Edisi 9 Vol. II. Mei 2017 Perizinan Berbelit, Investasi Sulit p. 03 Indonesia Defisit Gas, Benarkah? p. 09 Buletin APBN Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI www.puskajianggaran.dpr.go.id ISSN 2502-8685 1 Dewan Redaksi Penanggung Jawab Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Pemimpin Redaksi Rastri Paramita, S.E., M.E. Redaktur Jesly Yuriaty Panjaitan, S.E., M.M. Ratna Christianingrum, S.Si., M.Si. Marihot Nasution, S.E., M.Si Adhi Prasetyo S. W., S.M. Editor Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM. Ade Nurul Aida, S.E. Daftar Isi Update APBN..................................................................................................p.02 Perizinan Berbelit, Investasi Sulit...................................................................p.03 Indonesia Defisit Gas, Benarkah?..................................................................p.09 Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id 2 Update APBN Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 1 Perizinan Berbelit, Investasi Sulit oleh Rastri Paramita*) Perizinan hingga saat ini masih menjadi kata yang masih menakutkan bagi investor yang hendak berinvestasi di Indonesia. Bukan hal yang baru bahwa pengurusan sebuah perizinan di Indonesia terutama terkait kemudahan berusaha masih belum efisien baik dari segi waktu maupun biaya. Panjangnya birokrasi, ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan yang satu dengan lainnya, dan kurangnya koordinasi yang baik antar stakeholder yang memiliki kewenangan mengeluarkan perizinan dalam berinvestasi menjadi permasalahan klasik yang harus segera dibenahi. Kemudahan berinvestasi berkorelasi positif dengan peningkatan investasi di Indonesia. Apabila semakin mudah investor berinvestasi maka investasi akan meningkat. Sehingga diharapkan multiplier effect dari investasi seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, menambah basis ekonomi dari konsumsi saja menjadi ekonomi berbasis konsumsi dan produksi, memperluas penciptaan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan nasional melalui pajak, pemerataan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Berdasarkan data IFC-World Bank mengenai ease of doing business (EODB), yang mengukur kemudahan berusaha dengan 10 indikator, sebagaimana tertera pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1, terdapat 6 indikator yang masih berada di peringkat lebih dari seratus. Tabel 1. Perkembangan Kemudahan Berusaha di Indonesia Periode 2013-2016 Indikator Kemudahan Berusaha *) DB 2013 Peringkat DB 2014 Peringkat DB 2015 Peringkat DB 2016 Peringkat starting business 171 163 167 151 dealing with construction permits 150 110 113 116 registering property 112 131 123 118 getting credit 67 71 70 62 Protecting minority investors 43 87 69 70 paying taxes 158 160 115 104 trading across border 61 104 113 108 enforcing contracts 171 170 171 166 resolving insolvency 71 73 74 76 getting electricity 101 45 Sumber: World Bank’s Doing Business Reports (diolah) 61 49 Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail:[email protected] 2 Berdasarkan data 2 tahun kerja nyata Jokowi-JK, terdapat 3.032 Peraturan Daerah yang menghambat perdagangan dan usaha yang telah dipangkas. Dari 3.032 Perda tersebut, berikut ini rincian alasan penghapusan perda, yaitu: Lamanya proses dan besarnya biaya biasanya berada ketika mengurus