MODUL KELAINAN PADA SEL DARAH PUTIH

advertisement
BLOK 6
(HEMATOLOGI & IMUNOLOGI)
MODUL
KELAINAN PADA SEL DARAH PUTIH
KELOMPOK 9
0710056
Indra Pramana Widya
0710219
Michael Namonang Sitompul
0810024
Theresa Sugiarto Oetji
0810050
Arum Pusponegoro
0810076
Octaviany Permatasari Harjo
0810104
Stefanus Bambang Soerjono
0810129
Sahala Triyanto Simamora
0810152
Azarel Jimmy Jonathan
0810176
Firsandi Prasastya Fikry
0810199
Olivia Jennifer Purnomo
0810225
Allen Albert Pelapelapon
Nama Tutor :
Dr. Fen Tih
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG – 2009
ISTILAH
1. Hipoestesi
Kurangnya persepsi / sensasi ; berkurangnya persepsi mental terhadap sensasi.
2. Rouleaux
Suatu kelompok abnormal dari sel darah merah yang saling melekat
menyerupai setumpuk koin.
3. Lesi litik tulang
Diskontinuitas ( destruksi ) jaringan patologis atau traumatis atau hilangnya
fungsi atau bagian dari tulang.
4. Urobilinogen
Senyawa tak berwarna yang dibentuk di dalam usus dengan mereduksi
bilirubin. Sedikit diantaranya diekskresi dalam feses, yang teroksidasi akan
menjadi urobilin : sedikit yang direabsorpsi dan diekskresi di empedu sebagai
bilirubin atau sekali waktu di dalam urine, yang mungkin akibatnya akan
teroksidasi menjadi urobilin.
5. Sedimen ( urine )
Deposit bahan padat yang tertinggal setelah kemih didiamkan beberapa waktu.
6. Bilirubin
Suatu pigmen empedu ; pigmen ini merupakan produk pemecahan heme
terutama terbentuk dari degradasi Hb eritrosit dalam sel retikuloendotelial,
namun juga terbentuk dari pemecahan pigmen heme lainnya, cth: sitokrom.
PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN SEL-SEL DARAH PUTIH
LEUKOSIT GRANULAR
 MIELOBLAS
- prekursor neutrofil, eosinofil, dan basofil
- tidak dapat dibedakan satu sama lain
- ukuran sel ± 16 µ
- inti besar, bulat dengan kromatin halus dan mempunyai anak inti (nukleoli) tiga
atau lebih
- sitoplasma biru kelabu tanpa granula

PROMIELOSIT
dibedakan menjadi Promielosit I & II
- Promielosit I : sel yang lebih tua dari mieloblas, ukuran sel lebih besar dari
mieloblas, sitoplasma mengandung granula non-spesifik berwarna merah, padat
disebut “granula azurofil”
- Promielosit II : sel granulosit berukuran terbesar (22-25µ), merupakan tanda
pengenal dari kampung-kampung sarang leukopoiesis, sitoplasma biru muda, ada
granula azurofil yang bercampur dengan granula spesifik granulosit, inti
menunjukkan nukleoli besar dan jelas

MIELOSIT
- ukuran 18-20µ lebih kecil dari promielosit
- inti terletak di tepi (eksentris) dan bagian sentral inti belum melekuk
- anak inti menghilang
- sitoplasma merah muda mengandung granula spesifik, dibedakan menjadi 3
golongan yaitu netrofilik,eosinofilik dan basofilik

METAMIELOSIT
- sel lebih kecil dari mielosit
- inti sel gepeng, satu sisinya melekuk dengan lekukan lebih kecil daripada ½
diameter inti
- kromatin inti menjadi lebih kasar, sitoplasma pucat
- dibedakan menjadi metamielosit neutrofil, eosinofil dan basofil

SEL PITA/BENTUK BATANG
- sel lebih kecil dari metamielosit
- inti menjadi panjang dan melekuk dengan lekukan lebih besar dari ½ diameter inti
- dibedakan menjadi sel pita neutrofil, eosinofil dan basofil

NEUTROFIL
- sel lebih kecil dari batang
- intinya memadat dan terdiri dari beberapa lobus/segmen yang dihubungkan satu
dengan lain oleh filamen
- sitoplasma berwarna merah muda dengan granula halus tersebar merata dan
berwarna merah pucat keunguan

