pengembangan kemandirian melalui penerapan teknik scaffolding

advertisement
PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN MELALUI PENERAPAN TEKNIK
SCAFFOLDING PADA ANAK KELOMPOK A DI BUSTANUL ATHFAL
‘AISYIYAH MIRENG III KECAMATAN TRUCUK, KABUPATEN
KLATEN TAHUN AJARAN 2013-2014
PUBLIKASI ILMIAH
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai
derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini
PURWANTINI
A53B111049
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN MELALUI PENERAPAN TEKNIK
SCAFFOLDING PADA ANAK KELOMPOK A DI BUSTANUL ATHFAL
‘AISYIYAH MIRENG III KECAMATAN TRUCUK, KABUPATEN
KLATEN TAHUN AJARAN 2013-2014
Purwantini, A53B111049, Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2013, xiv + 116 halaman (termasuk lampiran).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk pengembangan kemandirian anak melalui teknik
scaffolding pada anak kelompok A Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Kecamatan
Trucuk, Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2013-2014.Jenis penelitian adalah
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tipe kolaboratif. Subjek penelitian adalah guru dan
anak kelompok A Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III yang berjumlah 20 anak.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus,masing-masing siklus terdiri dari dua
pertemuan. Pada setiap siklus terdapat kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi,
dan refleksi. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi dan pedoman
wawancara. Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif kualitatif.Hasil penelitian
pra siklus menunjukkan bahwa kemandirian anak tergolong rendah. Persentase
pencapaian ketuntasan sebanyak 4 anak (20%). Setelah dilakukan tindakan dengan
teknik scaffolding pada siklus I, persentase ketuntasan meningkat menjadi 10 anak
(50%). Demikian pula setelah dilakukan perbaikan rencana pembelajaran pada
tindakan siklus II, kemandirian anak semakin berkembang pesat. Persentase
pencapaian ketuntasan menjadi 17 anak (85%).Berdasarkan hasil analisis data pada
penelitian tindakan ini, hipotesis yang menyatakan “Teknik scaffolding dapat
mengembangkan kemandirian anak kelompok A di Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng
III Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2013-2014” terbukti dan
dapat diterima kebenarannya.
Kata kunci: kemandirian, teknik scaffolding.
A. PENDAHULUAN
Pendidikan anak usia dini atau Taman Kanak-kanak dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (2009: 1) pada hakekatnya adalah pendidikan untuk
memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau
menekankan pada pengembangan seluruh dimensi perkembangan anak yang
meliputi kognitif, sosial, emosi, fisik dan motorik. Secara psikologis anak
berkembang secara holistik atau menyeluruh, artinya terdapat kaitan yang sangat
erat antara aspek perkembangan yang satu dengan yang lainnya, aspek
perkembangan yang satu mempengaruhi aspek perkembangan lainnya.
Salah satu tahapan penting dalam masa perkembangan anak adalah fase
otonomi. Fase ini ditandai dengan antusiasme anak untuk melakukan segala
sesuatunya sendiri dan munculnya hasrat untuk mandiri. Kemandirian bukanlah
keterampilan yang muncul tiba-tiba tetapi perlu diajarkan pada anak sejak usia
dini, apabila anak tidak belajar mandiri sejak usia dini akan sangat
memungkinkan anak merasa bingung bahkan tidak tahu bagaimana harus
membantu dirinya sendiri. Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian
manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, hal ini berarti bahwa kemandirian terkait
dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan pada anak-anak sedini
mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak selanjutnya.
Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III dalam pelaksanaan pengembangan
terhadap seluruh potensinya menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan sosio-emosional (kemandirian, sikap dan
perilaku),fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya
cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), bahasa dan komunikasi, sesuai
dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan
anak agar pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara optimal. Hal ini sesuai
dengan pendapat Zaman, dkk (2008: 1.1) proses pembelajaran yang efektif,
menyenangkan, menarik, dan bermakna bagi anak dipengaruhi oleh berbagai
unsur, antara lain guru yang memahami secara utuh hakikat, sifat dan
karakteristik anak, metode pembelajaran yang berpusat pada kegiatan anak,
sarana belajar anak yang memadai, tersedianya berbagai sumber belajar yang
menarik dan mendorong anak untuk belajar, dan lain-lain.