perizinan yang sifatnya sektoral. Bukan hanya ease of doing business di Indonesia yang masih menjadi tantangan pemerintahan saat ini, menurunnya daya saing global Indonesia pada tahun 2016 menjadi peringkat 41 dari sebelumnya peringkat 37, sebagaimana dirilis oleh World Economic Forum, menjadi hal lain yang harus segera diatasi. Dua faktor permasalahan utama yang menjadi penghambat daya saing di Indonesia tahun 2016 yaitu korupsi dan birokrasi pemerintah yang tidak efisien. Semakin berbelitnya pengurusan perizinan, maka kemungkinan terjadinya korupsi berupa pungli semakin besar. Terkait birokrasi pemerintah yang tidak efisien, hal ini juga tercermin dari panjangnya proses perizinan di Indonesia. • 1.164 perda terkait konsekuensi peralihan urusan pemerintahan daerah (izin tambang, sekolah lanjutan, kehutanan, dan pajak daerah). • 55 perda lain-lain (dihapus karena penulisan legal drafting/delegasi blanko). • 379 perda terkait pelayanan publik (KTP, pendidikan gratis, IMB berjangka waktu). • 462 perda yang dihapus karena implikasi putusan MK ( menara telekomunikasi, sumberdaya air, dan pajak hiburan). Usaha Pemerintah Dalam Menyederhanakan Perizinan • 972 perda yang dihapus terkait retribusi jasa umum (HO dan pendaftaran ulang) Terdapat beberapa usaha pemerintah dalam memperbaiki kemudahan berusaha di Indonesia, sebagaimana hasil laporan EODB Indonesia yang dikeluarkan oleh World Bank Tahun 2016, antara lain sebagaimana tertera dalam tabel 2. Turunan permasalahan dari tidak sedikitnya regulasi terkait perizinan di Indonesia yaitu banyaknya pihak yang berwenang mengeluarkan izin. Hal ini yang menyebabkan panjangnya birokrasi perizinan, lamanya pengurusan perizinan, dan besarnya ongkos perizinan di Indonesia. Ketidakseragaman SOP perizinan usaha antara satu pihak dengan pihak lain juga menyulitkan investor dalam memantau proses perizinannya. Contohnya, saat ini, izin prinsip usaha dapat diurus hanya memakan waktu 3 jam saja di BKPM, namun investor akan mengurus izin sektoral lain yang dibutuhkan di kementerian/lembaga dengan proses perizinan yang tidak akuntabel dan tidak transparan. Usaha pemerintah dalam memperbaiki kemudahan berusaha selain di pusat juga di lakukan di daerah, salah satunya dengan menerbitkan Permendagri Nomor 100 Tahun 2016 tentang Pedoman Nomenklatur Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Dan Kabupaten/Kota. Tujuan dari Permendagri ini adalah untuk menyeragamkan prosedur perizinan usaha di seluruh provinsi dan kabupaten/kota. Sehingga perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota 3 Tabel 2. Rekapitulasi Perbandingan EODB Tahun 2016 dan Perbaikan EODB Tahun 2017 No. Indikator EODB 2016 Perbaikan EODB 2017 1 Memulai usaha (starting a business) Prosedur: 13 prosedur Waktu: 47 hari Biaya: Rp6,8 juta-Rp7,8 juta Izin: 5 (SIUP, TDP, akta pendirian, Izin tempat usaha, izin gangguan Prosedur: 7 prosedur Waktu: 10 hari Biaya: Rp2,7 juta Izin: 3 (SIUP dan TDP terbit bersamaan, akta pendirian) 2 Perizinan terkait pendirian bangunan (dealing with construction permits) Prosedur: 17 prosedur Waktu: 210 hari Biaya: Rp86 juta Izin: 4 (IMB, UKL/UPL, SLF, TDG) Prosedur: 14 prosedur Waktu: 52 hari Biaya: Rp70 juta Izin: 3 (IMB, SLF, TDG) 3 Pendaftaran properti (registering property) Prosedur: 5 prosedur Waktu: 25 hari Biaya: 10,8 persen dari nilai properti Prosedur: 3 prosedur Waktu: 7 hari Biaya: 8,3 persen