1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diturunkan Allah kepada manusia
melalui Rasul-Nya. Jadi Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh para nabi Pada
setiap zamannya yang berakhir dengan kenabian Nabi Muhammad SAW. Penamaan
agama Islam bagi para nabi didasarkan kepada firman Allah:
“Katakanlah (Hai orang-orang mukmin): kami beriman kepada Allah dan
kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada Ibrahim,
ismail, Ishak, Yakub serta anak cucunya dan kepada apa yang telah diturunkan
kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak mebedabedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya berserah diri kepadaNya” (Al Baqarah:136)1
Ajaran Islam bersifat universal dan berlaku setiap zaman. Keabadian dan
keaktualan Islam telah dibuktikan sepanjang sejarahnya, dimana setiap kurun waktu
dan perkembangan peradaban manusia senantiasa dapat dijawab tuntas oleh ajaran
Islam melalui Al Qur’an sebagai landasannya. Khalifah pertama umat Islam Abu
Bakar ra pernah berkata, ”Seandainya tali untaku hilang, tentu aku akan
mendapatkannya dalam Kitabullah.”2
1
Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005
Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin I, Era Intermedia, Surakarta,
1998,Hal.36
2
1
Universitas Sumatera Utara
2
Al Qur’an memecahkan problem-problem kemanusiaan dalam berbagai segi
kehidupan, baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik dengan pemecahan
yang bijaksana, karena ia diturunkan oleh yang mahabijaksana dan maha terpuji. Pada
setiap problem Al Qur’an meletakkan sentuhannya yang mujarab dengan dasar-dasar
yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia dan
sesuai dengan setiap zaman dalam menjawab berbagai masalah yang ada. Al Qur’an
selalu memperoleh kelayakannya di setiap waktu dan tempat, karena Islam adalah
agama yang abadi.3
Islam adalah sebuah sistem nilai yang komprehensif, mencakup seluruh sendi
kehidupan. Dia memberi petunjuk bagi kehidupan manusia dalam semua aspeknya,
dan menggariskan formulasi sistemik yang akurat tentang hal itu. Ia sanggup
memberi solusi atas berbagai masalah vital dan kebutuhan akan berbagai tatanan
untuk mengangkat harkat martabat manusia.4
Islam adalah aqidah dan ibadah, negara dan kewarganegaraan, toleransi dan
kekuatan, moral dan material,peradaban dan perundang-undangan. Sesungguhnya
seorang muslim dengan hukum Islamnya dituntut untuk memperhatikan semua
persoalan umat. Barangsiapa yang tidak memperhatikan persoalan kaum muslimin,
dia bukan termasuk golongan mereka.5
3
Manna Khalil Al-Qattan,Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Jakarta, 2006, Hal. 14
Manna Khalil Al-Qattan, Ibid, Hal. 37
5
Hasan Al-Banna, Risalah pergerakan Ikhwanul Muslimin II, Era Intermedia, Surakarta,
1999, Hal.67
4
Universitas Sumatera Utara
3
Keuniversalan ajaran Islam pada hakikatnya terwujud dari hal yang paling
mendasar dan pokok dari seluruh konsep Islam, yaitu keyakinan akan keesaan Allah
dan Tauhidullah. Konsep tauhidullah adalah konsep khas Islam dan menjadi asas
yang paling esensial dalam seluruh system Islam yang dapat melahirkan jiwa kaum
muslimin merdeka dari intervensi, penekanan, dan intimidasi manusia lain.
Syariat Islam yang datang dari Allah itu ditujukan kepada manusia, makhluk
Allah. Karena sumber Syariat adalah Allah, maka realisasi Syariat Islam dalam
kehidupan manusia telah terencana dengan sempurna sebagai perbuatan yang mampu
dilakukan manusia, karena kapasitas kemanusiaannya telah disesuaikan dengan beban
dan bobot syariat. Karena itu tidak heran jika syariat Islam sesuai dengan kodrat
tersebut. Dengan demikian penolakan manusia terhadap Syariat Islam merupakan
penolakan manusia terhadap kodrat asasi dirinya sebagai manusia
Indonesia adalah negara yang terletak di benua Asia sebelah tenggara.
