Untitled - Universitas Dian Nuswantoro

advertisement
THE IMPLEMENTATION OF MARKETING MIX STRATEGY IN FINANCING
PRODUCTS AT BMT MITRA USAHA UMMAT YOGYAKARTA
Hendri Hermawan Adinugraha, SEI, MSI
Mila Sartika, SEI, MSI
Desy Herma Fauza, SE, MM
Faculty of Economics & Business, Dian Nuswantoro University
Jalan Nakula I. No. 5-11 Semarang 50131
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
1.
PENDAHULUAN
Ekonomi sudah hadir sejak manusia mengalami kehidupan. Ketika manusia
menginginkan sesuaatu kemudian berusaha untuk mendapatkannya, maka ketika itulah
manusia sedang melakukan kegiatan ekonomi. Oleh karena itu ekonomi didefinisikan
sebagai penggunaan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
tidak terbatas. Ekonomi Islam hadir sebagai maslahah bagi manusia. Karena ekonomi
Islam lahir atas dasar keadilan dan kesejahteraan bersama. Dasar hukum ekonomi Islam
adalah al-Qur’an dan as-Sunnah yang pemahamannya menggunakan ijma„, qiyās dan
ijtihād para ulama (Sirojuddien, 2014).
Hasil penelitian dari Center for Banking Research mengenai Pengembangan UMK
menyebutkan (Lukman, 2008: 5), cakupan operasi lembaga keuangan mikro telah
berkembang sepanjang waktu. Intititusi lembaga keuangan mikro telah berkembang untuk
dapat menyediakan berbagai jasa finansial yang meliputi deposito, pinjaman, jasa
pembayaran, dan asuransi bagi rumah tangga yang berpendapatan rendah, dan usaha
mikro. Motivasi utamanya tetap untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat dan
mengurangi kemiskinan.
Yang mana saat ini lembaga keuangan yang berbasis syari’ah sedang menjadi trending
topik dalam berbagi media. Misalnya bank syariah yang ada di Indonesia melaju begitu
agresif, akan tetapi hal ini dihadapkan dengan kendala kurang dominannya pemahaman
dan pengetahuan masyarakat tentang sistem operasional lembaga keuangan yang berbasis
syari’ah (Iswadi, 2004 :1). Berdasarkan UU Perbankan No 10 tahun 1998 dan PP No 72
tahun 1992, bahwa perbankan syari’ah mendasarkan operasinya pada prinsip-prinsip nilai
Islam berupa tauhid, keadilan, kesetaraan dan kerjasama yang diturunkan pada suatu
sistem yang bercirikan profit and loss sharing, anti gharār, anti ihtikār, anti maysir, anti
1|Page
risywah, anti ribā (bunga 0 %), serta komoditas halāl dan thoyyib (Karim, 2007: 32-45).
Sesuai dengan kaidah fiqh (Mudjib, 2001: 79):
‫اأصل ه العدل في كل المعامات مراعاة الطرفين رفع الضرر عن ما‬
Secara teoritis, sistem bagi hasil dengan akad mu.dārabah dan musyārakah sangat
baik, namun produk ini belum mampu diaplikasikan secara optimal di koperasi yang
berbasis syariah (Sebut saja BMT atau Bait al-Māl wa at-Tamwil). Sehingga dapat
dikatakan, BMT sama saja mengikuti struktur layaknya koperasi konvensional. Pada
dasarnya, banyak BMT masih seperti itu karena merasa kesulitan dalam memahamkan
produknya kepada calon anggota sehingga mereka kesulitan juga dalam memasarkan
produknya.
Inovasi di bidang marketing merupakan salah satu faktor internal yang seringkali
menjadi permasalahan operasional pembiayaan BMT di Indonesia. Karena tidak sedikit
BMT kurang mampu mengembangkan pasar (segmentasi pasar) dan menciptakan produkproduk baru yang manarik minat anggota, sehingga pada akhirnya inovasi produk BMT
secara langsung dapat meningkatkan daya saing diantara BMT itu sendiri dan bahkan
diantara lembaga keuangan mikro syariah lainnya (http://gampito.blogspot.com).
Dampaknya, jika terjadi kegagalan BMT dalam bidang merketing akan sangat
merugikan masyarakat, khususnya anggota. Menurut Ketua LOS DIY
Ananta Heri
Pramono, salah satu modus dari BMT bermasalah yaitu mereka berani memberikan imingiming bagi hasil yang tinggi tetapi jika divermati secara teliti hal itu tidak rasional. Bagi
hasilnya bisa melebihi bunga lembaga keuangan pada umumnya yakni mencapai 17-20 %
per tahun. Statment Ketua LOS ini juga diamini oleh Mursida Rambe selaku Direktur
BMT Beringharjo dan Ketua Puskopsyar DIY. Secara tidak langsung modus itu bisa
terjadi dikarenakan pihak BMT mengalami frustasi dalam menangani permasalahan
marketing dan dibarengi dengan persaingan ketat di antara lembaga keuangan yang
sebidang,
sehingga
mereka
menghalalkan
segala
cara
asal
target
tercapai
(http://www.republika.co.id /berita/syariah/keuangan/11/08/19).
