BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Saat ini Indonesia telah memasuki media saturated era, yaitu era
dimana media massa mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik
dari sisi teknologi media maupun konten medianya itu sendiri. Media
massa disini mencakup berbagai macam jenis media, baik televisi, radio,
surat kabar, majalah, buku, rekaman, film, maupun internet. Hal ini dapat
ditunjukan dengan adanya 12 stasiun televisi nasional dan 129 stasiun
televisi lokal (Asianwaves.net, 2011), 1800 stasiun radio (Yulianti, 2010),
40 surat kabar nasional (Lintasberita.com, 2010) serta lebih dari 1 triliun
situs internet yang dapat diakses dengan mudah (Ningrum, 2008). Media
saturated era ini kemudian menuntut para pelajar untuk lebih cerdas
dalam menggunakan dan mengoperasikan media, pelajar juga dituntut
kritis terhadap konten-konten yang ada didalamnya. Di antara media
massa lainnya, televisi memang primadonanya. Televisi dianggap sebagai
sarana yang relatif murah dan mudah diakses untuk mendapatkan hiburan
dan informasi. Konten televisi sering mengabaikan fungsi pendidikan atau
pencerdasan penonton. Sebagian besar produk televisi adalah program
yang bertema kekerasan, pornografi, dan hal-hal yang tidak rasional. Hal
ini penting karena bagaimanapun, tidak semua informasi yang ada dalam
media massa benar dan bermanfaat.
1
Media massa sesungguhnya lebih dari sekedar merefleksikan
realitas melainkan merepresentasikan realitas (Iriantara, 2009). Salah satu
contoh adalah studi yang dilakukan Sen dan Hill (Iriantara, 2009)
menunjukkan bagaimana media massa di Indonesia bukan menjalankan
peran merefleksikan realitas, melainkan merepresentasikan realitas.
kenyataan ini dapat menimbulkan bias/ambigu terkait yang disajikan
sehingga masyarakat tidak mendapatkan kebenaran. Konsekuensi dari
perkembangan tersebut adalah media massa mendorong khalayaknya
untuk menikmati dirinya sendiri dan membeli produk, sehingga media
massa menyajikan apa yang laku atau popular di masyarakat tanpa
memperdulikan apakah hal tersebut melecehkan logika, mengacak-acak
budaya, mengumpulkan hati nurani, atau mengabaikan kepentingan publik
(Subiakto, 2005). Hiburan yang ditampilkan di televisi, mampu
mempengaruhi pikiran dan gaya hidup pelajar (Burton, 2008).
Temuan KPI tentang siaran televisi menyebutkan bahwa tayangan
kekerasan di televisi berjumlah 95.8% kekerasan fisik, 1.4% kekerasan
verbal, serta 2.8% kekerasan verbal dan fisik (Iriantara, 2009). Temuan ini
menjadi sangat mengkhawatirkan karena televisi adalah media massa yang
sangat banyak diakses sehingga dikhawatirkan akan memberi dampakdampak negatif (Sumaryati, 2011).
Salah satu program acara siaran televisi adalah variety show.
Variety show merupakan format acara televisi yang mengkombinasikan
berbagai format seperti talk show, magazine show, kuis, game show, music
2
concert, drama, dan situasi komedi (Naratama, 2006). Saat ini televisi
Indonesia seakan menawarkan sejumlah variety show yang beragam.
Padahal, jika ditilik, kebanyakan dari acara tersebut memiliki konsep
serupa, misalnya tayangan Yuk Kita Smile (YKS), Pesbuker, dan Campurcampur.
Program-program berkonsep variety show tersebut sama-sama
menyuguhkan komedi slapstick dari para artis yang terlibat didalamnya.
Sayangnya, kebanyakan dari program tersebut dinilai kurang mendidik
oleh masyarakat. Sebagai contoh dalam tayangan YKS sering sekali ada
adegan kekerasan fisik seperti menaburi bedak dimuka lawan main, ada
juga yang berupa kekerasan verbal seperti saling mengejek antar pemain.
Hal seperti ini cenderung membawa pengaruh buruk bagi penonton di
bawah umur, karena program ini ditayangkan pada primetime yang
memungkinkan ditonton seluruh anggota keluarga. Di samping itu, dapat
dilihat pula dari beberapa aduan yang disampaikan masyarakat melalui
situs kpi.go.id yang dibuka Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Kebanyakan pengaduan yang mengalir di situs tersebut mengkritik
guyonan yang terlalu kasar (saling mencela/ menghina/ melecehkan orang
lain), penampilan yang tidak semestinya misalkan laki-laki berdandan
seperti perempuan, hingga goyangan yang dianggap terlalu vulgar,
misalnya goyang caisar dan goyang oplosan yang ditampilkan di program
YKS. Tidak hanya goyangannya yang dikritik, tetapi juga lirik lagu yang
mengiringinya.
3
Dari tayangan YKS ini, sudah banyak sekali dari kalangan anakanak, pelajar bahkan orang tua yang suka menirukan goyangan Caesar dan
oplosan yang menonjolkan gerakan fulgar/erotis. Hal ini terlihat dari
banyaknya pelajar yang mengunggah video meraka yang sedang
menirukan goyang oplosan dan Caesar di youtube, seperti yang dilakukan
oleh siswa SMA Kesatrian 2 Semarang yang membuat flash mob goyang
oplosan
(www.youtube.com/watch?v=6-rmwIOPl0U).
Dikhawatirkan
dengan melihat atau bahkan menirukan gerakan semacam itu, para pelajar
akan mengartikan ke hal-hal yang negatif seperti pelecehan seksualitas.
Ada pula yang menirukan guyonan-guyonan dari para artis di YKS,
dimana guyonan tersebut sesungguhnya mengandung kekerasan verbal
seperti melecehkan/mengejek kekurangan fisik seseorang.
