ECONOMIC OUTLOOK 2007 - pusat penelitian ekonomi

advertisement
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
P2E - LIPI
Oleh:
Pusat Penelitian Ekonomi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Jakarta, 2006
‘It is better to be roughly right than precisely wrong.’
Keynes dalam Hill (2006)
1
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
Kata Pengantar
Analisis Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007 merupakan bagian tak
terpisahkan dari serangkaian kegiatan akhir tahun Pusat Penelitian Ekonomi-Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan kisi-kisi
tentang prospek perekonomian Indonesia dengan mempertimbangkan capaian dan
target ekonomi yang berhasil dicapai pada tahun-tahun sebelumnya serta dengan
mempertimbangkan faktor ekstenal dan internal yang dapat mempengaruhinya
pergerakan ekonomi di tahun 2007. Tema kajian yang dipilih dalam analisis prospek
ekonomi Indonesia tahun 2007 yaitu
‘It is better to be roughly right than precisely
wrong’ yang dikemukakan oleh Keynes dalam Hill (2006). Dalam konteks proyeksi
ekonomi Indonesia tahun 2007 maka pernyataan tersebut mengandung pengertian
bahwa, akan jauh lebih baik jika kisaran proyeksi diberikan dalam bentuk kisaran
kasar namun mencerminkan kondisi riil yang sesungguhnya dibandingkan proyeksi
yang begitu meyakinkan namun tidak mencerminkan situasi yang sesungguhnya.
Sistematika penulisan Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007 dibagi dalam tiga
kelompok. Pertama, faktor eksternal yang mencakup proyeksi perekonomian
kawasan. Kedua, analisis beberapa variabel utama ekonomi dan terakhir analisis
dimensi pengangguran dan kemiskinan. Secara umum Tim Peneliti menilai prospek
perekonomian Indonesia tahun 2007 cukup optimis tetapi pemerintah perlu berjuang
lebih keras lagi dalam mempertahankan kestabilan ekonomi makro serta mendorong
segera dikeluarkannya Undang-Undang Investasi dan Perpajakan. Ancaman kenaikan
harga minyak dunia tetap menjadi hal yang perlu diantisipasi oleh pemerintah. Tim
Peneliti menawarkan empat opsi kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah
untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan yang akan menjadi
permasalahan besar jika tidak segera diatasi. Harapan kami semoga laporan
penelitian ini memberikan manfaat bagi para stakeholders.
Jakarta, Desember 2006
Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI
Mahmud Thoha
NIP: 320004711
2
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
Daftar Isi
Halaman
Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------
i
Daftar Isi --------------------------------------------------------------------------
ii
Pendahuluan ---------------------------------------------------------------------
1
Faktor Eksternal ----------------------------------------------------------------
4
Faktor Internal :
1
Pertumbuhan Ekonomi -------------------------------------------
5
2
Inflasi ---------------------------------------------------------------
6
3
Nilai Tukar Rupiah ------------------------------------------------
7
4
Suku Bunga --------------------------------------------------------
7
5
Harga Minyak ------------------------------------------------------
8
6
Investasi -----------------------------------------------------------
8
7
Ekspor – Impor ----------------------------------------------------
9
8
Keuangan Pemerintah -------------------------------------------
10
9
Ketenagakerjaan -------------------------------------------------
11
10
Pengangguran dan Kemiskinan ---------------------------------
12
11
Langkah-Langkah Kebijakan Pemerintah ---------------------
13
Daftar Pustaka ------------------------------------------------------------------
16
Lampiran Tabel dan Grafik ---------------------------------------------------
17
Tim Peneliti ----------------------------------------------------------------------
21
3
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
Oleh:
Pusat Penelitian Ekonomi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
‘It is better to be roughly right than precisely wrong.’
Keynes dalam Hill (2006)
Pendahuluan
Di akhir tahun 2005 atau tepatnya pada tanggal 5 Desember 2005, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono mengumumkan perubahan susunan Kabinet Indonesia
Bersatu yaitu dengan mengganti 5 orang menteri bidang ekonomi dan Kepala
Bappenas. Trio Boediono, Sri Mulyani dan Mari Pangestu memiliki mainstream
akan kehati-hatian di dalam menjaga kestabilan ekonomi makro. Kondisi ini
tercermin dengan semakin stabilnya indikator makro ekonomi seperti tingkat
inflasi, suku bunga dan nilai tukar Rupiah terhadap US$ hingga penghujung tahun
2006. Prestasi meredam laju inflasi patut mendapat acungan jempol, karena
banyak pengamat berpendapat keputusan meningkatkan harga bahan bakar
minyak (BBM) di bulan Oktober 2005, yang rata-rata mencapai 126%, akan
memberikan efek inflasi yang signifikan di tahun 2006. Namun demikian pasar
dapat segera melakukan penyesuian sehingga ekspektiasi inflasi masyarakat di
tahun 2006 tetap terkendali.
Namun demikian kondisi ekonomi makro yang cukup stabil ternyata masih belum
mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi sebagaimana terjadi pada kondisi
4
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
sebelum krisis ekonomi 1997/98 yang mampu mencapai diatas 7% per tahun. Jika
diperhatikan hingga triwulan ke III 2006 pertumbuhan ekonomi baru mencapai
5,52%, namun pemerintah masih optimis pertumbuhan ekonomi di tahun 2006
dapat mencapai 5,8%, walaupun untuk mencapai pertumbuhan tersebut
nampaknya akan sulit karena dari sisi realisasi APBN hingga akhir November 2006
baru terserap sekitar 75%. Angka yang cukup realistis untuk pertumbuhan
ekonomi 2006 diperkirakan sekitar 5,6%.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa membaiknya indikator kestabilan
ekonomi makro belum mampu berbuat banyak untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan yang tinggi. Tingkat pengangguran
terbuka Februari 2005 tercatat 10.854.254 orang atau sekitar 10,26% dan
meningkat menjadi 11.104.693 orang atau sekitar 10,45% pada Februari tahun
ini. Data terakhir menunjukkan angka pengangguran terbuka di bulan Agustus
2006 mencapai 10,93 juta atau mengalami penurunan sekitar 170.000 orang
dibandingkan dengan bulan Februari 2006.