Oleh karena fakta di atas, pengetahuan pengurus dan pengelola BMT MUU tentang
segmentasi pasar dan riset pemasaran merupakan suatu absolut yang harus dimiliki.
Dengan demikian stakeholder BMT MUU mampu menyusun suatu rencana untuk
memasuki pangsa pasar yang telah dipilih. Rencana tersebut akan berisi keputusankeputusan yang terbagi dalam empat strategi yang biasa disebut dengan 4P, yaitu : 1)
2|Page
strategi produk (product), 2) strategi harga (price), 3) strategi lokasi (place), dan 4) strategi
promosi (promotion). Kombinasi dari keempat strategi inilah yang akan membentuk suatu
bauran pemasaran yang biasa disebut dengan Marketing Mix.
Penerapan strategi marketing mix pada produk pembiayaan koperasi berbasis syari’ah
seperti di BMT Mitra Usaha Ummat Yogyakarta kiranya masih relevan untuk dikaji agar
bisa memberikan kontribusi tambahan pada dinamika perkembangan sektor lembaga
keuangan mikro syariah. Misalnya untuk mengetahui produk apa saja yang ditawarkan dan
bagaimana konsep dan implementasi strategi marketing mix pada produk pembiayaan di
BMT MUU dalam upaya untuk meningkatkan jumlah anggota. Alasan penulis memilih
Koperasi Serba Usaha (KSU) Syari’ah BMT Mitra Usaha Ummat Yogyakarta sebagai
tempat penelitian adalah karena BMT MUU merupakan lembaga keuangan yang
beroperasi berdasarkan sistem bagi hasil, sudah memiliki DPS (Dewan Pengawas Syariah)
dan DPM (Dewan Pengawas Manajemen), dan pada akhir tahun 2013 sudah memiliki
asset lebih dari 17 Milyar.
2.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat adalah deskriptif-analitik,
yaitu untuk
menggambarkan implementasi konsep dan strategi pemasaran produk
pembiayaan melalui marketing mix di BMT MUU berdasarkan prinsip syariah Islam
dalam upaya untuk meningkatkan jumlah anggota.
Lokasi penelitian ini dilakukan di kantor cabang KSU Syari’ah BMT Mitra Usaha
Ummat, yang beralamatkan di Jalan Kaliurang KM. 15 Ruko Pasar Degolan, Ngemplak,
Sleman, Yogyakarta. Waktu penelitian ini dalam kurun waktu di tahun 2013.
Sumber data dikumpulkan dan diperoleh melalui obeservasi, wawancara langsung dari
pihak BMT MUU dan data yang diperoleh secara tidak langsung seperti dari artikel, jurnal,
laporan keuangan, majalah, koran, dan lain sebagainya yang masih berkaitan dengan
penerapan strategi marketing mix pada produk pembiayaan di koperasi berbasis syari’ah.
Metode pengumpulan data melalui 3 cara, yaitu: 1) dengan cara memanfaatkan
berbagai macam pustaka yang relevan dengan kajian mengenai implementasi konsep dan
strategi pemasaran produk pembiayaan melalui marketing mix di BMT, 2) karena jenis
penelitian ini kualitatif, maka pengamatan langsung sangatlah penting untuk dilaksanakan
secara sengaja dan sistematis mengenai konsep dan strategi pemasaran di BMT Mitra
Usaha Ummat dalam upaya untuk meningkatkan jumlah anggota, dan 3) interview atau
3|Page
wawancara dipergunakan sebagai cara untuk memperoleh data tambahan, karena teknik
wawancara mempunyai kelebihan dapat menerangkan secara detail pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh peneliti (Imam dan Tabroni, 2003 :136).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Konsepsi Bait al-Māl wa at-Tamwil
BMT (Bait al-Māl wa at-Tamwil) adalah lembaga pendukung peningkatan kualitas
usaha ekonomi pengusaha mikro dan pengusaha kecil bawah yang berlandaskan sistem
syari’ah. BMT merupakan lembaga yang terdiri atas dua lembaga yaitu bait al-māl dan
bait at-tamwil. Konsep bait al-māl sebagai lembaga yang kegiatannya menerima dan
menyalurkan dana zakat, infak dan sadaqah. Sedangkan bait at-tamwil berorientasi pada
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas usaha
ekonomi pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan cara mendorong kegiatan
menabung dan pembiayaan usaha ekonomi (Muhamad, 2000: 113).
