KOMPETENSI PEMANTAU KESTABILAN LERENG : IMPLIKASINYA TERHADAP PRODUKTIVITAS PENAMBANGAN SUMBER DAYA MINERAL Dedy Muljadihardja*, Herry Permana*, Fredy Epriliansyah* T. Yan W. M. Iskandarsyah** ABSTRAK Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berjalan sangat cepat perlu diimbangi dengan kemampuan tenaga kerja yang prima, berkualitas tinggi dan mampu bersaing dalam pasar global. Pendidikan dan pelatihan menjadi salah satu alternatif dalam upaya menciptakan dan meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas, kreatif, inovatif, komunikatif, bertanggungjawab dan serta mempunyai kemampuan menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Program pendidikan dan pelatihan ini harus memberikan hasil keluaran yang mempunyai kemampuan baku dan layak jual, oleh karenanya program pendidikan dan pelatihan yang berdasarkan kompetensi akan menjadi lebih bernilai untuk memenuhi tuntutan pasar yang diinginkan. Suatu lereng dinyatakan stabil atau tidak stabil adalah dengan menggunakan parameter-parameter sebagai beikut ; material, kekuatan tanah dan batuan, sudut lereng (slope angle), iklim, vegetasi, dan waktu. Sedangkan dalam melakukan pemeliharaan stabilitas lereng yang baik, terutama pada area penambangan, perlu dilakukan monitoring secara cermat dan teratur, melalui pemasangan alat-alat pemantau tinggi permukaan airtanah (piezometer), kecepatan gerakan tanah (extensometer) dan arah gerakan tanah (inclinometer). Pendidikan dan Pelatihan dibidang geologi, khususnya mengenai kestabilan lereng di wilayah pertambangan, merupakan suatu hal penting dan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi seorang pemantau kestabilan lereng di wilayah pertambangan. Tentunya hal ini dibutuhkan oleh setiap perusahaan pertambangan untuk meminimalisasi kejadian atau kecelakaan tambang yang diakibatkan oleh longsoran atau runtuhan dinding pit, serta untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya mineral yang berwawasan lingkungan dengan efektif dan efisien. Seorang pemantau kestabilan lereng harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang cukup, dalam hal ; Pemahaman tentang kestabilan lereng, pemahaman proses-proses yang mengakibatkan runtuhnya dinding pit, penganalisaan sudut lereng yang aman, penirisan air pada lereng pit, pemantauan kondisi lereng (visual dan peralatan mekanis), dan koordinasi antar departemen atau instansi terkait. Koordinasi dan komunikasi yang baik dapat dicapai apabila sumberdaya manusia yang dimiliki oleh perusahaan tambang mempunyai perilaku atau sikap yang baik. Sikap atau perilaku ini merupakan kompetensi yang tidak tampak (inner competence) yang cukup sulit untuk di tingkatkan, berbeda dengan pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan kompetensi yang tampak dan mudah ditingkatkan melalui kursus-kursus atau diklat teknis. Ketiga faktor tersebut diatas merupakan unsur dasar dari kompetensi yang diartikan sebagai karakteristik/perilaku dasar yang berhubungan dengan kinerja efektif dalam tugas tertentu. Key words : kestabilan lereng, pendidikan dan pelatihan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap/perilaku. * Pusdiklat Geologi, DESDM ** Jurusan Geologi, Universitas Padjadjaran Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” I. PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berjalan sangat cepat perlu diimbangi dengan kemampuan tenaga kerja yang prima, berkualitas tinggi dan mampu bersaing dalam pasar global. Pendidikan dan pelatihan menjadi salah satu alternatif dalam upaya menciptakan dan meningkatkan sumberdaya manusia yang bermutu, kreatif, inovatif, dan mempunyai kemampuan menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Program pendidikan dan pelatihan ini harus memberikan hasil