EOSINOFIL
- ukuran sedikit lebih besar daripada segmen neutrofil
- inti sering berlobus dua
- granula sitoplasma kasar, bentuk homogen
seperti busa sabun dan berwarna
merah/jingga dan inti tidak tertutup oleh
granula

BASOFIL
- sel ini jarang ditemukan pada keadaan normal
- dalam sitoplasma sel terdapat granula kasar,padat, berwarna biru tua dengan
bentuk dan ukuran tidak homogen
- inti sel tertutup oleh granula-granula
LEUKOSIT AGRANULAR
 MONOBLAS
- ukurannya 12-20µ
- intinya oval dengan struktur kromatin
- biasanya terlihat satu sampai empat nukleoli
- sitoplasmanya agranular

PROMONOSIT
- sel yang timbul dari monoblas dan akan berkembang menjadi monosit

MONOSIT
- ukuran paling besar
- inti besar, terletak di tepi, bentuk seperti ginjal atau tapal kuda
- kromatin kurang padat, tersusun lebih fibriler sehingga tampak lebih pucat
dibandingkan dengan limfosit-limfosit besar
- sitoplasma lebih banyak dibanding dengan limfosit, berwarna pucat keabuan

LIMFOBLAS
- sel yang belum dewasa, pembeda dari sel dewasa yaitu limfosit

PROLIMFOSIT
- merupakan permulaan dari limfosit

LIMFOSIT BESAR
- kira-kira 10% limfosit yang beredar mempunyai diameter lebih besar (12-16µ)
dengan sitoplasma lebih banyak dan mengandung sedikit granula

