BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi dan Organisasi
Dalam kehidupan sehari-hari tidak akan lepas dari yang namanya
komunikasi karena komunikasi adalah tanda adanya kehidupan, kehidupan tanpa
komunikasi adalah sebuah kemustahilan. Menurut Effendy (2003) Istilah
komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin
communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di
sini maksudnya sama makna. Jadi, dua orang yang terlibat dalam komunikasi,
misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau
berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.
Ilmu komunikasi yang sudah tidak asing lagi di tengah-tengah masyarakat
sehingga memiliki banyak definisi dari pakar komunikasi masing-masing, dari
semua definisi tersebut tidak ada yang paling benar dan tidak ada yang salah.
Salah satunya menurut Everett M. Rogers dalam Cangara (2014) yang
berpendapat “Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber
kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka”
Berbeda dengan Roger yang lebih menekankan definisi komunikasi pada
proses, Wood (2013) lebih menekan definisi komunikasi pada makna. Definisi
komunikasi berpusat pada makna yang merupakan jantung dari komunikasi.
Makna adalah signifikansi yang kita berikan pada fenomena apa yang
ditunjukan. Makna tidak terdapat dalam fenomena. Sebaliknya, makna muncul
dari interaksi dengan simbol.
Namun, salah satu definisi komunikasi yang paling populer sampai saat ini,
definisi menurut Lasswell. Komunikasi menurut Laswel adalah proses yang
menggambarkan siapa mengatakan apa dengan cara apa kepada siapa dengan
efek apa (Liliweri, 2009:4). Who Says In Which Channel To Whom With What
Effect?
Paradigma Lasswell di atas menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima
unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni: Komunikator
(communicator, source, sender). Pesan (Message). Media (Channel, media).
Komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient). Efek (effect,
impact, influence). Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi
adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui
media yang menimbulkan efek tertentu. (Effendy, 2003: 10).
Setelah membahas tentang komunikasi maka akan membahas organisasi.
Organisasi menurut Torang (2014) adalah sistem peran, aliran aktivitas dan
proses (pola hubungan kerja) dan melibatkan beberapa orang sebagai pelaksana
tugas yang didesain untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Robbins (1994)
dalam Torang (2014) adalah suatu entitas sosial yang terkoordinasi secara sadar,
terdiri dari dua orang atau lebih dengan batasan yang relatif terindefikasi, yang
berfungsi secara berkelanjutan untuk mencapai seperangkat sasaran bersama.
Adapun definisi Organisasi menurut Sarwoto (1998) Istilah organisasi
berasal dari kata “organism” yang berarti menciptakan struktur dengan bagianbagian yang diintegrasikan sedemikian rupa sehingga hubungan satu sama lain
terikat oleh hubungan terhadap seluruhnya. Definisi organisasi
yang
dikemukakan oleh Dwight Waldo dalam bukunya Ideas And Issues in Public
Administration: organisasi adalah struktur hubungan antarpribadi yang
berdasarkan atas wewenang formal dan kebiasaan-kebiasaan di dalam suatu
sistem administrasi.
Berbagai organisasi memiliki tujuan yang berbeda-beda, tergantung pada
jenis organisasinya. Organisasi politik misalnya, dapat memiliki tujuan untuk
menyalurkan aspirasi rakyat melalui aturan kelembagaan politik tertentu. Atau
bisa juga organisasi politik bertujuan untuk meraih kursi kekuasaan sebanyakbanyaknya agar perannya sebagai pembawa aspirasi rakyat dapat diwujudkan
secara optimal. Di sisi lain, organisasi sosial dapat memiliki tujuan yang berbeda
dengan organisasi politik. Organisasi sosial bisa tidak bertujuan untuk
menyalurkan aspirasi rakyat melalui kegiatan perebutan kekuasaan, akan tetapi
organisasi sosial bisa jadi bertujuan untuk menjawab aspirasi rakyat melalui
kegiatan tertentu yang secara nyata dapat dirasakan oleh masyarakat, misalnya
melalui pemberian sumbangan, pelatihan-pelatihan, dan lain sebagainya (Sule
dan Saefullah, 2013: 4).
2. Komunikasi Organisasi
Setelah membahas definisi komunikasi dan definisi organisasi pada sub bab
sebelumnya. Maka akan dibahas komunikasi organisasi. Menurut Miller (2005)
studi komunikasi organisasi studi yang sangat multidisiplin, baik dari akar atau
awalnya maupun sumber dalam proses penelitian. Hubungan tersebut bisa
dilihat dari berbagai bidang dalam komunikasi organisasi, seperti dalam bidang
manajemen, sosiologi, dan psikologi sosial dan industri.