Berdasarkan dua konsepsi bait al-māl wa at-tamwil diatas dapat ditarik kesimpulan,
bahwa BMT adalah suatu lembaga keuangan mikro syariah yang menggabungkan unsur
profit motif dan unsur nirlaba (sosial) dalam kegiatan usahanya yang dijalankan sesuai
dengan
ketentuan
syariah.
Karena
BMT
bersifat
usaha
bisnis,
mandiri
ditumbuhkembangkan secara swadaya dan diorganisir secara profesional (Sudarsono,
2003: 77).
3.2 Konsep Marketing di BMT MUU
Secara linguistik, arti marketing adalah pemasaran. Sedangkan berdasarkan
terminologi, menurut Philip Kotler; “Marketing as social and managerial process whereby
individuals and groups obtain what they need and want through creating and exchanging
products and value with others”. Yang artinya: “pemasaran merupakan suatu proses sosial
dan manajerial dimana melalui proses tersebut, individu dan kelompok memperoleh apa
yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan dan mempertukarkan
produk dan nilai dengan individu dan kelompok lain” (Kotler, 2000: 19). Sementara
menurut Solati Siregar, bahwa pemasaran BMT adalah usaha untuk menciptakan dan
melayani permintaan pasar atau anggota sehingga memperoleh keinginan bagi BMT dan
masyarakat.
Secara sederhana konsep marketing dapat dijelaskan sebagai kegiatan pemasaran yang
terencana secara praktis berkaitan dengan produksi, kondisi produk, penetapan harga,
4|Page
promosi, segmentasi pasar, proses distribusi barang dan jasa. Dimana seluruh aktivitas
tersebut bertujuan untuk menciptakan transaksi ekonomi yang menghasilkan profit bagi
individu maupun perusahaan (organisasi).
Adapun konsep pemasaran (marketing) bagi BMT MUU, secara spesifik dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi pasar yang paling menguntungkan sekarang dan di masa yang akan
datang.
2) Menilai kebutuhan anggota saat ini dan masa yang akan datang.
3) Menciptakan sasaran pengembangan bisnis dan membuat rencana untuk mencapai
sasaran tersebut.
4) Optimalisasi fungsi promosi untuk mencapai sasaran.
Untuk mengetahui konsep pemasaran lebih mendalam, dapat dilihat ilustrasi
mekanisme pemasaran berikut ini (Muhammad, 2005 :220-222):
PEMENUHAN KEPUASAN
PEMENUHAN NEED &
WANT
PENCAPAIAN TUJUAN
OORGANISASI
Penawaran
PRODUSEN
PASAR
PRODUK
Permintaan
KOMPETISI &
KAPASITAS
KAPASITAS DAYA
BELI
PROSES PERTUKARAN
Gambar 1. Konsep Pemasaran
BMT MUU dalam pengembangan finansialnya,
yaitu dengan
melakukan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi
pengusaha mikro dan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan
ekonominya. Sebagai upaya untuk melakukan edukasi agar masyarakat memiliki budaya
menabung itulah, maka BMT MUU menerapkan tabungan dengan sistem jemput bola atau
officer visit customer (OVC) sehingga para marketing mendatangi anggota dan ada juga
5|Page
yang customer visit officer (orang datang ke kantor, sebagaimana umumnya waktu itu
lembaga keuangan beroperasi) kepada pengusaha mikro (Amjad, 2011). BMT MUU
merupakan lembaga keuangan mikro yang memiliki legalitas koperasi, yang mana dalam
kegiatan usahanya menghimpun dana dari anggota dan calon anggota dan menyalurkannya
kembali dalam bentuk pembiayaan kepada anggota dan calon anggota serta masyarakat
yang memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syari’ah.
Dalam menjalankan usahanya, produk pembiayaan BMT MUU menggunakan akadakad (perjanjian) transaksi bisnis yang berbasis syari’ah seperti model jual beli
(murābahah, salam, dan istishna‟), bagi hasil (mu.dārabah dan musyārakah), maupun
sewa (ijārah) (Muhammad, 2010: 35). Secara konseptual produk pembiayaan merupakan
salah satu fungsi urgent (fungsi profit/komersial) BMT MUU.
Sistem pemasaran BMT MUU secara sederhana dapat digambarkan di bawah ini:
Komunikasi
Services / Pelayanan
BMT
MUU
ANGGOTA
Funding & Financing
Informasi
Gambar 2. Sistem Pemasaran BMT MUU
3.3 Tahapan Marketing Mix di BMT MUU
Marketing mix (bauran pemasaran) adalah kombinasi dari keempat variabel atau
kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran yaitu produk, harga, lokasi dan
promosi (Sumarni, 2002: 246). Atau dengan kata lain, marketing mix merupakan kumpulan
variabel-variabel yang dapat digunakan oleh BMT MUU untuk mempengaruhi tanggapan
anggota. Dapat di katakan pula, bahwa ”marketing mix” merupakan satu perangkat yang
akan menentukan suatu tingkat keberhasilan pemasaran BMT MUU dan semua itu
ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada pangsa pasar atau anggota yang dipilih.