LIMFOSIT
- dibagi menjadi small, medium dan large limfosit
- bentuk bulat kecil, inti terwarna gelap. Inti bulat kadang-kadang ada lekukan
- sitoplasma tidak mempunyai granula spesifik
FISIOLOGI LIMFOSIT
Walaupun sebagian besar limfosit dalam jaringan limfoid normal tampak serupa di
bawah mikroskop, tetapi sel-sel tersebut secara jelas dapat di bedakan dalam dua kelompok
besar. Kelompok pertama,yaitu limfosit T, bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit
teraktivasi yang dapat membentuk imunitas diperantarai sel, dan kelompok lain, yaitu
limfosit B, bertanggung jawab dalam pembentukan antibodi yang memberikan imunitas
humoral.
Pada masa embrio, kedua macam limfosit ini berasal dari sel stem hematopoietik
pluripoten yang membentuk limfosit sebagai salah satu hasil diferensiasi sel terpenting.
Hampir semua limfosit yang terbentuk akhirnya berada dalam jaringan limfoid, namun
sebelum sampai, limfosit mengalami diferensiasi terlebih dahulu.
Limfosit T, setelah pembentukannya di sumsum tulang, mula-mula bermigrasi ke kelejar
timus. Di sini, limfosit T membelah secara cepat dan pada waktu yang bersamaan membentuk
keanekaragaman yang ekstrem untuk melawan berbagai antigen spesifik. Kemudian limfosit
berikutnya membentuk spesifisitas terhadap antigen yang lain. Hal ini terus terjadi sampai
terdapat ribuan jenis limfosit timus yang bereaksi spesifik terhadap ribuan jenis antigen.
Preprocesing limfosit T dan B dimulai saat-saat akhir kehidupan feotal sampai dengan
beberapa saat setelah kelahiran. Setelah mengalami preprocesing kedua jenis limfosit ini akan
memasuki sirkulasi,mencapai dan terjaring dalam jaringan limfoid. Dalam jaringan limfoid
inilah akan terjadi kontak dengan antigen jenis yang sama bila kontak dikemudian hari.
Kelompok limfosit ini disebut sebagai limfosit clone.
PERAN LIMFOSIT T DALAM KEKEBALAN SELULER
Setelah ekspos dengan antigen yang dipresentasikan oleh makrofag limfosit T dari
jaringan limfoid akan berproliferasi menghasilkan sejumlah besar sel-sel limfosit yang aktif.
Limfosit aktif ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan seterusnya disebarkan ke jaringan
tubuh. Juga akan terbentuk sel memori limfosit T,ini kegunaannya untuk mengenal antigen
yang pernah kontak sebelumnya, hingga pada kontak berikutnya sel-sel limfosit T yang telah
diaktifkan akan bereaksi lebih cepat dan lebih kuat di bandingkan dengan setelah kontak
pertama.
Selain menjadi sel memori limfosit T, limfosit T berdiferensiasi menjadi sel-sel lain yang
memiliki fungsi yang berbeda.
1. T killer cells
Sel T sitotoksik mampu secara langsung membunuh sel bakteri,dalam kerjanya T
killer cell menghasilkan/menggunakan protein perforin. Sel T jenis ini yang
membunuh sel-sel yang terinvasi virus,kanker, sel/ organ yang ditransplantasikan.
2. Supresor T cell
Berperan dalam mengatur dan menekan kerja helper T cell dan sitotoksik T cell.
Diduga pula berperan dalam mencegah imun sistem menyerang sel-sel tubuh
yang normal hingga tidak terjadi penyakit autoimun
3. T helper cells
Sel T helper menstimulasi diferensiasi sel B menjadi sel plasma. T helper cells
akan di program untuk bereaksi secara spesifik terhadap antigen-antigen khusus
yang kontak dengan reseptor immunoglobulin pada permukaan limfosit T, maka
limfosit T akan melepaskan T helper faktor yang dapat mengaktivasi limfosit B.
4. T amplifier cells
Ini adalah jenis T limfosit yang terdapat di dalam timus dan limpa. Sel ini tidak
mengadakan resirkulasi dan mempunyai umur yang pendek. Fungsinya adalah
untuk memelihara populasi sel limfosit T
FISIOLOGI LIMFOSIT B
Sebelum kontak dengan antigen spesifik,sel limfosit B tetap berada dalam jaringan
limfoid.Saat terdapat antigen asing masuk ke dalam tubuh manusia,makrofag dalam jaringan
limfoid memfagosit antigen dan membawanya ke limfosit B.Di samping itu,antigen juga akan
dibawa ke sel T yang berperan mengaktifkan sel limfosit B.Sel limfosit B yang bersifat
spesifik terhadap antigen berdiferensiasi membentuk limfoblas yang setelah itu akan
berdiferensiasi lagi membentuk plasmablas yang merupakan precursor sel plasma dan
kemudian terbentuk sel plasma.Sel plasma lalu akan menghasilkan antibody gamma globulin
dan antibody masuk ke dalam cairan limfe dan diangkut ke sirkulasi darah.
Beberapa limfoblas yang terbentuk tidak melanjutkan membentuk sel plasma melainkan
sel memori B yang menetap dalam jaringan limfoid dalam waktu cukup lama.Pada tahap ini
sel memori B berada dalam keadaan respon imun primer yaitu antibody yang dihasilkan
masih sedikit,potensinya masih lemah,lambat dan masa hidupnya singkat.Apabila ada antigen
yang sama jenisnya pada kedua kalinya merangsang sel memori B maka akan terjadi respon
imun sekunder yaitu terbentuknya antibody cukup banyak ,potensinya jauh lebih
kuat,cepat,dan masa hidupnya lebih lama.
Mekanisme kerja antibody:
Antibodi-antibodi akan bereaksi dengan antigen-antigen.Akibat sifat bivalen dari antibody
dan daerah antigen dari agen penyebab penyakit ,maka antibody dapat mematikan agen
penyebab penyakit dengan cara netralisasi dan lisis.
Leukimia
Definisi
Penyakit yang ditandai dengan gangguan proliferasi dan maturasi leukosit yang mengadakan
infiltrasi ke sumsum tulang dan jaringan tubuh lain.
Gangguan proliferasi mengadakan mitosis abnormal, dan adanya maturasi terganggu,
sehingga tidak dapat menjadi dewasa.
Klasifikasi
1. Leukimia Akut
 Limphocyte (Lymphoblastic) : Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL)
Klasifikasi menurut Kelompok Kerja Sama French American and British :
L1
Blas kecil. Homogen dengan sitoplasma dikit
L2
Blas besar, heterogen dengan sitoplasma bervariasi
L3
Blas besar, homogen dengan sitoplasma basofilik dan bervakuolisasi
 Granulocyte (Myeloblastic) : Acute Myeloblastic Leukimia (AML)
M0
Leukimia Mieloblastik Akut dengan diferensiasi minimal
M1
Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi (Blas ≥ 90%)
M2
Leukimia Mieloblastik Akut dengan Maturasi (Promielosit > 10%)
M3
Leukimia Promielositik Akut
M4
Leukimia Mielomonositik Akut
M5
Diklasifikasikan menjadi 2 subtipe, yaitu :
M5a Leukimia Monoblastik Akut
M5b Leukimia Monositik Akut
M6
Eritroleukimia (Eritroblas > 50% dan Blas non-eritroid > 30%)
M7
Leukimia Megakarioblastik Akut (Blas ≥ 30%)
 Monocyte (Monoblastic) : Acute Monoblastic Leukimia (AMoL)
2. Leukimia kronik
 Limphocyte (Lymphobcytic) : Chronic Lymphocytic Leukimia (CLL)
 Granulocyte (Myelocytic) : Chronic Myelocytic Leukimia (CML)
 Monocyte (Monocytic) : Chronic Monocytic Leukimia (CMoL)
3. Lain-lain
 Erythroleukernia (Di Guglielmo Disease) Leukimia
 Eosinophilic Leukimia
 Megacaryocytic leukimia
 Plasma cell leukemi : Multiple Myeloma atau Plasmacytoma

