kompetensi pemantau kestabilan lereng

advertisement
KOMPETENSI PEMANTAU KESTABILAN LERENG :
IMPLIKASINYA TERHADAP PRODUKTIVITAS PENAMBANGAN
SUMBER DAYA MINERAL
Dedy Muljadihardja*, Herry Permana*, Fredy Epriliansyah*
T. Yan W. M. Iskandarsyah**
ABSTRAK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berjalan sangat cepat perlu diimbangi
dengan kemampuan tenaga kerja yang prima, berkualitas tinggi dan mampu bersaing dalam pasar
global. Pendidikan dan pelatihan menjadi salah satu alternatif dalam upaya menciptakan dan
meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas, kreatif, inovatif, komunikatif,
bertanggungjawab dan serta mempunyai kemampuan menghadapi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Program pendidikan dan pelatihan ini harus memberikan hasil
keluaran yang mempunyai kemampuan baku dan layak jual, oleh karenanya program pendidikan
dan pelatihan yang berdasarkan kompetensi akan menjadi lebih bernilai untuk memenuhi tuntutan
pasar yang diinginkan. Suatu lereng dinyatakan stabil atau tidak stabil adalah dengan
menggunakan parameter-parameter sebagai beikut ; material, kekuatan tanah dan batuan, sudut
lereng (slope angle), iklim, vegetasi, dan waktu. Sedangkan dalam melakukan pemeliharaan
stabilitas lereng yang baik, terutama pada area penambangan, perlu dilakukan monitoring secara
cermat dan teratur, melalui pemasangan alat-alat pemantau tinggi permukaan airtanah
(piezometer), kecepatan gerakan tanah (extensometer) dan arah gerakan tanah (inclinometer).
Pendidikan dan Pelatihan dibidang geologi, khususnya mengenai kestabilan lereng di wilayah
pertambangan, merupakan suatu hal penting dan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
kompetensi seorang pemantau kestabilan lereng di wilayah pertambangan. Tentunya hal ini
dibutuhkan oleh setiap perusahaan pertambangan untuk meminimalisasi kejadian atau kecelakaan
tambang yang diakibatkan oleh longsoran atau runtuhan dinding pit, serta untuk meningkatkan
pengelolaan sumberdaya mineral yang berwawasan lingkungan dengan efektif dan efisien.
Seorang pemantau kestabilan lereng harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang
cukup, dalam hal ; Pemahaman tentang kestabilan lereng, pemahaman proses-proses yang
mengakibatkan runtuhnya dinding pit, penganalisaan sudut lereng yang aman, penirisan air pada
lereng pit, pemantauan kondisi lereng (visual dan peralatan mekanis), dan koordinasi antar
departemen atau instansi terkait. Koordinasi dan komunikasi yang baik dapat dicapai apabila
sumberdaya manusia yang dimiliki oleh perusahaan tambang mempunyai perilaku atau sikap
yang baik. Sikap atau perilaku ini merupakan kompetensi yang tidak tampak (inner competence)
yang cukup sulit untuk di tingkatkan, berbeda dengan pengetahuan dan ketrampilan yang
merupakan kompetensi yang tampak dan mudah ditingkatkan melalui kursus-kursus atau diklat
teknis. Ketiga faktor tersebut diatas merupakan unsur dasar dari kompetensi yang diartikan
sebagai karakteristik/perilaku dasar yang berhubungan dengan kinerja efektif dalam tugas tertentu.
Key words : kestabilan lereng, pendidikan dan pelatihan, pengetahuan, ketrampilan dan
sikap/perilaku.
* Pusdiklat Geologi, DESDM
** Jurusan Geologi, Universitas Padjadjaran
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
I. PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berjalan sangat cepat perlu
diimbangi dengan kemampuan tenaga kerja yang prima, berkualitas tinggi dan mampu
bersaing dalam pasar global. Pendidikan dan pelatihan menjadi salah satu alternatif dalam
upaya menciptakan dan meningkatkan sumberdaya manusia yang bermutu, kreatif,
inovatif, dan mempunyai kemampuan menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Program pendidikan dan pelatihan ini harus memberikan hasil keluaran yang
mempunyai kemampuan baku dan layak jual, oleh karenanya program pendidikan dan
pelatihan yang berdasarkan kompetensi akan menjadi lebih bernilai untuk memenuhi
tuntutan pasar yang diinginkan.