Pesbukers adalah program acara hiburan yang tayang setiap sore di
ANTV. Program acara komedi pesbukers yang sifatnya menghibur,
ternyata banyak mengandung unsur kekerasan, tayangan yang disajikan
sarat dengan unsur kekerasan, kekerasan yang muncul pada layar kaca
televisi tidak hanya pada adegan-adegan yang sadis, tetapi juga melalui
perkataan. Dalam acara pesbukers tidak jarang menampilkan ucapanucapan yang sarat dengan unsur kekerasan dan terkesan kurang beretika.
Contohnya seperti Sapri yang sering disebut „koreng‟, ‟kunyuk‟, dan
„borok‟ dan masih banyak lagi. Hal tersebut sangat tidak pantas dan
kurang mendidik bagi masyarakat khususnya pelajar.
4
Masyarakat khawatir, terutamanya bagi orang tua yang memiliki
anak di usia pelajar. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) bahwa
masa pelajar merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju
dewasa1. Banyaknya program televisi yang menampilkan program variety
show membuat mereka dengan mudah menirunya. Karena pelajar dalam
fase mencari jati diri, kecenderungannya akan ditiru dan mereka
melakukannya walaupun itu bertentangan dan tidak ada nilai-nilai yang
baik (Okezone.com, 21/11/2013)2. Media ikut serta membentuk sebagian
dari kepribadian pelajar. Jika media televisi secara gamblang menyajikan
adegan-adegan visual dalam program untuk pelajar, maka dari situlah awal
mulanya pelajar melakukan proses peniruan.
Perkembangan siaran televisi saat ini mengakibatkan konten siaran
semakin banyak sehingga sensor atau control negara terhadap isi media
semakin sulit dilakukan (Buckingham, 2001). Oleh karena itu, konsumen
media massa memerlukan alternatif lain agar dapat terlindungi dari efekefek negatif media massa. Konsep selain media watch yang kemudian
diperkenalkan untuk menghadapi tantangan media massa tersebut adalah
konsep literasi media. Berdasarkan National Leadership Conference on
Media Education, literasi media adalah kemampuan untuk mengakses,
menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan dalam
berbagai bentuk (Hobbs, 1999).
1
Haryanto, S.Pd, “Pengertian Masa Pelajar”, http://belajarpsikologi.com/pengertian-pelajar/,
disunting 9 November 2014 pukul 22:30
2
http://news.okezone.com/read/2013/11/20/560/900260/fase-mencari-jati-diri-pelajarterpengaruh-internet, disunting 9 November 2014 pukul 22:35
5
Literasi media merupakan upaya pembelajaran bagi khalayak
media sehingga menjadi khalayak yang memiliki kemampuan di tengah
dunia yang disebut dunia sesak-media (media-saturated) (Iriantara, 2009).
Selain itu, literasi media juga diperlukan untuk mempersiapkan warga
masyarakat khususnya pelajar bersentuhan atau diterpa (exposure) media
massa (Buckingham, 2001).
Kemampuan literasi media menjadi sangat penting untuk
menyiapkan dan memproteksi pelajar dari dampak-dampak negatif media
massa. Selain itu, literasi media juga penting untuk peningkatan kualitas
media (Subiakto, 2005), mengubah cara pandang masyarakat terhadap
media massa (Iriantara, 2009), pengembangan demokratisasi dan
partisipasi (Kellner, 2003), melindungi anak-anak dan dewasa dari efek
buruk komunikasi massa modern (Curry, 1999), dan memperbaiki
ketimpangan besar antara negara-negara industri yang mengontrol
pembuatan dan penyebaran produk-produk komunikasi dengan negaranegara lain (Hobbs, 1999).
Dengan demikian literasi media menjadi pengetahuan yang cukup
penting untuk dikuasai oleh pelajar agar mereka siap dalam menghadapi
tantangan-tantangan di era sesak-media ini. Pelajar harus mampu menjadi
manusia literat yang menguasai kompetensi-kompetensi literasi media
yang mencakup kemampuan menggunakan, menganalisa, mengevaluasi,
dan memproduksi informasi di media. Apabila pelajar belum mampu
menguasai kompetensi-kompetensi dari literasi media, maka pelajar dapat
6
terpengaruh efek negatif dari media. Berbagai studi juga telah
mengidentifikasi masalah dan persoalan yang muncul sebagai akibat
keterlibatan dalam pemanfaatan televisi, antara lain dapat menjadi
addiction
(ketergantungan),
merusak
hubungan
keluarga/sosial,
menimbulkan keterasingan dari realitas rusaknya disiplin kehidupan,
diabaikannya tugas utama seperti belajar. Selain itu ada orang-orang yang
tidak bertanggungjawab, yang hadir sengaja untuk merusak atau
mempengaruhi
demi
kepentingan
komersial,
ataupun
menyajikan
informasi membahayakan seperti pornografi, informasi tentang senjata
tajam, dan lain-lain3.
Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Bawang dan SMAN 1
Purwanegara Banjarnegara, dimana siswa dan siswi kelas X1 yang
menjadi responden. Peneliti memilih SMAN 1 Bawang dan SMAN 1
Purwanegara Banjarnegara sebagai populasi, dikarenakan sekolah tersebut
memiliki perbedaan baik dari lokasi sekolah maupun karakteristik
siswa/siswinya. SMAN 1 Bawang memiliki akreditasi yang baik dan
cukup diminati oleh beberapa kalangan siswa yang ada di Banjarnegara.
Selain itu sekolah ini juga merupakan sekolah favorit dan berada ditengah
kota Banjarnegara. Siswa-siswi SMAN 1 Bawang sebagian besar berasal
dari keluarga menengah ke atas dan merupakan penduduk kota.