Adapun tahapan atau proses marketing mix di BMT MUU dapat dilihat melalui
gambar berikut ini:
PENGENALAN
PASAR
EVALUASI
6|Page
STRATEGI
Gambar 3. Tahapan atau Proses Marketing Mix
1) Pengenalan pasar
Yaitu usaha untuk mengetahui potensi pembeli atau konsumen dan mengetahui
kebutuhannya. Tujuan dan manfaat dari pengenalan pasar adalah sebagai berikut :
a.
Mengetahui siapa dan apa yang diinginkan oleh anggota terhadap produk yang
ditawarkan.
b.
Mengetahui karakteristik dan sifat pasar.
c.
Mengetahui syarat-syarat khusus yang dikehendaki pasar.
d.
Menjamin penjualan produk yang dibutuhkan dan diinginkan anggota, bukan
hanya produk yang disukai atau yang dapat dibuat oleh stakeholder BMT.
e.
Sebagai dasar dalam penetapan tujuan serta target yang akan dicapai baik jangka
pendek atau jangka menengah.
f.
Sebagai dasar penentuan strategi pemasaran yang efektif bagi BMT MUU.
2) Strategi pemasaran
Merupakan tindak lanjut dari proses pengenalan pasar, yang menyangkut strategi yang
akan diterapkan dalam memasarkan produk agar dapat diterima oleh pasar. Strategi ini
ditujukan pada peningkatan penjualan produk pembiayaan BMT MUU. Peningkatan
penjualan tersebut diorientasikan pada:
a.
Produk financing (pembiayaan/penyaluran dana)
b.
Orientasi pada pelanggan/anggota
c.
Peningkatan mutu pelayanan
d.
Meningkatkan fee base income
3) Bauran pemasaran
MARKETING MIX DI BMT MUU
PRODUK
Keanekaragaman
Produk
Kualitas
Desain
PROMOSI
TEMPAT
Daftar harga
Promosi penjualan
Saluran distribusi
Potongan
Iklan
Jangka waktu
Humas
HARGA
7|Page
Lokasi
Gambar 4. Marketing Mix di BMT MUU
Bauran pemasaran di BMT MUU merupakan alat yang digunakan dalam menjalankan
strategi yang telah dipilih. Dalam bauran pemasaran ini akan ditentukan bagaimana unsurunsur produk, harga, lokasi/sistem distribusi dan promosi yang disatukan menjadi satu
kesatuan sehingga sesuai dengan konsumen yang akan dituju.
4) Evaluasi
Harus dilakukan untuk melihat sejauh mana proses pemasaran dijalankan oleh
pengelola BMT MUU dan untuk mengetahui apakah rencana telah dapat direalisasikan
atau tidak. Beberapa indikatornya adalah sebagai berikut:
a. Volume penjualan
Berkaitan dengan volume penjualan yang diinginkan, maka perlu disesuaikan dengan
target yang telah ditetapkan untuk:
 Dana pihak ketiga (funding) dapat dilihat dari jumlah dana yang dapat
dikumpulkan pada suatu periode.
 Pembiayaan (financing) dapat dilihat dari berapa banyak dana yang telah di
tempatkan dalam bentuk pembiayaan dan investasi produktif lainnya dan
memberikan pendapatan yang diinginkan.
b. Pangsa pasar
Berkaitan dengan apakah telah diperoleh bagian pangsa pasar yang lebih besar dari
sebelumnya yang telah ditetapkan. Hal ini dapat di lihat dari jumlah anggota yang
ada dan jangkauan lokasi BMT MUU.
c. Citra dan positioning
Berhubungan apakah BMT MUU dan produk pembiayaannya sudah dikenal luas
oleh pangsa sasaran.
8|Page
d. Tingkat laba
Berhubungan
dengan
apakah
upaya
dalam
pemasaran
secara
signifikan
meningkatkan jumlah laba yang diperoleh BMT MUU. Hal ini di lihat dari
perkembangan laba/rugi lembaga setiap periode/per tahun di Laporan RAT (Rapat
Anggota Tahunan).