Geologi sebagai ilmu yang mempelajari bumi, merupakan salah satu bagian dari
ilmu pengetahuan yang berhubungan langsung dengan alam (natural sciences). Alam
menghadapkan kita pada resiko pasti yang menumbuhkan kesadaran manusia untuk
langsung menjawab resiko tersebut, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas
tinggi dalam menuntaskan pekerjaan geologi. Pada sektor energi dan sumberdaya mineral,
geologi mempunyai peranan yang sangat besar dalam penentuan potensi hingga cadangan
energi dan sumberdaya mineral, sehingga tenaga geologi yang memiliki kompetensi
cukup baik perlu diciptakan untuk mencapai target sektor energi dan sumberdaya mineral
yang telah ditentukan.
Geologi mempunyai peranan yang sangat penting di dalam melaksanakan
pembangunan yang berkelanjutan pada sektor energi dan sumberdaya mineral. Geologi
tidak hanya dipergunakan untuk penentuan potensi atau cadangan energi dan sumberdaya
mineral yang dapat dikelola, tetapi juga memberikan solusi bagi permasalahan konstruksi,
penataan lingkungan, pencemaran, bencana alam, dan wisata alam. Informasi geologi
umumnya dituangkan dalam program pemetaan yang selanjutnya diharapkan dapat
membantu pemahaman karakter alam bagi para perencana pembangunan sektor energi
dan sumberdaya mineral.
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
II. PERAN GEOLOGI DALAM PERTAMBANGAN
Para ahli geologi maupun tenaga kerja dalam bidang geologi berperan dalam
mengantisipasi dan menterjemahkan beberapa kriteria geologi yang penting seperti :
1. Kondisi bentang alam yang menunjang tataguna lahan, drainase, erosi, abrasi, serta
kestabilan lereng.
2. Kondisi tanah meliputi sifat fisik dan mekanik tanah, penyebaran dan ketebalan untuk
dievaluasi terhadap kestabilan lereng, potensi sebagai bahan bangunan, bahan dasar
industri, serta tempat pembuangan sampah.
3. Keberadaan dan kondisi bahan galian golongan Vital, Strategis, dan Industri.
4. Keberadaan sumberdaya air, baik air permukaan maupun airtanah.
5. Keberadaan struktur geologi yang mempengaruhi penempatan mineral ekonomis atau
kehadiran sesar aktif yang mempengaruhi sarana dan prasarana yang dibangun di
atasnya.
6. Potensi sumberdaya energi seperti energi migas, energi batubara, energi panasbumi
tenaga air, dan energi nuklir.
7. Potensi bahaya geologi seperti letusan gunungapi dan aliran lahar, gempa bumi dan
tsunami, banjir, longsoran dan amblesan.
8. Potensi wisata alam seperti wisata gunungapi, arung jeram, dan penelusuran gua di
daerah batugamping.
Kondisi geologi setiap daerah yang berbeda menyebabkan keragaman potensi
energi dan sumberdaya mineral yang juga berbeda. Untuk mengelolanya secara efektif
dan efisien dibutuhkan tenaga geologi yang kompeten. Tenaga geologi yang dibutuhkan
pada sektor energi dan sumberdaya mineral adalah tenaga kerja yang memiliki
kompetensi-kompetensi dalam bidang sebagai berikut :
1. Penyelidikan dan eksplorasi sumberdaya mineral, minyak dan gas bumi.
2. Penyelidikan dan pengelolaan airtanah.
3. Penyelidikan lingkungan geologi untuk perencanaan tata ruang, pengembangan
wilayah, dan dayadukung keteknikan.
