masih rendah karena orangtua memilih memberikan susu formula. Untuk itu, semua iklan, baik di media cetak, elektronik, maupun luar ruang, akan dilarang,” ujarnya (kompas.com). 51 Kekalahan Kaum Ibu??? Lebih lanjut Kementerian Kesehatan juga akan melarang kerja sama antara produsen susu formula dan tempat-tempat pelayanan kesehatan negeri dan swasta, termasuk rumah bersalin, dokter, dan bidan. Pelarangan ini rencananya diberlakukan bersamaan dengan keluarnya peraturan pemerintah (PP) yang mengatur peningkatan air susu ibu (ASI) eksklusif dan pembatasan pemakaian susu formula pada 2011. Perkecualian Pemberian susu formula bagi anak di bawah dua tahun hanya diizinkan untuk kasus-kasus tertentu, misalnya jika ibu melahirkan bermasalah dengan pengadaan ASI. Tidak bagi alasan2 lainnya. Intinya Kementerian Kesehatan menutup sama sekali peluang pabrikan susu formula untuk mempengaruhi ibu2 dalam member asupan pada anaknya. Langkah tegas ini menurut saya sangat strategis dalam upaya meningkatkan cakupan ASI eksklusif. Pro-Kontra Rencana pelarangan ini bukannya tanpa pro kontra. Tidak sedikit yang menentang upaya ‘wajib’ ini dengan berbagai alasan, yang bahkan mengatakan Bu Endang sebagai Menteri kurang kerjaan! Meski juga tidak sedikit yang sangat mendukung kebijakan yang memihak masa depan ini. termasuk SAYA! Meski demikian, pemberlakuan kebijakan ini tidak bisa berdiri sendiri, harus didukung dengan kebijakan lain yang menghilangkan alasan-alasan bagi Si Ibu dalam memenuhi kewajiban memberi ASI pada bayinya. 52 Bukan Anak Sapi! Unjuk rasa oleh Lembaga Peduli Ibu dan Bayi diwarnai aksi pembuangan susu formula di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Sabtu (1/3). Mereka antara lain mendesak pemerintah untuk melakukan penelitian ulang terhadap semua jenis susu formula yang dipasarkan di Indonesia terkait adanya isu Enterobacter sakazakii dalam susu formula dan makanan bayi (Kompas/Priyombodo) Harus diupayakan ada kebijakan yang mengatur waktu cuti yang cukup pasca melahirkan, ato waktu kerja yang lebih longgar bagi ibu menyusui. Bisa juga dengan mewajibkan ketersediaan ruang laktasi di setiap area kerja ato perkantoran. Mengapa ASI Eksklusif??? Selama enam bulan pertama kehidupan bayi, ASI memenuhi 100 persen kebutuhan bayi. Jadi bayi sama sekali belum memerlukan asupan makanan/minuman dari luar pada enam bulan pertama kehidupannya, selain daripada ASI. 53 Kekalahan Kaum Ibu??? Komponen dalam ASI sangat spesifik, disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan bayi. ASI memberikan imunitasi bagi bayi karena di dalamnya sudah terkandung anti virus dan anti kanker. Bayi juga tidak mudah infeksi. Itu sebabnya angka kematian bayi yang mendapat ASI lebih rendah. Pemberian ASI eksklusif sangat vital dalam menekan angka kematian bayi di bawah lima tahun. ASI bisa menurunkan kematian hingga 17 persen pada kelahiran baru (neonatal) dan 12 persen pada anak di bawah lima tahun. Sementara itu untuk bayi berusia 6 bulan ke atas, ASI masih memenuhi 70 persen kebutuhan bayi. 30 persennya di dapat dari makanan lain, tapi bukan susu formula. Hal ini karena pada usia 6 bulan bayi sudah diperkenalkan pada makanan padat, karena itu makanan bayi harus mengandung nutrisi dan gizi yang diperlukan (dr. Asti Praborini, Sp.A, dari Perkumpulan Perinatologi Indonesia Pusat). Susu sapi baru boleh diberikan saat bayi menginjak usia dua tahun. Pada usia dimana usus bayi sudah bagus dan sistem imunnya sudah kuat. Pemberian ASI sampai bayi berusia dua tahun ini sejalan dengan kode etik internasional dan anjuran badan kesehatan dunia (WHO). Pada tahun 1981 WHO dan Unicef mengatur pemasaran susu formula berupa Kode Pemasaran Pengganti ASI, yang sayangnya Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi kode tersebut. Faktanya… tidak semua produk susu formula yang beredar di pasaran, betul-betul sesuai dengan kualitas yang mereka iklan atau klaimkan. Sebab, faktanya sampai saat ini belum ada pengujian atas klaim-klaim produsen susu atas produk susu formulanya. 54 Bukan Anak Sapi! Dan bahkan parahnya… tidak ada standarisasi untuk semua produk susu formula tersebut, jadi lebih mirip dengan ocehan tukang jamu keliling. Piye jal??? (disarikan dari berbagai sumber, terutama dari ‘kompas.com’ dan milis ‘desentralisasi kesehatan’) 55 Kekalahan Kaum Ibu??? Comment Dian Sastro Waduuuh.. kesiannya... bisa pada bangkrut dunk pabrik susu..??? *kecuali pabrik ASI* Untung punya pabrik sendiri.. jadi anakku dulu bisa full ASI 2 tahun tanpa selingan susu formula sama sekali, hehehe... Rifmi Utami Bravo Bu Endang...saya dukung untuk kebijakan baik ini untuk tercapainya cakupan ASI Eksklusif sebagai salah satu investasi utama bagi anak kita... Tapi ibaratkan ‘koruptor’, Bu Endang harus mempersiapkan suatu sistem komprehensif untuk memberangus keterpurukan akibat kesalahan berjamaah... yang dilakukan baik oleh IBU maupun TENAGA KESEHATAN... I just can wish for all the best for this program... Ilham Akhsanu Ridlo SANGAT SETUJU...langkah strategis langkah tegas.. untung saya ini termasuk dulunya yang mendapatkan ASI eksklusif sampai 2,5 tahun malahan.. hehehehehe... Siu Kim Saya mendukung program ini..... walaupun masa-masa saya udah kelewat lama untuk hal ini.... 56 Bukan Anak Sapi! Sulistyawati Itheng Siiip meski kecapekan diskusimu segerr... cuma kok yang kamu cetak tebal hanya kata ASI dan SAYA...heheee... memang erat kok hubungan kamu dan ASI ya??? hahhaaa... Evie Sopacua Susu sapi ya untuk sapi kan? Saat ini banyak anak sekolah tawuran.. gampang meledak.. gampang putus asa.. pinginnya instan, perlu usaha dikit langsung emoh, loyo.. coba deh Gung.. diteliti, ditanyai, asumsinya, mungkin dulu minum susu sapi... eh, sungguhan loh.. Rachmat Hargono Klo PP-nya udah dikeluarkan, kita tunggu juklak dan juknisnya.....trus mekanisme law enforcementnya seperti apa? Wah masih jauh yha... sementara nakes yang berhubungan dengan tumbuh kembang bayi udah kemakan promosi susu formula sampai ke tulang sumsumnya...... Tapii semangat dech...... Agung Dwi Laksono Akan terlalu banyak pro-kotra dan kegamangan! Tapi teuteub maju terus! Kita bikin aja 'life support group' untuk menjawab setiap kegamangan itu. Gimana? Mau bergabung untuk support gerakan ini? Kita berbagi informasi dan tips untuk keberhasilan gerakan ini. gerakan 'ASI EKSKLUSIF & INISIASI MENYUSU DINI' 57 Kekalahan Kaum Ibu??? Feni Novikasari Setubuh dan sejiwa banged dah. Dimulai dari nakes dulu aja kali yak karena nakes adalah tangan pertama untuk masalah perASIan dan perANAKan.. Agung Dwi Laksono Ke depan... petugas kesehatan (dokter & bidan) dilarang untuk mempromosikan susu formula!!! Akan ada tindakan tegas untuk pelanggaran ini! Menkes sudah melarang semua kegiatan di Kementerian Kesehatan untuk menggunakan sponsor dari susu formula! *sumpah bangga banged dengan ibu menteri yang satu ini! Feni Novikasari *sumpah bangga banget dengan pakde nyang atu ini.. Rima Tunjungsari Mesti ada juga kebijakan lain yang mendukung agar ibu tidak terpaksa memberikan susu sapi karena alasan ‘bekerja’. Agung Dwi Laksono Itu yang harus terus didorong untuk dilakukan! Harus dipersiapkan segala materi untuk advokasi, agar tidak menjadi kebijakan kosong! 58 Bukan Anak Sapi! Rima Tunjungsari Setuju mas, mari bergerak menuju perubahan yang lebih baik!! Rachmad Pg Sek akeh yo masalahe.....universal coverage, rokok, HDI, kemiskinan, ASI.......ckckck.... Agung Dwi Laksono Mangkane ayok menterine diewangi! ojok dipaido thok... (makanya, ayo menterinya dibantu! Jangan diganggu saja, red.) hihihi... Rachmad Pg hahahaha....karep niate seh gak maido.... niate ben tetep kerjo cerdas...... (niatnya sih gak mau ngganggu, niatnya biar bisa tetap kerja cerdas, red.). Dyah Yusuf PR besaaarr...!!! Oke deh saya sebagai prajurit promkes paling bawah siap jadi spion utk melaksanakan program terkait dengan hal ini... Siap laksanakan! Anni Haryati Sediakan satu ruangan untuk laktasi di semua lapisan pelayanan kesehatan, tersedia untuk karyawan... boleh ditata seperti TPA. Dan kita wajib untuk 59 Kekalahan Kaum Ibu??? memakmurkannya... Dana..?? jangan medit (pelit, red.)... orang itu anak kita sendiri.. jam menyusui... pasti... deh ruangan itu..’rameee..’ asal jangan dijadikan alasan untuk keluar jam kerja saja.... di tempatku ‘ada’ papa... silakan bawa baby anda ke sini.... (lho..makne sopo..??) pengalaman dengan sekitar 250 ibu karyawan usia produktif.. ada isi sekitar 10 bayi.. nggak banyak.. bahkan anakku pun kuajak jaga IGD saat itu untuk ASI eksklusifnya.. bantuin yookk... setuju.... Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Qiqiqiqi.. dah jelas ‘harta’ ini (ASI) di depan dada manusia... yang seharusnya diwariskan pada keturunannya. Masa harus diatur-atur yah? Lucu juga manusia produk peradaban/teknologi sekarang. Yah bagaimanapun ada positifnya dibuat aturan tegas ini. Moga ke depan, kewajiban sebagai manusia (orang tua, dll).... terimplementasi dari nurani manusia sendiri, bukan karena..... Inilah manfaat pendekatan paripurna dalam peradaban, tidak melulu sektoral. Salam SEHAT. Agung Dwi Laksono Yang di depan mata kondisinya sudah kadung seperti ini! Perlu keberanian dan langkah taktis untuk merubah mindset dan perilaku. Cara merubah perilaku secara cepat untuk yang sudah kadung ndablek (terlanjur melekat, red.)adalah dengan 'law enforcement'! kudu dipekso (harus dipaksa, red.)... *pelanggaran HAM??? 60 Bukan Anak Sapi! Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Gung...omongomong... hasil riset tentang manfaat ASI dan efek negatif PSF udah ada kah? Ini bisa jadi materi promosi via film. Seperti kata Bu Evie, anak manusia jaman sekarang doyannya tawuran, kekerasan, bahkan cenderung anarkis....bisa jadi materi efek PSF kah?... qiqiqi...asupan aja nih. Coba, film-film keluarga bahagia, tidak/jarang mengekspos proses menyusui bayi kan?...Ujug-ujug (tiba-tiba, red.).. tuh anak berbudi luhur langsung besar dan bahagia ampe anak cucu. Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ahhh... ‘Pelanggaran HAM’, bisa dicoba tuh....buat yang dengan sengaja mengabaikan ASI dan IMD, baik produsen PSF, ibu, sarana yankes dan nakes. Pokoke untuk alasan non manusiawi, di luar alasan ganguan hormon dan terkait produksi ASI dan kemampuan memberi IMD... yah ada toleransi... ini kan esensi dari aturan. Agung Dwi Laksono Dalam diskusi dengan Bu Atmarita sempet terlontar pernyataan seperti itu! tapi lom nemuin studi yang mengaitkan seperti itu... membutuhkan lintas disiplin yang ribed. Anni Haryati Weits...nanti ngeshootnya gimana? Mau nggak tuh model dan pemerannya meragakan seperti itu....belum nanti kena UU pornografi...halah... 61 Kekalahan Kaum Ibu??? Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ayolah Gung, digerakkan alias diinisiasikan promosi ASI dan IMD via pendekatan multidisiplin... pada dasarnya yang ‘SUKA’ PSF kan juga manusia dan tergerak dengan hati nurani (ranah humaniora)... Juga... tidak harus ada studi terkait langsung kan? Bisa kah studi yang ada, dianalisis/direview, dengan sistematik atau meta atau apalah.....terasumsi ke arah efek tersebut?....Teman2 non IPA/humaniora jagonya hal ini. Agung Dwi Laksono @Anni; hahaha... sekarang pan banyak model baju yang 'bukaan kecil', sekedar untuk dapat sedikit mengeluarkan anggota tubuh untuk keperluan menyusui bayi! Banyak hal bisa diupayakan... @Don; Sedang menghimpun kekuatan dan nyali untuk bergerak ke arah situ Bang! Arti 'humaniora' dalam kamus besar bahasa indonesia adalah 'memanusiakan manusia'! pas banged bukan? Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Yes.. humaniora khusus untuk manusia! Jadi teman-teman ilmuwan humaniora... sedikit banyak sudah manusia yang manusiawi.... Ok Gung, awak berdoa untuk upayamu, kekuatanmu dan nyalimu...juga siap membantu. Salam SEHAT Femmy Skotia Alhamdulilallah, anakku dua-duanya ASI ekslusif. Jauh sebelum isu ini heboh, di Al qur'an juga udah 62 Bukan Anak Sapi! ada koq anjuran untuk memberi ASI selama 2 tahun. Jadi sebelum bu Endang 'ribut', aku dah ngelakuinnya. hehehe...Anyway, dua jempol buat bu Endang! Mengenai efek susu formula, pernah dengar juga kalo yang buat bayi dibawah 2 tahun bisa bikin autis ato malah bikin anak jadi agresif. Tapi gak tau juga bener apa gaknya ya? Anni Haryati Ah ya.. bahkan gendongan dan kerudung model kanguru itu.... untuk nutupin si.. ok.. ok... dah bikin tulisan sana... ntar banyak yang mendukung kok.... seperti juga ‘melahirkan dengan persalinan normal itu...’ Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ayo Gung, seperti lagu: Kau yang Memulai Kau yang Meneruskan....yang lain boleh ikut... qiqiqiqiqi Agung Dwi Laksono @Femmy; Menurut pengakuan peneliti farmasi di Puslitku... zat-zat yang diklaim terkandung dalam susu formula (AHA, DHA, dsb...), bisa jadi hanya isapan jempol! Karna kandungannya akan sulit bertahan dalam proses instanisasi susu formula... Dan nyatanya sampai dengan saat ini tidak ada standarisasi untuk kandungan susu formula yang dilabeli 'susu pertumbuhan' dan apapun namanya! Jadi semuanya adalah suka-suka pabriknya... Femmy Skotia @ Yup! Masuk akal tuh keknya. Namanya orang jualan, jadi apapun dijabanin (dilakukan, red.) supaya jualannya laku. Sialan juga tuh! hehehe..... 63 Kekalahan Kaum Ibu??? Tapi berhubung kedua anakku udah diatas 2 tahun yah terpaksa beli susu formula juga. At least kalo pun gizinya gak semewah ASI, paling gak mereka suka rasanya. :-) Agung Dwi Laksono Setelah dua tahun memang sudah seharusnya disapih. Pada posisi umur ini sistem pencernaan sudah dirasa kuat untuk menerima asupan susu sapi... Femmy Skotia Hehehehe.... kalo gak disapih mah gawat! Gigi anaknya udah banyak banget soalnya. Bahaya. hahahaha.. Agung Dwi Laksono Hahaha... *jangan keseringan ngilang yak! Femmy Skotia I'll try. ^_* Riffa Hany Waduw.. program basi yang dihebohkan lagi...., mestinya ada inovasi lain kek..., kan udah lama susu di bawah 1 tahun nggak boleh ngiklan..., kalau mo ada solusi ASI eksklusif khususnya ibu pekerja... wajibkan dong... penitipan anak ditempat kerja...sehingga ibu-ibu pekerja bisa sewaktuwaktu neteki bayinya.., trus cutinya ditambah jadi 6 bulan bagi ibu yang menyusui bayinya. 64 Bukan Anak Sapi! Agung Dwi Laksono Iyeee... nti tak usulin lewat pesbuk! hihihi... Anisa Riza Berbagi sedikit pengalaman,, kemaren Ica penelitian di puskesmas, yang lucu, di puskesmas ada ruangan yang namanya Pojok Gizi. Tebak isinya apa??? Kardus-kardus Susu formula (S**)... Ica heran.. kok banyak banget. Akhirnya, pertanyaan Ica terjawab, setelah Ica berkesempatan ikut posyanduan di daerah puskesmas tersebut, Ica melihat langsung, ibu bidan, memberikan susu tersebut sama salah satu ibu yang lagi timbangan... padalah anaknya baru umur 4 bulan. Jadi, kayanyaa gak masalah bagi mereka iklan dilarang, ternyata mereka punya strategi promosi baru yang tentunya lebih efektif. Ratna Wati Mantaaaap!! Setuju banged, semoga kebijakan berkelanjutan bukan anget-anget eek ayam, jangan nantinya kalah sama 'penguasa susu'. Agung Dwi Laksono @Ica; ??? *mengelus dada @Ratna; Maka perlu banyak dukungan untuk mewujudkannya... 65 Kekalahan Kaum Ibu??? Anisa Riza Kalau Ica cuma bisa diam mematung pak.. bingung mau ngapain. Eh ya... kebetulan besok Ica juga ada kegiatan penyuluhan ASI eksklusif pak... Doakan... semoga apa yang kita sampaikan dari hati, bisa sampai di hati ibu-ibu peserta penyuluhan,amin.. Agung Dwi Laksono Amiiiiin... keep fight yak! Tite Kabul Saya setuju dengan gagasan ini, pastinya mulai sekarang para produsen sudah mulai kasak-kusuk sehingga kemungkinan PP ASI ekslusif akan lama keluarnya atau malah tidak sama sekali.... Untuk itu harus ada suatu gerakan yang memiliki daya ungkit besar menyuarakan program ini... jangan sampai gagasan ini bagai bunga yang layu sebelum berkembang... Nur Munawaroh Tul mas agung..... dukung Bu Endang.... anak manusia, disusui manusia, anak sapi disusui sapi, anak kucing biar disusui kucing..... lha yang harus disadari ibuibu, bahwa YANG MENCIPTAKAN KITA (beserta semua yang ada pada kita), itu MAHA PINTER, kok dilawan.......... (ini ada sedikit pengalamanku sendiri. anakku yang 1 pakai ASI full 2 tahun karena aku sehat-sehat aja waktu itu. tapi waktu melahirkan anak ke-2, aku dipisahkan dengan anakku karena aku sakit, sampai ASI-ku ga bisa keluar. akhirnya anak ke-2-ku pakai 66 Bukan Anak Sapi! susu formula. eeeeee.......... setelah besar, badannya sih lebih gede dari kakaknya, tapi sering sakit...... daya tahan tubuhnya gak sebaik kakaknya......... ni sekedar pengalaman pribadi. mungkin bermanfaat untuk orang lain). Oke..... untuk menyadarkan masy, harus punya program yang sifatnya komprehensip..... 