1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diturunkan Allah kepada manusia melalui Rasul-Nya. Jadi Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh para nabi Pada setiap zamannya yang berakhir dengan kenabian Nabi Muhammad SAW. Penamaan agama Islam bagi para nabi didasarkan kepada firman Allah: “Katakanlah (Hai orang-orang mukmin): kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada Ibrahim, ismail, Ishak, Yakub serta anak cucunya dan kepada apa yang telah diturunkan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak mebedabedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya berserah diri kepadaNya” (Al Baqarah:136)1 Ajaran Islam bersifat universal dan berlaku setiap zaman. Keabadian dan keaktualan Islam telah dibuktikan sepanjang sejarahnya, dimana setiap kurun waktu dan perkembangan peradaban manusia senantiasa dapat dijawab tuntas oleh ajaran Islam melalui Al Qur’an sebagai landasannya. Khalifah pertama umat Islam Abu Bakar ra pernah berkata, ”Seandainya tali untaku hilang, tentu aku akan mendapatkannya dalam Kitabullah.”2 1 Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005 Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin I, Era Intermedia, Surakarta, 1998,Hal.36 2 1 Universitas Sumatera Utara 2 Al Qur’an memecahkan problem-problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan, baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik dengan pemecahan yang bijaksana, karena ia diturunkan oleh yang mahabijaksana dan maha terpuji. Pada setiap problem Al Qur’an meletakkan sentuhannya yang mujarab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia dan sesuai dengan setiap zaman dalam menjawab berbagai masalah yang ada. Al Qur’an selalu memperoleh kelayakannya di setiap waktu dan tempat, karena Islam adalah agama yang abadi.3 Islam adalah sebuah sistem nilai yang komprehensif, mencakup seluruh sendi kehidupan. Dia memberi petunjuk bagi kehidupan manusia dalam semua aspeknya, dan menggariskan formulasi sistemik yang akurat tentang hal itu. Ia sanggup memberi solusi atas berbagai masalah vital dan kebutuhan akan berbagai tatanan untuk mengangkat harkat martabat manusia.4 Islam adalah aqidah dan ibadah, negara dan kewarganegaraan, toleransi dan kekuatan, moral dan material,peradaban dan perundang-undangan. Sesungguhnya seorang muslim dengan hukum Islamnya dituntut untuk memperhatikan semua persoalan umat. Barangsiapa yang tidak memperhatikan persoalan kaum muslimin, dia bukan termasuk golongan mereka.5 3 Manna Khalil Al-Qattan,Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Jakarta, 2006, Hal. 14 Manna Khalil Al-Qattan, Ibid, Hal. 37 5 Hasan Al-Banna, Risalah pergerakan Ikhwanul Muslimin II, Era Intermedia, Surakarta, 1999, Hal.67 4 Universitas Sumatera Utara 3 Keuniversalan ajaran Islam pada hakikatnya terwujud dari hal yang paling mendasar dan pokok dari seluruh konsep Islam, yaitu keyakinan akan keesaan Allah dan Tauhidullah. Konsep tauhidullah adalah konsep khas Islam dan menjadi asas yang paling esensial dalam seluruh system Islam yang dapat melahirkan jiwa kaum muslimin merdeka dari intervensi, penekanan, dan intimidasi manusia lain. Syariat Islam yang datang dari Allah itu ditujukan kepada manusia, makhluk Allah. Karena sumber Syariat adalah Allah, maka realisasi Syariat Islam dalam kehidupan manusia telah terencana dengan sempurna sebagai perbuatan yang mampu dilakukan manusia, karena kapasitas kemanusiaannya telah disesuaikan dengan beban dan bobot syariat. Karena itu tidak heran jika syariat Islam sesuai dengan kodrat tersebut. Dengan demikian penolakan manusia terhadap Syariat Islam merupakan penolakan manusia terhadap kodrat asasi dirinya sebagai manusia Indonesia adalah negara yang terletak di benua Asia sebelah tenggara. Meskipun jauh dari negara asal agama Islam, namun penduduk yang menganut agama Islam di Indonesia sangatlah besar, yaitu sekitar 12,7 persen dari total Muslim dunia. Pada tahun 2010, penganut Islam di Indonesia sekitar 205 juta jiwa atau 88,1 persen dari jumlah penduduk.6 Sepanjang telaah tentang sejarah hukum di Indonesia, maka nampak jelas, bahwa sejak berabad-abad yang lalu, hukum Islam itu telah menjadi hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat Islam di negeri ini. Betapa hidupnya hukum Islam 6 http://www.anashir.com/2012/05/102159/46553/10-negara-dengan-jumlah-pendudukmuslim-terbesar-di-dunia#ixzz2hCsj5djT Universitas Sumatera Utara 4 itu, dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang disampaikan masyarakat melalui majalah dan koran, untuk dijawab oleh seorang ulama atau mereka yang mengerti tentang hukum Islam. Ada ulama yang menerbitkan buku soal jawab, yang isinya adalah pertanyaan dan jawaban mengenai hukum Islam yang membahas berbagai masalah. Organisasi-organisasi Islam juga menerbitkan buku-buku himpunan fatwa, yang berisi bahasan mengenai soal-soal hukum Islam. Kaum Nahdhiyin mempunyai Al-Ahkamul Fuqoha, dan kaum Muhammadiyin mempunyai Himpunan Putusan Tarjih. Buku Ustadz Hassan dari Persis, Soal Jawab, dibaca orang sampai ke negaranegara tetangga.7 Ajaran Islam, sebagaimana dalam beberapa ajaran agama lainnya, mengandung aspek-aspek hukum, yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada sumber ajaran Islam itu sendiri, yakni Al-Qur’an dan Al-Hadith. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi, anggota keluarga dan anggota masyarakat, di mana saja di dunia ini, umat Islam menyadari ada aspek-aspek hukum yang mengatur kehidupannya, yang perlu mereka taati dan mereka jalankan. Tentu saja seberapa besar kesadaran itu, akan sangat tergantung kepada komposisi besarkecilnya komunitas umat Islam, seberapa jauh ajaran Islam diyakini dan diterima oleh individu dan masyarakat, dan sejauh mana pula pengaruh dari pranata sosial dan politik dalam memperhatikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dan hukum-hukumnya dalam kehidupan masyarakat itu. 7 Amrullah Ahmad, Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Gema Insani Pers, Jakarta, 1996. Hal 3 Universitas Sumatera Utara 5 Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Hukum mengatur segala hubungan antar individu atau perorangan dan individu dengan kelompok atau masyarakat maupun individu dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Dalam mewujudkan hal tersebut memerlukan adanya alat bukti. Salah satu alat bukti tersebut dapat berupa akta otentik.8 Lembaga kenotariatan telah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum Indonesia merdeka atau pada masa pemerintahan kolonial Belanda notaris telah melaksanakan tugasnya. Keberadaan notaris pada awalnya di Indonesia merupakan kebutuhan bagi bangsa Eropa maupun yang dipersamakan dengannya dalam upaya untuk menciptakan akta otentik khususnya di bidang perdagangan.9 Dewasa ini lembaga notariat semakin dikenal oleh masyarakat dan dibutuhkan dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat otentik dari suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Kebutuhan akan lembaga notaris dalam praktek hukum sehari-hari tidak bisa dilepaskan dari meningkatnya tingkat perekonomian dan kesadaran hukum masyarakat. Kekuatan akta otentik yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat mengingat akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna. Maka tidak jarang berbagai peraturan 8 Hasyim Asy’ari, Skripsi: Tindak Pidana Pemalsuan Akta Otentik Oleh Notaris,Perspektif Hukum Islam,UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,2013, Hal. 2 9 Arum Puspita, Tesis: Peranan Notaris Di Dalam Penyelesaianpermasalahan Hak Waris Anak Luar Kawin Diakui Menurut Kuhperdata, Undip, Semarang, 2010,Hal. 32 Universitas Sumatera Utara 6 perundangan mewajibkan perbuatan hukum tertentu dibuat dalam akta otentik, seperti pendirian perseroan terbatas, koperasi, akta jaminan fidusia dan sebagainya disamping akta tersebut dibuat atas permintaan para pihak. Jabatan Notaris timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan hukum keperdataan yang ada dan/atau terjadi di antara mereka, suatu lembaga dengan para pengabdinya yang ditugaskan oleh kekuasaan umum, dan apabila undang-undang mengharuskan sedemikian atau dikehendaki oleh masyarakat, membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan otentik. 10 Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta11.Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) yang mulai berlaku tanggal 6 Oktober 2004, menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Sebagai seorang pejabat umum notaris harus dan wajib memahami dan mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini merupakan suatu hal yang mutlak mengingat jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan dalam proses penegakan hukum. 10 11 Arum Puspita,Ibid,Hal 28 Sudikno Mertokusumo, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, Renvoi,Nomor 12 Tanggal 3 Mei 2004 Universitas Sumatera Utara 7 Disamping hal tersebut notaris harus senantiasa berprilaku dan bertindak sesuai dengan kode etik profesi notaris. Keberadaan kode etik profesi notaris diatur oleh organisasi profesi notaris dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai wadah tunggal tempat berhimpunnya Notaris Indonesia. Ditunjuknya INI sebagai wadah tunggal organisasi profesi notaris Indonesia diatur dalam UUJN Pasal 82 Ayat 1. Hal ini berbeda dengan keadaan sebelum berlakunya UUJN yang memungkinnya notaris berhimpun dalam berbagai wadah organisasi notaris, yang tentunya akan membawa konsekuensi terdapatnya berbagai kode etik yang berlaku bagi masingmasing anggotanya. Hampir setiap organisasi profesi dapat kita temui kode etik, hal ini dipandang perlu untuk memberikan pedoman berprilaku bagi anggotanya. Jabatan yang diemban notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang notaris maka dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum dan mengganggu proses penegakan hukum yang sedang gencar dilakukan selama orde reformasi khususnya beberapa tahun terakhir. Kode etik profesi notaris, yang disusun oleh organisasi profesi notaris, Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I). Pasal 1 angka (2) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) menjabarkan bahwa Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan Universitas Sumatera Utara 8 disebut kode etik adalah seluruh kaedah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut ”Perkumpulan” berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Penggati Khusus. Kode etik notaris merupakan seluruh kaedah moral yang menjadi pedoman dalam menjalankan jabatan notaris. Ruang lingkup kode etik notaris berdasarkan Pasal 2 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris, baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) yang ditetapkan di Bandung, pada tanggal 28 Januari 2005 tersebut memuat kewajiban, larangan dan pengecualian bagi notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Notaris dapat dikenakan sanksi apabila terbukti telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam kode etik notaris. Keberadaan kode etik notaris bertujuan agar suatu profesi notaris dapat dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan Universitas Sumatera Utara 9 intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral.12 Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaikbaiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan. Dalam Surat Al Baqarah secara panjang lebar diceritakan mengenai Kajian tentang dasar-dasar, manfaat dan pentingnya pencatatan dan pencatat dalam setiap transaksi keuangan (terutama tentang utang-piutang), sebagaimana disinyalir dalam Firman Allah Swt.“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah dengan cara tidak tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah (Tuhannya) dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”. (QS-Al Baqoroh:282). 13 12 Anshori, Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum Dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009.Hal.9 13 Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005 Universitas Sumatera Utara 10 Tidak ada yang samar pada pengertian ayat tersebut, Sejak 16 Abad yang silam, telah diperintahkan dengan tegas bagi ummat Islam untuk mempelajari, mengamalkan dan menjaga kebiasaan menulis (Membuat akad perjanjian serta membukukan) dalam setiap bermu’amalah (Melakukan Jual-beli, utang-piutang, sewa-menyewa dan lain sebagainya) yang dilakukan secara tidak tunai (Kredit) dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Secara implisit, ayat tersebut mengandung isyarat tentang beberapa ketentuan dalam melakukan transaksi (Terutama transaksi non tunai), yaitu: pertama, Dalam membuat akad perjanjian, diperlukan seorang pencatat yang mencatat transaksi tersebut. Kedua, hendaknya kedua belah pihak memeriksa dengan teliti terhadap seluruh isi perjanjian agar tidak menimbulkan masalah dibelakang hari. Ketiga, Akad perjanjian dan saksi merupakan alat bukti apabila terjadi sengketa. Keempat, Apabila diantara keduabelah pihak ada yang menyulitkan dalam perjanjian tersebut, maka yang bersangkutan tergolong orang Fasik (telah mencederai ajaran agamanya). Begitulah bagian dari ajaran Islam yang agung dan amat terencana sebelum maupun setelahnya, selanjutnya tergantung kepada setiap individu pemeluknya untuk melakukan atau mengingkarinya. 14 “Hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar” (Al Baqarah:282)15 14 file:///C:/Users/ACER/Downloads/Artikel Pentingnya Pembukuan, Islam.htm,di unduh 10 Oktober, 2010 15 Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005 Dalam Perspektif Universitas Sumatera Utara 11 Ini adalah tugas bagi orang yang menulis utang piutang itu, bukan para pihak yang melakukan transaksi. Hikmah mengundang pihak ketiga, bukan salah satu dari kedua belah pihak yang melakukan transaksi, ialah agar lebih berhati-hati. Juru tulis ini diperintahkan untuk menulisnya dengan adil (benar), tidak boleh condong kepada salah satu pihak, dan tidak boleh mengurangi atau menambahkan sesuatu dalam teks yang disepakati itu.16 “Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya”(Al Baqarah :282). Penugasan di sini adalah dari Allah, kepada penulis, agar dia jangan menundanunda, enggan, dan merasa keberatan melaksanakannya sendiri.itu adalah kewajiban dari Allah melalui nash tasyri’. Pertanggungjawabannya adalah kepada Allah. Ini merupakan penunaian terhadap karunia Allah atas dirinya yang telah mengajarinya bagaimana cara menulis. “Maka hendaklah ia menulis” sebagaimana yang telah diajarkan Allah kepadanya.17 Islam juga mengatur etika atau akhlak dalam hubungan dengan pencatatan, Dari ayat tersebut sudah ada beberapa poin penting tentang kode etik seorang penulis, hal ini mengindikasikan bahwa dalam Islam untuk mejalankan suatu