4. Penanggulangan atau mitigasi bencana geologi.
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
Bidang penyelidikan lingkungan geologi untuk perencanaan tata ruang,
pengembangan wilayah, dan dayadukung keteknikan merupakan salah satu kompetensi
yang sangat penting bagi seorang pemantau kestabilan lereng di dalam mendukung
pemanfaatan sumberdaya mineral. Materi pelajaran yang dibutuhkan untuk meningkatkan
kompetensi seorang pemantau kestabilan lereng di wilayah pertambangan adalah sebagai
berikut :
- Analisis Kestabilan Lereng
- Geologi Perencanaan
- Geologi Lingkungan Kawasan Pertambangan
- Geologi Teknik
- Mekanika Tanah dan Batuan
- Hidrogeologi Daerah Pertambangan
- Penirisan Tambang
- Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Pertambangan
III. KEJADIAN LONGSORAN DI WILAYAH PERTAMBANGAN
Bentuk topografi permukaan bumi yang bervariasi secara dominan disebabkan oleh
proses gerakan tanah, dengan kata lain hanya dimungkinkan karena adanya kuat geser
(shear strength) dari tanah atau batuan yang melampaui tegangan geser (shear stress) oleh
beban gravitasi atau beban lainnya. Biasanya terlihat bahwa lereng-lereng yang paling
curam adalah yang paling tidak stabil, tetapi terdapat pula contoh-contoh keruntuhan
yang juga terjadi pada lereng yang landai.
Suatu lereng dinyatakan stabil atau tidak stabil adalah dengan menggunakan
parameter-parameter sebagai beikut :
•
Material
•
Kekuatan tanah dan batuan
•
Sudut lereng (slope angle)
•
Iklim
•
Vegetasi
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
•
Waktu
Pada prinsipnya suatu lereng dikatakan stabil atau akan stabil apabila tegangan
geser tanah (D) yang menyebabkan lereng tersebut longsor ( driving forces )sama besar
dengan tegangan geser tanah (N) yang menahan lereng longsor ( resisting forces ).
Kestabilan suatu lereng dinyatakan dengan suatu nilai yang disebut nilai faktor keamanan
atau lebih dikenal dengan safety factor (SF).
Formulasi yang digunakan adalah sebagai berikut :
SF = Resisting Forces / Driving Forces
Keterangan : SF > 1 = aman, SF < 1 = tidak aman / longsor
Gambar 1. Gaya-Gaya dalam Kestabilan Lereng
Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilan lereng secara umum dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Faktor – faktor yang menyebabkan naiknya tegangan; meliputi naiknya berat unit
tanah
karena
pembasahan,
adanya
tambahan
beban
eksternal
(bangunan),
bertambahnya kecuraman lereng karena erosi alami atau penggalian, dan bekerjanya
beban goncangan.
2. Faktor – faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan; meliputi adsorpsi air, kenaikan
tekanan pori, beban goncangan atau beban berulang, pengaruh pembekuan dan
pencairan, hilangnya sementasi material, proses pelapukan, dan regangan berlebihan
pada lempung yang sensitif.
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
Secara umum kehadiran air adalah faktor dari kebanyakan keruntuhan lereng,
karena hadirnya air menyebabkan naiknya tegangan maupun turunnya kekuatan.
Tipe-tipe gerakan tanah secara umum adalah sebagai berikut :
•
Jatuhan (Falls)
•
Longsoran (Slides)
•
Aliran (Flows)
•
Kombinasi (Complex)
Gambar 2. Longsoran jenis Translasi
Pembukaan kawasan pertambangan pada daerah dengan morfologi curam/terjal
perlu ditunjang oleh beberapa kegiatan geologi teknik dan hidrogeologi, seperti
pemeliharaan stabilitas lereng (slope stability) dan penirisan (dewatering), dengan
maksud untuk menghindari terjadinya longsoran / runtuhan batuan akibat dibukanya jalan
(road cuts) dan sistem penambangan yang diterapkan. Sistem penambangan terbuka
(open pit mining) umumnya memiliki kemiringan lereng pit + 70º (>140%) dengan
U
U
kedalaman mencapai puluhan/ratusan meter, yang sangat rentan terhadap bencana
longsor/runtuhan dinding pit.
