PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN MELALUI PENERAPAN TEKNIK SCAFFOLDING PADA ANAK KELOMPOK A DI BUSTANUL ATHFAL ‘AISYIYAH MIRENG III KECAMATAN TRUCUK, KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN 2013-2014 PUBLIKASI ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini PURWANTINI A53B111049 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013 PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN MELALUI PENERAPAN TEKNIK SCAFFOLDING PADA ANAK KELOMPOK A DI BUSTANUL ATHFAL ‘AISYIYAH MIRENG III KECAMATAN TRUCUK, KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN 2013-2014 Purwantini, A53B111049, Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013, xiv + 116 halaman (termasuk lampiran). ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk pengembangan kemandirian anak melalui teknik scaffolding pada anak kelompok A Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2013-2014.Jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tipe kolaboratif. Subjek penelitian adalah guru dan anak kelompok A Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III yang berjumlah 20 anak. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus,masing-masing siklus terdiri dari dua pertemuan. Pada setiap siklus terdapat kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi dan pedoman wawancara. Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif kualitatif.Hasil penelitian pra siklus menunjukkan bahwa kemandirian anak tergolong rendah. Persentase pencapaian ketuntasan sebanyak 4 anak (20%). Setelah dilakukan tindakan dengan teknik scaffolding pada siklus I, persentase ketuntasan meningkat menjadi 10 anak (50%). Demikian pula setelah dilakukan perbaikan rencana pembelajaran pada tindakan siklus II, kemandirian anak semakin berkembang pesat. Persentase pencapaian ketuntasan menjadi 17 anak (85%).Berdasarkan hasil analisis data pada penelitian tindakan ini, hipotesis yang menyatakan “Teknik scaffolding dapat mengembangkan kemandirian anak kelompok A di Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2013-2014” terbukti dan dapat diterima kebenarannya. Kata kunci: kemandirian, teknik scaffolding. A. PENDAHULUAN Pendidikan anak usia dini atau Taman Kanak-kanak dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (2009: 1) pada hakekatnya adalah pendidikan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh dimensi perkembangan anak yang meliputi kognitif, sosial, emosi, fisik dan motorik. Secara psikologis anak berkembang secara holistik atau menyeluruh, artinya terdapat kaitan yang sangat erat antara aspek perkembangan yang satu dengan yang lainnya, aspek perkembangan yang satu mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. Salah satu tahapan penting dalam masa perkembangan anak adalah fase otonomi. Fase ini ditandai dengan antusiasme anak untuk melakukan segala sesuatunya sendiri dan munculnya hasrat untuk mandiri. Kemandirian bukanlah keterampilan yang muncul tiba-tiba tetapi perlu diajarkan pada anak sejak usia dini, apabila anak tidak belajar mandiri sejak usia dini akan sangat memungkinkan anak merasa bingung bahkan tidak tahu bagaimana harus membantu dirinya sendiri. Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, hal ini berarti bahwa kemandirian terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak selanjutnya. Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III dalam pelaksanaan pengembangan terhadap seluruh potensinya menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan sosio-emosional (kemandirian, sikap dan perilaku),fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Zaman, dkk (2008: 1.1) proses pembelajaran yang efektif, menyenangkan, menarik, dan bermakna bagi anak dipengaruhi oleh berbagai unsur, antara lain guru yang memahami secara utuh hakikat, sifat dan karakteristik anak, metode pembelajaran yang berpusat pada kegiatan anak, sarana belajar anak yang memadai, tersedianya berbagai sumber