BAB 4 HASIL DAN BAHASAN Lokasi : Jalan Phpi No.2

advertisement
BAB 4
HASIL DAN BAHASAN
Gambar 4.1 Lokasi tapak
Sumber : hasil olahan pribadi
Lokasi
: Jalan Phpi No.2-3, Penjaringan, Kota Jakarta Utara, DKI
Jakarta 14450, Indonesia
Luas kawasan
: 17.684,34 m² / 1,7 Hektar
Peruntukan kawasan : Wsn (Wisma Susun)
Batas wilayah
: • Utara : Kawasan penjemuran ikan dan pelelangan baru
• Selatan : Komplek Bermis dan kali adem
• Barat : Waduk muara angke, kali adem, kawasan
konservasi hutan bakau dan permukiman Pantai
Indah Kapuk
• Timur : Rusunawa Buddha Tzu Chi,
Pelabuhan
Muara Angke dan pelelangan ikan
Karena pada kasus ini akan dilakukan peremajaan dengan upaya resettlement,
maka kawasan kampung nelayan di pindahkan ke tapak yang sudah di rencanakan
menjadi bangunan vertikal bagi masyarakat golongan menengah-bawah. Menurut
35
36
Bapak Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama pada tempo.co
(2013), relokasi tempat tinggal masyarakat akan dilakukan bertahap setelah
rampungnya pengerukan untuk perluasan pelabuhan Muara Angke. Untuk kasus ini
warga yang akan direlokasi sejumlah 400 KK ditambah dengan jumlah KK pada
tapak dan sekitar waduk yaitu 113 KK, jadi untuk tahap pertama relokasi tempat
tinggal akan dipindahkan sejumlah 533 KK.
Gambar 4.2 Bagian Hunian
Sumber : shau.nl. Diakses pada :19 Mei 2014
Kondisi lingkungan tidak berbeda jauh dengan kawasan kampung nelayan, jalan
pada tapak juga terendam oleh air laut kurang lebih setingi 30 sampai dengan 60
cm. Dinding pembatas di samping jalan utama cukup membantu mengurangi
kedalaman genangan air. Pada jalan tersebut terpakir odong-odong yang tidak
beroprasi, ada juga gerobak pedagang makanan yang baru digunakan di malam hari.
37
Gambar 4.3 Kondisi sekitar tapak
Sumber : Dokumentasi pribadi
Gambar 4.4 Peraturan Tata Guna Lahan
Sumber : tatakota-jakartaku.net. Diakses pada : 8 April 2014
Menurut ketentuan yang ada di Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta yang
beracu pada SK. Gub No. 1263/2006 tanggal 31 Juli 2006, tapak di peruntukan
menjadi Wisma Susun delapan lantai.
Tipe massa bangunan
: Deret
Ketinggian bangunan
: 8 (delapan) lantai
KDB
: 45 %
KLB
: 2,5
Luas lahan
: 17.684,34 m² / 1,7 Hektar
Luas lantai dasar yang boleh terbangun
KDB x Luas lahan
45 % x 17.684,34 m² = 7.957,953 m²
38
Luas total lantai yang boleh terbangun
KLB x Luas lahan
2,5 x 17.684,34 m² = 44.210,85 m²
Menurut peta rencana struktur ruang Jakarta Utara, wilayah Muara Angke akan
menjadi Pusat Kegiatan Tersier kawasan Pasar Pluit. Menurut peta rencana pola
ruang Jakarta Utara, wilayah Muara Angke merupakan kawasan perumahan.
Gambar 4.5 Peta Rencana Struktur Ruang Jakarta Utara
Sumber : tatakota-jakartaku.net. Diakses pada : 8 April 2014
Gambar 4.6 Peta Rencana Pola Ruang Jakarta Utara
Sumber : tatakota-jakartaku.net. Diakses pada : 8 April 2014
39
Pada Peta Rencana Kota bagian utara tapak akan dibuat sodetan yang tembus ke
Kali Adem. Sodetan dapat digunakan oleh nelayan untuk memarkirkan kapal
mereka. Pembuatan sodetan ini merupakan tahapan pertama pembangunan kawasan
Muara Angke sebelum nantinya akan dilakukan relokasi warga Muara Angke ke
Rumah Susun.
Gambar 4.7 Peta Rencana Sodetan Muara Angke
Sumber : lrk.tatakota-jakartaku.net. Diakses pada : 8 April 2014
Dengan adanya sodetan baru maka penurunan ikan yang tadinya berada di Kali
Adem akan berpindah ke sodetan tersebut. Ikan hasil pancingan akan di turunkan di
tempat-tempat seperti balai di sepanjang sodetan yang kemudian akan diangkut ke
tempat pengeringan ikan. Hal tersebut mengakibatkan akan banyak gerobak yang
lalu lalang di jalur utama site.
4.1 Analisis Manusia
Yang paling menarik dari kawasan kampung nelayan adalah penduduknya.
Karakteristik penduduk kampung nelayan berbeda dengan karakteristik penduduk
rumah susun Buddha tzu Chi yang rata-rata penduduknya juga bermata pencaharian
sebagai nelayan. Penduduk Rusun Buddha Tzu Chi sudah sama saja dengan
penduduk kota pada umumnya sedangkan penduduk kampung nelayan masih
memiliki ciri khas masyarakat pesisir. Jumlah penduduk di kawasan kampung
40
nelayan kurang lebih sebanyak 1086 KK atau sama dengan 4.000 (empat ribu) jiwa
penduduk. Setiap gang di huni oleh 100 (seratus) hingga 150 (seratus lima puluh)
kepala keluarga dan dalam setiap kepala keluarga terdapat rata-rata 4 orang anggota
keluarga (BPS 2010). Rata rata penduduk berada pada usia produktif yaitu 25 tahun
sampai dengan 44 tahun. Berikut ini merupakan presentase penduduk berdasarkan
kelompok umur.
Gambar 4.8 Presentase Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Sumber : Olahan Pribadi berdasarkan BPS 2010
Walaupun sebagian besar penduduk kampung nelayan masih bermata
pencaharian sebagai nelayan, tetapi untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari yang semakin meningkat maka bermunculan berbagai macam mata
pencaharian baru, yaitu :
1.
Pedagang ikan
2.
Pengupas kerang
3.
Eksportir kulit ikan
4.
Kuli panggul di pelelangan
5.
Pedagang warung-warung kecil
6.
Pedagang makanan (warteg, warkop)
7.
Supir odong-odong
8.
Tukang becak
9.
Tukang las
10.
Pedagang air bersih
11.
Tukang barang asongan
41
Penghasilan mereka kurang lebih Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) sampai
dengan Rp 60.000 (enam puluh ribu rupiah) setiap harinya. Keberadaan mata
pencaharian baru di kawasan kampung nelayan merupakan proses beradaptasi oleh
penduduknya terhadap kebutuhan mereka. Seperti adanya pedagang warung-warung
kecil ataupun warung makanan ada untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
penduduk kampung nelayan. Adanya tukang las disebabkan banyak odong-odong
yang seringkali mengalami korosi karena terendam oleh banjir air laut. Apabila kita
masuk ke kawasan tempat tinggal mereka kita dapat menemukan rumah-rumah yang
dijadikan tempat mengepakan barang, ternyata didalam kotak-kotak kayu yang
sudah tertutup rapih terdapat kulit ikan pari yang siap di ekspor ke berbagai macam
Negara untuk dijadikan kerajinan seperti tas ataupun dompet. Harga jual kulit
tersebut tidaklah murah, tetapi kehidupan para nelayan tersebut masih saja dibawah
rata-rata.
Gambar 4.9 Eksportir kulit pari
Sumber : Dokumentasi pribadi
Kegiatan yang terjadi kawasan Kampung Nelayan lebih banyak di lakukan
diluar rumah dibandingkan didalam rumah. Di pagi hari kegiatan yang dilakukan
oleh penduduk kampung nelayan, yaitu para nelayan baru saja sampai dari
memancing dan mendistribusikan ikan-ikan hasil pancingan ke pelelangan atau
kesekitar kawasan kampung nelayan menggunakan gerobak atau bacak untuk
langsung diproses, para ibu biasanya berada dirumah mengurusi kegiatan rumah
tangga, berjualan dirumah mereka atau pergi membantu para nelayan membersihkan
42
hasil tangkapan, dan anak-anak pergi kesekolah yang berada tidak jauh dari
kawasan tersebut.
Gambar 4.10 Becak Mengangkut Hiu dan Pari
Sumber : Dokumentasi pribadi
Di siang hari keadaan kampung nelayan tidak begitu ramai karena penduduk
kampung nelayan berada di tepian kali adem untuk proses perebusan dan
pengupasan kerang, kebanyakan kerang tersebut merupakan kerang ternak. Ada
bapak-bapak, ibu-ibu dan juga anak-anak yang membantu bekerja mengupas
kerang. Sebagian nelayan yang beristirahat dirumah karena sudah semalaman
berada di tengah laut. Beberapa ibu-ibu terlihat sedang mengobrol di depan rumah
mereka dan anak-anak yang sudah pulang sekolah bermain di jalanan depan rumah
atau di jalanan utama.
Gambar 4.11 Pengupas Kerang
Sumber : Dokumentasi pribadi
43
Gambar 4.12 Ibu-ibu yang sedang Mengobrol
Sumber : Dokumentasi pribadi
Hiburan untuk anak-anak di kawasan kampung nelayan adalah para pedagang
jajanan dan odong-odong. Kebanyakan pedagang jajanan menjual agar-agar yang
dimasukan kedalam sedotan atau agar-agar yang dicetak agar menarik anak kecil.
