BAB 4 HASIL DAN BAHASAN Gambar 4.1 Lokasi tapak Sumber : hasil olahan pribadi Lokasi : Jalan Phpi No.2-3, Penjaringan, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta 14450, Indonesia Luas kawasan : 17.684,34 m² / 1,7 Hektar Peruntukan kawasan : Wsn (Wisma Susun) Batas wilayah : • Utara : Kawasan penjemuran ikan dan pelelangan baru • Selatan : Komplek Bermis dan kali adem • Barat : Waduk muara angke, kali adem, kawasan konservasi hutan bakau dan permukiman Pantai Indah Kapuk • Timur : Rusunawa Buddha Tzu Chi, Pelabuhan Muara Angke dan pelelangan ikan Karena pada kasus ini akan dilakukan peremajaan dengan upaya resettlement, maka kawasan kampung nelayan di pindahkan ke tapak yang sudah di rencanakan menjadi bangunan vertikal bagi masyarakat golongan menengah-bawah. Menurut 35 36 Bapak Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama pada tempo.co (2013), relokasi tempat tinggal masyarakat akan dilakukan bertahap setelah rampungnya pengerukan untuk perluasan pelabuhan Muara Angke. Untuk kasus ini warga yang akan direlokasi sejumlah 400 KK ditambah dengan jumlah KK pada tapak dan sekitar waduk yaitu 113 KK, jadi untuk tahap pertama relokasi tempat tinggal akan dipindahkan sejumlah 533 KK. Gambar 4.2 Bagian Hunian Sumber : shau.nl. Diakses pada :19 Mei 2014 Kondisi lingkungan tidak berbeda jauh dengan kawasan kampung nelayan, jalan pada tapak juga terendam oleh air laut kurang lebih setingi 30 sampai dengan 60 cm. Dinding pembatas di samping jalan utama cukup membantu mengurangi kedalaman genangan air. Pada jalan tersebut terpakir odong-odong yang tidak beroprasi, ada juga gerobak pedagang makanan yang baru digunakan di malam hari. 37 Gambar 4.3 Kondisi sekitar tapak Sumber : Dokumentasi pribadi Gambar 4.4 Peraturan Tata Guna Lahan Sumber : tatakota-jakartaku.net. Diakses pada : 8 April 2014 Menurut ketentuan yang ada di Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta yang beracu pada SK. Gub No. 1263/2006 tanggal 31 Juli 2006, tapak di peruntukan menjadi Wisma Susun delapan lantai. Tipe massa bangunan : Deret Ketinggian bangunan : 8 (delapan) lantai KDB : 45 % KLB : 2,5 Luas lahan : 17.684,34 m² / 1,7 Hektar Luas lantai dasar yang boleh terbangun KDB x Luas lahan 45 % x 17.684,34 m² = 7.957,953 m² 38 Luas total lantai yang boleh terbangun KLB x Luas lahan 2,5 x 17.684,34 m² = 44.210,85 m² Menurut peta rencana struktur ruang Jakarta Utara, wilayah Muara Angke akan menjadi Pusat Kegiatan Tersier kawasan Pasar Pluit. Menurut peta rencana pola ruang Jakarta Utara, wilayah Muara Angke merupakan kawasan perumahan. Gambar 4.5 Peta Rencana Struktur Ruang Jakarta Utara Sumber : tatakota-jakartaku.net. Diakses pada : 8 April 2014 Gambar 4.6 Peta Rencana Pola Ruang Jakarta Utara Sumber : tatakota-jakartaku.net. Diakses pada : 8 April 2014 39 Pada Peta Rencana Kota bagian utara tapak akan dibuat sodetan yang tembus ke Kali Adem. Sodetan dapat digunakan oleh nelayan untuk memarkirkan kapal mereka. Pembuatan sodetan ini merupakan tahapan pertama pembangunan kawasan Muara Angke sebelum nantinya akan dilakukan relokasi warga Muara Angke ke Rumah Susun. Gambar 4.7 Peta Rencana Sodetan Muara Angke Sumber : lrk.tatakota-jakartaku.net. Diakses pada : 8 April 2014 Dengan adanya sodetan baru maka penurunan ikan yang tadinya berada di Kali Adem akan berpindah ke sodetan tersebut. Ikan hasil pancingan akan di turunkan di tempat-tempat seperti balai di sepanjang sodetan yang kemudian akan diangkut ke tempat pengeringan ikan. Hal tersebut mengakibatkan akan banyak gerobak yang lalu lalang di jalur utama site. 4.1 Analisis Manusia Yang paling menarik dari kawasan kampung nelayan adalah penduduknya. Karakteristik penduduk kampung nelayan berbeda dengan karakteristik penduduk rumah susun Buddha tzu Chi yang rata-rata penduduknya juga bermata pencaharian sebagai nelayan. Penduduk Rusun Buddha Tzu Chi sudah sama saja dengan penduduk kota pada umumnya sedangkan penduduk kampung nelayan masih memiliki ciri khas masyarakat pesisir. Jumlah penduduk di kawasan kampung 40 nelayan kurang lebih sebanyak 1086 KK atau sama dengan 4.000 (empat ribu) jiwa penduduk. Setiap gang di huni oleh 100 (seratus) hingga 150 (seratus lima puluh) kepala keluarga dan dalam setiap kepala keluarga terdapat rata-rata 4 orang anggota keluarga (BPS 2010). Rata rata penduduk berada pada usia produktif yaitu 25 tahun sampai dengan 44 tahun. Berikut ini merupakan presentase penduduk berdasarkan kelompok umur. Gambar 4.8 Presentase Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Sumber : Olahan Pribadi berdasarkan BPS 2010 Walaupun sebagian besar penduduk kampung nelayan masih bermata pencaharian sebagai nelayan, tetapi untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat maka bermunculan berbagai macam mata pencaharian baru, yaitu : 1. Pedagang ikan 2. Pengupas kerang 3. Eksportir kulit ikan 4. Kuli panggul di pelelangan 5. Pedagang warung-warung kecil 6. Pedagang makanan (warteg, warkop) 7. Supir odong-odong 8. Tukang becak 9. Tukang las 10. Pedagang air bersih 11. Tukang barang asongan 41 Penghasilan mereka kurang lebih Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) sampai dengan Rp 60.000 (enam puluh ribu rupiah) setiap harinya. Keberadaan mata pencaharian baru di kawasan kampung nelayan merupakan proses beradaptasi oleh penduduknya terhadap kebutuhan mereka. Seperti adanya pedagang warung-warung kecil ataupun warung makanan ada untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari penduduk kampung nelayan. Adanya tukang las disebabkan banyak odong-odong yang seringkali mengalami korosi karena terendam oleh banjir air laut. Apabila kita masuk ke kawasan tempat tinggal mereka kita dapat menemukan rumah-rumah yang dijadikan tempat mengepakan barang, ternyata didalam kotak-kotak kayu yang sudah tertutup rapih terdapat kulit ikan pari yang siap di ekspor ke berbagai macam Negara untuk dijadikan kerajinan seperti tas ataupun dompet. Harga jual kulit tersebut tidaklah murah, tetapi kehidupan para nelayan tersebut masih saja dibawah rata-rata. Gambar 4.9 Eksportir kulit pari Sumber : Dokumentasi pribadi Kegiatan yang terjadi kawasan Kampung Nelayan lebih banyak di lakukan diluar rumah dibandingkan didalam rumah. Di pagi hari kegiatan yang dilakukan oleh penduduk kampung nelayan, yaitu para nelayan baru saja sampai dari memancing dan mendistribusikan ikan-ikan hasil pancingan ke pelelangan atau kesekitar kawasan kampung nelayan menggunakan gerobak atau bacak untuk langsung diproses, para ibu biasanya berada dirumah mengurusi kegiatan rumah tangga, berjualan dirumah mereka atau pergi membantu para nelayan membersihkan 42 hasil tangkapan, dan anak-anak pergi kesekolah yang berada tidak jauh dari kawasan tersebut. Gambar 4.10 Becak Mengangkut Hiu dan Pari Sumber : Dokumentasi pribadi Di siang hari keadaan kampung nelayan tidak begitu ramai karena penduduk kampung nelayan berada di tepian kali adem untuk proses perebusan dan pengupasan kerang, kebanyakan kerang tersebut merupakan kerang ternak. Ada bapak-bapak, ibu-ibu dan juga anak-anak yang membantu bekerja mengupas kerang. Sebagian nelayan yang beristirahat dirumah karena sudah semalaman berada di tengah laut. Beberapa ibu-ibu terlihat sedang mengobrol di depan rumah mereka dan anak-anak yang sudah pulang sekolah bermain di jalanan depan rumah atau di jalanan utama. Gambar 4.11 Pengupas Kerang Sumber : Dokumentasi pribadi 43 Gambar 4.12 Ibu-ibu yang sedang Mengobrol Sumber : Dokumentasi pribadi Hiburan untuk anak-anak di kawasan kampung nelayan adalah para pedagang jajanan dan odong-odong. Kebanyakan pedagang jajanan menjual agar-agar yang dimasukan kedalam sedotan atau agar-agar yang dicetak agar