Stabilitas makroekonomi adalah penting namun itu saja belum cukup. Langkah
selanjutnya yaitu bagaimana menjadikan stabilitas ekonomi makro sebagai
landasan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, terutama
dengan daya dukung sektor industri yang kuat. Namun sebagaimana dikemukakan
oleh Thee (2006:2) pertumbuhan sektor industri manufaktur berjalan tersendatsendat karena beberapa kendala yaitu: daya saing biaya yang merosot, investasi
yang merosot, persaingan internasional yang tajam, dan fasilitas perdagangan
yang rendah. Bahkan dari sisi investasi, posisi Indonesia sebagai negara tujuan
investasi Jepang turun satu tingkat dari sebelumnya di posisi ke 8 pada tahun
2005 menjadi ke 9 di tahun 2006 (dari 10 negara) dan posisi tiga besar pada
tahun 2006 dipegang oleh Cina, India, dan Vietnam. Potret sektor industri dan
investasi yang kurang menggembirakan akan semakin memberatkan prospek
perekonomian nasional dalam jangka panjang.
Lemahnya tingkat investasi nasional paska krisis Asia telah mendorong
pemerintah untuk mengeluarkan paket kabijakan perbaikan iklim investasi
sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun
2006 Tanggal 27 Pebruari 2006 dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
5
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
bertanggung jawab penuh dalam melakukan koordinasi, pemantauan dan
pelaporan dari seluruh program yang akan dilaksanakan. Secara umum terdapat
85 tindakan yang akan dilakukan dalam paket perbaikan iklim investasi tersebut
yang mencakup 5 aspek yaitu hal yang bersifat umum (termasuk undang-undang
investasi yang baru), kepabeanan dan cukai, perpajakan, ketenagakerjaan, dan
usaha kecil, menengah dan koperasi. Namun demikian langkah-langkah tersebut
belum banyak membuahkan hasil, sebagaimana dikemukakan oleh Manning dan
Roesad (2006:158-63) yang memberikan empat catatan penting. Pertama,
seputar
banyaknya
tantangan dan kepentingan
bercokol
terkait
dengan
usulan/draft undang-undang investasi yang baru. Kedua, pembentukan kawasan
ekonomi khusus sebanyak 8 masih menghadapi kendala serius terutama dari sisi
kapasitas administrasi yang handal. Ketiga, tidak semua proses investasi dan
divestasi dapat berjalan sesuai rencana seperti kasus eksploitasi Blok Cepu,
konflik antara pemerintah pusat, daerah dan masyarakat lokal dalam kasus
Freeport dan divestasi saham Cemex di PT. Semen Gresik kepada Rajawali Group.
Keempat,
langkah-langkah
lebih
proaktif
perlu
segera
dilakukan
guna
membangun kembali infrastruktur.
Bagaimana prospek perekonomian Indonesia di tahun 2007? Beberapa kalangan
menilai tahun 2007 merupakan titik kritis yang dapat berdampak positif maupun
negatif terhadap kinerja ekonomi untuk waktu selanjutnya. Paling tidak ada dua
dasar pertimbangan. Pertama, di tahun 2008, perhatian publik akan lebih banyak
tercurah untuk persiapan pemilihan umum. Dengan lain perkataan jika
dianalogikan dengan rangkaian kereta api maka ‘gerbong ekonomi’ akan berada
pada rangkaian kedua setelah gerbong politik.
Kedua, tahun 2007 juga
merupakan titik kritis bagi masa depan Undang-Undang (UU) Investasi dan
Perpajakan yang sudah banyak dinanti-nantikan kalangan dunia usaha. Jika kedua
UU tersebut belum juga dapat disyahkan di tahun 2007 maka hal ini akan semakin
menambah ruang ketidakpastian.
Faktor Eksternal
Prospek pertumbuhan ekonomi negara berkembang Asia (developing Asia)
menurut Bank Pembangunan Asia di tahun 2007 diperkirikan sekitar 7,1% atau
6
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006 yang sebesar 7,7%. Cina
dan India tetap menjadi motor pertumbuhan ekonomi Asia karena lebih dari 50%
nilai pendapatan regional disumbangkan dari kedua negara tersebut. ADB juga
memperkirakan faktor eksternal cukup baik, walaupun akan terjadi sedikit
perlambatan pertumbuhan di negara-negara industri. Selanjutnya ABD juga
memproyeksikan harga minyak yang masih tetap tinggi. Namun demikian kondisi
geopolitik di Timur Tengah akan tetap menjadi determinan utama pergerakan
minyak dunia.
Bagaimana dengan Amerika Serikat? Pertumbuhan ekonomi Amerika mengalami
perlambatan dari sebelumnya 3,3% di tahun 2006 menjadi 2,8% di tahun 2007.
Defisit perdagangan Amerika akan mengalami peningkatan menjadi 3,4% dari
GDP. Demikian halnya dengan pertumbuhan ekonomi Jepang yang diperkirakan
tetap tumbuh cukup meyakinkan terutama didorong oleh permintaan domestik
sektor swasta. Terakhir, pertumbuhan ekonomi di zona ekonomi (eropa euro zone
economy) di tahun 2007 akan mengalami perlambatan dari sekitar 2,3% di tahun
2006 menjadi 1,8%. Hal ini dikarenakan kombinasi ekspor yang tumbuh moderate
dan kebijakan fiskal yang cenderung ketat.
