Untitled

advertisement
KEKALAHAN KAUM IBU???
Serial Diskusi Masalah Kesehatan
AGUNG DWI LAKSONO
Health Advocacy
i
KEKALAHAN KAUM IBU???
Serial Diskusi Masalah Kesehatan Ibu dan Anak
Penulis:
Agung Dwi Laksono
©Health Advocacy
Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat
Jl. Bibis Karah I/41 Surabaya 60232
Email: [email protected]
Cetakan Pertama – Februari 2012
Penata Letak – ADdesign
Desain Sampul – ADdesign
ISBN: 978-602-98177-5-1
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.
ii
Pengantar
Puji Tuhan akhirnya buku ‘KEKALAHAN KAUM IBU???’
yang merupakan ke-dua ‘Serial Diskusi Masalah Kesehatan’
dapat diselesaikan.
Diawali dengan keprihatinan bahwa bidang kesehatan lebih
menjadi ‘mainstream’ pemerintah daripada menjadi milik
masyarakat!
Apalagi bagi anak muda. Untuk itu penulis mencoba membuat
diskusi dengan bahasa ringan setiap senin pagi lewat media
‘Diskusi Senin Pagi’ di Facebook, media sejuta umat-nya anak
muda. Meski juga ternyata anak ‘tua’ pun turut andil memberi
banyak pencerahan menyegarkan dalam diskusi ini.
Harapan bahwa bidang kesehatan bisa membumi,
ngobrol tentang ‘pembiayaan kesehatan’ seenak ngomongin
trend baju terbaru, diskusi ‘pelayanan kesehatan’ senyaman
ngrumpi di mall,
Sungguh penulis berupaya untuk itu!
Saran dan kritik membangun tetap ditunggu.
Salam facebooker!
Surabaya, Februari 2012
iii
iv
Daftar Isi
Pengantar
iii
Daftar Isi
v
Kekalahan Kaum Ibu???
1
Inisiasi Menyusu Dini
17
15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan
Cesaria
33
Bukan Anak SAPI!
51
AKI... Mengurai Benang Kusut...sut!
69
Piye Bu Bidan?
81
Nasib Si Miskin dan Bodoh... LAGI!
93
Ada Apa Dengan Kita???
103
Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit...
115
v
vi
Kekalahan Kaum Ibu???
Kekalahan Kaum Ibu???
Sunday, June 20, 2010 at 11:46pm
dear all my friends...
Kita lanjutin yak diskusi minggu lalu soal per'ASI'an...
kali ini saya coba pelototin data SDKI (Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia).
Saya coba ikuti persaingan trend antara pemakaian antara ASI
versus susu formula!
Dan pemenangnya adalaaaah...
1
Kekalahan Kaum Ibu???
Persentase anak usia < 6 bulan yang mengkonsumsi ASI dan Susu
Formula, SDKI 2002-2003 dan SDKI 2007
Hahahaha... keliatan bukaaaan!!!
Pemenangnya adalah 'pemakaian susu formula' yang
menunjukkan trend terus meningkat, sementara pemakaian ASI
justru terus merosot.
Diagram nyang ini juga nih... pelototin!
Median 'Durasi Pemberian ASI' (dalam bulan) pada anak yang lahir
sampai umur 3 tahun, SDKI 1997-2002-2003-2007
2
Kekalahan Kaum Ibu???
Tetap saja menunjukkan trend yang semakin anjlok. ASI
semakin tidak populer.
Tidak hanya untuk bayi baru lahir atau bayi di bawah enam
bulan, tapi juga sampai pada anak umur di bawah tiga tahun.
banyak hal bisa dijadikan kambing hitam untuk realitas ini.
kesetaraan gender mungkin bisa jadi salah satu kambing
hitamnya.
Meluasnya kesempatan bagi kaum ibu untuk memiliki karier,
yang juga berujung pada semakin sempitnya kesempatan bagi
anak mendapatkan haknya.
Generasi Liliput Indonesia!
Bukan tanpa alasan bila kembali harus dimunculkan ulang
(copas) note pada bulan desember 2009 silam.
Mengingatkan kembali... menggugah kembali!
Hanya agar kita tidak lengah...
Mungkin terlalu cepat menyimpulkan bila kondisi di bawah ini
disebut sebagai akibat turunnya konsumsi ASI pada bayi. Tapi...
tetap saja saya curiga! Mau tidak mau saya memang curiga!
bila hal ini memang berhubungan...
Coba deh pelototin diagram yang saya utak-atik dari hasil Riset
Kesehatan Dasar 2007 neh…
3
Kekalahan Kaum Ibu???
Udah ‘ngeh’ dengan maksudnya belon?
Ntu yang warna merah… merupakan persentase status gizi balita
menurut tinggi badan per umur (TB/U)… dalam semua kategori
umur balita melebihi 30%!
Nah.. klo yang kuning itu merupakan persentase status gizi balita
menurut berat badan per umur (BB/U).
Trus klo digabungin kaya’ gitu… merah tumpuk kuning…
keliatan kan???
Ada beban ganda (‘double burden’ bahasa maduranya, kata pak
Abas), antara pendek dan kurus!
… dan rata-ratanya lebih dari 50% anak balita Indonesia pendek
dan kurus!!!
Hiks… miris kan?
Gak salah kan klo saya nangis trenyuh melihat anak-anak balita
bangsa saya… generasi penerus bangsa ini… terancam jadi
bangsa liliput! bangsa yang pendek dan kurus!
4
Kekalahan Kaum Ibu???
Liliput yang meladeni dan menghibur bangsa laen sebagai putri
saljunya!
Liliput dalam dongeng snow white mungkin lucu, sangat lucu
bahkan!
Tapi klo generasi bangsa kita yang jadi liliput???
Saya nggak ikhlas… sama sekali nggak ikhlas!!!
Lahir bathin!!! Dunia akhirat!!!
Keterangan;
• Indikator TB/U menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis,
artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama
seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, sering
menderita penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi yang
kurang baik.
• Indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut
sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang
pendek, seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena
menderita diare. Dalam keadaan demikian berat badan anak akan
cepat turun sehingga tidak proporsional lagi dengan tinggi badannya
dan anak menjadi kurus.
• Besarnya masalah kurus pada balita yang masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat adalah jika prevalensi kurus > 5%. Masalah
kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus
antara 10,1% - 15,0%, dan dianggap kritis bila prevalensi kurus
sudah di atas 15,0% (UNHCR).
5
Kekalahan Kaum Ibu???
Comment
Ade Ayu Masih malem ne um..., jadi komennya besok
pagi aja dei....
Sulistyawati Itheng ga ikhlas lahir dan batin, dunia dan
akherat, mimpi ato nyata, siang ato malam, sekarang ato besok....
ga rela juga hampir tak percaya kok begitu adanya.... tapi kata
kalah??? jangan tergesa menerimanya... kaum Ibu bukan satusatunya tokoh dalam cerita yang kian ga jelas arahnya ini ..ooh
sediiihhh aku..!!!
Agung Dwi Laksono @ayu; iyee... udah molor dulu
sonooo...
@emak; provokator emang begitu mak! butuh kambing hitam
atas sebuah realita buruk! hihihi...
Sulistyawati Itheng heemmm.. di ladang kamu ni kok
fakta ngeri-ngeri ya??? tapi bisa ajak waspada juga...
Agung Dwi Laksono terlalu banyak mak data yang
kurang diekspose!
Data ini diambil dari data-data survey nasional yang dilakukan
oleh lembaga yang berbeda. SDKI oleh BPS dan Riskesdas oleh
Litbang Kementerian Kesehatan.
6
Kekalahan Kaum Ibu???
survey ini dilakukan secara berkala, dan sungguh bisa
menggambarkan kondisi negeri kita!
fakta yang sesungguhnya...
Sulistyawati Itheng heemmm.... kapan negeri ini bening
disemua cerita ya??? pasti ada waktunya entah kapan mauNya...
Agung Dwi Laksono hmmm.... zzzt..zzt..
*ngimpi mode on*
Andi Leny Susyanty Judulnya kok bikin ngeri ya?
masih ada kok segelintir ibu-ibu yang berusaha kuat untuk kasih
ASI eksklusif ke anaknya. Tapi memang, butuh perjuangan,
butuh orang yang saling menguatkan, karena gak mudah buat
ibu-ibu yang bekerja. Fasilitas untuk bisa ASI eksklusif pun
kurang mendukung di negeri ini. Bermimpi ada Undang-undang
baru mengenai hak cuti melahirkan sampai bayi berusia 6 bulan
aja kayaknya kejauhan ya, minimal tersedia fasilitas di kantor
atau tempat-tempat umum untuk memeras ASI buat oleh-oleh
bayi dirumah juga cukup kok ("mengenang masa-masa darurat
meres ASI di kolong meja" twink*twink*)
Ade Ayu Haaahhh...komen koq pada seru ne...???
Sorry.., tadi belum baca dan aku pikir malem-malem menjelang
pagi gini gak ada yg masih melek....
Lok gitu tak baca dulu yaa um...
7
Kekalahan Kaum Ibu???
Agung Dwi Laksono @Leny; tuh judul emang dibikin
getoo! Klo gak geto ibuk-ibuknya mana mau nongol! Palagi yang
satu ini sembunyi di kolong meja. Hihihi...
@ayu; Udah bobok dulu! Kebanyaken begadang lo non. Besok
pagi aja dah..
Dwee Why Nauzubillah. Jangan sampe jadi liliput,
kang. Ntar yang jadi miss Indonesia, pramugari, tentara, polisi,
perawat, ahli farmasi, dll, smua ntar digantiin ama orang
blasteran semua. Seperti yang Kang Agung tulis, liliput yang
melayani snow white. Bangsa pribumi jadi juru dapur, gak
pernah tampil. Sekarang aja yang banyak keluar di televisi pada
keturunan luar negeri. Penyiar berita, artis, pembawa acara, dll.
Ternyata ASI sangat penting. Harus sudah dimulai dari awal orok
belum merasakan makanan apapun masuk dalam mulutnya.
Andi Leny Susyanty hehhehe... iya niyyy masih
terjebak di kolong meja yang lain, tapi ASI eksklusif justru
sekarang jadi goal nya ibu-ibu bekerja, di lain sisi ada juga ibuibu yang murni IRT bertekuk lutut sama susu formula.
Kesetaraan gender mungkin bisa dijadiin kambing hitam, dan
iklan susu formulanya yang jadi kuda hitam ya.
Ratna Itu Wulan Ayo dong bikin lembaga advokasi
agar semua perusahaan dan kantor mau ngedukung program ini
dalam bentuk se-riil mungkin. Gak cuman slogan: 'iye...kami
setuju kok', tapi no action. Coba deh survey ke pabrik-pabrik
yang nota bene sebagian besar pekerjanya perempuan, action apa
8
Kekalahan Kaum Ibu???
yang sudah mereka lakukan untuk memihak program ini.
Kayaknya ....nol besar deh jawabnya.
Ibu hanyalah korban dari sistem yang kurang berpihak padanya.
Mamik Hidayah Aku bukan termasuk ibu-ibu yang di
atas mas :) Karena anakku dapat ASI sampai 2 tahun lebih, ntar
yang berikutnya ini juga demikian, ngeri deh kalo anak-anak kita
kayak liliput.
Bambang Andriyono @All : Saya pingin ikut nguthakathik (memadu padankan, red.) menafsirkan data diatas dan
menyimpulkan bahwa : Karena data diambil di era krisis
ekonomi, dan terus menjulangnya harga-harga serta (saya ga
jelas, sampel yg diambil seberapa acak), maka menurut saya
tidak cukup relevan kalo disimpulkan menjadi Kekalahan Kaum
Ibu. Tapi kalo karena judul yang dibuat memang untuk Build
Caring (membangun kesadaran, red) saya bisa memahami,
terlalu banyak faktor penyebab yang belum terungkap, misalnya
ada kecenderungan diantara kaum Ibu yang karena berbagai
alasan (ekonomi dan adanya trend semangkin banyaknya kaum
Ibu yang harus bekerja dan meninggalkan bayinya dan sebagian
(kecil) karena ketidaktahuan atau (maaf) sok-sokan ASInya
hanya diperuntukkan bagi suaminya/pasangannya) mendorong
anak-anaknya mangkin banyak yang disumpeli Susu Formula
ketimbang ASI.
Menurutku generasi sekarang gizinya lebih baik dibandingkan
era 50-60'an, meski lebih buruk dibanding 70-awal-awal 80'an
Let's more discuss. thanks.
9
Kekalahan Kaum Ibu???
Ratna Wati Propaganda pemerintah, harusnya lebih
gencar, daripada iklan-iklan susu formula di tivi ya, padahal kalo
dipikir instantnnya, ASI justru lebih instant, tinggal Jeeel...! Tapi
ya gitu deh... senengane kok repot !...
Bambang Andriyono @RW : Masalahe kalo mau neteki
di Bus Kota, terkena pasal melanggar "Dilarang mengeluarkan
anggota badan", padahal masih terlalu buanyak ibu-ibu yg
memanfaatkan jasa Bus Kota itu kan ?
Ade Ayu Lho..masyarakat sekarang bukannya sudah
mengerti arti pentingnya ASI bagi bayi..!! Biarpun ada yg masih
menggunakan susu formula tapi itu kan hanya pembantu di saat
para ibu lagi sibuk bekerja aja..?!?!?! Iya kah..???
Dian Sastro Mangkanya tuh, para lelaki, yang getol
kerjanya, cari duit yang buanyaaaak... supaya para wanita bisa
tinggal di rumah aje ngurusin anak, termasuk kasih ASI full dan
menyediakan gizi yang baik buat keluarga, gak usah pusingpusing kerja di luar yang menyita waktu untuk cari duit.
Kalaupun pengen kerja, bisnis aje di rumah, jadi bisa sekalian
urus anak, berbonus duit, kayak eike, ckikikikikik... *piiss, pa*
Lidwina Yanuar Mas Agung, kecurigaan mas Agung
masih perlu dibuktikan, mungkin Puslit Gizi Masyarakat perlu
membuktikannya..
10
Kekalahan Kaum Ibu???
Tapi memang kenyataan yang tergambar dalam diagram yang
ditampilkan Mas Agung sangat memprihatinkan. Sebagai ibu dan
perempuan bekerja, jadi merasa tertantang nih.. sekali lagi,
mulailah dari lingkungan terkecil kita, keluarga dekat, tetangga,
rekan sekantor.. Ayo ibuibu, jangan menyerah dan jangan kalah!!
Masa depan bangsa ada di tangan kita juga..
Ilham Akhsanu Ridlo duh kaum ibu pada
protes..hehehhe..
*sembunyi dulu ah nunggu komennya buanyak dulu*
Rachmad Pg Menurutku ada dua hal yang beda, antara
turunnya trend ASI dengan generasi liliput.... generasi yang
kurus dan pendek dipengaruhi beberapa faktor, temasuk asupan
gizinya. Meski disusui ASI, tapi kalau ibunya asupan gizi gak
baik ya ASInya kurang optimal...
But point bahwa kampanye ASI pada satu sisi, tetep penting...
karena ASI adalah entry point vital bagi perkembangan anak...
secara psikologis, sosiologis dan ekonomis... dan is is lainnya...
Bambang Andriyono Setuju, silakan demonstrasikan
kekuatan kaum Ibu, karena tanpa Ibu tak akan ada aku, meski
ada bapakku sekalipun, toh asalnya si bapak juga dari ibunya
bapak to.. so Hidup Kaum Ibu !!!.
Agung Dwi Laksono sebagai seorang 'peneliti' saya
memang tidak boleh gegabah mengambil kesimpulan, semua
harus didasarkan pada fakta ilmiah.
11
Kekalahan Kaum Ibu???
Tapi nyatanya saya adalah 'peneliti kebijakan' (policy), yang jelas
lebih dekat pada politik. saya harus bisa sedikit 'nakal' untuk
keluar dari pakem ilmiah peneliti.
Bila saya adalah seorang pengambil kebijakan, maka saya tidak
bisa menunggu terlalu lama untuk sebuah keputusan, apalagi
penelitian semacam ini yang harus diikuti sekian tahun untuk
mencari kebenaran tersebut.
Dan lagi-lagi posisi saya disini adalah provokator, yang jelasjelas butuh kambing hitam untuk setiap kesalahan. dan saya
harus bisa menyajikan fakta ilmiah yang 'bombastis', tidak hanya
untuk pembaca awam non kesehatan, tapi juga bagi anda
pembaca 'ilmiah', untuk mempertanyakan faktanya secara ilmiah,
tidak untuk menelannya begitu saja!
Bijimane??? jangan cepat puas dengan jawaban saya!
semata agar diskusinya bisa rame! hihihi...
Agung Dwi Laksono @bambang; Data ini adalah hasil
survey dasar (SDKI & Riskesdas), jadi merupakan fakta empiris
crossectional. Dua kegiatan dengan sample frame yang berbeda,
jadi jelas tidak akan pernah bisa dianalisis secara kuantitatif dan
bersamaan.
Untuk masalah sampling, menurut saya tidak perlu diragukan
lagi. sudah cukup mewakili angka nasional.
Christa Dewi phew!!! Aku sadar gak bisa berikan ASI
full ... hiks! Meskipun selalu berusaha berikan yang terbaik buat
si kecil ..
12
Kekalahan Kaum Ibu???
Rifmi Utami Peneliti hanya tinggal peneliti, jika
hasilnya nggak di-apreciate dengan kebijakan yang tepat...
Sementara kambing hitam yang kali ini sampeyan pilih cukup
membuat hatiku tertusuk, padahal kambing hitamnya seharusnya
banyak jenisnya ; pendidikan dan pengetahuan ibu yang secara
umum belum baik, industrialisasi susu formul dengan hasil
pajaknya dan promo ke para user yang menggiurkan, promosi
kesehatan yang sudah tidak diprioritaskan lagi oleh "penyetuju"
(baca : wakil rakyat) karena hasilnya yang berupa kesadaran
yang tak kasat mata, dan lain-lainnya yang mungkin belum
terpikirkan olehku saat nulis ini...
Saya setuju pendapat Mbak Ratna, untuk bikin lembaga atau
"foundation" tertentu yang fokus pada masalah ini, lembaga non
profit dan mungkin dibiayai orang berduit yang kelebihan uang...
Untuk suatu masalah yang sudah mengakar, walau kita bisa
berbuat mulai dari yang terkecil, tapi upaya komprehensif harus
tetap dijalankan, karena jika sepotong-potong takkan ada
artinya...
Agung Dwi Laksono Hmm... dengan efek yang
sedemikian justru saya merasa memilih kambing hitam yang
tepat! sangad tepat!
Bukan hendak langsung 'menembak' kaum ibu, tapi menggugah
kesadaran kaum mulia ini, mengharap efek domino dari adanya
rasa terusik yang justru bisa berefek pada kesadaran. hihihi...
Yang peduli? banyak! cukup banyak!
tapi tak akan menjadi suatu gerakan massa bila bergerak hanya
pada level atas, masih perlu banyak provokasi di level grassroots
untuk menjadikannya sebuah gerakan besar.
