KEKUATAN ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA Oleh : H. ENJU JUANDA, S.H., M.H. *) ABSTRACT That in the process of settlement of disputes of civil parties to a dispute must be able to prove that the disputed object is a right and not a right of the other party. The evidence in the civil case is covering Local Examination (Article 153 HIR), Statement of Expert (Article 154 HIR) and evidence as mentioned in Article 164 HIR which include written evidence, witness evidence, suspicions, Recognition and Oath. The respective strengths that evidence vary from one to another example of the authentic, Recognition and Oath sworn perfect proofing witnesses while evidence of proof strength and foreboding force of proof under the authority of the judge. ABSTRAK Bahwasannya dalam proses penyelesaian sengketa keperdataan para pihak yang bersengketa harus dapat membuktikan objek yang dipersengketakan adalah merupakan haknya dan bukan merupakan hak pihak lain. Adapun alat bukti dalam proses perkara perdata adalah meliputi Pemeriksaan Setempat (Pasal 153 HIR), Keterangan Ahli (Pasal 154 HIR) dan alat bukti sebagaimana disebutkan dalam Pasal 164 HIR yang meliputi Bukti Tertulis, Bukti Saksi, Persangkaan, Pengakuan dan Sumpah. Kekuatan masing-masing alat bukti tersebut berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya misalnya Akta Otentik, Pengakuan dan Sumpah bersumpah pembuktian sempurna sedangkan alat bukti saksi kekuatan pembuktiannya dan persangkaan kekuatan pembuktiannya menjadi kewenangan hakim. 1.1. Arti Membuktikan Bahwasannya keperdataan para bersengketa mereka pengadilan penyelesaian sengketa proses keperdataan merupakan tahapan yang persengketaan penting untuk dilakukan para pihak yang pihak bersengketa. dalam penyelesaian agar proses yang mengharapkan Membuktikan adalah meyakinkan memutuskan hakim tentang kebenaran dalil atau pihaknyalah yang berhak atas objek dalil-dalil yang Sehubungan suatu persengketaan, (R. Subekti,1983 : dengan hal tersebut, maka para pihak 7) atau memberi dasar-dasar yang harus cukup kepada hakim yang memeriksa dipersengketakan. dapat membuktikan objek yang perkara merupakan hak pihak lawan, sehingga memberi kepastian tentang kebenaran dengan demikian peristiwa yang bersangkutan dalam sengketa merupakan haknya dan bukan pembuktian dalam yang dikemukakan diajukan guna (Sudikno Mertokusumo, 1998 : 109). *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Galuh. 27 1.2. Beban Pembuktian dan Resiko Atas dasar pembuktian yang Pembuktian diberikan oleh para pihak maka hakim Apabila Penggugat menghendaki akan menjatuhkan objek yang menjadi sengketa ditetapkan kepada oleh hakim haknya, pembuktian lengkap atau sempurna maka Penggugat dapat yaitu apabila hakim berdasarkan bukti membuktikan gugatannya dan begitu yang telah diajukan peristiwa yang pula harus dibuktikan dianggap sudah pasti menjadi sebaliknya harus apabila Tergugat menghendaki diputuskan oleh Hakim maka Tergugat harus yang memberikan atau benar. sebagai pihak yang berhak atas objek sengketa, pihak keputusannya Namun meskipun bukti sudah dianggap lengkap atau sempurna masih menyangkal atas gugatan Penggugat dapat dan harus dapat membuktikan bahwa oleh pihak lawan yaitu apabila pihak sangkalannya adalah benar. lawan Membuktikan bagi para pihak dipatahkan tersebut kesempurnaannya dapat ketidakbenaran membuktikan peristiwa tersebut. merupakan hal yang penting untuk Sedangkan terhadap bukti yang bersifat mempertahankan sesuatu hak apabila menentukan atau memutuskan tidak ada pihak lainnya yang sama-sama dimungkinkan untuk dilumpuhkan oleh mengakui hak tersebut, hal itu secara pihak tegas ditentukan dalam Pasal 163 HIR, pembuktian yang menyatakan sebagai berikut : Sumpah Pemutus (Decisoir) tidak dapat lawan, misalnya yang dilakukan terhadap dengan Barang siapa yang mengatakan mempunyai barang sesuatu hak atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu. dilumpuhkan pihak lawan (Pasal 177 Berdasarkan orang lain, undang-undnag menentukan ketentuan pasal HIR). 1.3. Macam-macam Alat Bukti Untuk alat-alat yang harus membuktikan adalah pihak dalam Penggugat, perdata Pengugat yang harus tidak hanya hak seseorang atau untuk membantah hak tersebut di atas, tampaknya pihak utama padahal meneguhkan bukti yang dapat proses adalah penyelesaian diajukan perkara sebagaimana yang membuktikan disebutkan dalam Pasal 164 HIR yang dalilnya, melainkan Tergugat juga harus terdiri dari Bukti tertulis, Bukti Saksi, membuktikan dalilnya. Persangkaan, Pengakuan dan Sumpah. 