Choroma (tumor yang menyerang daerah erithropoiesis)
MULTIPLE MYELOMA
DEFINISI
Proliferasi neoplastik sumsum tulang secara difus atau berbentuk nodul, yang ditandai
dengan adanya lesi litik tulang, ditemukannya protein monoklonal dalam urine atau serum
Tipe diseminata diskrasia sel plasma yang ditandai dengan fokus tumor sumsum
tulang multiple dan sekresi komponen M, berkaitan dengan lesi osteolitik yang menyebar
luas mengakibatkan nyeri tulang, fraktur patologis, hiperkalsemia, dan anemia normokromik
normositer; penyebaran ke tempat di luar tulang seringkali terjadi pada penyakit yang sudah
lanjut. Depresi kadar immunoglobulin mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap
infeksi. Proteinuria Bence Jones terdapat pada banyak kasus dan dapat mengakibatkan
amiloidosis sistemik. Dapat juga terjadi gagal ginjal akibat nefropati kalsium atau
pembentukan silinder yang ekstensif.
ETIOLOGI
Faktor genetik, mempengarauhi proliferasi sel plasma sebagai prekusor, membentuk protein
stabil, protein M, seperti pada MGUS (monoclnal gammopathy of undertemined
significance). Kelainan genetik belum secara spesifik diketahui, kromosom yag terlibat
kromosom1,13(13q-) dan 14(14q+).
PREDISPOSISI
 Genetik
 Paparan radiasi
 Rangsangan antigenik
 Kondisi lingkungan
EPIDEMIOLOGI
 Meningkat sesuai pertambahan umur
 Kulit hitam lebih rentan terhadap MM daripada orang kaukasia.
 Umur median pasien rata-rata 65 tahun.Jarang ditemukan pada umur dibawah 20
tahun. Namun diagnosis pada umur dibawah 50 tahun, prognosisnya lebih buruk.
 Laki-laki > wanita.
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Patogenesis
Mutasi gen p53 (tumor suppressor gene)
Infeksi KSHV (Kaposi Sarcoma Associated Herpes Virus) pada dendritic cell produksi IL6 meningkat
Seperti yang telah dibahas pada etiologi, memang etiologi dari multiple myeloma ini
belum jelas. Maka patogenesisnya mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kerusakan DNA terjadi saat perkembangan Limfoid stem cell menuju sel B (belum ada
tanda pasti di tahap mana) dan hal ini mengakibatkan terbentuknya plasmablas yang
malignan yang mengifiltrasi sumsum tulang. Malignant plasmablast selanjutnya berkembang
menjadi malignant plasma cells yang proliferasinya tidak terkontrol, hal ini diperkuat juga
oleh teori sitokin yang mengakatakan bahwa sitokin, khususnya IL-6 yang dihasilkan
neoplastik plasma cells dan stromal cells akan mempertahankan proliferasi juga
keeksistensian myeloma itu sendiri. Selain itu, neoplastik plasma cells juga menghasilkan
MIP1 dan reseptor activator of NF-B ligand (RANKL) yang dapat menyebabkan destruksi
tulang.
Tidak terkontolnya proliferasi dari plasma cell yang malignant menyebabkan beberapa
hal yang dapat dibagi menjadi 3 akibat berdasarkan patofisiooginya:
 Formation of plasmacytomas
 Produksi dari M-protein
 Produksi dari Bence Jones protein
Hal ini akan dibicarakan selanjutnya di bagian patofisiologi
Patofisiologi
Etiologi (mutasi)
Hematopoietic stem cell abnormal
Pre-T sel
Timus
pre-B sel
perifer
Sel B
Sumsum tulang
Plasmablast
Sel plasma
Proliferasi berlebihan
Sel myeloma(kumpulan plasmacytomas)
Mendesak sumsum dan akhiran saraf
protein M↑  rouleux  LED↑
Hematopoietic terganggu
Eritropoiesis granulo&
agranulopoiesis
viskositas↑
trombopoiesis
terakumulasi di tubulus
gagal ginjal
Anemia
mudah infeksi
pendarahan
Uremia
kreatinin darah
Proteinuria &proteinemia
Sitokin(TNF,IL-6,IL1-β)
Aktivasi osteoclast
Destruksi tulang
Fraktur patologis
ca masuk ke aliran
darah
hiperkalsemia
Gejala Klinik