menarik anak kecil. Gambar 4.13 Odong-odong Sumber : Dokumentasi pribadi Gambar 4.14 Anak-anak yang sedang Jajan Sumber : Dokumentasi pribadi 44 Kapal-kapal yang digunakan untuk memancing terparkir di sepanjang kali adem, karena daerah laut yang berhadapan langsung dengan kawasan kampung nelayan sudah dipenuhi dengan tumpukan sampah. Gambar 4.15 Kondisi sampah pada pesisir pantai Sumber : Dokumentasi pribadi Gambar 4.16 Perahu di Kali Adem Sumber : Dokumentasi pribadi Banyak penduduk kawasan kampung nelayan yang menolak untuk dipindahkan ke Rusunawa yang telah disediakan oleh pemerintah. Alasannya adalah karena status kepemilikan Rumah Susun adalah bukan Hak milik melainkan hanya sewa. Mereka takut apabila terjadi penggusuran lagi mereka tidak bisa melawan dan mereka harus mencari tempat tinggal lain. Alasan lainnya juga karena mereka terbiasa tinggal di hunian horizontal dan hidup berdempetan, sedangkan bila di Rusunawa mereka harus membiasakan diri untuk naik-turun tangga dan hidup lebih tertata. Kegiatan yang nantinya dapat terbatasi oleh jumlah lantai tersebut juga menjadi beban bagi kebiasaan mereka yang biasa melakukan segala kegiatan sehari- 45 hari serba dekat. Masalah keuangan juga jadi alasan utama mereka tidak mau dipindahkan, kebanyakan dari mereka mendengar kabar bahwa harga sewa Rusunawa pemerintah tersebut tidak sesuai dengan pendapatan perbulan mereka. Masalah lain adalah banyak penghuni Rusun yang sudah mendapatkan unit malah menyewakan Rusun tersebut pada kalangan menengah keatas dengan harga 2.000.000 / bulannya. Setelah meraka menyewakan unit milik mereka, mereka kembali membangun rumah di bantaran kali adem atau kampung nelayan. Berikut pada tabel 4.1 merupakan daftar aktivitas yang dilakukan oleh mayoritas penduduk kampung nelayan yang didapatkan dengan menganalisa kegiatan mereka. Tabel 4.1 Daftar Aktivitas OBJEK GOL. WAKTU UMUR Pagi 1-6 Tahun KEGIATAN Bermain di Jalan Siang KEBUTUHAN RUANG • Taman • Tempat bermain Sore Pagi Tidur atau Sekolah Istirahat atau membantu mengupas kerang • Hunian • Hunian • Tempat pengupasan kerang Siang Anak 7-12 Tahun Bermain atau mengerjakan PR • Taman • Tempat bermain • Hunian • Berlayar (nelayan ikan : pukul 16 -5, nelayan kerang : pukul 3-5) • Bersiap-siap untuk berjualan /membuka bengkel • Bersekolah • Mengangkut ikan atau mengupas kerang • Berjualan atau bekerja di bengkel • Hunian Sore Pagi 13-20 Tahun Siang • Tempat pengupasan kerang 46 Bercengkrama dengan penduduk Sore Pagi Dewasa (Ibu) - • Ibu Rumah Tangga : melakukan pekerjaan rumah tangga (mencuci, memasak) • Pedagang : menyiapkan dagangannya • Ibu Rumah Tangga : berkumpul didepan rumah • Pedangang : menjaga warung • Mengupas kerang (di tempat pengupasan kerang) • Ruang komunal • Tempat berdagang • Tempat pengupasan kerang • Mengurus anak • Merapikan barang dagangan • Beberapa pergi berdagang ikan di Pasar Ikan Muara Angke • Berlayar (nelayan ikan : pukul 16 -5, nelayan kerang : pukul 3-5) • Menyiapkan dagangan • Bersiap untuk bekerja • Beristirahat (nelayan ikan) • Bekerja : supir odong-odong, tukang becak, pengeringan ikan asin, di tempat pengupasan kerang, dsb • Mempersiapkan umpan untuk ikan • Hunian • Tempat berdagang Siang Sore Pagi Siang Dewasa (Bapak) • Ruang komunal • Tempat mencuci dan menjemur • Tempat berdagang • Hunian • Hunian • Tempat parkir kendaraan • Tempat pengeringan ikan • Tempat pengupasan kerang - Sore Hari Minggu • • • • Merapihkan barang dagangan Merapihkan jemuran ikan Pergi berlayar Beberapa pergi berdagang ikan di Pasar Ikan Muara Angke • Bercengkrama dengan penduduk • Biasanya setiap hari minggu ada perkumpulan antara para ketua kelompok dengan kepala kampung • Tempat berdagang • Gudang tempat penyimpanan ikan asin • Ruang komunal • Balai pertemuan 47 • Matriks kegiatan anak umur 1-6 tahun HUNIAN TAMAN / TEMPAT BERMAIN Gambar 4.17 Kegiatan anak umur 1-6 tahun Sumber : hasil olahan pribadi • Matriks kegiatan anak umur 6-12 tahun TEMPAT PENGUPASAN KERANG HUNIAN TAMAN / TEMPAT BERMAIN SEKOLAH HUNIAN Gambar 4.18 Kegiatan anak umur 6-12tahun Sumber : hasil olahan pribadi 48 • Matriks kegiatan anak umur 12-20 tahun LAUT HUNIAN WARUNG / BENGKEL HUNIAN RUANG KOMUNAL SEKOLAH Gambar 4.19 Kegiatan anak umur 12-20 tahun Sumber : hasil olahan pribadi • Matriks kegiatan dewasa (Ibu) RUANG SERVICE HUNIAN PASAR RUANG KOMUNAL HUNIAN WARUNG Gambar 4.20 Kegiatan dewasa (Ibu) Sumber : hasil olahan pribadi PASAR IKAN TEMPAT PENGUPASAN KERANG 49 • Matriks kegiatan dewasa (Bapak) RUANG KOMUNAL LAUT HUNIAN PASAR HUNIAN TEMPAT PENGUPASAN KERANG WARUNG PENGERINGAN IKAN ASIN PASAR IKAN GUDANG IKAN ASIN Gambar 4.21 Kegiatan dewasa (Bapak) Sumber : hasil olahan pribadi Gambar 4.22 Skematik Alur Penghuni Sumber : hasil olahan pribadi 50 Dari daftar aktivitas dan matriks yang ada dapat dilihat bahwa kegiatan yang akan terjadi di dalam site terbagi menjadi 3 bagian yaitu : 1. Kegiatan pada hunian; 2. Kegiatan pekerja (pengupasan kerang dan pengeringan ikan); 3. Kegiatan komersil. Untuk kasus ini warga yang akan direlokasi sejumlah 400 KK ditambah dengan jumlah KK pada tapak yaitu 133 KK, jadi untuk tahap pertama relokasi tempat tinggal akan dipindahkan sejumlah 533 KK. Maka dibutuhkan kurang lebih 550 unit pada pembangunan tahap pertama. Dari analisa karakteristik penduduk, dapat dilihat penduduk kampung nelayan lebih banyak melakukan kegiatan diluar rumah mereka yang hanya berukuran kurang lebih 20 m2. Kegiatan yang terjadi didalam rumah hanya pada saat mereka beristirahat dan memasak. Maka dari itu tipe unit yang akan digunakan bukan seperti yang ada di Buddha Tzu Chi yang berukuran kurang lebih 80 m2, tetapi unit yang tidak jauh dari ukuran tempat tinggal mereka sebelumnya yaitu tipe unit 24 m2 dengan 2 ruangan di dalamnya, bagian hunian dengan ukuran 21 m2 dan bagian area basah pada teras depan unit mereka. Beradasarkan Konsep Disain Prototipe Rancang Bangun Rusunawa yang dikeluarkan oleh Kementrian Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia, standar satuan unit hunian dapat disesuaikan pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Standar Satuan Unit No 1 2 Tipe Lajang Keluarga 1 org 10 m2 12 m2 Standar Luas (m2)/org 2 org 3 org 15 m2 20 m2 18 m2 23 m2 4 org 23 m2 28 m2 Untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang biasanya mereka lakukan pada hunian mereka maka dibutuhkan ruangan lain untuk melakukan aktivitas mereka, yaitu : • Tempat Pengeringan Ikan Asin Karena tapak berada diatas tempat pengeringan ikan asin, maka dibutuhkan tempat pengganti untuk tempat pengeringan tersebut. Industri pengeringan ikan asin juga menjadi salah satu mata pencaharian utama penduduk kampung 51 nelayan, maka dari itu tempat pengeringan ikan asin harus disediakan agar penduduk tidak kehilangan mata pencahariannya. Yang dibutuhkan untuk tempat pengeringan ikan asin adalah : 1. Terkena sinar matahari langsung; 2. Dapat diakses oleh gerobak atau becak; 3. Terdapat sistem pembuangan sampah; 4. Terdapat gudang penyimpanan; 5. Bau tidak sampai pada hunian. Gambar 4.23 Proses Pengeringan Ikan Asin Sumber : shau.nl. Diakses pada :19 Mei 2014 Proses pengeringan ikan asin : 1. Nelayan datang menuju dermaga atau tempat parkir kapal yang berada di sepanjang sodetan. 2. Ikan diturunkan dan dibawa ke tempat-tempat pengeringan ikan asin menggunakan gerobak. 3. Sebelum ikan berpindah tangan untuk proses pengeringan ikan asin, ikanikan ditimbang terlebih dahulu. 52 4. Ikan dibersihkan dan dipotong yang kemudian dibawa ke tempat pengasinan. 5. Setelah proses pengasinan ikan di bawa ketempat penjemuran ikan asin. 6. Ikan asin yang sedang dijemur dibalik setiap 1 jam dan di tutup menggunakan plastik ketika hujan. 