67 Kekalahan Kaum Ibu??? 68 AKI... Mengurai Benang Kusut... sut! AKI... Mengurai Benang Kusut...sut! Monday, December 27, 2010 at 4:43am Dear all, Diskusi kali ini kita coba untuk menguraikan benang kusut salah satu indikator status kesehatan di negeri ini, Angka Kematian Ibu (AKI), yaitu Jumlah Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007 berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) besutan Macro Internasional dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengestimasi AKI berada pada kisaran angka 328. Sedang target pemerintah pada tahun 2015 AKI turun menjadi pada kisaran 102 per 100.000 kelahiran hidup! Mungkinkah??? Indikator proxy paling dekat terhadap AKI adalah persalinan yang dilakukan tenaga kesehatan. Ini jika kita menganggap 69 Kekalahan Kaum Ibu??? bahwa persalinan di tenaga kesehatan yang kita anggap paling benar… paling mumpuni! untuk menolong persalinan. Meski juga saya masih sangat meragukan, karena tenaga kesehatan untuk persalinan lebih identik dengan tenaga bidan, yang karena saking banyaknya akademi kebidanan yang didirikan sehingga kelahiran yang ada tidak cukup sebagai lahan praktek partus langsung. So… untuk beberapa akademi kebidanan, ‘partus pandang*’ dianggap sebagai solusi yang cukup memadai??! (*partus pandang= melototin bidan senior menolong persalinan, bukannya praktek menolong persalinan langsung) Piye jal? Balik maning ke topik diskusi semula… Target pemerintah yang tercantum dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan pada tahun 2015 proporsi persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 100%. Piye… iso po ra??? Hasil survey Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang fokus dalam Millenium Development Goals (MDGs) menemukan beberapa hal menarik terkait tenaga penolong persalinan pertama dan tenaga penolong persalinan terakhir di Indonesia. Silahkeun pelototin gambar berikut… 70 AKI... Mengurai Benang Kusut... sut! Bagaimana? Mudheng ndak? ‘Penolong persalinan pertama dan penolong persalinan terakhir’ adalah kombinasi tenaga persalinan pada saat seorang ibu melahirkan. Misalnya… pada saat pertama seorang ibu berniat melahirkan ke bidan, dan oleh bidan sudah ditangani sejak awal, tapi karena ada faktor penyulit maka dirujuk ke tenaga dokter spesialis kandungan. Maka tenaga penolong persalinan ‘pertamaterakhir’ adalah ‘tenaga kesehatan-tenaga kesehatan’. Meski trend 5 (lima) tahun terakhir tenaga penolong persalinan ‘pertama-terakhir’ didominasi oleh ‘tenaga kesehatan-tenaga kesehatan’, tapi masih ada beberapa ganjalan... Trend tenaga penolong persalinan 'pertama-terakhir' selama 5 tahun terakhir (2005-2009) masih menyimpan 'aib' tenaga kesehatan sebagai tenaga penolong persalinan. Coba perhatikan garis trend nomor dua dari atas... dimana masih cukup besar persentase tenaga penolong persalinan 'non tenaga kesehatan-non tenaga kesehatan', bahkan cenderung mengalami 71 Kekalahan Kaum Ibu??? peningkatan selama lima tahun terakhir, dari 16,74% pada tahun 2005 menjadi 19,73% pada tahun 2009. Satu lagi yang teramat sangat memprihatinkan... Coba sekarang pelototin garis trend paling bawah! Selama lima tahun terakhir ada kombinasi tenaga penolong persalinan 'tenaga kesehatan-non tenaga kesehatan'. Bayangkan! Dari tenaga kesehatan berpindah ke non tenaga kesehatan??? Meski dalam kisaran hanya 1%... Tapi... apa kata dunia???! 72 AKI... Mengurai Benang Kusut... sut! Comment Anni Haryati Sampai tahun 2015 pun aku pesimis, dua kasus dalam 3 bulan terakhir ini stafku sendiri ANC di dokter SPOG dan bersalin di bidan (senior katanya..apa tua sih...hiks) dilahirkan dengan asfixia.. si ibu selamat dua bayinya passed away... dua kasus lagi.. dengan PEB.. melarikan diri untuk dilahirkan di RS... satu ibu gone.(..AMP kemarin). Dalam tahun ini kasus AKI jadi 9 orang deh..wuah..wuah...di daerahku..??? angkat tangan deh Pa... Sudarto Hs Apa mungkin karena penduduk kita sebagian besar masih tinggal di pedesaan yang ‘langka’ terhadap tenaga kesehatan Mas Agung? ....ini fakta... dan juga dipengaruhi oleh biaya persalinan lewat tenaga kesehatan lebih mahal. Ada kasus.. selama kehamilan selalu dengan dokter ahli.. sampai dengan saat persalinan.. malah memakai tenaga bidan... Agung Dwi Laksono Yup! Mari ungkapkan faktanya! Agar yang duduk di belakang meja juga tau kenyataan di lapangan... Rifmi Utami Speechless sejenak... kesedihan kedua setelah Tim Garudaku semalam... Namun kita tak bisa larut terlalu lama... Aku yang di garis depan, hanya bisa memaksimalkan yang aku bisa... Dengan senantiasa mengoptimalkan kinerja bidan desa dengan 11 indikator KIA yang telah ada, sweeping bumil sing 73 Kekalahan Kaum Ibu??? ndelik (yang bersembunyi, red.), optimalisasi P4K, dll...sesuatu yang tak asing lagi tapi operasionalnya sulit... Do’ain tetep istiqomah ya mas... and ‘never give up’.... Feni Novikasari Hah data yang mencengangkan hikz.. Agung Dwi Laksono Guuud! Hanya bisa mendoakan dari juaoooh... Ilham Akhsanu Ridlo Pergeseran... pergeseran!! :( Nike Goenawan Hikkssss Rachmad Pg Ada data perbandingan yang meninggal itu ditangani sapa? Riffa Hany Wha..... di Kabupaten Kediri malah kenaikan kematian ibunya 2010 naik 85% dibanding 2009, apa karena model AMP yang baru yang tanpa presentasi sehingga rasa jera, malu udah nggak ada sehingga banyak pelanggaran kewenangan...., dan.....70% persalinannya ditolong SPOG, weh weh..., jangan dibilang hanya karena Akbid-nya banyak dan tidak kompeten yo...., coba evaluasi nakes yang laiiin...!!! kayaknya tambah kusut neeeh..... 74 AKI... Mengurai Benang Kusut... sut! Sujud M Raharja Banyak yang belum terungkap, pengalaman pribadi periksa ke spesialis andalannya cuma USG, protap seperti tensi, tinggi fundus, dll tidak dilakukan. Kunjungan nifas kadang cuman diatas kertas. belum lagi faktor nilai ekonomis ibu bersalin. Sujud M Raharja Kecenderungan sekarang meninggal meningkat di RS, penyakit jantung juga mengalami peningkatan penyebab kematian ibu. Sujud M Raharja Dari sisi pencatatan masih banyak yang tidak konsisten. Maksudnya laporan ada tapi register tak tercatat. Dari 26 kabupaten yang disupervisi hanya 2 kabupaten yang punya selisih antara cakupan di pencatatan dan laporan kurang dari 1%. Dwee Why Patut diadakannya quality control untuk setiap nakes, sehingga bisa dipandang layak unjuk gigi nanganin pasien secara langsung. Sehingga lulusan Akbid yang kompeten bisa buka praktek/bantu persalinan sebelum memindahtangankan ke SpOG dalam KTD. Aaaaa..... jd ngeri buat nglahirin............ @,@ Bambang Andriyono Saya lebih tertarik ajakan Menkes yang dulu (dr. Fadilah Sapari?) dalam wawancara tentang AKI di Elshinta beberapa tahun yang lalu tentang pentingnya mengajak 75 Kekalahan Kaum Ibu??? dan meng-educate paramedis tradisional (baca DUBER-Dukun Beranak), agar keberadaannya sebagai ujung tombak di pedesaan tidak dialienasi oleh ilmu-ilmu barat yang dibawa paramedis modern (Bidan/perawat/dr), sebaliknya justru diberi pemahaman tentang modernisasi alat/obat dan Nakes. Bagaimanapun angkatan saya dan orang tua kebanyakan masih lahir atas jasa mereka to to to? Piye jal jal jal? Saluuut untuk dr Fadilah Sapari.. Bambang Andriyono AKI ? kalo ditempatku merupakan singkatan dari Analisis (kok isis?) Kelayakan Investasi .. lho?!? Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Diskusi kematian? Indikator proxy AKI utama pertolongan persalinan. Target optimis bisa menurunkan AKI. Dan upaya pertolongan yang dibenerin dengan melihat kondisi sosio demografi. Untuk sosio target nasional/RPJMN dan SPM tidak saling mendukung. Yang satu tetap mengakui ada kematian ibu dan yang satu dengan 100% berarti mumpuni, asumsi tidak ada kematian ibu? Kalo masyarakat dan pihak di lapangan yang ditanya, bisa aja lain target ini. Belum lagi realita sosial budaya untuk tenaga penolong persalinan. Lalu demografi, NKRI ini nusantara dan archiephelago, tolong dibantu bila salah nulis. Kondisi ini aja udah jadi hambatan dan tantangan untuk pemerataan dan penyediaan nakes dan sumber daya lain. Mereka hanya fokus pada tataran ideal tanpa banyak perduli pada realita sosio budaya dan demografi NKRI ini. 76 AKI... Mengurai Benang Kusut... sut! Agung Dwi Laksono ...dan siapakah 'mereka' itu? Hihihi... *Kebayang saat presentasi bab ini... Dan disangkal mati-matian untuk tidak dimunculkan Anni Haryati Don’t blame kambing item ya.... semua harus legowo, jangan-jangan nanti larinya.. yo wis kontrake entek.. hiks kezzzaaammmm... semoga dimaafkan... saya juga minta maaffffff,... Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Mereka adalah kita juga, sedikit banyak, atas nama institusi...hehehe... Riffa Hany Truss.....siapa yang bertanggung jawab atas kematian mereka.....????? Bambang Andriyono Semangkin berat euy diskusina.. Uly Giznawati Diskusi yang hebat! Saya ikut menyimak. Terimakasih :) 77 Kekalahan Kaum Ibu??? Tite Kabul AKI tinggi bukan hanya disebabkan oleh penanganan saat melahirkan, tapi juga karena rendahnya pendidikan sebagian besar kaum wanita, sehingga mereka tidak punya kemandirian dalam pengambilan keputusan di keluarganya.... maka sering terjadi keterlambatan.... Saya setuju dengan program pelatihan dukun beranak (sudah ada jauh sebelum menkes dr. Fadilah)..... karena dalam pelatihan itupun diajarkan bagaimana merujuk yang tepat waktu..... dari SPOG ke Bidan kalau saya sih oke-oke saja...belum ada penelitian seberapa banyak rujukan model ini berkontribusi terhadap AKI kan?... Anni Haryati Tahun 2011-2012 (?) partus di kelas III RS gratis.. tis... akan menolongkah?? Klo program ini benar.. sosialisasinya yang bagaimana yah biar mengena? Di tempatku rata-rata ibu-ibu yang passed away itu bukan G 1 lho...mustinya wis agak pinter ya. Pendidikan ok lah, but klo telat mutusi dari pihak keluarga itu lebih berat lagi...piye..?? Untuk di garda depan apakah masih tetap scoring peristi ??? mindset kita harus tetap pada : suatu gravida itu dinamis... jangan nyaman-nyaman aja begitu scoringnya normal,.. hmm.. rasanya banyak yang harus di kerjakan ya... Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Agung dear pa, semua diskusi di wall mu tak terpikir didokumentasikan kah? Lalu dipublish di situs-situs secara free. Situs kantor kita dan blogku berminat sangat lah. Cemna? Awak nantikan inputs temans lain. 78 AKI... Mengurai Benang Kusut... sut! Agung Dwi Laksono Indie publishing bang.. Nti mau dibukukan dulu, e booknya yang akan Dishare. Januari-Februari mungkin dah kelar... Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ok awak nunggu ebook nya. Good job lah. 79 Kekalahan Kaum Ibu??? 80 Piye Bu Bidan? Piye Bu Bidan? Monday, November 22, 2010 at 3:18am Upaya untuk mewujudkan tenaga kesehatan sebagai 100% tenaga pemeriksa kehamilan sampai beberapa tahun ke depan sepertinya masih jauh dalam pelaksanaan di lapangan. Trend tenaga kesehatan sebagai tenaga pemeriksa kehamilan meski menunjukkan peningkatan, tapi hanya bergerak 2,4% selama kurun waktu lima tahun, hampir tidak bergeser. 81 Kekalahan Kaum Ibu??? Trend Persentase Ibu Hamil dan Bersalin 5 Tahun Terakhir berdasarkan Tenaga Pemeriksa Kehamilan di Indonesia, Riskesdas 2010 Dan lagi-lagi pendidikan dan tingkat kemelaratan menunjukkan eksistensinya dalam pengaruh terhadap bidang kesehatan, tak luput juga dalam hal tenaga pemeriksa kehamilan. Semakin berpendidikan semakin getol untuk memeriksakan kehamilan ke petuga kesehatan, dan semakin melarat (kuintil 1) semakin ogah untuk memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan. Apa biaya periksa hamil ke petugas kesehatan mahal ya? 82 Piye Bu Bidan? Persentase Ibu Hamil dan Bersalin 5 Tahun Terakhir berdasarkan Tenaga Pemeriksa Kehamilan oleh Tenaga Kesehatan dan Karakteristik Tingkat Pendidikan di Indonesia, Riskesdas 2010 Persentase Ibu Hamil dan Bersalin 5 Tahun Terakhir berdasarkan Tenaga Pemeriksa Kehamilan oleh Tenaga Kesehatan dan Karakteristik Tingkat Sosial Ekonomi di Indonesia, Riskesdas 2010 83 Kekalahan Kaum Ibu??? Sepertinya upaya untuk meningkatkan tingkat pendidikan adalah sebuah keniscayaan, dengan daya ungkit yang sedemikian besar terhadap hampir semua indikator kesehatan. Dulu... upaya pemerintah menggerojok ribuan tenaga bidan ke seluruh pelosok negeri mungkin dengan sangat cepat meningkatkan aksesibilitas ibu hamil ke tenaga kesehatan, tapi untuk saat ini kemungkinan upaya itu sudah cukup, karena menjadi kurang signifikan lagi sebagai daya ungkit. Keberadaan tenaga bidan sudah cukup tersebar merata, yang menjadi masalah saat ini adalah kemampuan dan kemauan ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan. Isu digulirkannya Jampersal (Jaminan Persalinan) mungkin bisa meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan, itu bila memang yang menjadi kendala utama adalah masalah biaya. Lha kalo ternyata karena alasannya karena periksa ke dukun lebih nyaman? Piye jal??? 84 Piye Bu Bidan? Comment Rifmi Utami Hmm... diriku paling sedih kalau berdiskusi masalah ini. Masalahnya terlalu kompleks, sistemik dan tentu harus komprehensif menanggulanginya. Seperti : 1. Upaya peningkatan pendidikan sebagai upaya peningkatan kualitas SDM haruslah ada yang ngurusi 2. Upaya ketersediaan bidan bukan hanya dari segi kuantitas, tapi penting dari sisi kualitas, mengingat makin banyaknya sekolah bidan yang notabene tidak semuanya "qualified", menyebabkan diragukannya kompetensi dalam melayani masyarakat lebih percaya periksa di bidan senior bahkan... 3. Upaya memuaskan masyarakat dalam pelayanan, masih sangat terasa ada ganjalan. Kontrak pelayanan yang dibuat terkadang tidak memuaskan salah satu, terutama bagi si bidan. Terlalu bervariasi-nya kasus, terkadang menjadi bumerang, karena konsekuensi yang tidak selalu sama dengan yang dikontrak-kan. 4. Upaya pembiayaan persalinan telah ada sejak dulu, namun penetapan unit cost-nya masih jauh dari layak, sehingga nakes terkadang setengah hati melayani, sedangkan dari sisi masyarakat, nyatanya ada sebagian besar yang masih mengandalkan pelayanan dukun yang lebih "perhatian" walaupun dia pemegang kartu jamkesmas atau jamkesda yang notabene dibebaskan dari biaya apapun... Hmm... banyak ya PR-nya... dan tidak bisa sepotong-sepotong, harus komprehensif menanganinya, karena keterkaitan antara satu dengan yang lain... 85 Kekalahan Kaum Ibu??? Dwitya Manies Kalo dulu dukun itu saingan bidan, tapi sekarang dukun kan udah jadi mitra bidan. Jadi sebagai bidan hendaknya kita bekerja sama dengan dukun, dan jika ada pasien nyaman ke dukun, hendaknya dukun mengarahkan agar pasien periksa ke bidan karena keterbatasan ilmu yang ada pada dukun. Maka dari itu diperlukan kerja sama yang baik antara bidandukun. karena bidan yang berpendidikan lebih tinggi maka bidan harus pandai-pandai mengambil simpati dari dukun agar mau menjadi mitra kerja yang baik dengan bidan. Gak ngunu pak? (bukan begitu pak? Red.). Feni Novikasari Tarif bidan di kampuang sama dengan dokter di kota.. muahallll.. Veronica Suci Fridani Di kampungku, kebanyakan ibuibu yang sedang mengandung cenderung memeriksakan ke bidan, karena mereka percaya pada beberapa bidan yang telah berkiprah puluhan tahun. Umumnya, mereka tahu nama bidan hanya berdasarkan cerita dari mulut ke mulut. Tutur tinular. Mereka juga rajin kontrol tiap bulan. Biaya melahirkan di bidan relatif lebih murah. Berdasarkan tanya jawab, tak hanya ibu-ibu yang berpendidikan rendah dan ekonomi sulit yang mendatangi bidan. Baik dokter, bidan, ataupun dukun anak memiliki 'ilmu' untuk membantu proses persalinan. Mereka bisa bekerja sama, bisa juga bekerja sendiri, yang penting ibu dan bayinya sehat dan selamat. Terbukti, saat akan melahirkan anak pertamaku, aku dibantu bidan hingga bayi nyaris keluar, namun bidan dianggap tak mempunyai wewenang, sehingga menunggu kedatangan dokter yang pada saat itu masih membantu proses persalinan di tempat lain. 86 Piye Bu Bidan? Margaretha Anggara Kasih BIDAN terkadang ada yang jual mahal pa... pasiennya sudah sakit perut... si bidan masih asyik lihat sinetron... padahal di desa ibu-ibu itu mengandalkan jasa si bidan dan tidak gratisan... hmmmmmmmm Eyu Jadul Kalo menurut para tetangga yang perekonomiannya menengah kebawah kebanyakan mereka berkomentar para bidan sangat galak. Apalagi yang akan melakukan proses melahirkan di BKKBN kebanyakan pas di saat proses melahirkan berlangsung mereka di bentak-bentak karena kemungkinan kesakitan yang mereka derita. Bisa di maklumi lhaa.., namanya juga banyar murah jadi pelayanan dan obatnya yaa gak sama seperti rumah sakit swasta yang bayar mahal dan pelayanannya sangat-sangat ramah.... Heheheeee... Agung Dwi Laksono @Mimi; sedih ga sedih, suka ga suka... ini masalah kita! hiks... @Duit; lha ngunu po ra? (lha begitu atau bukan? Red.) @Feni; beneran tah? Agung Dwi Laksono @Vero; Kerjasama yang sangat amat tergantung dengan soft skill masing-masing tenaga kesehatan. @Kasih; Pan ga semuanya begitu! Cukup banyak bidan yang kompeten dan penuh empathy @Ayu; Tidak semua bidan! 87 Kekalahan Kaum Ibu??? Sulistyawati Itheng Apa iya ni? Agung Dwi Laksono Ketingale pripun mak? (kelihatannya gimana mak? Red.) Eyu Jadul Iya juga ce.. Tapi setidaknya sebagai pelayan masyarakat kan gak boleh gitu Um. Apa lagi dia juga wanita, masa gak tau rasanya melahirkan.. Herannya kok malah dokter beranak cowok lebih ngerti dan lebih sabar dari pada bidannya.. Mungkin pemerintah kudu memprogramkan posisi bidan untuk cowok... ^_^ Sulistyawati Itheng Klo dilingkungan terdekatku bidan dan dukun bayi bermitra dan berkolaborasinya cukup nyaman. Biaya? masih terjangkau. Anita Tursia Tempaan pengalaman bu bidan sepertinya jadi modal penting utk menarik simpati bumil. Karena biasanya dukun dipandang lebih pengalaman.. Ratna Wati Iya yah, sedih deh dengernya kalo sampe ada yang mau ngelahirin aja terhambat biaya, apalagi cuma untuk memeriksa tiap bulannya, lagi-lagi mentok soal biaya, di 88 Piye Bu Bidan? kampung-kampung kayaknya lebih memilih ke dukun deh, di samping kekeluargaan, soal biaya juga nggak jadi masalah, tuker sama ayam seekor aja masih mau Gung! Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ingatkah? Pada era sekarang, mulai banyak layanan kesehatan yang balik lagi ke model-model tradisional setelah melalui proses kaji/uji standar sehat, misal, IMD (dulu ada waktu setelah melahirkan baru bisa menyusui), lalu proses bersalin balik lagi ke bisa dirapatin kakinya (dulu ‘ngangkang’ dan ngejan ampe kuat), dll. Selain ide Jampersal, yah tak salah toh menggali lebih dalam tentang khasanah budaya NKRI ini terkait layanan kesehatan, mogamoga aja istilah ‘dukun bersalin’ setelah dikelola dengan benar dan sehat, setara dengan istilah bidan, dll dalam kesehatan modern. Ini hanya soal nama, soal teknis, setiap peradaban ada positif dan negatifnya. Mari kita gali positifnya dan kembangkan....Salam SEHAT Agung Dwi Laksono Terminologi 'back to nature' memang sedang sangat 'in' digembar-gemborkan. Perlu banyak kajian untuk meng'ilmiah'kan aset tradisi, sementara kebijakan sudah masuk ranah kekinian, sudah kadung terjustifikasi ke arah 'modern science'. Memasuki kembali ranah 'tradisi', yang ternyata terganjal oleh kebijakan yang dikembangkan sebelumnya sendiri! *seperti menelan ludah kembali.. Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Di sinilah intervensi or efek yang kita harapkan dari etikolegal (upaya89 Kekalahan Kaum Ibu??? upaya hukum/kebijakan menuju tatanan lebih baik dan benar) sebagai upaya kritis terhadap medikolegal (aturan hukum/kebijakan yg sudah ada namun masih belum mengakomodasi nilai-nilai untuk tatanan lebih baik dan benar tadi). Ayo agen-agen humaniora dan pemberdayaan masyarakat! Agung Dwi Laksono jiahh... balik maning ke awak! Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Weleh-weleh... Gung... iyalah pulak.. masak mau nelan ludah sendiri trusss.. ayo siap-siap jadi agent of change yooo.. cari teman dan kader yokkk.... agar ludahnya bisa jadi vitamin..qiqiqi Ella Sofa Kayaknya dah banyak komentar dan dah mewakili apa yang ingin kusampaikan. Jadi, ganbate aja dech! trims... dapat masukan baru juga. Anni Haryati Papa.. ke mbah dukun tuh pake pijet lulur barang jhe.. tapi harga tetap bersahabat.. Apa bidan-bidan kita perlu diajari mijet juga ya... ha ha ha..njur gurune sapa..?? (terus gurunya siapa..?? red.) Ella Sofa Ide cemerlang Mbak Anni. Salam kenal. 90 Piye Bu Bidan? Dwee Why Curhat ama dukun kayaknya lebih all out sambil pijet pegel, encok, linuuuu........ kan pegel banget tu pinggang kalau lagi mbobot, lebih nyantai. Gitu deh kayaknya. hehehe...... Riffa Hany Kok aku nggak setuju karena faktor biaya menyebabkan bumil gak mau periksa... kan ada jamkesmas/da.., alasan yang paling mungkin karena ketidaktahuan atau ketidakmauan bumil periksa dan salah satu alasan karena mereka menganggap kehamilan itu hal yang biasa... so.. periksa diakhir akhir kehamilan dianggap sah sah aja.., di Kediri..persalinan dukun juga semakin sedikit kecuali dengan alasan brojol di rumah... dan bukan lagi karena faktor sugesti atau masalah biaya.., jadiiiii... tugas berat bidan tuk kunjungan rumah untuk cari sasaran..... Anisa Riza Berarti masih butuh beberapa tahun lagi ya, untuk jadi 100%.. hehe... Hernah Lokaria Capeek deh... mutu pendidikan bidan kurang... banyak bidan gak profesional kayanya (kalo di tempatku)... Vita Darmawati Iye... memang permasalahan komplek, perlu dikaji dengan matang semua aspek, sehingga dapat ditemukan kebijakan yang tepat! Tidak cukup hanya dengan 91 Kekalahan Kaum Ibu??? Jampersal, buktinya dengan Jamkesmas saja masih tidak terserap... akhirnya hanya akan timbul masalah baru... 92 Nasib Si Miskin dan Si Bodoh... LAGI! Nasib Si Miskin dan Bodoh... LAGI! Monday, June 28, 2010 at 5:15am Morning friends, Kita sudah sama-sama tahu dan mengerti bahwa negeri ini, memiliki angka kematian ibu yang meski telah menjadi lebih baik dari tahun ke tahun tetapi tetap memiliki rangking yang cukup moncer di ASEAN. Dalam World Health Statistic 2009 (di publish WHO dengan acuan data tahun 2005) Angka Kematian Ibu di Indonesia berada pada posisi 420 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan nominator tertinggi di Asia Tenggara. Sebagai pembanding dapat dilihat Angka Kematian Ibu di Negara tetangga berikut; - Brunei Darussalam: 13; - Singapura: 14; 93 Kekalahan Kaum Ibu??? - Malaysia: 62; - Vietnam:150; - Philipina: 230; - Myanmar:380. *** Angka Kematian Ibu dan juga Angka Kematian Anak selalu saja, dan mau tidak mau sangad berkaitan erat dengan penolong persalinan. Data penolong persalinan yang menggunakan dukun bayi di 5 propinsi paling timur Indonesia menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan. Persentase Ibu Mempunyai Bayi menurut Penolong Persalinan Pertama (dukun bayi) dan Provinsi, Riskesdas 2007 Angka penolong persalinan pertama pada dukun bayi yang lebih rendah pada Propinsi Papua maupun Papua Barat bukan berarti ditolong oleh tenaga kesehatan, melainkan ditolong oleh keluarganya sendiri. *sigh* Dan sudah menjadi common sense bahwa pemilihan tenaga persalinan juga dipengaruhi oleh pendidikan ibu maupun tingkat sosial ekonomi dari keluarga tersebut. 94 Nasib Si Miskin dan Si Bodoh... LAGI! Persentase Ibu Mempunyai Bayi menurut Penolong Persalinan Pertama dan Karakteristik Responden (Pendidikan) di Lima Provinsi, Riskesdas 2007 Persentase Ibu Mempunyai Bayi menurut Penolong Persalinan Pertama dan Karakteristik Responden (Kuintil Tingkat Pengeluaran PerKapita PerTahun) di Lima Provinsi, Riskesdas 2007 95 Kekalahan Kaum Ibu??? Terlihat bukan? Bahwa tingkat pendidikan ibu berbanding lurus dengan persentase tenaga penolong persalinan pertama pada petugas kesehatan (bidan/dokter). Dan juga hal yang sama terlihat pada ibu bersalin dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi (kuintil 5) menjadi lebih cenderung memilih tenaga persalinan dari tenaga kesehatan. *** Dalam pandangan saya, fakta ini sudah diketahui berpuluh-puluh tahun silam, tetapi upaya terintegrasi yang berdasarkan fakta ini tetap saja kurang menjadi perhatian. Bagi peneliti klasik* (*baca 'senior'), selalu saja beranggapan bahwa pendidikan maupun tingkat sosial ekonomi merupakan variabel mati, yang tidak bisa diutak-utik atau dicarikan solusinya. "klo sudah ketemu bahwa ibu yang memilih bersalin pada dukun bayi kebanyakan adalah lulusan SD dan juga miskin, trus mau apa? apa ibu2 yang miskin trus dikasih uang biar kaya? ato disekolahin semua biar pinter?" Hehehe... jawaban ini yang selalu muncul setiap kali ada fakta yang demikian! Ato jangan-jangan kita juga ikut berpendapat demikian? hahaha... please deh... Dalam pandangan saya, sekali lagi dalam pandangan saya, tidak seharusnya kita hanya berpikir solusi sesaat, yang dengan instan bisa mengatasi semua masalah. Konyol banged bila solusinya adalah menyekolahkan ibu-ibu yang sudah expired umur sekolahnya (meski dilontarkan dengan gaya sinis dan nada guyon). 96 Nasib Si Miskin dan Si Bodoh... LAGI! Sudah saatnya kita mulai berpikir dengan strategi 2-3 langkah ke depan, 2-3 langkah generasi berikutnya. ato kita tetap diam saja dan mencibir orang bodoh dan miskin memang sudah nasibnya ditakdirkan seperti itu... 97 Kekalahan Kaum Ibu??? Comment Rifmi Utami ngomongin MMR, mungkin aku yg paling nangis (hiks hiks.. tak henti-henti)... Sumenep nomor 1 terbanyak di Jatim angka kematian ibunya... Komplit di semua indikator terkait : ya...LINAKESnya rendah, MMR dan IMRnya tinggi, belum lagi kejadian Tetanus neonatorum... Aku speechless deh, bingung dari mana mau memulai....??? (nangis lagi mode on....) Agung Dwi Laksono Agak miris juga dengan saudara kita di sono! Yang pendidikan bukanlah prioritas, mereka amat sayang bila uang digunakan hanya untuk nguliahin anak, lebih baik buat usaha katanya. Aku punya obsesi di pulau yang satu ini, tapi tetep aja belon terlaksana. Menurutku perlu digali faktor pendekatan yang lain, terutama pendekatan budaya setempat, ato justru Suramadu sudah mampu memberi culture shock baru? Lidwina Yanuar Sedih ya, melihat kenyataan yang ada.. di Papua, bagaimana MMR gak mau tinggi, di pedalamanpedalaman beban kerja perempuan begitu berat, pengalaman ku melihat kehidupan perempuan Asmat, sungguh miris.. perempuan Asmat harus pangkur sagu, menjaring ikan di laut, mencari kayu bakar di hutan, menyiapkan makanan untuk para laki-laki dan anak-anak.. dan kalo makanan masih sisa, barulah bisa makan. Dengan keadaan demikian, bagaimana mungkin perempuan 98 Nasib Si Miskin dan Si Bodoh... LAGI! Asmat siap untuk melahirkan dalam kondisi prima? belum lagi infeksi malaria yang menjadi ancaman nomor wahid! Lengkaplah penderitaan perempuan Asmat. Tidak heran kan, AKI tinggi? :( Agung Dwi Laksono Fiuuuuhhhh... *speechless* Ade Ayu Gak bisa komen um... Kasian aja liat nasib rakyat Indonesia yang gak merata. Di mana yang kaya semakin makmur dan yang miskin makin terpuruk. Dimana kemajuan tehnologi udah mainan anak kecil sedangkan di tempat lain banyak orang gak bisa baca.. Sungguh tragis banget melihat kekayaan alam kita yang justru di daerah terpencil banyak mendatangkan devisa negara tapi anehnya daerah itu masih terbelakang.. Nasib...nasib...!!! Mely Lumbantoruan belum lagi kalau ngomongin akses transportasi (masa bumil harus jalan kaki 2 jam untuk ke Puskesmas??), kayaknya masalahnya ga brenti-brenti lho, solusinya memang harus integratif baik yang instan dan non instan. Tapi masalahnya (masalah lageee..), program-program integratif ini loh yang kurang diminati, maunya jalan sendirisendiri aje.. 99 Kekalahan Kaum Ibu??? Hanifa Denny Negara kita besar, hampir sama luasnya dengan US, lihat di peta wuih semangat untuk terus memajukan Indonesia, nach begitu lihat Metro TV streaming, mati dech sekujur semangatku karena sedih lihat politician hanya ingin memajukan kantong golongan bahkan pribadi. Artis juga berebut daftar jadi politician, tanpa tahu betul bagaimana rakyat hidup dan bagaimana memajukan Indonesia... Aku bingung.... termangu, hanya .. yeach sinau dulu ahhhh ben ujian lancar, cum laude trus segera pulang ikut apalah yang penting berkarya di Indonesia! Salam.... Sita Rara Nggak usah di pedalaman mas... di kota sebesar Surabaya aja masih begitu banyaknya wanita-wanita yang seperti itu dan kematian ibu dan anak... yah kita mungkin hanya bisa mengatasinya secara berkala mas... dan tidak semudah membalik telapak tangan itu mas... Hanifa Denny Iya emang Mbak Sita, belum lagi bila bicara praktek gizi sederhana.. ok ok kita agendakan terus.. Salam dari PERSAKMI. Didik Supriyadi Kesehatan di Indonesia kalo ditanganin secara parsial ya gini-gini thok jadinya. Apalagi jika dikaitkan dengan metode pendidikan kita yang hanya mengedepankan kekayaan teori miskin implementasi. 