Gambar 4.13 Odong-odong
Sumber : Dokumentasi pribadi
Gambar 4.14 Anak-anak yang sedang Jajan
Sumber : Dokumentasi pribadi
44
Kapal-kapal yang digunakan untuk memancing terparkir di sepanjang kali adem,
karena daerah laut yang berhadapan langsung dengan kawasan kampung nelayan
sudah dipenuhi dengan tumpukan sampah.
Gambar 4.15 Kondisi sampah pada pesisir pantai
Sumber : Dokumentasi pribadi
Gambar 4.16 Perahu di Kali Adem
Sumber : Dokumentasi pribadi
Banyak penduduk kawasan kampung nelayan yang menolak untuk dipindahkan
ke Rusunawa yang telah disediakan oleh pemerintah. Alasannya adalah karena
status kepemilikan Rumah Susun adalah bukan Hak milik melainkan hanya sewa.
Mereka takut apabila terjadi penggusuran lagi mereka tidak bisa melawan dan
mereka harus mencari tempat tinggal lain. Alasan lainnya juga karena mereka
terbiasa tinggal di hunian horizontal dan hidup berdempetan, sedangkan bila di
Rusunawa mereka harus membiasakan diri untuk naik-turun tangga dan hidup lebih
tertata. Kegiatan yang nantinya dapat terbatasi oleh jumlah lantai tersebut juga
menjadi beban bagi kebiasaan mereka yang biasa melakukan segala kegiatan sehari-
45
hari serba dekat. Masalah keuangan juga jadi alasan utama mereka tidak mau
dipindahkan, kebanyakan dari mereka mendengar kabar bahwa harga sewa
Rusunawa pemerintah tersebut tidak sesuai dengan pendapatan perbulan mereka.
Masalah lain adalah banyak penghuni Rusun yang sudah mendapatkan unit
malah menyewakan Rusun tersebut pada kalangan menengah keatas dengan harga
2.000.000 / bulannya. Setelah meraka menyewakan unit milik mereka, mereka
kembali membangun rumah di bantaran kali adem atau kampung nelayan. Berikut
pada tabel 4.1 merupakan daftar aktivitas yang dilakukan oleh mayoritas penduduk
kampung nelayan yang didapatkan dengan menganalisa kegiatan mereka.
Tabel 4.1 Daftar Aktivitas
OBJEK
GOL.
WAKTU
UMUR
Pagi
1-6
Tahun
KEGIATAN
Bermain di Jalan
Siang
KEBUTUHAN
RUANG
• Taman
• Tempat
bermain
Sore
Pagi
Tidur atau Sekolah
Istirahat atau membantu mengupas kerang
• Hunian
• Hunian
• Tempat
pengupasan
kerang
Siang
Anak
7-12
Tahun
Bermain atau mengerjakan PR
• Taman
• Tempat
bermain
• Hunian
• Berlayar (nelayan ikan : pukul 16 -5, nelayan
kerang : pukul 3-5)
• Bersiap-siap untuk berjualan /membuka bengkel
• Bersekolah
• Mengangkut ikan atau mengupas kerang
• Berjualan atau bekerja di bengkel
• Hunian
Sore
Pagi
13-20
Tahun
Siang
• Tempat
pengupasan
kerang
46
Bercengkrama dengan penduduk
Sore
Pagi
Dewasa
(Ibu)
-
• Ibu Rumah Tangga : melakukan pekerjaan
rumah tangga (mencuci, memasak)
• Pedagang : menyiapkan dagangannya
• Ibu Rumah Tangga : berkumpul didepan rumah
• Pedangang : menjaga warung
• Mengupas kerang (di tempat pengupasan
kerang)
• Ruang
komunal
• Tempat
berdagang
• Tempat
pengupasan
kerang
• Mengurus anak
• Merapikan barang dagangan
• Beberapa pergi berdagang ikan di Pasar Ikan
Muara Angke
• Berlayar (nelayan ikan : pukul 16 -5, nelayan
kerang : pukul 3-5)
• Menyiapkan dagangan
• Bersiap untuk bekerja
• Beristirahat (nelayan ikan)
• Bekerja : supir odong-odong, tukang becak,
pengeringan ikan asin, di tempat pengupasan
kerang, dsb
• Mempersiapkan umpan untuk ikan
• Hunian
• Tempat
berdagang
Siang
Sore
Pagi
Siang
Dewasa
(Bapak)
• Ruang
komunal
• Tempat
mencuci dan
menjemur
• Tempat
berdagang
• Hunian
• Hunian
• Tempat parkir
kendaraan
• Tempat
pengeringan
ikan
• Tempat
pengupasan
kerang
-
Sore
Hari
Minggu
•
•
•
•
Merapihkan barang dagangan
Merapihkan jemuran ikan
Pergi berlayar
Beberapa pergi berdagang ikan di Pasar Ikan
Muara Angke
• Bercengkrama dengan penduduk
• Biasanya setiap hari minggu ada perkumpulan
antara para ketua kelompok dengan kepala
kampung
• Tempat
berdagang
• Gudang
tempat
penyimpanan
ikan asin
• Ruang
komunal
• Balai
pertemuan
47
• Matriks kegiatan anak umur 1-6 tahun
HUNIAN
TAMAN /
TEMPAT
BERMAIN
Gambar 4.17 Kegiatan anak umur 1-6 tahun
Sumber : hasil olahan pribadi
• Matriks kegiatan anak umur 6-12 tahun
TEMPAT
PENGUPASAN
KERANG
HUNIAN
TAMAN /
TEMPAT
BERMAIN
SEKOLAH
HUNIAN
Gambar 4.18 Kegiatan anak umur 6-12tahun
Sumber : hasil olahan pribadi
48
• Matriks kegiatan anak umur 12-20 tahun
LAUT
HUNIAN
WARUNG /
BENGKEL
HUNIAN
RUANG
KOMUNAL
SEKOLAH
Gambar 4.19 Kegiatan anak umur 12-20 tahun
Sumber : hasil olahan pribadi
• Matriks kegiatan dewasa (Ibu)
RUANG
SERVICE
HUNIAN
PASAR
RUANG
KOMUNAL
HUNIAN
WARUNG
Gambar 4.20 Kegiatan dewasa (Ibu)
Sumber : hasil olahan pribadi
PASAR IKAN
TEMPAT
PENGUPASAN
KERANG
49
• Matriks kegiatan dewasa (Bapak)
RUANG
KOMUNAL
LAUT
HUNIAN
PASAR
HUNIAN
TEMPAT
PENGUPASAN
KERANG
WARUNG
PENGERINGAN
IKAN ASIN
PASAR IKAN
GUDANG
IKAN ASIN
Gambar 4.21 Kegiatan dewasa (Bapak)
Sumber : hasil olahan pribadi
Gambar 4.22 Skematik Alur Penghuni
Sumber : hasil olahan pribadi
50
Dari daftar aktivitas dan matriks yang ada dapat dilihat bahwa kegiatan yang
akan terjadi di dalam site terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Kegiatan pada hunian;
2. Kegiatan pekerja (pengupasan kerang dan pengeringan ikan);
3. Kegiatan komersil.
Untuk kasus ini warga yang akan direlokasi sejumlah 400 KK ditambah dengan
jumlah KK pada tapak yaitu 133 KK, jadi untuk tahap pertama relokasi tempat
tinggal akan dipindahkan sejumlah 533 KK. Maka dibutuhkan kurang lebih 550 unit
pada pembangunan tahap pertama. Dari analisa karakteristik penduduk, dapat dilihat
penduduk kampung nelayan lebih banyak melakukan kegiatan diluar rumah mereka
yang hanya berukuran kurang lebih 20 m2. Kegiatan yang terjadi didalam rumah
hanya pada saat mereka beristirahat dan memasak. Maka dari itu tipe unit yang akan
digunakan bukan seperti yang ada di Buddha Tzu Chi yang berukuran kurang lebih
80 m2, tetapi unit yang tidak jauh dari ukuran tempat tinggal mereka sebelumnya
yaitu tipe unit 24 m2 dengan 2 ruangan di dalamnya, bagian hunian dengan ukuran
21 m2 dan bagian area basah pada teras depan unit mereka.
Beradasarkan Konsep Disain Prototipe Rancang Bangun Rusunawa yang
dikeluarkan oleh Kementrian Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia,
standar satuan unit hunian dapat disesuaikan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Standar Satuan Unit
No
1
2
Tipe
Lajang
Keluarga
1 org
10 m2
12 m2
Standar Luas (m2)/org
2 org
3 org
15 m2
20 m2
18 m2
23 m2
4 org
23 m2
28 m2
Untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang biasanya mereka lakukan pada
hunian mereka maka dibutuhkan ruangan lain untuk melakukan aktivitas mereka,
yaitu :
•
Tempat Pengeringan Ikan Asin
Karena tapak berada diatas tempat pengeringan ikan asin, maka dibutuhkan
tempat pengganti untuk tempat pengeringan tersebut. Industri pengeringan ikan
asin juga menjadi salah satu mata pencaharian utama penduduk kampung
51
nelayan, maka dari itu tempat pengeringan ikan asin harus disediakan agar
penduduk tidak kehilangan mata pencahariannya. Yang dibutuhkan untuk
tempat pengeringan ikan asin adalah :
1. Terkena sinar matahari langsung;
2. Dapat diakses oleh gerobak atau becak;
3. Terdapat sistem pembuangan sampah;
4. Terdapat gudang penyimpanan;
5. Bau tidak sampai pada hunian.
Gambar 4.23 Proses Pengeringan Ikan Asin
Sumber : shau.nl. Diakses pada :19 Mei 2014
Proses pengeringan ikan asin :
1. Nelayan datang menuju dermaga atau tempat parkir kapal yang berada di
sepanjang sodetan.