7. Setelah proses penjemuran selama 1 sampai 2 hari, ikan di angkat dan di dinginkan. 8. Ikan di kemas dan siap dibawa untuk di jual. Tempat pengeringan ikan asin, identik dengan bau amis dan lalat maka dari itu tempat pengeringan ini harus mendapatkan pencahayaan dan penghawaan yang cukup baik. Zonasi tempat pengeringan ikan dipengaruhi oleh keberadaan sodetan dan alur sirkulasi proses. Karena tempat proses pengeringan merupakan area basah maka area tersebut dipisahkan seperti pada Gambar 4.24 bagian pekerja yang di blok merah. Gambar 4.24 Area Basah Sumber : hasil olahan pribadi 53 Gambar 4.25 Zoning dari Tampak Depan Sumber : hasil olahan pribadi • Tempat Pengupasan Kerang Karena tempat pengupasan kerang biasanya berada dikawasan permukiman kampung nelayan yang direlokasi ke tapak baru, maka harus disediakan tempat penggantinya. Biasanya tempat pengupasan kerang berada di bawah tempat tinggal nelayan yang bersinggungan langsung dengan kali atau laut. Hal tersebut dikarenakan agar air dari rebusan kerang dapat mengalir langsung ke kali atau laut. Yang dibutuhkan untuk tempat pengupasan kerang adalah : 1. Tempat untuk perebusan kerang; 2. Sistem drainase untuk air bekas merebus kerang; 3. Ruangan semi outdoor; 4. Tempat pembuangan sampah kulit kerang. Gambar 4.26 Tempat Perebusan Kerang Sumber : Dokumentasi pribadi 54 Tempat pengupasan kerang menggunakan bagian mezzanine Rumah Susun yang memiliki jarak lantai ke lantai pada lantai dasar yang lebih tinggi untuk mempermudah dalam pembuangan kulit kerang dan pembuangan limbah cair dari perebusan kerang. Gambar 4.27 Area Pengupasan Kerang Sumber : hasil olahan pribadi 55 Proses pengeringan ikan asin : 1. Nelayan kerang datang menuju dermaga atau tempat parkir kapal yang berada di sepanjang sodetan. 2. Kerang di turunkan dan dibawa ke tempat-tempat pengupasan menggunakan drum-drum yang diangkut menggunakan gerobak. 3. Kerang direbus. 4. Kerang dibawa ke temempat pengupasan. 5. Hasil daging kerang di bawa untuk di cuci ulang. 6. Kulit kerang di dorong ke tempat pengolahan kulit kerang yang nantinya akan dicuci dan dimanfaatkan kembali. 4 6 6 3 2 Gambar 4.28 Sirkulasi Pengupasan Kerang Sumber : hasil olahan pribadi • Taman atau Tempat Bermain Pada lingkungan berpenduduk 2.500 jiwa keatas dubutuhkan taman atau tempat bermain dengan standar 0,5 m2 / jiwa. Karena tingkat kepadatan yang tinggi kawasan kampung nelayan tidak memiliki ruang terbuka untuk bermain, sehingga sering didapati anak-anak yang bermain di jalan utama. 56 Gambar 4.29 Tempat Bermain Sumber : hasil olahan pribadi Taman atau tepat bermain berada diantara tempat pengupasan kerang agar anak-anak mereka masih tetap berada dalam pengawasan mereka. Karena biasanya pada saat ibu-ibu sedang bekerja mengupas kerang anak mereka akan dibawa dan dibiarkan bermain atau tidur di sekitar tempat pengupasan kerang. Gambar 4.30 Anak-anak di Tempat Pengupasan Kerang Sumber : Dokumentasi pribadi 57 Tabel 4.3 Kebutuhan Taman Menurut SNI No. Nama Ruang Jumlah Penduduk 1 Taman / Tempat 3.000 jiwa bermain Standar / Sumber jiwa 0,5 m2 SNI Perhitungan 3.000 x 0,5 m2 TOTAL Jumlah (m2) 1.500 1.500 Taman atau tempat bermain dapat diletakan di sisa lahan yang tidak terbangun atau sisa dari KDB 45% yaitu 55%. • Kamar Mandi Bersama (MCK) Untuk mengurangi biaya infrastruktur apabila dibangun kamar mandi di setiap unit, maka kamar mandi dibuat untuk bersama layaknya MCK. Di kawasan kampung nelayan mereka juga menggunakan MCK untuk keperluan mandi, cuci dan buang air. Maka dari itu bila kamar mandi diletakan diluar tidak menjadi permasalahan baru bagi mereka. Gambar 4.31 MCK Pada Bangunan yang Lebih Panjang Sumber : hasil olahan pribadi Gambar 4.32 MCK Pada Bangunan yang Lebih Pendek Sumber : hasil olahan pribadi Pada Gambar 4.29 dan Gambar 4.30 bagian kotak berwarna merah merupkan tempat mandi dan kakus, bagian kotak berwarna biru merupakan tempat untuk menjemur pakaian. Tempat penjemuran pakaian pada Gambar 4.29 berbeda-beda setiap lantainya seperti yang dapat dilihat pada Pada Gambar 4.31. 58 Gambar 4.33 Tempat Jemur Tertampak Sumber : hasil olahan pribadi Kapasitas pelayanan MCK berdasarkan pada waktu (jam-jam) paling sibuk dan banyaknya ruangan pada setiap satu kesatuan MCK untuk jumlah tertentu dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Kebutuhan MCK per Jumlah Pemakai Banyaknya ruanan Jumlah Pemakai (orang) Mandi Cuci Kakus 10-20 21-40 41-80 81-100 101-120 121-160 161-200 2 2 2 2 4 4 4 1 2 3 4 5 5 6 2 2 4 4 4 6 6 Sumber : SNI 03-2399-2002 - Kamar Mandi dan WC - Sinar masuk minimal melalui lebar 0,5 m2 - Ventilasi sirkulasi udara minimal 0,5 m2 - Dimensi KM minimal 2,0 m2 dengan ukuran bak minimal 0,5 m3 - Dimensi WC minimal 1,5 m2 dengan ukuran bak air minimal 0,1 m3 - Lantai dibuat tidak licin - Dalam pemakaian dipisah berdasarkan gender/jeniskelamin - Tempat Cuci Umum - Terdiri dari bak air dan lantai cuci - Luas minimal lantai cuci 10 m2 59 - Ukuran bak air minimal 1,5 m3 - Jenis lantai tidak licin • Dinding pembatas setinggi 2,1 m sama dengan tinggi pintu. • Pintu menggantung 100cm dari lantai. • Untuk tempat mandi menggunakan shower, dengan pertimbangan lebih menghemat air dan meminimalisir ukuran ruang. • Pada dinding yang menghadap ke jalan (yang diberi warna merah) menggunakan krawangan untuk ventilasi. • Pemakaian kamar mandi dipisahkan menurut gender, tetapi untuk tempat cuci dan jemur dapat diakses semua penghuni. • Pada tempat cuci dan jemur dinding hanya setengah dan menggunakan krawangan. Gambar 4.34 Denah MCK Sumber : hasil olahan pribadi Tabel 4.5 Kebutuhan Ruang Kamar Mandi Bersama • No. Nama Ruang 1 Kamar Mandi 2 WC Kapasitas 2 unit 4 unit Standar 2 m2 1,5 m2 Sumber SNI SNI Perhitungan 2 x 2 m2 4 x 1,5 m2 3 Tempat Cuci 4 Sirkulasi TOTAL 3 unit 10 m2 20% SNI PU 3 x 10 m2 Jumlah (m2) 4 6 30 8 48 Balai Pertemuan Menurut buku SNI 03-1733-2004, apabila jumlah penduduk dalam suatu lokasi berjumlah 2.500 jiwa maka dibutuhkan Balai Pertemuan. Luas lantai sarana ini minimal 150 m2. Lokasi balai pertemuan bisa berada di tengah kelompok bangunan dan dapat berintegrasi dengan bangunan sarana yang lain. Balai pertemuan dapat digunakan sebagai ruang serbaguna. Balai pertemuan akan dibuat fleksibel dan semi outdoor, agar saat sedang tidak digunakan balai pertemuan dapat berfungsi untuk kegiatan lain. 60 Gambar 4.35 Sarana pemerintahan dan pelayanan umum Sumber : SNI 03-1733-2004 Gambar 4.36 Ruang Serbaguna Sumber : hasil olahan pribadi 61 Ruang serbaguna ini dapat digunakan sebagai balai pertemuan atau sekedar tempat duduk-duduk. Model ruang serbaguna ini berbentuk seperti amphitheatre, jadi undakan pada ruangan ini berfungsi sebagai tempat duduk juga. Tabel 4.6 Kebutuhan Ruang Balai Pertemuan No. Nama Ruang 1 Balai Pertemuan 2 Sirkulasi TOTAL Kapasitas 1 unit Standar 150 m2 Sumber SNI 20% PU Perhitungan 1 x 150 m2 Jumlah (m2) 150 30 180 4.2 Analisis Lingkungan 4.2.1 Pencapaian Tapak Gambar 4.37 Perencanaan Lebar Jalan Sumber : hasil olahan pribadi Jalan utama untuk mencapai tapak adalah dengan melalui Jalan Phpi. Dalam perencanaan Dinas Tata Kota lebar jalan tersebut memliki lebar 15 meter. Karena jalan tersebut memiliki lebar yang paling besar maka jalanan di gunakan sebagai akses utama pencapaian tapak, begitu juga jalan pada timur tapak. Jalan yang memiliki lebar lebih kecil yaitu 3 dan 4 meter yang berada 62 pada barat dan selatan tapak digunakan sebagai jalur untuk akses service seperti untuk mengangkut sampah. • Kendaraan Bermotor Tapak berada 800 meter dari jalan besar, Pluit Karang Utara. Tapak dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor atau dengan berjalan kaki. Bagi yang menggunakan kendaraan umum dapat menggunakan jasa angkot 011, angkot 01, odong-odong, atau becak. Jalan menuju tapak dapat dilalui oleh dua mobil. Kendaraan pribadi yang sering lalulalang di sekitar tapak adalah motor atau mobil pickup untuk membawa hasil tangkapan. Kebanyakan penduduk menggunakan odong-odong untuk berpergian. Penduduk sekitar yang memiliki kendaraan bermotor tidak banyak, pada daerah sekitar tapak jarang terlihat adanya tempat parkir kendaraan. Jenis kendaraan yang dimiliki oleh penduduk yaitu : 1. Odong-odong; 2. Sepeda; 3. Motor; 4. Gerobak; 5. Pickup; 6. Becak. Berikut ini merupakan cara pencapaian tapak dari jalan utama, Jalan Muara Angke. 