28 Selain alat bukti yang tercantum hukum pembuktian dikenal tiga jenis dalam Pasal 164 HIR juga terdapat alat surat, yaitu sebagai berikut : bukti lain yaitu Pemeriksaan Setempat a. Akta Otentik (Descente) diatur Pasal 153 HIR dan b. Akta Dibawah Tangan Saksi Ahli (Expertise) diatur Pasal 154 c. Surat Bukan Akta HIR. Kekuatan mengikat bukti Menurut A Pitlo, akta adalah tersebut berbeda antara yang satu suatu surat yang ditandatangani, dengan yang lainnya, karena alat bukti diperbuat untuk dipakai sebagai bukti tersebut dan untuk dipergunakan oleh orang ada yang alat berkekuatan mengikat kepada hakim dan ada pula untuk yang tidak mengikat kepada hakim dibuat (Teguh Samudra, 1992 : 37). melainkan kepada diserahkan kewenangan mendapatkan sepenuhnya hakim. pemahaman keperluan siapa Sudikno surat itu Mertokusumo, Untuk mengatakan bahvva akta adalah terhadap surat yang diberi tanda tangan yang alat-alat bukti tersebut di atas kiranya memuat dapat diuraikan sebagai berikut : dasar suatu hak atau perikatan, yang 1. Bukti Tertulis dibuat sejak semula dengan sengaja Mengenai alat bukti tertulis peristiwa yang menjadi untuk pembuktian. Jadi untuk dapat pengaturannya terdapat dalam Pasal digolongkan 138, 165, 167 HIR, Stbl 1867 Nomor surat harus ditandatangani, hal itu 29. sebagaimana Yang tertulis atau dimaksud surat alat ialah bukti sebagai akta, disebutkan maka dalam Pasal 1869 KUH Perdata. segala Adapun fungsi dari tanda sesuatu yang memuat tanda-tanda tangan dalam suatu akta adalah bacaan yang dimaksudkan untuk untuk mencurahkan isi hati atau buah guna membedakan antara akta yang pikiran seseorang dan dipergunakan dibuat oleh seseorang dengan yang sebagai pembuktian. dibuat orang lainnya. Surat sebagai alat memudahkan indentifikasi bukti Sebagaimana disebutkan di tertulis dapat dibedakan dalam akta atas bahwa menurut bentuknya akta dan surat bukan akta, selanjutnya terdiri dari Akta Otentik dan akta Akta itu sendiri terdiri dari Akta dibawah tangan. Menurut Sudikno Otentik dan Akta Dibawah Tangan, Mertokusumo sehingga dengan demikian dalam dengan akta otentik adalah akta yang dimaksud 29 yang dibuat oleh pejabat yang diberi Pencatat Sipil, sehingga surat yang wewenang untuk itu oleh penguasa, dikeluarkan menurut ketentuan-ketentuan yang bersangkutan seperti Akta Notaris, telah dengan Vonis, Berita Acara Sidang, Berita maupun tanpa bantuan dari yang Acara Penyitaan, Akta Perkawinan, berkepentingan yang mencatat apa Akta Kelahiran adalah merupakan yang Akta Otentik. ditetapkan, baik dimintakan didalamnya untuk dimuat oleh yang berkepentingan. Akta oleh pejabat otentik itu yang sendiri menurut Pasal 165 HIR terdiri dari Sedangkan dalam HIR dua, yaitu : tentang akta otentik terdapat dalam 1. Akta yang dibuat oleh pejabat. Pasal 165 menyatakan : akta otentik Dalam hal ini merupakan akta yaitu suatu surat yang diperbuat oleh yang dibuat oleh pejabat yang atau dihadapan pegawai umum yang berwenang untuk itu dengan ma berkuasa membuatnya, na pejabat tersebut menerangkan mewujudkan bukti yang cukup bagi apa yang dilihat serta apa yang kedua belah pihak dan ahli warisnya diketahuinya. serta sekalian orang yang mendapat tidak berasal dari orang yang hak namanya akan dari padanya yaitu tentang Jadi inisiatifnya diterangkan didalam segala hal vang tersebut dalam surat akta itu. Contohnya berita acara itu dan juga tentang yang tercantum yang dibuat oleh polisi, berita dalam acara persidangan yang dibuat surat pemberitahuan itu saja sebagai tetapi yang tersebut kemudian Itu hanya sekedar yang diberitahukan itu oleh panitera pengganti. 2. Akta yang dibuat dihadapan langsung pejabat yang diberi wewenang berhubungan dengan pokok dalam untuk itu adalah akta yang dibuat akta itu. oleh pejabat atas permintaan Atas dasar dari pengertian di pihak-pihak yang berkepentingan. atas, maka dapat disebutkan unsur Contohnya akta notaris tentang pokok akta otentik yaitu akta yang jual beli atau sewa menyewa. dibuat oleh dan atau dihadapan pejabat perbedaan antara akta yang dibuat oleh dan Notaris, akta yang dibuat dihadapan pejabat Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai yang berwenang adalah sebagai umum yang jelasnya dimaksud pejabat umum Untuk misalnya 30 berikut (Teguh Samudra, 1992:42- ketidakbenarannya 43) : dibuktikan. Pada akta otentik yang dibuat oleh pejabat umum : tidak dapat Hal itu disebabkan karena akta otentik itu dibuat oleh pejabat - Inisiatif datang dari para pihak. yang terikat pada syarat-syarat dan - Pihaknya mengetahui benar ketentuan-ketentuan dalam undang- hal-hal yang undang, sehingga hal itu cukup tentang dikemukakan dalam akta (isi akta). Pada akta otentik yang dibuat dihadapan pegawai umum - - merupakan jaminan dapat dipercayainya pejabat tersebut, maka isi dari akta otentik itu cukup dibuktikan oleh akta itu. Jadi Pegavvai umum tidak pernah dianggaplah bahwa akta otentik itu memulai inisiatifnya. dibuat Pegawai umum tidak tahu benar seperti yang dilihat oleh pejabat itu kebenaran sampai dibuktikan sebaliknya. dari hal-hal yang dikemukakan oleh keclua belah sesuai dengan kenyataan Mengenai pihak yang hadir dihadapannya pembuktian (isi dari akta). diklasifikasikan Akta otentik