Selama ini di Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Trucuk Klaten dalam
pembiasaan kemandirian, guru cenderung menganggap dirinya sebagai sumber
utama pengetahuan, pendekatan yang digunakan masih pendekatan konvensional
(ceramah) yang dalam penyampaian materi masih secara lisan menjadi pilihan
utama dalam pembiasaan kemandirian. Hal ini menyebabkan anak cenderung
pasif dan menganggap bahwa
kemandirian adalah pembelajaran yang
membosankan.
Dilihat dari kenyataan yang sebenarnya di lapangan pada survey awal,
bahwa pembelajaran pembiasaan kemandirian di Bustanul Athfal „Aisyiyah
Mireng III pada anak kelompok Amasih menggunakan pendekatan konvensional,
sehingga siswa cenderung pasif dan kurang kreatif. Selain itu ditemukan fakta
bahwa kemandirian anak masih rendahyaitu sebesar 20% anak yang sudah
dinyatakan mandiri sedangkan 80% belum mandiri. Menurut pengamatan peneliti
di lapangan, rendahnya kemandirian anak disebabkan karena anak masih
memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap orang dewasa baik itu pada
orang tua, pengasuh, atau kepada guru. Hal ini terlihat ketika anak sering meminta
bantuan untuk membuka dan memakai sepatu, saat kegiatan makan, merapikan
mainan, dan aktivitas toilettraining. Motivasi anak untuk melakukan tugas-tugas
tersebut secara mandiri dirasa masih kurang dan anak lebih memilih untuk
langsung meminta bantuan kepada orang dewasa dalam melakukannya.
Salah satu teknik pembelajaran yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk
mengembangkan kemandirian anak adalah melalui pembelajaran bertahap atau
pembelajaran yang dilaksanakan sedikit demi sedikit yang dikenal dengan istilah
scaffolding atau mediated learning. Guru melakukan pembelajaran bertahap atau
sedikit demi sedikit untuk mencapai perkembangan yang seharusnya dicapai.
Tahapan itu merupakan tangga agar anak dapat menguasai perkembangan yang
kompleks (http://www.tuanguru.com).
Scaffolding merupakan jembatan yang digunakan untuk menghubungkan apa
yang sudah diketahui anak dengan sesuatu yang baru yang akan dikuasai atau
diketahui anak.Scaffolding atau mediated learning adalah teori yang dikemukakan
oleh Vigotsky, yang menekankan penggunaan dukungan atau bantuan tahap demi
tahap dalam belajar dan pemecahan masalah. Ada beragam bantuan yang
diberikan tergantung pada tingkat kesulitan yang dialami anak, misalnya 1)
memecah tugas menjadi lebih kecil; 2) mengatur bagian-bagian; 3) mengajak
berpikir ulang; 4) membahasakan proses berpikir jika tugasnya kompleks; 5)
melaksanakan pembelajaran kooperatif; 6) melakukan dialog dalam kelompok
kecil; 7) memberi petunjuk kongkret; 8) melakukan tanya jawab; 9) memberikan
kartu-kartu kunci; atau 10) melakukan pemodelan. Di samping itu, bila diperlukan
bantuan dapat berupa mengaktifkan latar belakang pengetahuan yang dimiliki
siswa, memberikan tips-tips atau kiat-kiat, strategi, dan prosedur-prosedur kunci
untuk melaksanakan tugas atau memecahkan masalah yang dihadapi siswa agar
siswa tidak frustasi karena mengerjakan tugas atau suatu keterampilan yang sulit
dicapai/dilaksanakan.
Ciri khas teknik scaffolding ini adalah keaktifan dan keterlibatan anak dalam
upaya proses belajar dengan memanfaatkan pengetahuan awal dan gaya belajar
masing-masing anak dengan bantuan guru sebagai fasilitator yang membantu
anak apabila anak mengalami kesulitan dalam upaya belajarnya. Dengan teknik
ini diharapkan kemandirian anak dapat dikembangkan secara optimal dan
bertahan lama. Strategi ini dianggap paling tepat karena kemandirian anak adalah
suatu hal yang bersifat kompleks. Jadi, untuk membelajarkannya diperlukan
tahapan-tahapan yang jelas dan tepat agar suatu hal yang bersifat kompleks itu
dapat dikuasai dengan baik dan optimal.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakahteknik scaffolding dapat mengembangkan kemandirian anak
kelompok A di Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Trucuk Klaten Tahun
Ajaran 2013-2014”. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui pengembangan
kemandirian anak melalui teknik scaffolding pada anak kelompok A Bustanul
Athfal „Aisyiyah Mireng III Trucuk Klaten Tahun Ajaran 2013-2014.