Dengan menyimak gambaran umum faktor eksternal maka dapat disimpulkan
bahwa akan terdapat penurunan pertumbuhan ekonomi kawasan dan negaranegara mitra dagang utama Indonesia. Implikasi dari kondisi tersebut yaitu
Indonesia perlu berjuang lebih keras guna meningkatkan daya saing produk serta
mencari peluang-peluang baru. Hal lain yang cukup penting yaitu bagaimana
dapat membuat industri-industri nasional sebagian bagian tidak terpisahkan dari
mata rantai (value chain) jaringan produksi global. Hal ini dapat dilakukan salah
satunya dengan pengembangan kawasan ekonomi khusus (special economic
zone).
1. Pertumbuhan Ekonomi
Jika diperhatikan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2006,
hampir mendekati proyeksi Tim Peneliti P2E diawal tahun 2006 yaitu sekitar
7
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
5,6%, sedangkan versi pemerintah pada saat itu pertumbuhan ekonomi sekitar
6,2%. Tim peneliti menilai cukup optimis potensi pertumbuhan ekonomi yang bisa
dicapai oleh Indonesia di tahun 2007. Hasil kalkulasi menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 akan berada dalam kisaran 5,8% hingga
6,5%. Optimisme pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 tidak terlepas dari
akselerasi
pertumbuhan
yang
terus
menunjukkan
tanda-tanda
kenaikan,
walaupun pertumbuhan ekonomi di tahun 2005 dan 2006 nampaknya tidak jauh
berbeda.
Landasan fundamental ekonomi yang cukup baik di tahun 2006 merupakan modal
yang sangat berarti untuk menunjukkan kehati-hatian pemerintah di dalam
pengelolaan sisi fiskal dan moneter. Hasil analisis dalam periode 2002 hingga
2005 juga memperlihatkan bahwa pertumbuhan modal tetap domestik bruto dan
ekspor masing-masing mencapai 8% dan 9% yang sudah lebih tinggi dari rata-rata
pertumbuhan ekonomi dalam periode yang sama. Demikian juga dengan mulai
turunnya BI rate ke level 9,75% diharapkan akan berdampak pada turunnya suku
bunga kredit, guna lebih memberikan stimulus bagi sektor riil. LDR (Loan to
Deposit Ratio) hanya mengalami sedikit peningkatan yaitu dari 51,8% di bulan
Januari 2006 menjadi sekitar 53,5% di bulan September. Dari sisi pertumbuhan
kredit dalam periode yang sama hanya mengalami pertumbuhan sekitar 1,23%
dalam setiap bulan.
Peranan sektor industri di tahun 2007 diharapkan akan semakin membaik. Dilihat
dari perkembangan indikator impor barang modal diluar alat angkut maka sejak
tahun 2001 hingga 2006 terus menunjukkan peningkatan walaupun jika
dinyatakan dalam bentuk rasio terhadap total impor maka kontribusinya
cenderung
tidak
mengalami
banyak
perubahan
bahkan
terdapat
sedikit
penurunan. Semakin tinggi impor barang modal sebelunya merupakan indikasi
terjadinya geliat di sektor rill dan prospek terjadinya transfer of technology. Dari
sisi investasi dapat diketahui bahwa realisasi investasi (izin usaha tetap)
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sejak Januari hingga Oktober 2006
mencapai Rp 15,5 triliun. Angka ini lebih rendah dari nilai di tahun 2005 yang
sebesar Rp 16,6 triliun. Terkait dengan Penanaman Modal Asing, masih belum
menggembirakan, angka realisasi investasi (izin usaha tetap) hingga Oktober 2006
8
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
baru sekitar 4,4 miliar US$, sedangkan untuk periode yang sama di tahun 2005
mencapai 8,5 miliar US$.
2. Inflasi
Prestasi meredam laju inflasi yang mencapai sekitar 17% di tahun 2005 menjadi
sekitar 6% di tahun 2006 memperlihatkan keseriusan pemerintah untuk
membangun kestabilan ekonomi. Laju inflasi yang rendah dan terkendali tidak
hanya baik untuk pertumbuhan ekonomi tetapi juga bagi upaya mengurangi angka
kemiskinan. Di tahun 2003 laju inflasi dapat mencapai sekitar 5%, hal ini
menunjukkan bahwa target untuk mencapai tingkat inflasi yang sama atau
bahkan lebih rendah dapat dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian,
nampaknya tahun 2007 laju inflasi akan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun
2006. Tim peneliti memperkirakan laju inflasi di tahun 2007 akan mencapai 6%
hingga 8%. Paling tidak ada dua pertimbangan yang mempengaruhi hal tersebut.
Pertama, terkait dengan demand pulled inflation. Tentu saja pemerintah tidak
bisa tinggal diam melihat semakin tingginya angka pengangguran, dalam hal ini
pemerintah akan menggunakan berbagai cara mulai dari moral suasion hingga
penerbitan peraturan-peratuan yang bertujuan untuk lebih mengefektifkan
belanja baik di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah, sehingga anggaran
belanja pemerintah seminimal mungkin tertanam dalam bentuk instrumen surat
berharga. Paket-paket insentif perpajakan diharapkan dapat mendorong sektor
swasta untuk semakin meningkatkan kinerja,
menggairahkan iklim investasi.
Kedua, terkait dengan cost push inflation, potensi terjadinya cost push inflation
masih mungkin terjadi terutama terkait dengan kenaikan harga energi dan bahan
kebutuhan pokok khususnya beras.
3. Nilai Tukar Rupiah
9
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
Nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada dalam range Rp 9.300 – 9.500 untuk
setiap US$ atau sedikit mengalami depresiasi dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Faktor-internal dan ekstenal dapat mempengaruhi pelemahan
ataupun penguatan nilai tukar rupiah. Faktor eksternal seperti suku bunga The
Fed, harga minyak dunia, dan kondisi stabilitas finansial kawasan. Faktor internal
terdiri atas aliran modal masuk, baik berupa PMA maupun portfolio investment,
gerakan suku bunga dalam negeri, inflasi, serta kondisi transaksi berjalan
(current account). Proyeksi pelemahan nilai tukar rupiah lebih banyak
dipengaruhi
oleh
kondisi
perekonomian
eksternal
khususnya
penurunan
pertumbuhan ekonomi kawasan dan kemungkinan terjadinya ketegangan di Timur
Tengah. Sedangkan faktor internal yang dapat melemahkan posisi rupiah yaitu
tekanan inflasi.