belajar yang menarik dan mendorong anak untuk belajar, dan lain-lain. Selama ini di Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Trucuk Klaten dalam pembiasaan kemandirian, guru cenderung menganggap dirinya sebagai sumber utama pengetahuan, pendekatan yang digunakan masih pendekatan konvensional (ceramah) yang dalam penyampaian materi masih secara lisan menjadi pilihan utama dalam pembiasaan kemandirian. Hal ini menyebabkan anak cenderung pasif dan menganggap bahwa kemandirian adalah pembelajaran yang membosankan. Dilihat dari kenyataan yang sebenarnya di lapangan pada survey awal, bahwa pembelajaran pembiasaan kemandirian di Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III pada anak kelompok Amasih menggunakan pendekatan konvensional, sehingga siswa cenderung pasif dan kurang kreatif. Selain itu ditemukan fakta bahwa kemandirian anak masih rendahyaitu sebesar 20% anak yang sudah dinyatakan mandiri sedangkan 80% belum mandiri. Menurut pengamatan peneliti di lapangan, rendahnya kemandirian anak disebabkan karena anak masih memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap orang dewasa baik itu pada orang tua, pengasuh, atau kepada guru. Hal ini terlihat ketika anak sering meminta bantuan untuk membuka dan memakai sepatu, saat kegiatan makan, merapikan mainan, dan aktivitas toilettraining. Motivasi anak untuk melakukan tugas-tugas tersebut secara mandiri dirasa masih kurang dan anak lebih memilih untuk langsung meminta bantuan kepada orang dewasa dalam melakukannya. Salah satu teknik pembelajaran yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk mengembangkan kemandirian anak adalah melalui pembelajaran bertahap atau pembelajaran yang dilaksanakan sedikit demi sedikit yang dikenal dengan istilah scaffolding atau mediated learning. Guru melakukan pembelajaran bertahap atau sedikit demi sedikit untuk mencapai perkembangan yang seharusnya dicapai. Tahapan itu merupakan tangga agar anak dapat menguasai perkembangan yang kompleks (http://www.tuanguru.com). Scaffolding merupakan jembatan yang digunakan untuk menghubungkan apa yang sudah diketahui anak dengan sesuatu yang baru yang akan dikuasai atau diketahui anak.Scaffolding atau mediated learning adalah teori yang dikemukakan oleh Vigotsky, yang menekankan penggunaan dukungan atau bantuan tahap demi tahap dalam belajar dan pemecahan masalah. Ada beragam bantuan yang diberikan tergantung pada tingkat kesulitan yang dialami anak, misalnya 1) memecah tugas menjadi lebih kecil; 2) mengatur bagian-bagian; 3) mengajak berpikir ulang; 4) membahasakan proses berpikir jika tugasnya kompleks; 5) melaksanakan pembelajaran kooperatif; 6) melakukan dialog dalam kelompok kecil; 7) memberi petunjuk kongkret; 8) melakukan tanya jawab; 9) memberikan kartu-kartu kunci; atau 10) melakukan pemodelan. Di samping itu, bila diperlukan bantuan dapat berupa mengaktifkan latar belakang pengetahuan yang dimiliki siswa, memberikan tips-tips atau kiat-kiat, strategi, dan prosedur-prosedur kunci untuk melaksanakan tugas atau memecahkan masalah yang dihadapi siswa agar siswa tidak frustasi karena mengerjakan tugas atau suatu keterampilan yang sulit dicapai/dilaksanakan. Ciri khas teknik scaffolding ini adalah keaktifan dan keterlibatan anak dalam upaya proses belajar dengan memanfaatkan pengetahuan awal dan gaya belajar masing-masing anak dengan bantuan guru sebagai fasilitator yang membantu anak apabila anak mengalami kesulitan dalam upaya belajarnya. Dengan teknik ini diharapkan kemandirian anak dapat dikembangkan secara optimal dan bertahan lama. Strategi ini dianggap paling tepat karena kemandirian anak adalah suatu hal yang bersifat kompleks. Jadi, untuk membelajarkannya diperlukan tahapan-tahapan yang jelas dan tepat agar suatu hal yang bersifat kompleks itu dapat dikuasai dengan baik dan optimal. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakahteknik scaffolding dapat mengembangkan kemandirian anak kelompok A di Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Trucuk Klaten Tahun Ajaran 2013-2014”. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui pengembangan kemandirian anak melalui teknik scaffolding pada anak kelompok A Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Trucuk Klaten Tahun Ajaran 2013-2014. Hurlock (Yusuf, 2001: 130) mengatakan kemandirian adalah dimana setiap individu memiliki sikap mandiri dalam cara berfikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungannya. Menurut Lie dan Prasasti (2004: 2) menyatakan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya. Sementara menurut Gea (2002: 146) mandiri adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri. Meneliti beberapa definisi kemandirian di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah suatu kemampuan untuk mengontrol tindakan sendiri, bebas dari kontrol orang lain, dapat mengatur diri sendiri, mampu mengambil keputusan sendiri tanpa harus mendapat bimbingan dari orang tua dan orang dewasa lainnya dan mampu mengarahkan perasaan tanpa pengaruh dari orang lain. Kemandirian bukanlah keterampilan yang muncul tiba-tiba tetapi perlu diajarkan pada anak. Tanpa diajarkan, anak-anak tidak tahu bagaimana harus membantu dirinya sendiri. Kemampuan membantu diri inilah yang dimaksud dengan mandiri. Banyaknya kesempatan dan kepercayaan yang diberikan oleh orang dewasa dalam hal ini guru atau pendidik, maka akan memberikan peluang yang besar bagi anak untuk menjaga pribadi yang mandiri. Robert Havighrust (Tati, 2005: 51) menyatakan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu:aspek intelektual, aspek sosial, aspek emosi, dan aspek ekonomi.Bentuk kemandirian pada anak usia Taman Kanak-kanak lebih berkaitan dengan yang bersifat fisik dan psikis, dimana kegiatan ini merupakan kebutuhan anak sehari-hari yang bersifat pribadi, maka anak mampu melakukannya sendiri. Menurut Berk (Mangunsong, 2006: 14) bahwa kegiatan anak sehari-hari dalam bentuk kemandirian dapat dilihat dari: 1) kemandirian anak dalam berpakaian, 2) kemampuan anak dalam melakukan kegiatan makan, 3) kemampuan anak untuk mengurus diri ketika melakukan buang air, 4) mampu atau berani pergi sendiri. Indikator kemandiriandalam penelitian ini lebih spesifik dijabarkan melalui butir-butir amatan yang terdapat dalam program tahunan atau matrik Taman Kanak-kanak (Depdiknas, 2012: 12) adalah memasang kancing atau resleting sendiri, memasang dan membuka tali sepatu sendiri, mampu makan sendiri, berani pergi dan pulang sekolah sendiri (bagi yang dekat dengan sekolah), mampu mandi BAK dan BAB (toilet training), dan mengurus dirinya sendiri. Ali dan Asrori (2004: 118) menyatakan perkembangan kemandirian juga dipengaruhi oleh stimulus lingkungannya selain oleh potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya. Kemandirian terbentuk oleh interaksi antara faktor bawaan dan lingkungan. Kemandirian dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi bawaan melalui latihan terus menerus dan dilakukan sejak dini. Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik scaffolding. Menurut Slavin (Amalia, 2011: 14) scaffolding adalah pemberian sejumlah kemampuan oleh guru kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu. Scaffolding adalah bimbingan yang diberikan oleh orang yang lebih tahu kepada orang yang kurang atau belum tahu, misalnya guru kepada anak atau anak yang pandai dengan anak lain yang kurang pandai.Guru mencontohkan tingkah laku tertentu kemudian membantu anak untuk membangun ketrampilanketrampilan itu sendiri dengan memberikan rangsangan, dukungan, dan saranasarana yang mendukung (https://zaifbio.wordpress.com). Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik scaffolding adalah sebuah teknik pembelajaran yang diasumsikan sebagai jembatan yang digunakan untuk menghubungkan apa yang sudah diketahui oleh anak dengan sesuatu yang baru akan dikuasai/diketahui anak sesuai dengan kebutuhan setiap individu anak dan mengurangi bantuan tersebut secara bertahap sampai anak memperoleh kemampuan dan kemandirian yang diharapkan. Inti dari teknik scaffolding terletak pada bimbingan guru yang diberikan secara bertahap setelah anak diberi permasalahan, sehingga kemampuan aktualnya mencapai kemampuan potensial. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, atau memberikan contoh. Biasanya bantuan-bantuan yang diberikan oleh guru disebut intervensi belajar. Berdasarkan permasalahan dan teori yang telah dikemukakan diatas, dapat penulis rumuskan hipotesis bahwa “Teknik scaffolding dapat mengembangkan kemandirian anak kelompok A di Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2013-2014”. B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Strategi yang digunakan oleh penelitidalam melaksanakan penelitian ini adalah peneliti menggunakan bentuk penelitian tindakan kelas kolaboratif, yakni penelitian yang melibatkan guru kelas dan mahasiswa. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti bertindak sebagai pengamat (observer).Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelompok A di Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, yang berjumlah 20 anak yang terdiri dari 12 anak laki-laki dan 8 anak perempuan. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus,masing-masing tindakan terdiri dari dua pertemuan.Pada setiap siklus ada empat tahap yaitu perencanaan,tindakan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui observasi, wawancaradan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Perkembangan kemandirian anak kelompok Apada Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klatenmelaluiteknik scaffolding, diharapkan dapat berkembang secara maksimal. Perkembangan kemandirian anak berupa hasil observasi terhadappartisipasidan ketuntasan anak dalam mengikuti pembelajaran kemandirian. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak, karena selain dapat mempengaruhi kinerjanya, juga berfungsi untuk membantu mencapai tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan serta memperoleh penghargaan.Kemandirian pada anak usia Taman Kanak-kanak tidak sebatas dengan hal-hal yang yang bersifat fisik saja, tetapi juga berkaitan dengan psikologis, dimana anak usia dini mampu mengambil keputusan sendiri, bertanggung jawab dan memiliki kepercayaan diri. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, kondisi awal kemandirian anak masih belum berkembang dengan baik. Anak masih memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap orang dewasa baik itu pada orang tua, pengasuh, atau kepada guru. Hal ini terlihat ketika anak sering meminta bantuan untuk memasang kancing atau resleting, memasang dan memakai tali sepatu, saat kegiatan makan, aktivitas toilet training, minta diantar dan dijemput saat pergi dan pulang sekolah, serta belum mampu mengurus diri sendiri dengan baik. Hasil observasi pada pra siklus didapat rata-rata kelas sebesar 47%. Sedangkan data mengenai anak yang sudah memiliki kemandirian berdasarkan kategori terbagi menjadi empat yaitu kategori berkembang sangat baik belum ada sama sekali, kategori berkembang berkembang sesuai harapan mencapai 20% atau sebanyak 4 anak,kategori mulai berkembang sebanyak 2 anak (10%), dan sisanya masuk dalam kategori belum berkembang terdapat 14 anak (70%).Anak kelompok A yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu ≥ 80% terdapat 4 anak (20%).Sedangkan yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yaitu ≥ 80% terdapat 16 anak (80%). Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti dan teman kolaborasi menemukan beberapa fakta berupa permasalahan yang kemudian dijadikan sebagai bahan untuk menentukan perencanaan dalam kegiatan pembelajaran berikutnya, adapun masalah yang peneliti temukan yaitu: 1. Sebagian besar anak masih meminta bantuan guru untuk melaksanakan berbagai kegiatan. 2. Banyak anak yang masih meminta untuk ditemani dan disuapi dalam kegiatan makan. 