merupakan bukti kekuatan akta otentik, sebagai dapat berikut (Retnowulan Sutantio dan Iskandar yang cukup, hal itu berarti bahwa Oeripkartawinata, 1997 : 67-68) : dengan dihaturkannya akta kelahiran 1. Kekuatan pembuktian formil. anak misalnya, sudah terbukti secara Membuktikan antara para pihak sempurna tentang kelahiran anak bahwa tersebut dan perihal itu tidak perlu menerangkan apa yang ditulis penambahan pembuktian lagi. Atau dalam akta tersebut. dengan kata lain akta otentik 2. Kekuatan mereka pembuktian sudah materiil. berkekuatan pembuktian sempurna Membuktikan antara para pihak yang berarti bahwa isi akta tersebut bahwa oleh hakim dianggap benar kecuali yang tersebut dalam akta itu telah apabila diajukan bukti lawan yang terjadi. kuat. Jadi hakim harus mempercayai 3. Kekuatan benar-benar peristiwa mengikat. apa yang tertulis dalam akta itu dan Membuktikan antara para pihak harus dan pihak ketiga bahwa pada dianggap benar selama tanggal yang tersebut dalam akta 31 yang bersangkutan menghadap kepada telah Apabila tanda tangan yang pegawai terdapat dalam akta dibawah tangan umum tadi dan menerangkan apa disangkal yang ditulis dalam akta tersebut, menandatangani akta tersebut, maka oleh karena pihak menyangkut pihak oleh yang pihak yang mengajukan akta ketiga, maka disebutkan bahwa dibawah tangan itu harus berusaha akta otentik mempunyai kekuatan membuktikan pembuktian keluar (orang luar). tangan itu dengan kata lain apabila kebenaran tanda Akta dibawah tangan adalah tanda tangan disangkal, maka hakim akta yang sengaja dibuat untuk harus memeriksa kebenaran tanda pembuktian oleh para pihak tanpa tangan tersebut. bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepentingan. Dengan sempurna dibawah berkekuatan maka tangan Akta dibawah tangan kekuatan mempunyai kekuatan hukum (sebagaimana bukti terhadap itu seperti akta mempunyai akta otentik dikemukakan sempurna apabila tanda tangan yang Retnowulan Sutantio di atas) kecuali tercantum tidak mempunyai kekuatan mengikat dalam akta dibawah tangan diakui oleh para pihak yang kepada pihak ketiga. membuatnya. Hal itu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Stbl 1867 2. Bukti Saksi Saksi Nomor 29 yang menentukan apabila tanda tangan yang tercantum dalam akta dibawah tangan diakuti oleh yang membuatnya, dibawah hukum tangan sempurna itu maka akta berkekuatan seperti akta otentik. Cara mengakui tanda tangan memberikan tanda tangan saya dan isi tulisan itu adalah benar (Wirjono Prodjodikoro, 1982 :110). orang yang keterangan/kesaksian di depan pengadilan mengenai apa yang mereka ketahui, lihat sendiri, dengar sendiri atau alami sendiri, yang dengan kesaksian itu akan menjadi jelas suatu perkara (Darwan Prinst, 1996 : 181). Kesaksian adalah kepastian tersebut adalah pengakuan yang berbunyi : tanda tangan itu betul adalah yang diberikan dipersidangan kepada tentang hakim peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan 32 pribadi oleh orang yang bukan salah hakim satu pihak 1998:138). dalam perkara yang dipanggil di persidangan (Sudikno Mertokusumo, 1998 : 135). (Sudikno Mertokusumo, Akan tetapi keterangan dari pendengaran dapat dipergunakan Kesaksian ini adalah wajar untuk menyusun persangkaan atau dan penting. Wajar karena dalam untuk memperlengkapi keterangan pemeriksaan di pengadilan sudah saksi-saksi selayaknya Berdasarkan untuk didengar yang bisa dipercaya. hal itu. pendapat keterangan pihak ketiga yang tidak bahwa saksi de auditu sama sekali termasuk tidak berarti adalah keliru. Karena dalam bersengketa. pihak yang Penting karena kesaksian de auditu dapat seringkali di jumpai dalam praktek dipergunakan tidak ada bukti tertulis atau alat bukti persangkaan (Retnowulan Sutantio yang lainnya. Hal ini disebabkan dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997 karena : 74). Hukum terutama Adat/ dalam suasana Masyarakat Adat sebagai sumber Untuk membuktikan sesuatu dalam melakukan perbuatan hukum dengan dilakukan secara lisan. kurangnya harus didukung oleh dua Keterangan maka sekurang- saksi orang saksi, karena dalam Hukum harus disampaikan secara lisan dan Acara Perdata terdapat asas Unus pribadi artinya tidak boleh diwakilkan Testis Nulus Testis artinya satu saksi kepada bukan saksi (Pasal 169 HIR). orang seorang saksi lain dan harus dikemukakan secara lisan disidang pengadilan. Sehingga Pasal 171 HIR menentukan kesaksian bahwa agar keterangan saksi dapat yang didengar dari orang lain yang dipercaya, maka saksi juga harus disebut auditu dapat menjelaskan sebab musabab tidak sehingga saksi mengetahui peristiwa testimonium adalah de umumnya diperkenankan, karena keterangan itu tidak peristiwa berhubungan yang dialami yang diterangkannya. dengan sendiri. Kesaksian tidak mengikat kepada hakim dan untuk dapat Dengan demikian maka saksi de tidaknya seorang saksi dipercaya audtiu bukan