63 Gambar 4.38 Pencapaian Tapak Sumber : hasil olahan pribadi 1. Ke arah barat di Jl. Muara Angke menuju Jl. Kompel Bermis, melewati Pegadaian UPC Muara Angke. Gambar 4.39 Jalan Muara Angke (1) Sumber : Dokumentasi pribadi 2. Pada Jl, Muara Angke belok sedikit ke kanan menuju Pendaratan Ikan, di sebelah kiri jalan terdapat Terminal Muara Angke. 64 Gambar 4.40 Pendaratan Ikan (2) Sumber : Dokumentasi pribadi 3. Sebelum mencapai Pendaratan Ikan belok ke kiri menuju Jl. Phpi 4. Terus lurus ke Jl.Phpi, tapak berada di gang kedua setelah melewati Rumah Susun Buddha Tzu Chi di gang ke dua. Gambar 4.41 Jalan Phpi (3) Sumber : Dokumentasi pribadi Untuk jalur antara manusia dan kendaraan bermotor sebisa mungkin dibuat agar tidak terjadi pertemuan. Kepemilikan kendaraan bermotor calon penghuni juga hanya ada motor, odong-odong dan beberapa mobil pickup. Jadi bisa disimpulkan bahwa untuk kendaraan yang keluar masuk area tapak tidak begitu ramai dan juga disediakan jalur untuk service yaitu akses untuk truk sampah 65 Akses service Dari jalan utama, Jl. Muara Angke Parkir mobil Jalan berukuran 8m untuk akses kendaraan milik penghuni (motor,odong-odong, gerobak) dan juga akses pejalan kaki Parkir bus Gambar 4.42 Zoning Sirkulasi Kendaraan Sumber : hasil olahan pribadi Jalan kendaraan bermotor didalam tapak digunakan oleh kendaraan roda 4 atau lebih hanya pada saat terjadi hal-hal yang mendesak, selebihnya jalanan tersebut milik penghuni yang mayoritas berpergian dengan berjalan kaki atau menggunakan angkutan umum. • Pejalan Kaki Untuk pencapaian oleh pejalan kaki, melalui jalan yang sama dengan kendaraan bermotor. Pejalan kaki berjalan di jalanan, alasannya karena : 1. Karena tidak ada tempat pejalan kaki atau trotoar; 2. Trotar di alih fungsikan menjadi tempat berjualan, tempat menaruh barang-barang, atau tempat untuk keperluan rumah tangga. 66 Gambar 4.43 Pejalan Kaki yang Melewati Banjir Sumber : Dokumentasi pribadi Gambar 4.44 Trotar yang Berubah Fungsi Sumber : Dokumentasi pribadi Jadi apabila jalanan sedang terendam oleh banjir, pejalan kaki harus melewati genangan air tersebut. Padahal apabila mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, seharusnya pada lingkungan perumahan terdapat fasilitas bagi pejalan kaki. Lebar efektif minimum jaringan pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adalah 60 sentimeter ditambah 15 sentimeter untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 (dua) orang pejalan kaki berpapasan menjadi 150 sentimeter. Lebar jaringan pejalan kaki berdasarkan lokasi menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdapat pada Tabel 4.8. 67 Tabel 4.7 Lebar Jaringan Pejalan Kaki Berdasarkan Lokasi No. Lokasi Ruang Pejalan Kaki 1. Jalan di daerah perkotaan atau kaki lima 2. Di wilayah perkantoran utama 3. Di wilayah industri a. Pada jalan primer b. Pada jalan akses 4. Di wilayah permukiman a. Pada jalan primer b. Pada jalan akses Lebar Minimal 4 meter 3 meter 3 meter 2 meter 2,75 meter 2 meter Sumber : Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993 Jaringan pejalan kaki dapat diterapkan pada daerah sekitar tapak dengan menggunakan area GSB sebesar 5 meter pada jalan utama dan 3 meter pada jalur service. Lebar jaringan yang di gunakan adalah lebar jaringan pejalan kaki pada lingkungan permukiman pada jalan akses yaitu 2,75 meter pada jalan utama dan 2 meter pada daerah service. Ukuran gorong-gorong yang di terapkan pada jaringan pejalan kaki adalah 1 x 1 meter. Gambar 4.45 Jalur Pejalan Kaki Sumber : hasil olahan pribadi 68 Akses utama pejalan kaki dari jalan utama Akses utama pejalan kaki dari bangunan Rusun pengembangan di lahan sebelah. Akses pejalan kaki penghubung antar gedung Gambar 4.46 Zoning Sirkulasi Manusia Sumber : hasil olahan pribadi Gambar 4.47 Jalur Pejalan Kaki (2) Sumber : hasil olahan pribadi 4.2.2 Kondisi Jalan di Sekitar Tapak Bila sedang pasang atau hujan, jalan- jalan pada area tapak tergenang oleh air setinggi 30-60 sentimeter, karena tanggul yang ada tidak lagi mampu menahan jumlah debit air. Lokasi tapak juga berada dibawah jalan komplek bermis dan kali adem sehingga air mengalir ke tapak. Di barat tapak juga terdapat waduk muara angke yang sudah tidak mampu menampung air bila 69 terjadi hujan. Biasanya saat ada genangan air pada jalan Phpi, air dibuang menggunakan pompa, tapi pompa tersebut seringkali tidak berfungsi. Berikut ini merupakan lokasi terdampak rob : a d b c Gambar 4.48 Lokasi Terdampak Rob Sumber : hasil olahan pribadi a. Genangan pada Jalan Phpi, genangan tidak terlalu dalam dan masih bisa dilalui oleh kendaraan karena kondisi jalanan lebih tinggi. Karena jalan tersebut sering dilalui oleh mobil berat dan terendam oleh air maka aspal pada jalan sudah mulai hancur. Gambar 4.49 Kondisi Jalan Phpi Sumber : Dokumentasi pribadi b. Perumahan Nelayan BNI juga tergenang oleh air setinggi 30- 60 sentimeter karena posisi jalanan yang lebih rendah dan tidak terlihat adanya gorong-gorong disekitar tapak. c. Jalan diantara tempat pengeringan ikan juga tergenang oleh air. 70 d. Jalan diantara tapak dan waduk Lalu-lintas menuju tapak cukup padat sebelum bertemu dengan Pendaratan Ikan karena melewati terminal dan mobil-mobil yang membawa ikan. Kepadatan bertambah apabila sedang ada genangan dikarenakan hujan atau air pasang. Gambar 4.50 Sirkulasi Kendaraan Sumber : hasil olahan pribadi 1. Jalan Pluit Karang Utara. Jalan utama dua arah untuk menuju Muara Angke, biasanya terjadi kepadatan karena merupakan pertemuan empat jalur dan banyak mobil besar (truk) yang melewati jalur tersebut. Gambar 4.51 Keadaan Perempatan Sumber : Dokumentasi pribadi 2. Jalan Pluit Karang Barat. Merupakan Jalan satu arah dari arah Pantai Indah Kapuk. Biasa terjadi kepadatan karena adanya lampu merah. 71 3. Jembatan penghubung Muara Karang dan Muara Angke. Merupakan jalan dua arah yang dapat dilalui oleh empat besar. Jembatan ini melewati dermaga kapal-kapal nelayan yang berukuran lebih besar dari kapal nelayan di kali adem. Gambar 4.52 Jembatan Sumber : Dokumentasi pribadi 4. Jalan Muara Angke. Biasanya terjadi kepadatan disini, karena terdapat terminal dan bongkar muat hasil pancingan. Kondisi jalan beraspal ini juga sering tergenang diakibatkan curah hujan atau pasang surut air laut. Gambar 4.53 Jalan Muara Angke Sumber : Dokumentasi pribadi 5. Jalan Phpi. Jalan Phpi relatif lebih sepi karena sudah masuk pada lingkungan tempat tinggal. Tetapi terkadang salah satu mobil harus mengalah kerena bahu jalan digunakan untuk menaruh gerobak-gerobak penjualan makanan yang digunakan pada malam hari dan warung-warung 72 tukang las atau tukang cuci motor yang juga menggunakan trotar dan menggunakan sebagian bahu jalan. Gambar 4.54 Jalan Phpi Sumber : Dokumentasi pribadi 6. Perumahan Nelayan BNI. Jalan ini langsung bersinggungan dengan tapak. Area ini sebenanya bukan berupa perumahan melainkan kawasan Industri Pengeringan Ikan Asin. Permukaan jalan sudah di beton tetapi lebih rendah dari Jalan Phpi. Banyak mobil pickup dan gerobak yang melaui jalan ini