2. Ikan diturunkan dan dibawa ke tempat-tempat pengeringan ikan asin
menggunakan gerobak.
3. Sebelum ikan berpindah tangan untuk proses pengeringan ikan asin, ikanikan ditimbang terlebih dahulu.
52
4. Ikan dibersihkan dan dipotong yang kemudian dibawa ke tempat pengasinan.
5. Setelah proses pengasinan ikan di bawa ketempat penjemuran ikan asin.
6. Ikan asin yang sedang dijemur dibalik setiap 1 jam dan di tutup
menggunakan plastik ketika hujan.
7. Setelah proses penjemuran selama 1 sampai 2 hari, ikan di angkat dan di
dinginkan.
8. Ikan di kemas dan siap dibawa untuk di jual.
Tempat pengeringan ikan asin, identik dengan bau amis dan lalat maka dari
itu tempat pengeringan ini harus mendapatkan pencahayaan dan penghawaan
yang cukup baik. Zonasi tempat pengeringan ikan dipengaruhi oleh keberadaan
sodetan dan alur sirkulasi proses. Karena tempat proses pengeringan merupakan
area basah maka area tersebut dipisahkan seperti pada Gambar 4.24 bagian
pekerja yang di blok merah.
Gambar 4.24 Area Basah
Sumber : hasil olahan pribadi
53
Gambar 4.25 Zoning dari Tampak Depan
Sumber : hasil olahan pribadi
•
Tempat Pengupasan Kerang
Karena tempat pengupasan kerang biasanya berada dikawasan permukiman
kampung nelayan yang direlokasi ke tapak baru, maka harus disediakan tempat
penggantinya. Biasanya tempat pengupasan kerang berada di bawah tempat
tinggal nelayan yang bersinggungan langsung dengan kali atau laut. Hal tersebut
dikarenakan agar air dari rebusan kerang dapat mengalir langsung ke kali atau
laut. Yang dibutuhkan untuk tempat pengupasan kerang adalah :
1. Tempat untuk perebusan kerang;
2. Sistem drainase untuk air bekas merebus kerang;
3. Ruangan semi outdoor;
4. Tempat pembuangan sampah kulit kerang.
Gambar 4.26 Tempat Perebusan Kerang
Sumber : Dokumentasi pribadi
54
Tempat pengupasan kerang menggunakan bagian mezzanine Rumah Susun
yang memiliki jarak lantai ke lantai pada lantai dasar yang lebih tinggi untuk
mempermudah dalam pembuangan kulit kerang dan pembuangan limbah cair
dari perebusan kerang.
Gambar 4.27 Area Pengupasan Kerang
Sumber : hasil olahan pribadi
55
Proses pengeringan ikan asin :
1. Nelayan kerang datang menuju dermaga atau tempat parkir kapal yang
berada di sepanjang sodetan.
2. Kerang di turunkan dan dibawa ke tempat-tempat pengupasan menggunakan
drum-drum yang diangkut menggunakan gerobak.
3. Kerang direbus.
4. Kerang dibawa ke temempat pengupasan.
5. Hasil daging kerang di bawa untuk di cuci ulang.
6. Kulit kerang di dorong ke tempat pengolahan kulit kerang yang nantinya
akan dicuci dan dimanfaatkan kembali.
4
6
6
3
2
Gambar 4.28 Sirkulasi Pengupasan Kerang
Sumber : hasil olahan pribadi
•
Taman atau Tempat Bermain
Pada lingkungan berpenduduk 2.500 jiwa keatas dubutuhkan taman
atau tempat bermain dengan standar 0,5 m2 / jiwa. Karena tingkat
kepadatan yang tinggi kawasan kampung nelayan tidak memiliki ruang
terbuka untuk bermain, sehingga sering didapati anak-anak yang bermain
di jalan utama.
56
Gambar 4.29 Tempat Bermain
Sumber : hasil olahan pribadi
Taman atau tepat bermain berada diantara tempat pengupasan kerang
agar anak-anak mereka masih tetap berada dalam pengawasan mereka.
Karena biasanya pada saat ibu-ibu sedang bekerja mengupas kerang anak
mereka akan dibawa dan dibiarkan bermain atau tidur di sekitar tempat
pengupasan kerang.
Gambar 4.30 Anak-anak di Tempat Pengupasan Kerang
Sumber : Dokumentasi pribadi
57
Tabel 4.3 Kebutuhan Taman Menurut SNI
No.
Nama Ruang
Jumlah
Penduduk
1 Taman / Tempat 3.000 jiwa
bermain
Standar /
Sumber
jiwa
0,5 m2
SNI
Perhitungan
3.000 x 0,5 m2
TOTAL
Jumlah (m2)
1.500
1.500
Taman atau tempat bermain dapat diletakan di sisa lahan yang tidak
terbangun atau sisa dari KDB 45% yaitu 55%.
•
Kamar Mandi Bersama (MCK)
Untuk mengurangi biaya infrastruktur apabila dibangun kamar mandi
di setiap unit, maka kamar mandi dibuat untuk bersama layaknya MCK.
Di kawasan kampung nelayan mereka juga menggunakan MCK untuk
keperluan mandi, cuci dan buang air. Maka dari itu bila kamar mandi
diletakan diluar tidak menjadi permasalahan baru bagi mereka.
Gambar 4.31 MCK Pada Bangunan yang Lebih Panjang
Sumber : hasil olahan pribadi
Gambar 4.32 MCK Pada Bangunan yang Lebih Pendek
Sumber : hasil olahan pribadi
Pada Gambar 4.29 dan Gambar 4.30 bagian kotak berwarna merah
merupkan tempat mandi dan kakus, bagian kotak berwarna biru
merupakan tempat untuk menjemur pakaian. Tempat penjemuran pakaian
pada Gambar 4.29 berbeda-beda setiap lantainya seperti yang dapat
dilihat pada Pada Gambar 4.31.
58
Gambar 4.33 Tempat Jemur Tertampak
Sumber : hasil olahan pribadi
Kapasitas pelayanan MCK berdasarkan pada waktu (jam-jam) paling
sibuk dan banyaknya ruangan pada setiap satu kesatuan MCK untuk
jumlah tertentu dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Kebutuhan MCK per Jumlah Pemakai
Banyaknya ruanan
Jumlah Pemakai
(orang)
Mandi
Cuci
Kakus
10-20
21-40
41-80
81-100
101-120
121-160
161-200
2
2
2
2
4
4
4
1
2
3
4
5
5
6
2
2
4
4
4
6
6
Sumber : SNI 03-2399-2002
- Kamar Mandi dan WC
- Sinar masuk minimal melalui lebar 0,5 m2
- Ventilasi sirkulasi udara minimal 0,5 m2
- Dimensi KM minimal 2,0 m2 dengan ukuran bak minimal 0,5 m3
- Dimensi WC minimal 1,5 m2 dengan ukuran bak air minimal 0,1
m3
- Lantai dibuat tidak licin
- Dalam pemakaian dipisah berdasarkan gender/jeniskelamin
- Tempat Cuci Umum
- Terdiri dari bak air dan lantai cuci
- Luas minimal lantai cuci 10 m2
59
- Ukuran bak air minimal 1,5 m3
- Jenis lantai tidak licin
• Dinding pembatas setinggi 2,1 m sama
dengan tinggi pintu.
• Pintu menggantung 100cm dari lantai.
• Untuk tempat mandi menggunakan
shower, dengan pertimbangan lebih
menghemat air dan meminimalisir
ukuran ruang.
• Pada dinding yang menghadap ke
jalan (yang diberi warna merah)
menggunakan
krawangan
untuk
ventilasi.
• Pemakaian kamar mandi dipisahkan
menurut gender, tetapi untuk tempat
cuci dan jemur dapat diakses semua
penghuni.
• Pada tempat cuci dan jemur dinding
hanya setengah dan menggunakan
krawangan.
Gambar 4.34 Denah MCK
Sumber : hasil olahan pribadi
Tabel 4.5 Kebutuhan Ruang Kamar Mandi Bersama
•
No. Nama Ruang
1 Kamar Mandi
2 WC
Kapasitas
2 unit
4 unit
Standar
2 m2
1,5 m2
Sumber
SNI
SNI
Perhitungan
2 x 2 m2
4 x 1,5 m2
3 Tempat Cuci
4 Sirkulasi
TOTAL
3 unit
10 m2
20%
SNI
PU
3 x 10 m2
Jumlah (m2)
4
6
30
8
48
Balai Pertemuan
Menurut buku SNI 03-1733-2004, apabila jumlah penduduk dalam
suatu lokasi berjumlah 2.500 jiwa maka dibutuhkan Balai Pertemuan.
Luas lantai sarana ini minimal 150 m2. Lokasi balai pertemuan bisa
berada di tengah kelompok bangunan dan dapat berintegrasi dengan
bangunan sarana yang lain.
Balai pertemuan dapat digunakan sebagai ruang serbaguna. Balai
pertemuan akan dibuat fleksibel dan semi outdoor, agar saat sedang tidak
digunakan balai pertemuan dapat berfungsi untuk kegiatan lain.
60
Gambar 4.35 Sarana pemerintahan dan pelayanan umum
Sumber : SNI 03-1733-2004
Gambar 4.36 Ruang Serbaguna
Sumber : hasil olahan pribadi
61
Ruang serbaguna ini dapat digunakan sebagai balai pertemuan
atau sekedar tempat duduk-duduk. Model ruang serbaguna ini berbentuk
seperti amphitheatre, jadi undakan pada ruangan ini berfungsi sebagai
tempat duduk juga.