Hurlock (Yusuf, 2001: 130) mengatakan kemandirian adalah dimana setiap
individu memiliki sikap mandiri dalam cara berfikir dan bertindak, mampu
mengambil
keputusan,
mengarahkan
dan
mengembangkan
diri
serta
menyesuaikan diri sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungannya. Menurut
Lie dan Prasasti (2004: 2) menyatakan bahwa kemandirian adalah kemampuan
untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit
bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya. Sementara
menurut Gea (2002: 146) mandiri adalah kemampuan seseorang untuk
mewujudkan keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri.
Meneliti beberapa definisi kemandirian di atas dapat disimpulkan bahwa
kemandirian adalah suatu kemampuan untuk mengontrol tindakan sendiri, bebas
dari kontrol orang lain, dapat mengatur diri sendiri, mampu mengambil keputusan
sendiri tanpa harus mendapat bimbingan dari orang tua dan orang dewasa lainnya
dan mampu mengarahkan perasaan tanpa pengaruh dari orang lain.
Kemandirian bukanlah keterampilan yang muncul tiba-tiba tetapi perlu
diajarkan pada anak. Tanpa diajarkan, anak-anak tidak tahu bagaimana harus
membantu dirinya sendiri. Kemampuan membantu diri inilah yang dimaksud
dengan mandiri. Banyaknya kesempatan dan kepercayaan yang diberikan oleh
orang dewasa dalam hal ini guru atau pendidik, maka akan memberikan peluang
yang besar bagi anak untuk menjaga pribadi yang mandiri.
Robert Havighrust (Tati, 2005: 51) menyatakan bahwa kemandirian terdiri
dari beberapa aspek, yaitu:aspek intelektual, aspek sosial, aspek emosi, dan aspek
ekonomi.Bentuk kemandirian pada anak usia Taman Kanak-kanak lebih berkaitan
dengan yang bersifat fisik dan psikis, dimana kegiatan ini merupakan kebutuhan
anak sehari-hari yang bersifat pribadi, maka anak mampu melakukannya sendiri.
Menurut Berk (Mangunsong, 2006: 14) bahwa kegiatan anak sehari-hari dalam
bentuk kemandirian dapat dilihat dari: 1) kemandirian anak dalam berpakaian, 2)
kemampuan anak dalam melakukan kegiatan makan, 3) kemampuan anak untuk
mengurus diri ketika melakukan buang air, 4) mampu atau berani pergi sendiri.
Indikator kemandiriandalam penelitian ini lebih spesifik dijabarkan melalui
butir-butir amatan yang terdapat dalam program tahunan atau matrik Taman
Kanak-kanak (Depdiknas, 2012: 12) adalah memasang kancing atau resleting
sendiri, memasang dan membuka tali sepatu sendiri, mampu makan sendiri,
berani pergi dan pulang sekolah sendiri (bagi yang dekat dengan sekolah), mampu
mandi BAK dan BAB (toilet training), dan mengurus dirinya sendiri.
Ali dan Asrori (2004: 118) menyatakan perkembangan kemandirian juga
dipengaruhi oleh stimulus lingkungannya selain oleh potensi yang telah dimiliki
sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya. Kemandirian terbentuk oleh
interaksi antara faktor bawaan dan lingkungan. Kemandirian dapat berkembang
dengan baik jika diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi bawaan
melalui latihan terus menerus dan dilakukan sejak dini.
Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir,
melainkan hasil dari proses belajar. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik scaffolding. Menurut Slavin (Amalia, 2011: 14) scaffolding adalah
pemberian sejumlah kemampuan oleh guru kepada anak pada tahap-tahap awal
pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak
untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu.
Scaffolding adalah bimbingan yang diberikan oleh orang yang lebih tahu
kepada orang yang kurang atau belum tahu, misalnya guru kepada anak atau anak
yang pandai dengan anak lain yang kurang pandai.Guru mencontohkan tingkah
laku tertentu kemudian membantu anak untuk membangun ketrampilanketrampilan itu sendiri dengan memberikan rangsangan, dukungan, dan saranasarana yang mendukung (https://zaifbio.wordpress.com).