Pelepasan produk sel myeloma berupa:
o Ig monoclonal dalam serum (M-protein)
   Sindrom hiperviskositas (vertigo, penurunan kesadaran dan gagal
jantung)
   neuropati
o Free light chain
 Dikatabolisir dalam jaringan sehingga menimbulkan amiloid 
deposit  amioidosis  makroglossia,carpal tunnel syndrome dan
diare
 Dibuang ke urin berupa protein Bence Jones yang dapat menimbulkan
renal failure
Peningkatan osteoclast activating factor (IL-1 dan TNF-) sehingga menimbulkan
lesi osteolitik yang mengakibatkan timbulnya gejala nyeri tulang dan penekanan saraf
juga hiperkalsemia yang dapat menyebabkan renal failure pula dengan gejala
anorexia, mual, muntah, konstipasi, poliuria dan gangguan kesadaran
Gangguan hematopoiesis terdiri atas:
o Akibat pendesakan massa tumor pada jaringan hematopoietic normal
o Produk sel tumor (IL-6) yang mengakibatkan anemia, netropenia dan
trombositopenia
Gangguan produksi antibody, netropenia, dan imobilisasi menyebabkan penderita
mudah terinfeksi. Infeksi berulang, terutama pada paru-paru dan saluran kencing
Perdarahan akibat menurunnya fungsi trombosit dan factor pembekuan yang timbul
karena pengaruh dari paraprotein
Neuropati karena paraprotein dan kompresi saraf dapat menimbulkan paraplegi
(paralisis tungkai bawah dan bagian bawah tubuh)
Nefropati: fungsi ginjal terganggu karena hiperkalsemia juga dapat menyebabkan
penimbunan di tubulus renal yang menyebabkan nefritis interstitial.Penyebab lain
gagal ginjal pada MM adalah sering menggunakan NSAID untuk mengatasi nyeri
pada MM

Patofisiologis Multiple Myeloma

Cytokines

Beberapa cytokine memegang peran untuk pertumbuhan sel myeloma, dan yang
paling penting adalah Interleukin-6. entah, yang bekerja IL-6 yang berasal dari
mekanisme autocrine atau paracrine. Pada mekanisme autocrine myeloma
memproduksi dan merespon sendiri. Pada mekanisme paracrine myeloma merespon
pada IL-6 yang diproduksi oleh sel lain. Menempelnya sel myeloma pada sel stroma
menstimulasi sel stroma untuk memproduksi IL-6 untuk perkembangan sel myeloma.
Sel stroma tidak hanya berperan dalam perkembangan sel myeloma tetapi juga dalam
untuk mengumpulkan clonogenic cells dari sirkulasi ke sumsum tulang.

IL-6 berperan penting dalam perkembangan sel myeloma secara in vivo. Tingkat IL-6
juga berhubungan dengan aktifitas penyakit, dan bertambah banyak pada penyakit
yang lebih buruk, tetapi tidak selalu muncul saat stadium awal. Tingkat dari IL-6
berkaitan dengan beberapa parameter tes laboratorium seperti plasmasitosis sumsum
tulang, tingkat serum laktat dehydrogenase dan tingkat serum β2, tingkat
mikroglobulin, diketahui sebagai prognosis aktivitas penyakit. IL-6 tidak terdeteksi
pada orang normal, tapi pada pasien multiple myeloma rata-rata 30pg/mL. Anti-IL-6
monoclonal antibody diberikan pada pasien dengan hasil yang diharapkan
berkurangnya tumor cell mass dan gejala klinik yang dikarenakan beban tumor yang
tinggi.

