bab v kesimpulan

advertisement
BAB V
KESIMPULAN
Dari penjelasan pada Bab III dan Bab IV mengenai implementasi serta
evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan
bahwa kebijakan tersebut gagal. Pada akhirnya kekerasan tidak dapat dilawan dengan
kekerasan dan berdampak pada kegagalan. Amerika Serikat telah berhasil
membentuk isu terorisme sebagai isu internasional yang membutuhkan dukungan
dunia. Pasca berakhirnya isu perang dingin dirasakan harus ada sebuah isu baru yang
dapat menyatukan dukungan dunia dengan hegemoni Amerika Serikat untuk
mengontrol dunia melalui pemberantasan “Musuh Bersama”.
Konsep politik “reward and punishment” menjadi salah satu upaya Amerika
Serikat dalam menjalankan kebijakannya melawan terorisme. Bagi negara yang
mendukung keputusan Amerika Serikat akan mendapatkan “reward” dukungan dan
bantuan dari Amerika Serikat, namun bagi negara yang tidak memberikan
dukungannya harus bersiap menerima “punishment” yaitu misalnya embargo
ekonomi.
Defining moment serangan 11 September 2001 menjadi titik tolak perubahan
politik Amerika Serikat yaitu unilateralisme. Amerika Serikat berhasil menghimpun
dukungan negara-negara di dunia demi menjalankan salah satu misinya yaitu adalah
122 invasi militer ke Afghanistan dan Irak. Sampai akhir dua masa pemerintahan George
W Bush kebijakan War on Terrorism berakhir dengan kegagalan.
Sebuah negara besar memiliki peradaban dalam interaksi dan eksistensinya
baik di dalam dan di luar negeri. Disamping itu negara yang besar seperti Amerika
Serikat juga memiliki visi dan misi yang tertuang dalam kepentingan nasionalnya.
Kepentingan nasional Amerika Serikat merupakan tujuan utama negara yang tertuang
di dalam kebijakan luar negeri Amerika yang bersumber dari nilai-nilai tradisional
Amerika atau American Exceptionalism, seperti manifest destiny, American Dream
dan liberalisme. Kepentingan nasional Amerika terdiri dari dua kepentingan pokok
yaitu idealism dan pragmatism. Kepentingan idealism adalah mengamankan dan
melestarikan nilai-nilai tradisi perjuangan bangsa Amerika dan kepentingan
pragmatisme adalah mengamankan kepentingan politik, ekonomi, keamanan wilayah.
Semua kepentingan nasional tersebut menjadi identitas yang membedakan Amerika
dengan negara lain. Pasca Perang Dingin, Amerika menjadi kekuatan Unipolar,
sehingga semakin menguatkan pengaruhnya terhadap kepentingan Amerika untuk
menjaga keamanan dunia. Ada tiga hal pokok kepentingan Amerika pasca serangan
terorisme 11 September 2001 yang berpengaruh terhadap perkembangan politik di
seluruh dunia yaitu, keamanan, ekonomi dan hak asasi manusia.
Terkait dengan nilai-nilai American Exceptionalism bahwa bangsa Amerika
mempercayai diri mereka sebagai the chosen people yang memiliki tugas dan
tanggung jawab untuk mengamankan dunia. Hal tersebut secara tidak langsung
123 sebuah pernyataan sepihak sebagai bangsa yang unggul. Secara logika memang
kemajuan Amerika mengungguli bangsa lain di dunia serta didukung oleh kekuatan
dalam berbagai bidang, namun apakah Amerika dapat memimpin dunia sendiri?
Karena sistem politik unipolar akan bertahan lama apabila terjadi kemakmuran dan
keadilan serta mengutamakan kepentingan idealism dari pada kepentingan
pragmatisme, tetapi sebaliknya sistem tersebut akan berakhir dengan kekerasan dan
perang jika mengutamakan kepentingan pragmatisme.