Tabel 4.6 Kebutuhan Ruang Balai Pertemuan
No. Nama Ruang
1 Balai
Pertemuan
2 Sirkulasi
TOTAL
Kapasitas
1 unit
Standar
150 m2
Sumber
SNI
20%
PU
Perhitungan
1 x 150 m2
Jumlah (m2)
150
30
180
4.2 Analisis Lingkungan
4.2.1 Pencapaian Tapak
Gambar 4.37 Perencanaan Lebar Jalan
Sumber : hasil olahan pribadi
Jalan utama untuk mencapai tapak adalah dengan melalui Jalan Phpi.
Dalam perencanaan Dinas Tata Kota lebar jalan tersebut memliki lebar 15
meter. Karena jalan tersebut memiliki lebar yang paling besar maka jalanan di
gunakan sebagai akses utama pencapaian tapak, begitu juga jalan pada timur
tapak. Jalan yang memiliki lebar lebih kecil yaitu 3 dan 4 meter yang berada
62
pada barat dan selatan tapak digunakan sebagai jalur untuk akses service
seperti untuk mengangkut sampah.
• Kendaraan Bermotor
Tapak berada 800 meter dari jalan besar, Pluit Karang Utara. Tapak
dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor atau dengan
berjalan
kaki.
Bagi
yang
menggunakan
kendaraan
umum
dapat
menggunakan jasa angkot 011, angkot 01, odong-odong, atau becak. Jalan
menuju tapak dapat dilalui oleh dua mobil. Kendaraan pribadi yang sering
lalulalang di sekitar tapak adalah motor atau mobil pickup untuk membawa
hasil tangkapan. Kebanyakan penduduk menggunakan odong-odong untuk
berpergian.
Penduduk sekitar yang memiliki kendaraan bermotor tidak banyak, pada
daerah sekitar tapak jarang terlihat adanya tempat parkir kendaraan. Jenis
kendaraan yang dimiliki oleh penduduk yaitu :
1. Odong-odong;
2. Sepeda;
3. Motor;
4. Gerobak;
5. Pickup;
6. Becak.
Berikut ini merupakan cara pencapaian tapak dari jalan utama, Jalan
Muara Angke.
63
Gambar 4.38 Pencapaian Tapak
Sumber : hasil olahan pribadi
1. Ke arah barat di Jl. Muara Angke menuju Jl. Kompel Bermis, melewati
Pegadaian UPC Muara Angke.
Gambar 4.39 Jalan Muara Angke (1)
Sumber : Dokumentasi pribadi
2. Pada Jl, Muara Angke belok sedikit ke kanan menuju Pendaratan Ikan, di
sebelah kiri jalan terdapat Terminal Muara Angke.
64
Gambar 4.40 Pendaratan Ikan (2)
Sumber : Dokumentasi pribadi
3. Sebelum mencapai Pendaratan Ikan belok ke kiri menuju Jl. Phpi
4. Terus lurus ke Jl.Phpi, tapak berada di gang kedua setelah melewati
Rumah Susun Buddha Tzu Chi di gang ke dua.
Gambar 4.41 Jalan Phpi (3)
Sumber : Dokumentasi pribadi
Untuk jalur antara manusia dan kendaraan bermotor sebisa mungkin
dibuat agar tidak terjadi pertemuan. Kepemilikan kendaraan bermotor calon
penghuni juga hanya ada motor, odong-odong dan beberapa mobil pickup.
Jadi bisa disimpulkan bahwa untuk kendaraan yang keluar masuk area
tapak tidak begitu ramai dan juga disediakan jalur untuk service yaitu akses
untuk truk sampah
65
Akses service
Dari jalan utama,
Jl. Muara Angke
Parkir mobil
Jalan berukuran 8m
untuk akses kendaraan
milik penghuni
(motor,odong-odong,
gerobak) dan juga akses
pejalan kaki
Parkir bus
Gambar 4.42 Zoning Sirkulasi Kendaraan
Sumber : hasil olahan pribadi
Jalan kendaraan bermotor didalam tapak digunakan oleh kendaraan roda 4
atau lebih hanya pada saat terjadi hal-hal yang mendesak, selebihnya jalanan
tersebut milik penghuni yang mayoritas berpergian dengan berjalan kaki atau
menggunakan angkutan umum.
• Pejalan Kaki
Untuk pencapaian oleh pejalan kaki, melalui jalan yang sama dengan
kendaraan bermotor. Pejalan kaki berjalan di jalanan, alasannya karena :
1. Karena tidak ada tempat pejalan kaki atau trotoar;
2. Trotar di alih fungsikan menjadi tempat berjualan, tempat menaruh
barang-barang, atau tempat untuk keperluan rumah tangga.
66
Gambar 4.43 Pejalan Kaki yang Melewati Banjir
Sumber : Dokumentasi pribadi
Gambar 4.44 Trotar yang Berubah Fungsi
Sumber : Dokumentasi pribadi
Jadi apabila jalanan sedang terendam oleh banjir, pejalan kaki harus
melewati genangan air tersebut. Padahal apabila mengacu pada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis
Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,
seharusnya pada lingkungan perumahan terdapat fasilitas bagi pejalan kaki.
Lebar efektif minimum jaringan pejalan kaki berdasarkan kebutuhan
orang adalah 60 sentimeter ditambah 15 sentimeter untuk bergoyang tanpa
membawa barang, sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 (dua) orang
pejalan kaki berpapasan menjadi 150 sentimeter. Lebar jaringan pejalan
kaki berdasarkan lokasi menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM
65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan terdapat pada Tabel 4.8.
67
Tabel 4.7 Lebar Jaringan Pejalan Kaki Berdasarkan Lokasi
No.
Lokasi Ruang Pejalan Kaki
1. Jalan di daerah perkotaan atau kaki lima
2. Di wilayah perkantoran utama
3. Di wilayah industri
a. Pada jalan primer
b. Pada jalan akses
4. Di wilayah permukiman
a. Pada jalan primer
b. Pada jalan akses
Lebar Minimal
4 meter
3 meter
3 meter
2 meter
2,75 meter
2 meter
Sumber : Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993
Jaringan pejalan kaki dapat diterapkan pada daerah sekitar tapak dengan
menggunakan area GSB sebesar 5 meter pada jalan utama dan 3 meter pada
jalur service. Lebar jaringan yang di gunakan adalah lebar jaringan pejalan
kaki pada lingkungan permukiman pada jalan akses yaitu 2,75 meter pada
jalan utama dan 2 meter pada daerah service. Ukuran gorong-gorong yang
di terapkan pada jaringan pejalan kaki adalah 1 x 1 meter.
Gambar 4.45 Jalur Pejalan Kaki
Sumber : hasil olahan pribadi
68
Akses utama pejalan kaki
dari jalan utama
Akses utama pejalan kaki
dari bangunan Rusun
pengembangan di lahan
sebelah.
Akses pejalan kaki
penghubung antar
gedung
Gambar 4.46 Zoning Sirkulasi Manusia
Sumber : hasil olahan pribadi
Gambar 4.47 Jalur Pejalan Kaki (2)
Sumber : hasil olahan pribadi
4.2.2 Kondisi Jalan di Sekitar Tapak
Bila sedang pasang atau hujan, jalan- jalan pada area tapak tergenang oleh
air setinggi 30-60 sentimeter, karena tanggul yang ada tidak lagi mampu
menahan jumlah debit air. Lokasi tapak juga berada dibawah jalan komplek
bermis dan kali adem sehingga air mengalir ke tapak. Di barat tapak juga
terdapat waduk muara angke yang sudah tidak mampu menampung air bila
69
terjadi hujan. Biasanya saat ada genangan air pada jalan Phpi, air dibuang
menggunakan pompa, tapi pompa tersebut seringkali tidak berfungsi. Berikut
ini merupakan lokasi terdampak rob :
a
d
b
c
Gambar 4.48 Lokasi Terdampak Rob
Sumber : hasil olahan pribadi
a. Genangan pada Jalan Phpi, genangan tidak terlalu dalam dan masih bisa
dilalui oleh kendaraan karena kondisi jalanan lebih tinggi. Karena jalan
tersebut sering dilalui oleh mobil berat dan terendam oleh air maka aspal
pada jalan sudah mulai hancur.
Gambar 4.49 Kondisi Jalan Phpi
Sumber : Dokumentasi pribadi
b. Perumahan Nelayan BNI juga tergenang oleh air setinggi 30- 60
sentimeter karena posisi jalanan yang lebih rendah dan tidak terlihat
adanya gorong-gorong disekitar tapak.
c. Jalan diantara tempat pengeringan ikan juga tergenang oleh air.
70
d. Jalan diantara tapak dan waduk
Lalu-lintas menuju tapak cukup padat sebelum bertemu dengan
Pendaratan Ikan karena melewati terminal dan mobil-mobil yang membawa
ikan. Kepadatan bertambah apabila sedang ada genangan dikarenakan hujan
atau air pasang.
Gambar 4.50 Sirkulasi Kendaraan
Sumber : hasil olahan pribadi
1. Jalan Pluit Karang Utara. Jalan utama dua arah untuk menuju Muara
Angke, biasanya terjadi kepadatan karena merupakan pertemuan empat
jalur dan banyak mobil besar (truk) yang melewati jalur tersebut.
Gambar 4.51 Keadaan Perempatan
Sumber : Dokumentasi pribadi
2. Jalan Pluit Karang Barat. Merupakan Jalan satu arah dari arah Pantai Indah
Kapuk. Biasa terjadi kepadatan karena adanya lampu merah.
71
3. Jembatan penghubung Muara Karang dan Muara Angke. Merupakan jalan
dua arah yang dapat dilalui oleh empat besar. Jembatan ini melewati
dermaga kapal-kapal nelayan yang berukuran lebih besar dari kapal
nelayan di kali adem.