Meskipun jauh dari negara asal agama Islam, namun penduduk yang menganut
agama Islam di Indonesia sangatlah besar, yaitu sekitar 12,7 persen dari total Muslim
dunia. Pada tahun 2010, penganut Islam di Indonesia sekitar 205 juta jiwa atau 88,1
persen dari jumlah penduduk.6
Sepanjang telaah tentang sejarah hukum di Indonesia, maka nampak jelas,
bahwa sejak berabad-abad yang lalu, hukum Islam itu telah menjadi hukum yang
hidup di tengah-tengah masyarakat Islam di negeri ini. Betapa hidupnya hukum Islam
6
http://www.anashir.com/2012/05/102159/46553/10-negara-dengan-jumlah-pendudukmuslim-terbesar-di-dunia#ixzz2hCsj5djT
Universitas Sumatera Utara
4
itu, dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang disampaikan masyarakat melalui
majalah dan koran, untuk dijawab oleh seorang ulama atau mereka yang mengerti
tentang hukum Islam. Ada ulama yang menerbitkan buku soal jawab, yang isinya
adalah pertanyaan dan jawaban mengenai hukum Islam yang membahas berbagai
masalah. Organisasi-organisasi Islam juga menerbitkan buku-buku himpunan fatwa,
yang berisi bahasan mengenai soal-soal hukum Islam. Kaum Nahdhiyin mempunyai
Al-Ahkamul Fuqoha, dan kaum Muhammadiyin mempunyai Himpunan Putusan
Tarjih. Buku Ustadz Hassan dari Persis, Soal Jawab, dibaca orang sampai ke negaranegara tetangga.7
Ajaran Islam, sebagaimana dalam beberapa ajaran agama lainnya,
mengandung aspek-aspek hukum, yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada
sumber ajaran Islam itu sendiri, yakni Al-Qur’an dan Al-Hadith. Dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi, anggota keluarga dan anggota
masyarakat, di mana saja di dunia ini, umat Islam menyadari ada aspek-aspek hukum
yang mengatur kehidupannya, yang perlu mereka taati dan mereka jalankan. Tentu
saja seberapa besar kesadaran itu, akan sangat tergantung kepada komposisi besarkecilnya komunitas umat Islam, seberapa jauh ajaran Islam diyakini dan diterima oleh
individu dan masyarakat, dan sejauh mana pula pengaruh dari pranata sosial dan
politik dalam memperhatikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dan hukum-hukumnya
dalam kehidupan masyarakat itu.
7
Amrullah Ahmad, Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Gema Insani Pers, Jakarta,
1996. Hal 3
Universitas Sumatera Utara
5
Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana
kekuasaan tunduk pada hukum. Hukum mengatur segala hubungan antar individu
atau perorangan dan individu dengan kelompok atau masyarakat maupun individu
dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Dalam mewujudkan
hal tersebut memerlukan adanya alat bukti. Salah satu alat bukti tersebut dapat berupa
akta otentik.8
Lembaga kenotariatan telah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum
Indonesia merdeka atau pada masa pemerintahan kolonial Belanda notaris telah
melaksanakan tugasnya. Keberadaan notaris pada awalnya di Indonesia merupakan
kebutuhan bagi bangsa Eropa maupun yang dipersamakan dengannya dalam upaya
untuk menciptakan akta otentik khususnya di bidang perdagangan.9
Dewasa ini lembaga notariat semakin dikenal oleh masyarakat dan dibutuhkan
dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat otentik dari suatu perbuatan
hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Kebutuhan akan lembaga notaris dalam
praktek hukum sehari-hari tidak bisa dilepaskan dari meningkatnya tingkat
perekonomian dan kesadaran hukum masyarakat. Kekuatan akta otentik yang dibuat
oleh notaris memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat mengingat akta otentik
merupakan alat bukti yang sempurna. Maka tidak jarang berbagai peraturan
8
Hasyim Asy’ari, Skripsi: Tindak Pidana Pemalsuan Akta Otentik Oleh Notaris,Perspektif
Hukum Islam,UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,2013, Hal. 2
9
Arum Puspita, Tesis: Peranan Notaris Di Dalam Penyelesaianpermasalahan Hak Waris
Anak Luar Kawin Diakui Menurut Kuhperdata, Undip, Semarang, 2010,Hal. 32
Universitas Sumatera Utara
6
perundangan mewajibkan perbuatan hukum tertentu dibuat dalam akta otentik, seperti
pendirian perseroan terbatas, koperasi, akta jaminan fidusia dan sebagainya
disamping akta tersebut dibuat atas permintaan para pihak.
Jabatan Notaris timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang
menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan hukum keperdataan
yang ada dan/atau terjadi di antara mereka, suatu lembaga dengan para pengabdinya
yang ditugaskan oleh kekuasaan umum, dan apabila undang-undang mengharuskan
sedemikian atau dikehendaki oleh masyarakat, membuat alat bukti tertulis yang
mempunyai kekuatan otentik. 10
Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat
akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan
oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta11.Pasal 1
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) yang mulai
berlaku tanggal 6 Oktober 2004, menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini.
Sebagai seorang pejabat umum notaris harus dan wajib memahami dan
mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
merupakan suatu hal yang mutlak mengingat jabatan notaris merupakan jabatan
kepercayaan dalam proses penegakan hukum.
10
11
Arum Puspita,Ibid,Hal 28
Sudikno Mertokusumo, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, Renvoi,Nomor 12 Tanggal 3
Mei 2004
Universitas Sumatera Utara
7
Disamping hal tersebut notaris harus senantiasa berprilaku dan bertindak
sesuai dengan kode etik profesi notaris. Keberadaan kode etik profesi notaris diatur
oleh organisasi profesi notaris dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai
wadah tunggal tempat berhimpunnya Notaris Indonesia. Ditunjuknya INI sebagai
wadah tunggal organisasi profesi notaris Indonesia diatur dalam UUJN Pasal 82 Ayat
1. Hal ini berbeda dengan keadaan sebelum berlakunya UUJN yang memungkinnya
notaris berhimpun dalam berbagai wadah organisasi notaris, yang tentunya akan
membawa konsekuensi terdapatnya berbagai kode etik yang berlaku bagi
masingmasing anggotanya.