IL-6 juga merupakan faktor penting dalam terbentuknya lesi tulang yang terjadi pada
multiple myeloma. Resorpsi tulang sebenarnya merupakan attribute dari osteoclast
aktivating faktor (OAF). Peranan IL-6 pada osteolitik pada tulang dan hyperkalsemia,
karena IL-6 menstimulasiosteoclast formation dari prekursor dalam CFU-GM
colonies. Dan dalam kombinasi dengan IL-6 reseptor menyebabkan tipycal osteoclast
characteristized dengan kalsitonin reseptor.

IL-6 dalam jumlah banyak diproduksi oleh osteoblast dan kumpulan osteoblastik kuat
teramati dalam pasien multiple myeloma.reaksi ini merupakan even kritis, awal
terjadinya MM. Pada kejadian MM meskipun IL-6 merupakan penyebab penting
terjadinya penyakit ini, tetapi pengobatan dengan anti-IL-6 tidak akan mempunyai
hasil yang membantu.
DASAR DIAGNOSIS MULTIPEL MYELOMA
Diagnosis MM ditegakkan mulai dari trias diagnostik klasik yaitu sel plasma > 10% + M
protein + lesi litik.
Kriteria diagnosis menurut Durie and Salmon:
Kriteria Mayor:
1. Plasmasitoma pada biopsi jaringan
2. Sel plasma sumsum tulang meningkat > 30%
3. M protein: IgG > 35 g/dl, IgA > 20 g/dl, kappa atau lambda rantai ringan pada
elektroforese serum; pada urin didapatkan protein Bence-Jones positif (> 1 g/dl)
Kriteria Minor:
a. Sel plasma sumsum tulang meningkat 10-30%
b. M protein pada serum dan urin (kadar lebih kecil dari no 3.)
c. Lesi litik pada tulang
d. Normal residual IgG < 500 mg/L, IgA < 1 g/L, atau IgG < 6 g/L
Diagnosis MM bila terdapat 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor atau 3 kriteria minor yang
harus meliputi kriteria a + b.
Kombinasi 1 dan a bukan merupakan diagnosis MM.
Dasar diagnosis berdasarkan skenario:
Anamnesis: # Datang dengan keluhan nyeri pada pinggang
# RPD: fraktur spontan tulang rahang (tulang pipih, terdapat sumsum tulang
merah)
Pemeriksaan Fisik: Nyeri (+) pada daerah lumbal
Pemeriksaan Lab: # Hb dan Ht turun  anemia
# LED meningkat
# SADT= eritrosit: normokrom normositer; rouleaux ++
leukosit dan trombosit normal
# Kimia darah: hiperkalsemia
Pemeriksaan Radiologik: lesi litik tulang dan fraktur lumbal III
DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan
Hb
Kadar
Leukosit
LED
Pemeriksaan
Urin
Gambaran
Radiologis
Ciri-ciri lain
MM
Turun (anemia)
RA
Sedikit turun
OA
Normal
Naik/Normal/Turun
Normal
Meningkat
Proteinuria (Bence Jones)
Naik (cairan
synovial)
Meningkat
Normal
- Tampak lesi litik tulang pada
tulang yang mengandung
sumsum tulang merah (pada
tulang pipih)
- Osteoporosis difus pada
vertebra  Wedge Shape
- Tampak
adanya erosi
tulang
- Penurunan
densitas
tulang
- Penyempitan
celah sendi yang
seringkali
asimetris
- Peningkatan
densitas
(sklerosis) tulang
subkondral
- Kista tulang
- Ostefit pinggir
sendi
- Perubahan
struktur anatomi
sendi
Normal
Normal
- Pada eritrosit didapatkan
gambaran rouleaux
- Sel plasma pada BM
meningkat >10%
- Pada serum protein
elektroforesis: M protein
KLASIFIKASI
1. Monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS):
o Sel plasma sumsum tulang < 5%
o Pasien asimtomatik
o M protein < 3 g/dl
o Rontgen tulang normal
o Hb dan kalsium normal
o Protein Bence Jones negatif
o Beta2-mikroglobulin < 3 mg/L
o Kreatinin serum normal
2. Mieloma Indolen:
o Tidak ada simtom atau gejala penyakit
o Tidak ada infeksi rekuren
o Serum IgG < 7 g/dl, atau IgA < 5 g/dl
o Tidak ada lesi tulang atau < 3 lesi litik
o Status Karnofsky > 70%
o Hb > 10 mg/dl
o Kreatinin serum < 2,0 mg/dl
o Labelling index < 1%
3. Smoldering Mieloma:
o Seperti pada mieloma indolen +
o Sel plasma sumsum tulang 10-30%
o Tidak ada lesi tulang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. SADT
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
: Anemia Normokrom Normositer membentuk formasi Rouleaux
Formasi ini yang menyebabkan LED meningkat.Formasi Rouleaux
sendiri disebabkan protein patologis(Protein M)
: Meningkat sedikit/Normal/Menurun sedikit
: Biasanya jumlahnya normal atau menurun sedikit
2. Bone Marrow
Selularitas
ASE
ASG
AST
: Hiperseluler
: Normal atau menurun
: Meningkat sedikit/Normal/Menurun sedikit
: Jumlah Megakariosit meningkat,granulasi sitoplasma megakariosit
dan pembentukan trombosit normal
Biasanya ditemukan sel plasma lebih dari 10%.Banyaknya sel plasma yang matur dan
imatur serta hebatnya infiltrasi kedalam sumsum tulang dapat menjadi dasar
penentuan Prognosis.Penderita dengan sel darah yang matur dan infiltrasi yang berupa
bercak mempunyai masa hidup yang lebih baik.
3. Kimia Darah
 Serum elektroforesis digunakan untuk menentukan tipe dari tiap protein yang
ada dan kurva karakteristik
 Urine Protein Elektroforesis untuk mengetahui adanya BENCE-JONES
protein didalam urine.BENCE-JONES (> 1gr/dL dalam 24 jam) proteinuria ini
sendiri merupakan salah satu yang sangat khas pada multiple Myeloma(70%