3.4 Strategi Marketing Mix pada Produk Pembiayaan di BMT MUU
BMT MUU dalam melaksanakan produk pembiayaan, selalu berpedoman kepada
prudential banking practices, sehingga dana yang disalurkan tidak berhenti dan
menimbulkan resiko pembiayaan macet. Pada dasarnya pembiayaan juga berkaitan erat
dengan marketing. Menurut Kotler: “marketing is about idenfitying and meeting human
and social needs” atau singkatnya “meeting needs profitably” (Kotler dan Keller, 2009:
45). Oleh karenanya pihak BMT MUU senantiasa meneliti secara seksama calon dan/atau
anggota penerima dana berdasarkan azas pembiayaan yang sehat ataupun ketentuanketentuan lain yang berkaitan dengan penyaluran dana BMT selama tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
BMT MUU menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat, dengan prioritas
masyarakat menengah ke bawah menggunakan sistem/prinsip: jual beli (murābahah),
kerjasama modal sebagian (musyārakah), kerjasama modal keseluruhan (mu.dārabah) dan
sewa (ijārah).
Dari hasil observasi, dapat dijelaskan bahwa pembiayaan yang diterapkan pada BMT
MUU belum menerapkan sistem syariah secara kāffah, misalnya pada operasional
pembiayaan murābahah yaitu bila menggunakan sistem syariah murni BMT membelikan
barang yang dibutuhkan anggota kemudian diserahkan kepada anggota, tetapi dalam
prakteknya BMT hanya memberikan sejumlah uang yang dibutuhkan anggota dan anggota
membeli sendiri barang yang dibutuhkannya tanpa adanya pengecekan terhadap barang
yang sudah dibeli oleh anggota pembiayaan. Dalam hal ini, salah satu sebab
ketidaksesuaian dengan syari’ah, dikarena kurang optimalnya pengawasan dari DPS BMT
MUU.
Aplikasi pembiayaan murābahah di BMT MUU mencapai 80% sedangkan sisanya
untuk pembiayaan-pembiayaan lainnya, murābahah paling dominan diaplikasikan dan
paling diminati oleh masyarakat karena sangat fleksibel dalam operasioanalnya dan tidak
jauh berbeda dengan kredit pada umumnya. Sedangkan pembiayaan mu.dārabah dan
musyārakah paling minim serta sangat jarang diaplikasikan di BMT MUU dengan alasan
9|Page
pemahaman di masyarakat kurang mengena, skill SDI yang belum memadai, dan terkesan
rumit dan mahal bila dilakukan. Dan pembiayaan dengan prinsip al-qar.d hanya
diperuntukkan untuk para pengurus dan pengelola, tidak dipromosikan secara umum.
Syarat pengajuan untuk memperoleh pembiayaan di BMT relatif mudah tidak seperti
di perbankan syariah pada umumnya, karena itu mayoritas masyarakat kecil mengajukan
pembiayaan ke BMT Mitra Usaha Ummat. Untuk target keuntungan pemberian
pembiayaan kepada anggota dengan sistem tawar – menawar dengan target keuntungan
setara rata-rata 1.55 % s/d 2,25 % per bulan (Dikutip dari Selayang Pandang BMT Mitra
Usaha Ummat Tahun 2013).
Dari hasil interview dengan manajer BMT MUU, dikemukakan bahwa untuk
menyediakan Lembaga Penjamin Simpanan di BMT, maka BMT MUU ikut berpartisipasi
pada organisasi-organisasi lokal maupun nasional yang menghendel liquiditas BMT.
Misalnya FORMES, BMT Lan Tabur, dan simpanan di beberapa bank syariah. Hal ini
dilakukan karena BMT tidak memiliki LPS resmi layaknya perbankan syariah ataupu
konvensional yang dinaungi oleh Bank Indonesia.
Dan proses terperinci mengenai alur pembiayaan di BMT Mitra Usaha Ummat, dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Anggota mengajukan
pembiayaan
Melengkapi syaratsyarat pengajuan
pembiayaan
Mengisi Form
pengajuan
pembiayaan
Bagian Pembiayaan Survey
tempat usaha dan tinggal
Tidak Layak
Analisa pembiayaan dan rapat
komite pembiayaan
Bagian Pembiayaan
menerima aplikasi dan
dokumen
Layak
Surat penolakan ke
anggota
Membuat kesepakatan bagi hasil
dan waktu pembiayaan
Berkas kembali
Surat Pemberitahuan Persetujuan
Pembiayaan (SP3) ke anggota
Buat akad pembiayaan10 | P a g e
Gambar 5. Alur Pembiayaan BMT Mitra Usaha Ummat
1. Strategi Produk (Product)
Selanjutnya, strategi yang diterapkan BMT guna memasarkan produnya yaitu melalui
penetrasi pasar, pemgembangan pasar, pengembangan produk, dan diversivikasi produk.
Tabel 1
Strategi Pemasaran Produk BMT
Produk
Produk Lama
Produk Baru
Penetrasi pasar
Pengembangan Produk
Pengembangan Pasar
Diversifikasi
Konsumen
Anggota Lama
Anggota Baru
Berdasarkan table di atas dapat dijelaskan sebagi berikut:
a.