13
Kekalahan Kaum Ibu???
Saya tidak sedang bergerak sendirian non!
bukankah sampean juga ikut bergerak?
Arih Diyaning Intiasari Ketidak berhasilan ASI
eksklusif dikaitkan dengan kesetaraan gender dan keputusan
wanita dalam karir.....? Padahal banyak faktor selain karir...faktor
psikis ibu yang mempengaruhi kelancaran ASI juga pengaruh.....
Alhamdulillah walaupun anak keduaku susu formula... tapi tepat
umur 2 tahun kemarin dia sudah gak mau nyusu lagi....memenuhi
kodrat seluruh makhluk ciptaan Allah yang bernafas..... manusia
dan hewan.... menyusu hanya sampai 2 tahun.....
Rifmi Utami Yah...bergerak dan bergerak, walau
terkadang terbelenggu oleh suatu rutinitas yg mengecewakan dan
oleh diri yang tak sanggup jadi tauladan...hiks hiks...
Rini Sedianingsih Iklan susu formula lebih canggih dan
memikat... gak pernah tuh ada iklan ASInya pake iming-iming
ekstra anak jadi lebih pintar dan cekatan, gimana ibu-ibu gak
kepincut ngasih susu formula? coba? coba?
Promosi kesehatan ASInya muncul kontinyu kapan ya?
Geng liliput? ngerii... faktor kemiskinan mas, lah sekarang
setahuku anak-anak ABG bongsor-bongsor tuh...
Rini Sedianingsih @Mbak Andi Leny... hari ini baca
note IMD Mas Agung di milis hypnobirthing...:),
14
Kekalahan Kaum Ibu???
Ully Adhie Makanya ibu itu tiang negara..kalo ibunya
hancur, negara pun ambruk.. karena generasi penerusnya lemah
& bodoh...
Jangan nyalahin ibu doang dong.. bapaknya juga diedukasi biar
sayang istri dan jadi bapak pendamping ASI yang baik :p yang
support istrinya untuk ngasih ASI buat anak-anaknya..
Ratih Dewi Alhamdulillah om...putriku minum ASI
sampe umur 3 taon.....:-)
Guntur Bergas Banyak teman-teman kesehatan tau
pentingnya ASI Eksklusif, banyak juga yang nyiapin alasan
bahwa itu tidak mungkin... atau jangan-jangan banyak yang
sebenarnya ndak tau pentingnya ASI... apalagi masyarakat....
Didik Supriyadi Kesehatan sama dengan industrialisasi.
kalau sudah kayak gitu gerakan masyarakat harus diperkuat.
hanya menunggu kebijakan, rasanya seperti pungguk merindukan
bulan.
Mely Lumbantoruan Prevalensi balita pendek memang
tinggi banget ya, padahal tinggi badan itu ga bisa dikejar dengan
asupan gizi di masa depan. kata temennya Pak Abbas a.k.a Prof.
Razak, prediksi dari balita-balita pendek itu di masa depan,
jadinya malah obesitas karena walau BB/U menjadi normal
15
Kekalahan Kaum Ibu???
(yang dikejar dengan asupan gizi) tapi TB/U rendah, akhirnya
BB/TB-nya membengkak, karena jadi obese jadinya berisiko
penyakit degeneratif. Akhirnya, Indonesia Raya ini berjibunjibun burden, dan akhirnya ya tamat deh.. hehehe..
By the way, emak-emak ga kalah kok, belum tau aja perlawanan
emak-emak, militan ASInya sudah banyak dan sudah bergerak
loh, belum terekspos optimal aja karena ga ada dana untuk
beriklan di televisi hehehe.. (mereka lagi patungan 10 ribu/orang
untuk dapatin dana itu) --> mantap gann..
Mas "papa", sebagai peneliti kebijakan kesehatan, selamat
meramu kebijakan yang cocok, secocok ASI-ku untuk anakku..
16
Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini
Monday, June 7, 2010 at 7:44am
Dear friends...
Udah minum susu pagi ini? hihihi...
Klo saya sih gak doyan! Suer!
Kecuali kopi susu tentunya…
Kemaren dapet request dari teman dari Sangata untuk nulis
diskusi tentang Inisiasi Menyusu Dini Air Susu Ibu (IMD-ASI).
Walhasil seharian saya obok-obok data Riskesdas (Riset
Kesehatan Dasar), dan hasilnya…
jiahh! Bagaimana bisa data dasar hal sepenting ini gak ada di
laporan nasional Riskesdas??!
Sungguh... saya sungguh-sungguh malu dengan kenyataan ini!!!
17
Kekalahan Kaum Ibu???
Tapiiiiii…
hihihi…
Ternyata saya salah! Sekali
lagi… ternyata saya yang salah!
Data tentang ibu menyusui
memang tidak terdapat di data
dasar Riskesdas, karena sudah
dicakup dalam SDKI (Survey
Demografi dan Kesehatan
Indonesia).
Hmmm… syukurlah! Saya gak
jadi malu deh…
#jadi mikir… kenapa gak disatuin aja ya???
Realitas IMD ASI di Indonesia
IMD ASI adalah sebuah upaya inisiasi untuk memberi
kesempatan pada bayi untuk mencari puting ibunya sesaat setelah
dilahirkan. IMD merupakan pengenalan awal pada bayi proses
menyusui yang dilakukan sesegera mungkin dalam fase satu jam
setelah dilahirkan. Dengan IMD banyak bayi bisa diselamatkan.
Bukan hanya bayinya, sang ibu pun akan lebih sehat dan juga
terhindar dari pendarahan, momok yang menakutkan setelah
melahirkan.
Beberapa manfaat IMD ASI adalah sebagai berikut;
• Manfaat Kontak Kulit Bayi ke Kulit Ibu
• Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat
• Ibu dan bayi lebih tenang, pernafasan dan detak jantung lebih
stabil. Bayi kurang menangis.
18
Inisiasi Menyusu Dini
• Bayi memperoleh bakteri tak berbahaya dari ibu,
menjadikannya lebih kebal dari bakteri lain di lingkungan.
• Bayi memperoleh kolostrum, yang penting untuk
kelangsungan hidupnya.
• Bayi memperoleh ASI (makanan awal) yang tidak
mengganggu pertumbuhan, fungsi usus, dan alergi.
• Bayi akan lebih berhasil menyusu ASI eksklusif dan
mempertahankan menyusui.
• Membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan
ibu.
• Membuat ibu lebih tenang, rileks, dan mencintai bayi.Lebih
kuat menahan rasa sakit, dan timbul rasa sukacita.
• Mempercepat keluarnya ASI matang.
(sumber modul K-1 IMD ASI)
Gerakan kaki dan badan yang mengenai perut ibu akan seperti
dipijat. Sebelum sampai ke puting ibunya, bayi akan menjilatjilat disekitar puting payudara (aerola). Dari setiap jilatan dari
mulut bayi itu akan masuk ke tubuh bayi menjadi prebiotik alami
yang membuat pencernaan bayi menjadi lebih sehat.
***
Berdasarkan data SDKI 2007 sebanyak 95,2% anak Indonesia
yang lahir lima tahun terakhir mendapatkan ASI. Dan hanya
43,9% nya yang mendapatkan ASI sebelum satu jam pertama
pasca persalinan. Meski menurut saya angka ini sudah sangat
fantastis!
Upaya gembar-gembor pemerintah demi mensukseskan program
ini sepertinya menemui banyak kendala serius. Coba saja
perhatikan gambaran data berikut;
19
Kekalahan Kaum Ibu???
Persentase anak yang mendapatkan ASI sebelum 1 jam pasca persalinan
berdasarkan pendidikan ibu di Indonesia tahun 2007 (gambar diolah
berdasarkan data SDKI 2007)
Berdasarkan data tersebut... justru cakupan IMD menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka anak
semakin kurang mendapatkan kesempatan memperoleh ASI
sebelum satu jam pertama pasca persalinan. fakta ini juga
menunjukkan bahwa semakin kaya (kuintil 5) keluarga di
Indonesia, maka kesempatan anak mendapatkan ASI sebelum
satu jam pertama pasca persalinan menjadi semakin kecil.
Kok bisa sih? please comment 4 this fact...
20
Inisiasi Menyusu Dini
Persentase anak yang mendapatkan ASI sebelum 1 jam pasca persalinan
berdasarkan kuintil tingkat pengeluaran di Indonesia tahun 2007
(gambar diolah berdasarkan data SDKI 2007)
IMD dalam Kepungan Kapitalisme…
Satu lagi kenyataan pahit yang harus kita hadapi dalam
pensuksesan program ini...
Persentase anak yang mendapatkan ASI sebelum 1 jam pasca persalinan
berdasarkan tenaga penolong persalinan di Indonesia tahun 2007
(gambar diolah berdasarkan data SDKI 2007)
21
Kekalahan Kaum Ibu???
Keliatan nggak???
Dwogol nggak sih?
Justru pada persalinan yang ditolong oleh petugas kesehatan
(bidan dan atau dokter obgyn) menunjukkan persentase paling
sedikit kesempatan anak mendapatkan ASI sebelum satu jam
pertama pasca persalinan!!???
Mau tidak mau saya harus curiga dengan fakta ini!
Apa mungkin petugas kesehatan tidak serius memperjuangkan
program ini???
Ato penetrasi pabrik susu sudah sampai pada menggoyahkan
profesionalisme mereka?
Maap.. tapi kecurigaan saya bukan kosong!
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa tenaga penolong
persalinan yang berpraktek swasta cenderung membawa merk
susu tertentu dan secara atraktif menginisiasi susu formula pada
bayi sesaat pasca persalinan, dengan alasan takut anak kelaparan,
dan butuh asupan dengan segera.
Nyatanya... inisiasi pertama dengan merk susu formula tertentu
menimbulkan ketergantungan untuk tidak menggunakan merk
lainnya.
Achh... semoga dugaan saya salah!!!
22
Inisiasi Menyusu Dini
Comment
Sulistyawati Itheng ssiip artikel ini bagus untuk calon
ibu-ibu... klo aku sih ngga usah nunggu artikelmu dah
membuktikan kemanfaatannya dan terbukti hasilnya...lha kalo
kamu??? tahu teorine thok kan??? hahaaaaaahhaaaa.....!!
Agung Dwi Laksono jiahh... emak! nuduh kok pas sih?
Sulistyawati Itheng emakmu ini tuduhannya jitu karena
daya bidiknya masih thokcerr...wwkkkk
Siu Kim Gung. artikel ini bagus sekali... ijin share ya.?
Makasi. met pagi.. GBU..
Evi Sulistyorini Gut mas, salut dah bisa ngangkat
masalah ini. Dirimu hasil dari inisiasi dini jaman doeloe ga
tuwh??
Feni Novikasari @evi : pakde mah hasil inisiasi dini
jaman sekarang kik3
Agung Dwi Laksono @emak; bwakakak...
@kim; monggo mama kim
@evi; ntar tak nanya nyokap dulu deh..
23
Kekalahan Kaum Ibu???
Rifmi Utami Fakta bahwa makin kaya makin minus
IMD, itu sangat logis terjadi...liat aja Sectio Cesaria bukan
dikerjakan atas indikasi medis lagi, tapi atas indikasi punya duit
dan nggak pengen mengalami nyeri persalinan...nah, dari
kenyataan ini, jelas jika ibu di-SC terutama yang pake tehnik
general anestesi (bius total, red.), hampir pasti ngga akan sempet
meng-IMD, kalo pake SAB, mungkin saja,tapi.. itu klo ngga lupa
sih...
By the way, untuk yg persalinan di bidan, kebanyakan IMD
dilakukan bagi yang masih punya idealisme tinggi, tanpa
dibayangi komersialisme susu formula yang sengaja membidik
bidan sebagai "user"...untuk yang ini,kita hanya bisa berharap
agar para bidan masih punya hati nurani demi kualitas generasi
penerus bangsa...
Dyah Yusuf Saya pernah tanya ke seorang bidan
apakah dia melakukan IMD ke pasiennya, dia bilang kelamaan,
mending langsung menyuruh si ibu langsung menyusui, nanti
kalo ASI tidak keluar segera diganti dengan susu formula,
beberapa dokter pun begitu... padahal bayi keluar sudah punya
bekal nutrisi yang bisa bertahan selama 3 hari lho... gimana gak
goyah? Ada pabrik susu yang pernah kasih fasilitas liburan luar
negeri bagi bidan bidan dengan jumlah penjualan tertentu,
apalagi untuk dokter! whwhwh...
Dyah Yusuf Pelayanan rawat gabung juga masih jarang
ditemui, adanya 'ruang bayi' dan 'ruang ibu' secara langsung dan
tidak langsung akan mengurangi kesempatan memberikan ASI...
24
Inisiasi Menyusu Dini
Agung Dwi Laksono @Feni; Kok tau? Ngintipin yak?
@mimi; hmm... orang kaya lebih tidak tahan sakit! Sebagaimana
juga orang berpendidikan...
@Dyah; Artinya tuduhan saya benar??? *sigh*
Sujud M Raharja Panjang faktanya, tapi jelas 2 bidadari
lahir di bidan dan keduanya membekali sufor ketika pulang
setidaknya untuk sementara sampai ASI Bundanya keluar. Dan
mereka bukan BPS murni loh ya......
Rifmi Utami Padahal nyeri post operasi juga hebat lho
mas....
Lidwina Yanuar Mas Agung, artikel yang bagus, ini
tantangan buat orang kesehatan. Idealisme bidan dan dokter
(terutama dokter spesialis kebidanan) memang sudah semakin
tipis.. Menurut ku memang benar tuduhan Mas Agung, pabrik
susu sudah berhasil menipiskan idealisme itu..
Sedih ya..tapi gak boleh cuma sedih, buat yang masih punya
idealisme, harus terus memperjuangkan.. yang bukan bidan, yang
bukan dokter, malah harus tetap terlibat dalam kampanye IMDASI ini..
Dalam tiap kesempatan bertemu calon ibu, ibu-ibu muda yang
baru melahirkan atau ibu-ibu menyusui aku selalu ikut gembargembor tentang pentingnya hal ini. Mungkin cuma terhadap
segelintir orang dalam hitungan, tapi kalo kita lakukan bersama,
segelintir orang itu akan jadi bergelintir-gelintir. Ayo, kita
kampanye bersama! paling tidak di lingkungan sekitar kita..
25
Kekalahan Kaum Ibu???
Ratna Wati Seingatku, waktu kelahiran anak 1 di RSU,
anak sempat di beri Sufor, dan ruangannya pun beda! Eneg ga
tuh!
Pas anak ke 2 dan 3, di RS Bersalin, anak dan ibu satu ruang, jadi
langsung diberi ASI, tanpa harus tambah sufor, mungkin lain
dokter lain caranya kali!
Agung Dwi Laksono @Sujud; Tugas Dinkes tuh buat
nertibin
@Mimi; Hendak menipu Tuhan rupanya..
@Lidwina; Baiklah... dimulai dari diri sendiri dan lingkungan!
Agung Dwi Laksono @Ratna; Ato bikin lagi aja, buat
memastikan! hihihi...
Mamik Hidayah Kalo pengalamanku pribadi, nakes
langsung membawa bayi pada ibu untuk menyusu. Tapi
berhubung ASI dan puting susu ga' bisa keluar akhirnya diganti
susu formula. Nah yang ini kesalahan bumil sendiri karena ga
perawatan payudara selama hamil biar puting keluar.
Rini Sedianingsih Tengkiu Mas Agung I lop u
full..hehehe....
Masalah yang kuhadapi sekarang adalah nyari DSOG pro IMDASI di Sidoarjo, sekalinya dapat.. harus seleksi RS-nya..regulasi
rooming in dan fasilitas penunjang lainnya... o my God......!!
26
Inisiasi Menyusu Dini
Agung Dwi Laksono Bisa dicoba di RS Putri Surabaya
ato di RSU Sidoarjo, perasaan dulu RS ini ikut gerakan sayang
ibu
Rini Sedianingsih Tengkiu info-nya lagi :)
Riffa Hany Yach......, realitas yang sangat
memprihatinkan...., aku pernah supervisi ke praktek nakes
swasta, ndak bidan ndak dokter spesialis anak ndak dokter
spesialis obgyn, di rak terdepan ada jualan susu buat bayi < dari
6 bulan, nakes yg katanya pro ASI, bullshit.....omong kosong
kabeh....!!! Kayaknya nih UU kesehatan tentang dukungan
penggunaan ASI harus lebih tegas lagi....., sayang belum pernah
ada tindakan...!! Solusi......, semua nakes pelatihan ESQ aja,
jadiiiii, ada pencerahan jiwa,,,,,,,ok
Rifmi Utami Na'udzubillah...semoga teman-teman
sejawatku masih punya hati nurani, untuk eliminir "moral
hazard"...
Dwee Why Thanks banget kang. Info bagus buat dwee,
walau belum bisa komentar apa-apa coz belum menyusui coz
belum dinikahi, hehe...
Alhamdulillah, menurut cerita ibu, waktu Dwee lahir dah
diberlakukan urutan IMD itu. Karena pas dah keluar penuh ke
dunia ini, Dwee gak nangis, pantat dipukul pun ndak nangis tapi
hidup. Dokter yang pukul gua punya pantat akhirnya meletakkan
dwee di atas dada ibu. Huaaaa gak seberapa lama nangis,
27
Kekalahan Kaum Ibu???
kemudian cari-cari puting susu deh. Murni hasil ASI eksklusif
nie sampe pada umur lepas ASI (sekitar 2 tahun lebih).
Ada benarnya kalo nakes/dokter sekarang lebih ke arah
'termakan' promosi produk. Mau praktisnya aja. Terbukti dokter
jaman kelahirannya dwee dah pake IMD, lah koq sekarang
banyak digembor-gemborin koq malah seperti itu.
Insya Alloh dwee akan mulai dari kerabat terdekat agar tau ni
ilmu. Berguna banget.
Ma’af kang, dwee ijin buat copas (copy paste). Trims ^.^
Sudarto Hs Semoga data Mas Agung dibaca
Menkes....atau jadikan surat terbuka di surat kabar mas
Agung...(temuan mas Agung sungguh kita prihatin)
Agung Dwi Laksono @P Darto; Ini data nasional pak!
mestinya bukan hanya Menkes, tapi bahkan Presiden pun punya!
Ilham Akhsanu Ridlo Hihihi..(telat baca)..yang pasti
begitu lahir harus langsung mik cucu ahhh.. : p
Ully Adhie Faktanya emang seperti itu, di rumah-rumah
sakit di Jakarta masih banyak yang slogan pro ASI hanya sekadar
pajangan di dinding..
Sekarang kalau memang nakesnya mbalelo udah ketagihan
angpaw dari pabrik sufor, kita edukasi aja para pengguna
kesehatan supaya lebih pinter, jadi ga gampang kena racun
iming-iming neraka dari nakes yang mbalelo tadi.
