BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan alami pertama untuk bayi dan harus diberikan tanpa Makanan Pendamping-Air Susu Ibu (MP-ASI) sampai usia 6 bulan. ASI terus memberikan faktor-faktor anti infeksi yang tidak dapat diberikan oleh makanan lain. ASI eksklusif didefinisikan sebagai perilaku dimana hanya memberikan air susu saja sampai berumur 6 bulan tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, teh, jeruk, madu, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Rosidah, 2008. Roesli, 2004). Empat puluh Sembilan persen bayi sebelum usia 6 bulan sudah diberi MPASI berupa makanan padat. Setelah usia 6 bulan disamping ASI dapat juga diberikan MP-ASI namun pemberiannya harus tepat meliputi kapan waktu pemberian, apa yang harus diberikan, berapa jumlah yang harus diberikan dan frekuensi pemberian untuk menjaga kesehatan bayi (Rosidah, 2008). Sehingga saat mulai diberikan MP-ASI harus disesuaikan dengan maturitas saluran pencernaan bayi dan kebutuhannya (Narendra, Soetjiningsih dan Suyitno 2005). Sebagai makanan terbaik bayi, ternyata ASI belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 menunjukkan ibu yang memberikan ASI eksklusif hanya 27,2%. Angka tersebut 1 2 masih jauh dibandingkan dengan target pemberian ASI eksklusif di Indonesia tahun 2010 sebesar 80% (MENKES RI, 2010). Hasil penelitian oleh pakar menunjukkan bahwa gangguan pertumbuhan pada masa awal kehidupan balita, antara lain disebabkan oleh pemberian MP-ASI terlalu dini atau terlalu lambat dan perawatan bayi yang kurang memadai dan ibu tidak berhasil memberi ASI eksklusif kepada bayi nya (Supriyono, 2008). Di Indonesia terutama di daerah pedesaan sering kita jumpai pemberian MPASI mulai beberapa hari setelah bayi lahir. Kebiasaan ini kurang baik karena pemberian MP-ASI dini dapat mengakibatkan bayi lebih sering menderita diare, mudah alergi terhadap zat makanan tertentu, terjadi malnutrisi, terganggunya pertumbuhan anak dan produksi ASI menurun (Narendra, Soetjingsih dan Suyitno 2005). Di daerah Trenggalek, Jawa Timur,tahun 2011 hanya 18,8% ibu memberikan ASI pada bayi yang baru lahir. Pemberian MP-ASI dini merupakan suatu kebiasaan yang terjadi di masyarakat yang sangat berhubungan dengan sosial ekonomi rendah. Setelah melahirkan dan sebelum bayinya berusia 6 bulan, ibu harus bekerja baik sebagai buruh tani (daerah rural) ataupun buruh pabrik (daerah urban) (Wiryo, 2005. Dinkes trenggalek, 2011). Pada dasarnya bayi yang diberikan MP-ASI secara berlebihan dapat berakibat penambahan berat badan yang berlebihan (Needlman, 2000). 3 Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti ingin mengetahui hubungan pemberian MP-ASI dini dengan pertumbuhan berat badan bayi di wilayah kerja Puskesmas Durenan Kabupaten Trenggalek. 1.2 Rumusan Masalah Adakah hubungan pemberian MP-ASI lebih dini dengan berat badan bayi di wilayah kerja Puskesmas Durenan Kabupaten Trenggalek. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan pemberian MP-ASI lebih dini dengan berat badan bayi. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui prevalensi bayi yang diberikan MP-ASI lebih dini. 2. Mengetahui prevalensi bayi yang berat badan lebih. 3. Mengetahui prevalensi bayi yang berat badan kurang. 4. Mengetahui alasan pemberian MP-ASI lebih dini. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah wawasan peneliti dalam mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan tentang pemberian MP-ASI lebih dini pada bayi. 2. Bagi Masyarakat Memberi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat terutama ibu mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif dan penundaan pemberian MP-ASI lebih dini pada bayi. 4 3. Bagi Petugas Kesehatan Sebagai masukan bagi petugas kesehatan dalam menggalakkan KIE program ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI pada bayi.