4. Suku Bunga
Turunnya BI Rate ke tingkat 9,75% di akhir Desember 2006, diharapkan dapat
memberikan pengaruh bagi turunnya suku bunga simpanan dan kredit. Namun
demikian pengalaman dari waktu-waktu sebelumnya menunjukkan bahwa
penurunan BI Rate akan lebih mudah tereflesikan dalam penurunan suku bunga
simpanan dibandingkan dengan suku bunga kredit. Hal ini dapat disebabkan oleh
dua faktor yaitu pinjaman yang diberikan masih menggunankan dana masyarakat
sebelum terjadi penurunan, sehingga cost of fund masih tinggi. Kedua, terkait
dengan upaya mempertahankan spread suku bunga untuk mengoptimalkan
keuntungan.
Penurunan BI Rate akan berdampak pada suku bunga lelang SBI yang diharapkan
menuju pada level BI Rate. Kalkulasi Tim Peneliti P2E menunjukkan suku bunga
SBI 3 bulan akan berada dalam level 10% - 11%, atau lebih rendah dari nilai range
nilai di tahun 2006 yang berada dalam kisaran 11%-13%. Penurunan suku bunga
SBI 3 bulan ini didorong oleh semakin terkendalinya laju inflasi serta semakin
makin membaiknya kondisi ekonomi makro.
5. Harga Minyak
10
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
Harga
minyak
akan
tetap
menjadi
variabel
yang
sangat
penting
bagi
perkembangan perekonomian. Jika diperhatikan kenaikan harga minyak dunia
masih memberikan keuntungan bagi Indonesia karena dalam konteks ekspor dan
impor migas Indonesia masih dalam posisi surplus. Porsi ekspor migas terhadap
total ekspor antara Januari-Oktober 2006 mencapai 21,3% dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 11%. Tim Peneliti memperkirakan harga minyak dunia akan
berada dalam kisaran US$ 60 – 65 per barel. Jika diperhatikan perkembangan
harga minyak akhir-akhir ini cukup fluktuatif yaitu dari US$ 62,5 per barel di
bulan September 2006 menjadi US$ 55,9 di bulan Oktober 2006. Walaupun
kenaikan harga minyak akan memberikan tambahan devisa, namun karena tingkat
konsumsi domestik juga cukup tinggi dan pemerintah masih memberikan subsidi
BBM maka kenaikan harga minyak akan berdampak pada sisi belanja negara.
Sebagaimana disebutkan subsidi BBM di tahun 2007 akan mencapai Rp 61,8 triliun
atau sekitar 1,8% dari PDB (Produk Domestik Bruto).
6. Investasi
PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Perkembangan persetujuan PMDN di
tahun 2006 jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2005. Untuk periode yang
sama yaitu Januari – Oktober, persetujuan investasi mencapai Rp 143,7 triliun
dengan jumlah proyek 180. Sedangkan di tahun 2005 persetujuan investasi
mencapai Rp 44,6 triliun dengan jumlah proyek sebanyak 189. dilihat dari sisi
rencana penyerapan tenaga kerja, untuk tahun 2006 diperkirakan sekitar 162.828
ribu orang dengan potensi ekspor sekitar US$ 7,3 miliar. PMA (Penanaman Modal
Asing). Gambaran cukup menggembirakan juga terjadi di PMA. Dalam rentang
waktu Januari- Oktober 2006 nilai investasi yang disetujui mencapai US$ 13,2
miliar dengan jumlah proyek sebanyak 1.382 dan serapan tenaga kerja sebanyak
273.861 orang.
Walaupun angka persetujuan investasi belum mencerminkan angka yang
sesungguhnya akan direalisasikan, namun peningkatan angka persetujuan
investasi di tahun 2006 mengindikasikan bahwa para investor memberikan respon
yang cukup baik terhadap potensi yang ada. Jika rencana investasi tersebut dapat
direalisasikan sepenuhnya maka kapasitas produksi nasional dapat meningkat
11
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
yang pada gilirannya dapat meningkatkan output dan memperluas kesempatan
kerja.
Prospek investasi di tahun 2007, nampaknya akan sangat tergantung pada tataran
implementasi aturan perpajakan dan sistem insentif. Hal lain yang juga tidak
kalah penting yaitu terkait dengan aturan ketenagakerjaan yang akan tetap
menjadi momok bagi para investor terutama jika materi aksi demontrasi sudah
tidak proporsional. Tim Peneliti memperkirakan walaupun tantangan dan masalah
investasi masih besar namun kondisi makro ekonomi yang stabil tetap menjadi
daya tarik tersendiri untuk berinvestasi di Indonesia. Tanda-tanda ini juga
terlihat dari aliran portfolio investment pemain-pemain asing di pasar modal
yang cenderung meningkat di tahun 2006.
Guna mencapai target pertumbuhan 6,5% maka di tahun 2007, maka di tahun
2007 rasio investasi terhadap PDB berkisar sekitar 30% (Sadli, 2002). Nilai PDB riil
(atas dasar harga konstan tahun 2000) tahun 2007 yang diperkirakan sekitar Rp
1.967 triliun, maka nilai investasi yang diperlukan sekitar Rp 590 triliun rupiah.
Nilai realisasi PMDN dan PMA hingga Oktober 2006 baru mencapai Rp 55 triliun
(nilai ini baru memperhitungkan investasi dalam bentuk izin usaha tetap yang
dilaporkan kepada BPKM). Dengan demikian pemerintah perlu berusaha ekstra
keras untuk dapat menggenjot pertumbuhan investasi nasional.