Dalam Berger, Roloff & Ewoldsen (2014) komunikasi organisasi mulai
muncul sebagai bidang akademis tersendiri di AS pada 1940-an dan 1950
(Redding, 1985) dengan berpusat kepada sejumlah pertanyaan yang sangat
praktis menyangkut hal-ha yang mengefektifkan komunikasi manajerial di
dalam organisasi. Dari 1950-an sampai 1970-an, batas-batas bidang itu meluas
hingga mencakup efek jaringan kelompok-kelompok kecil, komunikasi atasanbawahan, dan suasana komunikasi terhadap kepuasan dan kinerja pegawai
(Putnam dan Cheney, 1985). Sejak saat itu, identitas bidang komunikasi
organisasi telah tumbuh hingga meliputi perhatian kepada hak-hak berbicara di
kalangan nonmanajerial, rasionalitas teknis yang mendasari sebagian besar
pengambilan keputusan organisasi, memahami bentuk organisasi itu sendiri,
serta peran organisasi di masyarakat demokratis (Mumby dan Stohl, 1996).
Penggunaan banyak prespektif teori telah sangat meluaskan bidang-bidang riset
yang dilakukan untuk lebih memahami komunikasi organisasi dan masalahmasalahnya.
Istilah komunikasi organisasi (organizational communication) adalah istilah
akademis yang pada dasarnya berarti komunikasi yang berlangsung dalam latar
kepentingan organisasi. Berkat komunikasinya, organisasi mampu mencapai
tujuan secara efektif dan efisien. Namun, organisasi tidak berkomunikasi yang
melakukan komunikasi adalah para anggota organisasi. Anggota organisasi
melakukan komunikasi dengan sesama anggota organisasi dan dengan khalayak
di luar organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi (Hardjana,
2016:31).
Menurut Pace & Faules (2001) komunikasi organisasi dapat didefinisikan
sebagai petunjuk dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang
merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari
unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu
dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.
Definisi yang diungkapkan Pace & Faules (2001) menurut Hardjana (2016)
menarik, karena tidak menggunakan istilah proses, misalnya proses pertukaran
pesan,
melainkan
pemampangan
dan
penafsiran
pesan-pesan.
Istilah
pemampangan dimaksud sebagai penciptaan dan penampilan pesan-pesan oleh
sumber dan penyampai pesan, sedangkan penafsiran adalah pemberian arti pada
pesan-pesan tersebut oleh penerima pesan. Pemampangan dan penafsiran pesanpesan berlangsung timbal balik dalam komunikasi. Satuan-satuan komunikasi
adalah anggota-anggota organisasi, yang mempunyai hubungan hierarkis dan
berfungsi sebagai penghubung dengan lingkungan organisasi. Ungkapan
pemampangan dan penafsiran pesan-pesan dimaksudkan untuk menekankan
bahwa komunikasi adalah kegiatan-kegiatan penanganan pesan. Fokusnya
adalah pada penerimaan, penafsiran, dan menindaklanjuti informasi di dalam
konteks. Dengan menggunakan prespektif interpretatif, Pace dan Faules
mengartikan komunikasi sebagai proses transaksi dan pemberian arti pada apa
yang tengah yang terjadi sebagai manifestasi dari prinsip dasar Humans create
their realities manusia menciptakan realitas mereka sendiri.
Komunikasi organisasi di sini fokus pada komunikasi di antara angggotaanggota
suatu
organisasi,
analisis
komunikasi
organisasi
menyangkut
penelaahan atas banyak transaksi yang terjadi secara simultan. Sistem tersebut
menyangkut pertunjukan dan penafsiran pesan di antara lusinan atau bahkan
ratusan individu pada saat yang sama yang memiliki jenis-jenis hubungan
berlainan yang menghubungkan; pikiran, keputusan, dan perilakunya diatur oleh
kebijakan-kebijakan, regulasi, dan “aturan-aturan” yang mempunyai gaya
berlainan dalam berkomunikasi, mengelola dan memimpin; yang dimotivasi
oleh kemungkinan-kemungkinan yang berbeda; yang berada pada tahap
perkembangan berlainan dalam berbagai kelompok; yang mempersepsi iklim
komunikasi berbeda; yang mempunyai tingkat kepuasan berbeda dan tingkat
kecukupan informasi yang berbeda pula; yang lebih menyukai dan
menggunakan jenis, bentuk, dan metode komunikasi yang berbeda dalam
jaringan yang berbeda; yang mempunyai tingkat ketelitian pesan yang berlainan;
dan yang membutuhkan penggunaan tingkat materi dan energi berbeda untuk
berkomunikasi efektif. Interaksi di antara semua faktor tersebut, dan mungkin
lebih banyak lagi, disebut sistem komunikasi organisasi. (Pace & Faules, 2001:
32-33).