untuk membawa atau mengantarkan ikan-ikan hasil pancingan. Yang paling sering terlihat adalah ikan pari dan ikan hiu. Gambar 4.55 Perumahan Nelayan BNI Sumber : Dokumentasi pribadi 7. Jembatan yang memisahkan Perumahan Nelayan BNI dan Jalan Komplek Bermis. Jalan Komplek bermis merupakan jalan yang bersinggungan 73 langsung dengan kali adem. Posisi jalan Komplek Bermis lebih tinggi dibandingkan Perumahan Nelayan BNI. Gambar 4.56 Perbedaan Level Jl. Komplek Bermis dan Perumahan Nelayan BNI Sumber : Dokumentasi pribadi 8. Jalan Komplek Bermis. Jalan Komplek Bermis merupakan jalan untuk akses ke kawasan Kampung Nelayan. Sebagian jalan tersebut sudah di aspal, tetapi jalan di kawasan Kampung Nelayan Belum teraspal dan rusak karena sering tergenang air. Gambar 4.57 Jalan yang Sudah Teraspal dan Belum Tersapal Sumber : Dokumentasi pribadi Jadi pada saat terjadi keadaan mendesak dimana pada saat banjir besar dan pada tapak sudah tidak dapat melakukan aktivitas maka akan dilakukan evakuasi melalui Jalan Phpi dan dilanjutkan menuju kawasan Kebon Pisang seperti yang dapat dilihat pada peta evakuasi bencana dari RTRW 2030 di Gambar 4.58 74 Gambar 4.58 Area Evakuasi Sumber : Dokumentasi pribadi 4.2.3 Infrastruktur a. Drainase Pada Jalan Phpi terdapat gorong-gorong yang pada saat hujan dan air pasang tidak dapat menampung debit air. Sampah-sampah pada kawasan ini juga menyumbat gorong-gorong tersebut. Pada saat air pasang tanggul yang berada di tepi laut sudah tidak dapat membendung yang mengakibatkan air yang sudah dialirkan dari sungi kembali lagi masuk ke jalanan. Gambar 4.59 Air yang Tidak Bisa Terbendung Sumber : Dokumentasi pribadi Keberadan Waduk Muara Angke juga seharusnya bisa menjadi penampungan air sementara sudah tidak berfungsi lagi karena aliran menuju waduk tersebut tersendat oleh sampah. Selain itu seharusnya 75 waduk tersebut juga sudah dikeruk kembali. Dari Peta Rencana Kota dapat dilihat bahwa untuk perencanaan waduk atau polder akan dibuat seperti pada gambar 4.51 dibawah ini. Gambar 4.60 Sistem Polder Sumber : bhupalaka.wordpress.com. Diakses pada : 8 Mei 2014 Keberadaan sodetan baru merupakan salah satu potensi untuk mengurangi bencana rob. Jadi pada saat terjadi Rob, genangan air setinggi 30-60 sentimeter dialihkan kedalam sodetan. 76 Gambar 4.61 Sodetan Sumber : hasil olahan pribadi Hal yang dapat diterapkan pada tapak berdasarkan permasalahan berupa genangan air yang kerap terjadi adalah : 1. Membedakan level jalan dengan tapak atau mengurug. Level pada tapak dinaikan menjadi 1,2 meter dari street level. Tujuannya agar air tidak sampai pada hunian saat terjadi air pasang atau banjir tahunan dan infrastruktur air kotor dan air bersih masih tetap berfungsi, jadi pada saat ada genangan air, air limbah tidak membalik ke tapak. 2. Memanfaatkan sodetan sebagai pengalihan air laut yang sedang pasang. 3. Memperbaiki sistem drainase dengan membuat got di sepanjang ruang pejalan kaki. Drainase berfungsi sebagai penampung dan jalur aliran air. Dimensi minimal adalah dengan diameter 1 meter. 4. Membuat selokan di sekitar daerah basah seperti pada tempat pegupasan kerang dan pengeringan ikan. 5. Menggunakan konblok untuk pengerasan agar air tidak tergenang di tapak tetapi meresap ke tanah urug. 77 Gambar 4.62 Drainase Pada Ruang Pejalan Kaki Sumber : hasil olahan pribadi Gambar 4.63 Sistem Drainase Sumber : hasil olahan pribadi Sistem drainase yang bisa diterapkan adalah dengan mengalirkan air dari got pada ruang pejalan kaki muara angke kali adem laut. sungai menuju waduk waduk 78 b. Sistem Air Kotor Sistem plambing air kotor merupakan proses pengelolaan limbah cair. Limbah cair terdiri dari air hujan, air kotor (dark water) dan air bekas (greenwater). Air kotor adalah air yang mengandung kotoran, sedangkan air bekas yaitu air yang tidak mengandung kotoran, seperti air bekas mencuci, air bekasmandi, dan air yang berasal dari alat-alat plambing lainnya. Air bekas disini tidak hanya air buangan rumah tangga tetapi juga air limbah dari tempat pengupasan kerang dan air pencucian ikan pada pengeringan ikan asin. Sistem pembuangan air bekas dialirkan ke dalam Waste Water Treatment Plant (WWTP) untuk proses penyaringan terlebih dahulu sebelum nantinya akan dibuang ke riol kota. Untuk air kotor akan di alirkan ke septictank yang berada di setiap gedung. Limbah kloset (black water) butuh penanganan khusus dibandingkan dengan Limbah Mandi Cuci (grey water). Gambar 4.64 Sistem Air Bekas dan Air Kotor Sumber : konsep desain prototipe rancang bangun Rusunawa 79 Gambar 4.65 Detail Septic Tank dan STP Sumber : konsep desain prototipe rancang bangun Rusunawa WWTP adalah sistem pengolahan air limbah dari kegiatan industri sedangkan STP (Sewage Treatment Plant) adalah sistem pengolah limbah cair domestik. Limbah cair domestik disini merupakan limbah dari kegiatan sehari-hari manusia seperti dari toilet, kamar mandi, cuci dan dapur. WWTP disini diperlukan untuk mengolah limbah cair dari hasil pencucian ikan dan pengupasan kerang sebelum nantinya akan dibuang ke riol kota. Gambar 4.66 Letak WWTP Sumber : hasil olahan pribadi 80 c. Air Bersih Sumber air bersih menurut peta rencana sistem penyediaan air bersih akan di distribusikan dari Pelayanan WTP (Water Treatment Plant) Palyja yang diambil dari Sungai Citarum dan di teruskan ke Stasiun Pompa yang ada di Muara Karang. Penyelenggaraan air bersih ini masih mengalami banyak kekurangan, diantaranya adalah kurangnya tingkat kualitas dan kuantitas air untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Jenis sistem penyediaan air bersih ini belum terlalu berkelanjutan, sehingga masyarakat membutuhkan suatu alternatif sistem penyediaan air bersih lainnya yang mampu mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat. Gambar 4.67 Peta Rencana Sistem Pengadaan Air Bersih Sumber : tatakota-jakartaku.net. Diakses pada : 8 April 2014 Menurut Pergub DKI Jakarta No : 122/2005, kebutuhan pemakaian air bersih pada Rumah Susun adalah 100 liter / penghuni / hari. Jadi kapasitas air bersih yang harus tersedia pada Rumah Susun ini adalah : 100 liter x 533 KK x 4 orang = 213.200 liter / hari 81 Sistem penampungan air hujan merupakan alternatif sistem air bersih yang paling mungkin diterapkan pada tapak. Hal tersebut dipermudah dengan keberadaan waduk atau polder di sebelah tapak yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan air hujan. Air pada waduk dapat di suling dan di distribusakan ke setiap unit pada Rumah Susun dengan menggunakan menara air. Alternatif ini juga dapat membantu mengurangi pengeluaran setiap bulannya dan juga mengurangi debit air yang akan jatuh dan menggenang di jalan. Gambar 4.68 Sistem Air Bersih Sumber : konsep desain prototipe rancang bangun Rusunawa Proses pengolahan air bersih mempunyai beberapa tahapan yang harus dilalui, tahap tersebut dimulai dari pengambilan air pada sumber atau raw water (water intake), pre-sedimentasi basin, koagulasi, flokulasi, sediment basin, filtrasi, netralisasi, clear water tank, dan terakhir ke distribution tank. 82 Gambar 4.69 Proses Pengolahan Air Sumber : water.epa.gov. Diakses pada : 30 Juni 2014 Gambar 4.70 Proses Pengolahan Air 2 Sumber : magnapam.com. Diakses pada : 30 Juni 2014 Terdapat 3 bagian bangunan dalam pengolahannya menurut Aryansah P berdasarkan Slide kuliah Rekayasa Lingkungan Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB 2009, yaitu : 83 1. Bangunan Intake Bangunan intake ini berfungsi sebagai bangunan pertama untuk masuknya air dari sumber air. Pada bangunan intake ini biasanya terdapat bar screen yang berfungsi untuk menyaring benda-benda yang ikut tergenang dalam air. Selanjutnya, air akan masuk ke dalam sebuah bak yang nantinya akan dipompa ke bangunan selanjutnya, yaitu WTP – Water Treatment Plant. 