7. Ekspor-Impor
Kegiatan ekspor dan impor di tahun 2007, diproyeksikan akan mengalami
peningkatan dan surplus perdagangan akan berada dalam kisaran US$ 30.00040.000 juta. Faktor utama terjadinya peningkatan terserbut yaitu faktor
eksternal negara-negara mitra dagang yang cukup baik. Peluang Indonesia untuk
dapat bersaing akan semakin baik dengan nilai tukar yang semakin stabil. Di
samping itu pertumbuhan ekspor mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan
yang berarti juga pasokan bahan baku sudah mulai meningkat. Dari sisi bea dan
cukai, mulai bulan Desember 2006 telah diberlakukan sistem single document
terutama pada kegiatan perdagangan dengan Singapura. Hal ini merupakan
inovasi yang baik guna mempercepat pengurusan baik dokumen ekspor dan
12
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
impor. Sehingga proses bongkar dan muat barang dapat dilakukan secara lebih
lengkap. Trend dalam 5 (lima) tahun terakhir memperlihatkan bahwa Indonesia
masih mengalami surplus perdagangan yaitu rata-rata sekitar US$ 25.000 juta.
Hal ini sekaligus menandakan potensi penambahan devisa negara tahunan dari
perdagangan luar negeri.
Pelayanan jasa kepelabuhan perlu semakin ditingkatkan, terutama dikatikan
dengan kecepatan di dalam melakukan bongkar muat barang. Keterlambatan di
dalam melakukan bongkar muat akan berdampak pada kecepatan produksi barang
selanjutnya. Di samping itu pemerintah juga perlu lebih cermat didalam
meminimalkan terjadinya penyeludupan barang karena penyeludupan barang
telah berdampak buruk pada industri domestik seperti pada industri tekstil,
garmen, alas kaki, elektonik, dll. Namun demikian pada sisi yang lain jangan
sampai upaya melakukan pemeriksaan kontainer berdampak pada semakin
lamanya
proses
dipelabuhan.
Dengan
demikian
inovasi
teknologi
untuk
menditeksi spesifikasi barang sebagaimana tertulis dalam dokumen dengan
keadaan di kontainer (peti kemas) perlu makin dipercanggih.
8. Keuangan Pemerintah
Dari hasil pembahasan APBN 2007 diketahui bahwa anggaran mengalami defisit
sekitar Rp 40,5 triliun atau sekitar 1,1% dari PDB. Jika diperhatikan nilai defisit
tersebut lebih rendah dibandingkan dengan APBN-P tahun 2006 yaitu sebesar
1,3% dari PDB. Semakin rendahnya defisit anggaran menandakan bahwa
komitment pemerintah untuk menwujudkan sistem anggaran yang berimbang
makin kuat. Dari sisi penerimaan perpajakan, pajak penghasilan dan PPN
diharapkan dapat menyumbang sekitar 58,5% dari total pendapatan negara dan
hibah. Dari sisi penerimaan bukan pajak pendapatan dari minyak bumi dan gas
alam akan menyumbang sekitar 20,2% dari total pendapatan negara dan hibah.
Dari sisi belanja pemerintah pusat, pengeluaran untuk subsidi menempati posisi
terbesar yaitu 20,4% dari total belanja pemerintah pusat. Selanjutnya disusul
untuk belanja pegawai, pembayaran bunga hutang (khususnya dalam negeri),
belanja barang dan modal.
13
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
Dalam penyusunan skenario APBN, Tim Peneliti membagi dalam tiga skenario
yaitu optimis, moderate dan pesimis. Dengan skenario optimis, APBN 2007 tetap
akan mengalami defisit yang nilainya lebih besar yaitu sekitar 1,3% dari PDB atau
sekitar Rp 45,7 triliun. Defisit tersebut terjadi karena rencana pengeluaran yang
lebih besar dibandingkan dengan penerimaan. Jika diperhatikan perbedaan
asumsi APBN pemerintah dan P2ELIPI terletak pada laju tumbuh ekonomi, inflasi
dan harga minyak. Turunnya harga minyak akan berdampak pada turunnya
penerimaan dari sisi migas dan juga laba BUMN yang akan memberikan kontribusi
dari sektor migas. Hal ini secara tidak langsung akan berdampak pada
penerimaan daerah khususnya yang bersumber dari dana bagi hasil SDA. Dari sisi
pengeluaran/belanja negara akan mengalami sedikit peningkatan yang didorong
oleh pengeluaran untuk subsidi khususnya yang bersifat non BBM seperti untuk
raskin, dll. Sebagai konsekuansi defisit anggaran harus dibiayai khususnya dari
sumber-sumber dalam negeri.
9. Ketenagakerjaan
Perhatian pemerintah di tahun 2007 akan banyak tecurah pada upaya untuk
mengatasi
masalah
pengangguran.
Presiden
Susilo
Bambang
Yudhoyono
mengatakan bahwa di tahun 2006 angka pengangguran mengalami penurunan
sebesar 1 juta orang. Jika diperhatikan sebetunya terdapat beberapa keganjilan.
Pertama, angka pertambahan pencari kerja antara bulan Februari 2005 hingga
Februari 2006 hanya sekitar 476.432 orang. Hal ini disebabkan oleh perubahan
waktu penghitungan Sakernas yang biasanya di bulan Agustus, menjadi bulan
Februari dan November. Pada waktu-waktu tersebut sektor pertanian berada
dalam kondisi panen raya dan musim tanam. Angka pencari kerja tersebut
berbeda jauh dengan angka pertambahan pencari kerja antara tahun 2003-2004
mencapai 1.223.295 orang dan antara tahun 2004-2005 mencapai sekitar
1.8319.85 orang. Dengan lain perkataan antara tahun 2005 dan 2006 sebagaian
besar pencari kerja sudah tidak masuk lagi dalam kelompok pencari kerja artinya
sebagaian dari mereka masuk kembali ke jalur sekolah, mengurus rumah tangga
atau lainnya. Dari data diketahui dari sekitar 3.228.533 orang tambahan bukan
14
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
angkatan kerja antara Februari 2005 hingga Februari 2006, sekitar 33% dan 48%
masuk ke dalam jalur sekolah dan mengurus rumah tangga.