3. Struktur, Bentuk, dan Fungsi Komunikasi Organisasi
A. Struktur Komunikasi Organisasi
Struktur berkaitan dengan hubungan-hubungan logis antara berbagai
fungsi dalam organisasi. Teori-teori klasik berfokus pada dua struktur dasar
yang disebut lini dan staff. Strukrur lini menyangkut saluran-saluran
kewenangan organisasi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan utama
organisasi. Misalnya, di sebuah perusahaan, struktur lininya mengikuti suatu
tatanan jabatan yang bertanggung jawab atas produktivitas; kewenangan
lininya terdiri dari presiden, wakil presiden, manajer, penyedia, dan
pelaksana. Struktur staff menunjukan jabatan-jabatan yang memberikan
bantuan kepada jabatan-jabatan lini untuk melaksanakan pekerjaan dengan
lebih baik, dengan memberikan nasihat, bantuan, dan pelayanan. Fungsifungsi staff yang khas meliputi pembelian barang, kontrol, penelitian,
perencanaan
produksi,
hubungan
masyarakat,
dan
latihan
serta
pengembangan (Pace & Faules, 2001: 50-51).
Dalam Pace & Faules (2001) nilai dasar yang membedakan lini dan staf
terletak pada wilayah pembuatan keputusan. Istilah lini berarti bahwa
kewenangan terakhir terletak pada jabatan-jabatan dalam struktur itu.
Sedangkan staf secara tradisional memberi nasihat dan jasa untuk membantu
lini. Lini mempunyai otoritas komando. Sedangkan staf memberikan nasihat
dan melakukan persuasi dalam bentuk usulan-usulan, namun tidak
mempunyai kewenangan untuk memberikan perintah kepada manajer lini
untuk mengikuti usulan-usulan tersebut. Bila usulan seorang ahli dari staf
diterima oleh atasan lininya, usulan itu disebarkan atas kewenangan manajer
lini, bukan atas kewenangan spesialis staf itu. Dengan demikian,
kewenangan penuh manajer lini tetap utuh, dan bawahan menerima perintah
hanya dari atasan lini mereka, jadi memelihara kesatuan komando.
Masih dalam Pace & Faules (2001) Peranan staf sebagai penasihat
semata-mata telah berubah secara radikal sejalan dengan berlalunya waktu.
Anggota staf sekarang sering diberi kewenangan perintah terbatas alih-alih
kewenangan umum atas suatu unit organisasi.
Terdapat berbagai bentuk struktur organisasi, namun pada dasarnya
terdapat dua: struktur tinggi atau vertikal dan struktur datar atau horizontal.
Tingginya atau datarnya suatu organisasi ditentukan oleh perbedaan dalam
jumlah tingkat kewenangan dan variasi dalam rentang pengawasan (span of
control) pada setiap tingkatan. Struktur tinggi mempunyai banyak tingkat
kewenangan dengan manajernya yang mempunyai rentang pengawasan yang
sempit. Organisasi berstruktur tinggi-tinggi/ vertikal sering ditandai dengan
pengawasan yang ketat, semangat kelompok, persaingan melalui hubungan
pribadi, pertambahan tanggung jawab secara bertahap, ketidakamanan yang
konstan mengenai status, penekanan pada teknik manajemen, dan banyaknya
peraturan (Pace & Faules, 2001: 52).
Organisasi berstruktur datar, sebaliknya, tampaknya ditandai dengan
aktivitas individualistik dan usaha yang dianjurkan. Struktur datar memiliki
pengawasan yang sedang-sedang saja dan lebih sedikit peraturan. Personalia
memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada tingkat lebih bawah dalam
struktur datar, dan manajer memiliki sedikit hubungan. Manajer harus
menilai bahwa dengan standar yang objektif dan kurang personal atas
kinerja, dan bawahan secara terbuka bersaing berdasarkan kerja nyata alihalih berdasarkan hubungan pribadi dengan atasan. Struktur datar tampaknya
lebih sesuai lebih sesuai untuk kegiatan dengan pengawasan yang longgar
dan secara teknis sederhana meskipun secara individual lebih menantang.
Dengan ruang lingkup kebebasan individu yang lebih besar, struktur datar
lebih cenderung menghasilkan sikap penuh semangat dan moral lebih baik di
antara para pegawai (Pace & Faules, 2001: 52).
Menurut Hardjana (2016) struktur organisasi terbentuk sebagai
konsekuensi dari pembagian kerja dan merupakan struktur kewenangan yang
menunjukan hubungan saling ketergantungan antar seluruh elemen
organisasi. Struktur kewenangan dalam praktik organisasi tampil sebagai
struktur komunikasi. Istilah struktur komunikasi diartikan sebagai saluransaluran hierarkis yang digunakan untuk mengalirkan pesan komunikasi
organisasi, yakni garis-garis kewenangan yang menunjukan keteraturan arus
informasi mengalir ke seluruh organisasi. Arus pesan-pesan komunikasi
formal mengalir melalui garis-garis kewenangan hierarkis dengan prinsip
mata rantai berjenjang (scalar chain). Dengan demikian untuk mencapai
tujuan organisas, arus pesan komunikasi mengalir melalui saluran struktur
komunikasi formal ke empat arah, yaitu ke bawah, ke atas, ke samping, dan
menyilang.