100 Nasib Si Miskin dan Si Bodoh... LAGI! Hanifa Denny Ketika kita di Indonesia, kita sering menyalahkan sistem pendidikan kita, ketika kita keliling dunia, kita baru merasa berterima kasih ternyata sistem pendidikan kita implementatif, bisa dech di coba ke FK UNDIP, FKM UNDIP dan S2 nya.... Eh pendidikan SD sampai menengah juga ternayata bagus memberi banyak wawasan dan makna yang kaya akan adanya BHINEKA TUNGGAL IKA, yang mesti di perhatikan cuma politisinya... Hanifa Denny Wow banyak juga dech temen-temen di US ini akan coba ambil kuliah lapangan di S2 kita, menambah angkatan ini yang berasal dari Eropa dan Afrika di S2 Promkes Undip. Didik Supriyadi Bicara politisi, berarti bcr pola pikir walaupun pola pikir kepentingan. Pola pikir bersumber dari cara pandang yang berasal dari wawasan dan pengalaman. Ardiansyah Eni Wadoow... topik pembicaraan dan komentarnya berat! meski aku SKM tapi ga nyampe IQnya nih *_*, masih kurang ilmunya, but thanks sudah nambak khasanah ilmu pengetahuanku ya papa. Riffa Hany Sosial budaya di negara memang masih percaya ama yang berbau bau tradisional (mistik) mayoritas yang masih melahirkan di dukun karena alasan bahwa mbah dukunnya 101 Kekalahan Kaum Ibu??? mempunyai kemampuan supranatural dan pelayanannya sangat komplet plet... all in baik untuk ibu dan bayi..., kayaknye diperlukan kalee yeeeee, nakes kita punya kemampuan setara....., example... pijat ibu dan bayi dimulai dari itulah... masyarakat percaya bahwa nakes kita bukan hanya trampil di bidang medis tapi juga ‘keilmuan’ lain..., kalau mau ningkatin pendidikan ibu kayaknya kelamaan..., mending nakesnya aja yang dikasih jurus jitu menaklukan hati masyarakat yang masih percaya dengan halhal tradisional......, setuju....????? Christine Indrawati Pengambil keputusan dalam keluarga yang berkait penolong persalinan masih didominasi para sesepuh. Itu yang membuat ibu-ibu muda tak berdaya menolak keputusan bersalin di dukun bayi. Tapi ada harapan bahwa 20-25 tahun ke depan saat ibu muda itu menjadi pengambil keputusan, akan ada perubahan penolong persalinan. Tapi kok masih lamaaaaa yaaa? Ratna Wati Buat aku orang awam.., sedih banget melihat kenyataan seperti ini, bukan tidak mungkin, masih banyak daerah-daerah semacam Papua, yang belum mendapat perhatian dari pemerintah, lha wong pemerintah kurang, bahkan belum, menangani hal semacam ini, dengan kesadaran, dan serius! 102 Ada Apa dengan Kita??? Ada Apa Dengan Kita??? Monday, September 6, 2010 at 5:12am "pecahkan saja gelasnya biar ramai... biar mengaduh sampai gaduh!''' Gud morning my preeeend… Pagi ini kembali kita akan disuguhi beberapa kenyataan yang mungkin akan mencengangkan kita… beberapa mungkin akan shock! Ato bahkan mungkin pingsan ketika tahu kenyataannya! *tapiiiii… please biasa aja deeeeh… *** 103 Kekalahan Kaum Ibu??? Pada Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 disebutkan bahwa 7,9% wanita yang pernah menikah di Indonesia menyatakan pernah berhubungan seks sebelum berumur 15 taon! Sedang laki-lakinya hanya 0,2% yang mengaku. *kaget nggaaaak? Kok nggak kaget sih? angkanya terlalu kecil yak? baiklah… Klo… 13,5% wanita berumur 15-19 tahun yang pernah menikah di Indonesia menyatakan pernah berhubungan seks sebelum berumur 15 taon! *nggak kaget juga? Hmm… keknya kudu diperiksa deh standar sosialnya… Klo… 26,2% wanita berumur berumur 15-17 tahun yang pernah menikah di Indonesia menyatakan pernah berhubungan seks sebelum berumur 15 taon! *klo gak kaget juga… awas yak! *** Survey rutin empat tahun sekali besutan BPS ini dilakukan bekerja sama dengan BKKBN, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan juga Macro International dari USA. 104 Ada Apa dengan Kita??? Total sebanyak 4.939 wanita dari seluruh pelosok nusantara yang pernah menikah yang menjawab pertanyaan ini. 845 wanita yang berumur 15-19 taon, dan 271 yang berumur antara 15-17 taon. Yang cukup mengejutkan adalah bahwa kejadian ini lebih banyak terjadi di perdesaan, yaitu sebanyak 10,6%! Persentase yang jauh lebih kecil dibanding dengan perkotaan 3,6%. *Masyarakat perdesaan lebih permisif??? 105 Kekalahan Kaum Ibu??? Dan justru kejadian ini lebih sering terjadi pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Kecenderungannya adalah semakin miskin semakin permisif. Dan kembali lagi betapa pendidikan sangad berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan menemui penegasannya. Dan… terus terang saya menjadi ragu untuk memaknai informasi ini. saya menjadi takut salah omong. Jadi sampeyan-sampeyan saja ya yang memaknainya sendiri Please… 106 Ada Apa dengan Kita??? Comment Sulistyawati Itheng Huh... diskusi pagii sekali, isinya nyesak dihati....!!! Momo Sudarmo Saya kira angka sebenarnya lebih besar... Haid pertama dan mimpi basah makin muda, didukung ‘sarana’ yang makin lengkap : hand phone, warnet, sarana hiburan dan tempat-tempat yang makin permisif. Tidak ada yang bisa bikin kaget. Agung Dwi Laksono hmm... sudah lumrah rupanya... Sulistyawati Itheng Gung, aku kok lungkrah, kamu bilang sudah lumrah.... Agung Dwi Laksono Lha kata Pak Momo angka sebenarnya lebih besar! berarti sudah lumrah to mak? Sudah biasa... Momo Sudarmo Dok, intelektual kita masih suka terkaget-kaget kalo dihadapkan data-data ilmiah... Ada resistensi 107 Kekalahan Kaum Ibu??? kuat, ga tau kenapa? Itu mungkin kultur kita yang mencetak orang ‘gumunan’... (gampang heran, red.) Tercermin di masyarakat, sangat mudah menyatakan sesuatu adalah ‘ajaib’ misalnya kambing bertanduk empat, pohon kelapa bercabang dan ribuan ‘keajaiban’ lain... Padahal secara ilmiah (yang dianut kaum intelektual) tidak ada yang ajaib. Tuhan pun tidak obral mukjizat... Agung Dwi Laksono Mungkin bagi temen-temen yang biasa berkecimpung dalam LSM terkait AIDS, anak jalanan, ato lokalisasi bisa jadi angka tersebut biasa saja Pak Momo. Tapi bagi yang tidak pernah terpapar hal beginian, ini bisa menjadi pukulan telak bagi budaya yang diagung-agungkan di negeri yang katanya sangat berbudaya ini. Terlalu banyak yang ditutupi, terlalu banyak yang disembunyikan... dalam kemasan budaya adiluhung. Momo Sudarmo Survey-survey sejenis selalu mengundang kecaman keras bahkan caci maki dari berbagai khalayak... Kalau itu khalayak kebanyakan masih bisa dimaklumi karena merasa terpukul dan masih tergagap-gagap dengan satu kenyataan... Nah kalo kaum intelektualnya juga??? Momo Sudarmo Ya mas Agung itu correct banget... Di kalangan LSM dan lembaga-lembaga survey juga kaget dengan data yg mereka dapat, tapi itu tetap dianggap sebagai 108 Ada Apa dengan Kita??? relitas yang mengagetkan, dan tidak ada resistensi terhadap data yang mereka dapat. Agung Dwi Laksono Hahaha... justru kaum intelektual jauh lebih terkotak-kotak! Terkotak-kotak pada keilmuan masing-masing, yang membuat jadi terbutakan dengan realitas di bidang keilmuan lainnya. Feni Novikasari Icip-icip dulu boz.. Agnes Endang Siswahyuni Terus kita mau apa..? Manusia penuh dengan naluri keingintahuan... prihatin juga ternyata dengan agama (untuk sebagian orang) tidak cukup untuk membentuk perilaku yang seharusnya. Biarlah semua berjalan apa adanya, kita jaga anak-anak kita agar tahu yang seharusnya terjadi... Farida Handayani Skm Saya ndak kaget pak soalnya di salah satu Puskesmas untuk CPW (calon pengantin wanita) harus PP test (tes untuk mendeteksi kehamilan, red.), dan hasilnya lebih 50% positif hamil. Pendidikan seks sebaiknya sejak dini dan pendidikan agama ditambahi. Naudzubillah min dzalik. Siu Kim Gung.. Mama Kim no comment.. cuma bilang makasi aja... met pagi .. GBU.. 109 Kekalahan Kaum Ibu??? Rifmi Utami Aku juga ngga kaget... cuman permissifnya di pedesaan