Sedangkan SMAN 1 Purwanegara merupakan sekolah yang berada
di pinggiran kota Banjarnegara tepatnya dikecamatan Purwanegara, bukan
3
Riza Hernawati,dkk. “Pola Konsumsi Pelajar dalam Menonton Televisi”.
http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/sosial/article/viewFile/170/34, tanggal 29 September
2014 pukul 12:00
7
merupakan sekolah favorit dan siswanya sebagian besar berasal dari
keluarga menengah ke bawah. Siswa-siswi SMAN 1 Purwanegara berasal
dari desa disekitar kecamatan Purwanegara.
Kehidupan siswa yang berasal dari daerah perkotaan jelas berbeda
dengan siswa yang berasal dari pedesaan. Siswa yang berasal dari daerah
perkotaan jauh lebih modern, karena perkembangan baik teknologi
maupun informasi lebih cepat dibandingkan di pedesaan. Kondisi pelajar
urban atau perkotaan dengan segala fasilitas yang ada dan mudah,
memungkinkan mereka untuk memiliki gaya hidup yang lebih tinggi dan
lebih agresif dibandingkan pelajar pedesaan.
Norma dan budaya pelajar urban sangat jauh berbeda dengan
pelajar pedesaan. Arus modernisasi dan globalisasi telah melunturkan
norma dan budaya di kalangan pelajar perkotaan. Sedangkan pelajar
pedesaan masih memegang teguh norma dan budaya. Hal ini terlihat dari
perilaku pelajar perkotaan yang kurang mengenal sopan satun, cenderung
kasar dalam berbahasa, dan memiliki pergaulan yang lebih bebas.
Sedangkan pelajar di daerah pedesaan lebih santun baik dalam tingkah
laku maupun berbahasa.
Tentunya para siswa dalam kegiatan belajar juga sering
bersinggungan dengan media massa sebagai salah satu alat pemenuhan
kebutuhan informasi mereka, yang dalam hal ini ditekankan lebih kepada
media televisi. Program acara variety show yang ditayangkan oleh
beberapa stasiun televisi di Indonesia merupakan tayangan hiburan yang
8
sering dilihat dan menjadi acara favorit bagi mereka, baik pelajar
perkotaan maupun pedesaan. Tayangan variety show tersebut tentunya kan
berpengaruh pada tingkah laku pelajar. Kemampuan setiap pelajar dalam
menerima informasi dan menangkap pesan dari sebuah tayangan variety
show tentunya berbeda-beda, baik pelajar dari perkotaan maupun dari
pedesaan. Inilah beberapa alasan mengapa peneliti tertarik untuk
menjadikan SMAN 1 Bawang dan SMAN 1 Purwanegara Banjarnegara
sebagai populasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat literasi media
siswa SMAN 1 Bawang dengan SMAN 1 Purwanegara Banjarnegara
terhadap tayangan variety show di televisi Indonesia. Hasil riset ini dapat
dijadikan
sebagai
landasan
dalam
merancang
program-program
pendidikan literasi media untuk kalangan pelajar, terutamanya pelajar
SMA.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana
tingkat literasi media pada siswa SMAN 1 Bawang dan SMAN 1
Purwanegara Banjarnegara terhadap tayangan variety show di televisi
Indonesia?”.
9
1.3 Batasan Penelitian
Pembatasan penelitian perlu dilakukan dengan tujuan agar pokok
penelitian yang diteliti tidak terlalu meluas dari yang sudah ditentukan.
Peneliti dalam hal ini membatasi penelitian sebagai berikut.
1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas XI SMAN 1 Bawang dan
SMAN 1 Purwanegara Banjarnegara.
2. Penelitian difokuskan pada tayangan variety show YKS dan
Pesbukers.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengukur tingkat literasi media di kalangan pelajar terhadap
tayangan variety show di televisi Indonesia
2. Untuk mengetahui perbandingan tingkat literasi media di kalangan
pelajar siswa SMAN 1 Bawang dengan SMAN 1 Purwanegara
Banjarnegara pada tayangan variety show di televisi Indonesia
1.5 Manfaaat Penelitian
1.5.1
Bagi Akademisi
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi
pengetahuan tentang tingkat literasi media pelajar terhadap tayangan
variety show di televisi Indonesia
10
1.5.2
Bagi Praktisi
a. Dapat dijadikan acuan untuk mempertimbangkan pentingnya
tingkat media literasi untuk pelajar di dalam pendidikan.
b. Dapat dijadikan acuan bagi pelajar dalam membaca, menganalisa
dan mengevaluasi pesan yang terkandung dalam acara televisi
terutamanya variety show.
1.6 Kerangka Pemikiran
1.6.1
Pengertian Literasi Media
Di Indonesia literasi media lebih dikenal dengan sebutan
“melek media”. Masyarakat masih cukup asing dengan istilah
melek media, bahkan dimungkinkan masyarakat belum paham
akan pengertian tentang literasi media. Menurut Hobbs literasi
media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis,
mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai
bentuk (Hobbs, 1999).
Center for Literasi media merumuskan literasi media sebagai
“kemampuan berkomunikasi secara kompeten melalui semua
media−baik elektronik maupun cetak” (Iriantara, 2009). Center for
Literasi media (CML, 2003) menyebutkan bahwa literasi media
mencakup beberapa kemampuan, yaitu kemampuan mengkritik
media,
memproduksi
media,
mengajarkan
tentang
media,
11
mengeksplorasi sistem pembuatan media, mengeksplorasi berbagai
posisi, dan kemampuan berpikir kritis atas isi media.