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
Gambar 3. Longsoran Jenis Rotasi
Dalam pemeliharaan stabilitas lereng yang baik, terutama pada area penambangan,
perlu dilakukan monitoring secara cermat dan teratur, melalui pemasangan alat-alat
pemantau
tinggi
permukaan
airtanah
(piezometer),
kecepatan
gerakan
tanah
(extensometer) dan arah gerakan tanah ( inclinometer). Kemudian dilanjutkan dengan
program penirisan pada dinding pit, termasuk overburden atau biasa juga disebut sisa
bahan galian (waste dump), yang umumnya dilakukan dengan cara pemboran dan
pemasangan pipa-pipa secara horisontal. Program penirisan ini menjadi sangat penting,
karena air mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam proses terjadinya longsor dan
ketidakmungkinan dibuatnya suatu dinding penahan yang permanen dalam area
penambangan, sementara dinding-dinding pit biasanya dibuat sedemikian curam untuk
mendapatkan cadangan mineral bijih yang sebesar-besarnya.
Gambar 4. Keadaan lereng pit pada suatu penambangan terbuka
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
Kejadian longsoran di wilayah pertambangan di Indonesia cukup banyak,
sehingga mengakibatkan kerugian, baik secara materi maupun non materi. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh kelalaian atau kurangnya kompetensi pemantau kestabilan
lereng diwilayah pertambangan. Data kecelakaan tambang tahun 2003, menunjukkan
angka kematian yang tinggi (lihat Gambar 5). Kebanyakan dari kecelakaan tambang
tersebut diakibatkan oleh kejadiaan longsoran atau runtuhan lereng pit.
Gambar 5. Kecelakaan Tambang di Indonesia 2003
TABEL I. KECELAKAAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA (2003)
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
Berdasarkan tabel tersebut di atas, ternyata angka kematian tertinggi justru terjadi pada
perusahaan tambang yang cukup besar. Dengan demikian bukan jaminan bahwa
perusahaan tambang besar memiliki sumber daya manusia yang kompeten, khususnya
dalam bidang pemantauan kestabilan lereng.
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
IV. DISKUSI
Pendidikan dan Pelatihan dibidang geologi, khususnya mengenai kestabilan lereng di
wilayah pertambangan, merupakan suatu hal penting dan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan kompetensi seorang pemantau kestabilan lereng di wilayah pertambangan.
Tentunya hal ini dibutuhkan oleh setiap perusahaan pertambangan untuk meminimalisasi
kejadian atau kecelakaan tambang yang diakibatkan oleh longsoran atau runtuhan dinding
pit, serta untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya mineral yang berwawasan
lingkungan dengan efektif dan efisien.
Dengan demikian seorang pemantau kestabilan lereng harus memiliki
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang cukup, dalam hal :
1. Pemahaman tentang kestabilan lereng
2. Pemahaman proses-proses yang mengakibatkan runtuhnya dinding pit
3. Penganalisaan sudut lereng yang aman
4. Penirisan air pada lereng pit
5. Pemantauan kondisi lereng (visual dan peralatan mekanis)
6. Koordinasi antar departemen atau instansi terkait
Koordinasi dipandang penting karena menyangkut dari pada keterkaitan beberapa
departemen atau instansi terkait di wilayah operasional pertambangan, dengan tujuan dan
maksud jumlah produksi tercapai sesuai target. Kemampuan komunikasi dan
berkoordinasi yang baik diperlukan, agar tidak terjadi salah pengertian atau persepsi oleh
pengambil keputusan. Sebagai contoh, kecelakaan tambang yang cukup tinggi justru
terjadi dibeberapa perusahaan tambang yang berskala besar. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh koordinasi dan komunikasi yang kurang baik, karena secara teknis
sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan tambang berskala besar tersebut tidak
perlu diragukan lagi.
Koordinasi dan komunikasi yang baik dapat dicapai apabila sumberdaya manusia
yang dimiliki oleh perusahaan tambang mempunyai perilaku atau sikap yang baik. Sikap
atau perilaku ini merupakan kompetensi yang tidak tampak (inner competence) yang
cukup sulit untuk di tingkatkan, berbeda dengan pengetahuan dan ketrampilan yang
merupakan kompetensi yang tampak dan mudah ditingkatkan melalui kursus-kursus atau
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
diklat teknis. Ketiga faktor tersebut diatas merupakan unsur dasar dari kompetensi yang
diartikan sebagai karakteristik/perilaku dasar yang berhubungan dengan kinerja efektif
dalam tugas tertentu. Hasil riset menunjukkan bahwa tes psikologi untuk merekrut tenaga
kerja diperusahaan hanya berkorelasi dengan kemampuan akademik, tetapi tidak
berkorelasi dengan prestasi kerja (lihat Gambar 6).