28
Inisiasi Menyusu Dini
Tindakan SC tidak bisa jadi penghalang untuk IMD. Pengalaman
saya dengan anak kedua sukses IMD meskipun mesti di SC. Dan
saya meminta & memilih untuk IMD serta ASI ekslusif. Juga
didukung oleh nakes yang pro IMD & ASI ekslusif.
Pengalaman anak pertama tidak IMD (lahir by SC) alasannya
karena saya belum tahu pentingnya IMD dan nakes nya (DSOG
maupun bidan yg bertugas di RS) tidak menjelaskan maupun
menawarkan IMD.
Kedua anak saya lahir di RS yg berbeda. RS tempat lahir anak
pertama pasang slogan pro ASI ekslusif, tapi pulangnya saya
dibekali kotak sufor yang tinggal separuh. Rooming in by
demand artinya kalau saya minta anak saya dibawa ke kamar
baru dikasih, tapi kalo tidak yaaaa anak saya stay di ruang bayi
mereka dan disuapi sufor.
RS tempat lahir anak kedua, benar-benar pro ASI dan IMD,
rooming in pula. nakes di RS ini juga mendukung kebijakan ASI,
IMD dan rooming in..bahkan ketika ASI saya belum lancar, anak
saya tidak diberikan apa-apa kecuali ASI donor.
Ully Adhie Tingginya tingkat pendidikan tidak
menjamin bahwa pengguna kesehatan melek kesehatan dan
pengobatan rasional.
Malah justru bisa jadi sebaliknya.
Rendahnya tingkat pendidikan juga bukan berarti mereka korban
salah kaprah kesehatan dan korban pengobatan irasional. dalam
hal ini nakesnya yang kudu berperan menjadikan para pengguna
kesehatan ini menjadi pintar.
29
Kekalahan Kaum Ibu???
Dan sebaliknya para pengguna layanan kesehatan juga musti
aware juga dengan kesehatan
Mungkin perlu studi kualitatif untuk mengupas mengapa tingkat
pendidikan tinggi dan tingkat ekonomi tinggi justru
menunjukkan rendahnya paparan IMD supaya para penentu
kebijakan tidak salah ambil langkah dalam mengurus kesehatan
rakyatnya.
Tite Kabul Memang menyedihkan, fakta yang lain
(perlu diteliti lebih lanjut) adalah adanya kecenderungan
peningkatan caesar pada persalinan normal, caesar direncanakan
jauh sebelum persalinan tanpa adanya indikasi patologis, Inisiasi
Dini Persalinan Caesar (IDPC)???
Tentunya dalam beberapa jam pertama, ibu bersalin masih dalam
pengaruh obat bius, yaaa mana bisa IMD??...
Annissa Noor Ilhamy Faktanya bila menginginkan
IMD, harus pesan dahulu sebelum melahirkan...dan dikenakan
biaya tambahan. hik3... pemutaran video IMD di ruang-ruang
tunggu poli bersalin dan poli bayi sebenarnya cukup menarik
karena memberikan edukasi guna merangsang kesadaran ibu-ibu
untuk termotivasi memilih dilakukannya IMD...penyuluhan baik
di PKRS ataupun di ruang-ruang perawatan juga sangat sangat
membantu..
Didik Supriyadi Mudah-mudahan yang pada nulis, baik
mau punya ato nambah anak, baik yang mau jadi ato nambah ibu,
bisa mengaplikasikan IMD. Terbukti tho yang nulis artikel ini,
orangnya pinter, badannya subur, lha kurang apa.....
30
Inisiasi Menyusu Dini
Dian Arie Sushanty Share... baru ngelahirkan soalnya...
pengalaman anak I dan II beda. Sama-sama melalui SC. anak I
gagal IMD (langsung dikasih sufor tanpa seijin saya yang benarbenar masih sadar saat SC berlangsung).
Anak ke 2 mudah-mudahan bisa (bilang sebelumnya kepada
petugas yang nolong persalinan), bukan hanya petugas pembantu
persalinan yang salah sebenernya yang paling penting adalah
tekat dan kesiapan si Ibu untuk IMD... tentunya dengan
dukungan nakes dan keluarga terdekat. harus disiapkan betulbetul sebelum proses melahirkan, baik normal maupun SC.
Tidak bisa dipungkiri "rayuan" dari produk susu formula dengan
iming-iming bonus sampai perjalanan ke luar negeri untuk nakes
yang membantu persalinan & berhasil menjual produk mereka,
iklan yang menarik di TV (coba ada yang iklanin IMD & ASI
eksklusif segencar itu ya di TV-- mimpi kali :) )...
Ada salah satu teman yang lagi stay di negara "E", di satu negara
itu hanya ada 2 merk sufor untuk anak usia 0-6 bulan itupun
harus pake resep dokter.
Agung Dwi Laksono Dengan banyaknya tanggapan dan
komen pada diskusi ini, masih cukup menimbulkan optimisme
bagi saya!
Thanks 4 share... thanks 4 discuss... untuk republik yg lebih baik!
31
Kekalahan Kaum Ibu???
32
15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria
15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan
Cesaria
Monday, November 15, 2010 at 5:38am
Hmm… kali ini sampeyan pikir dhewe yo!
Yang di bawah ini persentase cakupan ibu yang melahirkan
dengan Cesaria berdasarkan tingkat pendidikan, lima tahun
terakhir di Indonesia (Riskesdas 2010). Survey dilakukan dengan
responden wanita berumur 10-59 tahun yang pernah menikah,
hamil dan melahirkan 5 tahun terakhir, per tanggal 1 Januari
2005-1 Januari 2010.
Kejadian melahirkan dengan Cesaria bila menurut tingkat sosial
ekonomi, semakin kaya semakin tinggi kejadiannya. Menurut
saya itu suatu hal yanh wajar. Dengan kemampuan bayar yang
tinggi, mereka bisa memilih pelayanan kesehatan yang lebih
disukai. meski tak menjamin lebih baik...
33
Kekalahan Kaum Ibu???
Tapi bila ternyata kenyataan kejadian pada tingkat pendidikan
seperti tersaji di atas?
Tambah berpendidikan, pilihan ibu justru lebih memilih
melahirkan dengan Cesaria?
Apakah Cesaria pilihan yang lebih baik daripada melahirkan
normal?
Piye jal???
34
15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria
Comment
Rifmi Utami Segala pilihan di dunia ini, pasti ada
untung ruginya...dan lebih baik atau tidak tergantung dari sudut
pandang mana melihatnya...so, klo mau diulas bisa
paaaanjaaanggg dan laaamaaa... sorry, bukan iklan ‘coklat’ loh
ya...hehehehe...
Ella Sofa Hehehe...
Aditya Tetra Firdaussyah Kalau pilihan baik atau tidak
itu tergantung dengan kondisi kesehatan pak, tapi kalau hanya
sekedar untuk mempertahankan fisik tubuh hal itu tidak etis
secara norma, karena kodrat wanita melahirkan dan sudah diberi
bawaan organ jalan keluar bayi, hehe, berpanjang lebaar saya,
kurang lebihnya demikian.
Feni Novikasari Walah rung rampung le moco kok wis
entek tulisane (belum selesai bacanya kok sudah habis
tulisannya, red.). Semakin kaya smakin punya pilihan termasuk
lairan. Padahal caesar kan luweh lara.. luweh gak enak.. luweh
larang.. luweh luweh deh kik3 (padahal kan caesar lebih
sakit..lebih gak enak..lebih mahal.. lebih lebih deh, red.)
Veronica Suci Fridani Saya pilih melahirkan normal,
karena kondisi memungkinkan.
Lagipula, saya benar-benar merasakan menjadi seorang
perempuan setelah melahirkan bayi pertama dengan berat badan
35
Kekalahan Kaum Ibu???
2,9 kg dan 3,8 kg. Keduanya kini t'lah berusia 10 tahun dan 7
tahun. Karunia dariNYA yang teramat sangat luar biasa.
Agung Dwi Laksono Hmmm... klo memang Cesaria
hanya berdasarkan indikasi medis, maka grafiknya tidak akan
berbentuk demikian! Akan cenderung merata...
Ato jangan-jangan orang berpendidikan lebih banyak
bermasalah???
Wedeww... kesimpulannya bisa jadi 'jangan sekolah tinggi2, biar
bisa melahirkan normal'???
Aditya Tetra Firdaussyah Hahahaa... semoga tidak
demikian pak, makin tinggi pendidikan, gaya hidupnya semakin
bervariasi, salah satu faktornya demikian pak.
Purwani Pujiastuti Mungkin yang berpendidikan &
punya uang lebih bisa milih. Dan bagi dokter juga
menguntungkan. Klop to?
Ilham Akhsanu Ridlo Persepsi caesar di masyarakat
menurut saya :"lebih enak gak pake ngeden dan teriak-teriak'
(padahal lebih ribet). Persepsi itulah mungkin yg menyumbang
angka diatas..
Tite Kabul Mungkin juga ada hubungan antara
pendidikan dan sosial ekonomi, semakin tinggi pendidikan
semakin baik sosial ekonominya....sehingga semakin luas area
pilihannya....
36
15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria
Ratih Dewi Setuju banget sist Vero..
Suatu Keajaiban bisa melahirkan ke 3 putri-putriku secara
normal. Dengan rasa sakit yang...ssh dikatakan dengan kata,,,tapi
berujung kebahagiaan,,
Hmmm.....great moment lah...bangga rasanya bisa melahirkan
mereka dengan perjuangan yang penuh rasa sakit & cinta.... :))
Rifmi Utami Saya setuju sama Mas Ilham, makin tinggi
pendidikan, persepsi terhadap timbulnya nyeri makin membuat
takut...sebaliknya makin rendah, maka nyeri itu dianggap sangat
biasa, bahkan mungkin dianggap ngga syah klo ngga sakit
(contoh lain: persepsi berobat harus disuntik)... so, karena saking
takutnya sama nyeri, orang berpendidikan tinggi memilih
menghindarinya, bahkan sebelum sang bayi masuk PAP, asal
bayinya matur (>/=37 minggu), maka bisa saja diatur untuk SC...
Fatimah D'An Naisaburi Hmmm... Gua lima-limanya
SC....
Agung Dwi Laksono Hmm... klo anak pertama SC, ada
nggak kemungkinan anak kedua lahir normal?
Rifmi Utami @Mas Agung: Tentu sangat bisa, asal
memenuhi unsur indikasinya, dan terutama ibu yg pernah SC itu
tidak mengalami rasa takut berlebihan...
37
Kekalahan Kaum Ibu???
Purwani Pujiastuti @Agung : sangat mungkin.
Faktanya banyak yang seperti itu. SC pada anak pertama karena
indikasi medis. Yang kedua normal, asal proses pembukaan
secara alami. Yang gak boleh adalah proses induksi untuk
merangsang pembukaan.
Rima Tunjungsari Iya mas, sangat bisa.. hanya saja ada
komentar yang berkembang luas di masyarakat ‘anak pertama
SC, maka anak ke-2 dan seterusnya juga SC’ nah ntu yang bikin
parno ibu-ibu, wis kadung nate SC yo sisan wae meneh.. (sudah
terlanjur pernah SC, ya sudah sekalian saja lagi, red.)
Agung Dwi Laksono Enak sing ngendi to jane?? (enak
yang mana to sebetulnya, red.).
*hanya kaum emak yang tau rasanya
Rifmi Utami Yang jelas 4 anakku lahir normal dengan
sukses, alhamdulillah... tapi klo nanti aku ditakdirkan hamil yang
ke-5, aku ngga beresiko karna emang sudah ‘risti’...so must be
SC...
Dyah Yusuf Menurut pengamatanku pengaruh terbesar
SC or normal ada pada tenaga medis yang menangani
persalinan... sing penting dilanjut IMD.
Agung Dwi Laksono Lahiran normal ga penting???
38
15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria
Rifmi Utami Lho... bukan masalah penting ngga-nya,
tapi indikasi atau tdk... beresiko atau tidak karena menyangkut
dua nyawa, ada juga lho yang kontraindikasi SC tentu dengan
sikon tertentu, itu dari sudut pandang medis, sedang klo sudut
pandang ibu, umumnya karena cemas berlebihan, dan banyak
juga lho yang takut SC karena takut dibius trus ngga balik tangi
maneh (ga bisa bangun lagi, red.) hehe...makane klo mau
dibahas, barangkali sak dunyo paling (sak dunia paling,
red.)...hehehe...
Purwani Pujiastuti @Agung :Ya jelas enak normal to
(memang ibu harus kuat nahan sakit, tapi habis broll happy
ending, bahagia & proses penyembuhan lebih cepat. Ibu
langsung bisa jalan-jalan. SC sebaiknya dilakukan dengan
indikasi medis, demi keselamatan ibu & bayi. misal karena
sungsang. Post SC itu gak enak. hari ketiga ibu baru bisa bangun,
IMD juga relatif lbh susah. nunggu ibu sadar dulu, belum lagi ibu
harus nahan nyeri jahitan. Lahiran normal is the best.
Agung Dwi Laksono Lha ya ntu.. justru yang paling
buanyak mbahas ya ibuk-ibuknya! Aku ndengerin aja. Biar
keliatan empaty gimana gitu...
Ella Sofa Mbak Purwani, jadi induksi untuk
merangsang pembukaan sekarang dilarang? Aku dulu anak
pertama diinduksi hingga berjam-jam dan 3 kali masuk obat
lewat jalan lahir. Bisa dibayangkan rasanya luar biasa. Padahal
kami udah minta caesar aja. Karena udah makan waktu lama bayi
tidak keluar-keluar. Tapi, dokter tidak mengijinkan dengan
alasan masih bisa diusahakan normal. Akhirnya anak lahir
39
Kekalahan Kaum Ibu???
dengan kondisi asfiksia berat. Sebelumnya udah ada pernyataan
dari dokter bayi udah ketuaan di rahim dan harus segera lahir.
Nhaaa.. apa mungkin karena waktu itu aku ke askes dan seakan
dari kelas biasa-biasa aja sehingga dengan kondisi demikian udah
minta operasi ga dibolehkan? Padahal induksi sekarang tidak
dianjurkan kan?
Sedangkan anak kedua, saya periksa di dokter berkelas di RS
swasta berkelas juga. Anehnya disitu banyak ibu-ibu yang udah
punya jadwal buat caesar anaknya dan akupun hampir caesar
juga, tapi akhirnya ga jadi karena bisa normal di bidan.
Jadi, emang ada benang merah antara tingkat ekonomi dan
pilihan ibu hamil untuk melahirkan anaknya. Dan sepertinya
dokter pun turut andil dalam memutuskan pilihan itu.
itu menurut pengalaman saya.
Jadi, faktor yang berpengaruh pada pilihan cara melahirkan
adalah tingkat kegawatan
~kondisi ibu
~kondisi bayi
Seharusnya hanya itu kan?
tapi kenyataannya:
~ tingkat kegawatan ato kondisi ibu dan bayi
~ tingkat ekonomi
~ kebijakan dokter
Setuju gak?
Agung Dwi Laksono *manggut-manggut
Rifmi Utami @Mbak Ella : Klo setahu saya induksi
tidak dilarang, asal dilakukan di tempat yang bisa SC atau ada
ruang operasinya (OK), karena efek samping dari dilakukannya
induksi adalah terjadinya ruptura uteri, yang mutlak harus
40
15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria
dilakukan tindakan operasi... jadi jangan coba-coba dilakukan
induksi ditempat yang tidak punya OK...
Dyah Yusuf Lairan normal penting pake banget lah
yaw, tapi tetep semua keputusan dipengaruhi tingkat
pengetahuan si ibu dan nakesnya sih...
@ Mbak Ella : mungin menurut Mbak Pur induksi yang dilarang
adalah untuk yang udah pernah SC, bisa robek dong rahimnya
kalo diinduksi...
Ella Sofa Mbak Mimi~ Makasi...dapat ilmu lagi. Jadi
boleh tapi agak menghawatirkan gitu ya? tapi alhamdulillah
semua selamat.
Papa~ ada temanku anak pertama caesar anak kedua dan
selanjutnya normal.
Emang waktu anak kedua dokter menyarankan caesar, tapi
karena dia merasa dengan kondisi nya bisa normal, dia pindah
dokter dan bisa normal.
Jadi faktor ibu itu sendiri juga berpengaruh ya....
Purwani Pujiastuti @ Ella : Induksi gak boleh untuk ibu
yang sudah SC. Kehamilan pertamaku KPD, diinduksi sekitar 15
jam gak ada kemajuan pembukaan, trus SC. Kelahiran kedua
ditunggu kontraksi alami sampai 15 jam gak ada kemajuan
pembukaan, jadi SC lagi deh. Alhamdulillah ibu & bayi baik2
saja.
41
Kekalahan Kaum Ibu???
Purwani Pujiastuti @ Ella: setuju, yang mempengaruhi
pilihan persalinan : kondisi ibu & bayi, tingkat ekonomi,
kebijakan dokter/bidan, plus tingkat pengetahuan ibu/keluarga.
Pengalaman persalinan pertama, aku memang mempertanyakan
ke bidan apa tidak perlu dirujuk? 'mengingat ketuban dah banyak
keluar, sementara pembukaan macet. akhirnya dirujuk ke RS.
Agnes Endang Siswahyuni Caesar merupakan trend,
tapi ga semuanya, sodaraku pendidikan rendah tapi karena resiko
tinggi maka pilih jalan cesar. Klo keadaan sehat lebih berkesan
pake normal.
Ella Sofa Oalah iya tadi aku bacanya kurang teliti.
Mbak Pur~ kita hampir sama. Bedanya akhirnya aku bisa normal.
Jika tidak ada indikasi kegawatan apa-apa mungkin yang terbaik
adalah sesuai jalan yang sudah diberiNya
Uly Giznawati Menyimak serta mencoba memahami
kebenaran yang kau paparkan.
Tengkyu, salam.
Anni Haryati Alhamdulillah..ke-3 buah hatiku...lahir
secara normal dan tidak kurang suatu apa...how wonderful...
42
15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria
Fazry Praditya Wibawa Sekarang menjadi pilihan
memang untuk melahirkan, intinya sih ya hanya mengurangi rasa
sakit bukan karna alasan medis sepertinya.... oh iya Pak, kalo
data Riskesdas 2010 ada di website nya Depkes kah?
Femmy Skotia Kalo liat grafiknya, kayanya bener tuh.
Soalnya makin tinggi pendidikan, orang makin tau teknologi.
Kalo ada cara yg cepat dan aman, ngapain pilih jalan sulit dan
berbelit ? Karena ini menyangkut nyawa lho! Dan andaikan SC
itu TIDAK MAHAL, mungkin hampir 80% ibu milih SC.
Karena resiko kematian ibu dan bayi bisa dikurangi, terutama
kalo bayinya sungsang letaknya. Tapi siapa bilang SC itu enak??
Sakit pasca operasinya itu kadang bikin kita pengen ngebunuh si
dokter! hahahaha....Tapi 2 minggu kemudian udah lupa koq
sakitnya. ^_^
Ella Sofa Sekalian nebeng~
ada yang punya file ato data nama-nama merk kosmetik yang
berbahaya?
tag me please...