merupakan alat bukti menurut Pasal 172 HIR menentukan dan bahwa tidak perlu dipertimbangkan dalam mempertimbangkan nilai kesaksian harus diperhatikan 33 kesesuaian antara saksi yang satu dengan saksi yang lainnya, kesesuaian kesaksian dengan apa yang diketahui dari segi lain tentang perkara yang disengketakan, pertimbangan yang mungkin ada pada saksi untuk memberikan kesaksian, cara hidup, adat istiadat serta harkat dan martabat saksi dalam masyarakat sesuatu dan yang mempengaruhi segulu sekiranya tentang dapat tidaknya dipercayai seorang saksi. Pada prinsipnva setiap orang boleh jadi saksi kecuali bagi orangorang tertentu yang tidak dapat didengar sebagai sebagai berikut saksi, yaitu (Sudikno Mertokusumo, 1998 : 141-142) : 1. Ada segolongan orang yang dianggap tidak mampu untuk bertindak sebagai saksi. Mereka ini dibedakan antara mereka yang dianggap tidak mampu secara mutlak dan mereka yang dianggap tidak mampu secara nisbi. a. Mereka yang tidak mampu secara mutlak (absolut). Hakim dilarang untuk mendengar mereka ini sebagai saksi. Mereka adalah : 1) Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak (Pasal 145 ayat (1) sub 1 HIR, 172 ayat (1) sub I RBg 1910 alinea I BW). Adapun alasan pembentuk undang-undang memberikan batasan ini adalah sebagai berikut : - Bahwa mereka ini pada umumnya dianggap tidak cukup obyektif apabila didengar sebagai saksi. - Untuk menjaga hubungan kekeluargaan yang baik, yang mungkin akan retak apabila mereka ini memberi kesaksian. - Untuk mencegah timbulnya tekanan bathin setelah memberi keterangan. Akan tetapi menurut Pasal 145 ayat (2) HIR (Pasal 172 ayat (2) RBg, 1910 alinea 2 BW) mereka ini tidak boleh ditolak sebagai saksi dalam perkara yang menyangkut kedudukan keperdataan dari para pihak atau dalam perkara yang menyangkut perjanjian kerja. Pasal 1910 alinea 2 sub 2 dan 3 BW menambahkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan pemberian nafkah dan penyelidikan tentang hal-hal yang menyebabkan pencabutan kekuasaan orang tua dan perwalian. Dalam hubungan ini mereka ini tidak berhak mengundurkan diri dari memberi kesaksian. 2) Suami salah atau isteri dari satu pihak, 34 meskipun sudah bercerai (Pasal 145 ayat ( 1) sub 2 HIR, 172 ayat (1) sub 3 RBg, 1910 alinea 1 BW). b. Mereka yang tidak mampu sccara nisbi (relatif). Mereka ini boleh didengar, akan tetapi tidak sebagai saksi. Termasuk mereka yang boleh didengar, akan tetapi tidak sebagai saksi, yaitu : 1) Anak-anak yang belum mencapai umur 15 tahun (Pasai 145 ayat (1) sub 3 jo ayat (4) HIR, Pasal 172 ayat (1) sub 4 jo 173 RBg, 1912 BW). 2) Orang gila meskipun kadang-kadang ingatannya terang atau sehat (Pasal 145 ayat (1) sub 4 HIR, 172 ayat (1) sub 5 RBg, 1912 BW. Mereka yang diletakkan di bawah pengampuan karena boros dianggap cakap bertindak sebagai saksi. Keterangan mereka ini hanyalah boleh dianggap sebagai penjelasan belaka. Untuk memberi keterangan tersebut mereka tidak perlu disumpah (Pasal 145 ayat (4) HIR, 173 RBg. Ada segolongan orang yang atas permintaan mereka sendiri dibebaskan dari kewajibannya untuk memberi kesaksian. Mereka yang boleh mengundurkan diri ini adalah (Pasal 146 HIR, 174 RBg, 1909 alinea 2 BW verschoningsrecht). : hak ingkar, a. Saudara laki-laki dan perempuan serta ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak. b. Keluarga sedarah keturunan yang menurut lurus dan saudara laki-laki dan perempuan daripada suami atau isteri salah satu pihak. c. Semua orang yang karena martabat, jabatan atau hubungan kerja yang sah diwajibkan mempunyai rahasia, akan tetapi semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena martabat, jabatan atau hubungan kerja yang sah saja. Hal ini bahwa mengingat didalam sering kenyataan masyarakat kita terpaksa mempercayakan menyangkut orang hal-hal pribadi yang kepada tertentu. mengundurkan berlaku peristiwa kepada diri terhadap yang orang merahasiakannya Hak ini hanya peristiwadipercayakan yang harus berhubung dengan martabat, jabatan atau hubungan yang sah. Hak mengundurkan diri ini diberikan kepada dokter, advocaat, notaris dan polisi. Bagi seorang saksi yang dipanggil kepersidangan di 35 pengadilan melekat bahwa anak tersebut adalah anak angkat dari A dan B. tiga kewajiban yaitu sebagai berikut : 1. Kewajiban untuk menghadap. Untuk dapat dijadikan alat 2. Kewajiban untuk bersumpah. bukti, 3. Kewajiban dengan untuk memberi keterangan. persangkaan satu tidak persangkaan dapat saja. Tetapi harus terdiri dari beberapa persangkaan, memang hal itu tidak 3. Persangkaan diatur secara tegas dalam HIR akan Dalam HIR yang menyangkut tetapi hal itu menurut Subekti bahwa persangkaan terdapat dalam Pasal pasal-pasal yang mengatur bahwa 173 dan dalam pasal tersebut tidak satu saksi bukan saksi harus juga dijelaskan dimaksud dianggap berlaku bagi persangkaan hanya sehinga dalam hal ini hakim dilarang ditentukan bahwa persangkaan itu mengabulkan gugatan hanya dengan dapat digunakan sebagai alat bukti berdasarkan pada satu persangkaan apabila persangkaan itu penting, saja. Hal itu dapal disimpulkan dari seksama, kalimat terakhir Pasal 173 HIR yang apa persangkaan yang karena tertentu dan ada persesuaian satu sama lainnya. Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata yang dimaksud persangkaan berbunyi : ... dan bersetujuan satu dengan yang lain.... Dari kalimat itu berarti harus adalah terdiri dari beberapa persangkaan kesimpulan yang ditarik dari suatu yang satu dengan lainnya saling peristiwa berhubungan. yang telah dianggap terbukti atau peristiwa yang dikenal, Menurut llmu Pengetahuan kearah suatu peristiwa yang belum persangkaan dibagi menjadi dua, terbukti. yaitu (Sudikno Mertokusumo, 1995 : Misalnya : Apabila seorang anak telah dipelihara, dikhitan serta dikawinkan oleh keluarga A dan meskipun ia sesungguhnya adalah keluarga lain tetapi juga anak tersebut memanggil mak dan Bapak kepada A dan B, hal itu akan memberikan persangkaan kepada hakim 146-147) : 1. Persangkaan berdasarkan kenyataan (feitelijke atau rechtlijke vermoedens, praesumptiones facti). Pada persangkaan ini hakimlah yang memutuskan berdasarkan kenyataannya apakah mungkin dan sampai sejauhmana kemungkinannya untuk membuktikan suatu peristiwa 36 tertentu dengan membuktikan peristiwa lain. Misalnya : peristiwa A diajukan, maka hakim memutuskan apakah peristiwa B ada hubungannya yang cukup erat dengan peristiwa A untuk menganggap peristiwa A terbukti dengan terbuktinya peristiwa B. 2. Persangkaan berdasarkan hukum undang-undang (wettelijke atau rechtsvermoedens, praesumptiones juris). Pada persangkaan ini maka undangundanglah yang menerapkan hubungan antara peristiwa yang diajukan dan harus dibuktikan dengan peristiwa yang tidak diajukan. Sangkaan berdasarkan hukum dibagi dua, yaitu : - preasumptiones juris tantum - yaitu persangkaan berdasarkan hukum yang memungkinkan pembuktian lawan. Preasumptions juris et de jure, yaitu persangkaan berdasarkan hukum yang tidak memungkinkan pembuktian lawan. Apabila kita hubungkan dengan persangkaan tersebut di atas, maka menurut Pasal 173 HIR hanya menyebut sebagai lagi apabila kita menengok ketentuaan Pasal 1915 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa persangkaan kesimpulan adalah yang kesimpulan- oleh peristiwa lain yang belum terang kenyataannya. Jadi Kitab menurut Pasal 1915 Undang-undang Perdata dikenal persangkaan yang Hukum adanya yaitu didasarkan dua persangkaan atas undang- undang (praesumptiones juris) dan persangkaan berdasarkan kenyataan (praesumtiones factie). Kekuatan pembuktian persangkaan adalah sebagaimana dikemukakan Muhammad bahwa oleh Abdulkadir yang menyatakan pembuktian dengan persangkaan berdasarkan kenyataan tidak bersifat memaksa, terserah pada kebijaksanaan hakim untuk menggunakan atau tidak, sedangkan terhadap persangkaan hukum (undang-undang) mempunyai bersifat kekuatan memaksa, ditentukan secara menurut ia bukti yang karena telah tegas dalam undang-undang (Pasal 1916 Kitab persangkaan menurut kenyataan. Lain peristiwa yang terang nyata kearah undang- undang atau hakim ditarik dari suatu Undang-undang Hukum Perdata) jadi hakim terikat kepadanya, Persangkaan yang ditentukan Pasal 1916 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut : 1. Perbuatan-perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan batal, 37 karena dari sifat dan keadaannya pihak saja sebenarnya tidak usah dibuktikan untuk dapat diduga menghindari dilakukan ketentuan- ketentuan undang-undang. lagi (Retnowulan dalil tersebut Sutantio dan 80). undang-undang dapat dijadikan guna maka Iskandar Oeripkartawinata, 1997 : 2. Peristiwa-peristiwa yang menurut kesimpulan lain, Atau seperti pula yang menerapkan dikemukakan A Pitlo sebagai berikut hak pemilikan atau pembebasan bahwa dengan mengaku, maka para dari utang. pihak telah memungkinkan hakim 3. Kekuatan yang diberikan oleh memberikan pendapatnya tentang undang-undang kepada putusan obyek dari pengakuan, jadi hakim hakim. tidak akan menyelidiki kebenaran 4. Kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada pengakuan atau sumpah oleh salah satu pihak. dari suatu pengakuan (Teguh Samudra, 1992 : 83). Ahli lain yang menyatakan pengakuan bukan alat bukti adalah yang menyebutkan bahwa apabila 4. Pengakuan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Pengakuan HIR pihak diakui oleh pihak lawan, maka dalam pihak yang mengemukakan dalil-dalil Pasal-pasal 174, 175 dan Pasal 176. itu tidak usah membuktikannya (R. Apabila kita melihat ketentuan Pasal Subekti, 1997 : 49). pengaturannya dalam terdapat 164 HIR, maka jelas pengakuan Undang-undang tidak menurut undang-undang merupakan menjelaskan apa yang dimaksud salah satu alat bukti dalam proses dengan pengakuan, maka kita harus penyelesaian perkara