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik
scaffolding adalah sebuah teknik pembelajaran yang diasumsikan sebagai
jembatan yang digunakan untuk menghubungkan apa yang sudah diketahui oleh
anak dengan sesuatu yang baru akan dikuasai/diketahui anak sesuai dengan
kebutuhan setiap individu anak dan mengurangi bantuan tersebut secara bertahap
sampai anak memperoleh kemampuan dan kemandirian yang diharapkan. Inti dari
teknik scaffolding terletak pada bimbingan guru yang diberikan secara bertahap
setelah anak diberi permasalahan, sehingga kemampuan aktualnya mencapai
kemampuan potensial. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, atau
memberikan contoh. Biasanya bantuan-bantuan yang diberikan oleh guru disebut
intervensi belajar.
Berdasarkan permasalahan dan teori yang telah dikemukakan diatas, dapat
penulis rumuskan hipotesis bahwa “Teknik scaffolding dapat mengembangkan
kemandirian anak kelompok A di Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III
Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2013-2014”.
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom
action research). Strategi yang digunakan oleh penelitidalam melaksanakan
penelitian ini adalah peneliti menggunakan bentuk penelitian tindakan kelas
kolaboratif, yakni penelitian yang melibatkan guru kelas dan mahasiswa. Dalam
hal ini guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti bertindak sebagai pengamat
(observer).Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelompok A di Bustanul
Athfal „Aisyiyah Mireng III Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, yang
berjumlah 20 anak yang terdiri dari 12 anak laki-laki dan 8 anak perempuan.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus,masing-masing tindakan terdiri dari
dua pertemuan.Pada setiap siklus ada empat tahap yaitu perencanaan,tindakan,
observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui
observasi, wawancaradan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Perkembangan kemandirian anak kelompok Apada Bustanul Athfal
„Aisyiyah Mireng III Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klatenmelaluiteknik
scaffolding, diharapkan dapat berkembang secara maksimal. Perkembangan
kemandirian anak berupa hasil observasi terhadappartisipasidan ketuntasan anak
dalam mengikuti pembelajaran kemandirian.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki
setiap individu dan anak, karena selain dapat mempengaruhi kinerjanya, juga
berfungsi untuk membantu mencapai tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan serta
memperoleh penghargaan.Kemandirian pada anak usia Taman Kanak-kanak tidak
sebatas dengan hal-hal yang yang bersifat fisik saja, tetapi juga berkaitan dengan
psikologis, dimana anak usia dini mampu mengambil keputusan sendiri,
bertanggung jawab dan memiliki kepercayaan diri.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, kondisi awal
kemandirian anak masih belum berkembang dengan baik. Anak masih memiliki
ketergantungan yang cukup besar terhadap orang dewasa baik itu pada orang tua,
pengasuh, atau kepada guru. Hal ini terlihat ketika anak sering meminta bantuan
untuk memasang kancing atau resleting, memasang dan memakai tali sepatu, saat
kegiatan makan, aktivitas toilet training, minta diantar dan dijemput saat pergi
dan pulang sekolah, serta belum mampu mengurus diri sendiri dengan baik.
Hasil observasi pada pra siklus didapat rata-rata kelas sebesar 47%.
Sedangkan data mengenai anak yang sudah memiliki kemandirian berdasarkan
kategori terbagi menjadi empat yaitu kategori berkembang sangat baik belum ada
sama sekali, kategori berkembang berkembang sesuai harapan mencapai 20% atau
sebanyak 4 anak,kategori mulai berkembang sebanyak 2 anak (10%), dan sisanya
masuk dalam kategori belum berkembang terdapat 14 anak (70%).Anak
kelompok A yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu ≥ 80%
terdapat 4 anak (20%).Sedangkan yang belum mencapai kriteria ketuntasan
minimal yaitu ≥ 80% terdapat 16 anak (80%).
Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti dan teman kolaborasi menemukan
beberapa fakta berupa permasalahan yang kemudian dijadikan sebagai bahan
untuk menentukan perencanaan dalam kegiatan pembelajaran berikutnya, adapun
masalah yang peneliti temukan yaitu:
1. Sebagian besar anak masih
meminta bantuan guru untuk melaksanakan
berbagai kegiatan.
2. Banyak anak yang masih meminta untuk ditemani dan disuapi dalam kegiatan
makan.