Penetrasi Pasar
Strategi ini digunakan bila masih banyak calon anggota yang belum terjangkau di
daerah pemasaran kita. Hal ini disebabkan karena:
1) Produk BMT belum dikenal
2) Pesaing/kompetitor lebih intensip menggarap calon anggota sehingga tetarik pada
produk mereka
3) Calon anggota tidak mengetahui kelebihan/keunggulan produk BMT
Upaya yang dapat dilakukan guna melakukan penetrasi pasar:
1) Low price high volume
2) Menambah kantor layanan atau menambah staf marketing
3) Menungkatkan pelayanan yang cepat
4) Menigkatkan upaya pengiklanan produk BMT
5) Melakukan promosi penjualan: hadiah, bonus untuk anggota berprestasi.
11 | P a g e
b.
Pengembangan Pasar
Strategi ini dilakukan bila anggota yang telah ada telah dianggap jenuh, atau sasaran
anggots lama sudah tidak dapat ditambah lagi sehingga perlu dicarikan anggota baru
yang secara geografis/demografis berbeda dengan pasar yang lama. Upaya yang dapat
dilakukan guna melakukan pengembangan pasar: menambah lokasi atau kantor cabang
di daerah lain dan strategi jemput bola pada anggota atau calon anggota yang selama
ini dianggap bukan merupakan pangsa pasar BMT MUU.
c.
Pengembangan Produk
Strategi ini menyangkut perubahan/penyempurnaan dan penambahan produk yang
ditawarkan kepada anggota. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang usia produk
yang ditawarkan. Upaya yang dapat dilakukan guna melakukan pengembangan
produk: Melakukan riset mengenai produk atau kebutuhan latent dari angggota yang
dapat dikembangkan dan menjadi produk yang dibutuhkan oleh anggota di masa yang
akan datang dan melakukan modofikasi produk baik dari sisi pelayannan yang lebih
cepat dan administrasi yang tidak menghambat kelancaran pelayanan.
Secara sederhana, beberapa alternatif pengembangan produk baru dapat digambarkan
di bawah ini:
Pengertian produk baru dapat meliputi produk orisinil, produk yang disempurnakan,
produk yang dimodifikasi, dan merek baru yang dikembangkan melalui usaha riset dan
pengembangan (Tjiptono, 1997 : 118).
Di BMT Mitra Usaha Ummat pengembangan produk biasanya diliakukan melalui
prinsip ATM yaitu: Amati, Tiru, dan Modifikasi.
d.
Diversifikasi Produk
Strategi ini merupakan pengembanhan produk baru tetapi masih berhubungan dengan
produk lama dan ditawarkan kepada pasar yang baru juga. Upaya yang dapat
dilakukan guna melakukan diversifikasi produk: Melakukan riset mengenai kebutuhan
pasar/anggota baru dan membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
12 | P a g e
Diversifikasi produk dapat dilakukan dengan beberapa alternatif berikut ini (Handoko,
1995: 49-55):
Seringkali anggota menginginkan produk yang bermutu tinggi, artinya BMT
menawarkan produk yang memiliki nilai plus dan kualitas lebih baik dibandingkan
dengan produk BMT lainnya (Kasmir, 2007: 187). Menurut pernyataan Kabag
Marketing BMT MUU, produk baru yang akan dilaunching dalam waktu dekat ialah
diversifikasi dari produk Simpanan Masa Depan (SIMADE), yang mana selama ini
hanya berorientasi pada simpanan pendidikan. Ke depan akan ada produk Simpanan
Haji dan Simpanan Qurban.
2. Strategi Penetapan Harga (Price)
Harga merupakan salah satu variable/elemen marketing mix yang paling fleksibel,
mudah diubah secara cepat. Para pengambil keputusan dalam BMT MUU sering
menghadapi masalah persaingan harga dengan kompetitor lain. Banyak BMT yang kurang
baik menangani masalah penetapan harga tersebut. Padahal, penentuan harga sangat
penting untuk diperhatikan karena harga dapat dijadikan sebagai alat penentu laku dan
tidaknya produk BMT yang berasaskan bagi hasil tersebut (Charles W, 2001: 268).
Seringkali untuk anggota yang baik ditawarkan harga pembiayaan yang kompetitif
sehingga harga yang terjadi dari hasil tawar menawar akan menjadi lebih rendah.
Penetapkan harga jasa di BMT MUU ditentukan oleh margin/bagi hasil yang diberlakukan
oleh BMT lain dan tingkat harga pasar dan .