perdata. mencarinya dalam doktrin seperti Akan tetapi meskipun yang dikemukakan A. Pitlo sebagai demikian para ahli hukum banyak berikut mengatakan pengakuan keterangan sepihak dari salah satu bukan merupakan alat bukti, dengan pihak dalam suatu perkara dimana ia alasan tepat mengakui apa yang dikemukakan menamakan pengakuan sebagai alat oleh pihak lawan atau sebagian dari bukti, karena justru apabila dalil apa yang dikemukakan oleh pihak salah satu pihak telah diakui oleh lawan (Teguh Samudra 1992 : 83). bahwa bahwa kurang pengakuan adalah 38 Hukum Acara Perdata Menurut Pasal 174 HIR mengenal dua macam Pengakuan menentukan bahwa pengakuan yang yaitu Pengakuan yang dilakukan di dilakukan di depan sidang dan Pengakuan yang mempunyai kekuatan dilakukan diluar sidang. sempurna Pengakuan yang dilakukan di depan sidang keterangan maupun merupakan sepihak lisan baik yang tertulis tegas dan depan dan sidang pembuktian mengikat bahkan menurut Pasal 1916 ayat (2) Nomor 4 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bersifat menentukan dan tidak memungkinkan bukti lawan. dinyatakan oleh salah satu pihak Hal itu berarti bahwa hakim dalam perkara dipersidangan yang harus menganggap dalil-dalil yang membenarkan baik seluruhnya atau telah sebagian dari suatu peristivva, hak meskipun pada kenyataannya hal atau hubungan hukum yang diajukan tersebut tidak benar, akan tetapi oleh lawannya yang mengakibatkan dengan adanya pengakuan tersebut pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim gugatan yang didasarkan atas dalil- tidak dalil diperlukan lagi (Sudikno Mertokusumo, 1998 : 149). Pengakuan ini diakui itu itu harus Sedangkan dapat dilakukan adalah dikabulkan. pengakuan diluar sidang yang adalah dilakukan baik langsung oleh yang keterangan bersangkutan maupun oleh orang salah lain yang diberi kuasa khusus untuk perkara perdata diluar sidang untuk itu baik secara lisan maupun tulisan membenarkan dalam jawaban. Dalam mengakui pernyataan sesuatu hal di depan hakim haruslah dibenarkan oleh lawannya dapat berhati-hati karena pengakuan yang dilakukan dengan lisan dan tulisan. dilakukan di depan sidang tidak yang benar satu Menurut pihak diberikan oleh dalam suatu pernyataandalil-dalil Pasal yang 175 HIR dapat ditarik kembali kecuali apabila pengakuan di luar sidang kekuatan ia bahwa pembuktiannya diserahkan kepada pengakuannya adalah akibat dari kebijaksanaan hakim atau dengan kekhilafan tentang fakta-takta (Pasal kata lain pengakuan diluar sidang 1926 Kitab Undang-undang Hukum merupakan bukti bebas bagi hakim, Perdata). hal itu berarti bahwa hakim leluasa dapat membuktikan untuk memberi kekuatan pembuktian 39 atau pula hanya menganggap bukti permulaan. Dengan demikian pengakuan di luar sidang baik lisan maupun tulisan merupakan bukti bebas dengan perbedaan sebagai berikut bahwa terhadap pengakuan diluar sidang secara tertulis tidak usah dibuktikan lagi tentang adanya pengakuan tersebut, sedangkan bagi pengakuan dilakukan diluar sidang secara lisan, yang apabila dikehendaki agar dianggap terbukti adanya pengakuan semacam itu harus dibuktikan lebih lanjut dengan saksi atau Pengakuan ditarik alat bukti diluar lainnya. sidang kembali dapat (Sudikno Mertokusumo, 1998 : 154). pengetahuan menjadi tiga, diklasifikasikan yaitu disertai dengan sangkalan terhadap sebagian dari tuntutan Misalnya penggugat menyatakan bahwa tergugat telah membeli rumah dari penggugat seharga Rp. 5.000.000,00, tergugat mengaku telah membeli rumah dan penggugat tetapi bukan Rp 5.000.000,00 melainkan Rp 3.000.000,00. Jadi pengakuan dengan kualitlkasi adalah jawaban tergugat yang sebagian pengakuan dan sebagian sangkalan. 3. Pengakuan dengan klausula (geclausuleerde bekentenis, aveu complexe). Yaitu pengakuan yang disertai dengan keterangan Mengenai pengakuan dalam ilmu 2. Pengakuan dengan kualifikasi (gequalificeerde bekentenis, aveu qualifie) adalah pengakuan yang (Sudikno Menokusumo, 1998:151-152) : 1. Pengakuan murni (aveu pur et simple) yaitu pengakuan yang sifatnya sederhana dan sesuai sepenuhnya dengan tuntutan pihak lawan. Misalnya penggugat menyatakan bahwa tergugat telah membeli rumah dari penggugat dengan harga Rp 5.000.000,00, tergugat memberi jawaban bahwa ia membeli rumah penggugat dengan harga Rp 5.000.000,00. tambahan yang bersifat membebaskan. Misalnya penggugat menyatakan bahwa tergugat telah membeli rumah penggugat seharga Rp. 5.000.000,00, tergugat mengakuai telah mengadakan perjanjian jual beli rumah milik penggugat seharga Rp 5.000.000,00, tetapi ditambahkannya bahwa harga rumah telah dibayar lunas. Keterangan tambahan atau klausula umumnya seperti pembayaran pembebasan, kompensasi. 