Deskripsi literasi media menurut European Comission dalam
(European Commission, 2009) adalah:
“Literasi media may be defined as the ability to access,
analyse and evaluate the power of images, sounds and
messages which we are now being confronted with on a
daily basis and are an important part of our contemporary
culture, as well as to communicate competently in media
available on a personal basis. Literasi media relates to all
media, including television and film, radio and recorded
music, print media, the Internet and other new digital
communication technologies
Definisi literasi media menggunakan pendekatan tritokomi
yang mencakup tiga bidang yaitu literasi media bermakna memiliki
akses ke media, memahami media serta menciptakan dan
mengekspresikan diri untuk menggunakan media (Khairani,
2014)4. Akses meliputi menggunakan serta kebiasaan media,
artinya kemampuan menggunakan fungsi dan kompetensi navigasi
(merubah saluran televisi, menggunakan sambungan internet),
kompetensi mengendalikan media (misalnya menggunakan system
terpasang interaktif, melakukan transaksi melalui internet), dan
lain-lain.
Pemahaman
artinya
memiliki
kemampuan
untuk
memahami atau menafsirkan serta memperoleh perspektif isi media
serta sikap kritis terhadapnya dan menciptakan mencakup interaksi
4
Junita Khairani . “Literasi Media dan Literasi Digital”.
http://junitakhairanicaniago.weebly.com/uploads/1/8/4/6/18468290/makalah_literasi_media__digit
al.pdf, pada tanggal 30 September 2014 pukul 09:45
12
dengan media (misalnya berbicara di radio, ikut serta dalam diskusi
di internet), juga menghasilkan isi media.
Literasi media adalah seperangkat ketrampilan yang setiap
orang bisa pelajari. Sama seperti literasi yang merupakan
kemampuan untuk membaca dan menulis, literasi media mengacu
kepada kemampuan mengakses, menganalisis, mengevaluasi serta
menciptakan semua jenis pesan media. Literasi media menjadi
keterampilan penting di dunia saat ini.
Allan Rubin menawarkan tiga definisi mengenai media
literasi. Yang pertama dari National Leadership Conference on
Media Literacy (Baran and Davis, 2003) yaitu kemampuan untuk
mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan
pesan. Yang kedua dari ahli media, Paul Messaris, yaitu
pengetahuan tentang bagaimana fungsi media dalam masyarakat.
Yang ketiga dari peneliti komunikasi massa, Justin Lewis dan Shut
Jally, yaitu pemahaman akan batasan-batasan budaya, ekonomi,
politik dan teknologi terhadap kreasi, produksi dan transmisi pesan.
Rubin
juga
menambahkan
bahwa
definisi-definisi
tersebut
menekankan pada pengetahuan spesifik, kesadaran dan rasionalitas,
yaitu proses kognitif terhadap informasi.
13
1.6.2
Kemampuan Literasi Media
Kemampuan literasi media telah dipaparkan oleh Potter
dalam bukunya media literacy (2005), kemampuan ini meliputi:
1. Kognitif
Kemampuan
menganalisis
konten
hiburan
untuk
mengidentifikasi titik plot utama, jenis karakter dan tema.
Memiliki pengetahuan tentang karakter dan tema pada media,
serta mengetahui unsur dalam formula hiburan.
2. Emosional
Kemampuan
menganalisis
perasaan
karakter
yang
digambarkan. Memiliki pengetahuan tentang situasi perasaan
yang digambarkan dalam cerita tersebut.
3. Estetis
Kemampuan mengontrol emosi, menganalisi unsure seni, dan
menceritakan kisah dalam cerita ini. Memilliki pengetahuan
tentang unsur baik dan buruk cerita yang berpengaruh pada
kualitas cerita itu sendiri.
4. Moral
Kemampuan menganalisis unsur-unsur moral yang dibuktikan
oleh keputusan yang dibuat oleh karakter, implikasi dari
keputusan diungkapkan oleh plot, dan tema dasar. Mampu
membandingkan moral yang disajikan dalam ce3rita tersebut
dengan cerita-cerita yang lain.
14
Terdapat dua pandangan mengenai literasi media yaitu dari
Art Silverblatt dan James Potter (Potter dalam Kidia). Seseorang
dikatakan literate terhadap media menurut Silverblatt jika
memiliki faktor-faktor sebagai berikut :
1. Sebuah kesadaran akan dampak media terhadap individu dan
masyarakat
2. Sebuah pemahaman akan proses komunikasi massa
3. Pengembangan
strategi-strategi
yang
digunakan
untuk
menganalisis dan membahas pesan-pesan media
4. Sebuah kesadaran akan isi media sebagai „teks‟ yang
memberikan wawasan dan pengetahuan ke dalam budaya
kontemporer manusia dan diri manusia sendiri
5. Peningkatan kesenangan, pemahaman dan apresiasi terhadap
isi media.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam literasi media
menurut Potter (Baran and Davis, 2003 dalam Kidia)
menjelaskan pendekatan yang agak berbeda dalam ide-ide
mendasar dari literasi media
Pertama,
sebuah
rangkaian
kesatuan,
yang
bukan
merupakan kondisi kategorikal (Media Literacy is a continuum
not a category).
Kedua, literasi media perlu dikembangkan
dengan melihat tingkat kedewasaan seseorang. Ketiga, literasi
media bersifat multidimensi, yaitu domain kognitif yang
15
mengacu pada proses mental dan proses berpikir, domain emosi
yaitu dimensi perasaan, domain estetis yang mengacu pada
kemampuan untuk menikmati, memahami dan mengapresiasi isi
media dari sudut pandang artistik, dan domain moral yang
mengacu pada kemampuan untuk menangkap nilai-nilai yang
mendasari sebuah pesan.
Tujuan dari literasi media adalah untuk memberi kita
kontrol yang lebih untuk menginterpretasi pesan. Tujuan dari
melek media adalah untuk memberdayakan individu-individu
dalam mengontrol media pemrograman. Istilah pemrograman
dalam pengertian ini, tidak bermaksud program televisi atau
media pesan. Seorang individu oleh dirinya sendiri tidak akan
punya banyak pengaruh mengubah bagaimana massa kerajinan
media pesan mereka. Seorang individu akan pernah bisa
menjalankan banyak kendali atas apa yang akan ditawarkan
kepada
publik.