Mau tak sebarin ke tetangga
Nyonya Jawara Klingon Emang kalo ga melahirkan
normal ga jadi ibu sejati??! Banyak orang yang bilag 'melahirkan
normal serasa menjadi perempuan sejati, perempuan seutuhnya,
sempurna..' lebay banget...
Diantara banyak orang yang memutuskan cesaria berlimpah
materi dan ga mau kesakitan, ada juga yang 'terpaksa' cesar
karena kondisi medis mengharuskan begitu.
43
Kekalahan Kaum Ibu???
Apakah indikasi perempuan sejati hanya pada saat melahirkan?!
Femmy Skotia @Ny. Klingon: Hehehe... setuju bu.
Kalo saya sih emang gak bisa normal karena plasentanya
menutupin jalan lahir (letak rendah, nyaris prefia). Gak kebayang
kalo saya tinggal di daerah terpencil. Gimana anaknya mau lahir
kalo jalannya tersumbat plasenta?? Alhamdulillah Allah masih
sayang sama saya..
btw suka nonton star trek ya bu? ^^
Anisa Riza Melahirkan adalah proses alamiah yang
memang penuh dengan resiko, resiko yang ditimbulkanya inilah
yang kemudian sangat bernilai, sehingga sebagian orang
berpendapat, perjuangan seorang ibu untuk melahikan sangat
bernilai, bahkan ada yang bilang, belum merasa jadi ibu kalau
belum merasakan melahirkan. Yah.. itulah mungkin akan banyak
sekali alasan, baik itu alasan yang sifatnya pribadi, baik sifatnya
medis, seperti yang sudah dibahas di salah satu komentar.
Tapi saya pribadi... sangat yakin.. yang terbaik itu adalah yang
normal.. yang alami. Karena itu sudah sunatullah, melahirkan itu
ya seperti itu.... proses alami tentunya akan lebih baik dari proses
‘buatan’.....
Masalah normal atau cesaria kalau pribadi saya berpendapat,
hanya PEMINDAHAN waktu SAKIT. Jadi kalau normal, sakit
pas proses persalinannya. Cesar, sakitnya pas udahan nya, atau
pasca operasinya..
Hehehe.... maaf klu pendapatnya kembali lagi, hanya atas dasar
pendapat pribadi, bukan teori.
44
15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria
Agung Dwi Laksono @Fazry; Data Riskesdas 2010
sudah launching 11 November kemaren. Tapi keknya lom ada
tautan dunludnya.
Evia Udiarti Kalau menurut aku, sulit karna aku udah
ngalamin sendiri anak yang 1 SC karna beratnya 4,7 kg padahal
aku udah siap nglahirin normal tapi si bayi ndak mau turun. Yang
ke-2 udah tak ikuti anjuran dokter karna pingin normal tapi
kenyataane SC lagi...
Jadi sebetulnya semua tergantung kehendakNYA, bukan berarti
yang melahirkan secara SC bukan wanita sempurna loh.....
Nyonya Jawara Klingon @Femmy; Hehee.. sama saya
juga 2x cesar dan tetap bahagia dan merasa sempurna. Duaduanya pun karena alasan medis makanya cesar. Yang pertama
pecah ketuban di minggu ke-3/4, yang kedua karena jarak antara
waktu melahirkan yang pertama dan kehamilan kedua hanya 5
bulan dan saya terindikasi ISK pula. Soal star trek, itu mah dulu..
hehee.. waktu jaman SMP Mbak. Sekarang ngikutin anak aja,
upin dan ipin.. xixixi...
Salam kenal mbak femmy..
Femmy Skotia @ Ny klingon : Salam kenal juga...
Soalnya pake Klingon sih, jadi ketauan Star trek nya.
hhehehehe..
Agung Dwi Laksono Duuuhhh... diskusinya jadi lari ke
'ibu sejati' yak?
45
Kekalahan Kaum Ibu???
Seharusnya idenya adalah 'SC tanpa indikasi medis' :-(
Anisa Riza Waduh... apa karena komen saya????
hehe..maaf pak.
Femmy Skotia Ibu sejati itu kan cuma 'bunga-bunga'
diskusinya pap. Kalo idenya kan udah gua komen. hihihi...
Anisa Riza Yang jadi pertanyaan, kenapa
diklasifikasian berdasarkan pendidikan Pak data nya? alesannya
kenapa?
Nyonya Jawara Klingon Wkwkwkww....
Evia Udiarti Saya menanggapi komentar Mbak Aniza,
memang yang terbaik normal karna sunatullah..tapi kalau pada
kenyataannya sulit dan resiko tinggi (bukan karna sakit loh) kan
kita juga harus bertindak yang rasional jangan hanya karna itu
sunatullah kita keukeuh (ngotot, red.) normal padahal ndak
memungkinkan jadi sebaiknya apapun cara melahirkan semua
sama yang penting kita punya niat yang mulia berjuang untuk
satu kehidupan dan harus kita juga sampai dia besar trims.
Agung Dwi Laksono @Nisa; Data kejadian SC tidak
hanya dibreakdown menurut pendidikan! tapi juga menurut
46
15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria
pekerjaan, tingkat sosial ekonomi, kelompok umur, karakteristik
daerah, dsb...
Anisa Riza @Bu Evia: Yap, setuju! melahirkan normal
adalah harapan setiap wanita saya rasa... tapi kalau tidak
memungkinkan ya gimana lagi?? intinya saya setuju pendapat
ibu..
Syafaat Tora Tora Opo karena wong dengan pendidikan
tinggi tersebut kebanyakan gak mau gerak, gak mau rekasa...?
Rachmad Pg Tapi ada juga......upaya untuk SC by
desain oleh dokter yang bersangkutan ato tenaga kesehatan yang
merujuk... supaya si pasien bayar lebih mahal.....padahal aslinya
kalo normal juga bisa....ujung-ujungnya....si dokter ato bidan
dapat duit lebih banyak...
Agung Dwi Laksono Ya Mad, apalagi yang pingin
lahirnya tanggal 10, bulan 10 tahun 2010..piye..?
Rachmad Pg kalo itu sih seh maklum cak.....iki justru
karena relasi kekuasaan provider kesehatan yang lebih,
sementara si pasien pada posisi inferior... disuruh SC yo
manggut-manggut ae.... apalagi iki masalah nyowo dan anak....
47
Kekalahan Kaum Ibu???
Evia Udiarti Waduh... kok malah pihak medis disalahin
kan harusnya kita berterimakasih sama mereka....kalau ada yang
curang itu mah oknum....
Siu Kim Semua tergantung keadaan... Saya 1,2,3 lahir
normal yang setengah mati sakit nya. Sampai berhari-hari. Yang
ke-4 SC karena keadaan bayi yang di dalam perut udah ga baik..
jadi terpaksa dilakukan tindakan SC. Yang ke-5 karena umur
udah agak banyak beda 12 tahun dengan yang nomor-4, jadi
kehamilan resiko tinggi, apalagi keadaan anak bayi sungsang...
jadi saya udah rasakan lahir biasa dan SC. Saya pilih SC karena
ga sakit.. cuma nyeri 1 hari aja.. seminggu sudah bisa
biyayakan..... dan semua anak-anak saya, melahirkan lewat SC
semua...
Riffa Hany Wahhh...komentarnya udah banyak sampai
nggak sempet baca semua..., yang aku tahu semakin tinggi
pendidikan maka....ekonomi makin makmur...so...mo pilih jalan
lahir lewat mana..., semua its ok..., lagian sekarang SC semakin
aman dan makin cepet serta makin mahal. kalau masalah sakit
post op nya.. kan bisa pake analgesik... abis perkara..., nggak
masalah khan... pilihan SC makin banyakkkkk... itung-itung
dokter SPOGnya makin makmur.
Siu Kim Ga usah takut SC... enak kok.. bisa dipilih
kapan kita mau tanpa harus merasakan sakit sebelum
melahirkan.. dokter, alat, obat-obatan semua dah canggih... saya
sendiri dua kali, anak saya nomor satu dua kali.. yang kedua duaduanya dua kali dan yang ke-tiga SC tiga kali... semua masih
perawan.. melahirkan lewat SC semua...
48
15% Ibu di Indonesia Melahirkan dengan Cesaria
Christine Indrawati Aku lahiran SC dah dua kali..
indikasi medis juga.. kayake emang pasien dan dokter-e samasama punya andil membuat datane papa jadi kayak gitu deh.. SC
or normal sama-sama ibu sejati ah.. buat mbak Ella Sofia, ambil
di website balai POM aja ada mbak..
Nike Goenawan Hikkss,,,aku 3 kali SC....
Agung Dwi Laksono Hiks.. aku lom pernah SC
49
Kekalahan Kaum Ibu???
50
Bukan Anak Sapi!
Bukan Anak SAPI!
Monday, October 25, 2010 at 12:09am
Hari Jumat kemaren Menteri Kesehatan Endang Rahayu
Sedyaningsih di sela-sela pertemuan Strategic Alliance for
Achieving MDG’s (Tujuan Pembangunan Milenium), Peringatan
Dies Natalis ke-63 Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,
melontarkan pernyataan menarik yang menyatakan melarang
penayangan iklan susu formula untuk anak usia di bawah
satu tahun.
Nah lhooo…!
”Cakupan ASI eksklusif masih rendah karena orangtua memilih
memberikan susu formula. Untuk itu, semua iklan, baik di media
cetak, elektronik, maupun luar ruang, akan dilarang,” ujarnya
(kompas.com).
51
Kekalahan Kaum Ibu???
Lebih lanjut Kementerian Kesehatan juga akan melarang kerja
sama antara produsen susu formula dan tempat-tempat pelayanan
kesehatan negeri dan swasta, termasuk rumah bersalin, dokter,
dan bidan. Pelarangan ini rencananya diberlakukan bersamaan
dengan keluarnya peraturan pemerintah (PP) yang mengatur
peningkatan air susu ibu (ASI) eksklusif dan pembatasan
pemakaian susu formula pada 2011.
Perkecualian
Pemberian susu formula bagi anak di bawah dua tahun hanya
diizinkan untuk kasus-kasus tertentu, misalnya jika ibu
melahirkan bermasalah dengan pengadaan ASI. Tidak bagi
alasan2 lainnya.
Intinya Kementerian Kesehatan menutup sama sekali peluang
pabrikan susu formula untuk mempengaruhi ibu2 dalam member
asupan pada anaknya. Langkah tegas ini menurut saya sangat
strategis dalam upaya meningkatkan cakupan ASI eksklusif.
Pro-Kontra
Rencana pelarangan ini bukannya tanpa pro kontra. Tidak sedikit
yang menentang upaya ‘wajib’ ini dengan berbagai alasan, yang
bahkan mengatakan Bu Endang sebagai Menteri kurang kerjaan!
Meski juga tidak sedikit yang sangat mendukung kebijakan yang
memihak masa depan ini. termasuk SAYA!
Meski demikian, pemberlakuan kebijakan ini tidak bisa berdiri
sendiri, harus didukung dengan kebijakan lain yang
menghilangkan alasan-alasan bagi Si Ibu dalam memenuhi
kewajiban memberi ASI pada bayinya.
52
Bukan Anak Sapi!
Unjuk rasa oleh Lembaga Peduli Ibu dan Bayi diwarnai aksi
pembuangan susu formula di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Sabtu
(1/3). Mereka antara lain mendesak pemerintah untuk melakukan
penelitian ulang terhadap semua jenis susu formula yang dipasarkan di
Indonesia terkait adanya isu Enterobacter sakazakii dalam susu formula
dan makanan bayi (Kompas/Priyombodo)
Harus diupayakan ada kebijakan yang mengatur waktu cuti yang
cukup pasca melahirkan, ato waktu kerja yang lebih longgar bagi
ibu menyusui. Bisa juga dengan mewajibkan ketersediaan ruang
laktasi di setiap area kerja ato perkantoran.
Mengapa ASI Eksklusif???
Selama enam bulan pertama kehidupan bayi, ASI memenuhi 100
persen kebutuhan bayi. Jadi bayi sama sekali belum memerlukan
asupan makanan/minuman dari luar pada enam bulan pertama
kehidupannya, selain daripada ASI.
53
Kekalahan Kaum Ibu???
Komponen dalam ASI sangat spesifik, disiapkan untuk
memenuhi kebutuhan dan perkembangan bayi. ASI memberikan
imunitasi bagi bayi karena di dalamnya sudah terkandung anti
virus dan anti kanker. Bayi juga tidak mudah infeksi. Itu
sebabnya angka kematian bayi yang mendapat ASI lebih rendah.
Pemberian ASI eksklusif sangat vital dalam menekan angka
kematian bayi di bawah lima tahun. ASI bisa menurunkan
kematian hingga 17 persen pada kelahiran baru (neonatal) dan 12
persen pada anak di bawah lima tahun.
Sementara itu untuk bayi berusia 6 bulan ke atas, ASI masih
memenuhi 70 persen kebutuhan bayi. 30 persennya di dapat dari
makanan lain, tapi bukan susu formula. Hal ini karena pada usia
6 bulan bayi sudah diperkenalkan pada makanan padat, karena
itu makanan bayi harus mengandung nutrisi dan gizi yang
diperlukan (dr. Asti Praborini, Sp.A, dari Perkumpulan
Perinatologi Indonesia Pusat).
Susu sapi baru boleh diberikan saat bayi menginjak usia dua
tahun. Pada usia dimana usus bayi sudah bagus dan sistem
imunnya sudah kuat. Pemberian ASI sampai bayi berusia dua
tahun ini sejalan dengan kode etik internasional dan anjuran
badan kesehatan dunia (WHO). Pada tahun 1981 WHO dan
Unicef mengatur pemasaran susu formula berupa Kode
Pemasaran Pengganti ASI, yang sayangnya Indonesia hingga saat
ini belum meratifikasi kode tersebut.
Faktanya… tidak semua produk susu formula yang beredar di
pasaran, betul-betul sesuai dengan kualitas yang mereka iklan
atau klaimkan. Sebab, faktanya sampai saat ini belum ada
pengujian atas klaim-klaim produsen susu atas produk susu
formulanya.
54
Bukan Anak Sapi!
Dan bahkan parahnya… tidak ada standarisasi untuk semua
produk susu formula tersebut, jadi lebih mirip dengan ocehan
tukang jamu keliling.
Piye jal???
(disarikan dari berbagai sumber, terutama dari ‘kompas.com’
dan milis ‘desentralisasi kesehatan’)
55
Kekalahan Kaum Ibu???
Comment
Dian Sastro Waduuuh.. kesiannya... bisa pada bangkrut
dunk pabrik susu..???
*kecuali pabrik ASI*
Untung punya pabrik sendiri.. jadi anakku dulu bisa full ASI 2
tahun tanpa selingan susu formula sama sekali, hehehe...
Rifmi Utami Bravo Bu Endang...saya dukung untuk
kebijakan baik ini untuk tercapainya cakupan ASI Eksklusif
sebagai salah satu investasi utama bagi anak kita...
Tapi ibaratkan ‘koruptor’, Bu Endang harus mempersiapkan
suatu sistem komprehensif untuk memberangus keterpurukan
akibat kesalahan berjamaah... yang dilakukan baik oleh IBU
maupun TENAGA KESEHATAN...
I just can wish for all the best for this program...
Ilham Akhsanu Ridlo SANGAT SETUJU...langkah
strategis langkah tegas.. untung saya ini termasuk dulunya yang
mendapatkan ASI eksklusif sampai 2,5 tahun malahan..
hehehehehe...
Siu Kim Saya mendukung program ini..... walaupun
masa-masa saya udah kelewat lama untuk hal ini....
56
Bukan Anak Sapi!
Sulistyawati Itheng Siiip meski kecapekan diskusimu
segerr... cuma kok yang kamu cetak tebal hanya kata ASI dan
SAYA...heheee... memang erat kok hubungan kamu dan ASI
ya??? hahhaaa...
Evie Sopacua Susu sapi ya untuk sapi kan? Saat ini
banyak anak sekolah tawuran.. gampang meledak.. gampang
putus asa.. pinginnya instan, perlu usaha dikit langsung emoh,
loyo.. coba deh Gung.. diteliti, ditanyai, asumsinya, mungkin
dulu minum susu sapi... eh, sungguhan loh..
Rachmat Hargono Klo PP-nya udah dikeluarkan, kita
tunggu juklak dan juknisnya.....trus mekanisme law
enforcementnya seperti apa?
Wah masih jauh yha... sementara nakes yang berhubungan
dengan tumbuh kembang bayi udah kemakan promosi susu
formula sampai ke tulang sumsumnya......
Tapii semangat dech......
Agung Dwi Laksono Akan terlalu banyak pro-kotra dan
kegamangan!
Tapi teuteub maju terus!
Kita bikin aja 'life support group' untuk menjawab setiap
kegamangan itu. Gimana? Mau bergabung untuk support gerakan
ini?
Kita berbagi informasi dan tips untuk keberhasilan gerakan ini.
gerakan 'ASI EKSKLUSIF & INISIASI MENYUSU DINI'
57
Kekalahan Kaum Ibu???
Feni Novikasari Setubuh dan sejiwa banged dah.
Dimulai dari nakes dulu aja kali yak karena nakes adalah tangan
pertama untuk masalah perASIan dan perANAKan..
Agung Dwi Laksono Ke depan... petugas kesehatan
(dokter & bidan) dilarang untuk mempromosikan susu formula!!!
Akan ada tindakan tegas untuk pelanggaran ini!
Menkes sudah melarang semua kegiatan di Kementerian
Kesehatan untuk menggunakan sponsor dari susu formula!
*sumpah bangga banged dengan ibu menteri yang satu ini!
Feni Novikasari *sumpah bangga banget dengan pakde
nyang atu ini..
Rima Tunjungsari Mesti ada juga kebijakan lain yang
mendukung agar ibu tidak terpaksa memberikan susu sapi karena
alasan ‘bekerja’.
Agung Dwi Laksono Itu yang harus terus didorong
untuk dilakukan!
Harus dipersiapkan segala materi untuk advokasi, agar tidak
menjadi kebijakan kosong!
58
Bukan Anak Sapi!
Rima Tunjungsari Setuju mas, mari bergerak menuju
perubahan yang lebih baik!!
Rachmad Pg Sek akeh yo masalahe.....universal
coverage, rokok, HDI, kemiskinan, ASI.......ckckck....
Agung Dwi Laksono Mangkane ayok menterine
diewangi! ojok dipaido thok... (makanya, ayo menterinya
dibantu! Jangan diganggu saja, red.)
hihihi...
Rachmad Pg hahahaha....karep niate seh gak maido....
niate ben tetep kerjo cerdas...... (niatnya sih gak mau ngganggu,
niatnya biar bisa tetap kerja cerdas, red.).
Dyah Yusuf PR besaaarr...!!! Oke deh saya sebagai
prajurit promkes paling bawah siap jadi spion utk melaksanakan
program terkait dengan hal ini...
Siap laksanakan!