40 Jadi pengakuan dengan klausula merupakan pengakuan tentang hal pokok yang diajukan oleh penggugat, tetapi disertai dengan tambahan penjelasan yang menjadi dasar penolakan gugatan. Ketiga tersebut jenis di pengakuan atas dapat diklasiflkasikan pengakuan pula menjadi bulat/murni dan pengakuan berembel-embel yang meliputi pengakuan dengan klausula dan pengakuan dengan kualifikasi (Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata 1997 : 82-83). Dalam hubungannya dengan pengakuan berklausula dan berkualifikasi haruslah diterima hakim secara bulat dan tidak boleh dipisah-pisahkan dari keterangan tambahannya. Hal itu sebagaimana ditetapkan Pasal 176 HIR yang A meminjam uang kepada B, tanpa suatu bukti apapun, jadi hanya didasarkan pada saling percaya belaka, akan tetapi A telah mengembalikan pinjaman tersebut kepada B. pembayarannya pun tidak disertai bukti pembayaran. Kemudian B menuntut lagi kepada A agar membayar utangnya. Disini A mengaku berhutang kepada B akan tetapi ia telah membayar lunas. Jika terjadi hal demikian dan tidak ada aturan Pasal 176 HIR (Pasal 1924 KUH Perdata), maka hakim dapat berbuat menerima pengakuan A tersebut dan A harus membuktikan bahwa ia sudah membayar, sedangkan hal ini sulit dibuktikan A karena tanpa adanya bukti pembayaran dan berarti akan memberatkan A, sebaliknya juga mengingat bahwa perjanjian utang piutang antara A dan B itu tidak ada buktinya, maka daripada A dikalahkan dengan memisahkan pengakuannva tadi akan lebih mengandung baik jika ia menolak seluruh ajaran pengakuan tidak boleh tuntutan B, karena dalam hal inipun apabila B diharuskan membuktikan adanya persetujuan pinjam meminjam uang yang telah diakui A, B-pun akan mendapatkan kesulitan besar mengingat perjanjian itu tidak ada alat buktinya, maka disini akan terlihat adanya kesulitan yang sama antara para pihak yaitu dipisah-pisahkan atau dikenal dengan asas onsplitbare aveu. Untuk mendapatkan pemahaman mengenai penerapan asas onsplitbare aveu ini ada baiknya apabila kita melihat contoh yang disebutkan Teguh sebagai berikut : Samudra 41 pihak B sulit membuktikan adanya persetujuan pinjam meminjam sedangkan A sulit membuktikan telah membayar utangnya disebabkan oleh keduanya tidak ada satupun alat pembuktian, maka sudah selayaknya jika hakim dalam hal ini mengikuti ketentuan Pasal 176 HIR. Alat bukti sumpah pengaturannya terdapat dalam Pasal 155-158, 177 HIR. Alat bukti sumpah dapat digunakan sebagai upaya terakhir dalam membuktikan kebenaran dari proses perkara perdata, karena sepanjang alat bukti lainnya masih dapat sumpah lebih diupayakan baik maka ditangguhkan religius yang digunakan dalam peradilan. Selanjutnva dari defiisi sumpah tersebut di atas Sudikno Mertokusumo, membagi sumpah menjadi dua, yaitu : a. Sumpah Promissoir yaitu sumpah Sumpah suatu khidmat yang pada umumnya pernyataan yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat Maha Kuasa dari Tuhan Yang Maha Esa dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya 1998:155). tidak melakukan Termasuk (Sudikno Mertokumo, sesuatu. sumpah adalah sumpah sumpah (saksi) promissioir saksi ahli, dan karena sebelum memberikan kesaksian atau pendapatnva harus diucapkan pernyataan atau janji akan memberi keterangan yang benar dan tidak lain daripada yang sebenarnya. b. Sumpah penggunaannya. adalah merupakan tindakan yang bersifat untuk berjanji melakukan atau 5. Sumpah suatu Jadi pada hakekatnya sumpah Assertoir atau Confirmatoir yaitu sumpah untuk member! keterangan guna meneguhkan bahvva sesuatu itu benar demikian Sumpah atau tidak. confimatoir ini merupakan sumpah sebagai alat bukti karena fungsinya adalah untuk meneguhkan (confirm) suatu peristiwa. Dalam Hukum Acara Perdala dikenal tiga macam sumpah sebagai alat bukti, yaitu (Sudikno Mertokumo, 1998 : 155-100) : 42 a. Sumpah Pelengkap (Suppletoir) Karena sumpah suppletoir diatur dalam Pasal 155 HIR 182 mempunyai fungsi menyelesaikan RBg yang suatu perkara, maka mempunyai diperintahkan oleh hakim karena kekuatan bukti sempurna yang jabatannya masih yaitu sumpah untuk pembuktian melengkapi peristiwa yang memungkinkan pembuktian pihak lawan. Pihak menjadi sengketa sebagai dasar yang putusannya. Sumpah pelengkap penambah/pelengkap tidak dapat dibebankan oleh hakim kepada mengembalikan sumpah itu untuk salah dibebankan satu pihak untuk dibebani sumpah kepada pihak melengkapi pembuktian peristiwa lawannya, tetapi hanya dapat yang menjadi sengketa sebagai menerima atau menolak. dasar putusannya, tetapi dalam b. Sumpah Penaksiran (Aestimatoir, hal ini hakim tidak bersifat wajib Schattingseed), untuk membebankannya tetapi Pasal 155 H1R (Pasal 182 RBg, dalam hal ini hanya mempunyai Pasal 1940 KUH Perdata), yaitu kewenangan. dapat sumpah yang diperintahkan oleh diperintahkan sumpah suppletoir hakim karena jabatannya kepada kepada salah satu pihak harus penggugat ada permulaan jumlah uang terlebih dahulu, akan tetapi alat Syarat pembebanan bukti penaksiran Untuk pembuktian itu belum mencukupi sedangkan alat bukti lainnya tidak pihak mungkin untuk namun