Gambar 4.52 Jembatan
Sumber : Dokumentasi pribadi
4. Jalan Muara Angke. Biasanya terjadi kepadatan disini, karena terdapat
terminal dan bongkar muat hasil pancingan. Kondisi jalan beraspal ini juga
sering tergenang diakibatkan curah hujan atau pasang surut air laut.
Gambar 4.53 Jalan Muara Angke
Sumber : Dokumentasi pribadi
5. Jalan Phpi. Jalan Phpi relatif lebih sepi karena sudah masuk pada
lingkungan tempat tinggal. Tetapi terkadang salah satu mobil harus
mengalah kerena bahu jalan digunakan untuk menaruh gerobak-gerobak
penjualan makanan yang digunakan pada malam hari dan warung-warung
72
tukang las atau tukang cuci motor yang juga menggunakan trotar dan
menggunakan sebagian bahu jalan.
Gambar 4.54 Jalan Phpi
Sumber : Dokumentasi pribadi
6. Perumahan Nelayan BNI. Jalan ini langsung bersinggungan dengan tapak.
Area ini sebenanya bukan berupa perumahan melainkan kawasan Industri
Pengeringan Ikan Asin. Permukaan jalan sudah di beton tetapi lebih rendah
dari Jalan Phpi. Banyak mobil pickup dan gerobak yang melaui jalan ini
untuk membawa atau mengantarkan ikan-ikan hasil pancingan. Yang
paling sering terlihat adalah ikan pari dan ikan hiu.
Gambar 4.55 Perumahan Nelayan BNI
Sumber : Dokumentasi pribadi
7. Jembatan yang memisahkan Perumahan Nelayan BNI dan Jalan Komplek
Bermis. Jalan Komplek bermis merupakan jalan yang bersinggungan
73
langsung dengan kali adem. Posisi jalan Komplek Bermis lebih tinggi
dibandingkan Perumahan Nelayan BNI.
Gambar 4.56 Perbedaan Level Jl. Komplek Bermis dan Perumahan Nelayan BNI
Sumber : Dokumentasi pribadi
8. Jalan Komplek Bermis. Jalan Komplek Bermis merupakan jalan untuk
akses ke kawasan Kampung Nelayan. Sebagian jalan tersebut sudah di
aspal, tetapi jalan di kawasan Kampung Nelayan Belum teraspal dan rusak
karena sering tergenang air.
Gambar 4.57 Jalan yang Sudah Teraspal dan Belum Tersapal
Sumber : Dokumentasi pribadi
Jadi pada saat terjadi keadaan mendesak dimana pada saat banjir besar
dan pada tapak sudah tidak dapat melakukan aktivitas maka akan dilakukan
evakuasi melalui Jalan Phpi dan dilanjutkan menuju kawasan Kebon Pisang
seperti yang dapat dilihat pada peta evakuasi bencana dari RTRW 2030 di
Gambar 4.58
74
Gambar 4.58 Area Evakuasi
Sumber : Dokumentasi pribadi
4.2.3 Infrastruktur
a. Drainase
Pada Jalan Phpi terdapat gorong-gorong yang pada saat hujan dan air
pasang tidak dapat menampung debit air. Sampah-sampah pada kawasan
ini juga menyumbat gorong-gorong tersebut. Pada saat air pasang tanggul
yang berada di tepi laut sudah tidak dapat membendung yang
mengakibatkan air yang sudah dialirkan dari sungi kembali lagi masuk ke
jalanan.
Gambar 4.59 Air yang Tidak Bisa Terbendung
Sumber : Dokumentasi pribadi
Keberadan Waduk Muara Angke juga seharusnya bisa menjadi
penampungan air sementara sudah tidak berfungsi lagi karena aliran
menuju waduk tersebut tersendat oleh sampah. Selain itu seharusnya
75
waduk tersebut juga sudah dikeruk kembali. Dari Peta Rencana Kota
dapat dilihat bahwa untuk perencanaan waduk atau polder akan dibuat
seperti pada gambar 4.51 dibawah ini.
Gambar 4.60 Sistem Polder
Sumber : bhupalaka.wordpress.com. Diakses pada : 8 Mei 2014
Keberadaan sodetan baru merupakan salah satu potensi untuk
mengurangi bencana rob. Jadi pada saat terjadi Rob, genangan air setinggi
30-60 sentimeter dialihkan kedalam sodetan.
76
Gambar 4.61 Sodetan
Sumber : hasil olahan pribadi
Hal yang dapat diterapkan pada tapak berdasarkan permasalahan
berupa genangan air yang kerap terjadi adalah :
1. Membedakan level jalan dengan tapak atau mengurug. Level pada
tapak dinaikan menjadi 1,2 meter dari street level. Tujuannya agar
air tidak sampai pada hunian saat terjadi air pasang atau banjir
tahunan dan infrastruktur air kotor dan air bersih masih tetap
berfungsi, jadi pada saat ada genangan air, air limbah tidak
membalik ke tapak.
2. Memanfaatkan sodetan sebagai pengalihan air laut yang sedang
pasang.
3. Memperbaiki sistem drainase dengan membuat got di sepanjang
ruang pejalan kaki. Drainase berfungsi sebagai penampung dan
jalur aliran air. Dimensi minimal adalah dengan diameter 1 meter.
4. Membuat selokan di sekitar daerah basah seperti pada tempat
pegupasan kerang dan pengeringan ikan.
5. Menggunakan konblok untuk pengerasan agar air tidak tergenang
di tapak tetapi meresap ke tanah urug.
77
Gambar 4.62 Drainase Pada Ruang Pejalan Kaki
Sumber : hasil olahan pribadi
Gambar 4.63 Sistem Drainase
Sumber : hasil olahan pribadi
Sistem drainase yang bisa diterapkan adalah dengan mengalirkan air
dari got pada ruang pejalan kaki
muara angke
kali adem
laut.
sungai menuju waduk
waduk
78
b. Sistem Air Kotor
Sistem plambing air kotor merupakan proses pengelolaan limbah cair.
Limbah cair terdiri dari air hujan, air kotor (dark water) dan air bekas
(greenwater). Air kotor adalah air yang mengandung kotoran,
sedangkan air bekas yaitu air yang tidak mengandung kotoran, seperti
air bekas mencuci, air bekasmandi, dan air yang berasal dari alat-alat
plambing lainnya.
Air bekas disini tidak hanya air buangan rumah tangga tetapi juga air
limbah dari tempat pengupasan kerang dan air pencucian ikan pada
pengeringan ikan asin. Sistem pembuangan air bekas dialirkan ke dalam
Waste Water Treatment Plant (WWTP) untuk proses penyaringan terlebih
dahulu sebelum nantinya akan dibuang ke riol kota. Untuk air kotor akan
di alirkan ke septictank yang berada di setiap gedung.
Limbah kloset (black water) butuh penanganan khusus
dibandingkan dengan Limbah Mandi Cuci (grey water).
Gambar 4.64 Sistem Air Bekas dan Air Kotor
Sumber : konsep desain prototipe rancang bangun Rusunawa
79
Gambar 4.65 Detail Septic Tank dan STP
Sumber : konsep desain prototipe rancang bangun Rusunawa
WWTP adalah sistem pengolahan air limbah dari kegiatan industri
sedangkan STP (Sewage Treatment Plant) adalah sistem pengolah limbah
cair domestik. Limbah cair domestik disini merupakan limbah dari
kegiatan sehari-hari manusia seperti dari toilet, kamar mandi, cuci dan
dapur. WWTP disini diperlukan untuk mengolah limbah cair dari hasil
pencucian ikan dan pengupasan kerang sebelum nantinya akan dibuang ke
riol kota.
Gambar 4.66 Letak WWTP
Sumber : hasil olahan pribadi
80
c. Air Bersih
Sumber air bersih menurut peta rencana sistem penyediaan air bersih
akan di distribusikan dari Pelayanan WTP (Water Treatment Plant) Palyja
yang diambil dari Sungai Citarum dan di teruskan ke Stasiun Pompa yang
ada di Muara Karang. Penyelenggaraan air bersih ini masih mengalami
banyak kekurangan, diantaranya adalah kurangnya tingkat kualitas dan
kuantitas air untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Jenis
sistem penyediaan air bersih ini belum terlalu berkelanjutan, sehingga
masyarakat membutuhkan suatu alternatif sistem penyediaan air bersih
lainnya yang mampu mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat.
Gambar 4.67 Peta Rencana Sistem Pengadaan Air Bersih
Sumber : tatakota-jakartaku.net. Diakses pada : 8 April 2014
Menurut Pergub DKI Jakarta No : 122/2005, kebutuhan pemakaian air
bersih pada Rumah Susun adalah 100 liter / penghuni / hari. Jadi kapasitas
air bersih yang harus tersedia pada Rumah Susun ini adalah :
100 liter x 533 KK x 4 orang = 213.200 liter / hari
81
Sistem penampungan air hujan merupakan alternatif sistem air bersih
yang paling mungkin diterapkan pada tapak. Hal tersebut dipermudah
dengan keberadaan waduk atau polder di sebelah tapak yang dapat
dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan air hujan. Air pada waduk
dapat di suling dan di distribusakan ke setiap unit pada Rumah Susun
dengan menggunakan menara air. Alternatif ini juga dapat membantu
mengurangi pengeluaran setiap bulannya dan juga mengurangi debit air
yang akan jatuh dan menggenang di jalan.
Gambar 4.68 Sistem Air Bersih
Sumber : konsep desain prototipe rancang bangun Rusunawa
Proses pengolahan air bersih mempunyai beberapa tahapan yang harus
dilalui, tahap tersebut dimulai dari pengambilan air pada sumber atau raw
water (water intake), pre-sedimentasi basin, koagulasi, flokulasi,
sediment basin, filtrasi, netralisasi, clear water tank, dan terakhir ke
distribution tank.