juga perlu dipertanyakan. Aku yang hidup di pedesaan, melihat lain... disini pernikahan dini tumbuh subur, sejak SD anak perempuannya sudah ada yang mesen (ditunangkan, red.), trus sebagian besar lulus SMP atau bahkan belum lulus SMP, mereka sudah dinikahkan, dan mereka dipaksa untuk merasai hubungan seksual dini yang di’legal’kan... Tapi definisi legal juga perlu dipertanyakan, karena nyatanya catatan pernikahan itu tak pernah dilaporkan alias nikah sirri (rahasia, red), karena kita tahu di KUA standar usia nikah minimal usia 16 tahun... hmm....masih permissif-kah????.... Tite Kabul Karena biaya nikah untuk masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah dirasakan terlalu mahal.... makanya sekarang ini sering kita lihat ada dermawan yang menyelenggarakan pernikahan masal... dan ternyata partisipannya banyak.... salut deh sama penderma ini. Rachmat Hargono Sayangnya dukungan untuk pendidikan kespro (kesehatan reproduksi, red.) masih belum mendapat dukungan sepenuhnya terutama dari Diknas (Dinas Pendidikan Nasional, red.). Mereka masih bersikap responsif, klo ada anak sekolah yang hamil baru gaduh..... Diknas sebenernya telah melakukan workshop untuk mengintegrasikan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) tentang kespro dan pencegahan HIV dengan didukung UNICEF...... tapi sampai sekarang kok gak kedengaran lagi gaungnya. 110 Ada Apa dengan Kita??? Anyway....mari kita peduli dan melakukan sesuatu untuk merespons masalah ini..... Ayo sapa mau gabung..... Ratna Wati Miris banget sih!...kemiskinan, kebodohan, perkawinan dini, hubungan seks yang belum semestinya, hemmh!.. Sedih deh! Gung, tuh mestinya tugas/PR pemerintah, untuk lebih fokus menyikapi hal ini, ketimbang merengek minta gedung yang multi fasilitas, iya ga siiih??!! Evie Sopacua Mas Agung, lebih banyak di pedesaan dan tinkat sosial ekonomi rendah karena mereka mau menjawab.. tapi yang di kota dan sosial ekonomi menengah ke atas rendah karena menolak menjawab?? Agung Dwi Laksono Hmmm... solusinyaaaa??? Ria Dewi No comment... makasih and selamat pagi.... semoga besok pagi ada suguhan lagi dan yang lebih mengaget kan lagi dari ini, xixixixi..... Christine Indrawati Realitasnya pasti lebih gede deh Gung.. di kotaku aja, aku ngisi materi kespro dan ada survey kecil-kecilan di level SMA angka pengakuan cowok dan cewek total yang mengaku pernah melakukan hubungan seks 111 Kekalahan Kaum Ibu??? menyentuh angka 30%, dan dilakukan sejak mereka SMP, lebih dari 1 kali. Jadi ngeri membayangkan 10 tahun ke depan jadi kayak apa ya kira-kira fenomena ini.. Ilham Akhsanu Ridlo Duh duh...whheeeewwwww *kaget* Evi Sulistyorini Hmmm... fenomena gunung es...... Dyah Yusuf Mau tambah pingsan gak, jangan bilangbilang ya, ditempatku tiap mempelai yang mau imunisasi TT wajib tes urin... hasilnya...? adakadabra...! Tahun 2009 ada 44% positif! *nggeblag.com* Dwee Why Haahhh??!! Malem-malem jadi melek nie, telat baca. Naudzubillah min dzalik. Sepertinya perlu diadakan pendidikan khusus untuk mencegah hal itu, sama seperti pencanangan materi tahfiz di sekolah-sekolah yang diperjuangkan para ustadz-ustadz. Pendidikan seks usia dini yang disesuaikan tingkatan umur dipandang perlu disamping memperbanyak asupan ilmu agama. Mengurangi asupan film-film/input-input yang membuat rusak moral bangsa. Hufh... jadi gemes sendiri dan takut dengan 'gimana anak-anak kita kelak?'. 112 Ada Apa dengan Kita??? Herlinasusialenni Lenni Sebelum jam 24 malam tit, sebagai petugas yang bertugas di IGD, saya akui pasien yang mau melahirkan rata-rata untuk anak pertama usia mereka dibawah 20 tahun! Tapi bila mau diteliti silahkan biar lebih validasi datanya, jadi usia 17 tahun adalah usia puncak untuk reproduksi terjadinya konsepsi pada manusia yang dibuahi mungkin begitu hukum imbal balik, maaf bila keliru berucap untuk diskusi tengah malam ini yang asyik banget. Syafaat Tora Tora Aku..... Ah malu ah.... Nike Goenawan Astagfirullah al adzim........ membuat prihatin..... Riffa Hany Kalau begitu..., pelajaran kesehatan reproduksi remaja harus lebih digiatkan lagi..., materi bukan lagi hanya mencegah mereka berhubungan seks tapi juga bagaimana melakukan hubungan seks yang aman, SETUJU.....???? 113 Kekalahan Kaum Ibu??? 114 Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit... Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit... Monday, January 3, 2011 at 4:48am Dear all, Semangad pageeeee! Senin pertama di tahun 2011… semoga segala kebaikan betah berlama-lama bersama kita! Menyambung diskusi minggu lalu tentang trend penolong persalinan selama tahun 2005-2009 yang masih menyisakan kenangan pahit dengan masih adanya penolong persalinan pertama-terakhir dari tenaga kesehatan ke non tenaga kesehatan. Kali ini kita coba untuk lebih detail… golongan kelompok sosial ekonomi mana yang kebanyakan menggunakan praktek penolong persalinan seperti ini. 115 Kekalahan Kaum Ibu??? Dalam menyajikan tenaga penolong persalinan ‘pertamaterakhir’ ke ‘tenaga kesehatan-non tenaga kesehatan’, selain saya rinci berdasarkan tingkat sosial ekonomi, juga saya bedakan antara di daerah perdesaan dan perkotaan. So… tiga variable dalam satu gambar… Bagaimana? Mumet nggak liat faktanya? Melihat gambar tersebut… untuk daerah perkotaan keliatan wajar-wajar saja. Terlihat kecenderungan bahwa semakin kaya (kuintil 5) semakin meninggalkan pola penolong persalinan ‘tenaga kesehatan-non tenaga kesehatan’. 116 Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit... Tapi di perdesaan??? Hampir sama sekali tidak terlihat kecenderungan tersebut! Justru persentase terbanyak ada di kuintil 5 (paling kaya). So… pengambilan keputusan penolong persalinan pada ibu2 di perdesaan terjadi bukan karena alasan kondisi keuangan! Banyak alasan bisa menjadi latar belakang pengambilan keputusan tersebut. Mungkin karena sudah terbiasa melahirkan di dukun, mungkin karna rujukan dari orang-orang tua yang memang hanya mengenal dukun, mungkin juga karna service di dukun lebih manusiawi… Tapi yang jelas mereka meninggalkan ‘tenaga kesehatan’ untuk penolong persalinannya! Apa alasan sebenarnya? Sampeyan yang orang lapangan mungkin juaoh lebih mengerti. please share… 117 Kekalahan Kaum Ibu??? Comment Rifmi Utami Pertamanya-kah...?? Yang jelas masalah pengambil keputusan untuk penentu penolong persalinan di tempatku bekerja yang notabene ‘ndueeesoo’, adalah sebagian besar murni bukan dari pasutri (pasangan suami-istri, red.) yang mau punya anak, seksi sibuknya adalah (1) Ortu mereka, aku pikir salahe dewe nikahin anak kok sik cilik kabeh (salah sendiri nikahin anak kok masih kecil semua, red.), so...yang belingsatan mereka, terutama dalam hal cari duitnya, (2) Tokoh agama, hmm...mungkin tak banyak faktor beginian di tempat lain, tapi di tempatku, kadang yang menentukan jam/waktu dia mau melahirkan adalah ‘toga’ (tokoh agama, red.) tersebut, tak ayal kematian maternal karena partus kasep banyak disitu... Sedemikian itu kondisi masyarakat kita, yang sepertinya ngga punya daya bahkan untuk menentukan keputusan untuk menyelamatkan hidupnya sendiri dan generasi penerusnya... Mungkin tak sekedar bicara sepotong-sepotong mas, kita harus mengkajinya lebih komprehensif... Tite Kabul Di pedesaan, biasanya dukun beranak (paraji dalam bahasa Sunda) dibawah bimbingan bidan desa, jadi pada saat melahirkan, kalau bidan desanya tidak ditempat (“ada ngak yaaa data yang menggambarkan bidan desa yang menjadi penduduk setempat?”) yaaa mereka ditolong oleh sang paraji terlatih..... bukankah sekarang banyak desa yang tidak memiliki bidan desa yang tinggal didesa tersebut?... Jadi saya yakin, bukan karena ujug-ujug (sekonyong-konyong, red.) pindah dari nakes ke non nakes. 