3. Strategi Penentuan Lokasi (Place)
Saluran distribusi di BMT MUU dimaksudkan untuk menambah manfaat keberadaan
BMT MUU dalam masyarakat sebagai suatu lembaga yang memberi layanan keuangan
dalam bentuk financing & saving, harapannya masyarakat akan menggunakan juga sebagai
13 | P a g e
pengatur keuangan, dimana anggota dapat mengajukan pembiayaan dan menabung setiap
saat ketika memerlukannya dan menginginkannya. Adanya bagi hasil ini akan memberi
manfaat pula bagi orang yang tidak dapat memutarkan dananya sendiri, sehingga adanya
dana yang semula disimpan di lemari menjadi diletakkan dalam institusi keuangan, dan
dengan demikian uang akan kembali menjadi milik publik dan dapat diefektifkan untuk
meningkatkan produktifitas dalam suatu masyarakat (Watsiqoh, 2012: 40).
Adapun faktor kunci BMT MUU dalam menyediakan produk dan jasanya serta
melayani anggotanya menuju pasar sasaran yang kompeten, yaitu melalui penentuan lokasi
(place) yang strategis dan mudah dijangkau oleh para anggota. Kantor BMT MUU pada
umumnya cenderung mendekati anggota dan mendekati kantor bank lain serta pusat-pusat
perdagangan.
4. Strategi Promosi (Promotion)
Salah satu tujuan promosi di BMT MUU adalah untuk menginformasikan segala jenis
produk yang di tawarkan dan berusaha menarik calon anggota yang baru. Ada dua macam
sarana promosi yang digunakan oleh BMT MUU dalam mempromosikan produk
pembiayaan dan simpanannya, yaitu melalui:
a. Periklanan (advertising)
Penggunaan promosi pada iklan biasanya dilakukan oleh BMT MUU dengan cara
pemasangan billboard di jalan-jalan strategis, pencetakan brosur baik di sebarkan di setiap
cabang atau warung-warung sekitar, pemasangan spanduk di lokasi tertentu yang strategis
seperti di pasar dll.
b. Promosi penjualan (sales promotion)
Di samping promosi lewat iklan, promosi lainya yang dilakukan oleh BMT MUU ialah
melalui promosi penjualan . Tujuannya adalah untuk menarik dan meningkatkan jumlah
anggota (Taufiq, 2005: 223-224). Oleh karena itu promosi penjualan BMT MUU
dilakukan melalui :
a) Pemberian bagi hasil khusus untuk anggota pemegang saham (anggota biasa). Di
BMT MUU, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dilakukan melalui
akad musyārakah fi sahm asy-syarikah (equity parcipation) dengan produk
“simpanan penyertaan” Telah melunasi simpanan pokok sebesar Rp 500.000,00
(Lima Ratus Ribu Rupiah) , dan simpanan wajib Rp 10.000,00/bulan.
14 | P a g e
b) Pemberian insentif berupa THR kepada setiap anggota yang memiliki simpanan
relatif besar (> Rp. 50.000.000,-).
c) Pemberian cindera mata, hadiah, serta kenang-kenangan lainya kepada anggota
yang loyal dan tertib atau disiplin dalam mengangsur kewajibannya.
Dari berbagai data di atas dapat dikatakan bahwa implementasi strategi marketing mix
pada produk pembiayaan di BMT MUU sudah cukup baik. Akan tetapi tetap perlu ada
trobosan baru pada produknya agar masyarakat tidak merasa jenuh dengan layanan Dan
jasa yang sudah ada sekarang ini. Karena menurut Islamic Development Bank (IDB), salah
satu tantangan yang dihadapi oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS), ditinjau dari aspek
operasionalnya adalah financial engineering, dapat diartikan juga sebagai mesin penggerak
lembaga keuangan, dimana maksudnya ialah terletak pada seni mendisain atau membuat
kreasi dan/atau inovasi terbaru mengenai produk-produk, melihat banyaknya kompetitor
yang bersaing di bidang perbankan, BMT dan finansial lainnya (Iqbal, Ausaf Ahmad, dan
Tariqullah Khan, 1998: 45).
4.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian secara mendalam tentang implementasi strategi marketing
mix pada produk pembiayaan di Koperasi Serba Usaha (KSU) Syari’ah BMT Mitra Usaha
Ummat Yogyakarta, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Aspek komersial BMT MUU diaktualisasikan melalui instrumen penghimpunan dan
penyaluran dana (pembiayaan) dari/kepada anggota. Instrumen penghimpunan dana
menggunakan produk simpanan al-wadi‟ah, simpanan mu.dārabah biasa, simpanan
masa depan, simpanan mu.dārabah berjangka, simpanan pendidikan, simpanan
penyertaan tidak tetap dan simpanan penyertaan sementara. Sedangkan instrumen
pembiayaan menggunakan
produk murābahah, mu.dārabah, musyārakah, sewa
(ijārah) dan qar.d.