keluaran yang mempunyai kemampuan baku dan layak jual, oleh karenanya program pendidikan dan pelatihan yang berdasarkan kompetensi akan menjadi lebih bernilai untuk memenuhi tuntutan pasar yang diinginkan. Geologi sebagai ilmu yang mempelajari bumi, merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahuan yang berhubungan langsung dengan alam (natural sciences). Alam menghadapkan kita pada resiko pasti yang menumbuhkan kesadaran manusia untuk langsung menjawab resiko tersebut, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas tinggi dalam menuntaskan pekerjaan geologi. Pada sektor energi dan sumberdaya mineral, geologi mempunyai peranan yang sangat besar dalam penentuan potensi hingga cadangan energi dan sumberdaya mineral, sehingga tenaga geologi yang memiliki kompetensi cukup baik perlu diciptakan untuk mencapai target sektor energi dan sumberdaya mineral yang telah ditentukan. Geologi mempunyai peranan yang sangat penting di dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan pada sektor energi dan sumberdaya mineral. Geologi tidak hanya dipergunakan untuk penentuan potensi atau cadangan energi dan sumberdaya mineral yang dapat dikelola, tetapi juga memberikan solusi bagi permasalahan konstruksi, penataan lingkungan, pencemaran, bencana alam, dan wisata alam. Informasi geologi umumnya dituangkan dalam program pemetaan yang selanjutnya diharapkan dapat membantu pemahaman karakter alam bagi para perencana pembangunan sektor energi dan sumberdaya mineral. Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” II. PERAN GEOLOGI DALAM PERTAMBANGAN Para ahli geologi maupun tenaga kerja dalam bidang geologi berperan dalam mengantisipasi dan menterjemahkan beberapa kriteria geologi yang penting seperti : 1. Kondisi bentang alam yang menunjang tataguna lahan, drainase, erosi, abrasi, serta kestabilan lereng. 2. Kondisi tanah meliputi sifat fisik dan mekanik tanah, penyebaran dan ketebalan untuk dievaluasi terhadap kestabilan lereng, potensi sebagai bahan bangunan, bahan dasar industri, serta tempat pembuangan sampah. 3. Keberadaan dan kondisi bahan galian golongan Vital, Strategis, dan Industri. 4. Keberadaan sumberdaya air, baik air permukaan maupun airtanah. 5. Keberadaan struktur geologi yang mempengaruhi penempatan mineral ekonomis atau kehadiran sesar aktif yang mempengaruhi sarana dan prasarana yang dibangun di atasnya. 6. Potensi sumberdaya energi seperti energi migas, energi batubara, energi panasbumi tenaga air, dan energi nuklir. 7. Potensi bahaya geologi seperti letusan gunungapi dan aliran lahar, gempa bumi dan tsunami, banjir, longsoran dan amblesan. 8. Potensi wisata alam seperti wisata gunungapi, arung jeram, dan penelusuran gua di daerah batugamping. Kondisi geologi setiap daerah yang berbeda menyebabkan keragaman potensi energi dan sumberdaya mineral yang juga berbeda. Untuk mengelolanya secara efektif dan efisien dibutuhkan tenaga geologi yang kompeten. Tenaga geologi yang dibutuhkan pada sektor energi dan sumberdaya mineral adalah tenaga kerja yang memiliki kompetensi-kompetensi dalam bidang sebagai berikut : 1. Penyelidikan dan eksplorasi sumberdaya mineral, minyak dan gas bumi. 2. Penyelidikan dan pengelolaan airtanah. 3. Penyelidikan lingkungan geologi untuk perencanaan tata ruang, pengembangan wilayah, dan dayadukung keteknikan. 4. Penanggulangan atau mitigasi bencana geologi. Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” Bidang penyelidikan lingkungan geologi untuk perencanaan tata ruang, pengembangan wilayah, dan dayadukung keteknikan merupakan salah satu kompetensi yang sangat penting bagi seorang pemantau kestabilan lereng di dalam mendukung pemanfaatan sumberdaya mineral. Materi pelajaran yang dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi seorang pemantau kestabilan lereng di wilayah pertambangan adalah sebagai berikut : - Analisis Kestabilan Lereng - Geologi Perencanaan - Geologi Lingkungan Kawasan Pertambangan - Geologi Teknik - Mekanika Tanah dan Batuan - Hidrogeologi Daerah Pertambangan - Penirisan Tambang - Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Pertambangan III. KEJADIAN LONGSORAN DI WILAYAH PERTAMBANGAN Bentuk topografi permukaan bumi yang bervariasi secara dominan disebabkan oleh proses gerakan tanah, dengan kata lain hanya dimungkinkan karena adanya kuat geser (shear strength) dari tanah atau batuan yang melampaui tegangan geser (shear stress) oleh beban gravitasi atau beban lainnya. Biasanya terlihat bahwa lereng-lereng yang paling curam adalah yang paling tidak stabil, tetapi terdapat pula contoh-contoh keruntuhan yang juga terjadi pada lereng yang landai. Suatu lereng dinyatakan stabil atau tidak stabil adalah dengan menggunakan parameter-parameter sebagai beikut : • Material • Kekuatan tanah dan batuan • Sudut lereng (slope angle) • Iklim • Vegetasi Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” • Waktu Pada prinsipnya suatu lereng dikatakan stabil atau akan stabil apabila tegangan geser tanah (D) yang menyebabkan lereng tersebut longsor ( driving forces )sama besar dengan tegangan geser tanah (N) yang menahan lereng longsor ( resisting forces ). Kestabilan suatu lereng dinyatakan dengan suatu nilai yang disebut nilai faktor keamanan atau lebih dikenal dengan safety factor (SF). Formulasi yang digunakan adalah sebagai berikut : SF = Resisting Forces / Driving Forces Keterangan : SF > 1 = aman, SF < 1 = tidak aman / longsor Gambar 1. Gaya-Gaya dalam Kestabilan Lereng Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilan lereng secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Faktor – faktor yang menyebabkan naiknya tegangan; meliputi naiknya berat unit tanah karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal (bangunan), bertambahnya kecuraman lereng karena erosi alami atau penggalian, dan bekerjanya beban goncangan. 2. Faktor – faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan; meliputi adsorpsi air, kenaikan tekanan pori, beban goncangan atau beban berulang, pengaruh pembekuan dan pencairan, hilangnya sementasi material, proses pelapukan, dan regangan berlebihan pada lempung yang sensitif. Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” Secara umum kehadiran air adalah faktor dari kebanyakan keruntuhan lereng, karena hadirnya air menyebabkan naiknya tegangan maupun turunnya kekuatan. Tipe-tipe gerakan tanah secara umum adalah sebagai berikut : • Jatuhan (Falls) • Longsoran (Slides) • Aliran (Flows) • Kombinasi (Complex) Gambar 2. Longsoran jenis Translasi Pembukaan kawasan pertambangan pada daerah dengan morfologi curam/terjal perlu ditunjang oleh beberapa kegiatan geologi teknik dan hidrogeologi, seperti pemeliharaan stabilitas lereng (slope stability) dan penirisan (dewatering), dengan maksud untuk menghindari terjadinya longsoran / runtuhan batuan akibat dibukanya jalan (road cuts) dan sistem penambangan yang diterapkan. Sistem penambangan terbuka (open pit mining) umumnya memiliki kemiringan lereng pit + 70º (>140%) dengan U U kedalaman mencapai puluhan/ratusan meter, yang sangat rentan terhadap bencana longsor/runtuhan dinding pit. Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” Gambar 3. Longsoran Jenis Rotasi Dalam pemeliharaan stabilitas lereng yang baik, terutama pada area penambangan, perlu dilakukan monitoring secara cermat dan teratur, melalui pemasangan alat-alat pemantau tinggi permukaan airtanah (piezometer), kecepatan gerakan tanah (extensometer) dan arah gerakan tanah ( inclinometer). Kemudian dilanjutkan dengan program penirisan pada dinding pit, termasuk overburden atau biasa juga disebut sisa bahan galian (waste dump), yang umumnya dilakukan dengan cara pemboran dan pemasangan pipa-pipa secara horisontal. Program penirisan ini menjadi sangat penting, karena air mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam proses terjadinya longsor dan ketidakmungkinan dibuatnya suatu dinding penahan yang permanen dalam area penambangan, sementara dinding-dinding pit biasanya dibuat sedemikian curam untuk mendapatkan cadangan mineral bijih yang sebesar-besarnya. Gambar 4. Keadaan lereng pit pada suatu penambangan terbuka Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” Kejadian longsoran di wilayah pertambangan di Indonesia cukup banyak, sehingga mengakibatkan kerugian, baik secara materi maupun non materi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kelalaian atau kurangnya kompetensi pemantau kestabilan lereng diwilayah pertambangan. Data kecelakaan tambang tahun 2003, menunjukkan angka kematian yang tinggi (lihat Gambar 5). Kebanyakan dari kecelakaan tambang tersebut diakibatkan oleh kejadiaan longsoran atau runtuhan lereng pit. Gambar 5. Kecelakaan Tambang di Indonesia 2003 TABEL I. KECELAKAAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA (2003) Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” Berdasarkan tabel tersebut di atas, ternyata angka kematian tertinggi justru terjadi pada perusahaan tambang yang cukup besar. Dengan demikian bukan jaminan bahwa perusahaan tambang besar memiliki sumber daya manusia yang kompeten, khususnya dalam bidang pemantauan kestabilan lereng. Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” IV. DISKUSI Pendidikan dan Pelatihan dibidang geologi, khususnya mengenai kestabilan lereng di wilayah pertambangan, merupakan suatu hal penting dan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi seorang pemantau kestabilan lereng di wilayah pertambangan. Tentunya hal ini dibutuhkan oleh setiap perusahaan pertambangan untuk meminimalisasi kejadian atau kecelakaan tambang yang diakibatkan oleh longsoran atau runtuhan dinding pit, serta untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya mineral yang berwawasan lingkungan dengan efektif dan efisien. Dengan demikian seorang pemantau kestabilan lereng harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang cukup, dalam hal : 1. Pemahaman tentang kestabilan lereng 2. Pemahaman proses-proses yang mengakibatkan runtuhnya dinding pit 3. Penganalisaan sudut lereng yang aman 4. Penirisan air pada lereng pit 5. Pemantauan kondisi lereng (visual dan peralatan mekanis) 6. Koordinasi antar departemen atau instansi terkait Koordinasi dipandang penting karena menyangkut dari pada keterkaitan beberapa departemen atau instansi terkait di wilayah operasional pertambangan, dengan tujuan dan maksud jumlah produksi tercapai sesuai target. Kemampuan komunikasi dan berkoordinasi yang baik diperlukan, agar tidak terjadi salah pengertian atau persepsi oleh pengambil keputusan. Sebagai contoh, kecelakaan tambang yang cukup tinggi justru terjadi dibeberapa perusahaan tambang yang berskala besar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh koordinasi dan komunikasi yang kurang baik, karena secara teknis sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan tambang berskala besar tersebut tidak perlu diragukan lagi. Koordinasi dan komunikasi yang baik dapat dicapai apabila sumberdaya manusia yang dimiliki oleh perusahaan tambang mempunyai perilaku atau sikap yang baik. Sikap atau perilaku ini merupakan kompetensi yang tidak tampak (inner competence) yang cukup sulit untuk di tingkatkan, berbeda dengan pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan kompetensi yang tampak dan mudah ditingkatkan melalui