Anni Haryati Sediakan satu ruangan untuk laktasi di
semua lapisan pelayanan kesehatan, tersedia untuk karyawan...
boleh ditata seperti TPA. Dan kita wajib untuk
59
Kekalahan Kaum Ibu???
memakmurkannya... Dana..?? jangan medit (pelit, red.)... orang
itu anak kita sendiri.. jam menyusui... pasti... deh ruangan
itu..’rameee..’ asal jangan dijadikan alasan untuk keluar jam
kerja saja.... di tempatku ‘ada’ papa... silakan bawa baby anda ke
sini.... (lho..makne sopo..??) pengalaman dengan sekitar 250 ibu
karyawan usia produktif.. ada isi sekitar 10 bayi.. nggak banyak..
bahkan anakku pun kuajak jaga IGD saat itu untuk ASI
eksklusifnya.. bantuin yookk... setuju....
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Qiqiqiqi.. dah
jelas ‘harta’ ini (ASI) di depan dada manusia... yang seharusnya
diwariskan pada keturunannya. Masa harus diatur-atur yah? Lucu
juga manusia produk peradaban/teknologi sekarang. Yah
bagaimanapun ada positifnya dibuat aturan tegas ini. Moga ke
depan, kewajiban sebagai manusia (orang tua, dll)....
terimplementasi dari nurani manusia sendiri, bukan karena.....
Inilah manfaat pendekatan paripurna dalam peradaban, tidak
melulu sektoral. Salam SEHAT.
Agung Dwi Laksono Yang di depan mata kondisinya
sudah kadung seperti ini!
Perlu keberanian dan langkah taktis untuk merubah mindset dan
perilaku. Cara merubah perilaku secara cepat untuk yang sudah
kadung ndablek (terlanjur melekat, red.)adalah dengan 'law
enforcement'! kudu dipekso (harus dipaksa, red.)...
*pelanggaran HAM???
60
Bukan Anak Sapi!
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Gung...omongomong... hasil riset tentang manfaat ASI dan efek negatif PSF
udah ada kah? Ini bisa jadi materi promosi via film. Seperti kata
Bu Evie, anak manusia jaman sekarang doyannya tawuran,
kekerasan, bahkan cenderung anarkis....bisa jadi materi efek PSF
kah?... qiqiqi...asupan aja nih. Coba, film-film keluarga bahagia,
tidak/jarang mengekspos proses menyusui bayi kan?...Ujug-ujug
(tiba-tiba, red.).. tuh anak berbudi luhur langsung besar dan
bahagia ampe anak cucu.
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ahhh...
‘Pelanggaran HAM’, bisa dicoba tuh....buat yang dengan sengaja
mengabaikan ASI dan IMD, baik produsen PSF, ibu, sarana
yankes dan nakes. Pokoke untuk alasan non manusiawi, di luar
alasan ganguan hormon dan terkait produksi ASI dan
kemampuan memberi IMD... yah ada toleransi... ini kan esensi
dari aturan.
Agung Dwi Laksono Dalam diskusi dengan Bu
Atmarita sempet terlontar pernyataan seperti itu!
tapi lom nemuin studi yang mengaitkan seperti itu...
membutuhkan lintas disiplin yang ribed.
Anni Haryati Weits...nanti ngeshootnya gimana? Mau
nggak tuh model dan pemerannya meragakan seperti itu....belum
nanti kena UU pornografi...halah...
61
Kekalahan Kaum Ibu???
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ayolah Gung,
digerakkan alias diinisiasikan promosi ASI dan IMD via
pendekatan multidisiplin... pada dasarnya yang ‘SUKA’ PSF kan
juga manusia dan tergerak dengan hati nurani (ranah
humaniora)... Juga... tidak harus ada studi terkait langsung kan?
Bisa kah studi yang ada, dianalisis/direview, dengan sistematik
atau meta atau apalah.....terasumsi ke arah efek
tersebut?....Teman2 non IPA/humaniora jagonya hal ini.
Agung Dwi Laksono @Anni; hahaha...
sekarang pan banyak model baju yang 'bukaan kecil', sekedar
untuk dapat sedikit mengeluarkan anggota tubuh untuk keperluan
menyusui bayi! Banyak hal bisa diupayakan...
@Don; Sedang menghimpun kekuatan dan nyali untuk bergerak
ke arah situ Bang!
Arti 'humaniora' dalam kamus besar bahasa indonesia adalah
'memanusiakan manusia'! pas banged bukan?
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Yes.. humaniora
khusus untuk manusia! Jadi teman-teman ilmuwan humaniora...
sedikit banyak sudah manusia yang manusiawi....
Ok Gung, awak berdoa untuk upayamu, kekuatanmu dan
nyalimu...juga siap membantu. Salam SEHAT
Femmy Skotia Alhamdulilallah, anakku dua-duanya
ASI ekslusif. Jauh sebelum isu ini heboh, di Al qur'an juga udah
62
Bukan Anak Sapi!
ada koq anjuran untuk memberi ASI selama 2 tahun. Jadi
sebelum bu Endang 'ribut', aku dah ngelakuinnya.
hehehe...Anyway, dua jempol buat bu Endang! Mengenai efek
susu formula, pernah dengar juga kalo yang buat bayi dibawah 2
tahun bisa bikin autis ato malah bikin anak jadi agresif. Tapi gak
tau juga bener apa gaknya ya?
Anni Haryati Ah ya.. bahkan gendongan dan kerudung
model kanguru itu.... untuk nutupin si.. ok.. ok... dah bikin tulisan
sana... ntar banyak yang mendukung kok.... seperti juga
‘melahirkan dengan persalinan normal itu...’
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ayo Gung,
seperti lagu: Kau yang Memulai Kau yang Meneruskan....yang
lain boleh ikut... qiqiqiqiqi
Agung Dwi Laksono @Femmy; Menurut pengakuan
peneliti farmasi di Puslitku... zat-zat yang diklaim terkandung
dalam susu formula (AHA, DHA, dsb...), bisa jadi hanya isapan
jempol! Karna kandungannya akan sulit bertahan dalam proses
instanisasi susu formula...
Dan nyatanya sampai dengan saat ini tidak ada standarisasi untuk
kandungan susu formula yang dilabeli 'susu pertumbuhan' dan
apapun namanya! Jadi semuanya adalah suka-suka pabriknya...
Femmy Skotia @ Yup! Masuk akal tuh keknya.
Namanya orang jualan, jadi apapun dijabanin (dilakukan, red.)
supaya jualannya laku. Sialan juga tuh! hehehe.....
63
Kekalahan Kaum Ibu???
Tapi berhubung kedua anakku udah diatas 2 tahun yah terpaksa
beli susu formula juga. At least kalo pun gizinya gak semewah
ASI, paling gak mereka suka rasanya. :-)
Agung Dwi Laksono Setelah dua tahun memang sudah
seharusnya disapih. Pada posisi umur ini sistem pencernaan
sudah dirasa kuat untuk menerima asupan susu sapi...
Femmy Skotia Hehehehe.... kalo gak disapih mah
gawat! Gigi anaknya udah banyak banget soalnya. Bahaya.
hahahaha..
Agung Dwi Laksono Hahaha...
*jangan keseringan ngilang yak!
Femmy Skotia I'll try. ^_*
Riffa Hany Waduw.. program basi yang dihebohkan
lagi...., mestinya ada inovasi lain kek..., kan udah lama susu di
bawah 1 tahun nggak boleh ngiklan..., kalau mo ada solusi ASI
eksklusif khususnya ibu pekerja... wajibkan dong... penitipan
anak ditempat kerja...sehingga ibu-ibu pekerja bisa sewaktuwaktu neteki bayinya.., trus cutinya ditambah jadi 6 bulan bagi
ibu yang menyusui bayinya.
64
Bukan Anak Sapi!
Agung Dwi Laksono Iyeee... nti tak usulin lewat
pesbuk! hihihi...
Anisa Riza Berbagi sedikit pengalaman,,
kemaren Ica penelitian di puskesmas, yang lucu, di puskesmas
ada ruangan yang namanya Pojok Gizi. Tebak isinya apa???
Kardus-kardus Susu formula (S**)... Ica heran.. kok banyak
banget.
Akhirnya, pertanyaan Ica terjawab, setelah Ica berkesempatan
ikut posyanduan di daerah puskesmas tersebut, Ica melihat
langsung, ibu bidan, memberikan susu tersebut sama salah satu
ibu yang lagi timbangan... padalah anaknya baru umur 4 bulan.
Jadi, kayanyaa gak masalah bagi mereka iklan dilarang, ternyata
mereka punya strategi promosi baru yang tentunya lebih efektif.
Ratna Wati Mantaaaap!! Setuju banged, semoga
kebijakan berkelanjutan bukan anget-anget eek ayam, jangan
nantinya kalah sama 'penguasa susu'.
Agung Dwi Laksono @Ica; ???
*mengelus dada
@Ratna; Maka perlu banyak dukungan untuk mewujudkannya...
65
Kekalahan Kaum Ibu???
Anisa Riza Kalau Ica cuma bisa diam mematung pak..
bingung mau ngapain.
Eh ya... kebetulan besok Ica juga ada kegiatan penyuluhan ASI
eksklusif pak...
Doakan... semoga apa yang kita sampaikan dari hati, bisa sampai
di hati ibu-ibu peserta penyuluhan,amin..
Agung Dwi Laksono Amiiiiin... keep fight yak!
Tite Kabul Saya setuju dengan gagasan ini, pastinya
mulai sekarang para produsen sudah mulai kasak-kusuk sehingga
kemungkinan PP ASI ekslusif akan lama keluarnya atau malah
tidak sama sekali....
Untuk itu harus ada suatu gerakan yang memiliki daya ungkit
besar menyuarakan program ini... jangan sampai gagasan ini
bagai bunga yang layu sebelum berkembang...
Nur Munawaroh Tul mas agung..... dukung Bu
Endang.... anak manusia, disusui manusia, anak sapi disusui sapi,
anak kucing biar disusui kucing..... lha yang harus disadari ibuibu, bahwa YANG MENCIPTAKAN KITA (beserta semua yang
ada pada kita), itu MAHA PINTER, kok dilawan..........
(ini ada sedikit pengalamanku sendiri. anakku yang 1 pakai ASI
full 2 tahun karena aku sehat-sehat aja waktu itu. tapi waktu
melahirkan anak ke-2, aku dipisahkan dengan anakku karena aku
sakit, sampai ASI-ku ga bisa keluar. akhirnya anak ke-2-ku pakai
66
Bukan Anak Sapi!
susu formula. eeeeee.......... setelah besar, badannya sih lebih
gede dari kakaknya, tapi sering sakit...... daya tahan tubuhnya
gak sebaik kakaknya......... ni sekedar pengalaman pribadi.
mungkin bermanfaat untuk orang lain).
Oke..... untuk menyadarkan masy, harus punya program yang
sifatnya komprehensip.....
67
Kekalahan Kaum Ibu???
68
AKI... Mengurai Benang Kusut... sut!
AKI... Mengurai Benang Kusut...sut!
Monday, December 27, 2010 at 4:43am
Dear all,
Diskusi kali ini kita coba untuk menguraikan benang kusut salah
satu indikator status kesehatan di negeri ini, Angka Kematian Ibu
(AKI), yaitu Jumlah Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2007 berdasarkan Survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) besutan Macro Internasional dan Badan Pusat
Statistik (BPS) mengestimasi AKI berada pada kisaran angka
328. Sedang target pemerintah pada tahun 2015 AKI turun
menjadi pada kisaran 102 per 100.000 kelahiran hidup!
Mungkinkah???
Indikator proxy paling dekat terhadap AKI adalah persalinan
yang dilakukan tenaga kesehatan. Ini jika kita menganggap
69
Kekalahan Kaum Ibu???
bahwa persalinan di tenaga kesehatan yang kita anggap paling
benar… paling mumpuni! untuk menolong persalinan. Meski
juga saya masih sangat meragukan, karena tenaga kesehatan
untuk persalinan lebih identik dengan tenaga bidan, yang karena
saking banyaknya akademi kebidanan yang didirikan sehingga
kelahiran yang ada tidak cukup sebagai lahan praktek partus
langsung. So… untuk beberapa akademi kebidanan, ‘partus
pandang*’ dianggap sebagai solusi yang cukup memadai??!
(*partus pandang= melototin bidan senior menolong persalinan,
bukannya praktek menolong persalinan langsung)
Piye jal?
Balik maning ke topik diskusi semula…
Target pemerintah yang tercantum dalam Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Bidang Kesehatan pada tahun 2015 proporsi
persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 100%. Piye… iso po
ra???
Hasil survey Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang
fokus dalam Millenium Development Goals (MDGs) menemukan
beberapa hal menarik terkait tenaga penolong persalinan pertama
dan tenaga penolong persalinan terakhir di Indonesia.
Silahkeun pelototin gambar berikut…
70
AKI... Mengurai Benang Kusut... sut!
Bagaimana? Mudheng ndak?
‘Penolong persalinan pertama dan penolong persalinan terakhir’
adalah kombinasi tenaga persalinan pada saat seorang ibu
melahirkan. Misalnya… pada saat pertama seorang ibu berniat
melahirkan ke bidan, dan oleh bidan sudah ditangani sejak awal,
tapi karena ada faktor penyulit maka dirujuk ke tenaga dokter
spesialis kandungan. Maka tenaga penolong persalinan ‘pertamaterakhir’ adalah ‘tenaga kesehatan-tenaga kesehatan’.
Meski trend 5 (lima) tahun terakhir tenaga penolong persalinan
‘pertama-terakhir’ didominasi oleh ‘tenaga kesehatan-tenaga
kesehatan’, tapi masih ada beberapa ganjalan...
Trend tenaga penolong persalinan 'pertama-terakhir' selama 5
tahun terakhir (2005-2009) masih menyimpan 'aib' tenaga
kesehatan sebagai tenaga penolong persalinan.
Coba perhatikan garis trend nomor dua dari atas... dimana masih
cukup besar persentase tenaga penolong persalinan 'non tenaga
kesehatan-non tenaga kesehatan', bahkan cenderung mengalami
71
Kekalahan Kaum Ibu???
peningkatan selama lima tahun terakhir, dari 16,74% pada tahun
2005 menjadi 19,73% pada tahun 2009.
Satu lagi yang teramat sangat memprihatinkan...
Coba sekarang pelototin garis trend paling bawah!
Selama lima tahun terakhir ada kombinasi tenaga penolong
persalinan 'tenaga kesehatan-non tenaga kesehatan'.
Bayangkan! Dari tenaga kesehatan berpindah ke non tenaga
kesehatan???
Meski dalam kisaran hanya 1%...
Tapi... apa kata dunia???!
72
AKI... Mengurai Benang Kusut... sut!
Comment
Anni Haryati Sampai tahun 2015 pun aku pesimis, dua
kasus dalam 3 bulan terakhir ini stafku sendiri ANC di dokter
SPOG dan bersalin di bidan (senior katanya..apa tua sih...hiks)
dilahirkan dengan asfixia.. si ibu selamat dua bayinya passed
away... dua kasus lagi.. dengan PEB.. melarikan diri untuk
dilahirkan di RS... satu ibu gone.(..AMP kemarin). Dalam tahun
ini kasus AKI jadi 9 orang deh..wuah..wuah...di daerahku..???
angkat tangan deh Pa...
Sudarto Hs Apa mungkin karena penduduk kita
sebagian besar masih tinggal di pedesaan yang ‘langka’ terhadap
tenaga kesehatan Mas Agung? ....ini fakta... dan juga dipengaruhi
oleh biaya persalinan lewat tenaga kesehatan lebih mahal. Ada
kasus.. selama kehamilan selalu dengan dokter ahli.. sampai
dengan saat persalinan.. malah memakai tenaga bidan...
Agung Dwi Laksono Yup! Mari ungkapkan faktanya!
Agar yang duduk di belakang meja juga tau kenyataan di
lapangan...
Rifmi Utami Speechless sejenak... kesedihan kedua
setelah Tim Garudaku semalam... Namun kita tak bisa larut
terlalu lama...
Aku yang di garis depan, hanya bisa memaksimalkan yang aku
bisa... Dengan senantiasa mengoptimalkan kinerja bidan desa
dengan 11 indikator KIA yang telah ada, sweeping bumil sing
73
Kekalahan Kaum Ibu???
ndelik (yang bersembunyi, red.), optimalisasi P4K, dll...sesuatu
yang tak asing lagi tapi operasionalnya sulit... Do’ain tetep
istiqomah ya mas... and ‘never give up’....
Feni Novikasari Hah data yang mencengangkan hikz..
Agung Dwi Laksono Guuud! Hanya bisa mendoakan
dari juaoooh...
Ilham Akhsanu Ridlo Pergeseran... pergeseran!! :(
Nike Goenawan Hikkssss
Rachmad Pg Ada data perbandingan yang meninggal
itu ditangani sapa?
Riffa Hany Wha..... di Kabupaten Kediri malah
kenaikan kematian ibunya 2010 naik 85% dibanding 2009, apa
karena model AMP yang baru yang tanpa presentasi sehingga
rasa jera, malu udah nggak ada sehingga banyak pelanggaran
kewenangan...., dan.....70% persalinannya ditolong SPOG, weh
weh..., jangan dibilang hanya karena Akbid-nya banyak dan tidak
kompeten yo...., coba evaluasi nakes yang laiiin...!!! kayaknya
tambah kusut neeeh.....
74
AKI... Mengurai Benang Kusut... sut!
Sujud M Raharja Banyak yang belum terungkap,
pengalaman pribadi periksa ke spesialis andalannya cuma USG,
protap seperti tensi, tinggi fundus, dll tidak dilakukan.
Kunjungan nifas kadang cuman diatas kertas. belum lagi faktor
nilai ekonomis ibu bersalin.
Sujud M Raharja Kecenderungan sekarang meninggal
meningkat di RS, penyakit jantung juga mengalami peningkatan
penyebab kematian ibu.
Sujud M Raharja Dari sisi pencatatan masih banyak
yang tidak konsisten. Maksudnya laporan ada tapi register tak
tercatat. Dari 26 kabupaten yang disupervisi hanya 2 kabupaten
yang punya selisih antara cakupan di pencatatan dan laporan
kurang dari 1%.
Dwee Why Patut diadakannya quality control untuk
setiap nakes, sehingga bisa dipandang layak unjuk gigi nanganin
pasien secara langsung. Sehingga lulusan Akbid yang kompeten
bisa buka praktek/bantu persalinan sebelum memindahtangankan ke SpOG dalam KTD.
Aaaaa..... jd ngeri buat nglahirin............ @,@
Bambang Andriyono Saya lebih tertarik ajakan Menkes
yang dulu (dr. Fadilah Sapari?) dalam wawancara tentang AKI di
Elshinta beberapa tahun yang lalu tentang pentingnya mengajak
75
Kekalahan Kaum Ibu???
dan meng-educate paramedis tradisional (baca DUBER-Dukun
Beranak), agar keberadaannya sebagai ujung tombak di pedesaan
tidak dialienasi oleh ilmu-ilmu barat yang dibawa paramedis
modern (Bidan/perawat/dr), sebaliknya justru diberi pemahaman
tentang modernisasi alat/obat dan Nakes. Bagaimanapun
angkatan saya dan orang tua kebanyakan masih lahir atas jasa
mereka to to to? Piye jal jal jal? Saluuut untuk dr Fadilah
Sapari..