B. Bentuk Komunikasi Organisasi
Struktur komunikasi organisasi mempengaruhi bentuk komunikasi dalam
sebuah organisasi, secara umum bentuk komunikasi organisasu meliputi dua
arus atau bentuk, dalam Fajar (2009) bahwa arus komunikasi dalam
organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal. Masing-
masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat
tegas. Ronald adler dan George Roadmen dalam buku “Undesrstanding
Human Comunication”, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi
kedua arus komunikasi dalam organisasi tersebut.
Pertama adalah down ward communication. Komunikasi ini berlangsung
ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan
kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas kebawah ini adalah:
1. Pemberian atau penyampaian instruksi kerja (jobs instruction)
2. Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk
dilaksanakan (job retionnale)
3. Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku
(procedures and practices)
4. Pemberian motivasi kepada karyawan agar bekerja lebih baik (Fajar,
2009: 122).
Sedangkan upward communication terjadi ketika bawahan mengirim
pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini
adalah:
1. Penyampaian informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah
dilaksanakan.
2. Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan
ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan.
3. Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan.
4. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun
pekerjaannya. (Fajar, 2009: 123).
Arus komunikasi berikutnya adalah Horizontal Communication tindak
komunikasi ini berlangsung di antara karyawan ataupun bagian yang
memiliki kedudukan yang setara. Fungsi komunikasi horizontal ini adalah:
1. Memperbaiki kordinasi tugas
2. Upaya pemecahan masalah
3. Saling berbagi komunikasi
4. Upaya memecahkan konflik
5. Membina hubungan melalui kegiatan bersama (Fajar, 2009: 123).
Selain bentuk komunikasi vertikal dan horizontal dalam komunikasi
organisasi terdapat komunikasi diagonal. Adapun komunikasi diagonal
menurut Hardjana (2016) komunikasi diagonal terjadi diantara dua orang
yang berbeda jenjang kedudukan dalam struktur hierarkis dan berbeda divisi
atau jalur fungsi. Dalam komunikasi diagonal ada beberapa dampak dan
tujuan yang lazim ditemui, yaitu:
1. Memperkokoh keterbukaan komunikasi. Penerapan komunikasi
diagonal dapat meningkatkan peran struktur keahlian (expert
structure) dan mengurangi struktur kewenangan (authority structure)
yang kaku.
2. Memperlancar
pelaksanaan
koordinasi
antar
departemen.
Komunikasi diagonal dan horizontal memperkuat budaya kerjasama
dan dapat menekankan persaingan internal;
3. Meningkatkan efisiensi penghematan waktu dan uang. Dengan tidak
perlu menunggu komunikasi formal melalui saluran hierarki
pertanyaan mudah dijawab, informasi cepat, dan persoalan dapat
diatasi lebih cepat oleh yang saling berkepentingan.
C. Fungsi Komunikasi Organisasi
Pengertian fungsi menurut Hardjana (2016) adalah istilah yang melekat
pada teori kesisteman dan berarti kegiatan-kegiatan yang dilakukan sistem
dalam pencapaian tujuan. Pelaksanaan kegiatan fungsional dilakukan oleh
hubungan-hubungan antar elemen-elemen dalam sistem yang disebut
struktur. Dengan demikian, istilah fungsi komunikasi merujuk kewenangan,
kekuasaan, status, dan peran dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan
organisasi secara keseluruhan.
Menurut Barnard (1938:217), komunikasi mempunyai dua fungsi dalam
kegiatan-kegiatan organisasi, yaitu (1) memotivasi atau memelihara
semangat untuk menyumbangkan energi kepada organisasi dan (2) untuk
memelihara konsistensi tujuan agar arah kegiatan organisasi tidak
menyimpang. Artinya, dalam mencapai tujuan organisasi dibutuhkan dua
jenis komunikasi, yakni persuasi dan motivasi karyawan dan koordinasi dan
kontrol
sehingga
kesamaan
tujuan
tetap
terpelihara.
Dalam
perkembangannya, fungsi komunikasi mencakup urusan yang lebih luas lagi
tidak hanya terbatas pada fungsi motivasi dan koordinasi (Hardjana,
2016:138).
W. Charles Redding (1972) dalam Harjana (2016) menyebutkan bahwa
fungsi-fungsi komunikasi organisasi dapat dibedakan menjadi tiga, yakni
tugas (task), pemeliharaan (maintenance), dan fungsi manusiawi (human
functions). Artinya pesan-pesan komunikasi dapat dikatagorikan menjadi
tiga, yaitu (1) tugas: kerja operasional-produksi; (2) pemeliharaan:
pengaturan dan kebijakan, dan (3) hubungan manusiawi: relasi, kepuasan
dan morale.