dari nilai properti/nilai transaksi 4 Pembayaran pajak (paying taxes) Prosedur: 54 kali pembayaran Prosedur: 10 kali pembayaran dengan sistem online 5. Akses perkreditan (getting credit) -Belum terdapat biro kredit swasta/lembaga pengelola informasi perkreditan. - Sistem jaminan fudisial online hanya bisa diakses oleh notaris dan migrasi data dilakukan secara manual. -Telah diterbitkan izin usaha kepada 2 biro kredit swasta/lembaga pengelola informasi perkreditan. -Sistem jaminan fudisia online bisa diakses oleh notaris dan pihak lain di luar notaris. -Migrasi data dilakukan secara online untuk Pulau Jawa 6 Penegakkan kontrak (enforcing contract) -Penyelesaian gugatan sederhana belum diatur. -Waktu penyelesaian perkara tidak diatur. Berdasarkan hasil survei EODB, waktu penyelesaian perkara adalah 471 hari. -Telah ada tata cara penyelesaian gugatan sederhana. -Jumlah prosedur: 8 prosedur dan menjadi 11 prosedur jika ada banding. -Waktu penyelesaian adalah 28 hari dan menjadi 38 hari jika ada banding. 7 Penyambungan listrik (getting electricity) Prosedur: 5 prosedur Waktu: 80 hari Biaya SLO: RP17,5/VA Biaya penyambungan: Rp969/VA Uang jaminan langganan (UJL) dalam bentuk tunai. Prosedur: 4 prosedur Waktu: 25 hari Biaya SLO: RP15/VA Biaya penyambungan: Rp775/VA Uang jaminan langganan (UJL) dapat menggunakan Bank Garansi. 8 Perdagangan lintas negara (trading across borders) Dilakukan offline. -Dilakukan menggunakan online modul untuk Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB). -Ada batas waktu penumpukan (long stay) dalam pelabuhan paling lama 3 hari. 9 Penyelesaian perkara kapilitan (resolving insolvency) -Biaya kurator dihitung berdasarkan nilai harta debitur. -Berdasarkan survey EODB, waktu s.d. pemberesan: 730 hari. -Recovery cost: 30 persen Biaya sudah diatur dan dihitung berdasarkan nilai utang (jika berakhir dengan perdamaian) dan berdasarkan nilai pemberesan (jika berakhir dengan pemberesan). 10 Perlindungan Peraturan sudah ada, namun terhdapa kurang sosialisasi. investor minoritas Sumber: eodb.ekon.go.id 4 Peraturan yang sudah ada perlu disosialisasikan lebih luas dan efektif. 4. Izin Prinsip Penanaman Modal Asing 5. Izin Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri 6. Angka Pengenal Importir (Baru, Penyesuaian, Perpanjangan) 7. Izin Usaha Toko Swalayan untuk Hypermarket (Perpanjangan) 8. KIU Angkutan Barang & Trayek 9. Rekomendasi Penyelenggaraan Perjalanan Haji dan Umrah 10.Izin Pembukaan Kantor Cabang Penanaman Modal Dalam Negeri 11.Tanda Daftar Pertunjukan Temporer (Asing) 12.Tanda Daftar Hotel Bintang yang menyelenggarakan, urusan pemerintah bidang penanaman modal dan PTSP berbentuk dinas, serta pembentukan kelembagaan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang penanaman modal dan PTSP terdapat keseragaman dalam nomenklaturnya sehingga memudahkan investor yang ingin berinvestasi di daerah. Benchmarking Kemudahan Berusaha di DKI Jakarta Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) adalah satuan kerja perangkat daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2013 tentang penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Satuan kerja ini memiliki tugas untuk melayani perizinan dan non perizinan dengan sistem satu pintu. Silence is consent adalah sebuah bentuk komitmen BPTSP Provinsi DKI Jakarta dalam memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat Jakarta