Bambang Andriyono AKI ? kalo ditempatku
merupakan singkatan dari Analisis (kok isis?) Kelayakan
Investasi .. lho?!?
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Diskusi
kematian? Indikator proxy AKI utama pertolongan persalinan.
Target optimis bisa menurunkan AKI.
Dan upaya pertolongan yang dibenerin dengan melihat kondisi
sosio demografi. Untuk sosio target nasional/RPJMN dan SPM
tidak saling mendukung. Yang satu tetap mengakui ada kematian
ibu dan yang satu dengan 100% berarti mumpuni, asumsi tidak
ada kematian ibu? Kalo masyarakat dan pihak di lapangan yang
ditanya, bisa aja lain target ini. Belum lagi realita sosial budaya
untuk tenaga penolong persalinan. Lalu demografi, NKRI ini
nusantara dan archiephelago, tolong dibantu bila salah nulis.
Kondisi ini aja udah jadi hambatan dan tantangan untuk
pemerataan dan penyediaan nakes dan sumber daya lain.
Mereka hanya fokus pada tataran ideal tanpa banyak perduli pada
realita sosio budaya dan demografi NKRI ini.
76
AKI... Mengurai Benang Kusut... sut!
Agung Dwi Laksono ...dan siapakah 'mereka' itu?
Hihihi...
*Kebayang saat presentasi bab ini... Dan disangkal mati-matian
untuk tidak dimunculkan
Anni Haryati Don’t blame kambing item ya.... semua
harus legowo, jangan-jangan nanti larinya.. yo wis kontrake
entek.. hiks kezzzaaammmm... semoga dimaafkan... saya juga
minta maaffffff,...
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Mereka adalah
kita juga, sedikit banyak, atas nama institusi...hehehe...
Riffa Hany Truss.....siapa yang bertanggung jawab atas
kematian mereka.....?????
Bambang Andriyono Semangkin berat euy diskusina..
Uly Giznawati Diskusi yang hebat!
Saya ikut menyimak.
Terimakasih :)
77
Kekalahan Kaum Ibu???
Tite Kabul AKI tinggi bukan hanya disebabkan oleh
penanganan saat melahirkan, tapi juga karena rendahnya
pendidikan sebagian besar kaum wanita, sehingga mereka tidak
punya kemandirian dalam pengambilan keputusan di
keluarganya.... maka sering terjadi keterlambatan....
Saya setuju dengan program pelatihan dukun beranak (sudah ada
jauh sebelum menkes dr. Fadilah)..... karena dalam pelatihan
itupun diajarkan bagaimana merujuk yang tepat waktu.....
dari SPOG ke Bidan kalau saya sih oke-oke saja...belum ada
penelitian seberapa banyak rujukan model ini berkontribusi
terhadap AKI kan?...
Anni Haryati Tahun 2011-2012 (?) partus di kelas III
RS gratis.. tis... akan menolongkah?? Klo program ini benar..
sosialisasinya yang bagaimana yah biar mengena? Di tempatku
rata-rata ibu-ibu yang passed away itu bukan G 1 lho...mustinya
wis agak pinter ya. Pendidikan ok lah, but klo telat mutusi dari
pihak keluarga itu lebih berat lagi...piye..?? Untuk di garda depan
apakah masih tetap scoring peristi ??? mindset kita harus tetap
pada : suatu gravida itu dinamis... jangan nyaman-nyaman aja
begitu scoringnya normal,.. hmm.. rasanya banyak yang harus di
kerjakan ya...
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Agung dear pa,
semua diskusi di wall mu tak terpikir didokumentasikan kah?
Lalu dipublish di situs-situs secara free. Situs kantor kita dan
blogku berminat sangat lah. Cemna? Awak nantikan inputs
temans lain.
78
AKI... Mengurai Benang Kusut... sut!
Agung Dwi Laksono Indie publishing bang..
Nti mau dibukukan dulu, e booknya yang akan Dishare.
Januari-Februari mungkin dah kelar...
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ok awak nunggu
ebook nya. Good job lah.
79
Kekalahan Kaum Ibu???
80
Piye Bu Bidan?
Piye Bu Bidan?
Monday, November 22, 2010 at 3:18am
Upaya untuk mewujudkan tenaga kesehatan sebagai 100%
tenaga pemeriksa kehamilan sampai beberapa tahun ke depan
sepertinya masih jauh dalam pelaksanaan di lapangan.
Trend tenaga kesehatan sebagai tenaga pemeriksa kehamilan
meski menunjukkan peningkatan, tapi hanya bergerak 2,4%
selama kurun waktu lima tahun, hampir tidak bergeser.
81
Kekalahan Kaum Ibu???
Trend Persentase Ibu Hamil dan Bersalin 5 Tahun Terakhir berdasarkan
Tenaga Pemeriksa Kehamilan di Indonesia,
Riskesdas 2010
Dan lagi-lagi pendidikan dan tingkat kemelaratan menunjukkan
eksistensinya dalam pengaruh terhadap bidang kesehatan, tak
luput juga dalam hal tenaga pemeriksa kehamilan.
Semakin berpendidikan semakin getol untuk memeriksakan
kehamilan ke petuga kesehatan, dan semakin melarat (kuintil 1)
semakin ogah untuk memeriksakan kehamilannya ke petugas
kesehatan.
Apa biaya periksa hamil ke petugas kesehatan mahal ya?
82
Piye Bu Bidan?
Persentase Ibu Hamil dan Bersalin 5 Tahun Terakhir berdasarkan
Tenaga Pemeriksa Kehamilan oleh Tenaga Kesehatan dan Karakteristik
Tingkat Pendidikan di Indonesia, Riskesdas 2010
Persentase Ibu Hamil dan Bersalin 5 Tahun Terakhir berdasarkan
Tenaga Pemeriksa Kehamilan oleh Tenaga Kesehatan dan Karakteristik
Tingkat Sosial Ekonomi di Indonesia, Riskesdas 2010
83
Kekalahan Kaum Ibu???
Sepertinya upaya untuk meningkatkan tingkat pendidikan adalah
sebuah keniscayaan, dengan daya ungkit yang sedemikian besar
terhadap hampir semua indikator kesehatan.
Dulu... upaya pemerintah menggerojok ribuan tenaga bidan ke
seluruh pelosok negeri mungkin dengan sangat cepat
meningkatkan aksesibilitas ibu hamil ke tenaga kesehatan, tapi
untuk saat ini kemungkinan upaya itu sudah cukup, karena
menjadi kurang signifikan lagi sebagai daya ungkit.
Keberadaan tenaga bidan sudah cukup tersebar merata, yang
menjadi masalah saat ini adalah kemampuan dan kemauan ibu
hamil untuk memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.
Isu digulirkannya Jampersal (Jaminan Persalinan) mungkin bisa
meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga
kesehatan, itu bila memang yang menjadi kendala utama adalah
masalah biaya.
Lha kalo ternyata karena alasannya karena periksa ke dukun
lebih nyaman? Piye jal???
84
Piye Bu Bidan?
Comment
Rifmi Utami Hmm... diriku paling sedih kalau
berdiskusi masalah ini. Masalahnya terlalu kompleks, sistemik
dan tentu harus komprehensif menanggulanginya. Seperti :
1. Upaya peningkatan pendidikan sebagai upaya peningkatan
kualitas SDM haruslah ada yang ngurusi
2. Upaya ketersediaan bidan bukan hanya dari segi kuantitas,
tapi penting dari sisi kualitas, mengingat makin banyaknya
sekolah bidan yang notabene tidak semuanya "qualified",
menyebabkan diragukannya kompetensi dalam melayani
masyarakat lebih percaya periksa di bidan senior bahkan...
3. Upaya memuaskan masyarakat dalam pelayanan, masih
sangat terasa ada ganjalan. Kontrak pelayanan yang dibuat
terkadang tidak memuaskan salah satu, terutama bagi si bidan.
Terlalu bervariasi-nya kasus, terkadang menjadi bumerang,
karena konsekuensi yang tidak selalu sama dengan yang dikontrak-kan.
4. Upaya pembiayaan persalinan telah ada sejak dulu, namun
penetapan unit cost-nya masih jauh dari layak, sehingga nakes
terkadang setengah hati melayani, sedangkan dari sisi
masyarakat, nyatanya ada sebagian besar yang masih
mengandalkan pelayanan dukun yang lebih "perhatian"
walaupun dia pemegang kartu jamkesmas atau jamkesda yang
notabene dibebaskan dari biaya apapun...
Hmm... banyak ya PR-nya... dan tidak bisa sepotong-sepotong,
harus komprehensif menanganinya, karena keterkaitan antara
satu dengan yang lain...
85
Kekalahan Kaum Ibu???
Dwitya Manies Kalo dulu dukun itu saingan bidan, tapi
sekarang dukun kan udah jadi mitra bidan. Jadi sebagai bidan
hendaknya kita bekerja sama dengan dukun, dan jika ada pasien
nyaman ke dukun, hendaknya dukun mengarahkan agar pasien
periksa ke bidan karena keterbatasan ilmu yang ada pada dukun.
Maka dari itu diperlukan kerja sama yang baik antara bidandukun. karena bidan yang berpendidikan lebih tinggi maka bidan
harus pandai-pandai mengambil simpati dari dukun agar mau
menjadi mitra kerja yang baik dengan bidan. Gak ngunu pak?
(bukan begitu pak? Red.).
Feni Novikasari Tarif bidan di kampuang sama dengan
dokter di kota.. muahallll..
Veronica Suci Fridani Di kampungku, kebanyakan ibuibu yang sedang mengandung cenderung memeriksakan ke
bidan, karena mereka percaya pada beberapa bidan yang telah
berkiprah puluhan tahun. Umumnya, mereka tahu nama bidan
hanya berdasarkan cerita dari mulut ke mulut. Tutur tinular.
Mereka juga rajin kontrol tiap bulan. Biaya melahirkan di bidan
relatif lebih murah. Berdasarkan tanya jawab, tak hanya ibu-ibu
yang berpendidikan rendah dan ekonomi sulit yang mendatangi
bidan. Baik dokter, bidan, ataupun dukun anak memiliki 'ilmu'
untuk membantu proses persalinan. Mereka bisa bekerja sama,
bisa juga bekerja sendiri, yang penting ibu dan bayinya sehat dan
selamat. Terbukti, saat akan melahirkan anak pertamaku, aku
dibantu bidan hingga bayi nyaris keluar, namun bidan dianggap
tak mempunyai wewenang, sehingga menunggu kedatangan
dokter yang pada saat itu masih membantu proses persalinan di
tempat lain.
86
Piye Bu Bidan?
Margaretha Anggara Kasih BIDAN terkadang ada
yang jual mahal pa... pasiennya sudah sakit perut... si bidan
masih asyik lihat sinetron... padahal di desa ibu-ibu itu
mengandalkan jasa si bidan dan tidak gratisan... hmmmmmmmm
Eyu Jadul Kalo menurut para tetangga yang
perekonomiannya menengah kebawah kebanyakan mereka
berkomentar para bidan sangat galak. Apalagi yang akan
melakukan proses melahirkan di BKKBN kebanyakan pas di saat
proses melahirkan berlangsung mereka di bentak-bentak karena
kemungkinan kesakitan yang mereka derita. Bisa di maklumi
lhaa.., namanya juga banyar murah jadi pelayanan dan obatnya
yaa gak sama seperti rumah sakit swasta yang bayar mahal dan
pelayanannya sangat-sangat ramah....
Heheheeee...
Agung Dwi Laksono @Mimi; sedih ga sedih, suka ga
suka... ini masalah kita! hiks...
@Duit; lha ngunu po ra? (lha begitu atau bukan? Red.)
@Feni; beneran tah?
Agung Dwi Laksono @Vero; Kerjasama yang sangat
amat tergantung dengan soft skill masing-masing tenaga
kesehatan.
@Kasih; Pan ga semuanya begitu! Cukup banyak bidan yang
kompeten dan penuh empathy
@Ayu; Tidak semua bidan!
87
Kekalahan Kaum Ibu???
Sulistyawati Itheng Apa iya ni?
Agung Dwi Laksono Ketingale pripun mak?
(kelihatannya gimana mak? Red.)
Eyu Jadul Iya juga ce.. Tapi setidaknya sebagai pelayan
masyarakat kan gak boleh gitu Um. Apa lagi dia juga wanita,
masa gak tau rasanya melahirkan..
Herannya kok malah dokter beranak cowok lebih ngerti dan lebih
sabar dari pada bidannya..
Mungkin pemerintah kudu memprogramkan posisi bidan untuk
cowok... ^_^
Sulistyawati Itheng Klo dilingkungan terdekatku bidan
dan dukun bayi bermitra dan berkolaborasinya cukup nyaman.
Biaya? masih terjangkau.
Anita Tursia Tempaan pengalaman bu bidan sepertinya
jadi modal penting utk menarik simpati bumil. Karena biasanya
dukun dipandang lebih pengalaman..
Ratna Wati Iya yah, sedih deh dengernya kalo sampe
ada yang mau ngelahirin aja terhambat biaya, apalagi cuma untuk
memeriksa tiap bulannya, lagi-lagi mentok soal biaya, di
88
Piye Bu Bidan?
kampung-kampung kayaknya lebih memilih ke dukun deh, di
samping kekeluargaan, soal biaya juga nggak jadi masalah, tuker
sama ayam seekor aja masih mau Gung!
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Ingatkah? Pada
era sekarang, mulai banyak layanan kesehatan yang balik lagi ke
model-model tradisional setelah melalui proses kaji/uji standar
sehat, misal, IMD (dulu ada waktu setelah melahirkan baru bisa
menyusui), lalu proses bersalin balik lagi ke bisa dirapatin
kakinya (dulu ‘ngangkang’ dan ngejan ampe kuat), dll. Selain ide
Jampersal, yah tak salah toh menggali lebih dalam tentang
khasanah budaya NKRI ini terkait layanan kesehatan, mogamoga aja istilah ‘dukun bersalin’ setelah dikelola dengan benar
dan sehat, setara dengan istilah bidan, dll dalam kesehatan
modern. Ini hanya soal nama, soal teknis, setiap peradaban ada
positif dan negatifnya. Mari kita gali positifnya dan
kembangkan....Salam SEHAT
Agung Dwi Laksono Terminologi 'back to nature'
memang sedang sangat 'in' digembar-gemborkan.
Perlu banyak kajian untuk meng'ilmiah'kan aset tradisi,
sementara kebijakan sudah masuk ranah kekinian, sudah kadung
terjustifikasi ke arah 'modern science'.
Memasuki kembali ranah 'tradisi', yang ternyata terganjal oleh
kebijakan yang dikembangkan sebelumnya sendiri!
*seperti menelan ludah kembali..
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Di sinilah
intervensi or efek yang kita harapkan dari etikolegal (upaya89
Kekalahan Kaum Ibu???
upaya hukum/kebijakan menuju tatanan lebih baik dan benar)
sebagai upaya kritis terhadap medikolegal (aturan
hukum/kebijakan yg sudah ada namun masih belum
mengakomodasi nilai-nilai untuk tatanan lebih baik dan benar
tadi). Ayo agen-agen humaniora dan pemberdayaan masyarakat!
Agung Dwi Laksono jiahh... balik maning ke awak!
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Weleh-weleh...
Gung... iyalah pulak.. masak mau nelan ludah sendiri trusss.. ayo
siap-siap jadi agent of change yooo.. cari teman dan kader
yokkk.... agar ludahnya bisa jadi vitamin..qiqiqi
Ella Sofa Kayaknya dah banyak komentar dan dah
mewakili apa yang ingin kusampaikan. Jadi, ganbate aja dech!
trims... dapat masukan baru juga.
Anni Haryati Papa.. ke mbah dukun tuh pake pijet lulur
barang jhe.. tapi harga tetap bersahabat.. Apa bidan-bidan kita
perlu diajari mijet juga ya... ha ha ha..njur gurune sapa..?? (terus
gurunya siapa..?? red.)
Ella Sofa Ide cemerlang Mbak Anni. Salam kenal.
90
Piye Bu Bidan?
Dwee Why Curhat ama dukun kayaknya lebih all out
sambil pijet pegel, encok, linuuuu........ kan pegel banget tu
pinggang kalau lagi mbobot, lebih nyantai. Gitu deh kayaknya.
hehehe......
Riffa Hany Kok aku nggak setuju karena faktor biaya
menyebabkan bumil gak mau periksa... kan ada jamkesmas/da..,
alasan yang paling mungkin karena ketidaktahuan atau
ketidakmauan bumil periksa dan salah satu alasan karena mereka
menganggap kehamilan itu hal yang biasa... so.. periksa diakhir
akhir kehamilan dianggap sah sah aja.., di Kediri..persalinan
dukun juga semakin sedikit kecuali dengan alasan brojol di
rumah... dan bukan lagi karena faktor sugesti atau masalah
biaya.., jadiiiii... tugas berat bidan tuk kunjungan rumah untuk
cari sasaran.....
Anisa Riza Berarti masih butuh beberapa tahun lagi ya,
untuk jadi 100%.. hehe...
Hernah Lokaria Capeek deh... mutu pendidikan bidan
kurang... banyak bidan gak profesional kayanya (kalo di
tempatku)...
Vita Darmawati Iye... memang permasalahan komplek,
perlu dikaji dengan matang semua aspek, sehingga dapat
ditemukan kebijakan yang tepat! Tidak cukup hanya dengan
91
Kekalahan Kaum Ibu???
Jampersal, buktinya dengan Jamkesmas saja masih tidak
terserap... akhirnya hanya akan timbul masalah baru...
92
Nasib Si Miskin dan Si Bodoh... LAGI!
Nasib Si Miskin dan Bodoh... LAGI!
Monday, June 28, 2010 at 5:15am
Morning friends,
Kita sudah sama-sama tahu dan mengerti bahwa negeri ini,
memiliki angka kematian ibu yang meski telah menjadi lebih
baik dari tahun ke tahun tetapi tetap memiliki rangking yang
cukup moncer di ASEAN.
Dalam World Health Statistic 2009 (di publish WHO dengan
acuan data tahun 2005) Angka Kematian Ibu di Indonesia berada
pada posisi 420 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini
merupakan nominator tertinggi di Asia Tenggara.
Sebagai pembanding dapat dilihat Angka Kematian Ibu di
Negara tetangga berikut;
- Brunei Darussalam: 13;
- Singapura: 14;
93
Kekalahan Kaum Ibu???
- Malaysia: 62;
- Vietnam:150;
- Philipina: 230;
- Myanmar:380.
***
Angka Kematian Ibu dan juga Angka Kematian Anak selalu saja,
dan mau tidak mau sangad berkaitan erat dengan penolong
persalinan. Data penolong persalinan yang menggunakan dukun
bayi di 5 propinsi paling timur Indonesia menunjukkan angka
yang sangat memprihatinkan.