Namun,
seseorang
bisa
belajar
untuk
mengerahkan banyak kontrol atas cara pikiran seseorang
mendapat diprogram. Dengan demikian, tujuan media keaksaraan
adalah untuk menunjukkan orang-orang bagaimana untuk
mengalihkan kontrol dari media sendiri. Inilah yang saya maksud
ketika saya mengatakan bahwa tujuan melek media untuk
membantu orang mengendalikan program media.
16
Literasi media pelajar dan dewasa lebih mampu untuk
menguraikan pesan-pesan kompleks yang mereka terima dari
televisi, radio, surat kabar, majalah, buku, billboard, tanda-tanda,
kemasan, materi pemasaran, video game, rekaman musik,
internet dan bentuk media lainnya. Mereka bisa memahami
bagaimana pesan-pesan yang media bangun. Orang yang melek
media juga mampu menciptakan media mereka sendiri, menjadi
peserta aktif dalam budaya media mereka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat literasi media
(Silverblatt, 2008) yaitu:
1. Sebuah kesadaran akan dampak media terhadap individu dan
masyarakat.
2. Sebuah pemahaman akan proses komunikasi massa.
3. Pengembangan
strategi-strategi
yang
digunakan
untuk
menganalisis dan membahas pesan-pesan media.
4. Sebuah kesadaran akan isi media sebagai „teks‟ yang
memberikan wawasan dan pengetahuan ke dalam budaya
kontemporer manusia dan diri manusia sendiri.
5. Peningkatan kesenangan, pemahaman dan apresiasi terhadap
isi media.
17
1.6.3
Pengukuran Literasi Media
Kemampuan literasi media pelajar dapat diukur dengan
menggunakan Individual Competence Framework dpengukuran
ini terdapat dalam alam Final Report Study on Assessment
Criteria for Literasi media Levels tahun 2009 yang diaplikasikan
oleh European Commission.
Individual competence ini terbagi kedalam 2 jenis
kompetensi:
a. Personal Competence, yaitu kemampuan seseorang dalam
menggunakan media televisi dan menganalisis konten-konten
media televisi.
b. Social Competence, yaitu kemampuan seseorang dalam
berkomunikasi dan membangun relasi sosial lewat media serta
mampu memproduksi konten media. Social competence terdiri
dari Communicative Abilities yaitu kemampuan komunikasi
dan partisipasi melalui media. Communicative Abilities ini
mencakup kemampuan untuk membangun relasi social serta
berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat melalui media.
Individual
competences
yang
terdiri
dari
personal
competences dan sosial competences, terbagi lagi dalam tiga
kategori (Santoso, 2014), yaitu:
18
1. Teknik Keterampilan
Kemampuan untuk mengakses dan mengoperasikan
media. Teknik keterampilan ini mencakup beberapa kriteria,
yaitu:
a) Kemampuan menggunakan televisi (televise skills), yaitu
kemampuan
seseorang
dalam
menggunakan
media
televisi.
b) Kemampuan menggunakan televisi yang tinggi (advanced
televise
use),
menggunakan
yaitu
kemampuan
media
televise
seseorang
dengan
dalam
intensitas
penggunakan yang cukup tinggi.
c) Kemampuan menggunakan media/televisi secara aktif
(balanced and active use of media), yaitu kemampuan
seseorang menggunakan media televisi secara aktif.
Penggunaan televsi sebagai media hiburan digunakan
secara terus-menerus, dan menggunakan televisi menjadi
kebutuhan primer. Aktif yang dimaksut adalah kontrol diri
seseorang untuk memilih dan miliki kebutuhan serta
mengkonsumsi media televisi.
19
2. Pemahaman Kritis
Kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi
konten
media
secara
komprehensif.
Kriteria
critical
understanding ini antara lain adalah:
a) Kemampuan
memahami
konten
dan
fungsi
media
(understanding media content and its functioning).
Kemampuan individu dalam memahami konten dalam
sebuah program televisi, serta menegetahui fungsi media
televisi bagi individu tersebut dengan baik. Fungsi media
televisi tidak hanya sekedar memberikan informasi tetapi
juga sebagai media hiburan. Konten ataui isi dalam sebuah
program acara mampu diterima dengan baik oleh individu
atau tidak.
b) Memiliki pengetahuan tentang media dan regulasi media
(knowledge about media and media regulation). Seseorang
diharapkan memiliki penegtahuan yang baik tentang media
televisi sebagai sumber informasi dan hiburan. Selain itu
memiliki pengetahuan tentang rtegulasi dari sebuah media
televisi itu sendiri.
c) Perilaku pengguna dalam menggunakan media (user
behavior). Dalam menggunakan media televisi perilaku
individu sangat penting untuk diperhatrikan. Seberapa
besar media televisi mampu mempengaruhi perilaku
20
penggunanya sehari-hari. Perilaku apa saja yang dialami
oleh pengguna dalam menggunakan media televisi.
3. Kemampuan Berkomunikasi
Kemampuan untuk bersosialisasi dan berpartisipasi
melalui
media
serta
memproduksi
konten
media.
Communicative abilities ini mencakup beberapa kriteria,
yaitu:
a) Kemampuan berkomunikasi dan membangun relasi sosial
melalui media (social relations). Kemampuan seseorang
berkomunikasi dengan orang lain dan membangun relasi
sosial melalui media televisi. Media televisi menjadi
jembatan seseorang untuk berkomunikasi dan bersosial.
b) Kemampuan berpartisipasi dengan masyarakat melalui
media (citizen participation. Media televisi juga berperan
aktif dalam menegmbangkan kemampuan seseorang
dalam berpartisipasi aktif dalam lingkungan masyarakat.
c) Kemampuan untuk memproduksi dan mengkreasikan
konten media (content creation). Mendorong seseorang
untuk lebih kreatif dan mampu menciptakan atau
memproduksi konten melalui media televisi.