3. Banyak anak yang tidak mau membersihkan dan meletakkan kembali peralatan makan yang digunakan Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti perlu melakukan berbagai tindakan nyata agar kemandirian anak bisa meningkat dan berkembang dengan baik. Salah satunya dengan menggunakan teknik scaffolding dalam pembelajaran kemandirian yang dilakukan dalam dua siklus. Hasil observasi pada siklus I didapat rata-rata kelas sebesar 73,8%. Sedangkan data mengenai anak yang sudah memiliki kemandirian berdasarkan kategori terbagi menjadi empat yaitu kategori berkembang sangat baik belum ada sama sekali, kategori berkembang berkembang sesuai harapan sebanyak 10 anak (50%),kategori mulai berkembang sebanyak 3 anak (15%), dan sisanya masuk dalam kategori belum berkembang terdapat 7 anak (35%). Anak kelompok A yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu ≥ 80% terdapat 10 anak (50%). Sedangkan yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yaitu < 80% terdapat 10 anak (50%). Data tersebut di atas memperlihatkan bahwa tingkat pencapaian ketuntasan anak dalam hal kemandirian masih kurang atau belum memuaskan. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan guna meningkatkan kemandirian pada anak kelompok A Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III. Hasil observasi pada siklus II didapat rata-rata kelas sebesar 86,1%. Sedangkan data anak mengenai kemandirian berdasarkan kategori,yaitu kategori berkembang sangat baik ada 9 anak (45%), kategori berkembang berkembang sesuai harapan sebanyak 8 anak (40%),kategori mulai berkembang sebanyak 2 anak (10%), dan sisanya masuk dalam kategori belum berkembang terdapat 1 anak (5%). Adapun hasil persentase pencapaian ketuntasan anak pada siklus IIanak kelompok A yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu ≥ 80% terdapat 17 anak (85%). Sedangkan yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yaitu <80% terdapat 3 anak (15%). Tindakan siklus I yang belum berhasil telah diperbaiki di siklus II. perbaikan ini sudah berjalan efektif dan sesuai rencana, sebab guru bersama dengan anak sudah melakukan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran pengembangan kemandirian melalui teknik scaffolding. Perbandingan hasil observasi kemandirian anak pada setiap siklus dapat dilihat melalui tabel 1 berikut. Tabel 1. Perbandingan Tingkat Ketuntasan Anak pada Tiap Siklus No 1 2 3 Status Pencapaian Ketuntasan Tuntas % Belum Tuntas 4 20 16 10 50 10 17 85 3 Kondisi Prasiklus Siklus I Siklus II % 80 50 15 Sumber: Data Hasil Ketuntasan Anak pada Tiap Siklus Perbandingan tingkat pencapaian ketuntasan anak dalam hal kemandirian Persentase pada tiap siklus dapat digambarkan melalui diagram batang berikut ini. 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 85% 80% 50%50% Tuntas Belum Tuntas 20% Pra Siklus 15% Siklus I Siklus II Sumber: Tabel 1 halaman11 Gambar 1. Perbandingan Tingkat Ketuntasan Anak pada Tiap Siklus Grafik di atas menunjukkan bahwa pada perbaikan siklus II persentase anak yang sudah mencapai ketuntasan mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 65% dari kondisi awal. Sebelum dilakukan perbaikan anak yang mencapai ketuntasan hanya 20% setelah dilakukan perbaikan pada siklus I menjadi 50%, dan perbaikan pada siklus II menjadi 85%. Hasil tersebut dapat digunakan sebagai alasan untuk menghentikan penelitian karena indikator keberhasilan sebesar 80% sudah tercapai. Pengembangan kemandirian anak melalui teknik scaffolding, sudah mencapai target keberhasilan yang direncanakan peneliti. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan teknik scaffolding dapat membantu anak dalam melakukan kegiatan sendiri tanpa bantuan orang lain, sehingga kemandirian anak pun berkembang. Hal ini sejalan dengan pendapat Vygotsky dalam teori pembelajaran konstruktivismenya (Isabella, 2007: 15) yang menyebutkan bahwa pada pendidikan anak usia dini, khususnya kemandirian anak memerlukan scaffolding, yaitu bantuan yang tepat waktu dan ditarik kembali tepat waktu ketika interaksi belajar sedang terjadi. Pemberian scaffolding ini dilakukan oleh orang dewasa (orang tua/guru/pengasuh) atau orang yang lebih dahulu tahu tentang suatu keterampilan yang seharusnya dicapai oleh anak usia dini dengan cara memberikan dukungan maupun fasilitas kepada anak dalam proses perkembangannya hingga anak dapat melakukan aktivitasnya sendiri secara mandiri Sehubungan dengan penelitian yang telah dilaksanakan dalam rangka pengembangan kemandirian anak melalui teknikscaffolding, kepala sekolah selaku kolaborator memberikan penilaian sebagai berikut: 1. Peneliti sudah melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan baik, penerapan teknik scaffolding dalam proses pembelajaran sudah dilakukan secara optimal. 2. Teknnik scaffolding terbukti efektif dan efisien untuk digunakan dalam pembelajaran yang mengarah pada kemandirian Penelitian ini telah dilaksanakan secara optimal oleh peneliti, tetapi masih terdapat keterbatasan dalam penelitiannya yaitu instrumen dalam penelitian ini tidak melalui uji validasi akan tetapi diketahui oleh pembimbing. D. SIMPULAN Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa hipotesis yang berbunyi “Teknik scaffolding dapat mengembangkan kemandirian anak kelompok A di Bustanul Athfal „Aisyiyah Mireng III Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2012/2013” telah terbukti kebenarannya. Peningkatan persentase ketuntasan anak pada siklus I sebesar 30% yaitu pada pra siklusterdapat4 anak (20%) menjadi 10 anak (50%). Peningkatan persentase ketuntasan pada siklus II sebesar 35% yaitu pada siklus I sebesar 11 anak (50%) menjadi 17 anak (85%). Implikasi penelitian yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitiantindakan kelas adalah 1) bagi anak, setelah dilakukan pembelajaran kemandirian melalui teknik scaffolding, menjadikan anak tertarik dan lebih antusias mengikuti pembelajaran, 2) bagi pendidik. Teknik scaffolding lebih efektif dan efisien digunakan dalam proses pembelajaran motorik halus karena hasil ketuntasannya lebih meningkat, disamping itu dengan teknik scaffolding guru lebih mudah menyampaikan pembelajaran kepada anak, 3) bagi institusi pendidikan. Institusi lebih memperhatikan pembelajaran yang mengarah pada kemandirian anak dengan berbagai macam kegiatan yang bervariasi. DAFTAR PUSTAKA Ali M & M. Asrori. 2004. Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Jakarta: Bumi Aksara. Amalia, Lia. 2011. “Upaya Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Playgroup melalui Penerapan Teknik Scaffolding”. Skripsi. Bandung: FIP UPI (tidak diterbitkan). Anonim. “Strategi Pembelajaran Scaffolding” (http://www.tuanguru.com). Diakses pada hari Kamis tanggal 30 Mei 2013 pukul 12.35 WIB. Arikunto, Suharsimi; Suhardjono dan Supardi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. 2009. Matrik Taman Kanakkanak. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen Pendidikan Nasional. 2012. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan TK dan SD. Lange, V. L. 2002. “Instructional Scaffolding” (http://condor.admin.ccny.cuny.edu). Diakses pada hari Jumat tanggal 24 Mei 2013 pukul 13.15 WIB. Lie A. & Prasasti S. 2004. 101 Cara Membina Kemandirian dan Tanggung Jawab Anak. Jakarta: Elex Media Komputindo. Mangunsong, Frieda. 2006. “Mengembangkan Sikap Mandiri pada Anak” (http://www.sahabatnestle.co.id). Diakses pada hari Sabtu tanggal 25 Mei 2013. Tati, Sugiyarti. 2005. “Studi Kasus Pengelolaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (BPKM) Suaka dalam Meningkatkan Kemandirian Warga Belajar Keaksaraan Fungsional”. Skripsi. Bandung: FIP UPI (tidak diterbitkan). Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya. Zaifbio. 2012. “Belajar dan Pembelajaran” (https://zaifbio.wordpress.com). Diakses pada hari Kamis tanggal 30 Mei 2013 pukul 16.00 WIB. Zaman, Badru, dkk. 2008. Media dan Sumber Belajar TK. Jakarta: Universitas Terbuka.