82
Gambar 4.69 Proses Pengolahan Air
Sumber : water.epa.gov. Diakses pada : 30 Juni 2014
Gambar 4.70 Proses Pengolahan Air 2
Sumber : magnapam.com. Diakses pada : 30 Juni 2014
Terdapat 3 bagian bangunan dalam pengolahannya menurut Aryansah
P berdasarkan Slide kuliah Rekayasa Lingkungan Departemen Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB 2009, yaitu :
83
1. Bangunan Intake
Bangunan intake ini berfungsi sebagai bangunan pertama untuk
masuknya air dari sumber air. Pada bangunan intake ini biasanya
terdapat bar screen yang berfungsi untuk menyaring benda-benda
yang ikut tergenang dalam air. Selanjutnya, air akan masuk ke
dalam sebuah bak yang nantinya akan dipompa ke bangunan
selanjutnya, yaitu WTP – Water Treatment Plant.
2. Water Treatment Plant
Merupakan bangunan utama pengolahan air bersih. Biasanya
bangunan ini terdiri dari 4 bagian, yaitu : bak koagulasi, bak
flokulasi, bak sedimentasi, dan bak filtrasi.
a. Koagulasi
Dari bangunan intake, air akan dipompa ke bak koagulasi ini.
Pada proses koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel
koloid.
Destabilisasi
partikel
koloid
ini
bisa
dengan
penambahan bahan kimia berupa tawas, ataupun dilakukan
secara fisik dengan rapid mixing (pengadukan cepat), hidrolis
(terjunan
atau hydrolic
jump),
maupun
secara
mekanis
(menggunakan batang pengaduk). Biasanya pada WTP
dilakukan dengan cara hidrolis berupa hydrolic jump. Lamanya
proses adalah 30 – 90 detik.
b. Flokulasi
Setelah dari unit koagulasi, selanjutnya air akan masuk ke
dalam unit flokulasi. Unit ini ditujukan untuk membentuk dan
memperbesar flok. Teknisnya adalah dengan dilakukan
pengadukan lambat (slow mixing).
c. Sedimentasi
Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui
unit koagulasi dan unit flokulasi, selanjutnya perjalanan air
akan masuk ke dalam unit sedimentasi. Unit ini berfungsi untuk
mengendapkan
partikel-partikel
koloid
yang
sudah
didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini menggunakan
84
prinsip berat jenis. Berat jenis partikel koloid (biasanya berupa
lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis air. Dalam bak
sedimentasi, akan terpisah antara air dan lumpur.
d. Filtrasi
Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi.
Unit filtrasi ini, sesuai dengan namanya, adalah untuk
menyaring dengan media berbutir. Media berbutir ini biasanya
terdiri dari antrasit, pasir silica, dan kerikil silica denga
ketebalan berbeda. Dilakukan secara grafitasi.
3. Reservoir
Setelah
dari
WTP
dan
berupa clear
water,
sebelum
didistribusikan, air masuk ke dalam reservoir. Reservoir ini
berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih
sebelum didistribusikan melalui pipa-pipa secara grafitasi. Karena
kebanyakan distribusi di kita menggunakan grafitasi.
waduk
Gambar 4.71 Pembagian Air Bersih
Sumber : hasil olahan pribadi
85
d. Kondisi Pembuangan Sampah
Bagian bawah tempat-tempat pengeringan ikan terlihat seperti tempat
pembuangan sampah, karena tidak adanya sistem pembuangan sampah.
Sampah-sampah tersebut ditambah dengan sampah yang terbawa dari laut
saat sedang terjadi air pasang. Yang dapat dilihat dikawasan ini cara
menangani tumpukan sampah yang ada adalah dengan membakarnya.
Tetapi karena sampah sudah menggunung, membakar sampah tidak
begitu menjadi solusi.
Gambar 4.72 Kondisi Sampah
Sumber : Dokumentasi pribadi
Gambar 4.73 Tempat Pembakaran Sampah
Sumber : Dokumentasi pribadi
Seharusnya ada tempat pembuangan sampah khusus yang dapat
diakses dengan mudah oleh penduduk. Disetiap tempat pengeringan dan
pengupasan kerang juga harus tersedia tempat pembuangan sampah.
Karena sampah-sampah ini akan membuat sistem drainase yang sudah
ada tidak berfungsi karena tersumbat oleh sampah.
86
Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi
pengendailan timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan
transport, pengolahan dan pembuangan akhir (Kartikawan, 2007) sebagai
berikut :
1. Penimbunan sampah (solid waste generated)
Menurut SK SNI 04-1993-03 tentang Spesifikasi timbulan sampah
untuk kota kecil dan kota sedang. Dimana besarnya timbulan sampah
untuk kota sedang adalah sebesar 2,75 – 3,25 liter / orang / hari atau
0,7-0,8 kg / orang / hari.
2. Penanganan di tempat (on site handling)
Penanganan sampah di tempat dapat memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap penanganan sampah pada tahap selanjutnya.
Kegiatan pada tahap ini bervariasi menurut jenis sampahnya meliputi
pemilihan (shorting), pemanfaatan kembali (reuse) dan daur ulang
(recycle). Tujuan utama kegiatan pada tahap ini adalah untuk
mereduksi besarnya timbulan sampah (reduce).
3. Pengumpulan (collecting)
4. Pengangkutan (transfer and transport)
Kegiatan memindahkan sampah dari TPS menuju lokasi pembuangan
pengolahan sampah atau lokasi pembuangan akhir.
5. Pengolahan (treatment)
6. Pembuangan akhir.
Tempat pembuangan sampah pada tapak harus dapat menampung
sampah hasil rumah tangga juga sampah dari pekerjaan yang ada di tapak.
Menurut buku SNI 03-1733-2004, untuk penduduk berjumlah 2.500 jiwa
luas lahan minimal yang digunakan untuk bak sampah seluas 30 m2.
87
Gambar 4.74 Proses Pengelolaan Sampah
Sumber : Bintek DJCK,1999
Hal yang dapat diterapkan pada tapak sebelum sampah diangkut oleh
truk sampah adalah dengan melakukan penangan di tempat (on site
handling). Sampah dipisahkan antara sampah basah dan sampah kering.
Sampah disimpan pada Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS)
pada tapak.
Tempat pembuangan sampah berada di setiap gedung yang nantinya
akan di angkut ke zona service pada tapak yang selanjutnya akan dibawa
ke Tempat Pembuangan Akhir.
service
Gambar 4.75 Tempat Pembuangan Sampah
Sumber : Hasil olahan pribadi
88
4.2.4 Fasilitas Sosial di Sekitar Lingkungan
Keberadaan fasilitas-fasilitas sosial di sekitar tapak cukup bisa di capai
dengan berjalan kaki atau dengan menggunakan kendaraan umum dari tapak
ke fasilitas-fasilitas sosial tersebut. Berikut ini merupakan sirkulasi dan cara
pencapaian dari tapak menuju ke fasilitas tersebut :
1. Tempat Perahu Nelayan
Berjarak 200 meter dari tapak. Berada Jalan Komplek Bermis. Dapat di
tempuh dengan berjalan kaki selama 2 menit Mengikuti jalan pada
Perumahan Nelayan BNI, melewati tanjakan menuju kali adem dan
berbelok ke kiri lalu mengikuti jalan disepanjang kali adem.
Gambar 4.76 Jarak tapak dan Perahu Nelayan
Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014
Gambar 4.77 Tempat Perahu Bersandar
Sumber : Dokumentasi pribadi
89
2. Pasar Muara Angke
Gambar 4.78 Jarak tapak dan Pasar Muara Angke
Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014
Berjarak 600 meter dari tapak. Berada di Jalan Muara Angke. Dapat di
tempuh dengan berjalan kaki selama 15 menit dan 8 menit menggunakan
kendaraan. Melawati jalan munuju ke Jalan Pluit Karang Utama.
3. Pasar Ikan dan Pusat Jajanan Serba Ikan Muara Angke
Gambar 4.79 Jarak tapak dan Pasar Ikan
Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014
Berjarak 700 meter dari tapak. Dapat ditempuh dengan berjalan kaki
selama 8 menit jalan dan 4 menit menggunakan kendaraan.
90
Gambar 4.80 Pusat Jajanan Serba Ikan
Sumber : Dokumentasi pribadi
4. SDN Pluit 03 pagi - Puskesmas Pluit
Gambar 4.81 Jarak tapak dan SDN Pluit 03 pagi
Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014
Berjarak 500 meter dari tapak. Berada didalam Komplek Bermis. Dapat di
tempuh dengan berjalan kaki selama 10 menit dan 5 menit menggunakan
kendaraan. Mengikuti jalan pada Perumahan Nelayan BNI, melewati
tanjakan menuju kali adem dan berbelok ke kiri lalu mengikuti jalan
disepanjang kali adem.
91
Gambar 4.82 SDN Pluit 03 pagi
Sumber : youtube.com. Diakses pada : 8 April 2013
5. SLTPN 261
Gambar 4.83 Jarak tapak dan SLTPN 261
Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014
Berjarak 300 meter dari tapak. Masih berada di Jalan Phpi Dapat di
tempuh dengan berjalan kaki selama 3 menit.
6. Apotek Merta Agung – Klinik Keluarga Muara Angke
Berjarak 600 meter dari tapak. Berada di Jalan Muara Angke dekat
dengan jembatan menuju Jalan Pluit Karang Utara Dapat di tempuh
dengan berjalan kaki selama 15 menit dan 8 menit menggunakan
kendaraan.