Gagasan Potter (2005) mengenai kemampuan literasi media
yang terdiri dari analisis, evaluasi, membandingkan, induksi, deduksi,
sintesis dan abstrak, serta pendapat yang dikemukanakan oleh
21
Santoso (2004) tentang pengukuran literasi media yang terbagi
menjadi 3 kategori yaitu, teknik keterampilan, pemahaman kritis dan
kemampuan berkomunikasi, mendukung penelitian yang penulis
lakukan.
Instrumen-instrumen
tersebut
sudah
lengkap
untuk
mengukur tingkat literasi media di kalangan pelajar.
1.6.4
Pelajar
Pelajar adalah anak-anak yang ikut serta dalam proses belajar.
Menurut Nasution (2014), belajar merupakan kegiatan mengumpulkan
dan menambah sejumlah ilmu dan pengetahuan, sedangkan pelajar
adalah pelakunya. Sedangkan Sudjana (2012) mengemukakan
pengertian belajar secara lebih jelas, yakni setiap upaya yang sengaja
diciptakan agar terjadi suatu kegiatan yang edukatif antara peserta
didik (pelajar) dan pendidik (pengajar). Pelajar pada dasarnya adalah
konsumen dari jasa yang diberikan oleh pengajar.
Pergaulan pelajar pada zaman sekarang ini sudah sampai pada
taraf mengkhawatirkan. Semua media massa baik elektronik maupun
cetak dengan leluasa menampilkan hal-hal yang dapat mengakibatkan
merusak akhlak generasi muda pada masa sekarang ini. Pelajar dulu
dan kini sangat berbeda dan tidak relevan lagi apabila kita
membandingkannya.
22
Para ahli sependapat bahwa Pelajar adalah remaja, berusia
sekitar 13-18 tahun. Pelajar yang sedang dalam masa peralihan dari
anak-anak ke dewasa. Pada usia sekitar 13-18 ini pelajar sudah tidak
dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup
matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola
hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui
metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan
yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang
tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orang tuanya. Kesalahan
yang dibuat para pelajar hanya akan menyenangkan teman sebayanya.
Hal ini terjadi karena mereka memang masih dalam masa mencari
identitas. Masa pelajar merupakan masa perkembangan individu yang
sangat penting.
Nurihsan, Juntika dan Agustin, Mubiar (2011) mengemukakan
bahwa, masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan
yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa
kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat
bahwa masa remaja merupakan masa yang kritis yang mungkin dapat
merupakan the best of time and the worst of time5.
Pelajar merupakan aset yang penting bagi suatu negara. Karena
generasi pelajar adalah bibit-bibit yang harus dikembangkan untuk
menjadi generasi yang dapat memajukan agama, nusa dan bangsa. Tak
5
___________, “Makalah Pergaulan Pelajar Masa Kini”,
http://erwinalien.blogspot.com/2013/10/makalah-pergaulan-pelajar-masa-kini.html, disunting
tanggal 12 November 2014 pukul 05:35
23
hanya itu, dengan adanya pelajar maka pergaulan sosial juga semakin
baik. Seorang pelajar yang baik seharusnya mampu menempatkan diri
dengan baik pula di kalangan masyarakat. Karena sebagai seorang
peserta didik, secara tidak langsung pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki juga lebih baik dibandingkan yang lain. Hal ini menuntut
agar pelajar berperilaku sopan agar dapat ditiru oleh masyarakat lain
yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah.
Kualitas pendidikan di Indonesia memang tidak sama antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain. Di daerah perkotaan dengan
segala teknologi dan fasilitas yang ada tentu akan memiliki kualitas
pendidikan yang baik. Sedangkan di daerah terpencil, untuk memiliki
alat tulis saja terasa sulit bagi mereka. Namun, semangat yang dimiliki
pelajar di daerah terpencil justru sangat besar. Mereka harus
menempuh perjalanan yang jauh bahkan harus menyeberangi sungai
untuk sampai ke sekolah (Maz, 2014).
Perkembangan pesat industri media massa ikut memberikan
pengaruh kepada pelajar. Apalagi pelajar yang dalam masa remaja
adalah tahapan usia yang sensitif sehingga pengaruh media sangat
menentukan. Untuk menangani dampak negatif media massa,
diperlukan kompetensi literasi media atau melek media kepada pelajar.
Literasi yang mereka miliki dapat menghindarkannya dari pengaruh
buruk berita yang disajikan media. Pelajar yang melek media mampu
membedakan mana realitas dan mana rekayasa teknologi. Mana
24
adegan manusiawai mana adegan bohon. Menurut Hendri (2015),
melek media merupakan kompetensi yang dapat mengubah sikap pasif
menjadi khalayak aktif dan kritis terhadap isi media dari berita,
hiburan, iklan, target media dan nilai-nilai yang disajikan.
1.6.5
Tingkat Kemampuan Literasi Media
Kemampuan media literasi seseorang berdasarkan European
commission (2009) dikelompokan menjadi tiga tingkatan, secara
umum tiga tingkatan media literasi tersebut yakni:
Tabel 1.1 Tingkat Kemampuan Literasi Media
Level
Deskripsi Kemampuan
Basic
Individu memiliki seperangkat kemampuan yang memungkinkan
penggunaan dasar televisi. Individu dalam tingkatan ini masih
memiliki keterbatasan dalam penggunaan media televisi.
Pengguna mengetahui fungsi dasar dan digunakan untuk tujuantujuan tertentu tanpa arah yang jelas. Kapasitas pengguna untuk
berfikir kritis dalam menganalisi informasi yang diterima dari
program acara televisi masih terbatas. Kemampuan komunikasi
melalui media televisi juga terbatas.