sehingga apabila didapatkan ditambah diatur untuk menentukan ganti kerugian. sumpah adalah tergugat jumlah dalam kesalahan telah terbukti, kerugian sulit ditentukan. dengan sumpah suppletoir hakim Untuk dapat menjatuhkan putusannya. tersebut hakim karena jabatannya Misalnya apabila dalam suatu dapat perkara perdata hanya ada satu uang yang harus dibayar oleh saksi saja, maka untuk menjadi pihak bukti sumpurna hakim berwenang besarnya untuk memerintahkan ditetapkan untuk melengkapi tersebut. sumpah satu saksi mengatasi persoalan mengabulkan tergugat, sejumlah sedangkan kerugian atau ditaksir akan oleh pengadilan, karena hal tersebut maka sumpah ini disebut sumpah 43 penaksir. telah Misalnya : dalam hal terjadi kebakaran yang sumpah pemutus datangnya dari salah satu pihak dan ia pula yang disebabkan oleh anak tergugat menyusun rumusan sumpahnya. dan Apabila barang-barang penggugat salah satu pihak musnah sehingga sukar untuk memerintahkan sumpah pemutus menentukan kepada pihak lawannya berarti kerugian yang diderita oleh penggugat. pihak tersebut dianggap sebagai Jadi sumpah penaksir dilakukan pihak yang melepaskan hak yang untuk menentukan besarnya ganti ada padanva, seolah-olah orang rugi yang diminta penggugat dan itu menyatakan kepada pihak tentang adanya kerugian telah lawannya sebagai berikut : terbukti. "Baiklah Kekuatan sumpah pembuktian penaksir berkekuatan pembuktian sempurna masih bersumpah yang dikalahkan" memungkinkan melakukan dilumpuhkan pihak lawan. c. Sumpah kalau Pemutus kamu saya berani rela untuk perintah sumpah untuk pemutus dapat dikembalikan artinya pihak (decisoir) yang menerima perintah dapat diatur dalam Pasal 156. 157, 177 menuntut H1R, yaitu sumpah yang oleh perintah itu dikembalikan dan pihak melalui tidak berani bersumpah, maka ia perantaraan hakim diperintahkan akan dikalahkan. Dalam hal yang kepada untuk demikian, maka terjadilah bahwa pemutusan senjata itu makan tuannva sendiri yang satu pihak lainnya menggantungkan perkara tersebut. Pelaksanaan Maka sungguh dikatakan mengakhiri si pemberi (R.Subekti, 1969 : 19). sumpah tersebut harus sunguhdapat supaya sccara tegas bahwa dapat siapa yang sumpah atas perkara, sehingga sumpah ini melaksanakan bersifat menentukan (litis perintah lawannya, maka pada decisoir). Sumpah deccisoir dialah letak putusan kemenangan merupakan upaya terakhir atau dan berarti perkara itu dengan dengan sendirinya senjata kata lain pamungkas menyelesaikan Inisiatif merupakan untuk suatu untuk perkara. selesai sebaliknya apabila dia menolak melakukan sumpah, maka dialah yang membebani 44 dikalahkan dalam perkara tersebut. pihak yang bersengketa dalam perkara keperdataan membuktikan merupakan Hal tersebut karena akibat mengucapkan decisoir untuk menentukan agar objek yang adalah bahwa kebenaran peristiwa dipersangkakan ditetapkan merupakan yang dimintakan sumpah menjadi haknya dan bukan merupakan hak pihak pasti dan pihak lawan tidak boleh lawannya. membuktikan sumpah tahapan proses yang sangat penting bahwa sumpah itu palsu, tanpa mengurangi wewenang Jaksa Penuntut Umum untuk menuntut berdasarkan sumpah palsu yang diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-undang DAFTAR PUSTAKA Hukum Pidana. Oleh karena itu sumpah pemutus merupakan bukti sempurna bahkan bersifat menentukan. Sumpah decisoir harus dilakukan dipersidangan dan harus diiakukan Harahap, Yahya M. Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag). Penerbit Pustaka, Bandung, 1990. Harahap, Krisna. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek, PT Grafitri Budi Utami, Bandung, 1996. Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998. dihadapan pihak lawannya. Tetapi berdasarkan Pasal 381 HIR pelaksanaan sumpah decisoir dapat berupa sumpah pocong, sumpah mimbar (sumpah gereja), sumpah kelenteng. Dalam hal sumpah pocong yang dilakukan di mesjid, pihak yang sumpah akan dibungkus melaksanakan kain kafan seolah-olah yang bcrsangkutan telah meninggal dunia. 1.4. Penutup Bahwasannya berdasarkan uraian tersebut di atas kiranya para Muhamad, Abdulkadir, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Prinst, Darwan, Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Prodjodikoro, Wirjono R. Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1982. Samudra, Teguh, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993. Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara 45 Perdata Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 1997. Subekti, R. Hukum Pembuktian, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1983. _______. Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1998. Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta. 2000. Tresna, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993. Sumber Perundang-undangan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Kepailitan Menjadi Undangundang. 46