2. Water Treatment Plant Merupakan bangunan utama pengolahan air bersih. Biasanya bangunan ini terdiri dari 4 bagian, yaitu : bak koagulasi, bak flokulasi, bak sedimentasi, dan bak filtrasi. a. Koagulasi Dari bangunan intake, air akan dipompa ke bak koagulasi ini. Pada proses koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel koloid. Destabilisasi partikel koloid ini bisa dengan penambahan bahan kimia berupa tawas, ataupun dilakukan secara fisik dengan rapid mixing (pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun secara mekanis (menggunakan batang pengaduk). Biasanya pada WTP dilakukan dengan cara hidrolis berupa hydrolic jump. Lamanya proses adalah 30 – 90 detik. b. Flokulasi Setelah dari unit koagulasi, selanjutnya air akan masuk ke dalam unit flokulasi. Unit ini ditujukan untuk membentuk dan memperbesar flok. Teknisnya adalah dengan dilakukan pengadukan lambat (slow mixing). c. Sedimentasi Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui unit koagulasi dan unit flokulasi, selanjutnya perjalanan air akan masuk ke dalam unit sedimentasi. Unit ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini menggunakan 84 prinsip berat jenis. Berat jenis partikel koloid (biasanya berupa lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis air. Dalam bak sedimentasi, akan terpisah antara air dan lumpur. d. Filtrasi Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi. Unit filtrasi ini, sesuai dengan namanya, adalah untuk menyaring dengan media berbutir. Media berbutir ini biasanya terdiri dari antrasit, pasir silica, dan kerikil silica denga ketebalan berbeda. Dilakukan secara grafitasi. 3. Reservoir Setelah dari WTP dan berupa clear water, sebelum didistribusikan, air masuk ke dalam reservoir. Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih sebelum didistribusikan melalui pipa-pipa secara grafitasi. Karena kebanyakan distribusi di kita menggunakan grafitasi. waduk Gambar 4.71 Pembagian Air Bersih Sumber : hasil olahan pribadi 85 d. Kondisi Pembuangan Sampah Bagian bawah tempat-tempat pengeringan ikan terlihat seperti tempat pembuangan sampah, karena tidak adanya sistem pembuangan sampah. Sampah-sampah tersebut ditambah dengan sampah yang terbawa dari laut saat sedang terjadi air pasang. Yang dapat dilihat dikawasan ini cara menangani tumpukan sampah yang ada adalah dengan membakarnya. Tetapi karena sampah sudah menggunung, membakar sampah tidak begitu menjadi solusi. Gambar 4.72 Kondisi Sampah Sumber : Dokumentasi pribadi Gambar 4.73 Tempat Pembakaran Sampah Sumber : Dokumentasi pribadi Seharusnya ada tempat pembuangan sampah khusus yang dapat diakses dengan mudah oleh penduduk. Disetiap tempat pengeringan dan pengupasan kerang juga harus tersedia tempat pembuangan sampah. Karena sampah-sampah ini akan membuat sistem drainase yang sudah ada tidak berfungsi karena tersumbat oleh sampah. 86 Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendailan timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan dan pembuangan akhir (Kartikawan, 2007) sebagai berikut : 1. Penimbunan sampah (solid waste generated) Menurut SK SNI 04-1993-03 tentang Spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang. Dimana besarnya timbulan sampah untuk kota sedang adalah sebesar 2,75 – 3,25 liter / orang / hari atau 0,7-0,8 kg / orang / hari. 2. Penanganan di tempat (on site handling) Penanganan sampah di tempat dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan sampah pada tahap selanjutnya. Kegiatan pada tahap ini bervariasi menurut jenis sampahnya meliputi pemilihan (shorting), pemanfaatan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle). Tujuan utama kegiatan pada tahap ini adalah untuk mereduksi besarnya timbulan sampah (reduce). 3. Pengumpulan (collecting) 4. Pengangkutan (transfer and transport) Kegiatan memindahkan sampah dari TPS menuju lokasi pembuangan pengolahan sampah atau lokasi pembuangan akhir. 5. Pengolahan (treatment) 6. Pembuangan akhir. Tempat pembuangan sampah pada tapak harus dapat menampung sampah hasil rumah tangga juga sampah dari pekerjaan yang ada di tapak. Menurut buku SNI 03-1733-2004, untuk penduduk berjumlah 2.500 jiwa luas lahan minimal yang digunakan untuk bak sampah seluas 30 m2. 87 Gambar 4.74 Proses Pengelolaan Sampah Sumber : Bintek DJCK,1999 Hal yang dapat diterapkan pada tapak sebelum sampah diangkut oleh truk sampah adalah dengan melakukan penangan di tempat (on site handling). Sampah dipisahkan antara sampah basah dan sampah kering. Sampah disimpan pada Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) pada tapak. Tempat pembuangan sampah berada di setiap gedung yang nantinya akan di angkut ke zona service pada tapak yang selanjutnya akan dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir. service Gambar 4.75 Tempat Pembuangan Sampah Sumber : Hasil olahan pribadi 88 4.2.4 Fasilitas Sosial di Sekitar Lingkungan Keberadaan fasilitas-fasilitas sosial di sekitar tapak cukup bisa di capai dengan berjalan kaki atau dengan menggunakan kendaraan umum dari tapak ke fasilitas-fasilitas sosial tersebut. Berikut ini merupakan sirkulasi dan cara pencapaian dari tapak menuju ke fasilitas tersebut : 1. Tempat Perahu Nelayan Berjarak 200 meter dari tapak. Berada Jalan Komplek Bermis. Dapat di tempuh dengan berjalan kaki selama 2 menit Mengikuti jalan pada Perumahan Nelayan BNI, melewati tanjakan menuju kali adem dan berbelok ke kiri lalu mengikuti jalan disepanjang kali adem. Gambar 4.76 Jarak tapak dan Perahu Nelayan Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014 Gambar 4.77 Tempat Perahu Bersandar Sumber : Dokumentasi pribadi 89 2. Pasar Muara Angke Gambar 4.78 Jarak tapak dan Pasar Muara Angke Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014 Berjarak 600 meter dari tapak. Berada di Jalan Muara Angke. Dapat di tempuh dengan berjalan kaki selama 15 menit dan 8 menit menggunakan kendaraan. Melawati jalan munuju ke Jalan Pluit Karang Utama. 3. Pasar Ikan dan Pusat Jajanan Serba Ikan Muara Angke Gambar 4.79 Jarak tapak dan Pasar Ikan Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014 Berjarak 700 meter dari tapak. Dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 8 menit jalan dan 4 menit menggunakan kendaraan. 90 Gambar 4.80 Pusat Jajanan Serba Ikan Sumber : Dokumentasi pribadi 4. SDN Pluit 03 pagi - Puskesmas Pluit Gambar 4.81 Jarak tapak dan SDN Pluit 03 pagi Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014 Berjarak 500 meter dari tapak. Berada didalam Komplek Bermis. Dapat di tempuh dengan berjalan kaki selama 10 menit dan 5 menit menggunakan kendaraan. Mengikuti jalan pada Perumahan Nelayan BNI, melewati tanjakan menuju kali adem dan berbelok ke kiri lalu mengikuti jalan disepanjang kali adem. 91 Gambar 4.82 SDN Pluit 03 pagi Sumber : youtube.com. Diakses pada : 8 April 2013 5. SLTPN 261 Gambar 4.83 Jarak tapak dan SLTPN 261 Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014 Berjarak 300 meter dari tapak. Masih berada di Jalan Phpi Dapat di tempuh dengan berjalan kaki selama 3 menit. 6. Apotek Merta Agung – Klinik Keluarga Muara Angke Berjarak 600 meter dari tapak. Berada di Jalan Muara Angke dekat dengan jembatan menuju Jalan Pluit Karang Utara Dapat di tempuh dengan berjalan kaki selama 15 menit dan 8 menit menggunakan kendaraan. 92 Gambar 4.84 Jarak tapak dan Apotek Merta Agung Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014 7. Poliklinik PPTI Muara Angke Gambar 4.85 Jarak tapak dan Poliklinik terdekat Sumber : maps.google.com. Diakses pada : 8 April 2014 Berjarak 3,4 kilometer dari tapak. Dapat di tempuh dengan berkendara selama 15 menit. 