Individu sudah fasih dalam penggunaan media televisi,
mengetahui fungsi dan mampu melaksanakan fungsi-fungsi
tertentu, menjelajah operasi yang lebih komplek dalam
penggunaan televisi. Penggunaan media televisi dapat sesuai
kebutuhan. Pengguna dapat mengetahui bagaimana untuk memilih
dan menilai informasi dari sebuah program acara televisi yang dia
butuhkan, serta mampu menggunakan strategi pencarian informasi
tertentu.
Individu dalam tigkat ini sangat aktif dalam penggunaan media
televisi, menjadi sadar dan tertarik dalam berbagai regulasi yang
mempengaruhi penggunaannya. Pengguna memiliki pengetahuan
yang mendalam tentang teknik dan bahasa serta dapat
menganalisis
kemudian
mengubah
kondisi
yang
mempengaruhinya. Dibidang sosial, pengguna mampu
mengaktifkan kerjasama kelompok yang memungkinkan dia
untuk memecahkan masalah.
Medium
Advanced
25
Miller
(2005)
mengungkapkan
bahwa,
media
televisi
merupakan gratifikasi (kepuasan) bagi khalayaknya, sesuai dengan
kategori yang dibutuhkan masing-masing. Ada empat kategori
kepuasan khalayak, yaitu informasi, identitas pribadi, integrasi dan
interaksi sosial, dan hiburan. Berikut indikator dari tiap-tiap kategori:
Tabel 1.2 Indikator Kepuasan Khalayak
No
1
Kategori Kepuasan
Informasi
2
Identitas Pribadi
3
Integrasi dan
interaksi social
4
Hiburan
Indikator
Menemukan kejadian dan kondisi yang
relevan
Mencari nasihat atau opini dan pilihan
keputusan
Memuaskan
Belajar melalui pendidikan mandiri
Dengan pengetahuan mendapatkan rasa
aman
Menemukan penguatan nilai pribadi
Menemukan model perilaku
Mengidentifikasi dengan nilai lain
Memahami diri lebih dekat
Empati sosial
Mengenali orang lain dan merasa memiliki
Menemukan basis untuk bercakap-cakap
dan berinteraksi sosial
Menemukan pertemanan real life
Membantu mengemban peran sosail
Membantu seseorang mampu berhubungan
dengan keluarga, teman dan masyarakat
Melarikan diri dari masalah
Bersantai
Memperoleh nilai budaya dan keindahan
Mengidi waktu
Melepas emosional
Daya tarik seksual
Sumber: National Leadership Conference on Media Education (Hobbs,1999)
26
Uraian di atas sejalan dengan pandangan secara kaidah yang
berlaku bahwa media terutama televisi harus berfungsi sebagaimedia
informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial,
fungsi ekonomi dan kebudayaan (pasal 4 UU 32/2002) dengan tujuan
mencerdaskan bangsa, membentuk watak dan jatidiri bangsa serta
diarahkan untuk meningkatkan kualitas SDM.
Kondisi siaran televisi saat ini berkontribusi terhadap
perubahan nilai-nilai budaya. Budaya yang diperkenalkan dan terus
menerus disosialisasikan melalui media televisi cenderung budaya
massa/pop/urban padahal kita tahu kondisi masyarakat indonesdia
sangat majemuk. Artinya televisi harus mencerminkan realitas yang
sesungguhnya hidup dimasyarakat, namun berorientasi menuju kepada
kualitas hidup yang lebih baikdi kalangan pelajar dan anak-anak
(Konsep-konsep Media Literasi, 2008).
No
1
Kategori Literasi
Menurut Nasional
Leadership
Conference on
Media Education
Mengakses
2
Menganalisa
Tabel 1.3 Model Konsep Literasi Media
Keterangan
Indikator
Pemahaman dan
pengetahuan
menggunakan dan
mengakses media
dan mampu
memahami isi pesan
Mampu memahami
tujuan pesan media
dan dapat
mengidentifikasi
Media yang digunakan
Frekuensi penggunaan
Tujuan penggunaa
Mengerti isi pesan
Kemampuan mengingat
pesan yang diterima
melalui media
Mampu menjelaskan
27
pengirim pesan
melalui media dan
apa isi pesan
tersebut.
3
Mengevaluasi
4
Mengkomunikasikan
Mampu menilai
pesan yang diterima
kemudian
dibandingkan
dengan perspektif
sendiri. Hal ini
mencakup penilaian
subjektif seorang
individu atau reaksi
sikap terhadap pesan
serta implikasi nlain
dari pesan
Mampu
mengkomunikasikan
pesan yang diterima
dari media dalam
bentuk apa saja
kepada orang lain
maksut dari pesan
Mampu mengidentifikasi
pengirim pesan
Mampu menilai pesan
media yang dapat menarik
perhatian
Sikap, perasaan atau
reaksi yang dirasakan
setelah menerima pesan
dari media
Mengungkapkan
informasi apa saja yang
menyarankan atau
memberikan informasi
yang berguna bagi
pengguna
Pesan yang diterima
dikomunikasikan dalam
bentuk apa
Sumber: National Leadership Conference on Media Education (Hobbs,1999)
1.6.6
Audiens
Pada awalnya, sebelum media massa ada, audiens adalah
sekumpulan penonton drama, permainan dan tontonan. Setelah ada
kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan sebagai penerima
pesan-pesan media massa.
McQuail (1987) menyebutkan beberapa konsep alternatif
tentang audiens sebagai berikut:
Audiens sebagai kumpulan penonton, pembaca, pendengar,
pemirsa. Konsep audiens diartikan sebagai penerima pesan-pesan dalam
komunikasi massa, yang keberadaannya tersebar, heterogen, dan
28
berjumlah banyak. Pendekatan sosial budaya sangat menonjol untuk
mengkaji konsep ini.