Hampir setiap organisasi profesi dapat kita temui kode etik, hal ini dipandang
perlu untuk memberikan pedoman berprilaku bagi anggotanya.
Jabatan yang diemban notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang
diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang notaris
bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya
dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran
jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang notaris maka dapat
menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum dan mengganggu proses penegakan
hukum yang sedang gencar dilakukan selama orde reformasi khususnya beberapa
tahun terakhir.
Kode etik profesi notaris, yang disusun oleh organisasi profesi notaris, Ikatan
Notaris Indonesia (I.N.I). Pasal 1 angka (2) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris
Indonesia (I.N.I) menjabarkan bahwa Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan
Universitas Sumatera Utara
8
disebut kode etik adalah seluruh kaedah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan
Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut ”Perkumpulan” berdasarkan
keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan berlaku bagi serta
wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang
menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat
Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Penggati Khusus.
Kode etik notaris merupakan seluruh kaedah moral yang menjadi pedoman
dalam menjalankan jabatan notaris. Ruang lingkup kode etik notaris berdasarkan
Pasal 2 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) berlaku bagi seluruh
anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
notaris, baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) yang ditetapkan di
Bandung, pada tanggal 28 Januari 2005 tersebut memuat kewajiban, larangan dan
pengecualian bagi notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Notaris dapat dikenakan
sanksi apabila terbukti telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang
dimuat dalam kode etik notaris.
Keberadaan kode etik notaris bertujuan agar suatu profesi notaris dapat
dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan
Universitas Sumatera Utara
9
intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi
nilai-nilai moral.12
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi
kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur
dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan
milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaikbaiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali
kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan.
Dalam Surat Al Baqarah secara panjang lebar diceritakan mengenai Kajian
tentang dasar-dasar, manfaat dan pentingnya pencatatan dan pencatat dalam setiap
transaksi keuangan (terutama tentang utang-piutang), sebagaimana disinyalir dalam
Firman Allah Swt.“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
dengan cara tidak tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang
itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah (Tuhannya) dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”.
(QS-Al Baqoroh:282). 13
12
Anshori, Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum Dan Etika,
UII Press, Yogyakarta, 2009.Hal.9
13
Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005
Universitas Sumatera Utara
10
Tidak ada yang samar pada pengertian ayat tersebut, Sejak 16 Abad yang
silam, telah diperintahkan dengan tegas bagi ummat Islam untuk mempelajari,
mengamalkan dan menjaga kebiasaan menulis (Membuat akad perjanjian serta
membukukan) dalam setiap bermu’amalah (Melakukan Jual-beli, utang-piutang,
sewa-menyewa dan lain sebagainya) yang dilakukan secara tidak tunai (Kredit) dalam
jangka waktu yang telah ditentukan.
Secara implisit, ayat tersebut mengandung isyarat tentang beberapa ketentuan
dalam melakukan transaksi (Terutama transaksi non tunai), yaitu: pertama, Dalam
membuat akad perjanjian, diperlukan seorang pencatat yang mencatat transaksi
tersebut. Kedua, hendaknya kedua belah pihak memeriksa dengan teliti terhadap
seluruh isi perjanjian agar tidak menimbulkan masalah dibelakang hari. Ketiga, Akad
perjanjian dan saksi merupakan alat bukti apabila terjadi sengketa. Keempat, Apabila
diantara keduabelah pihak ada yang menyulitkan dalam perjanjian tersebut, maka
yang bersangkutan tergolong orang Fasik (telah mencederai ajaran agamanya).
Begitulah bagian dari ajaran Islam yang agung dan amat terencana sebelum maupun
setelahnya, selanjutnya tergantung kepada setiap individu pemeluknya untuk
melakukan atau mengingkarinya. 14
“Hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar”
(Al Baqarah:282)15
14
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Artikel Pentingnya Pembukuan,
Islam.htm,di unduh 10 Oktober, 2010
15
Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005
Dalam
Perspektif
Universitas Sumatera Utara
11
Ini adalah tugas bagi orang yang menulis utang piutang itu, bukan para pihak
yang melakukan transaksi. Hikmah mengundang pihak ketiga, bukan salah satu dari
kedua belah pihak yang melakukan transaksi, ialah agar lebih berhati-hati. Juru tulis
ini diperintahkan untuk menulisnya dengan adil (benar), tidak boleh condong kepada
salah satu pihak, dan tidak boleh mengurangi atau menambahkan sesuatu dalam teks
yang disepakati itu.16
“Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya”(Al Baqarah :282).