dalam bentuk penerbitan izin dan non izin yang sesuai Estimated Time of Accomplishment (ETA). Uji coba layanan silent is consent akan dilakukan pada 12 jenis izin dan non izin, yakni: 1. Rekomendasi Penguningan Kendaraan (Perubahan Status Kendaraan) 2. Izin Usaha SPBU 3. Izin Prinsip Penanaman Modal Dalam Negeri Pemohon izin saat ini tidak perlu lagi pergi ke masing-masing dinas terkait, cukup datang ke kantor BPTSP terdekat. Segala berkas permohonan akan diproses langsung oleh BPTSP. Tujuan dibentuknya BPTSP sebagai one stop service di DKI Jakarta adalah sebagai berikut: • Meningkatkan pelayanan perizinan dan non perizinan • Memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan layanan perizinan dan non perizinan • Meningkatkan kepastian pelayanan perizinan dan non perizinan Kini BPTSP memiliki 318 service point yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. 5 Gambar.1. Perbandingan sebelum dan sesudah Simplifikasi Mengurus Usaha dan Izin Bangunan di Jakarta Sumber: pelayanan.jakarta.go.id Daftar Pustaka Dinas Penanaman Modal & PTSP Prov DKI Jakarta. 2016. Silence Is Consent. Diakses dari http://pelayanan.jakarta. go.id/site/detailnews?id=silence-isconsent Tanggal akses 15 Mei 2017 Kerjanyata. Percepatan Kebijakan Deregulasi Ekonomi. Diakses dari https://kerjanyata.id/portfolio/tigafokus-utama-iii-kebijakan-deregulasiekonomi/. Tanggal akses 10 Mei 2017 Permendagri Nomor 100 Tahun 2016 tentang Pedoman Nomenklatur Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Dan Kabupaten/Kota. Doing Business In Indonesia. 2017. Diakses dari http://eodb.ekon.go.id. Tanggal akses akses 15 Mei 2017 World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 20162017. Diakses dari http://www3. weforum.org/docs/GCR20162017/05FullReport/ 6 Catatan Redaksi Berdasarkan penjabaran di atas, diperlukan kebijakan yang mampu memenuhi kebutuhan investor dan kepentingan pemerintah akan investasi. Kebijakan tersebut dapat berupa harmonisasi dan sinkronisasi seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan investasi terutama yang mengatur tentang perizinan usaha. Hasil dari harmonisasi dan sinkronisasi ini dapat berupa perubahan, penggantian atau penghapusan peraturan perundang-undangan yang ada. Bahkan jika diperlukan, pemerintah dapat melakukan diskresi kebijakan, terutama yang menyangkut berbagai sektor atau stakeholder sehingga pelaksanaan peraturan dapat lebih mudah untuk ditegakkan tanpa tumpang tindih dan tidak multi tafsir. Harmonisasian dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan ini dapat dilakukan oleh badan yang sudah ada, seperti BPHN atau membentuk badan baru yang khusus melakukan penyelarasan peraturan tersebut. Dan untuk kedepannya, sebaiknya undang-undang tidak lagi menghasilkan pihak atau sektor berwenang mengeluarkan perizinan terutama yang berkaitan dengan usaha, sehingga perizinan yang dibuat dapat lebih efisien dari sisi waktu dan biaya. Terkait transparansi proses perizinan, sebaiknya, seluruh sektor baik di pusat maupun di daerah memiliki SOP yang sama, dengan standar biaya yang disesuaikan tingkat kemahalan suatu daerah dan dilakukan secara online agar lebih transparan dan akuntabel. BKPM sebagai lembaga yang berwenang mengurusi masalah investasi sebaiknya diberi kewenangan untuk mengkoordinasi stakeholder yang berwenang mengeluarkan perizinan usaha di seluruh Indonesia. Hal ini bermanfaat untuk