kursus-kursus atau Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” diklat teknis. Ketiga faktor tersebut diatas merupakan unsur dasar dari kompetensi yang diartikan sebagai karakteristik/perilaku dasar yang berhubungan dengan kinerja efektif dalam tugas tertentu. Hasil riset menunjukkan bahwa tes psikologi untuk merekrut tenaga kerja diperusahaan hanya berkorelasi dengan kemampuan akademik, tetapi tidak berkorelasi dengan prestasi kerja (lihat Gambar 6). Gambar 6. Integrasi 5 Unsur Kompetensi Keterangan Gambar 6 : • Karakteristik dasar ini disusun 5 unsur: ciri bawaan, konsep diri, motivasi, pengetahuan dan keterampilan (sering disingkat menjadi 3 unsur KSA: knowledge, skill, atitude) • 2 unsur yang paling mudah dikenali adalah pengetahuan & keterampilan (kompetensi luar). • 3 unsur lainnya yaitu ciri bawaan, konsep diri dan motivasi, merupakan unsur tersembunyi (kompetensi dalam/tak tampak) • Kompetensi pengetahuan dan keterampilan lebih mudah dikembangkan dalam standar kompetensi profesi, dan disertifikasi melalui proses sertifikasi kompetensi personel Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” V. PENUTUP Bukan jaminan bahwa perusahaan tambang besar memiliki sumber daya manusia yang kompeten, khususnya dalam bidang pemantauan kestabilan lereng. Kecelakaan tambang yang cukup tinggi justru terjadi dibeberapa perusahaan tambang yang berskala besar. Seorang pemantau kestabilan lereng di wilayah operasi pertambangan harus memiliki kompetensi yang terintegrasi anatara pengetahuan, ketrampilan, dan sikap/perilaku. Kompetensi tersebut hanya dapat ditingkatkan melalui Pendidikan dan Pelatihan yang bersifat teknis maupun non teknis. Diklat teknis diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, sedangkan diklat non teknis diperlukan untuk meningkatkan perilaku individu / personil. Diklat teknis yang diperlukan oleh seorang pemantau kestabilan lereng diantaranya ; diklat geologi teknik, diklat analisis kestabilan lereng, diklat geologi lingkungan untuk kawasan pertambangan, dan sebagainya. Diklat non teknis yang dapat mendukung hal tersebut diatas, salah satunya adalah outbound management training, yang diharapkan dapat mengintegrasikan kelima unsur kompetensi. Sehingga kinerja dan produksi perusahaan dapat ditingkatkan, dan kecelakaan tambang dapat diminimalisasi. Pusdiklat Geologi merupakan salah satu unit di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang memiliki tugas dan fungsi untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bidang geologi, yang salah satunya adalah diklat untuk pemantau kestabilan lereng di wilayah pertambangan. Diharapkan dengan terselenggaranya diklat teknis maupun non teknis untuk pemantau kestabilan lereng di wilayah pertambangan secara berkelanjutan, maka pusdiklat geologi dapat berperan aktif untuk meminimalisasi kecelakaan tambang dan meningkatkan pengelolaan sumberdaya mineral yang berkelanjutan. Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral” REFERENSI : 1. Lundgren, Lawrence. 1986. Environmental Geology. Prentice hall, New Jersey, USA. 2. Muljadihardja, D. dan T. Yan W.M. Iskandarsyah, 2005. Paradigma pengelolaan sumberdaya mineral dimasa yang akan datang. Publikasi ilmiah Pendidikan dan Pelatihan Geologi, Pusdiklat Geologi, Bandung. 3. Pusdiklat Geologi. 2003. Pusdiklat Geologi (Geological Training and Education Center), Buku informasi umum. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Geologi, Bandung. 4. Sub Direktorat K3, Direktorat Teknik Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2003. 5. Tim Kompetensi Badiklat, 2005. Kompetensi sebagai basis pengembangan sumber daya manusia. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah. ”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”