Penugasan di sini adalah dari Allah, kepada penulis, agar dia jangan menundanunda, enggan, dan merasa keberatan melaksanakannya sendiri.itu adalah kewajiban
dari Allah melalui nash tasyri’. Pertanggungjawabannya adalah kepada Allah. Ini
merupakan penunaian terhadap karunia Allah atas dirinya yang telah mengajarinya
bagaimana cara menulis. “Maka hendaklah ia menulis” sebagaimana yang telah
diajarkan Allah kepadanya.17
Islam juga mengatur etika atau akhlak dalam hubungan dengan pencatatan,
Dari ayat tersebut sudah ada beberapa poin penting tentang kode etik seorang penulis,
hal ini mengindikasikan bahwa dalam Islam untuk mejalankan suatu profesi terdapat
aturan berperilaku yang harus diperhatikan oleh profesi tersebut, maka dalam
pembahasan tesis ini akan diusahakan untuk menggali lebih jauh nilai etika yang
16
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Di bawah Naungan Al Qur’an ( Surat Al-FatihahAl-Baqarah) Jillid I, Gema Insani, 2000, Hal. 392
17
Sayyid Quthb, Ibid, Hal.393
Universitas Sumatera Utara
12
terkandung dalam Surat Al Baqarah ayat 282 dan hal-hal lain yang terkait dengan
jabatan seorang juru tulis.
Jika dihubungkan dengan hukum positif Indonesia seorang juru tulis yang
diakui sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah Notaris. Sebagaimana
bunyi Pasal 1 ayat (1) Bab I Ketentuan Umum Undang-undang RI Nomor 30 Tahun
2004 yang menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas,perlu suatu penelitian lebih lanjut
mengenai tugas dan tanggung jawab seorang pencatatan dalam Islam dikaitkan
dengan Surat Al Baqarah 282 yang akan dituangkan dalam judul tesis “KODE ETIK
NOTARIS DITINJAU DARI PERSPEKTIF ISLAM (KAJIAN ANALISIS
SURAT AL BAQARAH AYAT 282)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Hubungan Isi Surat Al Baqarah Ayat 282 Dengan Profesi Notaris
Indonesia?
2. Perbuatan Yang bagaimana Dilarang Bagi Notaris Menurut Surat Al Baqarah
Ayat 282 Dan Akhlak Islam?
3. Apakah Kode Etik Notaris Indonesia Sesuai Dengan Perintah Surat Al Baqarah
Ayat 282 Dan Akhlak Islam?
Universitas Sumatera Utara
13
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas, adapun tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan Hubungan Isi Surat Al Baqarah Ayat 282
Dengan Profesi Notaris Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan Larangan Bagi Notaris Menurut Surat Al
Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan Apakah Kode Etik Notaris Indonesia Sesuai
Dengan Perintah Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam.
D. Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian dan mamfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang
hendak dicapai bersama,Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara
teoritis dan praktis, yaitu :
1.
Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam bidang pengetahuan
dan menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan peraturan pelaksanaan
kode etik notaris yang lebih baik. Dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
2.
Manfaat praktis.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan para praktisi
maupun bagi pihak terkait mengenai pemahaman dan peneraapan kode etik
notaris di Indonesia, khususnya di tinjau dari sudut pandang/perspektif Islam.
Apalagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Universitas Sumatera Utara
14
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan yang ada di
lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di Program Magister Kenotariatan
dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian
sebelumnya yang berjudul tentang Kode Etik Notaris Dalam Perspektif Islam (Kajian
Analisis Surat Al Baqarah Ayat 282), akan tetapi ada beberapa penelitian yang
membahas mengenai kode etik notaris, antara lain diteliti oleh :
1.
Ekawati Prasetia, NIM 087011040, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2008, berjudul Peranan Kode
Etik Profesi Dalam Pemuliaan Jabatan Notaris.
2.
Nurmilys Ginting, NIM 057011065, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2005, berjudul Analisis Yuridis
penegakan hukum atas undang-undang notaris (UUJN) dalam hubungannya
dengan penegakan kode etik notaris.
3.
Octoverry Purba, NIM 087011088, mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2008, berjudul larangan
melakukan promosi jabatan dalam menjalakan profesinya menurut kode etik
notaris sebagai upaya menghindari persaingan tidak sehat antar notaris.
Oleh karenanya maka penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis
lakukan ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa
memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi
baik peneliti atau akademis.
Universitas Sumatera Utara
15
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.
Kerangka Teori
Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting karena
memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah
yang kita bicarakan secara lebih baik.18
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,
kerangka teori dalam suatu penelitian hukum memegang peranan yang penting guna
menjadikan dasar berpijak bagi penelitian untuk menentukan arah atau tujuan
penelitian.
Teori bertujuan menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau
proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.19
Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum
positif. Pada saat orang mempelajari hukum positif, maka ia sepanjang waktu
dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang kegiatan dan
permasalahannya. Menurut Radbruch, tugas teori hukum adalah “membikin jelas
nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang
tertinggi.”(Friedmann, 1958:3).20
18
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, Hal.259
J.J.J.M.Wuisman, Penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas,FE UI,
Jakarta ,1996, Hal.203
20
Satjipto Rahardjo, Op.cit. Hal.260
19
Universitas Sumatera Utara
16
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori,
tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan
pegangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya.21sedangkan
tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan
dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasilhasil penelitian yang terdahulu.22
Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan.
Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:23
a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam fakta;
b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;
c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang di uji kebenarannya.
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.
Sehubungan dengan pembahasan di atas, maka penelitian ini perlu
mempunyai
landasan
pikir,
yaitu
berupa
teori-teori
hukum
yang
akan
digunakan.teori-teori hukum tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Teori keadilan
Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menulisnya dengan adil, yakni
dengan benar, tidak menyalahi ketentuan Allah dan perundangan yang berlaku dalam
21
M.Solly Lubis, Filsafat Imu Dan Penelitian, PT.Sofmedia, Medan, 2012, Hal.129
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta 1996, Hal.19
23
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1981, Hal.121
22
Universitas Sumatera Utara
17
masyarakat. Tidak juga merugikan salah satu pihak yang bermuamalah, sebagaimana
dipahami dari kata adil dan di antara kamu. Dengan demikian, dibutuhkan tiga
kriteria bagi penulis, yaitu kemampuan menulis, pengetahuan tentang aturan serta
tatacara menulis perjanjian, dan kejujuran.24
Ayat ini mendahulukan penyebutan adil daripada penyebutan pengetahuan
yang diajarkan oleh Allah. Ini karena keadilan, disamping menuntut adanya
pengetahuan bagi yang berlaku adil, juga karena seorang yang adil tapi tidak
mengetahui, keadilannya akan mendorong dia untuk belajar. Berbeda dengan yang
mengetahui tetapi tidak adil. Ketika itu pengetahuannya akan dia gunakan untuk
menutupi ketidakadilannya. Ia akan mencari celah hukum untuk membenarkan
penyelewengan dan menghindari sanksi.25
Adil dalam bahasa arab di artikan dengan lurus, orang yang adil harus bejalan
lurus dan sikapnya harus menggunakan ukuran yang sama bukan ganda.26Orang adil
harus berjalan sesuai aturan yang ada,dalam Islam rujukan bagi setiap muslim adalah
Al Qur’an. Keadilan dalam Islam harus dilihat dari perspektif Al Qur’an.
Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban
harus di jalankan secara adil. Hak dan kewajiban juga terkait dengan amanah.
Amanah harus diberikan kepada yang berhak menerimanya. Orang yang memikul
amanah haruslah orang yang berlaku adil.27
24
Quraish Shihab,Op cit, Hal. 604
Quraish Shihab,Op.Cit, Hal.605
26
Hasballah Thaib Dan Zamakhsyari Hasballah, Tafsir Tematik Al Qur’an II, Pustaka
Bangsa, Medan, 2007 Hal.239
27
Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih Dan Ushul Figih, Citapustaka Media
Perintis, Medan, 2013, Hal.95
25
Universitas Sumatera Utara
18
“Hai orang yang beriman, hendaklah kamu orang yang selalu menegakkan
kebenaran karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap suatu kaum,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS AlMaidah [5]:8)28
Keimanan dan keadilan tidak terpisahkan. Orang yang imannya benar dan
berfungsi dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Ayat di atas juga
mencerminkah beberapa prinsip, pertama; berlaku amanah,seorang mukmin tidak
dibenarkan berlaku curang, bohong dan khianat.Kedua;berlaku adil dalam
menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia.29
Kepada notaris Allah memerintahkan berlaku adil sebagaimana disebut dalam
Surat Al Baqarah ayat 28230
“Dan hendaklah ada diantara kamu seorang penulis yang adil”31
2.
Teori Kemaslahatan
Ayat sebelum ayat 282 adalah ayat tentang nasehat ilahi kepada orang memiliki
piutang untuk tidak menagih siapa yang sedang dalam kesulitan, nasehat itu
dilanjutkan oleh ayat ini, kepada yang melakukan transaksi hutang-piutang, yakni
bahwa demi memelihara harta serta mencegah kesalahpahaman, maka hutang-
28
Al Qur’an terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005
Zamakhsyari, Op Cit, Hal.96
30
Hasballah Thaib Dan Zamakhsyari Hasballah, Op Cit, Hal. 241
31
Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005
29
Universitas Sumatera Utara
19
piutang hendaknya ditulis walau jumlahnya kecil, disamping nasehat serta
tuntunan lain yang berkaitan dengan hutang-piutang. Hal ini untuk mencapai
kemaslahatan32
Pengertian kemaslahatan menurut Imam Al-Ghazali adalah mengambil
manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syarak.
Apabila seseorang menjaga dan memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta,
maka tujuan syarak itu telah terpenuhi maslahahnya. Sebagaimana firman Allah SWT
yang artinya: “ dan dalam qishas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagi manusia”
(QS. Al Baqarah: 179).33menurut Al-Thufi sebagaimana dikutip Zamakhsyari, ayat
tersebut mengandung pengertian pemeliharaan kemaslahatan manusia, yaitu jiwa,
harta dan kehormatan mereka.34
3.