penderita) dan untuk penetuan terapi.Dapat juga menjadi indikasi beratnya
kerusakan ginjal pada pasien.
Immunofixation digunakan untuk mengetahui sub tipe dari protein.Kuantitas
atau jumlah level immunoglobulin(IgG,IgA.IgM) dapat menjadi acuan pada
respons pasien terhadap pengobatan.
Beta-2 mikroglobulin,merupakan prediktor untuk akibat dari multiple
myeloma.Bisa juga sebagai prognostikator untuk multiple myeloma.
CRP (C-Reactive Protein).Dapat digunakan sebagai prognostikator dan
memantau aktivitas IL-6 sebagai faktor pertumbuhan untuk sel plasma.
4. X-Ray




Decalcificasi : diffuse/local/combined
Laesy osteolytic : bulat,multiple
Area yang terkena biasanya berlubang namun tanpa disertai sclerosis
Biasanya tulang dengan sumsum tulang merah,yang paling sering tulang iga
dan tengkorak
 Oeteoporosis difus pada vertebra (gambaran Wedge Shape)
Hal-hal diatas biasanya dilakukan untuk mengecek fraktur phatologis yang dapat
memperparah tingkat penyakit dan gangguan pada pasien.
5. MRI
Lebih spesifik dari X-Ray biasa dalam menentukan lesi litik saat tejadi kerusakan
pada tulang
6. CT-Scan
Penatalaksanaan Mieloma Multipel
Pengobatan Mieloma Multipel
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan rasa sakit sehingga pasien dapat bergerak aktif
untuk menghindari demineralisasi tulang yang lebih lanjut akibat imobilisasi.
Pemakaian korset lumbal yang sederhana dapat mengurangi rasa sakit pada tulang punggung.
1. Pengobatan Suportif
 Transfusi darah pada penderita yang anemia.
 Pengobatan terhadap gagal ginjal kronis.
 Pengobatan terhadap infeksi.
 Pengobatan terhadap hiperurisemia.
 Pengobatan patah tulang dan gangguan neurologik.
2. Simptomatik
 Radiasi untuk penderita dengan lesi osteolitik yang terasa sangat nyeri
dan soliter.
3. Pengobatan Sitostatika
 Kombinasi antara Melphalan 10 mg/m2/hari selama 4 hari dengan
Prednison 60 mg/m2/hari selama 4 hari.