menyelaraskan kebijakan antara di pusat dengan di daerah sehingga visi nasional untuk meningkatkan investasi di Indonesia akan lebih mudah tercapai. Selain mengkoordinasi,juga memiliki wewenang mengevaluasi kebijakan yang telah berjalan apakah masih sesuai dengan kebutuhan pasar atau perlu di amandemen agar lebih baik lagi. Selain perizinan di pusat, proses perizinan di daerah juga sebaiknya memiliki keseragaman nomenklatur, tolok ukur dan waktu yang sama, sehingga dapat lebih menarik investor berinvestasi di provinsi maupun kabupaten/kota. Pemerintah pusat juga harus mampu menyadarkan pemimpin daerah akan pentingnya investasi di daerah sebagai salah satu faktor penggerak roda perekonomian di provinsi dan kabupaten/kota. Bagaimana mengelola potensi investasi dan membangun kemudahan berinvestasi di daerah sebaiknya disosialisasikan pemerintah pusat. Salah satu membangun kemudahan berinvestasi di daerah yaitu dengan membangun sistem perizinan satu pintu dibuat online dan melibatkan perbankan dalam proses pembayarannya sehingga lebih akuntabel dan transparan. Selain online, proses perizinan usaha juga harus dibuat seefisien dengan berbiaya murah, sehingga dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di provinsi maupun kabupaten/kota. 7 Indonesia Defisit Gas, Benarkah? Dahiri *) Abstrak Kebutuhan pasokan gas domestik Indonesia terus mengalami kenaikan sebesar 9 persen setiap tahunnya. Kenaikan ini merupakan konsukensi logis dari suksesnya konversi minyak tanah ke LPG dan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Namun, kapasitas volume produksi terus mengalami penurunan dan kapasitas kilang cenderung stagnan. Kondisi ini dapat mengakibatkan Indonesia benarbenar mengalami defisit gas pada masa mendatang. Namun hal tersebut masih dapat diatasi jika Pemerintah dapat merealisasikan potensi cadangan yang telah terbukti sebesar 97,99 juta MMSCF. Dengan asumsi produksi rata-rata setahun sebesar 3,2 juta MMSCF, maka cadangan tersebut masih dapat menopang kebutuhan gas selama 30 tahun lagi. Pada bulan April 2017 Pemerintah melalui PT Pertamina sudah menandatangani kontrak impor gas dengan Exxon Mobil sebanyak 1 juta ton tiap tahunnya dimulai dari tahun 2025 sampai dengan tahun 2045. Sebelumnya, pada tahun 2014 lalu Pertamina juga telah menandatangani kontrak impor LNG sebesar 1,5 juta ton per annual (MTPA) mulai 2019 dari Cheniere Corpus Christi. Menurut neraca gas bumi Kementrian ESDM tahun 2016-2035, Indonesia mulai impor gas pada tahun 2019 karena permintaan gas sudah mencapai sebesar 3.402.895 MMSCF sedangkan pasokan gas dalam negeri hanya mencapai sebesar 2.792.615 MMSCF, sehingga tahun 2019 harus mengimpor gas sebesar 610.280 MMSCF. Bahkan pada tahun 2035 impor gas akan melebihi kapasitas produksi dalam negeri. Impor tersebut pada dasarnya tidak salah, karena kapasitas volume terus menurun, sementara kebutuhan konsumsi akan gas semakin meningkat tiap tahunnya. Selain melihat kapasitas produksi dan besarnya konsumsi, Pemerintah 1 seharusnya juga melihat potensi cadangan gas yang ada. Cadangan gas pada tahun 2015 sebanyak 151,33 juta MMSCF dengan cadangan terbukti sebanyak 97,99 juta MMSCF dan potensial 53,34 juta MMSCF (gambar 1). Jumlah cadangan ini jelas masih cukup untuk memenuhi permintaan gas dalam negeri. Permasalahan impor bukan semata karena kapasitas produksi yang menurun tapi belum optimalnya pemanfaatan potensi yang ada. Gambar 2. Perkembangan Cadangan Gas (dalam Juta MMSCF) Sumber : Kementerian ESDM, diolah. Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected] 8 Upaya Mengurangi Defisit Gas Perizinan yang masih terlalu lama dan panjang perlu adanya perbaikan demi meningkatkan kegiatan eksplorasi. Perizinan juga cenderung mengalami perbedaan antara Pemerintah pusat dan daerah sehingga sinkronisasi regulasi pusat dan daerah harus memiliki sistem yang terintegrasi. Dampak dari belum terintegrasinya sistem perizinan ini adalah terkendalanya izin pembebasan lahan (gambar 3). Pembebasan lahan merupakan langkah awal dari kegiatan eksplorasi. Gas merupakan salah satu sumber energi yang sangat penting bagi roda pemerintahan Indonesia. Permintaan gas setiap tahun cenderung meningkat, tapi kapasitas produksi terus menurun dan kapasitas kilang cenderung stagnan. Kapasitas sumur produksi yang telah ada jelas tidak akan bertambah volumenya, bahkan terus mengalami penurunan. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri Pemerintah terus melakukan impor, padahal potensi cadangan gas masih cukup berlimpah. Oleh karena itu Pemerintah perlu melakukan upaya untuk mengoptimalkan potensi tersebut. Adapun upaya-upaya yang harus segera dilakukan oleh Pemerintah yaitu: Gambar 3. Kendala Realisasi Eksplorasi a.Memperbaiki Regulasi Investasi Regulasi merupakan langkah awal untuk melakukan kegiatan eksplorasi. Masih adanya regulasi yang tumpang tindih akan menghambat para investor untuk investasi khususnya gas. Gambar 2 menunjukkan regulasi merupakan permasalahan utama dalam pengembangan kegiatan eksplorasi. Sumber : SKK MIGAS Selain permasalahan perizinan, Peraturan Pemerintah No.79 Tahun 2010 terkait mekanisme pengenaan PBB saat ini cukup memberatkan kegiatan eksplorasi karena seluruh pengenaan PBB Migas dimasukkan sebagai komponen biaya bagi KKKS Migas pada masa eksplorasi dan akan dikembalikan melalui mekanisme cost recovery pada saat produksi sehingga kontrak kerja sama setelah tahun 2010 harus membayar terlebih dahulu PBB Migas. Sedangkan sebelum dikeluarkannya PP tersebut, PBB Migas masih dibayarkan oleh Pemerintah. Pemberlakuan PP ini membuat para investor cenderung tidak tertarik untuk merealisasikan komitmennya. Padahal Gambar 2. Faktor Permasalahan Eksplorasi Sumber : SKK MIGAS 9 dalam kegiatan eksplorasi tersebut masih terdapat kemungkinan gagal penemuan cadangan migas. Jika KKS mengalami kegagalan tersebut, maka KKS akan mengalami kerugian dari segi biaya operasional eksplorasi maupun biaya PBB. Akibat dari regulasi tersebut yaitu terjadinya penurunan kegiatan eksplorasi dari 81 persen menjadi 31 persen sehingga investasi juga mengalami penurunan. gas. Kegiatan Eksplorasi memerlukan jangka waktu yang panjang. Selain waktu, permodalan juga menjadi penting untuk dipersiapkan oleh KKKS dalam melakukan kegiatan eksplorasi. Kegiatan ini sangat membutuhkan dana yang besar. Resiko ketidakberhasilan dari kegiatan eksplorasi cukup tinggi. Besarnya resiko dan mahalnya biaya eksplorasi menjadi faktor minimnya kegiatan eksplorasi. Selain itu, proses dari eksplorasi sampai dengan produksi memakan waktu yang cukup lama. Proses waktu yang begitu lama, berimplikasi pada perputaran arus modal. Modal yang sudah dikeluarkan oleh KKKS dari eksplorasi sampai dengan eksploitasi atau produksi harus menunggu lama. Sedangkan waktu KKKS menikmati hasil relatif lebih