Pamela S. Shockley Zalabak (2006) juga dalam Hardjana (2016)
membagi fungsi-fungsi komunikasi organisasi menjadi tiga, yakni fungsi
pengorganisasian (organizing functions), fungsi relasional (relationship
functions), dan fungsi perubahan (change functions). Istilah organizing
functions diartikan sebagai fungsi regulasi dan produksi yang antara lain
mencakup anggaran dan peraturan perusahaan, buku kebijakan, pedoman
kerja karyawan, dan buku pegangan orientasi karyawan baru. Istilah
relationalship functions merujuk peran-peran individu dan bagaimana
individu harus menempatkan diri pada organisasi dan kelompok. Akhirnya,
change functions dimaksudkan sebagai bukti bahwa organisasi bekerja
sebagai sistem terbuka dengan memanfaatkan umpan balik. Pesan perubahan
dipertukarkan
dalam
pemecahan
masalah,
pembuatan
pemprosesan ide-ide baru, masukan, dan umpan balik lingkungan.
keputusan,
4. Manajemen dan Teori Birokrasi Weber
Dalam hidupnya, (1864-1920) Max Weber menghasilkan banyak karya
dalam institusi manusia, di antaranya adalah teori tentang birokrasi. Gagasan
Weber yang dikembangkan pada awal abad ke 20, adalah bagian dari apa yang
sekarang dikenal sebagai “teori organisasi klasik”. Semua orang memiliki
sebuah gagasan umum tentang apa itu birokrasi, hierarkis, dan berlapis,
dikendalikan oleh aturan dan tidak peka terhadap perbedaan dan kebutuhan
individu. Weber mencoba untuk mengenali cara terbaik bagi organisasi dalam
mengatur kerumitan kerja individu dengan tujuan yang umum, dan prinsipprinsipnya memiliki kekuatan yang tetap ada selama bertahun-tahun (Littlejohn
& Foss, 2011: 295).
Dalam Littlejohn & Foss (2011) Weber mendefinisikan sebuah organisasi
sebagai sebuah sistem kegiatan interpersonal yang memiliki maksud tertentu
yang dirancang untuk menyelaraskan tugas-tugas individu. Hal ini tidak dapat
dilakukan tanpa adanya otoritas, spesialisasi, dan regulasi. Otoritas hadir
bersamaan dengan kekuasaan, tetapi dalam organisasi, otoritas harus “sah” atau
disahkan secara formal oleh organisasi. Keefektifan organisasi bergantung pada
tingkatan yang memberikan manajemen kekuasaan resmi (legitimate power)
oleh organisasi. Dengan kata lain, para manajer memiliki kekuasaan bukan
karena faktor usia, kecerdasan, bujukan, atau kekuatan fisik, tetapi karena
organisasi memberikan otoritas.
Masih dalam Littlejohn & Foss (2011) organisasi didirikan sebagai sebuah
sistem rasional oleh kekuatan aturan menjadikannya semacam otoritas. Cara
terbaik untuk mengorganisir otoritas yang legal yang rasional, menurut Weber
adalah dengan hierarki. Dengan kata lain, atasan memiliki atasan, yang juga
memiliki atasan lagi. Hierarki dijelaskan oleh regulasi di dalam organisasi
tersebut. Setiap lapisan manajemen memiliki otoritas resminya, dan hanya
kepala organisasi yang memiliki otoritas penuh dan menyeluruh. Walaupun
Weber mengatakan bahwa manajer harus ditunjuk berdasarkan kualifikasinya,
kepala organisasi jarang sekali dipilih atas dasar ini. Hal yang lebih mungkin
adalah kepala organisasi memilih atau mewarisi posisi tersebut.
Lebih lanjut dalam Littlejohn & Foss (2011) sebuah prinsip otoritas birokrasi
yang berhubungan menurut Weber, adalah bahwa para pegawai perusahaan
bukanlah pemilik perusahaan karena hal ini akan mengganggu arus otoritas yang
sah. Hal ini merupakan salah satu aspek organisasi yang telah berubah sejak
masa Weber. Pegawai sering kali memilki kepemilkan saham yang berarti
bahwa mereka memang memiliki bagian dari perusahaan tersebut.
Prinsip pertama tentang birokrasi yang besar adalah otoritas. Prinsip yang
kedua adalah spesialisasi (specialization). Setiap individu dibagi atas tugas
masing-masing dan individu tersebut mengetahui tugas di dalam organisasi.
Pengembangan gelar dan deskripsi tugas adalah sebuah contoh yang sempurna
untuk spesialisasi. Namun, ada perbedaan antara birokrasi dengan berbagai
organisasi lainnya. Misalnya dalam sebuah toko perangkat keras kecil, pekerja
mungkin melakukan semuanya mulai dari menjalankan mesin kasir hingga
membersihkan kamar mandi. Namun, ketika toko tersebut mencapai ukuran
tertentu, pemiliknya mulai menggunakan karakteristik birokrasi, sehingga
pekerja yang tadi mungkin dipekerjakan hanya untuk menjaga toko dan
menyapu lantai, ada orang lain yang dipekerjakan sebagai kasir, dan yang lain
sebagai pelayan (Littlejohn & Foss, 2011: 296).