profesi terdapat aturan berperilaku yang harus diperhatikan oleh profesi tersebut, maka dalam pembahasan tesis ini akan diusahakan untuk menggali lebih jauh nilai etika yang 16 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Di bawah Naungan Al Qur’an ( Surat Al-FatihahAl-Baqarah) Jillid I, Gema Insani, 2000, Hal. 392 17 Sayyid Quthb, Ibid, Hal.393 Universitas Sumatera Utara 12 terkandung dalam Surat Al Baqarah ayat 282 dan hal-hal lain yang terkait dengan jabatan seorang juru tulis. Jika dihubungkan dengan hukum positif Indonesia seorang juru tulis yang diakui sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah Notaris. Sebagaimana bunyi Pasal 1 ayat (1) Bab I Ketentuan Umum Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas,perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai tugas dan tanggung jawab seorang pencatatan dalam Islam dikaitkan dengan Surat Al Baqarah 282 yang akan dituangkan dalam judul tesis “KODE ETIK NOTARIS DITINJAU DARI PERSPEKTIF ISLAM (KAJIAN ANALISIS SURAT AL BAQARAH AYAT 282)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Hubungan Isi Surat Al Baqarah Ayat 282 Dengan Profesi Notaris Indonesia? 2. Perbuatan Yang bagaimana Dilarang Bagi Notaris Menurut Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam? 3. Apakah Kode Etik Notaris Indonesia Sesuai Dengan Perintah Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam? Universitas Sumatera Utara 13 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan Hubungan Isi Surat Al Baqarah Ayat 282 Dengan Profesi Notaris Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan Larangan Bagi Notaris Menurut Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam. 4. Untuk mengetahui dan menjelaskan Apakah Kode Etik Notaris Indonesia Sesuai Dengan Perintah Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam. D. Manfaat Penelitian Tujuan penelitian dan mamfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama,Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis dan praktis, yaitu : 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam bidang pengetahuan dan menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan peraturan pelaksanaan kode etik notaris yang lebih baik. Dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. 2. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan para praktisi maupun bagi pihak terkait mengenai pemahaman dan peneraapan kode etik notaris di Indonesia, khususnya di tinjau dari sudut pandang/perspektif Islam. Apalagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Universitas Sumatera Utara 14 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di Program Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul tentang Kode Etik Notaris Dalam Perspektif Islam (Kajian Analisis Surat Al Baqarah Ayat 282), akan tetapi ada beberapa penelitian yang membahas mengenai kode etik notaris, antara lain diteliti oleh : 1. Ekawati Prasetia, NIM 087011040, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2008, berjudul Peranan Kode Etik Profesi Dalam Pemuliaan Jabatan Notaris. 2. Nurmilys Ginting, NIM 057011065, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2005, berjudul Analisis Yuridis penegakan hukum atas undang-undang notaris (UUJN) dalam hubungannya dengan penegakan kode etik notaris. 3. Octoverry Purba, NIM 087011088, mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2008, berjudul larangan melakukan promosi jabatan dalam menjalakan profesinya menurut kode etik notaris sebagai upaya menghindari persaingan tidak sehat antar notaris. Oleh karenanya maka penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi baik peneliti atau akademis. Universitas Sumatera Utara 15 F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting karena memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik.18 Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, kerangka teori dalam suatu penelitian hukum memegang peranan yang penting guna menjadikan dasar berpijak bagi penelitian untuk menentukan arah atau tujuan penelitian. Teori bertujuan menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.19 Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum positif. Pada saat orang mempelajari hukum positif, maka ia sepanjang waktu dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang kegiatan dan permasalahannya. Menurut Radbruch, tugas teori hukum adalah “membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.”(Friedmann, 1958:3).20 18 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, Hal.259 J.J.J.M.Wuisman, Penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas,FE UI, Jakarta ,1996, Hal.203 20 Satjipto Rahardjo, Op.cit. Hal.260 19 Universitas Sumatera Utara 16 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya.21sedangkan tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasilhasil penelitian yang terdahulu.22 Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:23 a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam fakta; b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta; c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang di uji kebenarannya. Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Sehubungan dengan pembahasan di atas, maka penelitian ini perlu mempunyai landasan pikir, yaitu berupa teori-teori hukum yang akan digunakan.teori-teori hukum tersebut adalah sebagai berikut: 1. Teori keadilan Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menulisnya dengan adil, yakni dengan benar, tidak menyalahi ketentuan Allah dan perundangan yang berlaku dalam 21 M.Solly Lubis, Filsafat Imu Dan Penelitian, PT.Sofmedia, Medan, 2012, Hal.129 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta 1996, Hal.19 23 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1981, Hal.121 22 Universitas Sumatera Utara 17 masyarakat. Tidak juga merugikan salah satu pihak yang bermuamalah, sebagaimana dipahami dari kata adil dan di antara kamu. Dengan demikian, dibutuhkan tiga kriteria bagi penulis, yaitu kemampuan menulis, pengetahuan tentang aturan serta tatacara menulis perjanjian, dan kejujuran.24 Ayat ini mendahulukan penyebutan adil daripada penyebutan pengetahuan yang diajarkan oleh Allah. Ini karena keadilan, disamping menuntut adanya pengetahuan bagi yang berlaku adil, juga karena seorang yang adil tapi tidak mengetahui, keadilannya akan mendorong dia untuk belajar. Berbeda dengan yang mengetahui tetapi tidak adil. Ketika itu pengetahuannya akan dia gunakan untuk menutupi ketidakadilannya. Ia akan mencari celah hukum untuk membenarkan penyelewengan dan menghindari sanksi.25 Adil dalam bahasa arab di artikan dengan lurus, orang yang adil harus bejalan lurus dan sikapnya harus menggunakan ukuran yang sama bukan ganda.26Orang adil harus berjalan sesuai aturan yang ada,dalam Islam rujukan bagi setiap muslim adalah Al Qur’an. Keadilan dalam Islam harus dilihat dari perspektif Al Qur’an. Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban harus di jalankan secara adil. Hak dan kewajiban juga terkait dengan amanah. Amanah harus diberikan kepada yang berhak menerimanya. Orang yang memikul amanah haruslah orang yang berlaku adil.27 24 Quraish Shihab,Op cit, Hal. 604 Quraish Shihab,Op.Cit, Hal.605 26 Hasballah Thaib Dan Zamakhsyari Hasballah, Tafsir Tematik Al Qur’an II, Pustaka Bangsa, Medan, 2007 Hal.239 27 Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih Dan Ushul Figih, Citapustaka Media Perintis, Medan, 2013, Hal.95 25 Universitas Sumatera Utara 18 “Hai orang yang beriman, hendaklah kamu orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS AlMaidah [5]:8)28 Keimanan dan keadilan tidak terpisahkan. Orang yang imannya benar dan berfungsi dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Ayat di atas juga mencerminkah beberapa prinsip, pertama; berlaku amanah,seorang mukmin tidak dibenarkan berlaku curang, bohong dan khianat.Kedua;berlaku adil dalam menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia.29 Kepada notaris Allah memerintahkan berlaku adil sebagaimana disebut dalam Surat Al Baqarah ayat 28230 “Dan hendaklah ada diantara kamu seorang penulis yang adil”31 2. Teori Kemaslahatan Ayat sebelum ayat 282 adalah ayat tentang nasehat ilahi kepada orang memiliki piutang untuk tidak menagih siapa yang sedang dalam kesulitan, nasehat itu dilanjutkan oleh ayat ini, kepada yang melakukan transaksi hutang-piutang, yakni bahwa demi memelihara harta serta mencegah kesalahpahaman, maka hutang- 28 Al Qur’an terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005 Zamakhsyari, Op Cit, Hal.96 30 Hasballah Thaib Dan Zamakhsyari Hasballah, Op Cit, Hal. 241 31 Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005 29 Universitas Sumatera Utara 19 piutang hendaknya ditulis walau jumlahnya kecil, disamping nasehat serta tuntunan lain yang berkaitan dengan hutang-piutang. Hal ini untuk mencapai kemaslahatan32 Pengertian kemaslahatan menurut Imam Al-Ghazali adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syarak. Apabila seseorang menjaga dan memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, maka tujuan syarak itu telah terpenuhi maslahahnya. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “ dan dalam qishas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagi manusia” (QS. Al Baqarah: 179).33menurut Al-Thufi sebagaimana dikutip Zamakhsyari, ayat tersebut mengandung pengertian pemeliharaan kemaslahatan manusia, yaitu jiwa, harta dan kehormatan mereka.34 3. Teori Sadd Al-Zari’ah “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”. (QS Al-Baqarah: 282) Menurut Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Sayuti dalam Tafsir Jalalain, Ayat 282 Surat Al Baqarah ini menjelaskan muamalat seperti jual beli, sewamenyewa, utang-piutang, dan lain-lain yang tidak secara tunai misalnya pinjaman 32 Quraish Shihab, Ibid, Hal.603 Zamakhsyari, Op Cit, Hal.149 34 Zamakhsyari, Ibid, Hal.150 33 Universitas Sumatera Utara 20 atau pesanan untuk waktu yang ditentukan atau diketahui, maka hendaklah dituliskan untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya.35 Kata “menghilangkan pertikaian nantinya” hal ini sesuai dengan Teori Sadd Al Zari’ah / Teori Preventif Kata Al-Zari’ah, dalam bahasa Arab, berarti jalan menuju kepada sesuatu. Zari’ah artinya washilah, atau jalan yang menyampaikan kepada tujuan. Jalan yang menyampaikan kepada tujuan yang haram, maka hukumnyapun menjadi haram. Sedangkan jalan yang menyampaikan kepada tujuan yang halal, maka hukumnyapun menjadi halal.36 Dalam pandangan ulama, hukum dibagi menjadi dua bagian: 1. Maqashid (tujuan), yaitu maqashid al-syari’ah yang berupa kemaslahatan. 2. Wasa’il (cara dan sarana), yaitu jalan yang menuju kepada pencapaian hukum.37 Dalam hal ini, Imam al-Qarafi menyatakan: ‘Washilah (cara/alat) yang menyampaikan kepada tujuan yang paling utama adalah alat yang paling utama, dan yang menyampaikan kapada tujuan yang peling buruk adalah alat yang paling buruk, dan yang menyampaikan kepada tujuan yang tengah-tengah adalah alat yang tengah-tengah juga.” 35 Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin Al-Suyuti, Tafsir Jalalain, Juz I, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2003, Hal.156-157 36 Zamakhsyari, Ibid, Hal.151 37 Zamakhsyari, Ibid, Hal.153 Universitas Sumatera Utara 21 Secara terminologis, Al-Zari’ah didefinisikan dengan sesuatu yang membawa kepada sesuatu yang dilarang, karena mengandung kemudharatan. Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, ahli fiqih mazhab Hambali, mengatakan bahwa pembatasan pengertian Al-Zari’ah pada sesuatu yang dilarang saja tidak tepat, karena ada pula Al-Zari’ah yang bertujuan yang dianjurkan. Oleh sebab itu, pengertian Al-Zari’ah bersifat umum, bisa dilarang, dan bisa pula dituntut untuk dilaksanakan.38 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, ahli fiqih mazhab hambali dan imam Al-Qarafi, ahli fiqih mazhab Maliki, mengatakan bahwa al-Zari’ah adakalanya dilarang, dan disebut sadd al-Zari’ah. Dan adakalanya dianjurkan, dan disebut fath al-Zari’ah. Yang mereka maksudkan dengan fath al-Zari’ah adalah suatu perbuatan yang dapat membawa pada sesuatu yang dianjurkan, bahkan diwajibkan syarak. Sebagai contoh, karena shalat jum’at itu hukumnya wajib, maka berusaha untuk sampai di mesjid dengan meninggalkan segala aktivitas juga diwajibkan.39 4. Teori Akhlak Dalam kode etik notaries atau penjabaran surat al baqarah ayat 282 di isyaratkan bahwa seorang penulis dalam Surat Al Baqarah Ayat 282 ataupun notaries yang diatur dalam kode etik notaries diwajibkan memiliki moral dan berakhlak. Akhlak secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang 38 39 Zamakhsyari, Loc. Cit Zamakhsyari, Op Cit, Hal.151 Universitas Sumatera Utara 22 berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq, yang menciptakan, makhluq, yang diciptakan, dan khalq penciptaan. Kesamaan akar kata di ini mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Tuhan (Kholiq) dengan perilaku manusia (makhluq). Atau dengan kata lain kata perilaku seseorang terhadap orang dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki apabila tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Tuhan (khaliq). Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.40 Dalam ajaran Islam, akhlak memiliki peran yang sangat strategis, bahkan akhlak dapat dikatakan sebagai ajaran Islam yang paling essensial. Nabi Muhammad SAW juga diutus dalam rangka memperbaiki akhlak manusia. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari Muslim yang artinya: “Hanya saja aku diutus ke permukaan bumi ini untuk memperbaiki akhlak manusia”. Dari sabda Rasul ini tersirat fakta bahwa ssebelum Muhammad SAW menjadi Rasul ternyata akhlak manusia telah rusak atau setidak-tidaknya mengalami degradasi nilai dari yang seharusnya dikehendaki Allah memalui wahyuNya yang telah diturunkanNya melalui kitab Taurat, Zabur, dan Injil yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga Allah merasa masih perlu mengirim lagi seorang Rasul untuk memperbaiki akhlak ummat manusia.41 40 Mukhlis Lubis dan Zulfahmi Lubis, Akhlak Islam, Pesantren Al Manar, Medan, 2009, Hal. 1 41 Syahril Sofyan, Desertasi:Standar Perjanjian Misrepresentasi Dalam Transaksi Bisnis, USU, Medan, 2011,Hal.46 Universitas Sumatera Utara 23 Akhlak adalah peri-keadaan jiwa manusia yang mampu melahirkan perbuatanperbuatan lahiriah secara spontan. Akhlak yang baik akan melahirkan perbuatan yang baik, sebaliknya akhlak yang buruk akan melahirkan perbuatan yang buruk juga. Dalam dimensi vertikal maupun horizontal, akhlak diatur berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. Selanjutnya akhlak inilah yang diharapkan dapat lebih diutamakan oleh seorang muslimdalam menggapai segala kebutuhan hidupnya42. Berkembang pesatnya lembaga ekonomi Islam dewasa ini juga diikuti meningkatnya berbagai macam transaksi bisnis secara Islami dan bentuk perjanjian yang menuntut untuk menggunakan aturan Islam (syariah). Al Qur’an dan Sunnah Rasullulah SAW sebagai penuntun memiliki daya jangkau dan daya atur universal. Artinya, meliputi segenap aspek kehidupan umat manusia dan selalu ideal untuk masa lalu, kini, dan yang akan datang.43 Syariat telah ditetapkan dan ditegakkan pondasinya serta disempurnakan dasar-dasarnya pada masa Nabi Muhammad SAW. Hal ini terdapat dalam Firman Allah Surat Al Maidah ayat 3 : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu”. 