118 Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit... Agung Dwi Laksono @Mimi; Aku punya target kajian tersendiri untuk Pulau Madura. Semoga bisa difasilitasi juragan Puslit.. @Bu Tite; Negara kita terlampau luas mam! Setiap daerah memiliki faktanya sendiri! Pun memerlukan penanganan yang spesifik lokal.. Feni Novikasari Makin paraaaaaah ik.. Rifmi Utami Beberapa mahasiswa bidanku, ada yang menulis penelitian (KTI) tentang faktor budaya dalam hal penentuan pengambil keputusan penolong persalinan, mungkin berguna...silahkan mas...!! Ada lagi penyebab mereka lebih menoleh ke non nakes (dukun)... adalah karena ketelatenan mereka ‘ngopeni’ (melayani, red.), dan juga karena ‘ewuh-pekewuh’ (rasa sungkan, red.) mereka, karena turun-temurun telah menggunakan jasa sang dukun. Nah lho, kalo sudah masalah rasa beginian, sulit lho untuk memindah orientasi mereka ‘ke lain hati’, hehehe.... kayak lagunya si Katon...’tak bisa ke lain hati’.... Laraz Raraz' Aty Kang mas bahaya buat apa ke dukun ha ha ha.. 119 Kekalahan Kaum Ibu??? Ratna Wati Negara kita beragam dengan suku bangsa dan adat istiadatnya, yang tiap daerah (terutama pedalaman memegang teguh nilai-nilai adat, dan 'kepercayaan'. Dukun beranak sudah pasti memegang peranan penting, boleh dikata 'pejabat' yang konon masih amat di'percaya' dan pastinya sangat diandalkan keberadaannya secara turun temurun (erat mengakar) sudah tradisi bro! Tanpa harus pusing mikir biaya persalinan, tuker jasa pake setandan pisang, jadilah! Disamping itu pula letak geografis yang tidak mudah menjangkau tenaga medis (belum menyebar ke pelosok) jadi apa boleh buat kan?! Tak ada bidan, dukunpun bertindak!! Ilham Akhsanu Ridlo Sekali lagi siapa rujukan di keluarga yang memegang kunci sukses atau peran untuk mendorong si ibu mau dibawa ke mbah dukun. Yang ke-dua masih alasan klasik mungkin tentang persepsi atau mungkin realitanya mbah dukun lebih ‘santun’ secara adat..heheheh.. Ade Ayu Sek ta lhaa um... tak meteng disek.., mengko tak coba periksa nang dukun ma nang bidan... (sebentar dulu om, tak hamil dulu..., nanti tak coba periksa ke dukun dan ke bidan, red.) Rachmat Hargono Fantastic!!!! Very valuable comment from the field.... Ternyata banyak info dari lapangan yang tidak masuk dalam 120 Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit... bahasan waktu kuliah..... Bagaimana kalau pengalaman lapangan teman-teman itu dibukukan...? Ato ada wadah untuk sharing (berbagi, red.) kayak buletin gitu..... Ayo Agung ...tugas Puslit tuch...... Ato sapa yang bersedia.... Ilham...? Anita Tursia Mungkin perlu dikaji tingkat pengetahuan ibu-ibu didesa tentang pengetahuan mereka tentang bidan dan dukun beranak, karena menurut teori Bloom pengetahuan mempengaruhi tindakan seseorang.. (ciieeeehhh sok pake teori lagi...hehe...) Agung Dwi Laksono @Pak Rachmat; Sedang coba disiapkan sebagai ladang tempur Labsos pak boss! @Ilham; terlalu banyak kemungkinan! Perlu didalami secara evidence based @Nit; Emang perlu Riffa Hany Om Agung..., kenapa tetep di dukun coz... dukun pelayanannya plus plus loh....!!!! Plus ditungguin, dipijet, dimandiin, di beri jampi-jampi, ketenangan lahir batin, bayi dimandikan sampai selapan (empat puluh hari, red), kalau mau pijat bayinya selalu bersedia..., nah loh...., padahal bayarnya hampir sama dengan di bidan, kayaknya kurikulum pendidikan bidan peru ditambahkan cara pijat ibu dan bayi..... 121 Kekalahan Kaum Ibu??? Anni Haryati nha khan.... pola kesertaan dan pendampingan ternyata itu yg diharapkan costumernya ( di desa), hommy, happy, save (?) and care (seperti di rumah, menyenangkan, aman? dan perhatian, red.) ..hiks.. belum jamunya itu.. weleh.... nanti kalo nggak manut bisa-bisa diprenguti (dicemberuti, red) mertua... Tiap daerah sepertinya pola seperti ini. Di pedesaan hal-hal yang di luar ‘kebiasaan’ sering dianggap tabu, nyeleneh (berbeda dengan kebiasaan umum, red).. klo ada apa-apanya... ya karena kuwalat.. hiks.. hiks... Kalo diberi pengetahuan saat mau nikah gimana ya..??? Ada nggak ya bimbel (bimbingan belajar, red) pra nikah dan menjadi ibu ??? haiiyyyaaahhh,.... Christine Indrawati masih butuh waktu satu generasi lagi (wiihh berapa lama ya? hehe..) untuk menghapus ato menurunkan ke titik terendah persalinan dukun kayaknya. Tapi sebelum itu terjadi, PR kita sebagai petugas kesehatan untuk tidak lelah memberi penyuluhan dan pengetahuan tentang persalinan nakes kepada bumil yang di desa (utamanya) agar mereka lebih bisa memahami kenapa kudu (harus, red.) ke nakes untuk bersalin. Setuju sama Mbak Riffa, kurikulum bidan ditambah materi pijat bayi deh.. Uly Giznawati : masih belajar tentang semua itu di atas juga tentang penolong persalinan. Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Tunggu dulu... Gung.. itu data perkotaan, emang di kota tempat ngumpulin data, 122 Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit... masih ada praktek dukun beranak? Mohon info. Trus, ini pengumpulan data pengetahuan saja atau sikap saja atau tindakan saja? Atau bagaimana? Aku mau tahu lebih detil...boleh yak? Setuju bahwa faktor keuangan saja bukan penentu pemilihan untuk persalinan. Setuju juga perlu bukti/fakta lapangan lebih lanjut (spesifik lokal, dll). Dan juga setuju bila upaya/layanan kesehatan (termasuk persalinan) bisa mengakomodasi spesifik lokal daerah layanan. Ngusul nih, mungkin, memperhatikan budaya bangsa kita, ketokohan dan pengalaman orang lain dalam memilih lebih dominan menjadi acuan untuk melakukan pilihan-pilihan. Ini mungkin berpengaruh juga dalam hal pemilihan persalinan ini. Hehehe masuk-masukin prinsip-prinsip ekonomi ke sini bisa kan? Jadi wajar, kalo masih ada keluarga/pasutri dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang lebih dari rerata, masih ada yang memilih non nakes. Viva bro n sis. Salam SEHAT Agung Dwi Laksono Kategori desa/kota versi BPS tidak sama dengan pengertian secara 'administratif'! Ada beberapa kriteria suatu daerah dikategorikan kota. Misalnya keberadaan fasilitas, akses ke pelayanan publik, dsb. 'Persalinan' bukanlah data 'pengetahuan'! Ini tentang 'tindakan' yg sudah dilakukan 5 taon ke belakang... 123 Kekalahan Kaum Ibu??? Arih Diyaning Intiasari Masuk akal lho pak... kebetulan aku tinggal di rural.. tahu betul bahwa hanya orang yang punya duit lebih saja yang bisa menggunakan jasa dukun... dukun bayi tidak menolong persalinan, tetapi mendampingi ibu selama masa partus dan post partum sampai nifas 40 hari... (dipijat ibu dan bayinya) dan itu bisa menghabiskan dana sampai 300-400 ribuan... diluar biaya persalinan..... Arih Diyaning Intiasari Budaya untuk menggunakan jasa dukun bayi itu tidak bisa dihapus begitu saja.... bahkan ditempatku di Kabupaten Purbalingga pun diadakan pertemuan antar dukun bayi yang difasilitasi puskesmas setiap minggunya.... banyak faktor yang harus dipertimbangkan... Ilham Akhsanu Ridlo Pap, kalau mau perang di Labsos mau dunk saya diajak.. jadi apapun deh..heheheh.. Nike Goenawan Kepercayaan... mitos...dan budaya.....dari orang yang dianggap tahu. Ella Sofa Saya setuju klo bikin buku mengenai itu. boleh nyumbang tulisan? 124 Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit... Rachmad Pg Jamannya sudah jaman sinergi, networking dan saling toleran.... mestinya begitu pula dengan hubungan antara tenaga kesehatan dan tradisional (dukun bayi). Labsosnya salah satunya diarahkan yo opo (bagaimana, red.) sinergi itu dibentuk? Agung Dwi Laksono Keknya diskusi lebih banyak berkembang utk 'sinergi'! Meski penentang paling banyak pada akhirnya adalah spesialis obgyn. Bisa saja di rancang beberapa skenario untuk membandingkan plan mana yang lebih baik. Nulis buku? Keknya memang harus dilakukan sebagai bahan hasil kajian... Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Yup...keyword nya SINERGI.....pegang erat-erat Gung.....jangan lepas.... hehehe... Salam SEHAT Femmy Skotia Sorry Gung, Guwa kurang paham dengan soal dukun branak. Kalo denger kata Dukun Beranak, kesannya kayak di pilem-pilem jaman dulu, kayak jaman Mak Wok, Suzana dll. Hehehe... tapi kalo baca komen teman-teman diatas, kayaknya asyik juga tuh ada pijat plusnya..^^ Tapi kalo minum jamunya sih ogah! :-D. 125 Kekalahan Kaum Ibu??? Rachmad Pg Iya....ayo sinergi bareng ke pijat plusnya..... qiqiqi Femmy Skotia @Rahmad : *saya lagi kambuh sakit gigi. Jangan ajak ketawa* Rachmad Pg Wkwkwkwkwkwkwk................... tak anterin periksa gigi yuk... Rachmad Pg Iya uda dilanjut diskusinya...ntar dimarahin Papa Agung.... Agung Dwi Laksono @Femmy; jiaahh... Lama bener nongolnya? Nyamar jadi dukun beranak loe? Femmy Skotia Gak nyamar. Tapi Guwa lagi nonton orang beranak dalam kubur! :-D Purwani Pujiastuti Kemitraan dukun & bidan selama ini sudah digalakkan, ada MoU, dana bergulir, dll. Mungkin perlu dikaji efektifitasnya. Di kalimantan (lupa kotanya) Pemda nya 126 Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit... memberi beasiswa kepada salah satu anak dukun untuk sekolah bidan di Akbid (Akademi Kebidanan, red.) setempat. Cara untuk memutus mata rantai bidan turun temurun. 127 Kekalahan Kaum Ibu??? 128 Profil Health Advocacy Health Advocacy adalah wadah terbuka bagi setiap orang/lembaga yang bersedia menjadi provokator untuk mewujudkan kesempatan yang sama bagi setiap orang dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas Visi dan Misi Visi yang dikembangkan oleh Health Advocacy ini adalah mampu memberikan pencerahan pada pembangunan kesehatan secara holistik dalam berbagai sudut pandang keilmuan. Sedang misi yang diemban oleh Health Advocacy adalah : • • • • Memacu pengembangan kebijakan sistem kesehatan daerah Memberikan overview dan advokasi pengembangan dan pelaksanaan manajemen kesehatan daerah Melakukan upaya pelaksanaan capacity building stake holder pengelola pembangunan kesehatan daerah Melakukan upaya pemberdayaan masyarakat grass root dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan daerah. 129 Kekalahan Kaum Ibu??? 130