Kedua dengan memperhatikan angka serapan penciptaan lapangan antara Agustus
2002 hingga Agustus 2005 maka rata-rata mencapai 218.518 untuk setiap
pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen dan dengan mengacu angka pertumbuhan
ekonomi di tahun 2006 yang mencapai sekitar 5,6%, maka secara kasar dapat
diperkirakan angka penciptaan lapangan pekerjaan baru di tahun 2006 yaitu
sebesar 1.223.704 orang. Jika Presiden mengatakan angka pengangguran tahun
2006 susut sebesar 1 juta orang, maka lapangan pekerjaan hingga Februari 2006
masih tersedia sekitar 223.704 orang, jika angka tersebut kita kaitkan dengan
jumlah tambahan orang yang bekerja antara Februari 2005 hingga Februari 2006
yaitu sebesar 228.984 orang, berarti terdapat kekurangan sebesar 5.280 orang.
Kekurangan tersebut perlu ditambah dengan pencari kerja baru antara bulan
Februari 2006 hingga Desember 2006. Dengan demikian nampaknya terlalu
berlebihan jika dikatakan angka pengangguran berkurang sekitar 1 juta orang di
tahun 2006. Bahkan jika dilakukan crosscheck dengan temuan BPS ternyata
antara bulan Februari 2006 hingga Agustus 2006 ternyata angka pengangguran
baru turun sebesar 170.000 orang.
10. Pengangguran dan Kemiskinan
Angka angkatan kerja di tahun 2007 diperkirakan akan mengalami kenaikan
sebesar 3 juta orang. Angka ini berasal dari sekitar 1,5 juta orang berasal dari
kelompok bukan angkatan kerja yang masuk kembali angkatan kerja dan
ditambah dengan sekitar 1,5 juta orang tambahan tenaga kerja baru. Dengan
mengasumsikan pertumbuhan ekonomi mencapai skenario optimum yaitu sekitar
6,5% dengan tingkat serapan tenaga kerja sebesar
218.518 orang (skenario
normal) untuk setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen pertumbuhan, maka
lapangan pekerjaan yang dapat tersedia di tahun 2007 yaitu sekitar 1,4 juta
orang. Dengan demikian sekitar 1,6 juta orang tidak akan tertampung oleh
kesempatan kerja yang ada dan mereka masuk dalam kelompok tambahan angka
pengangguran. Dengan demikian angka pengangguran terbuka diperkirakan
15
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
mencapai 12,7 juta orang. Semakin besar angka pengangguran terbuka
merupakan indikator akan meningkatnya angka kemiskinan.
Kemiskinan memiliki korelasi yang erat dengan pertumbuhan ekonomi, serapan
tenaga kerja dan inflasi. Awal September lalu, BPS mengungkapkan angka
kemiskinan per Maret 2006 di bandingkan Februari 2005 melonjak dari 15,97%
menjadi 17,75% atau dari 35,10 juta menjadi 39,05 juta. Dengan asumsi one to
one relationship antara tingkat pengangguran dan kemiskinan maka dengan
tingkat pengangguran sebanyak 12,7 juta orang maka jumlah penduduk miskin di
tahun 2007 akan menjadi sekitar 45,7 juta atau meningkat sekitar 6,7 juta
dibandingkan dengan kondisi Februari 2005.
Studi yang dilakukan oleh Bank Dunia menyebutkan bahwa hampir 50% penduduk
Indonesia dalam kondisi miskin dan beresiko tinggi untuk jatuh miskin. Fenomena
kenaikkan harga beras dan kelangkaan minyak tanah di beberapa daerah juga
mengindikasikan semakin beratnya situasi ekonomi yang dialami oleh kelompok
berpenghasilan tidak tetap/rendah. Bahkan belakangan ini karena rendahnya
daya beli kelopok keluarga miskin mulai mengkonsumsi nasi aking. Rendahnya
daya beli kelompok miskin akan berdampak pada tidak terpenuhinnya angka
kecukupan gizi.
Meningkatnya jumlah penduduk miskin yang disertai oleh meningkatnya
pendapatan (PDB) mengindikasikan tingkat ketimpangan pendapatan antara
kelopok
berpenghasilan
tinggi
dan
rendah
semakin
besar.
Fenomena
meningkatnya ketimpangan pendapatan yang dibarengi oleh tingginya angka
pengangguran dapat menjadi pemicu terjadinya social unrest baik dalam skala
lokal maupun nasional.
11. Langkah-Langkah Kebijakan Pemerintah
Mengejar laju pertumbuhan ekonomi yang disertai oleh kehati-hatian di dalam
menjaga stabilitas makro ekonomi merupakan hal utama yang harus dilakukan
oleh pemerintah. Mau tidak mau, suka tidak suka pemerintah perlu mengambil
langkah-langkah
pengangguran,
kongkrit
kemiskinan
untuk
dan
menanggulangi
ketimpangan
16
semakin
tingginya
pendapatan.
Hal
angka
tersebut
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
sebagaimana menjadi jargon pembangunan ekonomi yaitu pro growth, pro job
dan poverty alleviation. Jika diperhatikan beberapa langkah-langkah telah
dipersiapkan oleh pemerintah mulai dari menyiapkan dana untuk subsidi
langsung, reformasi sektor agraria, pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro Kecil
Menengah), memberdayakan balai latihan kerja baik yang dimiliki oleh pusat
mupun daerah, operasi pasar untuk beberapa kebutuhan pokok beras, impor
beras, menjaga keamanan pasokan sembako, menyediakan kartu miskin dalam
layanan kesehatan, pendidikan, dll. Jika diperhatikan langkah-langkah tersebut
cukup baik namun dalam tataran implementasi ternyata tidak mudah karena
terkait dengan permasalahan seputar koordinasi antar sektor.