Persentase Ibu Mempunyai Bayi menurut Penolong Persalinan Pertama
(dukun bayi) dan Provinsi, Riskesdas 2007
Angka penolong persalinan pertama pada dukun bayi yang lebih
rendah pada Propinsi Papua maupun Papua Barat bukan berarti
ditolong oleh tenaga kesehatan, melainkan ditolong oleh
keluarganya sendiri. *sigh*
Dan sudah menjadi common sense bahwa pemilihan tenaga
persalinan juga dipengaruhi oleh pendidikan ibu maupun tingkat
sosial ekonomi dari keluarga tersebut.
94
Nasib Si Miskin dan Si Bodoh... LAGI!
Persentase Ibu Mempunyai Bayi menurut Penolong Persalinan Pertama
dan Karakteristik Responden (Pendidikan) di Lima Provinsi,
Riskesdas 2007
Persentase Ibu Mempunyai Bayi menurut Penolong Persalinan Pertama
dan Karakteristik Responden (Kuintil Tingkat Pengeluaran PerKapita
PerTahun) di Lima Provinsi, Riskesdas 2007
95
Kekalahan Kaum Ibu???
Terlihat bukan? Bahwa tingkat pendidikan ibu berbanding lurus
dengan persentase tenaga penolong persalinan pertama pada
petugas kesehatan (bidan/dokter).
Dan juga hal yang sama terlihat pada ibu bersalin dengan status
sosial ekonomi yang lebih tinggi (kuintil 5) menjadi lebih
cenderung memilih tenaga persalinan dari tenaga kesehatan.
***
Dalam pandangan saya, fakta ini sudah diketahui berpuluh-puluh
tahun silam, tetapi upaya terintegrasi yang berdasarkan fakta ini
tetap saja kurang menjadi perhatian.
Bagi peneliti klasik* (*baca 'senior'), selalu saja beranggapan
bahwa pendidikan maupun tingkat sosial ekonomi merupakan
variabel mati, yang tidak bisa diutak-utik atau dicarikan
solusinya.
"klo sudah ketemu bahwa ibu yang memilih bersalin pada dukun
bayi kebanyakan adalah lulusan SD dan juga miskin, trus mau
apa? apa ibu2 yang miskin trus dikasih uang biar kaya? ato
disekolahin semua biar pinter?"
Hehehe... jawaban ini yang selalu muncul setiap kali ada fakta
yang demikian! Ato jangan-jangan kita juga ikut berpendapat
demikian? hahaha...
please deh...
Dalam pandangan saya, sekali lagi dalam pandangan saya, tidak
seharusnya kita hanya berpikir solusi sesaat, yang dengan instan
bisa mengatasi semua masalah. Konyol banged bila solusinya
adalah menyekolahkan ibu-ibu yang sudah expired umur
sekolahnya (meski dilontarkan dengan gaya sinis dan nada
guyon).
96
Nasib Si Miskin dan Si Bodoh... LAGI!
Sudah saatnya kita mulai berpikir dengan strategi 2-3 langkah ke
depan, 2-3 langkah generasi berikutnya. ato kita tetap diam saja
dan mencibir orang bodoh dan miskin memang sudah nasibnya
ditakdirkan seperti itu...
97
Kekalahan Kaum Ibu???
Comment
Rifmi Utami ngomongin MMR, mungkin aku yg paling
nangis (hiks hiks.. tak henti-henti)... Sumenep nomor 1 terbanyak
di Jatim angka kematian ibunya...
Komplit di semua indikator terkait : ya...LINAKESnya rendah,
MMR dan IMRnya tinggi, belum lagi kejadian Tetanus
neonatorum...
Aku speechless deh, bingung dari mana mau memulai....???
(nangis lagi mode on....)
Agung Dwi Laksono Agak miris juga dengan saudara
kita di sono! Yang pendidikan bukanlah prioritas, mereka amat
sayang bila uang digunakan hanya untuk nguliahin anak, lebih
baik buat usaha katanya.
Aku punya obsesi di pulau yang satu ini, tapi tetep aja belon
terlaksana. Menurutku perlu digali faktor pendekatan yang lain,
terutama pendekatan budaya setempat, ato justru Suramadu
sudah mampu memberi culture shock baru?
Lidwina Yanuar Sedih ya, melihat kenyataan yang ada..
di Papua, bagaimana MMR gak mau tinggi, di pedalamanpedalaman beban kerja perempuan begitu berat, pengalaman ku
melihat kehidupan perempuan Asmat, sungguh miris..
perempuan Asmat harus pangkur sagu, menjaring ikan di laut,
mencari kayu bakar di hutan, menyiapkan makanan untuk para
laki-laki dan anak-anak.. dan kalo makanan masih sisa, barulah
bisa makan.
Dengan keadaan demikian, bagaimana mungkin perempuan
98
Nasib Si Miskin dan Si Bodoh... LAGI!
Asmat siap untuk melahirkan dalam kondisi prima? belum lagi
infeksi malaria yang menjadi ancaman nomor wahid!
Lengkaplah penderitaan perempuan Asmat.
Tidak heran kan, AKI tinggi? :(
Agung Dwi Laksono Fiuuuuhhhh...
*speechless*
Ade Ayu Gak bisa komen um... Kasian aja liat nasib
rakyat Indonesia yang gak merata. Di mana yang kaya semakin
makmur dan yang miskin makin terpuruk. Dimana kemajuan
tehnologi udah mainan anak kecil sedangkan di tempat lain
banyak orang gak bisa baca.. Sungguh tragis banget melihat
kekayaan alam kita yang justru di daerah terpencil banyak
mendatangkan devisa negara tapi anehnya daerah itu masih
terbelakang..
Nasib...nasib...!!!
Mely Lumbantoruan belum lagi kalau ngomongin akses
transportasi (masa bumil harus jalan kaki 2 jam untuk ke
Puskesmas??), kayaknya masalahnya ga brenti-brenti
lho, solusinya memang harus integratif baik yang instan dan non
instan. Tapi masalahnya (masalah lageee..), program-program
integratif ini loh yang kurang diminati, maunya jalan sendirisendiri aje..
99
Kekalahan Kaum Ibu???
Hanifa Denny Negara kita besar, hampir sama luasnya
dengan US, lihat di peta wuih semangat untuk terus memajukan
Indonesia, nach begitu lihat Metro TV streaming, mati dech
sekujur semangatku karena sedih lihat politician hanya ingin
memajukan kantong golongan bahkan pribadi. Artis juga berebut
daftar jadi politician, tanpa tahu betul bagaimana rakyat hidup
dan bagaimana memajukan Indonesia... Aku bingung....
termangu, hanya .. yeach sinau dulu ahhhh ben ujian lancar, cum
laude trus segera pulang ikut apalah yang penting berkarya di
Indonesia! Salam....
Sita Rara Nggak usah di pedalaman mas... di kota
sebesar Surabaya aja masih begitu banyaknya wanita-wanita
yang seperti itu dan kematian ibu dan anak... yah kita mungkin
hanya bisa mengatasinya secara berkala mas... dan tidak
semudah membalik telapak tangan itu mas...
Hanifa Denny Iya emang Mbak Sita, belum lagi bila
bicara praktek gizi sederhana.. ok ok kita agendakan terus..
Salam dari PERSAKMI.
Didik Supriyadi Kesehatan di Indonesia kalo ditanganin
secara parsial ya gini-gini thok jadinya. Apalagi jika dikaitkan
dengan metode pendidikan kita yang hanya mengedepankan
kekayaan teori miskin implementasi.
100
Nasib Si Miskin dan Si Bodoh... LAGI!
Hanifa Denny Ketika kita di Indonesia, kita sering
menyalahkan sistem pendidikan kita, ketika kita keliling dunia,
kita baru merasa berterima kasih ternyata sistem pendidikan kita
implementatif, bisa dech di coba ke FK UNDIP, FKM UNDIP
dan S2 nya.... Eh pendidikan SD sampai menengah juga
ternayata bagus memberi banyak wawasan dan makna yang kaya
akan adanya BHINEKA TUNGGAL IKA, yang mesti di
perhatikan cuma politisinya...
Hanifa Denny Wow banyak juga dech temen-temen di
US ini akan coba ambil kuliah lapangan di S2 kita, menambah
angkatan ini yang berasal dari Eropa dan Afrika di S2 Promkes
Undip.
Didik Supriyadi Bicara politisi, berarti bcr pola pikir
walaupun pola pikir kepentingan. Pola pikir bersumber dari cara
pandang yang berasal dari wawasan dan pengalaman.
Ardiansyah Eni Wadoow... topik pembicaraan dan
komentarnya berat! meski aku SKM tapi ga nyampe IQnya nih
*_*, masih kurang ilmunya, but thanks sudah nambak khasanah
ilmu pengetahuanku ya papa.
Riffa Hany Sosial budaya di negara memang masih
percaya ama yang berbau bau tradisional (mistik) mayoritas yang
masih melahirkan di dukun karena alasan bahwa mbah dukunnya
101
Kekalahan Kaum Ibu???
mempunyai kemampuan supranatural dan pelayanannya sangat
komplet plet... all in baik untuk ibu dan bayi..., kayaknye
diperlukan kalee yeeeee, nakes kita punya kemampuan setara.....,
example... pijat ibu dan bayi dimulai dari itulah... masyarakat
percaya bahwa nakes kita bukan hanya trampil di bidang medis
tapi juga ‘keilmuan’ lain..., kalau mau ningkatin pendidikan ibu
kayaknya kelamaan..., mending nakesnya aja yang dikasih jurus
jitu menaklukan hati masyarakat yang masih percaya dengan halhal tradisional......, setuju....?????
Christine Indrawati Pengambil keputusan dalam
keluarga yang berkait penolong persalinan masih didominasi
para sesepuh. Itu yang membuat ibu-ibu muda tak berdaya
menolak keputusan bersalin di dukun bayi. Tapi ada harapan
bahwa 20-25 tahun ke depan saat ibu muda itu menjadi
pengambil keputusan, akan ada perubahan penolong persalinan.
Tapi kok masih lamaaaaa yaaa?
Ratna Wati Buat aku orang awam.., sedih banget
melihat kenyataan seperti ini, bukan tidak mungkin, masih
banyak daerah-daerah semacam Papua, yang belum mendapat
perhatian dari pemerintah, lha wong pemerintah kurang, bahkan
belum, menangani hal semacam ini, dengan kesadaran, dan
serius!
102
Ada Apa dengan Kita???
Ada Apa Dengan Kita???
Monday, September 6, 2010 at 5:12am
"pecahkan saja gelasnya biar ramai... biar mengaduh sampai
gaduh!'''
Gud morning my preeeend…
Pagi ini kembali kita akan disuguhi beberapa kenyataan yang
mungkin akan mencengangkan kita… beberapa mungkin akan
shock! Ato bahkan mungkin pingsan ketika tahu kenyataannya!
*tapiiiii… please biasa aja deeeeh…
***
103
Kekalahan Kaum Ibu???
Pada Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun
2007 disebutkan bahwa 7,9%
wanita yang pernah menikah di
Indonesia menyatakan pernah
berhubungan seks sebelum
berumur 15 taon!
Sedang laki-lakinya hanya 0,2%
yang mengaku.
*kaget nggaaaak?
Kok nggak kaget sih? angkanya
terlalu kecil yak? baiklah…
Klo… 13,5% wanita berumur 15-19 tahun yang pernah menikah
di Indonesia menyatakan pernah berhubungan seks sebelum
berumur 15 taon!
*nggak kaget juga? Hmm… keknya kudu diperiksa deh standar
sosialnya…
Klo… 26,2% wanita berumur berumur 15-17 tahun yang pernah
menikah di Indonesia menyatakan pernah berhubungan seks
sebelum berumur 15 taon!
*klo gak kaget juga… awas yak!
***
Survey rutin empat tahun sekali besutan BPS ini dilakukan
bekerja sama dengan BKKBN, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia dan juga Macro International dari USA.
104
Ada Apa dengan Kita???
Total sebanyak 4.939 wanita dari seluruh pelosok nusantara yang
pernah menikah yang menjawab pertanyaan ini. 845 wanita yang
berumur 15-19 taon, dan 271 yang berumur antara 15-17 taon.
Yang cukup mengejutkan adalah bahwa kejadian ini lebih
banyak terjadi di perdesaan, yaitu sebanyak 10,6%! Persentase
yang jauh lebih kecil dibanding dengan perkotaan 3,6%.
*Masyarakat perdesaan lebih permisif???
105
Kekalahan Kaum Ibu???
Dan justru kejadian ini lebih sering terjadi pada masyarakat
dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Kecenderungannya adalah
semakin miskin semakin permisif.
Dan kembali lagi betapa pendidikan sangad berpengaruh
terhadap segala aspek kehidupan menemui penegasannya.
Dan… terus terang saya menjadi ragu untuk memaknai informasi
ini.
saya menjadi takut salah omong.
Jadi sampeyan-sampeyan saja ya yang memaknainya sendiri
Please…
106
Ada Apa dengan Kita???
Comment
Sulistyawati Itheng Huh... diskusi pagii sekali, isinya
nyesak dihati....!!!
Momo Sudarmo Saya kira angka sebenarnya lebih
besar...
Haid pertama dan mimpi basah makin muda, didukung ‘sarana’
yang makin lengkap : hand phone, warnet, sarana hiburan dan
tempat-tempat yang makin permisif.
Tidak ada yang bisa bikin kaget.
Agung Dwi Laksono hmm... sudah lumrah rupanya...
Sulistyawati Itheng Gung, aku kok lungkrah, kamu
bilang sudah lumrah....
Agung Dwi Laksono Lha kata Pak Momo angka
sebenarnya lebih besar!
berarti sudah lumrah to mak? Sudah biasa...
Momo Sudarmo Dok, intelektual kita masih suka
terkaget-kaget kalo dihadapkan data-data ilmiah... Ada resistensi
107
Kekalahan Kaum Ibu???
kuat, ga tau kenapa?
Itu mungkin kultur kita yang mencetak orang ‘gumunan’...
(gampang heran, red.)
Tercermin di masyarakat, sangat mudah menyatakan sesuatu
adalah ‘ajaib’ misalnya kambing bertanduk empat, pohon kelapa
bercabang dan ribuan ‘keajaiban’ lain... Padahal secara ilmiah
(yang dianut kaum intelektual) tidak ada yang ajaib. Tuhan pun
tidak obral mukjizat...
Agung Dwi Laksono Mungkin bagi temen-temen yang
biasa berkecimpung dalam LSM terkait AIDS, anak jalanan, ato
lokalisasi bisa jadi angka tersebut biasa saja Pak Momo.
Tapi bagi yang tidak pernah terpapar hal beginian, ini bisa
menjadi pukulan telak bagi budaya yang diagung-agungkan di
negeri yang katanya sangat berbudaya ini.
Terlalu banyak yang ditutupi, terlalu banyak yang
disembunyikan... dalam kemasan budaya adiluhung.
Momo Sudarmo Survey-survey sejenis selalu
mengundang kecaman keras bahkan caci maki dari berbagai
khalayak...
Kalau itu khalayak kebanyakan masih bisa dimaklumi karena
merasa terpukul dan masih tergagap-gagap dengan satu
kenyataan... Nah kalo kaum intelektualnya juga???
Momo Sudarmo Ya mas Agung itu correct banget...
Di kalangan LSM dan lembaga-lembaga survey juga kaget
dengan data yg mereka dapat, tapi itu tetap dianggap sebagai
108
Ada Apa dengan Kita???
relitas yang mengagetkan, dan tidak ada resistensi terhadap data
yang mereka dapat.
Agung Dwi Laksono Hahaha...
justru kaum intelektual jauh lebih terkotak-kotak!
Terkotak-kotak pada keilmuan masing-masing, yang membuat
jadi terbutakan dengan realitas di bidang keilmuan lainnya.
Feni Novikasari Icip-icip dulu boz..
Agnes Endang Siswahyuni Terus kita mau apa..?
Manusia penuh dengan naluri keingintahuan... prihatin juga
ternyata dengan agama (untuk sebagian orang) tidak cukup untuk
membentuk perilaku yang seharusnya. Biarlah semua berjalan
apa adanya, kita jaga anak-anak kita agar tahu yang seharusnya
terjadi...
Farida Handayani Skm Saya ndak kaget pak soalnya di
salah satu Puskesmas untuk CPW (calon pengantin wanita) harus
PP test (tes untuk mendeteksi kehamilan, red.), dan hasilnya
lebih 50% positif hamil. Pendidikan seks sebaiknya sejak dini
dan pendidikan agama ditambahi. Naudzubillah min dzalik.
Siu Kim Gung.. Mama Kim no comment.. cuma bilang
makasi aja... met pagi .. GBU..
109
Kekalahan Kaum Ibu???
Rifmi Utami Aku juga ngga kaget... cuman permissifnya di pedesaan juga perlu dipertanyakan. Aku yang hidup di
pedesaan, melihat lain... disini pernikahan dini tumbuh subur,
sejak SD anak perempuannya sudah ada yang mesen
(ditunangkan, red.), trus sebagian besar lulus SMP atau bahkan
belum lulus SMP, mereka sudah dinikahkan, dan mereka dipaksa
untuk merasai hubungan seksual dini yang di’legal’kan... Tapi
definisi legal juga perlu dipertanyakan, karena nyatanya catatan
pernikahan itu tak pernah dilaporkan alias nikah sirri (rahasia,
red), karena kita tahu di KUA standar usia nikah minimal usia 16
tahun...
hmm....masih permissif-kah????....
Tite Kabul Karena biaya nikah untuk masyarakat
dengan tingkat sosial ekonomi rendah dirasakan terlalu mahal....
makanya sekarang ini sering kita lihat ada dermawan yang
menyelenggarakan pernikahan masal... dan ternyata
partisipannya banyak.... salut deh sama penderma ini.
Rachmat Hargono Sayangnya dukungan untuk
pendidikan kespro (kesehatan reproduksi, red.) masih belum
mendapat dukungan sepenuhnya terutama dari Diknas (Dinas
Pendidikan Nasional, red.). Mereka masih bersikap responsif, klo
ada anak sekolah yang hamil baru gaduh.....
Diknas sebenernya telah melakukan workshop untuk
mengintegrasikan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill
Education) tentang kespro dan pencegahan HIV dengan
didukung UNICEF...... tapi sampai sekarang kok gak kedengaran
lagi gaungnya.
110
Ada Apa dengan Kita???
Anyway....mari kita peduli dan melakukan sesuatu untuk
merespons masalah ini..... Ayo sapa mau gabung.....
Ratna Wati Miris banget sih!...kemiskinan, kebodohan,
perkawinan dini, hubungan seks yang belum semestinya,
hemmh!.. Sedih deh!
Gung, tuh mestinya tugas/PR pemerintah, untuk lebih fokus
menyikapi hal ini, ketimbang merengek minta gedung yang multi
fasilitas, iya ga siiih??!!
Evie Sopacua Mas Agung, lebih banyak di pedesaan
dan tinkat sosial ekonomi rendah karena mereka mau menjawab..
tapi yang di kota dan sosial ekonomi menengah ke atas rendah
karena menolak menjawab??