92
Gambar 4.84 Jarak tapak dan Apotek Merta Agung
Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014
7. Poliklinik PPTI Muara Angke
Gambar 4.85 Jarak tapak dan Poliklinik terdekat
Sumber : maps.google.com. Diakses pada : 8 April 2014
Berjarak 3,4 kilometer dari tapak. Dapat di tempuh dengan berkendara
selama 15 menit.
93
8. Posyandu Balibu
Gambar 4.86 Jarak tapak dan Posyandu Balibu
Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014
Berjarak 820 meter dari tapak. Berada di perempatan Jalan Pluit Karang
Utara. Dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan selama 4 menit.
9. Masjid Nurul Bahri
Gambar 4.87 Jarak tapak dan Masjid Nurul Bahri
Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014
Berjarak 160 meter dari tapak dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki
selama 2 menit. Berada di ujung pertigaan kali adem.
94
10. Gereja Kristen Indonesia
Gambar 4.88 Jarak tapak dan Gereja Kristen Indonesia
Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014
Berjarak 1,1 kilometer dari tapak. Dapat di tempuh dengan 15 menit
berjalan kaki atau berkendara 800 meter sampai Jalan Pluit Karang Utara
ditambah dengan berjalan kaki 300 meter selama 4 menit.
11. Suku Dinas Pemadam Kebakaran
Gambar 4.89 Jarak tapak dan Suku Dinas Pemadam Kebakaran
Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014
Berjarak 450 meter dari tapak. Berada di pertigaan antara Jalan Phpi dan
Pendaratan Ikan. Dapat ditempuh selama 5 menit berjalan kaki atau 2
menit berkendara.
95
12. Pospol KPPP
Gambar 4.90 Jarak tapak dan Pospol KPPP
Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014
Berjarak 700 meter dari tapak. Berada padan area pasar ikan dan
pendaratan ikan. Dapat ditempuh selama 8 menit berjalan kaki atau 4
menit berkendaraan.
Perbandingan ketersediaan fasilitas yang ada di lingkungan sekitar dengan
kebutuhan menurut SNI dapat disimpulkan pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Ketersediaan Fasilitas
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Radius Pencapaian
Kesimpulan
Peraturan SNI Eksisting
Posyandu
500 m
820 m Dibutuhkan Posyandu pada
tapak
Balai Pengobatan
1000 m
600 m Untuk saat ini sarana tersebut
Warga
belum dibutuhkan pada tapak
Masjid
600 m
160 m Untuk saat ini sarana tersebut
belum dibutuhkan pada tapak
Balai Pertemuan
100 m
Dibutuhkan Balai Pertemuan
pada tapak
Taman / tempat
100 m
Dibutuhkan
Taman/tempat
main
bermain pada tapak
Sekolah Dasar
1000 m
500 m Untuk saat ini sarana tersebut
belum dibutuhkan pada tapak
SLTP
1000 m
300 m Untuk saat ini sarana tersebut
belum dibutuhkan pada tapak
Jenis Sarana
96
4.3 Analisis Bangunan
4.3.1
Analisis Zoning
Kegiatan terjadi pada tapak dibagi menjadi tiga bagian yaitu kegiatan
peghuni, pekerja dan pengunjung. Bagian Penghuni terdiri dari unit dan
fasilitasnya seperti taman, tempat bermain, dan balai warga. Bagian
penghuni berada di sebelah waduk, melihat potensi waduk sebagai
pemandangan dan penghawaan alami.
Bagian pekerja terbagi lagi menjadi dua, yaitu daerah basah dan kering.
Bagian basah merupakan daerah yang digunakan untuk proses pencucian
ikan laut. Bagian kering merupakan daerah tempat kios-kios dan tempat
pedagang gerobak. Kios diletakkan di bagian timur, karena melihat potensi
pengembangan daerah yang nantinya menjadi kawasan rumah susun.
Area basah
Area kering
Gambar 4.91 Zoning Pada Tapak
Sumber : Hasil Olahan Pribadi
97
•
Bagian Penghuni
Hunian
Hunian
Pengupasan
Kerang
Gambar 4.92 Zoning Pada Bangunan Hunian
Sumber : Hasil Olahan Pribadi
Pada bagian hunian setiap gedungnya terdiri dari dua bangunan
dengan ketinggian lantai ke lantai pada lantai dasar yang berbeda
atau memiliki mezzanine. Pada bagian mezzanine terdapat tempat
pengupasan kerang dan di lantai atasnya terdapat hunian. Hunian
dilengkapi dengan fasilitas MCK dan tempat menjemur di setiap
lantainya. Di setiap unit terdapat teras di bagian depan, yang dapat
digunakan untuk tempat penyimpanan barang dan terdapat wastafel.
Teras dibagian depan dibuat agar sepatu para nelayan yang masih
basah tidak mengotori unit mereka.
Gambar 4.93 Area Servis Pada Hunian
Sumber : Hasil Olahan Pribadi
98
Jendela pada setiap unit dngan lebar
mengikuti dinding, berada pada jarak
1,3 m dari lantai dan memiliki tinggi
60cm.
Teras pada depan unit yang berfungsi
sebagai area basah dari unit. Pembatas
antara koridor dan unit menggunakan
krawangan agar cahaya tetap masuk
kedalam unit
Gambar 4.94 Unit
Sumber : Hasil Olahan Pribadi
Unit berada didalam modul berukuran 7,2 m x 7,2 m. Didalam
setiap modul terdapat dua unit hunian dengan tipe bangunan 24, unit
berukuran 3,6 m x 7,2 m. Terdapat 3 jenis denah dengan jumlah unit
yang berbeda.
Hunian
21,6 m2
Area Basah
4,32 m2
Gambar 4.95 Zonasi Unit
Sumber : Hasil Olahan Pribadi
99
•
Bagian Pekerja
Pekerja disini terbagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Pekerja pengeringan ikan asin
2. Pekerja pengupas kerang
3. Pekerja kios
Pekerja pengeringan ikan asin ada di area basah pada zoning
pekerja, pekerja pengupasan kerang berada di bawah bagian hunian
dan pekerja kios berada di area kering pada zoning pekerja.
Area Basah
Pengeringan ikan asin
Area Bersih
Pengupasan Kerang
Area Kering
Kios dan pedagang
gerobak
Gambar 4.96 Bagian Pekerja
Sumber : Hasil Olahan Pribadi
Pada area bersih, gerobak membawa ikan dan kerang sudah tidak
lalu lalang di sekitarnya. Area bersih diperuntukkan untuk tempat
parkir mobil dan pintu masuk tapak sebelah timur yang dapat diakses
oleh penghuni, pendatang maupun tetangga dari bangunan rumah
susun lainnya.
100
Bagian Pengasinan ikan
Bagian Pencucian ikan
Gambar 4.97 Pengeringan Ikan Asin
Sumber : Hasil Olahan Pribadi
Proses penjemuran
Proses pengasinan
Gambar 4.98 Zoning Pada Pengeringan Ikan Asin
Sumber : Hasil Olahan Pribadi
Bagian ruang pada pengeringan ikan asin terbagi berdasarkan
tahapan pengerjaan pengeringan ikan asin, dimulai dari pintu masuk
pada bagian utara tapak. Tempat penjemuran diletakkan di atas
bangunan karena tempat penjemuran membutuhkan tempat yang
lebih luas sedangkan lahan sangat minim, dan penjemuran ikan
membutuhkan cahaya matahari yang maksimal.
Pada bagian dak penjemuran diberikan perbedaan tinggi, hal
tersebut dikarenakan agar tetap ada cahaya dan udara yang masuk
pada bagian bawah tempat penjemuran. Karena pada bagian bawah
merupakan daerah basah, maka dibutuhkan pencahayaan dan
pengudaraan yang baik agar areanya tidak menjadi lembab.
Bagian pengupasan kerang berada di bawah bagian hunian.Yang
paling memprihatinkan dari tempat pengupasan kerang yang sudah
ada adalah sampah kulit kerang yang berserakan dimana-mana dan
menggunung menjadi sampah. Pada tempat pengupasan kerang di
tapak, sampah kulit kerang akan dikumpulkan menjadi satu dan di
daur ulang menjadi pajangan atau di tumbuk halus dan di proses
menjadi tepung berkalsium tinggi.
101
Pengolahan kulit
kerang
Gambar 4.99 Tempat Pengolahan Kulit Kerang
Sumber : Hasil Olahan Pribadi
Pengolahan kulit kerang
Pegupasan kulit
kerang
ramp
Pengolahan kulit kerang
Gambar 4.100 Pengupasan kerang
Sumber : Hasil Olahan Pribadi
Bagian kios terbagi menjadi dua yaitu, kios yang menghadap ke
jalan dan kios yang menghadap ke hunian. Selain kios terdapat area
terbuka yang dapat digunakan oleh para pedagang gerobak untuk
berjualan. Pada pagi hari area kosong itu dapat digunakan untuk
tukang sayur yang berjualan berkumpul, jadi setiap pagi ada
semacam pasar kaget dan yang diisi oleh para tukang sayur untuk
memenuhi kebutuhan harian penghuni.
Bagian zoning pekerja berstatus sewa, pendapatan dari sewa
tempat disini dipergunakan untuk biaya perawatan rumah susun.
4.3.2
Program Ruang
Bangunan rumah susun terdiri dari 5 gedung dan masing-masing gedung
memiliki 2 bangunan terdiri dari 5 lantai (4 lantai untuk unit). Ukuran unit
102
menggunakan setengah modul 7,2 x 7,2 meter yaitu 3,6 x 7,2 meter, maka
ukuran ruangan lain menyusaikan dengan ukuran modul. Bagian lantai 1
yang digunakan untuk fasilitas dihitung 50% karena merupakan bangunan
semi terbuka.