Aspek ketiga dari birokrasi adalah tuntutan aturan (rules). Apa yang
membuat koordinasi organisasi menjadi mungkin adalah implementasi regulasi
yang mengatur perilaku setiap orang. Aturan-aturan organisasi harus rasional,
menurut Weber, yang berarti bahwa aturan-aturan tersebut dirancang untuk
mencapai tujuan organisasi. Untuk mengingat semua yang terjadi, harus ada
catatan dari semua kegiatan organisasi (Littlejohn & Foss, 2011: 296).
Dalam Littlejohn & Foss (2011) model birokrasi Weber menggambarkan
dengan baik metafora mesin dari organisasi. Model ini mengikuti sebuah
pandangan mekanistik atas bawah tentang bagaimana kelompok-kelompok yang
besar harus mengkoordinasikan kegiatan mereka demi mencapai tujuan.
5. Teori Proses Berorganisasi Karl Weick
Karl Weick seorang penemu teori organisasi yang berdampak sangat besar
dalam dunia akademik terutama dalam bidang komunikasi organisasi. Bukunya
the Social Psychology of Organizing telah diterbitkan pada tahun 1969, dan
meneruskan edisi keduanya (1979). Buku setelahnya, Sensemaking in
Organizations (1995) yang merupakan susunan berbagai macam penelitian dan
esai. Weick telah mengeluarkan gagasannya tentang kunci konsep yang
berhubungan dengan organisasi dan komunikasi (Miller, 2005:209)
Teori Weick tentang berorganisasi sangat penting dalam bidang komunikasi
karena teori ini menggunakan komunikasi sebagai sebuah dasar bagi
pengorganisasian manusia dan memberikan sebuah dasar pemikiran untuk
memahami bagaimana manusia berorganisasi. Menurut teori ini, organisasi
bukanlah susunan yang terbentuk oleh posisi dan peranan, tetapi oleh aktivitas
komunikasi. Lebih pantas mengucapkan “Berorganisasi” daripada “Organisasi”
karena organisasi itu sendiri merupakan sesuatu yang dicapai manusia melalui
sebuah proses komunikasi yang berkelanjutan. Ketika manusia melakukan
interaksi sehari-hari, kegiatan mereka adalah menciptakan organisasi. Semua
perilaku dihubungkan karena perilaku seseorang bergantung pada perilaku orang
lain (Littlejohn & Foss, 2011: 297).
Masih dalam Littlejohn & Foss (2011) secara spesifik, interaksi yang
membentuk sebuah organisasi terdiri atas sebuah tindakan (interact) atau sebuah
pernyataan atau perilaku seorang individu. Jika sendiri, tindakan tidak memiliki
arti. Hal yang penting adalah bagaimana orang lain merespons terhadap tindakan
tersebut. Sebuah interaksi melibatkan sebuah tindakan yang diikuti sebuah
respon, dan sebuah interaksi ganda (double interact) terdiri atas sebuah tindakan
yang diikuti oleh sebuah respons dan selanjutnya sebuah penyesuaian atau
tindak lanjut oleh orang yang pertama bertindak. Weick yakin bahwa semua
kegiatan berorganisasi adalah interaksi ganda.
Lebih lanjut dalam Littlejohn & Foss (2011) kegiatan berorganisasi
berfungsi untuk mengurangi ketidakpastian informasi. Istilah kunci teoritis
Weick adalah equivocality, yang berarti ketidakpastian, kesulitan, ambiguitas,
dan kurangnya keterdugaan. Menurut Weick, semua informasi dari lingkungan
sekitar bersifat samar-samar atau ambigu pada beberapa tingkatan, dan kegiatan
organisasi dirancang untuk mengurangi kurangnya ketidakpastian ini. Tidak
semua interaksi sama pentingnya dalam mengurangi ketidakpastian, tetapi setiap
usaha berkonstribusi. Tingkat equivocality yang dialami akan berbeda dalam
setiap situasi, tetapi sering kali cukup besar, dan untuk menguranginya akan
memerlukan implikasi organisasi yang besar.
Proses penghilangan kesamaran/ketidakpastian ini merupakan proses yang
berkembang dengan tiga bagian, yaitu pembuatan (enactment), pemilihan
(selection), dan penyimpanan (retention). Pembuatan adalah definisi tentang
situasi, atau menyatakan adanya informasi yang samar-samar dari luar. Proses
yang kedua adalah pemilihan yang mana anggota organisasi menerima beberapa
informasi sebagai sesuatu yang relevan dan menolak informasi lain. Pemilihan
mempersempit bidang, menghilangkan pilihan yang tidak ingin dihadapi oleh
pelaku pada saat itu. Oleh karena itu, proses ini menghilangkan lebih banyak
kesamaran dari informasi awal. Bagian ketiga dari proses berorganisasi adalah
penyimpanan, dimana hal-hal tertentu akan disimpan untuk penggunaan di masa
yang akan datang. Informasi yang disimpan digabungkan pada kesatuan
informasi yang sudah ada dalam menjalankan organisasi (Littlejohn & Foss,
2011: 298).