pendek. Kegiatan ini perlu menjadi perhatian Pemerintah dengan memberikan insentif kepada KKKS yang melakukan kegiatan eksplorasi. Insentif yang dimaksud dapat berupa perpanjang jangka waktu kontrak dan Fasilitas Sharing (penggunaan fasilitas bersama) antar KKKS sebagai upaya meminimalisir biaya operasional eksplorasi. b. Pemerintah Harus Fokus dalam Meningkatkan Kegiatan Eksplorasi Kegiatan eksplorasi setiap tahun terus mengalami penurunan. Kegiatan ini memiliki resiko yang tinggi dan Pemerintah harus memberikan perhatian khusus, karena eksplorasi merupakan pintu utama untuk produksi gas. Proporsional kegiatan ekploitasi lebih dominan dari kegiatan eksplorasi, padahal kondisi yang ideal yaitu deviasi antara eksplorasi dan eksploitasi tidak terlalu jauh (gambar 4). Jika hal ini tidak menjadi perhatian Pemerintah, maka Indonesia di masa yang akan datang dapat mengalami krisis energi atau defisit Gambar 4. Perbandingan Kegiatan Eksploitasi dan Eksplorasi Sumber : SKK MIGAS 10 Peningkatan kegiatan eksplorasi ini masih mungkin untuk direalisasikan karena kondisi geografis Indonesia saat ini masih memiliki potensi besar. Berdasarkan peta migas, terdapat sekitar 86 cekungan migas di Indonesia, sedangkan yang baru dieksplorasi sebanyak 20 cekungan (Rahmadi/HAGI, 2016). Artinya Indonesia masih memiliki banyak potensi untuk bisa meningkatkan kapasitas produksi listrik sebesar 14 persen, dan pupuk 10 persen (gambar 6). Jika ketergantungan akan gas dari ketiga sektor tersebut dapat dialihkan ke EBT, maka penghematan gas dapat dilaksanakan. Saat ini pemenuhan energi yang mungkin dapat segera direalisasikan yaitu dari sektor listrik. Pemenuhan energi listrik masih didominasi oleh energi fosil sebesar 94 persen dan sisanya EBT sebesar 6 persen. Dari 94 persen energi fosil tersebut, gas Gambar 5. Sukses Rasio Sumur Eksplorasi (Persen) Sumber : Himpunan Ahli Geofisika (HAGI) migas. Kemudian perkembangan teknologi pengeboran menjadi pemicu untuk bisa meningkatkan kegiatan eksplorasi. Setiap tahun sukses rasio eksplorasi semakin meningkat. Dengan pemanfaatan teknologi terkini, Indonesia bisa berpotensi meningkatkan produksi mengingat cekungan yang belum tereksplorasi masih banyak. Kemajuan teknologi bisa memberikan motivasi bagi perusahaan yang bergerak pada bidang eksplorasi. Gambar 5 menunjukkan Sukses rasio dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 lebih dari 60 persen. Pencapaian ini merupakan kabar baik bagi kegiatan eksplorasi. c.Mengoptimalkan Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) Untuk Menghemat Gas Pemanfaatan terbesar dari gas bumi untuk kebutuhan domestik terdiri dari kebutuhan industri sebesar 19 persen, memberikan kontribusi sebesar 22 persen. Perlu diketahui bahwa energi fosil dari gas ini memiliki limit volume, artinya kapasitas produksi gas akan terus menurun setiap tahunnya bahkan sampai titik nol produksi. Kapasitas volume gas bumi dengan produksi rata-rata sebesar 3 juta MMSCF dan Gambar 6. Pemanfaatan Gas Bumi (Persen) Sumber : SKK MIGAS 11 cadangan sebesar 98 juta MMSCF masih memiliki umur 33 tahun. Selain keterbatasan kapasitas, potensi cadangan dalam kegiatan ekplorasi juga belum optimal, sementara konsumsi gas terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan saat ini untuk memenuhi kebutuhan gas bumi Pemerintah telah melakukan impor. Keterbatasan energi fosil gas ini harus menjadi