Gambar 6. Integrasi 5 Unsur Kompetensi
Keterangan Gambar 6 :
• Karakteristik dasar ini disusun 5 unsur: ciri bawaan, konsep diri, motivasi,
pengetahuan dan keterampilan (sering disingkat menjadi 3 unsur KSA: knowledge,
skill, atitude)
• 2 unsur yang paling mudah dikenali adalah pengetahuan & keterampilan (kompetensi
luar).
• 3 unsur lainnya yaitu ciri bawaan, konsep diri dan motivasi, merupakan unsur
tersembunyi (kompetensi dalam/tak tampak)
• Kompetensi pengetahuan dan keterampilan lebih mudah dikembangkan dalam standar
kompetensi profesi, dan disertifikasi melalui proses sertifikasi kompetensi personel
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
V. PENUTUP
Bukan jaminan bahwa perusahaan tambang besar memiliki sumber daya manusia yang
kompeten, khususnya dalam bidang pemantauan kestabilan lereng. Kecelakaan tambang
yang cukup tinggi justru terjadi dibeberapa perusahaan tambang yang berskala besar.
Seorang pemantau kestabilan lereng di wilayah operasi pertambangan harus memiliki
kompetensi yang terintegrasi anatara pengetahuan, ketrampilan, dan sikap/perilaku.
Kompetensi tersebut hanya dapat ditingkatkan melalui Pendidikan dan Pelatihan
yang bersifat teknis maupun non teknis. Diklat teknis diperlukan untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan, sedangkan diklat non teknis diperlukan untuk
meningkatkan perilaku individu / personil. Diklat teknis yang diperlukan oleh seorang
pemantau kestabilan lereng diantaranya ; diklat geologi teknik, diklat analisis kestabilan
lereng, diklat geologi lingkungan untuk kawasan pertambangan, dan sebagainya. Diklat
non teknis yang dapat mendukung hal tersebut diatas, salah satunya adalah outbound
management training, yang diharapkan dapat mengintegrasikan kelima unsur kompetensi.
Sehingga kinerja dan produksi perusahaan dapat ditingkatkan, dan kecelakaan tambang
dapat diminimalisasi.
Pusdiklat Geologi merupakan salah satu unit di Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral yang memiliki tugas dan fungsi untuk menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan bidang geologi, yang salah satunya adalah diklat untuk pemantau kestabilan
lereng di wilayah pertambangan. Diharapkan dengan terselenggaranya diklat teknis
maupun non teknis untuk pemantau kestabilan lereng di wilayah pertambangan secara
berkelanjutan, maka pusdiklat geologi dapat berperan aktif untuk meminimalisasi
kecelakaan tambang dan meningkatkan pengelolaan sumberdaya mineral yang
berkelanjutan.
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
REFERENSI :
1. Lundgren, Lawrence. 1986. Environmental Geology. Prentice hall, New Jersey, USA.
2. Muljadihardja, D. dan T. Yan W.M. Iskandarsyah, 2005. Paradigma pengelolaan
sumberdaya mineral dimasa yang akan datang. Publikasi ilmiah Pendidikan dan
Pelatihan Geologi, Pusdiklat Geologi, Bandung.
3. Pusdiklat Geologi. 2003. Pusdiklat Geologi (Geological Training and Education
Center), Buku informasi umum. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan
Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Geologi, Bandung.
4. Sub Direktorat K3, Direktorat Teknik Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral, 2003.
5. Tim Kompetensi Badiklat, 2005. Kompetensi sebagai basis pengembangan sumber
daya manusia. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pendidikan dan
Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
Dedy Muljadihardja, Herry Permana, Fredy Epriliansyah,T. Yan W. M. Iskandarsyah.
”Kompetensi Pemantau Kestabilan Lereng : Implikasinya Terhadap
Produktivitas Penambangan Sumber Daya Mineral”
Download