Setelah terjadi penyimpanan, anggota organisasi menghadapi sebuah titik
pilihan (choice point). Pertama-tama harus memutuskan apakah harus melihat
lagi pada lingkungan sekitar dengan cara yang baru. Sejauh ini, ringkasan ini
telah membuat keyakinan bahwa organisasi bergerak dari salah satu proses
berorganisasi ke proses lain dalam cara yang teratur: pembuatan, pemilihan,
penyimpanan, pilihan. Akan tetapi, bukan ini masalahnya. Bagian-bagian
individu dalam organisasi tersebut terus melakukan aktivitas tersebut dalam
organisasi tersebut terus melakukan aktivitas tersebut dalam semua proses ini
untuk aspek-aspek lingkungan yang berbeda. Walaupun segmen-segmen tertentu
dari organisasi dapat mengkhususkan pada salah satu atau beberapa proses
berorganisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian pada waktu yang
bersamaan atau berbeda. Saat salah satu kelompok berkonsentrasi pada salah
satu faktor, kelompok lain mungkin bekerja pada faktor yang lain (Littlejohn &
Foss, 2011: 298-299).
Dalam Littlejohn & Foss (2011) Saat manusia berkomunikasi untuk
mengurangi ketidakpastian, mereka menjalani sebuah rangkaian siklus perilaku
(behavior cycles), atau kebiasaan yang memungkinkan kelompok menjelaskan
segala sesuatunya. Dalam sebuah siklus perilaku, tindakan anggota diatur oleh
aturan aturan tindakan (assembly rules) yang menuntun pilihan kebiasaan yang
digunakan untuk meyelesaikan proses yang sedang dijalankan (pembuatan,
pemilihan, atau penyimpanan). Aturan-aturan tersebut merupakan kriteria
dimana pada anggota organisasi memutuskan apa yang harus dilakukan untuk
mengurangi kesamaran/ketidak pastian.
Elemen-elemen dasar dari model Weick ialah lingkungan, kesamaran,
pembuatan, pemilihan, penyimpanan, titik pilihan, siklus perilaku, dan aturan
tindakan
semuanya
berkonstribusi
terhadap
pengurangan
kesamaran/ketidakpastian. Weick mengharapkan semua elemen ini bekerjasama
dalam sebuah sistem yang mana masing-masing elemen saling berhubungan.
Oleh karena itu, dengan teori ini mulai melihat sebuah perluasan dari tindakantindakan tunggal, ke interaksi, ke interaksi ganda, dan ke siklus. Pola-pola
interaksi menyatukan manusia ke dalam kelompok-kelompok dan menyatukan
kelompok-kelompok ke dalam jaringan yang lebih besar
(Littlejohn, & Foss
2011:299).
B. Penelitian Terdahulu
Banyak sekali penelitian yang bertemakan komunikasi organisasi atau yang
berhubungan dengan komunikasi organisasi yang dilakukan oleh berbagai
akademisi, di antaranya yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Liang Chen · Guy G. Gable dan Haibo Hu
dengan judul penelitian “Communication and organizational social
networks: a simulation model” Makalah ini mengkaji dinamika antara pola
komunikasi organisasi dan pertumbuhan jaringan sosial organisasi.
Kemudian mengumpulkan data empiris untuk model uji validitas. Hasil
simulasi menunjukkan kesesuaian yang baik dengan data empiris. Hasil
percobaan simulasi ini memperkaya pengetahuan kita tentang komunikasi
dengan temuan bahwa praktek manajemen organisasi yang mencegah
karyawan dari berkomunikasi dengan melintasi batas-batas kelompok
memiliki efek negatif yang khas dan signifikan pada hubungan jaringan
sosial, keragaman skalar dan keragaman diskrit, yang masing-masing
berkorelasi dengan kinerja organisasi. Temuan ini juga menyarankan
langkah-langkah
konkret
bagi
manajemen
untuk
membangun
dan
mengembangkan jaringan sosial organisasi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh T. Casey LaFrance yang berjudul “Targeting
discretion: an exploration of organisational communication between rank
levels in a medium-sized Southern US police department” Penelitian ini
didasarkan pada gagasan bahwa komunikasi yang efektif dalam sebuah
lembaga akan menunjukkan adanya kesamaan yang wajar antara respon dari
orang-orang di bagian atas dan bawah hirarki organisasi. Proposisi yang
berlawanan juga diasumsikan. Artinya, dalam organisasi dengan komunikasi
yang buruk antara tingkat, orang dapat memperkirakan adanya perbedaan
yang signifikan secara statistik dalam respon dari petugas garis depan dan
anggota staf komando.