Langkah penanggulangan pengangguran dan kemiskinan di wilayah perkotaan dan
pedesaan tentu akan jauh berbeda. Jika diperhatikan langkah menciptakan
lapangan perkerjaan di wilayah pedesaan khususnya di luar pulau Jawa cukup
besar. Upaya untuk mengembangkan tanaman strategis seperti kelapa sawit,
karet dan kakao masih terbuka lebar terutama di wilayah Sumatera, Kalimantan
dan Sulawesi. Namun demikian hal yang masih menjadi kendala besar yaitu
masalah lahan. Reformasi agraria yang rencananya akan dimulai antara tahun
2007-2014 perlu dilakukan dengan sepenuh hati. Jika diperhatikan salah satu
masalah utama dalam melakukan ekspansi tanaman perkebunan yaitu masalah
belum adanya status yang jelas atas kepemilikan lahan serta banyak lahan-lahan
yang kepemilikannya saling tumpang tindih. Jika masalah kepemilikan lahan
(kepastian hukum) dapat diselesaikan sebetulnya cukup banyak investor yang
berminat untuk menanamkan modal di sektor perkebunan. Pola perkebunan inti
rakyat yang disertai dengan penguatan sisi manajemen koperasi pengelola (KUD)
akan memberikan efek multiplier yang luar bisa bagi peningkatan taraf hidup
masyarakat pedesaan.
Transmigrasi dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi semakin
tingginya angka kemiskinan perkotaan dengan memberikan aset berupa lahan dan
keterampilan. Dari hasil studi ke bebeberapa wilayah transmigran menunjukkan
taraf hidup mereka meningkat cukup baik. Bahkan banyak beberapa transmigran
asal pulau Jawa yang mampu menyekolahkan anak-anak mereka ke pulau Jawa
hanya
dengan
bergantung
pada
tanaman
perkebunan.
Namun
demikian
pemerintah perlu menjadi fasilitator di dalam menyediakan infrastruktur di lokasi
17
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
transmigran, karena kondisi yang terisolir menyebabkan banyak diantara mereka
yang tidak dapat berkembang.
Meningkatkan keterampilan dan kemampuan pengangguran perkotaan dapat
dilakukan dengan mengaktifkan kembali balai latihan kerja (BLK) dan balai
latihan kerja daerah (BLKD) yang ada. Disamping itu perlu disiapkan kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan pasar yang juga dilengkapi dengan tenaga
pengajar yang handal dan profesional. Namun demikian hal terpenting dari itu
semua yaitu bagaimana setelah setelah selesai pelatihan mereka dapat langsung
mempraktekan ilmu yang telah didapat dan siap memasuki pasar tenaga kerja.
Dukungan dana perbankan dengan sistem kredit lunak sangat perlu dimasukkan
dalam kerangka pengembangan keterampilan para pengangguran.
Gagasan seputar pendiran kawasan ekonomi khusus nampaknya perlu sesegera
mungkin dikongkritkan. Kawasan ekonomi khusus diyakini dapat membuat pusatpusat pertumbuhan ekonomi yang mampu mempercepat akselesari pertumbuhan
ekonomi nasional. Cina dan India termasuk negara yang berhasil memperoleh
manfaat besar dari pembentukan kawasan ekonomi dan berhasil menarik investor
masuk dan membangun high tech industries.
Daftar Pustaka
18
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
Chowdhury, A., 2002. Indonesia 2020: Long-term Issues and Priorities, Working
Papers July, UNSFIR.
Hill, H., 2006. The Strategy of Indonesia’s Economic Transformation, makalah
yang dipresentasikan dalam Kongres XVI Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia dengan tema Melateakkan Kembali Dasar-Dasar Pembangunan
Ekonomi Yang Kokoh, Manado, Juni 18-20.
Manning C. dan Roesad, K. 2006. ‘Survey of Recent Development’. Bulletin of
Indonesian Economic Studies, 42 (2): 143-70.
Sadli, M., 2002. Perencanaan Pembangunan Zaman Orde Baru dan Reformasi,
makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional: Membangun
Kemandirian Ekonomi Indonesia dalam Era Globalisasi, Jakarta, 27
Agustus.
Thee, K.W., 2006. Apakah Landasan Pembangunan Industri di Indonesia Sudah
Tepat?, makalah yang dipresentasikan dalam Kongres XVI Ikatan Sarjana
Ekonomi Indonesia dengan tema Melateakkan Kembali Dasar-Dasar
Pembangunan Ekonomi Yang Kokoh, Manado, Juni 18-20.