44 Mengenai muamalah, Allah telah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 282 yang artinya : 42 Syahril Sofyan, Ibid,Hal.46 Suhrawardi K.Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, Hal.1 44 Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005 43 Universitas Sumatera Utara 24 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.”45 Ayat Al Qur’an tersebut menerangkan mengenai perlunya seseorang atau para pihak untuk menuliskan transaksinya sebagi bukti tertulis atas transaksi atau perjanjian yang telah dilakukan. Menerangkan pula adanya seorang yang bertindak sebagai penulis dan saksi dalam transaksi atau perjanjian tersebut. 46 Seorang penulis tidak bisa orang sembarangan, karena penulis harus menuliskan sesuatu dengan benar pekerjaan penulis merupakan amanah yang tidak boleh ditolak sesuai dengan penggalan kalimat dalam ayat tersebut”janganlah kamu enggan menuliskannya”,tentunya bagi pihak yang memang memiliki kapasitas atau kemampuan dibidang menulis. 2. Konsepsi Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus.47 45 Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005 Masdar Suyitno,”Pentingnya Pembukuan Dalam Perspektif Islam” file:///C:/Users/ACER/Downloads/bahan tugas mph, Terakhir di akses 4 Juli 2013 47 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1998, Hal.4 46 Universitas Sumatera Utara 25 Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi dengan realitas.48 “Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakn terutama dalam judulpenelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian dimaksud.”49 Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran terhadap istilah-istilah yag digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar di dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu : 1) Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta.50 2) Kode Etik Notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Notaris berdasar keputusan konggres perkumpulan yang 48 Masri Singaribun dkk, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta,1989, Hal.34 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial,Raja Grafindo Persada,1999, Jakarta, Hal.107-108 50 Sudikno Mertokusumo, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, Renvoi, Nomor 12, Tanggal 3 Mei 2004, Hal. 49. 49 Universitas Sumatera Utara 26 mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan yang menjalankan tugas jabatan Notaris.51 3) Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada amanusia melalui para rasul dan pada saat terakhir agama ini diturunkan kepada nabi Muhammad SAW 4) Perspektif adalah cara melukiskan suatu benda dan lain-lain pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, tingginya); sudut pandang52 5) Al Qur’an adalah Kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad 6) Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah.53 G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis yang dimaksud 51 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (INI) Hasil Kongres Luar Biasa Tahun 2005 Bab I, Pasal 1, Hal. 1 52 Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Rama Widya, Bandung, 2007. Hal. 433 53 KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 1 Tahun 2004 Tentang BUNGA (INTERSAT/FA’IDAH) Universitas Sumatera Utara 27 berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.54 Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif (yuridis-normatif). Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu menelaah berbagai konvensi dan peraturan perundang-undangan terkait yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Selanjutnya turut pula dilakukan kajian tentang kasus-kasus yang telah terjadi dan mendapat perhatian publik, kemudian menelaah latar belakang dan perkembangan isu permasalahan penelitian yang diangkat, lalu membandingkannya mengenai hal-hal yang sama. Terakhir dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam Ilmu Hukum, guna menemukan ide, konsep dan asas-asas hukum yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang dilakukan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum. Maka spefikasi atau karakter dari penelitian ini adalah preskriptif. Penelitian yang bersifat preskriptif merupakan penelitian hukum dalam rangka untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.55Karena penelitian yang dilakukan untuk 54 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, Hal. 42 55 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005, Hal. 35 Universitas Sumatera Utara 28 menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma-norma hukum,56yang terdapat dalam hukum Islam dan peraturan perundang-undangan Indonesia maka penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum, di samping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga ditemukan suatu azas-azas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas,57 yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai kode etik notaris dalam perspektif Islam. Di samping itu penelitian ini didukung dengan penelitian hukum sosiologis yang dibutuhkan untuk mengamati bagaimana reaksi dan interaksi hukum Islam yang terkait dengan perilaku notaris dalam menjalankan tugasnya. 2. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum sekunder,bahan hukum primer dan bahan hukum tersier. Data-data hukum sekunder tersebut meliputi berbagai macam sumber, baik sumber 56 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung, 1994, Hal.101 57 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif dan Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, Hal. 13 Universitas Sumatera Utara 29 data tertulis seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku ilmiah, dan berbagai macam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam hal ini seorang peneliti di harapkan dapat mengumpulkan sebanyak mungkin bahan pustaka yang terkait dengan objek penelitiannya sehingga dapat menambah khasanah dalam menganalisis data dan menyajikan hasil penelitian. a. Data sekunder Data sekunder meliputi beberapa hal yaitu: 1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan salah satu sumber hukum yang penting bagi sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian. 58 Bahan hukum primer meliputi bahan-bahan hukum yang isinya mengikat secara hukum karena dikeluarkan oleh instansi yang sah. Bahan hukum primer dapat ditemukan melalui studi kepustakaan (library research) baik di perpustakaan fakultas, universitas, maupun perpustakaan umum lainya. Beberapa bahan hukum primer yang bisa digunakan dalam penelitian adalah: a) Undang-undang dasar b) Konvensi 58 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,1990, Hal. 53 Universitas Sumatera Utara 30 c) Protokol d) Peraturan perundang-undangan terkait. 2) Bahan hukum sekunder59 Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang isinya memperkuat atau menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder biasanya berupa bahan-bahan hukum seperti bacaan hukum, jurnal-jurnal yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer, berupa buku teks, konsideran, artikel dan jurnal, sumber data elektronik berupa internet, majalah dan surat kabar serta berbagai kajian yang menyangkut kode etik notaris dalam perspektif Islam. 3) Bahan hukum tersier.60 Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. Bahan hukum tersier biasanya memberikan informasi, petunjuk dan keterangan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Di perpustakaan biasanya bahan hukum tersier berada pada ruangan khusus. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penulisan ini, adalah dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan informasi serta mempelajari dokumen-dokumen, buku- 59 60 Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid, Hal.53 Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid, Hal.54 Universitas Sumatera Utara 31 buku teks, teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel, tulisan ilmiah yang ada hubunganya dengan judul penelitian. 4. Analisis Data Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data merupakan penelahaan dan penguraian data, sehingga data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian. Data sekunder yang diperoleh kemudian disusun secara urut dan sistematis, untuk selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif yaitu dengan penguraian deskriptis analitis dan preskriptif,61 yang dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yakni cara berfikir yang dimulai dari hal yang umum, untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan dan disajikan dalam bentuk preskriptif. Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul baik inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, informasi media cetak, dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian untuk mendukung studi kepustakaan. Kemudian data primer maupun data sekunder dilakukan analisis penelitian secara kuantitatif dan untuk membahas lebih mendalam dilakukan secara kualitatif. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum dalam penelitian tesis ini. 61 Soerjono Soekanto, Pengertian Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986, Hal. 1 Universitas Sumatera Utara