3. Penelitian yang dilakukan oleh E. Carina H. Keskitalo and Johanna
Liljenfeldt yang berjudul “Implementation of forest certification in Sweden:
an issue of organisation and communication” Studi ini mengkaji bagaimana
persyaratan sertifikasi dilaksanakan di berbagai organisasi di sektor
kehutanan di berbagai tingkat, dan masalah serta peluangnya diidentifikasi
pada setiap tingkat untuk melaksanakan persyaratan standar. Berdasarkan
wawancara dengan 34 stakeholder di Swedia, studi ini menunjukkan bahwa
sertifikasi hutan merupakan suatu isu komunikasi: hal tersebut meletakkan
suatu permintaan yang besar terhadap komunikasi atau "logistik informasi"
antara bagian-bagian yang berbeda dari rantai penebangan dan pengelolaan
hutan, dari manajemen puncak kepada kontraktor di lapangan. Integrasi
dengan sistem kinerja lingkungan, kejelasan dalam pembagian tanggung
jawab, formalisasi persyaratan untuk perencanaan hutan dan integrasi lebih
lanjut dari budaya perbaikan terus-menerus dan pelaporan internal yang
dapat mendukung pelaksanaan sistem sertifikasi.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Nicoleta Valentina Florea yang berjudul
“Implementing A Model
Of
Strategic Communication To Obtain
Organizational Performance ”. Untuk memperoleh citra yang baik di pasar
dan di pikiran karyawan, konsumen, distributor, perantara, instansi
pemerintah dan media, organisasi harus memegang strategi komunikasi yang
relevan dan pemimpin yang mampu menerapkan strategi ini. Dalam artikel
ini kami mengusulkan untuk menganalisis dua organisasi besar dari
Dambovita County dan menerapkan model yang membantu organisasiorganisasi ini untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari proses
komunikasi dan proses yang didasarkan pada komunikasi, dan mengubah
kelemahan tersebut menjadi peluang. Artikel ini juga akan memungkinkan
organisasi untuk meningkatkan strategi komunikasi mereka dan untuk
memperoleh keunggulan kompetitif di pasar.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Alison Henderson, George Cheney and C.
Kay Weaver dengan judul penelitian “The Role of Employee Identification
and Organizational Identity in Strategic Communication and Organizational
Issues Management about Genetic Modification” Artikel ini membahas
identitas organisasi dan komunikasi strategis dua organisasi eksportir utama
di Selandia Baru karena mereka berhasil mengelola debat publik yang intens
terkait dampak potensial dari modifikasi genetik. Di sini mengkaji
persamaan dan perbedaan dalam identifikasi pada berbagai tingkatan dalam
organisasi tersebut, menggambarkan nilai dan, dengan implikasi, posisi
kebijakan yang dilaksanakan serentak oleh anggota organisasi, kelompok,
dan organisasi sebagai entitas kolektif. Posisi ini juga berfungsi sebagai titik
acuan dalam wacana publik tentang modifikasi genetik. Secara empiris
ditemukan, analisis interpretatif kritis mengungkapkan peran
yang
dimainkan oleh identifikasi karyawan dan pembentukan identitas organisasi
dalam komunikasi strategis dan manajemen isu organisasi tentang kebijakan
publik yang kontroversial. Dalam hal ini, analisis memberikan hubungan
yang penting antara "suara organisasi" biasanya direpresentasikan dalam
manajemen isu dan identifikasi anggota individu, dan menawarkan bukti
bagaimana identifikasi tersebut dapat diperhitungkan dalam pengembangan
komunikasi strategis.
C. Kerangka Pikir Penelitian
Dalam program eliminasi malaria, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
merupakan induk dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang posisinya berada
antara Kementerian Kesehatan RI dan Kabupaten/Kota. Sebagai Induk yang
membawahi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur sangat berperan dalam kesuksesan program eliminasi malaria untuk Dinas
Kesehatan Kabupaten Kota. Maka dari itu, terjadilah komunikasi organisasi antar
lembaga pemerintahan. Namun, di sini terfokus pada Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur bagaimana dalam pengolahan informasi untuk berkordinasi dengan
Dinas Kesehatan Kabupaten Kota.
Dipilihnya Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur karena sukses dalam
menjalankan program eliminasi malaria ini. Kesuksesan tersebut tentunya
dikarenakan manajemen organisasi yang bagus dalam berorganisasi termasuk dalam
komunikasi
organisasi
dengan
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
sebagai
bawahannya. Maka dari itu, di sini menggunakan pendekatan teori manajemen dari
Weber tentang birokrasi. Dalam komunikasi organisasi dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota tersebut tentunya ada pengolahan informasi untuk kesuksesan
program eliminasi malaria.
Maka dari itu, teori tersebut didukung dengan teori Proses Beroganisasi dari
Karl Weick yang mana teori ini pengurangan ketidakpastian informasi dalam
berkordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam proses pengolahan
informasi tersebut Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota hanya menyampaikan
informasi terkait dengan program eliminasi malaria di daerahnya masing.
Program Eliminasi Malaria di Dinas
Kesehatan Provinsi Jatim
Manajemen dan Teori Birokrasi Weber
OTORITAS
SPESIALISASI
REGULASI
Informasi Program Eliminasi
Malaria
Proses Berorganisasi Karl Weick
Pengurangan Ketidakpastian Informasi
Pembuatan
Pemilihan
Penyimpanan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Di Jawa Timur
Download