Lampiran Tabel dan Grafik
19
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
TABEL 1. PROYEKSI PEREKONOMIAN INDONESIA 2007
Indikator Makro
Pertumbuhan Ekonomi
Nilai Tukar (Rp/US$)
Inflasi
Harga Minyak (US$/Barrel)
SBI (3 Bulan)
Kisaran
5,8% – 6,5%
9.300 – 9.500
6% – 8%
60 - 65
10% – 11%
TABEL 2. SKENARIO APBN TAHUN 2007
Pertumbuhan Ekonomi
Inflasi
Harga Minyak
Kurs
Produksi Minyak
Suku bunga
Versi
Pemerintah
6.3
6.5
63.0
9,300.0
1,000.0
8.50
Optimis
Versi
P2E
6.5
6.0
60.0
9,300.0
1,000.0
8.5
Moderat
Versi
P2E
6.2
7.0
63.0
9,400.0
1,000.0
9.3
Pesimis
Versi
P2E
5.8
8.0
65.0
9,500.0
1,000.0
10.5
TABEL 3. APBN VERSI PEMERINTAH DAN P2E- LIPI
Uraian
A. Pendapatan Negara dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
a. Pajak Dalam Negeri
i. Pajak Penghasilan
1. Migas
2. Non Migas
ii. Pajak Pertambahan Nilai
iii. Pajak Bumi dan Bangunan
iv. Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan
v. Cukai
vi. Pajak Lainnya
b. Pajak Perdagangan
Internasional
20
Versi
Pemerintah
% thd
2007
PDB
Versi P2E – LIPI
Optimis
% thd
2007
PDB
723.1
720.4
509.5
494.6
261.7
41.2
220.5
161.0
21.3
20.5
20.4
14.4
14.0
7.4
1.2
6.2
4.6
0.6
720.6
717.9
509.7
493.8
257.4
39.2
218.2
164.5
21.3
19.8
19.7
14.0
13.6
7.1
1.1
6.0
4.5
0.6
5.4
0.2
5.4
0.1
42.0
3.2
1.2
0.1
42.0
3.2
1.2
0.1
14.9
0.4
15.9
0.4
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
i. Bea Masuk
ii. Pajak/ Pungutan Ekspor
2. Penerimaan Bukan Pajak
a. Penerimaan SDA
1. SDA Migas
2. SDA Non Migas
b. Bagian Laba BUMN
c. PNBP lainnya
II. Hibah
B. Belanja Negara
I. Belanja Pemerintah Pusat
a. Belanja Pegawai
b. Belanja Barang
c. Belanja Modal
c. Pembayaran Bunga Utang
- Utang dalam negeri
- Utang Luar negeri
d. Subsidi
e. Belanja hibah
f. Bantuan Sosial
g. Belanja lain-lain
II. Anggaran Belanja untuk Daerah
1. Dana Perimbangan
a. Dana Bagi Hasil
b. DAU
c. DAK
14.4
452.8
210.9
146.3
139.9
6.4
19.1
45.6
2.7
763.6
504.8
98.5
71.9
76.9
85.1
58.4
26.7
103.0
0.0
50.6
18.8
258.8
250.3
68.5
164.8
17.1
0.4
0.0
6.0
4.1
4.0
0.2
0.5
1.3
0.1
21.6
14.3
2.8
2.0
2.2
2.4
1.7
0.8
2.9
0.0
1.4
0.5
7.3
7.1
1.9
4.7
0.5
14.7
1.2
208.2
154.9
149.1
5.8
16.2
37.1
2.7
766.3
515.7
98.5
71.9
76.9
85.7
58.3
27.4
109.7
0.0
53.0
20.0
250.6
243.9
65.8
163.7
14.4
0.4
0.0
5.7
4.3
4.1
0.2
0.4
1.0
0.1
21.0
14.2
2.7
2.0
2.1
2.4
1.6
0.8
3.0
0.0
1.5
0.5
6.9
6.7
1.8
4.5
0.4
2. Dana Otonomi Khusus dan
Penyeimbang
C. Pembiayaan
I. Pembiayaan Dalam Negeri
1. Perbankan dalam negeri
2. Non perbankan dalam negeri
a. Privatisasi
b. Penjualan Aset Prog.
Restrukturisasi Perbankan
c. Surat Utang Negara (SUN)
d. PMN/Dukungan Infrastruktur
II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto)
8.4
0.2
6.7
0.2
40.5
55.1
13.0
42.1
2.0
1.1
1.6
0.4
1.2
0.1
38.7
57.7
16.1
41.6
2.0
1.1
1.6
0.4
1.1
0.1
1.5
0.0
1.0
0.0
40.6
-2.0
-14.5
1.1
-0.1
-0.4
40.6
-2.0
-19.0
1.1
-0.1
-0.5
21
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
1. Pinjaman Luar Negeri (Bruto)
a. Pinjaman Program
b. Pinjaman Proyek
2. Pembayaran Cicilan Pokok
Utang LN
40.3
16.3
24.0
1.1
0.5
0.7
36.3
14.4
21.9
1.0
0.4
0.6
-54.8
-1.6
-55.3
D. Defisit Anggaran
-40.5
-1.1
-45.7
-1.5
0.0
-1.3
GRAFIK 1 PERTUMBUHAN EKONOMI (DALAM %)
7
6.5
6
5
4.7
5.6
5.1
5.6
4
3
2
1
0
2003
2004
2005
2006
2007
GRAFIK 2 INFLASI DAN SUKU BUNGA (DALAM %)
18.0
16.0
14.0
12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
16.4
17.0
15.2
12.3 11.9
12.4
9.6
9.0
10.2
5.0
9.0
7.4
6.2
11.0
8.0
6.0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Inflasi
Suku Bunga (SBI 3 Bulan)
GRAFIK 3 NILAI TUKAR (DALAM RP/US$)
22
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
12,000
10,000
8,534
8,000
10,266
9,261
8,571 8,985
9,751
9,500
9,151
6,000
4,000
2,000
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
GRAFIK 4 PERKEMBANGAN HARGA MINYAK DUNIA
70
60
60
50
50
40
30
65
35
27
20
10
0
2003
2004
2005
23
2006
2007
Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2007
Tim Peneliti
Koordinator: Maxensius Tri Sambodo, SE, MIDEC
Narasumber:
1. Drs. Mahmud Thoha, MA
2. Dr. Wijaya Adi
3. Dr. Endang Soesilowati
4. M. Soekarni, SE
Anggota:
1. Joko Suryanto, SE, MM
2. Jiwa Sarana, SE, MM
3. Tuti Ermawati, SE
4. Bahtiar Rifa’i, SE
5. Putri Irma Y, SE
6. Yeni Saptia, SE
Lay Out: Suwartiningsih, A.Md
24
Download