Tabel 4.9 Program Ruang
No.
Nama Ruang
1 Tipe 24
2 MCK
3 Balai Pertemuan
4 Tempat
pengeringan ikan
Kapasitas
640 unit
2 unit/lantai
2 unit
Standar Sumber
21,6 m2 struktur*
21,6 m2 struktur*
150 m2
SNI
≥ 1000 m2
5 Tempat pengupasan
kerang
64,8 m2 struktur*
6
7
8
9
10
11
43,2 m2
9 m2
10,8 m2
10,8 m2
10 m2
486 m2
Kantor Pengelola
Pos keamanan
Ruang panel
ME
TPS
Ruang Serbaguna
(bagian bawah unit)
4.3.3
20%
TOTAL
Jumlah (m2)
13.824
1.728
300
3 x 486 m2
1.458
5 x 64,8 m2
324
struktur*
asumsi
struktur*
survey
struktur* 10 x 486 m2 x 50%
Jumlah
12 Sirkulasi
Perhitungan
640 x 21,6
8 x 10 x 21,6 m2
2 x 150 m2
43,2
9
10,8
10,8
10
2.430
20.147,80
PU
4.024,56
24.172,36
Analisis Bentuk Bangunan
Pada tapak, sinar matahari diperlukan untuk proses pengeringan ikan dan
juga pencahayaan alami ruangan.
103
U
Gambar 4.101 Arah Gubahan Massa 1
Sumber : hasil olahan pribadi
- Orientasi massa bangunan memanjang ke arah timut dan barat laut atau
bagian memanjang searah dengan sumbu jalan
- Bagian bangunan yang memanjang berada pada jalan utama yang
mempercantik muka bangunan.
- Bila tempat pengeringan ikan berada di atas bangunan, akses menuju
atas terlalu jauh dan kemungkinan orang akan menjemur ikan di taman
atau lahan kosong lainnya dan luasan di atas bangunan tidak terlalu
besar. Maka tempat penjemuran ikan tidak berada di atas bangunan.
- Sebelum dijemur, proses pembuatan ikan asin juga membutuhkan
ruangan.
104
Gambar 4.102 Arah Gubahan Massa 2
Sumber : hasil olahan pribadi
- Melihat potensi dari keberadaan waduk di barat bangunan yang dapat
menjadi penghawaan alami, karena anging yang berada di atas air
cenderung membawa hawa dingin. Maka massa bangunan diarahkan
ke waduk agar angin tidak terblok.
- Bagian bangunan yang berada di pinggi jalan menggikuti sumbu jalan.
- Bagian berwarna kuning merupakan tempat penjemuran ikan dibagian
atas dan proses pembuatan ikan asin di bagian bawahnya.
4.3.4
Analisis Sirkulasi Bangunan
•
Sirkulasi dalam Bangunan
Sirkulasi vertikal menggunakan ramp dan tangga untuk mengakses
semua. Fungsi ramp adalah untuk memberikan pengalaman ruang yang
berbeda setiap jarak tertentu. Fungsi lainnya adalah untuk memberikan
kenyamanan bagi divable person. Penggunaan ramp juga akan membuat
rasa bahwa tidak ada perbedaan level pada bangunan dan para pedagang
gerobak bisa mengakses semua lantai juga. Perbedaan level tersebutlah
105
yang menjadi masalah utama bagi penduduk kampung nelayan untuk
menolak dipindahkan ke hunian vertikal.
Gambar 4.103 Sirkulasi Vertikal Menggunakan Ramp
Sumber : hasil olahan pribadi
Gambar 4.104 Sirkulasi Vertikal Menggunakan Tangga
Sumber : hasil olahan pribadi
Sirkulasi horizontal pada rumah susun melalui koridor-koridor.
Sistem yang digunakan adalah sistem single corridor berukuran 1,35,
sistem ini memiliki kelebihan yaitu mendapatkan cahaya alami dan
penghawaam alami maksimal.
•
Sirkulasi luar Bangunan
Sirkulasi antara luar dan dalam bangunan tidak dipisahkan dengan
dinding pagar melainkan dengan tanaman dan perbedaan level setinggi
1,2 meter dari jalan. Jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman yang
106
cocok di segala iklim dan perubahannya, seperti jenis perdu (mawar,
lantana, teh-tehan, bugenvil, soka).
Gambar 4.105 Pagar Tanaman
Sumber : hasil olahan pribadi
Dari jalan
utama, Jl.
Muara
Angke
Gambar 4.106 Sirkulasi Kendaraan Bermotor
Sumber : hasil olahan pribadi
Garis berwarna biru pada Gambar 4.105 merupakan jalur sirkulasi
kendaraan bermotor, dan blok berwarna biru adalah bagian tapak yang
dapat dilalui oleh kendaraan. Parkir kendaraan roda empat dan bus disini
disini disediakan untuk para pengunjung karena dalam RTRW 2030
kawasan kampung nelayan Muara Angke akan dijadikan kawasan
pariwisata. Garis berwarna kuning adalah jalur sirkulasi kendaraan yang
diperuntukan bagi penghuni yang meyoritas menggunakan kendaraan
107
roda dua. Kendaraan roda empat dapat masuk ke bagian jalur kuning
apabila dalam keadaan mendesak.
Gambar 4.107 Sirkulasi Gerobak
Sumber : hasil olahan pribadi
Terdapat sirkulasi gerobak pada tapak karena terdapat tempat
pengupasan kerang dan pengeringan ikan asin yang pengangkutannya
menggunakan gerobak. Pada tempat pengeringan ikan asin, gerobak
dapat mengakses tempat penjemuran dengan menggunakan ramp putar.
108
Pintu masuk
utama pejalan
kaki
Pintu masuk
pejalan kaki dari
bangunan lain
Gambar 4.108 Sirkulasi Manusia
Sumber : hasil olahan pribadi
4.3.5
Analisis Penampilan Bangunan
Untuk penampilan bangunan atau disebut dengan façade building akan
disesuaikan dengan karakteristik lingkungan setempat. Dimana dengan
pertimbangan sebagai berikut :
1. Fungsional
Bangunan akan dibangun efisien sesuai dengan kegunaannya dan target
penggunanya.
2. Sederhana
Penampilan bangunan tidak perlu macam-macam untuk mencegah
kekumuhan.
3. Menyesuaikan dengan iklim
Penampilan bangunan juga harus memperhatikan iklim tropis lembab,
dimana berfungsi untuk pemeliharaan material bangunan.
Untuk material bangunan keseluruhan akan mempergunakan beton
pracetak dengan pertimbangan sebagai berikut :
109
a. Harganya relatif murah karena menggunakan bahan-bahan dasar dari
bahan lokal, kecuali semen Portland.
b. Beton termasuk tahan aus dan tahan kebakaran, sehingga biaya
perawatan termasuk rendah
c. Beton termasuk bahan yang berkekuatan tekan tinggi, serta mempunyai
sifat tahan terhadap pengkaratan/pembusukan oleh kondisi lingkungan.
d. Ukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan beton tak bertulang atau
pasangan batu.
e. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk
apapun dan ukuran seberapapun tergantung keinginan.
Gambar 4.109 Beton Ekspos
Sumber : archdaily.com. Diakses pada : 8 Mei 2014
Beton tersebut akan dibiarkan terekspos karena :
1. Hasil akhir yang dihasilkan akan mempunyai aksen dan tekstur yang
sangat menarik dan alami, apalagi bila dikombinasikan dengan
permainan pencahayaan.
2. Terhindar kemungkinan terjadinya pemilihan warna yang kurang serasi.
Warna beton ekspose yang monokrom justru akan lebih menonjolkan
bentuk bangunan.
3. Mengurangi perawatan bangunan. Untuk finishing berupa cat, maka
bangunan harus dicat ulang paling tidak setiap 5 tahun sekali. Untuk
finishing beton ekspose cukup dibersihkan secara berkala.
4. Mengurangi biaya pembangunan, karena menghilangkan alokasi biaya
untuk finishing.
110
Gambar 4.110 Perspektif
Sumber : hasil olahan pribadi
Gambar 4.111 Tampak
Sumber : hasil olahan pribadi
Penggunaan krawangan juga mendominasi bangunan, krawangan
digunakan pada wilayah service bangunan. Kelebihan dari menggunakan
krawangan adalah pencahayaan alami dan penghawaan alami.
Jendela pada setiap unit dibuat memanjang tetapi hanya memiliki tinggi
60 cm hal tersebut untuk mencegah penghuni untuk menjemur pakaian di
jendela yang dapat merusak penampilan bangunan. Jendela menggunakan
jendela sliding yang terbuat dari aluminium.
Gambar 4.112 Jendela Aluminium
Sumber : hasil olahan pribadi
111
Untuk railing pada koridor menggunakan wiremesh untuk menyesuaikan
dengan material bangunan yang menggunakan beton agar bangunan terlihat
lebih maskulin. Suasana yang ingin didapatkan dari menggunakan wiremesh
adalah agar koridor tidak terkesan tertutup dan terblok dengan adanya railing
solid. Wiremesh sendiri juga dapat di manfaatkan sebagai tempat untuk
tanaman rambat.
Gambar 4.113 Pagar Wiremesh
Sumber : hasil olahan pribadi
Tetapi pada railing tempat penjemuran ikan menggunakan railing dari
beton solid agar sampah dari tempat penjemuran ikan tidak berjatuhan
kebawah. Bagian tampak dari tempat penjemuran ikan menggunakan
tanaman merambat untuk penghijauan dan memperindah tampak bangunan.
Gambar 4.114 Tanaman Rambat
Sumber : hasil olahan pribadi
112
Download