3. Banyak anak yang tidak mau membersihkan dan meletakkan kembali
peralatan makan yang digunakan
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti perlu melakukan berbagai
tindakan nyata agar kemandirian anak bisa meningkat dan berkembang dengan
baik. Salah satunya dengan menggunakan teknik scaffolding dalam pembelajaran
kemandirian yang dilakukan dalam dua siklus.
Hasil observasi pada siklus I didapat rata-rata kelas sebesar 73,8%.
Sedangkan data mengenai anak yang sudah memiliki kemandirian berdasarkan
kategori terbagi menjadi empat yaitu kategori berkembang sangat baik belum ada
sama sekali, kategori berkembang berkembang sesuai harapan sebanyak 10 anak
(50%),kategori mulai berkembang sebanyak 3 anak (15%), dan sisanya masuk
dalam kategori belum berkembang terdapat 7 anak (35%). Anak kelompok A
yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu ≥ 80% terdapat 10 anak
(50%). Sedangkan yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yaitu < 80%
terdapat 10 anak (50%).
Data tersebut di atas memperlihatkan bahwa tingkat pencapaian ketuntasan
anak dalam hal kemandirian masih kurang atau belum memuaskan. Oleh karena
itu, perlu adanya tindakan guna meningkatkan kemandirian pada anak kelompok
A Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III.
Hasil observasi pada siklus II didapat rata-rata kelas sebesar 86,1%.
Sedangkan data anak mengenai kemandirian berdasarkan kategori,yaitu kategori
berkembang sangat baik ada 9 anak (45%), kategori berkembang berkembang
sesuai harapan sebanyak 8 anak (40%),kategori mulai berkembang sebanyak 2
anak (10%), dan sisanya masuk dalam kategori belum berkembang terdapat 1
anak (5%). Adapun hasil persentase pencapaian ketuntasan anak pada siklus
IIanak kelompok A yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu ≥
80% terdapat 17 anak (85%). Sedangkan yang belum mencapai kriteria ketuntasan
minimal yaitu <80% terdapat 3 anak (15%).
Tindakan siklus I yang belum berhasil telah diperbaiki di siklus II.
perbaikan ini sudah berjalan efektif dan sesuai rencana, sebab guru bersama
dengan anak sudah melakukan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah
pembelajaran pengembangan kemandirian melalui teknik scaffolding.
Perbandingan hasil observasi kemandirian anak pada setiap siklus dapat
dilihat melalui tabel 1 berikut.
Tabel 1. Perbandingan Tingkat Ketuntasan Anak pada Tiap Siklus
No
1
2
3
Status Pencapaian Ketuntasan
Tuntas
%
Belum Tuntas
4
20
16
10
50
10
17
85
3
Kondisi
Prasiklus
Siklus I
Siklus II
%
80
50
15
Sumber: Data Hasil Ketuntasan Anak pada Tiap Siklus
Perbandingan tingkat pencapaian ketuntasan anak dalam hal kemandirian
Persentase
pada tiap siklus dapat digambarkan melalui diagram batang berikut ini.
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
85%
80%
50%50%
Tuntas
Belum Tuntas
20%
Pra Siklus
15%
Siklus I
Siklus II
Sumber: Tabel 1 halaman11
Gambar 1. Perbandingan Tingkat Ketuntasan Anak pada Tiap Siklus
Grafik di atas menunjukkan bahwa pada perbaikan siklus II persentase anak
yang sudah mencapai ketuntasan mengalami peningkatan yang cukup signifikan
yaitu sebesar 65% dari kondisi awal. Sebelum dilakukan perbaikan anak yang
mencapai ketuntasan hanya 20% setelah dilakukan perbaikan pada siklus I
menjadi 50%, dan perbaikan pada siklus II menjadi 85%. Hasil tersebut dapat
digunakan sebagai alasan untuk menghentikan penelitian karena indikator
keberhasilan sebesar 80% sudah tercapai.