Agung Dwi Laksono Hmmm... solusinyaaaa???
Ria Dewi No comment... makasih and selamat pagi....
semoga besok pagi ada suguhan lagi dan yang lebih mengaget
kan lagi dari ini, xixixixi.....
Christine Indrawati Realitasnya pasti lebih gede deh
Gung.. di kotaku aja, aku ngisi materi kespro dan ada survey
kecil-kecilan di level SMA angka pengakuan cowok dan cewek
total yang mengaku pernah melakukan hubungan seks
111
Kekalahan Kaum Ibu???
menyentuh angka 30%, dan dilakukan sejak mereka SMP, lebih
dari 1 kali. Jadi ngeri membayangkan 10 tahun ke depan jadi
kayak apa ya kira-kira fenomena ini..
Ilham Akhsanu Ridlo Duh duh...whheeeewwwww
*kaget*
Evi Sulistyorini Hmmm... fenomena gunung es......
Dyah Yusuf Mau tambah pingsan gak, jangan bilangbilang ya, ditempatku tiap mempelai yang mau imunisasi TT
wajib tes urin... hasilnya...? adakadabra...! Tahun 2009 ada 44%
positif! *nggeblag.com*
Dwee Why Haahhh??!! Malem-malem jadi melek nie,
telat baca.
Naudzubillah min dzalik. Sepertinya perlu diadakan pendidikan
khusus untuk mencegah hal itu, sama seperti pencanangan materi
tahfiz di sekolah-sekolah yang diperjuangkan para ustadz-ustadz.
Pendidikan seks usia dini yang disesuaikan tingkatan umur
dipandang perlu disamping memperbanyak asupan ilmu agama.
Mengurangi asupan film-film/input-input yang membuat rusak
moral bangsa.
Hufh... jadi gemes sendiri dan takut dengan 'gimana anak-anak
kita kelak?'.
112
Ada Apa dengan Kita???
Herlinasusialenni Lenni Sebelum jam 24 malam tit,
sebagai petugas yang bertugas di IGD, saya akui pasien yang
mau melahirkan rata-rata untuk anak pertama usia mereka
dibawah 20 tahun! Tapi bila mau diteliti silahkan biar lebih
validasi datanya, jadi usia 17 tahun adalah usia puncak untuk
reproduksi terjadinya konsepsi pada manusia yang dibuahi
mungkin begitu hukum imbal balik, maaf bila keliru berucap
untuk diskusi tengah malam ini yang asyik banget.
Syafaat Tora Tora Aku..... Ah malu ah....
Nike Goenawan Astagfirullah al adzim........ membuat
prihatin.....
Riffa Hany Kalau begitu..., pelajaran kesehatan
reproduksi remaja harus lebih digiatkan lagi..., materi bukan lagi
hanya mencegah mereka berhubungan seks tapi juga bagaimana
melakukan hubungan seks yang aman, SETUJU.....????
113
Kekalahan Kaum Ibu???
114
Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit...
Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit...
Monday, January 3, 2011 at 4:48am
Dear all,
Semangad pageeeee!
Senin pertama di tahun 2011… semoga segala kebaikan betah
berlama-lama bersama kita!
Menyambung diskusi minggu lalu tentang trend penolong
persalinan selama tahun 2005-2009 yang masih menyisakan
kenangan pahit dengan masih adanya penolong persalinan
pertama-terakhir dari tenaga kesehatan ke non tenaga kesehatan.
Kali ini kita coba untuk lebih detail… golongan kelompok sosial
ekonomi mana yang kebanyakan menggunakan praktek penolong
persalinan seperti ini.
115
Kekalahan Kaum Ibu???
Dalam menyajikan tenaga penolong persalinan ‘pertamaterakhir’ ke ‘tenaga kesehatan-non tenaga kesehatan’, selain saya
rinci berdasarkan tingkat sosial ekonomi, juga saya bedakan
antara di daerah perdesaan dan perkotaan.
So… tiga variable dalam satu gambar…
Bagaimana?
Mumet nggak liat faktanya?
Melihat gambar tersebut… untuk daerah perkotaan keliatan
wajar-wajar saja.
Terlihat kecenderungan bahwa semakin kaya (kuintil 5) semakin
meninggalkan pola penolong persalinan ‘tenaga kesehatan-non
tenaga kesehatan’.
116
Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit...
Tapi di perdesaan???
Hampir sama sekali tidak terlihat kecenderungan tersebut!
Justru persentase terbanyak ada di kuintil 5 (paling kaya).
So… pengambilan keputusan penolong persalinan pada ibu2 di
perdesaan terjadi bukan karena alasan kondisi keuangan!
Banyak alasan bisa menjadi latar belakang pengambilan
keputusan tersebut. Mungkin karena sudah terbiasa melahirkan di
dukun, mungkin karna rujukan dari orang-orang tua yang
memang hanya mengenal dukun, mungkin juga karna service di
dukun lebih manusiawi…
Tapi yang jelas mereka meninggalkan ‘tenaga kesehatan’ untuk
penolong persalinannya!
Apa alasan sebenarnya? Sampeyan yang orang lapangan
mungkin juaoh lebih mengerti.
please share…
117
Kekalahan Kaum Ibu???
Comment
Rifmi Utami Pertamanya-kah...?? Yang jelas masalah
pengambil keputusan untuk penentu penolong persalinan di
tempatku bekerja yang notabene ‘ndueeesoo’, adalah sebagian
besar murni bukan dari pasutri (pasangan suami-istri, red.) yang
mau punya anak, seksi sibuknya adalah (1) Ortu mereka, aku
pikir salahe dewe nikahin anak kok sik cilik kabeh (salah sendiri
nikahin anak kok masih kecil semua, red.), so...yang belingsatan
mereka, terutama dalam hal cari duitnya, (2) Tokoh agama,
hmm...mungkin tak banyak faktor beginian di tempat lain, tapi di
tempatku, kadang yang menentukan jam/waktu dia mau
melahirkan adalah ‘toga’ (tokoh agama, red.) tersebut, tak ayal
kematian maternal karena partus kasep banyak disitu...
Sedemikian itu kondisi masyarakat kita, yang sepertinya ngga
punya daya bahkan untuk menentukan keputusan untuk
menyelamatkan hidupnya sendiri dan generasi penerusnya...
Mungkin tak sekedar bicara sepotong-sepotong mas, kita harus
mengkajinya lebih komprehensif...
Tite Kabul Di pedesaan, biasanya dukun beranak
(paraji dalam bahasa Sunda) dibawah bimbingan bidan desa, jadi
pada saat melahirkan, kalau bidan desanya tidak ditempat (“ada
ngak yaaa data yang menggambarkan bidan desa yang menjadi
penduduk setempat?”) yaaa mereka ditolong oleh sang paraji
terlatih..... bukankah sekarang banyak desa yang tidak memiliki
bidan desa yang tinggal didesa tersebut?...
Jadi saya yakin, bukan karena ujug-ujug (sekonyong-konyong,
red.) pindah dari nakes ke non nakes.
118
Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit...
Agung Dwi Laksono @Mimi; Aku punya target kajian
tersendiri untuk Pulau Madura. Semoga bisa difasilitasi juragan
Puslit..
@Bu Tite; Negara kita terlampau luas mam! Setiap daerah
memiliki faktanya sendiri! Pun memerlukan penanganan yang
spesifik lokal..
Feni Novikasari Makin paraaaaaah ik..
Rifmi Utami Beberapa mahasiswa bidanku, ada yang
menulis penelitian (KTI) tentang faktor budaya dalam hal
penentuan pengambil keputusan penolong persalinan, mungkin
berguna...silahkan mas...!!
Ada lagi penyebab mereka lebih menoleh ke non nakes (dukun)...
adalah karena ketelatenan mereka ‘ngopeni’ (melayani, red.), dan
juga karena ‘ewuh-pekewuh’ (rasa sungkan, red.) mereka, karena
turun-temurun telah menggunakan jasa sang dukun.
Nah lho, kalo sudah masalah rasa beginian, sulit lho untuk
memindah orientasi mereka ‘ke lain hati’, hehehe.... kayak
lagunya si Katon...’tak bisa ke lain hati’....
Laraz Raraz' Aty Kang mas bahaya buat apa ke dukun
ha ha ha..
119
Kekalahan Kaum Ibu???
Ratna Wati Negara kita beragam dengan suku bangsa
dan adat istiadatnya, yang tiap daerah (terutama pedalaman
memegang teguh nilai-nilai adat, dan 'kepercayaan'.
Dukun beranak sudah pasti memegang peranan penting, boleh
dikata 'pejabat' yang konon masih amat di'percaya' dan pastinya
sangat diandalkan keberadaannya secara turun temurun (erat
mengakar) sudah tradisi bro!
Tanpa harus pusing mikir biaya persalinan, tuker jasa pake
setandan pisang, jadilah!
Disamping itu pula letak geografis yang tidak mudah
menjangkau tenaga medis (belum menyebar ke pelosok) jadi apa
boleh buat kan?!
Tak ada bidan, dukunpun bertindak!!
Ilham Akhsanu Ridlo Sekali lagi siapa rujukan di
keluarga yang memegang kunci sukses atau peran untuk
mendorong si ibu mau dibawa ke mbah dukun. Yang ke-dua
masih alasan klasik mungkin tentang persepsi atau mungkin
realitanya mbah dukun lebih ‘santun’ secara adat..heheheh..
Ade Ayu Sek ta lhaa um... tak meteng disek.., mengko
tak coba periksa nang dukun ma nang bidan... (sebentar dulu om,
tak hamil dulu..., nanti tak coba periksa ke dukun dan ke bidan,
red.)
Rachmat Hargono Fantastic!!!!
Very valuable comment from the field....
Ternyata banyak info dari lapangan yang tidak masuk dalam
120
Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit...
bahasan waktu kuliah.....
Bagaimana kalau pengalaman lapangan teman-teman itu
dibukukan...? Ato ada wadah untuk sharing (berbagi, red.) kayak
buletin gitu.....
Ayo Agung ...tugas Puslit tuch...... Ato sapa yang bersedia....
Ilham...?
Anita Tursia Mungkin perlu dikaji tingkat pengetahuan
ibu-ibu didesa tentang pengetahuan mereka tentang bidan dan
dukun beranak, karena menurut teori Bloom pengetahuan
mempengaruhi tindakan seseorang.. (ciieeeehhh sok pake teori
lagi...hehe...)
Agung Dwi Laksono @Pak Rachmat; Sedang coba
disiapkan sebagai ladang tempur Labsos pak boss!
@Ilham; terlalu banyak kemungkinan! Perlu didalami secara
evidence based
@Nit; Emang perlu
Riffa Hany Om Agung..., kenapa tetep di dukun coz...
dukun pelayanannya plus plus loh....!!!! Plus ditungguin, dipijet,
dimandiin, di beri jampi-jampi, ketenangan lahir batin, bayi
dimandikan sampai selapan (empat puluh hari, red), kalau mau
pijat bayinya selalu bersedia..., nah loh...., padahal bayarnya
hampir sama dengan di bidan, kayaknya kurikulum pendidikan
bidan peru ditambahkan cara pijat ibu dan bayi.....
121
Kekalahan Kaum Ibu???
Anni Haryati nha khan.... pola kesertaan dan
pendampingan ternyata itu yg diharapkan costumernya ( di desa),
hommy, happy, save (?) and care (seperti di rumah,
menyenangkan, aman? dan perhatian, red.) ..hiks.. belum
jamunya itu.. weleh.... nanti kalo nggak manut bisa-bisa
diprenguti (dicemberuti, red) mertua... Tiap daerah sepertinya
pola seperti ini. Di pedesaan hal-hal yang di luar ‘kebiasaan’
sering dianggap tabu, nyeleneh (berbeda dengan kebiasaan
umum, red).. klo ada apa-apanya... ya karena kuwalat.. hiks..
hiks... Kalo diberi pengetahuan saat mau nikah gimana ya..???
Ada nggak ya bimbel (bimbingan belajar, red) pra nikah dan
menjadi ibu ??? haiiyyyaaahhh,....
Christine Indrawati masih butuh waktu satu generasi
lagi (wiihh berapa lama ya? hehe..) untuk menghapus ato
menurunkan ke titik terendah persalinan dukun kayaknya. Tapi
sebelum itu terjadi, PR kita sebagai petugas kesehatan untuk
tidak lelah memberi penyuluhan dan pengetahuan tentang
persalinan nakes kepada bumil yang di desa (utamanya) agar
mereka lebih bisa memahami kenapa kudu (harus, red.) ke nakes
untuk bersalin. Setuju sama Mbak Riffa, kurikulum bidan
ditambah materi pijat bayi deh..
Uly Giznawati : masih belajar tentang semua itu di atas
juga tentang penolong persalinan.
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Tunggu dulu...
Gung.. itu data perkotaan, emang di kota tempat ngumpulin data,
122
Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit...
masih ada praktek dukun beranak? Mohon info.
Trus, ini pengumpulan data pengetahuan saja atau sikap saja atau
tindakan saja? Atau bagaimana? Aku mau tahu lebih detil...boleh
yak?
Setuju bahwa faktor keuangan saja bukan penentu pemilihan
untuk persalinan. Setuju juga perlu bukti/fakta lapangan lebih
lanjut (spesifik lokal, dll). Dan juga setuju bila upaya/layanan
kesehatan (termasuk persalinan) bisa mengakomodasi spesifik
lokal daerah layanan.
Ngusul nih, mungkin, memperhatikan budaya bangsa kita,
ketokohan dan pengalaman orang lain dalam memilih lebih
dominan menjadi acuan untuk melakukan pilihan-pilihan. Ini
mungkin berpengaruh juga dalam hal pemilihan persalinan ini.
Hehehe masuk-masukin prinsip-prinsip ekonomi ke sini bisa
kan?
Jadi wajar, kalo masih ada keluarga/pasutri dengan tingkat
pendidikan dan penghasilan yang lebih dari rerata, masih ada
yang memilih non nakes.
Viva bro n sis. Salam SEHAT
Agung Dwi Laksono Kategori desa/kota versi BPS
tidak sama dengan pengertian secara 'administratif'! Ada
beberapa kriteria suatu daerah dikategorikan kota. Misalnya
keberadaan fasilitas, akses ke pelayanan publik, dsb.
'Persalinan' bukanlah data 'pengetahuan'! Ini tentang 'tindakan' yg
sudah dilakukan 5 taon ke belakang...
123
Kekalahan Kaum Ibu???
Arih Diyaning Intiasari Masuk akal lho pak... kebetulan
aku tinggal di rural.. tahu betul bahwa hanya orang yang punya
duit lebih saja yang bisa menggunakan jasa dukun... dukun bayi
tidak menolong persalinan, tetapi mendampingi ibu selama masa
partus dan post partum sampai nifas 40 hari... (dipijat ibu dan
bayinya) dan itu bisa menghabiskan dana sampai 300-400
ribuan... diluar biaya persalinan.....
Arih Diyaning Intiasari Budaya untuk menggunakan
jasa dukun bayi itu tidak bisa dihapus begitu saja.... bahkan
ditempatku di Kabupaten Purbalingga pun diadakan pertemuan
antar dukun bayi yang difasilitasi puskesmas setiap minggunya....
banyak faktor yang harus dipertimbangkan...
Ilham Akhsanu Ridlo Pap, kalau mau perang di Labsos
mau dunk saya diajak.. jadi apapun deh..heheheh..
Nike Goenawan Kepercayaan... mitos...dan
budaya.....dari orang yang dianggap tahu.
Ella Sofa Saya setuju klo bikin buku mengenai itu.
boleh nyumbang tulisan?
124
Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit...
Rachmad Pg Jamannya sudah jaman sinergi,
networking dan saling toleran.... mestinya begitu pula dengan
hubungan antara tenaga kesehatan dan tradisional (dukun bayi).
Labsosnya salah satunya diarahkan yo opo (bagaimana, red.)
sinergi itu dibentuk?
Agung Dwi Laksono Keknya diskusi lebih banyak
berkembang utk 'sinergi'!
Meski penentang paling banyak pada akhirnya adalah spesialis
obgyn.
Bisa saja di rancang beberapa skenario untuk membandingkan
plan mana yang lebih baik.
Nulis buku? Keknya memang harus dilakukan sebagai bahan
hasil kajian...
Nagiot Cansalony Salomo Tambunan Yup...keyword
nya SINERGI.....pegang erat-erat Gung.....jangan lepas....
hehehe... Salam SEHAT
Femmy Skotia Sorry Gung, Guwa kurang paham
dengan soal dukun branak. Kalo denger kata Dukun Beranak,
kesannya kayak di pilem-pilem jaman dulu, kayak jaman Mak
Wok, Suzana dll. Hehehe... tapi kalo baca komen teman-teman
diatas, kayaknya asyik juga tuh ada pijat plusnya..^^ Tapi kalo
minum jamunya sih ogah! :-D.
125
Kekalahan Kaum Ibu???
Rachmad Pg Iya....ayo sinergi bareng ke pijat
plusnya..... qiqiqi
Femmy Skotia @Rahmad : *saya lagi kambuh sakit
gigi. Jangan ajak ketawa*
Rachmad Pg Wkwkwkwkwkwkwk................... tak
anterin periksa gigi yuk...
Rachmad Pg Iya uda dilanjut diskusinya...ntar
dimarahin Papa Agung....
Agung Dwi Laksono @Femmy; jiaahh... Lama bener
nongolnya? Nyamar jadi dukun beranak loe?
Femmy Skotia Gak nyamar. Tapi Guwa lagi nonton
orang beranak dalam kubur! :-D
Purwani Pujiastuti Kemitraan dukun & bidan selama ini
sudah digalakkan, ada MoU, dana bergulir, dll. Mungkin perlu
dikaji efektifitasnya. Di kalimantan (lupa kotanya) Pemda nya
126
Ke Dukun??? Bukan Alasan Duit...
memberi beasiswa kepada salah satu anak dukun untuk sekolah
bidan di Akbid (Akademi Kebidanan, red.) setempat. Cara untuk
memutus mata rantai bidan turun temurun.
127
Kekalahan Kaum Ibu???
128
Profil Health Advocacy
Health Advocacy
adalah wadah terbuka bagi setiap orang/lembaga yang
bersedia
menjadi
provokator
untuk
mewujudkan
kesempatan yang sama bagi setiap orang dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas
Visi dan Misi
Visi yang dikembangkan oleh Health Advocacy ini adalah
mampu memberikan pencerahan pada pembangunan
kesehatan secara holistik dalam berbagai sudut pandang
keilmuan.
Sedang misi yang diemban oleh Health Advocacy adalah :
•
•
•
•
Memacu
pengembangan
kebijakan
sistem
kesehatan daerah
Memberikan
overview
dan
advokasi
pengembangan dan pelaksanaan manajemen
kesehatan daerah
Melakukan upaya pelaksanaan capacity building
stake holder pengelola pembangunan kesehatan
daerah
Melakukan upaya pemberdayaan masyarakat grass
root dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan
daerah.
129
Kekalahan Kaum Ibu???
130
Download