Kebijakan Amerika atas invasi ke Irak sebagai salah satu kebijakan yang
menuai banyak kritik dari tokoh-tokoh dunia. Mereka menilai masih banyak pilihan
lain selain perang yang mengatasnamakan “Just War” atau perang keadilan atas
korban serangan 11 September 2001 dan keamanan dunia dari senjata pemusnah
massal. Ditambah lagi sebagian besar negara anggota PBB menolak untuk melakukan
invasi ke Irak seperti Jerman, Perancis dan Rusia. Lalu setelah tidak ditemukannya
senjata pemusnah massal dan kaitan Saddam Hussen dengan serangan 11 September
2001 walaupun Presiden Bush tetap bersikeras untuk menjalankan invasi tersebut.
Hingga pada akhirnya Amerika harus menyiapkan dana yang cukup besar
untuk menyediakan biaya, seperti alat-alat perang, logistik tentara dan perbaikan
pasca invasi. Hal tersebut menjadi konsekuensi bagi Amerika untuk mengeluarkan
anggaran belanja negara yang relative besar. Kemunduran ekonomi Amerika semakin
jelas ketika pada tahun 2008 Amerika mengalami resesi ekonomi. Walaupun Amerika
mengalami kerugian besar, tetapi pemerintah Amerika mengganggap kerugian hasil
124 invasi
militer
merupakan
konsekuensi
dari
sebuah
perang
yang
hanya
mengedepankan kepentingan pragmatisme.
Jika menggunakan asumsi kaum realis, dapat disimpulkan bahwa kebijakan
War on Terrorism hanya sebagai bentuk implementasi kepentingan Amerika Serikat
dalam memenuhi kepentingan nasionalnya dibawah payung perang global melawan
terorisme (Global War on Terrorism). Dengan menggunakan rasionalitas dari
pemerintah Amerika Serikat dapat dikatakan meskipun Amerika Serikat muncul
sebagai satu-satunya negara Super Power, tetapi tidak selalu akan memenangkan
semua pertempuran. Sesuai dengan pemikiran realis, masih banyak kekuatan lain
yang akan melawan, bahkan juga mendukung aksi terorisme itu sendiri.
Dari penelitian ini, maka dapat diambil pelajaran bahwa kepentingan
nasional harus sejalan dengan kepentingan internasional. Prinsip dasar yang
mengedepankan check and balance dan prinsip etika dalam hubungan antarbangsa.
Dengan dicanangkannya “perang melawan terorisme” oleh Amerika, terbuka pula
peluang bagi perubahan fundamental dalam hubungan antar negara besar (major
powers). Rusia dan Cina misalnya, kini seolah menemukan sebuah "perekat" baru
untuk memperbaiki hubungan mereka dengan Amerika. Semua negara anggota tetap
Dewan Keamanan PBB, misalnya, menyatakan dukungan penuh terhadap serangan
Amerika di Afghanistan. Di samping itu, dengan ikut serta dalam memerangi
terorisme, Jepang dan Jerman mendapat kesempatan untuk segera menjadi negara
“normal.” Respon Jepang yang untuk pertama kalinya mengirimkan peralatan
125 perangnya ke Afghanistan untuk mendukung operasi militer AS dilihat banyak pihak
sebagai langkah awal ke arah demikian. Ketidaksetujuan Perancis, Jerman, Rusia, dan
Cina terhadap invasi ke Irak terbukti tidak menimbulkan kerusakan dan ketegangan
serius dalam hubungan mereka dengan Amerika. Dengan kata lain “perang melawan
terorisme”
menjadi
faktor
dasar
bagi
terjadinya
penyesuaian-penyesuaian
(realignment) dalam hubungan antar-negara besar, yang lebih ditandai oleh keinginan
berdiplomasi ketimbang konfrontasi. Kemudian di masa yang akan datang dapat
terwujud tujuan akhir dari kepentingan internasional yaitu terciptanya masyarakat
dunia yang aman, tertib dan harmoni.
126 
Download