pendorong bagi Pemerintah untuk dapat segera meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan EBT sebagai energi alternatif pendukung ketenagalistrikan. Berbeda dengan energi fosil yang memiliki keterbatasan, sumber daya EBT tidak memiliki keterbatasan karena bersumber dari bumi sendiri bukan dari fosil. Dengan termanfaatkannya EBT, maka ketergantungan energi fosil gas untuk listrik dapat menurun sebesar 14 persen. Potensi sumber daya EBT untuk listrik masih sangat potensial yaitu sebesar 443.200 Megawatt. Namun potensi tersebut baru termanfaatkan sebesar 15,35 persen atau sebesar 8.211,28 Megawatt. Potensi panas bumi sebesar 29.500 Megawatt dengan realisasi sebesar 4,9 persen, air sebesar 94.500 Megawatt dengan realisasi sebesar 5,3 persen, bioenergi sebesar 32.700 Megawatt dengan realisasi sebesar 5,1 persen, surya sebesar 207.900 Megawatt dengan realisasi 0,04 persen, angin sebesar 60.600 Megawatt dengan realisasi sebesar 0,01 persen, dan laut sebesar 18.000 Megawatt dengan realisasi sebesar 0,002 persen. Rekomendasi Perkembangan kebutuhan domestik untuk gas terus meningkat dengan rata-rata sebesar 9 persen per tahunnya. Mulai tahun 2013 kebutuhan gas domestik juga telah melebihi volume ekspor. Sebelum tahun 2000 Indonesia telah memiliki kesepakatan dengan Tiongkok untuk ekspor gas dan kebutuhan domestik masih relatif belum ada, maka pemenuhan kebutuhan domestik juga harus mengimpor karena sebagian hasil produksi untuk ekspor. Selain permasalahan tersebut, kapasitas produksi gas bumi nasional pun mengalami penurunan setiap tahunnya. Kondisi ini dapat mengakibatkan Indonesia benar-benar mengalami defisit gas. Namun hal tersebut masih dapat diatasi jika Pemerintah dapat merealisasikan dari potensi cadangan terbukti sebesar 97,99 juta MMSCF. Dengan asumsi produksi rata-rata setahun sebesar 3,2 juta MMSCF, maka cadangan tersebut masih dapat menopang kebutuhan gas selama 30 tahun lagi. Oleh karena itu perlunya upaya Pemerintah untuk dapat mendorong kegiatan eksplorasi dengan kebijakan sebagai berikut : 1. Perlunya regulasi yang terintegrasi antara pemerintah pusat dan daerah serta regulasi antara kementerian yang bisa saling bersinergi dalam mendukung kegiatan eksplorasi dalam hal pembebasan lahan. 2. Perlu menghilangkan disinsentif fiskal terhadap pengenaan PBB sektor eksplorasi. 3. Perlunya dukungan dalam Fasilitas Sharing antar KKKS sebagai upaya meminimalisir biaya operasional eksplorasi sehingga dapat menarik investor untuk melakukan kegiatan eksplorasi. 4. Mengoptimalkan realisasi kapasitas terpasang kelistrikan dengan EBT untuk penghematan gas sebesar 14 persen. 12 Daftar Pustaka Rahmadi, Dicky. 2016. Pencarian Cadangan Migas, Upaya Eksplorasi, Tantangan, Dan Rekomendasi. Jakarta : HAGI BPPT. 2016. Outlook Energi Indonesia 2016 : Pengembangan Energi untuk Mendukung Industri Hijau. Jakarta : PTSEIK BPPT. SKK Migas. 2016. Laporan Tahunan 2015. Jakarta : SKK Migas. Kementerian ESDM. 2016. Statistik Minyak dan Gas Bumi. Jakarta : Ditjen Migas Sunaryadi, Amien. 2016. Melorotnya Penerimaan Migas: Pencarian Cadangan Minyak dan Gas Baru Adalah Solusinya. Jakarta : SKK Migas Kementerian ESDM. 2016. Handbook of Energy & Economic Statistics Of Indonesia. Jakarta :KEMENESDM 13 Buletin APBN Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI www.puskajianggaran.dpr.go.id Telp. 021-5715635, Fax. 021-5715635 e-mail [email protected] 14