Kombinasi lain adalah cyclophosphamid 1000 mg/m2 sekali IV
dengan prednison 60 mg/m2/hari selama 4 hari. Diulangi setiap 3
minggu.
Evaulasi hasil pengobatan
1.
2.
3.
4.
5.
Protein M dalam serum berkurang menjadi 50% atau lebih dari keadaan awal.
Diameter plasmasitoma berkurang 50% atau lebih dari keadaan awal.
Kadar protein M dalam urine berkurang 50% atau lebih dari keadaan awal.
Perbaikan tulang secara radiologik.
Berkurangnya jumlah sel mieloma dalam sumsum tulang.
Non – Farmakologi
 Minum air banyak 2-3 liter / hari agar urin banyak, cukup untuk mengeluarkan
kalsium, asam urat, dan rantai ringan imunoglobulin.
 Infeksi diobati secepatnya.
 Patah tulang panjang, sebaiknya dipasang pin intramedular kemudian diradiasi,
radiasi juga diberikan pada kelainan osteolitik yang terlokalisasi serta penekanan pada
sumsum tulang.
 Hiperkalsemia  Infus cairan dan prednisolon.
Paling efektif adalah melphalan dan siklofosfamid ( 50% - 60% ) respon yang tinggi.
Pengobatan keadaan darurat MM
a. Uremia : rehidrasi , obati sebab yang mendasari ( misalnya hiperkalsemia,
b.
c.
d.
e.
f.
g.
hiperurisemia ) , hemodialisis pada beberapa pasien.
Hiperkalsemia akut : hidrasi, prednisolon, fosfat, kalsitonin.
Paraplegia kompresi : dekompresi, irradiasi, kemoterapi.
Lesi tunggal tulang yang nyeri : kemoterapi atau irradiasi.
Anemia berat : transfusi packed red cell.
Komplikasi Multiple Myeloma
Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi seperti hipervolemia,
hiperviskositas,
diatesis
hemoragik,
dan
krioglobulinemia.
Karena
terjadi
pengendapan rantai ringa,dalam bentuk amiloid atau sejenisnya dapat terjadi
gangguan fungsi ginjal dan jantung. Faktor pengaktif osteoklas ( OAF ) seperti IL1-β,
limfotoksin dan tumor necrosis factor ( TNF ) bertanggung jawab atas osteolisis dan
osteoporosis yang demikian khas untuk penyakit ini. Karena kelainan tersebut pada
penyakit ini dapat terjadi fraktur ( mikro ) yang menyebabkan nyeri tulang,
hiperkalsemia dan hiperkalsiuria. Konsentrasi imunoglobulin normal dalam serum
sering sangat menurun dan fungsi sumsum tulang yang menrun dan neutropenia yang
kadang-kadang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
h. Gagal ginjal pada Multiple Mieloma disebabkan karena hiperkalsemia, adanya deposit
mieloid pada glomerulus, hiperurisemia, infeksi yang rekuren, infiltrasi sel plasma
pada ginjal, dan kerusakan tubulus ginjal oleh karena infiltrasi rantai berat yang
berlebihan. Sedangkan anemia disebabkan oleh karena tumor menyebabkan
penggantian sumsum tulang dan inhibisi secara langsung terhadap prose
hemaopoiesis, perubahan megaloblastik akan menurunkan produksi vitamin B12 dan
asam folat.
i. Faktor Prognostik Multiple Mieloma
j. Banyak faktor prognostik klinik yang berkorelasi kuat dengan massa sel mieloma,
yang dapat ditaksir berdasarkan atas banyaknya paraprotein total yang diproduksi pad
pasien selama 24 jam, dibagi oleh bannyaknya paraprotein yang diproduksi per sel
dalam kurun waktu yang sama. Faktor prognostik yang berpengaruh terhadap
perkembangan multiple mieloma adalah kadar hemoglobin, kalsium, kreatinin serum,
β2 – mikroglobulin, albumin, FISH kromosom 13 dan 11 pada sitogenetik sumsum
tulang, CRP, sel plasma indeks labelling dan IL-6 serum. Cara penetapan stadium
klinik dari Durie dan Salmon dikorelasi dengan masssa tumor yang ditaksir.
k. Ketahanan hidup rata-rata pasien Multiple Mieloma bervariasi tergantung pada
stadium penyakit,dari 4 - 45 bulan. Juga kadar β 2 – mikroglobulin menunjukkan
korelasi yang jelas dengan masa tumor yang ditaksir.
Daftar Pustaka
Dorland,W.A.Newman. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:EGC,2002.
Syahrir, Mediarty. 2007. Mieloma Multipel dan Penyakit Gamopati Lain dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.
Download