Teori Sadd Al-Zari’ah
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai
untuk
waktu
untuk
waktu
yang
ditentukan,
hendaklah
kamu
menuliskannya”. (QS Al-Baqarah: 282)
Menurut Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Sayuti dalam Tafsir
Jalalain, Ayat 282 Surat Al Baqarah ini menjelaskan muamalat seperti jual beli, sewamenyewa, utang-piutang, dan lain-lain yang tidak secara tunai misalnya pinjaman
32
Quraish Shihab, Ibid, Hal.603
Zamakhsyari, Op Cit, Hal.149
34
Zamakhsyari, Ibid, Hal.150
33
Universitas Sumatera Utara
20
atau pesanan untuk waktu yang ditentukan atau diketahui, maka hendaklah dituliskan
untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya.35
Kata “menghilangkan pertikaian nantinya” hal ini sesuai dengan Teori Sadd
Al Zari’ah / Teori Preventif
Kata Al-Zari’ah, dalam bahasa Arab, berarti jalan menuju kepada sesuatu.
Zari’ah artinya washilah, atau jalan yang menyampaikan kepada tujuan.
Jalan yang menyampaikan kepada tujuan yang haram, maka hukumnyapun
menjadi haram. Sedangkan jalan yang menyampaikan kepada tujuan yang halal,
maka hukumnyapun menjadi halal.36
Dalam pandangan ulama, hukum dibagi menjadi dua bagian:
1. Maqashid (tujuan), yaitu maqashid al-syari’ah yang berupa kemaslahatan.
2. Wasa’il (cara dan sarana), yaitu jalan yang menuju kepada pencapaian
hukum.37
Dalam hal ini, Imam al-Qarafi menyatakan:
‘Washilah (cara/alat) yang menyampaikan kepada tujuan yang paling utama
adalah alat yang paling utama, dan yang menyampaikan kapada tujuan yang
peling buruk adalah alat yang paling buruk, dan yang menyampaikan kepada
tujuan yang tengah-tengah adalah alat yang tengah-tengah juga.”
35
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin Al-Suyuti, Tafsir Jalalain, Juz I, Sinar
Baru Algesindo, Bandung, 2003, Hal.156-157
36
Zamakhsyari, Ibid, Hal.151
37
Zamakhsyari, Ibid, Hal.153
Universitas Sumatera Utara
21
Secara terminologis, Al-Zari’ah didefinisikan dengan sesuatu yang membawa
kepada sesuatu yang dilarang, karena mengandung kemudharatan.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, ahli fiqih mazhab Hambali, mengatakan
bahwa pembatasan pengertian Al-Zari’ah pada sesuatu yang dilarang saja tidak tepat,
karena ada pula Al-Zari’ah yang bertujuan yang dianjurkan. Oleh sebab itu,
pengertian Al-Zari’ah bersifat umum, bisa dilarang, dan bisa pula dituntut untuk
dilaksanakan.38
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, ahli fiqih mazhab hambali dan imam Al-Qarafi,
ahli fiqih mazhab Maliki, mengatakan bahwa al-Zari’ah adakalanya dilarang, dan
disebut sadd al-Zari’ah. Dan adakalanya dianjurkan, dan disebut fath al-Zari’ah.
Yang mereka maksudkan dengan fath al-Zari’ah adalah suatu perbuatan yang
dapat membawa pada sesuatu yang dianjurkan, bahkan diwajibkan syarak. Sebagai
contoh, karena shalat jum’at itu hukumnya wajib, maka berusaha untuk sampai di
mesjid dengan meninggalkan segala aktivitas juga diwajibkan.39
4.
Teori Akhlak
Dalam kode etik notaries atau penjabaran surat al baqarah ayat 282 di
isyaratkan bahwa seorang penulis dalam Surat Al Baqarah Ayat 282 ataupun notaries
yang diatur dalam kode etik notaries diwajibkan memiliki moral dan berakhlak.
Akhlak secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang
38
39
Zamakhsyari, Loc. Cit
Zamakhsyari, Op Cit, Hal.151
Universitas Sumatera Utara
22
berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq, yang menciptakan, makhluq, yang
diciptakan, dan khalq penciptaan. Kesamaan akar kata di ini mengisyaratkan bahwa
dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Tuhan
(Kholiq) dengan perilaku manusia (makhluq). Atau dengan kata lain kata perilaku
seseorang terhadap orang dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang
hakiki apabila tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Tuhan
(khaliq). Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja tata aturan atau
norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia tetapi juga norma
yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam
semesta sekalipun.40
Dalam ajaran Islam, akhlak memiliki peran yang sangat strategis, bahkan
akhlak dapat dikatakan sebagai ajaran Islam yang paling essensial. Nabi Muhammad
SAW juga diutus dalam rangka memperbaiki akhlak manusia. Sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari Muslim yang artinya:
“Hanya saja aku diutus ke permukaan bumi ini untuk memperbaiki akhlak manusia”.