Pengembangan kemandirian anak melalui teknik scaffolding, sudah
mencapai target keberhasilan yang direncanakan peneliti. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa penerapan teknik scaffolding dapat membantu anak dalam
melakukan kegiatan sendiri tanpa bantuan orang lain, sehingga kemandirian anak
pun berkembang. Hal ini sejalan dengan pendapat Vygotsky dalam teori
pembelajaran konstruktivismenya (Isabella, 2007: 15) yang menyebutkan bahwa
pada pendidikan anak usia dini, khususnya kemandirian anak memerlukan
scaffolding, yaitu bantuan yang tepat waktu dan ditarik kembali tepat waktu
ketika interaksi belajar sedang terjadi. Pemberian scaffolding ini dilakukan oleh
orang dewasa (orang tua/guru/pengasuh) atau orang yang lebih dahulu tahu
tentang suatu keterampilan yang seharusnya dicapai oleh anak usia dini dengan
cara memberikan dukungan maupun fasilitas kepada anak dalam proses
perkembangannya hingga anak dapat melakukan aktivitasnya sendiri secara
mandiri
Sehubungan dengan penelitian yang telah dilaksanakan dalam rangka
pengembangan kemandirian anak melalui teknikscaffolding, kepala sekolah
selaku kolaborator memberikan penilaian sebagai berikut:
1. Peneliti sudah melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan baik, penerapan
teknik scaffolding dalam proses pembelajaran sudah dilakukan secara optimal.
2. Teknnik scaffolding terbukti efektif dan efisien untuk digunakan dalam
pembelajaran yang mengarah pada kemandirian
Penelitian ini telah dilaksanakan secara optimal oleh peneliti, tetapi masih
terdapat keterbatasan dalam penelitiannya yaitu instrumen dalam penelitian ini
tidak melalui uji validasi akan tetapi diketahui oleh pembimbing.
D. SIMPULAN
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa hipotesis yang berbunyi
“Teknik scaffolding dapat mengembangkan kemandirian anak kelompok A di
Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten
Tahun Ajaran 2012/2013” telah terbukti kebenarannya. Peningkatan persentase
ketuntasan anak pada siklus I sebesar 30% yaitu pada pra siklusterdapat4 anak
(20%) menjadi 10 anak (50%). Peningkatan persentase ketuntasan pada siklus II
sebesar 35% yaitu pada siklus I sebesar 11 anak (50%) menjadi 17 anak (85%).
Implikasi
penelitian
yang
dapat
disampaikan
berdasarkan
hasil
penelitiantindakan kelas adalah 1) bagi anak, setelah dilakukan pembelajaran
kemandirian melalui teknik scaffolding, menjadikan anak tertarik dan lebih
antusias mengikuti pembelajaran, 2) bagi pendidik. Teknik scaffolding lebih
efektif dan efisien digunakan dalam proses pembelajaran motorik halus karena
hasil ketuntasannya lebih meningkat, disamping itu dengan teknik scaffolding
guru lebih mudah menyampaikan pembelajaran kepada anak, 3) bagi institusi
pendidikan. Institusi lebih memperhatikan pembelajaran yang mengarah pada
kemandirian anak dengan berbagai macam kegiatan yang bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali M & M. Asrori. 2004. Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Jakarta:
Bumi Aksara.
Amalia, Lia. 2011. “Upaya Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Playgroup
melalui Penerapan Teknik Scaffolding”. Skripsi. Bandung: FIP UPI (tidak
diterbitkan).
Anonim. “Strategi Pembelajaran Scaffolding” (http://www.tuanguru.com). Diakses
pada hari Kamis tanggal 30 Mei 2013 pukul 12.35 WIB.
Arikunto, Suharsimi; Suhardjono dan Supardi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. 2009. Matrik Taman Kanakkanak. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Departemen Pendidikan Nasional. 2012. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Direktorat Pembinaan TK dan SD.
Lange, V. L. 2002. “Instructional Scaffolding” (http://condor.admin.ccny.cuny.edu).
Diakses pada hari Jumat tanggal 24 Mei 2013 pukul 13.15 WIB.
Lie A. & Prasasti S. 2004. 101 Cara Membina Kemandirian dan Tanggung Jawab
Anak. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Mangunsong, Frieda. 2006. “Mengembangkan Sikap Mandiri pada Anak”
(http://www.sahabatnestle.co.id). Diakses pada hari Sabtu tanggal 25 Mei 2013.
Tati, Sugiyarti. 2005. “Studi Kasus Pengelolaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(BPKM) Suaka dalam Meningkatkan Kemandirian Warga Belajar Keaksaraan
Fungsional”. Skripsi. Bandung: FIP UPI (tidak diterbitkan).
Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Zaifbio. 2012. “Belajar dan Pembelajaran” (https://zaifbio.wordpress.com). Diakses
pada hari Kamis tanggal 30 Mei 2013 pukul 16.00 WIB.
Zaman, Badru, dkk. 2008. Media dan Sumber Belajar TK. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Download