93 8. Posyandu Balibu Gambar 4.86 Jarak tapak dan Posyandu Balibu Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014 Berjarak 820 meter dari tapak. Berada di perempatan Jalan Pluit Karang Utara. Dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan selama 4 menit. 9. Masjid Nurul Bahri Gambar 4.87 Jarak tapak dan Masjid Nurul Bahri Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014 Berjarak 160 meter dari tapak dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 2 menit. Berada di ujung pertigaan kali adem. 94 10. Gereja Kristen Indonesia Gambar 4.88 Jarak tapak dan Gereja Kristen Indonesia Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014 Berjarak 1,1 kilometer dari tapak. Dapat di tempuh dengan 15 menit berjalan kaki atau berkendara 800 meter sampai Jalan Pluit Karang Utara ditambah dengan berjalan kaki 300 meter selama 4 menit. 11. Suku Dinas Pemadam Kebakaran Gambar 4.89 Jarak tapak dan Suku Dinas Pemadam Kebakaran Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014 Berjarak 450 meter dari tapak. Berada di pertigaan antara Jalan Phpi dan Pendaratan Ikan. Dapat ditempuh selama 5 menit berjalan kaki atau 2 menit berkendara. 95 12. Pospol KPPP Gambar 4.90 Jarak tapak dan Pospol KPPP Sumber : streetdirectory.co.id. Diakses pada : 17 April 2014 Berjarak 700 meter dari tapak. Berada padan area pasar ikan dan pendaratan ikan. Dapat ditempuh selama 8 menit berjalan kaki atau 4 menit berkendaraan. Perbandingan ketersediaan fasilitas yang ada di lingkungan sekitar dengan kebutuhan menurut SNI dapat disimpulkan pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Ketersediaan Fasilitas No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Radius Pencapaian Kesimpulan Peraturan SNI Eksisting Posyandu 500 m 820 m Dibutuhkan Posyandu pada tapak Balai Pengobatan 1000 m 600 m Untuk saat ini sarana tersebut Warga belum dibutuhkan pada tapak Masjid 600 m 160 m Untuk saat ini sarana tersebut belum dibutuhkan pada tapak Balai Pertemuan 100 m Dibutuhkan Balai Pertemuan pada tapak Taman / tempat 100 m Dibutuhkan Taman/tempat main bermain pada tapak Sekolah Dasar 1000 m 500 m Untuk saat ini sarana tersebut belum dibutuhkan pada tapak SLTP 1000 m 300 m Untuk saat ini sarana tersebut belum dibutuhkan pada tapak Jenis Sarana 96 4.3 Analisis Bangunan 4.3.1 Analisis Zoning Kegiatan terjadi pada tapak dibagi menjadi tiga bagian yaitu kegiatan peghuni, pekerja dan pengunjung. Bagian Penghuni terdiri dari unit dan fasilitasnya seperti taman, tempat bermain, dan balai warga. Bagian penghuni berada di sebelah waduk, melihat potensi waduk sebagai pemandangan dan penghawaan alami. Bagian pekerja terbagi lagi menjadi dua, yaitu daerah basah dan kering. Bagian basah merupakan daerah yang digunakan untuk proses pencucian ikan laut. Bagian kering merupakan daerah tempat kios-kios dan tempat pedagang gerobak. Kios diletakkan di bagian timur, karena melihat potensi pengembangan daerah yang nantinya menjadi kawasan rumah susun. Area basah Area kering Gambar 4.91 Zoning Pada Tapak Sumber : Hasil Olahan Pribadi 97 • Bagian Penghuni Hunian Hunian Pengupasan Kerang Gambar 4.92 Zoning Pada Bangunan Hunian Sumber : Hasil Olahan Pribadi Pada bagian hunian setiap gedungnya terdiri dari dua bangunan dengan ketinggian lantai ke lantai pada lantai dasar yang berbeda atau memiliki mezzanine. Pada bagian mezzanine terdapat tempat pengupasan kerang dan di lantai atasnya terdapat hunian. Hunian dilengkapi dengan fasilitas MCK dan tempat menjemur di setiap lantainya. Di setiap unit terdapat teras di bagian depan, yang dapat digunakan untuk tempat penyimpanan barang dan terdapat wastafel. Teras dibagian depan dibuat agar sepatu para nelayan yang masih basah tidak mengotori unit mereka. Gambar 4.93 Area Servis Pada Hunian Sumber : Hasil Olahan Pribadi 98 Jendela pada setiap unit dngan lebar mengikuti dinding, berada pada jarak 1,3 m dari lantai dan memiliki tinggi 60cm. Teras pada depan unit yang berfungsi sebagai area basah dari unit. Pembatas antara koridor dan unit menggunakan krawangan agar cahaya tetap masuk kedalam unit Gambar 4.94 Unit Sumber : Hasil Olahan Pribadi Unit berada didalam modul berukuran 7,2 m x 7,2 m. Didalam setiap modul terdapat dua unit hunian dengan tipe bangunan 24, unit berukuran 3,6 m x 7,2 m. Terdapat 3 jenis denah dengan jumlah unit yang berbeda. Hunian 21,6 m2 Area Basah 4,32 m2 Gambar 4.95 Zonasi Unit Sumber : Hasil Olahan Pribadi 99 • Bagian Pekerja Pekerja disini terbagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Pekerja pengeringan ikan asin 2. Pekerja pengupas kerang 3. Pekerja kios Pekerja pengeringan ikan asin ada di area basah pada zoning pekerja, pekerja pengupasan kerang berada di bawah bagian hunian dan pekerja kios berada di area kering pada zoning pekerja. Area Basah Pengeringan ikan asin Area Bersih Pengupasan Kerang Area Kering Kios dan pedagang gerobak Gambar 4.96 Bagian Pekerja Sumber : Hasil Olahan Pribadi Pada area bersih, gerobak membawa ikan dan kerang sudah tidak lalu lalang di sekitarnya. Area bersih diperuntukkan untuk tempat parkir mobil dan pintu masuk tapak sebelah timur yang dapat diakses oleh penghuni, pendatang maupun tetangga dari bangunan rumah susun lainnya. 100 Bagian Pengasinan ikan Bagian Pencucian ikan Gambar 4.97 Pengeringan Ikan Asin Sumber : Hasil Olahan Pribadi Proses penjemuran Proses pengasinan Gambar 4.98 Zoning Pada Pengeringan Ikan Asin Sumber : Hasil Olahan Pribadi Bagian ruang pada pengeringan ikan asin terbagi berdasarkan tahapan pengerjaan pengeringan ikan asin, dimulai dari pintu masuk pada bagian utara tapak. Tempat penjemuran diletakkan di atas bangunan karena tempat penjemuran membutuhkan tempat yang lebih luas sedangkan lahan sangat minim, dan penjemuran ikan membutuhkan cahaya matahari yang maksimal. Pada bagian dak penjemuran diberikan perbedaan tinggi, hal tersebut dikarenakan agar tetap ada cahaya dan udara yang masuk pada bagian bawah tempat penjemuran. Karena pada bagian bawah merupakan daerah basah, maka dibutuhkan pencahayaan dan pengudaraan yang baik agar areanya tidak menjadi lembab. Bagian pengupasan kerang berada di bawah bagian hunian.Yang paling memprihatinkan dari tempat pengupasan kerang yang sudah ada adalah sampah kulit kerang yang berserakan dimana-mana dan menggunung menjadi sampah. Pada tempat pengupasan kerang di tapak, sampah kulit kerang akan dikumpulkan menjadi satu dan di daur ulang menjadi pajangan atau di tumbuk halus dan di proses menjadi tepung berkalsium tinggi. 101 Pengolahan kulit kerang Gambar 4.99 Tempat Pengolahan Kulit Kerang Sumber : Hasil Olahan Pribadi Pengolahan kulit kerang Pegupasan kulit kerang ramp Pengolahan kulit kerang Gambar 4.100 Pengupasan kerang Sumber : Hasil Olahan Pribadi Bagian kios terbagi menjadi dua yaitu, kios yang menghadap ke jalan dan kios yang menghadap ke hunian. Selain kios terdapat area terbuka yang dapat digunakan oleh para pedagang gerobak untuk berjualan. Pada pagi hari area kosong itu dapat digunakan untuk tukang sayur yang berjualan berkumpul, jadi setiap pagi ada semacam pasar kaget dan yang diisi oleh para tukang sayur untuk memenuhi kebutuhan harian penghuni. Bagian zoning pekerja berstatus sewa, pendapatan dari sewa tempat disini dipergunakan untuk biaya perawatan rumah susun. 