2. Strategi product, BMT MUU memasarkan produk simpanan dan pembiayaannya
melalui aktivitas penetrasi pasar, pemgembangan pasar, pengembangan produk dan
diversivikasi produk.
3. Strategi pricing, BMT MUU dalam menetapkan harga produk simpanan dan
pembiayaan selalu dipengaruhi oleh proporsi bagi hasil (margin). Oleh karenanya, di
awal perjanjian BMT MUU senantiasa membuat akad terlebih dahulu sehingga kedua
belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan (‟an tarā.d in minkum).
15 | P a g e
4. Strategi placement, distribusi yang dilakukan oleh BMT MUU yaitu dengan dua
metode yaitu distribusi langsung dan distribusi tidak langsung. Distribusi langsung
yaitu anggota datang sendiri
ke kantor BMT MUU. Sedangkan distribusi tidak
langsung yaitu bagian marketing mendatangi atau jemput bola ke rumah anggota, ke
sekolah-sekolah, toko kelontong dll. Penentuan penempatan kantor layanan oleh BMT
MUU juga mengakomodir keinginan para anggotanya yang berorientasi pada pangsa
pasar yang baik dan signifikan.
5. Strategi promotion, promosi yang dilakukan oleh BMT MUU yaitu dengan promosi
penjualan dan publikasi (brosur). Hal ini di lakukan untuk menambah jumlah anggota
dan agar BMT MUU lebih diketahui bahkan dikenal keberadaanya oleh masyarakat
umum, khususnya masyarakat D.I. Yogyakarta.
Daftar Pustaka
Amjad, Saat Suharto. 2011. “Baitul Maal wat-Tamwil: BMT Suatu Alternatif Sumber
Pendanaan bagi Usaha Mikrokecil”. Paper disampaikan pada Stadium General
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Charles W, Lamb. 2001. Pemasaran. Jakarta: PT Salemba Emban Patria.
Handoko, T. Hani. 1995. Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.
http://gampito.blogspot.com/2008/06/probematika-operasionaliasi-bmt.html, diakses pada
tanggal 17 Agustus 2014.
http://www.republika.co.id/berita/syariah/keuangan/11/08/19/lq5gx4-bmt-bermasalah-didiy-capai-10-persen, diakses pada tanggal 17 Agustus 2014.
Iqbal, Munawar, Ausaf Ahmad, dan Tariqullah Khan. 1998. Challenges Facing Islamic
Banking, First Edition. King Fahd: Islamic Research and Training Institute nor of
the Islamic Development Bank.
Iswadi, Muhammad. 2004. ”Pemikiran Ekonomi Islam Indonesia (Studi Literatur Era
Reformasi)”. Tesis. Yogyakarta: Magister Studi Islam. UII.
Karim, Adiwarman A. 2007. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, edisi ketiga.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Kasmir. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kotler, Philip & Kevin Lane Keller. 2009. Marketing Management, Thisteenth Edition.
USA: Pearson Prenfice Hall.
Kotler, Philip dan A.B. Susanto. 2000. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta:
Salemba Empat.
16 | P a g e
Lukman, Syukri. 2008. “Kajian Upaya Penguatan Peran Microbanking dan Pendekatan
Pembiayaan Kelompok dalam Rangka Pengembangan UMK di Sumatera Barat”,
Center for Banking Research. Universitas Andalas: Sumatra Barat.
Mudjib, Abdul. 2001. Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh (al-Qowa‟idul Fiqhiyyah). Jakarta: Kalam
Mulia.
Muhammad, Rifqi. 2010. Akuntansi Keuangan Syariah Konsep dan Implementasi PSAK
Syariah. Yogyakarta: P3EI Press.
Muhammad. 2000. Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer. Yogyakarta: UII
Press.
__________. 2005. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Selayang Pandang BMT Mitra Usaha Ummat Tahun 2013
Sirojuddien, Abdul Rozak. 2013. “Urgensi Ekonomi Islam dalam Pembangunan
Ekonomi”. Artikel. Banten: LPM SiGMA.
Sudarsono, Heri. 2003. Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta : Ekonesia
Sumarni, Murti. 2002. Manajemen Pemasaran Bank Edisi Revisi. Yogyakarta: Liberty.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2003, Metodologi Penelitian Sosial Agama, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Taufiq, Amir. 2005. Dinamika Pemasaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tjiptono, Fandi. 1995. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi Offset.
Watsiqoh, Urwatun. 2012. “Analisis Marketing Mix pada Produk BBA (Bai Bitsaman Ajil)
di BMT Al-Hikmah Ungaran Semarang”. Tugas Akhir. Semarang: Prodi D3
Perbankan Syariah. Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri Walisongo.
17 | P a g e
Download