Dari sabda Rasul ini tersirat fakta bahwa ssebelum Muhammad SAW menjadi Rasul
ternyata akhlak manusia telah rusak atau setidak-tidaknya mengalami degradasi nilai
dari yang seharusnya dikehendaki Allah memalui wahyuNya yang telah
diturunkanNya melalui kitab Taurat, Zabur, dan Injil yang telah ditentukan
sebelumnya, sehingga Allah merasa masih perlu mengirim lagi seorang Rasul untuk
memperbaiki akhlak ummat manusia.41
40
Mukhlis Lubis dan Zulfahmi Lubis, Akhlak Islam, Pesantren Al Manar, Medan, 2009, Hal. 1
41
Syahril Sofyan, Desertasi:Standar Perjanjian Misrepresentasi Dalam Transaksi Bisnis,
USU, Medan, 2011,Hal.46
Universitas Sumatera Utara
23
Akhlak adalah peri-keadaan jiwa manusia yang mampu melahirkan perbuatanperbuatan lahiriah secara spontan. Akhlak yang baik akan melahirkan perbuatan yang
baik, sebaliknya akhlak yang buruk akan melahirkan perbuatan yang buruk juga.
Dalam dimensi vertikal maupun horizontal, akhlak diatur berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadits Rasulullah SAW. Selanjutnya akhlak inilah yang diharapkan dapat lebih
diutamakan oleh seorang muslimdalam menggapai segala kebutuhan hidupnya42.
Berkembang pesatnya lembaga ekonomi Islam dewasa ini juga diikuti
meningkatnya berbagai macam transaksi bisnis secara Islami dan bentuk perjanjian
yang menuntut untuk menggunakan aturan Islam (syariah).
Al Qur’an dan Sunnah Rasullulah SAW sebagai penuntun memiliki daya
jangkau dan daya atur universal. Artinya, meliputi segenap aspek kehidupan umat
manusia dan selalu ideal untuk masa lalu, kini, dan yang akan datang.43
Syariat telah ditetapkan dan ditegakkan pondasinya serta disempurnakan
dasar-dasarnya pada masa Nabi Muhammad SAW. Hal ini terdapat dalam Firman
Allah Surat Al Maidah ayat 3 :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama
bagimu”. 44
Mengenai muamalah, Allah telah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al
Baqarah Ayat 282 yang artinya :
42
Syahril Sofyan, Ibid,Hal.46
Suhrawardi K.Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, Hal.1
44
Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005
43
Universitas Sumatera Utara
24
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dengan
benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang
yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah
dia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya.”45
Ayat Al Qur’an tersebut menerangkan mengenai perlunya seseorang atau para
pihak untuk menuliskan transaksinya sebagi bukti tertulis atas transaksi atau
perjanjian yang telah dilakukan. Menerangkan pula adanya seorang yang bertindak
sebagai penulis dan saksi dalam transaksi atau perjanjian tersebut. 46
Seorang penulis tidak bisa orang sembarangan, karena penulis harus
menuliskan sesuatu dengan benar pekerjaan penulis merupakan amanah yang tidak
boleh ditolak sesuai dengan penggalan kalimat dalam ayat tersebut”janganlah kamu
enggan menuliskannya”,tentunya bagi pihak yang memang memiliki kapasitas atau
kemampuan dibidang menulis.
2.
Konsepsi
Konsep
diartikan
sebagai
kata
yang
menyatakan
abstraksi
yang
digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus.47
45
Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005
Masdar
Suyitno,”Pentingnya
Pembukuan
Dalam
Perspektif
Islam”
file:///C:/Users/ACER/Downloads/bahan tugas mph, Terakhir di akses 4 Juli 2013
47
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1998, Hal.4
46
Universitas Sumatera Utara
25
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi
dengan realitas.48
“Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakn terutama dalam
judulpenelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata
dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi
menuntun peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian dimaksud.”49
Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran
terhadap istilah-istilah yag digunakan dalam penelitian ini.
Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau
istilah, agar di dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan, yaitu :
1) Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat
akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang
diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang
membuat akta.50
2) Kode Etik Notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh
perkumpulan Notaris berdasar keputusan konggres perkumpulan yang
48
Masri Singaribun dkk, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta,1989, Hal.34
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial,Raja Grafindo Persada,1999, Jakarta,
Hal.107-108
50
Sudikno Mertokusumo, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, Renvoi, Nomor 12,
Tanggal 3 Mei 2004, Hal. 49.
49
Universitas Sumatera Utara
26
mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap
dan semua anggota perkumpulan yang menjalankan tugas jabatan Notaris.51
3) Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada amanusia melalui para
rasul dan pada saat terakhir agama ini diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW
4) Perspektif adalah cara melukiskan suatu benda dan lain-lain pada permukaan
yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi
(panjang, lebar, tingginya); sudut pandang52
5) Al Qur’an adalah Kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada nabi
Muhammad
6) Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena
penangguhan dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya, dan inilah
yang disebut Riba Nasi’ah.53
G. Metode Penelitian
1.
Spesifikasi Penelitian
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan penelitian dalam
pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang
dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian
dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis yang dimaksud
51
Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (INI) Hasil Kongres Luar Biasa Tahun 2005
Bab I, Pasal 1, Hal. 1
52
Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Rama Widya, Bandung, 2007. Hal. 433
53
KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
BUNGA (INTERSAT/FA’IDAH)
Universitas Sumatera Utara
27
berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu
sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu
kerangka tertentu.54
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif (yuridis-normatif).
Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu menelaah berbagai
konvensi dan peraturan perundang-undangan terkait
yang relevan dengan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Selanjutnya turut pula dilakukan
kajian tentang kasus-kasus yang telah terjadi dan mendapat perhatian publik,
kemudian menelaah latar belakang dan perkembangan isu permasalahan penelitian
yang diangkat, lalu membandingkannya mengenai hal-hal yang sama. Terakhir
dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam Ilmu
Hukum, guna menemukan ide, konsep dan asas-asas hukum yang relevan dengan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang
dilakukan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum. Maka spefikasi atau karakter dari penelitian ini adalah preskriptif.
Penelitian yang bersifat preskriptif merupakan penelitian hukum dalam rangka untuk
menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum
guna menjawab isu hukum yang dihadapi.55Karena penelitian yang dilakukan untuk
54
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Radja Grafindo
Persada, Jakarta, 2001, Hal. 42
55
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005, Hal. 35
Universitas Sumatera Utara
28
menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan
metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu
kepada norma-norma hukum,56yang terdapat dalam hukum Islam dan peraturan
perundang-undangan Indonesia maka penelitian ini menekankan pada sumber-sumber
bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum, di
samping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga
ditemukan suatu azas-azas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang
bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang
dibahas,57 yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan
dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai kode etik notaris dalam perspektif Islam. Di
samping itu penelitian ini didukung dengan penelitian hukum sosiologis yang
dibutuhkan untuk mengamati bagaimana reaksi dan interaksi hukum Islam yang
terkait dengan perilaku notaris dalam menjalankan tugasnya.
2.
Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum sekunder,bahan hukum primer dan bahan hukum tersier.
Data-data hukum sekunder tersebut meliputi berbagai macam sumber, baik sumber
56
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni,
Bandung, 1994, Hal.101
57
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif dan Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, Hal. 13
Universitas Sumatera Utara
29
data tertulis seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku ilmiah, dan berbagai
macam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam hal ini seorang
peneliti di harapkan dapat mengumpulkan sebanyak mungkin bahan pustaka yang
terkait dengan objek penelitiannya sehingga dapat menambah khasanah dalam
menganalisis data dan menyajikan hasil penelitian.
a.
Data sekunder
Data sekunder meliputi beberapa hal yaitu:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan salah satu sumber hukum yang penting
bagi sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif. Bahan
hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian. 58
Bahan
hukum primer meliputi bahan-bahan hukum yang isinya mengikat secara
hukum karena dikeluarkan oleh instansi yang sah. Bahan hukum primer dapat
ditemukan melalui studi kepustakaan (library research) baik di perpustakaan
fakultas, universitas, maupun perpustakaan umum lainya.
Beberapa bahan hukum primer yang bisa digunakan dalam penelitian
adalah:
a) Undang-undang dasar
b) Konvensi
58
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta,1990, Hal. 53
Universitas Sumatera Utara
30
c) Protokol
d) Peraturan perundang-undangan terkait.
2) Bahan hukum sekunder59
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang isinya
memperkuat atau menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder
biasanya berupa bahan-bahan hukum seperti bacaan hukum, jurnal-jurnal yang
memberikan penjelasan mengenai bahan primer, berupa buku teks,
konsideran, artikel dan jurnal, sumber data elektronik berupa internet, majalah
dan surat kabar serta berbagai kajian yang menyangkut kode etik notaris
dalam perspektif Islam.
3) Bahan hukum tersier.60
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
Bahan hukum tersier biasanya memberikan informasi, petunjuk dan
keterangan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Di
perpustakaan biasanya bahan hukum tersier berada pada ruangan khusus.
3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penulisan ini, adalah
dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan
yaitu mengumpulkan data dan informasi serta mempelajari dokumen-dokumen, buku-
59
60
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid, Hal.53
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid, Hal.54
Universitas Sumatera Utara
31
buku teks, teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel, tulisan ilmiah yang ada
hubunganya dengan judul penelitian.
4.
Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data
merupakan penelahaan dan penguraian data, sehingga data tersebut dapat diberi arti
dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian. Data
sekunder yang diperoleh kemudian disusun secara urut dan sistematis, untuk
selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif yaitu
dengan penguraian
deskriptis analitis dan preskriptif,61 yang dilakukan untuk memperoleh gambaran
tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yakni
cara berfikir yang dimulai dari hal yang umum, untuk selanjutnya menarik hal-hal
yang khusus sebagai kesimpulan dan disajikan dalam bentuk preskriptif.
Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang
terkumpul baik inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, informasi
media cetak, dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya yang berkaitan dengan judul
penelitian untuk mendukung studi kepustakaan. Kemudian data primer maupun data
sekunder dilakukan analisis penelitian secara kuantitatif dan untuk membahas lebih
mendalam dilakukan secara kualitatif. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat
menjawab segala permasalahan hukum dalam penelitian tesis ini.
61
Soerjono Soekanto, Pengertian Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986,
Hal. 1
Universitas Sumatera Utara
Download