4.3.2 Program Ruang Bangunan rumah susun terdiri dari 5 gedung dan masing-masing gedung memiliki 2 bangunan terdiri dari 5 lantai (4 lantai untuk unit). Ukuran unit 102 menggunakan setengah modul 7,2 x 7,2 meter yaitu 3,6 x 7,2 meter, maka ukuran ruangan lain menyusaikan dengan ukuran modul. Bagian lantai 1 yang digunakan untuk fasilitas dihitung 50% karena merupakan bangunan semi terbuka. Tabel 4.9 Program Ruang No. Nama Ruang 1 Tipe 24 2 MCK 3 Balai Pertemuan 4 Tempat pengeringan ikan Kapasitas 640 unit 2 unit/lantai 2 unit Standar Sumber 21,6 m2 struktur* 21,6 m2 struktur* 150 m2 SNI ≥ 1000 m2 5 Tempat pengupasan kerang 64,8 m2 struktur* 6 7 8 9 10 11 43,2 m2 9 m2 10,8 m2 10,8 m2 10 m2 486 m2 Kantor Pengelola Pos keamanan Ruang panel ME TPS Ruang Serbaguna (bagian bawah unit) 4.3.3 20% TOTAL Jumlah (m2) 13.824 1.728 300 3 x 486 m2 1.458 5 x 64,8 m2 324 struktur* asumsi struktur* survey struktur* 10 x 486 m2 x 50% Jumlah 12 Sirkulasi Perhitungan 640 x 21,6 8 x 10 x 21,6 m2 2 x 150 m2 43,2 9 10,8 10,8 10 2.430 20.147,80 PU 4.024,56 24.172,36 Analisis Bentuk Bangunan Pada tapak, sinar matahari diperlukan untuk proses pengeringan ikan dan juga pencahayaan alami ruangan. 103 U Gambar 4.101 Arah Gubahan Massa 1 Sumber : hasil olahan pribadi - Orientasi massa bangunan memanjang ke arah timut dan barat laut atau bagian memanjang searah dengan sumbu jalan - Bagian bangunan yang memanjang berada pada jalan utama yang mempercantik muka bangunan. - Bila tempat pengeringan ikan berada di atas bangunan, akses menuju atas terlalu jauh dan kemungkinan orang akan menjemur ikan di taman atau lahan kosong lainnya dan luasan di atas bangunan tidak terlalu besar. Maka tempat penjemuran ikan tidak berada di atas bangunan. - Sebelum dijemur, proses pembuatan ikan asin juga membutuhkan ruangan. 104 Gambar 4.102 Arah Gubahan Massa 2 Sumber : hasil olahan pribadi - Melihat potensi dari keberadaan waduk di barat bangunan yang dapat menjadi penghawaan alami, karena anging yang berada di atas air cenderung membawa hawa dingin. Maka massa bangunan diarahkan ke waduk agar angin tidak terblok. - Bagian bangunan yang berada di pinggi jalan menggikuti sumbu jalan. - Bagian berwarna kuning merupakan tempat penjemuran ikan dibagian atas dan proses pembuatan ikan asin di bagian bawahnya. 4.3.4 Analisis Sirkulasi Bangunan • Sirkulasi dalam Bangunan Sirkulasi vertikal menggunakan ramp dan tangga untuk mengakses semua. Fungsi ramp adalah untuk memberikan pengalaman ruang yang berbeda setiap jarak tertentu. Fungsi lainnya adalah untuk memberikan kenyamanan bagi divable person. Penggunaan ramp juga akan membuat rasa bahwa tidak ada perbedaan level pada bangunan dan para pedagang gerobak bisa mengakses semua lantai juga. Perbedaan level tersebutlah 105 yang menjadi masalah utama bagi penduduk kampung nelayan untuk menolak dipindahkan ke hunian vertikal. Gambar 4.103 Sirkulasi Vertikal Menggunakan Ramp Sumber : hasil olahan pribadi Gambar 4.104 Sirkulasi Vertikal Menggunakan Tangga Sumber : hasil olahan pribadi Sirkulasi horizontal pada rumah susun melalui koridor-koridor. Sistem yang digunakan adalah sistem single corridor berukuran 1,35, sistem ini memiliki kelebihan yaitu mendapatkan cahaya alami dan penghawaam alami maksimal. • Sirkulasi luar Bangunan Sirkulasi antara luar dan dalam bangunan tidak dipisahkan dengan dinding pagar melainkan dengan tanaman dan perbedaan level setinggi 1,2 meter dari jalan. Jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman yang 106 cocok di segala iklim dan perubahannya, seperti jenis perdu (mawar, lantana, teh-tehan, bugenvil, soka). Gambar 4.105 Pagar Tanaman Sumber : hasil olahan pribadi Dari jalan utama, Jl. Muara Angke Gambar 4.106 Sirkulasi Kendaraan Bermotor Sumber : hasil olahan pribadi Garis berwarna biru pada Gambar 4.105 merupakan jalur sirkulasi kendaraan bermotor, dan blok berwarna biru adalah bagian tapak yang dapat dilalui oleh kendaraan. Parkir kendaraan roda empat dan bus disini disini disediakan untuk para pengunjung karena dalam RTRW 2030 kawasan kampung nelayan Muara Angke akan dijadikan kawasan pariwisata. Garis berwarna kuning adalah jalur sirkulasi kendaraan yang diperuntukan bagi penghuni yang meyoritas menggunakan kendaraan 107 roda dua. Kendaraan roda empat dapat masuk ke bagian jalur kuning apabila dalam keadaan mendesak. Gambar 4.107 Sirkulasi Gerobak Sumber : hasil olahan pribadi Terdapat sirkulasi gerobak pada tapak karena terdapat tempat pengupasan kerang dan pengeringan ikan asin yang pengangkutannya menggunakan gerobak. Pada tempat pengeringan ikan asin, gerobak dapat mengakses tempat penjemuran dengan menggunakan ramp putar. 108 Pintu masuk utama pejalan kaki Pintu masuk pejalan kaki dari bangunan lain Gambar 4.108 Sirkulasi Manusia Sumber : hasil olahan pribadi 4.3.5 Analisis Penampilan Bangunan Untuk penampilan bangunan atau disebut dengan façade building akan disesuaikan dengan karakteristik lingkungan setempat. Dimana dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Fungsional Bangunan akan dibangun efisien sesuai dengan kegunaannya dan target penggunanya. 2. Sederhana Penampilan bangunan tidak perlu macam-macam untuk mencegah kekumuhan. 3. Menyesuaikan dengan iklim Penampilan bangunan juga harus memperhatikan iklim tropis lembab, dimana berfungsi untuk pemeliharaan material bangunan. Untuk material bangunan keseluruhan akan mempergunakan beton pracetak dengan pertimbangan sebagai berikut : 109 a. Harganya relatif murah karena menggunakan bahan-bahan dasar dari bahan lokal, kecuali semen Portland. b. Beton termasuk tahan aus dan tahan kebakaran, sehingga biaya perawatan termasuk rendah c. Beton termasuk bahan yang berkekuatan tekan tinggi, serta mempunyai sifat tahan terhadap pengkaratan/pembusukan oleh kondisi lingkungan. d. Ukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan beton tak bertulang atau pasangan batu. e. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dan ukuran seberapapun tergantung keinginan. Gambar 4.109 Beton Ekspos Sumber : archdaily.com. Diakses pada : 8 Mei 2014 Beton tersebut akan dibiarkan terekspos karena : 1. Hasil akhir yang dihasilkan akan mempunyai aksen dan tekstur yang sangat menarik dan alami, apalagi bila dikombinasikan dengan permainan pencahayaan. 2. Terhindar kemungkinan terjadinya pemilihan warna yang kurang serasi. Warna beton ekspose yang monokrom justru akan lebih menonjolkan bentuk bangunan. 3. Mengurangi perawatan bangunan. Untuk finishing berupa cat, maka bangunan harus dicat ulang paling tidak setiap 5 tahun sekali. Untuk finishing beton ekspose cukup dibersihkan secara berkala. 4. Mengurangi biaya pembangunan, karena menghilangkan alokasi biaya untuk finishing. 110 Gambar 4.110 Perspektif Sumber : hasil olahan pribadi Gambar 4.111 Tampak Sumber : hasil olahan pribadi Penggunaan krawangan juga mendominasi bangunan, krawangan digunakan pada wilayah service bangunan. Kelebihan dari menggunakan krawangan adalah pencahayaan alami dan penghawaan alami. Jendela pada setiap unit dibuat memanjang tetapi hanya memiliki tinggi 60 cm hal tersebut untuk mencegah penghuni untuk menjemur pakaian di jendela yang dapat merusak penampilan bangunan. Jendela menggunakan jendela sliding yang terbuat dari aluminium. Gambar 4.112 Jendela Aluminium Sumber : hasil olahan pribadi 111 Untuk railing pada koridor menggunakan wiremesh untuk menyesuaikan dengan material bangunan yang menggunakan beton agar bangunan terlihat lebih maskulin. Suasana yang ingin didapatkan dari menggunakan wiremesh adalah agar koridor tidak terkesan tertutup dan terblok dengan adanya railing solid. Wiremesh sendiri juga dapat di manfaatkan sebagai tempat untuk tanaman rambat. Gambar 4.113 Pagar Wiremesh Sumber : hasil olahan pribadi Tetapi pada railing tempat penjemuran ikan menggunakan railing dari beton solid agar sampah dari tempat penjemuran ikan tidak berjatuhan kebawah. Bagian tampak dari tempat penjemuran ikan menggunakan tanaman merambat untuk penghijauan dan memperindah tampak bangunan. Gambar 4.114 Tanaman Rambat Sumber : hasil olahan pribadi 112