BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia menjadi pembunuh utama Balita di dunia, bahkan lebih banyak dibanding penyakit lain seperti Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), malaria ataupun campak. Pneumonia juga menyebabkan empat juta kematian pada anak Balita di dunia (Depkes RI, 2005; Watkins et al., 2011). Setiap tahun diperkirakan lebih dari dua juta Balita meninggal di dunia karena pneumonia dari total sembilan juta kematian Balita, sehingga diperkirakan setiap lima belas detik satu Balita meninggal karena pneumonia. Besarnya kematian akibat ISPA khususnya pneumonia, menjadikan pneumonia disebut sebagai penyakit pandemi yang terlupakan (The Forgotten Pandemic) (Depkes, 2005, 2009). Pneumonia masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas Balita (Thorn et al., 2011). World Health Organization (WHO) memperkirakan kejadian pneumonia Balita di negara dengan angka kematian bayi di atas 40 per 1.000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% per tahun. Kasus pneumonia di Indonesia masih terbilang tinggi dimana kejadiannya pada Balita berkisar antara 10% sampai 20% per tahun 1 2 (Depkes, 2000). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melaporkan bahwa kejadian pneumonia sebulan terakhir (period prevalence) mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebesar 2,1% menjadi 2,7% pada tahun 2013. Demikian juga hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang melaporkan bahwa prevalensi pneumonia dari tahun ke tahun terus meningkat, yaitu 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007 (Badan Pusat Statistik, 2013). Pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Tengah, presentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada Balita sebesar 24,74%, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (25,5%). Jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 64.242 kasus, namun angka ini masih sangat jauh dari target Standar Pelayanan Minimal tahun 2010 (100%) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012). Menurut SKRT 2001 urutan penyakit menular penyebab kematian pada bayi adalah pneumonia, diare, tetanus, ISPA sementara proporsi penyakit menular penyebab kematian pada Balita yaitu pneumonia (22,5%), diare (19,2%) infeksi saluran pernafasan akut (7,5%), malaria (7%), serta campak (5,2%) (Depkes, 2002). Masa awal bulan kelahiran bayi merupakan masa yang paling berisiko terhadap berbagai penyakit. Saat itu, makanan utama bagi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). ASI akan melindungi bayi terhadap berbagai infeksi. Hal ini dikarenakan ASI mengandung berbagai jenis antibodi yang mampu melawan infeksi, di antaranya adalah immunoglobulin A (IgA), IgG, IgM, IgD dan IgE. Antibodi ini tidak didapatkan pada susu formula (Aldy, 3 2009). ASI yang keluar pertama kali (kolostrum) lebih banyak mengandung protein dan zat antiinfeksi 10 - 17 kali lebih banyak dibanding ASI matang (mature). Kolostrum mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit (Roesli, 2005). Artinya, dapat diketahui bahwa pemberian ASI eksklusif dapat menjadi sebuah faktor utama dalam melindungi bayi dari penyakit infeksi, salah satunya adalah pneumonia. Pemberian ASI di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Secara nasional cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 0–6 bulan di Indonesia berfluktuasi dalam empat tahun terakhir. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), cakupan ASI eksklusif sebesar 34,3% pada tahun 2009, tahun 2010 menunjukkan bahwa baru 33,6% bayi kita mendapatkan ASI, tahun 2011 angka itu naik menjadi 42% dan menurut SDKI tahun 2012 cakupan ASI eksklusif sebesar 27%. Kesadaran masyarakat dalam memberikan ASI masih rendah. Diperkirakan 80% dari jumlah ibu yang melahirkan mampu menghasilkan air susu dalam jumlah cukup untuk keperluan bayinya selama enam bulan (Siregar, 2004). Hal yang sangat disayangkan bahwa ternyata ibu yang memberikan ASI hanya 2% dari jumlah total ibu melahirkan (Depkes, 2009). Sebuah penelitian pernah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian pneumonia. Penelitian tersebut dilakukan oleh Nurjazuli pada tahun 2012 dengan bertempat di wilayah kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam (Sugihartono, 2012). Metode 4 penelitian yang digunakan adalah retrospective study dengan pendekatan case control. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat pemberian ASI dengan kejadian pneumonia. Penelitian yang mencoba mengetahui hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian pneumonia juga pernah dilakukan oleh Mery Fanada di Wilayah Kerja Puskesmas Kenten Palembang pada tahun 2012 dan pada tahun 2010 oleh Aditya di RS Dr. Moewardi Surakarta. Hasil penelitian keduanya juga mengatakan bahwa terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian pneumonia. Penelitian penulis menggunakan waktu dan lokasi yang berbeda dari penelitian sebelumnya, oleh karena itu penulis melakukan penelitan untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kasus pneumonia anak usia enam bulan sampai dengan lima tahun. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi aktual dan informasi tambahan yang bermanfaat. B. Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kasus pneumonia anak usia enam bulan sampai dengan lima tahun? 2. Berapa besar hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kasus pneumonia anak usia enam bulan sampai dengan lima tahun? 5 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kasus pneumonia anak usia enam bulan sampai dengan lima tahun. 2. Mengtahui besar hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kasus pneumonia anak usia enam bulan sampai dengan lima tahun. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kasus pneumonia anak usia enam bulan sampai dengan lima tahun. 2. Manfaat Aplikatif Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan penelitian selanjutnya terkait hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kasus pneumonia anak usia enam bulan sampai dengan lima tahun. Bagi ibu atau calon ibu, penelitian ini dapat menjadi saran dalam memberikan ASI eksklusif kepada anak. Bagi pemerintah, khususnya Departemen Kesehatan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan promosi kesehatan dalam pemberian ASI eksklusif.