Audiens sebagai massa. Konsep audiens diartikan sebagai
suatu kumpulan orang yang berukuran besar, heterogen, penyebaran,
dan anomitasnya serta lemahnya organisasi sosial dan komposisinya
yang berubah dengan cepat dan tidak konsisten. Massa tidak emiliki
keberadaan(eksistensi) yang berlanjut kecuali dalam pikiran mereka
yang ingin memperoleh perhatian dari dan memanipulasi orang-orang
sebanyak mungkin. McQuail menyatakan bahwa konsep ini sudah tidak
layak lagi dipakai.
Audiens sebagai kelompok sosial atau publik. Konsep audiens
diartikan sebagai suatu kumpulan orang yang terbentuk atas dasar suatu
isu, minat, atau bidang keahlian. Audiens ini aktif untuk memperoleh
informasi dan mendiskusikannya dengan sesama anggota audiens.
Pendekatan sosial politik sangat menonjol untuk mengkaji konsep ini.
Audiens sebagai pasar. Konsep audiens diartikan sebagai
konsumen media dan sebagai audiens (penonton, pembaca, pendengar,
atau pemirsa) iklan tertentu. Pendekatan sosial ekonomi sangat
menonjol untuk mengkaji konsep ini.
Konsep-konsep di atas tentu saja tidak saling eksklusif, secara
empiris para pengelola/pemilik maupun pengguna media massa
memaknai audiens sebagai perpaduan konsep ke satu, empat, dan tiga.
Melvin De Fleur dan Sandra Ball-Rokeach (dalam Nurudin,
2004; Rakhmat, 1994) mengkaji interaksi audiens dan bagaimana
tindakan audiens terhadap isi media. Mereka menyajikan tiga perspektif
yang menjelaskan kajian tersebut. Ketiga perspektif itu adalah sebagai
berikut:
29
1. Individual Differences Perspective. Perspektif perbedaan
individual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis
individu akan menentukan bagaimana individu memilih memilih
stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli
tersebut. Berdasarkan ide dasar dari stimulus-response, perspektif ini
beranggapan bahwa tidak ada audiens yang relatif sama, makanya
pengaruh media massa pada masing-masing individu berbeda dan
tergantung pada kondisi psikologi individu itu yang berasal dari
pengalaman masa lalunya. Dengan kata lain, masing-masing individu
anggota audiens bertindak menanggapi pesan yang disiarkan media
secara berbeda, hal ini menyebabkan mereka juga menggunakan atau
merespon pesan secara berbeda pula.
Dalam diri individu audiens terdapat apa yang disebut konsep
diri, konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi -mempengaruhi
kepada pesan apa kita bersedia membuka diri, bagaimana kita
mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat. Dengan kata lain,
konsep diri mempengaruhi terpaan selektif, persepsi selektif, ingatan
selektif.
2. Social Categories Perspective. Perspektif ini melihat di
dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial yang didasarkan
pada karakteristik umum seperti jenis kelamin, umur, pendidikan,
pendapatan, keyakinan beragama, tempat tinggal, dan sebagainya.
Masing-masing kelompok sosial itu memberi kecenderungan anggotaanggotanya mempunyai kesamaan norma sosial, nilai, dan sikap. Dari
kesamaan itu mereka akan mereaksi secara sama pada pesan khusus
yang diterimanya. Berdasarkan perspektif ini, pemilihan dan penafsiran
isi oleh audiens dipengaruhi oleh pendapat dan kepentingan yang ada
dan oleh norma-norma kelompok sosial. Dalam konsep audiens sebagai
pasar dan sebagai pembaca, perspektif ini melahirkan segmentasi.
30
Contoh: Anak-anak membaca Bobo, Yunior, Ananda. Ibu-ibu membaca
Kartini, Sarinah, Femina. Kaum Islam membaca Sabili, Hidayah.
3. Social Relation Perspective. Persektif ini menyatakan bahwa
hubungan secara informal mempengaruhi audiens dalam merespon
pesan media massa. Dampak komunikasi massa yang diberikan diubah
secara signifikan oleh individu-individu yang mempunyai kekuatan
hubungan sosial dengan anggota audiens. Tentunya perspektif ini eksis
pada proses komunikasi massa dua tahap, dan atau multi tahap.
Sejarah penelitian/pembahasan mengenai audiens telah dimulai
seiring dengan penelitian tentang efek komunikasi massa. Pada
awalnya, audiens dianggap pasif (baca teori peluru (Bullet Theory) atau
Model Jarum Hipodermis). Namun pembahasan audiens secara intensif
yang dimulai tahun 1940, Herta Herzog, Paul Lazarsfeld dan Frank
Stanton (dalam Barran & Davis, 2003) memelopori mempelajari
aktifitas audiens (yang kemudian melahirkan konsep audiens aktif) dan
kepuasan audiens. Misal, pada tahun 1942 Lazarfeld dan Stanton
memproduksi buku seri dengan perhatian pada bagaimana audiens
menggunakan media untuk mengorganisir pengalaman dan kehidupan
sehari-hari. Tahun 1944 Herzog menulis artikel Motivation and
Gratifications of Daily Serial Listener, yang merupakan publikasi awal
tentang penelitian kepuasan audiens terhadap media.
Aktifitas audiens merujuk pada pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut:
a. Sejauh mana selektivitas audiens terhadap pesan-pesan
komunikasi;
b. Kadar dan jenis motivasi audiens yang menimbulkan
penggunaan media;
31
c. Penolakan terhadap pengaruh yang tidak diinginkan;
d. Jenis & jumlah tanggapan(response) yang diajukan audiens
media (McQuail, 1987).
Pada waktu itu, aktivitas audiens merupakan fokus kajian uses
and gratifications. Secara umum, pandangan para peneliti dalam tradisi
uses and gratifications media menganggap bahwa audiens aktif dalam
hal kesukarelaan dan orientasi selektif dalam proses komunikasi massa.
Levy dan Windahl menyusun tipologi aktifitas audiens yang
dibentuk melalui dua dimensi. Dua dimensi itu adalah sebagai berikut:
1. Dimensi orientasi audiens yang terdiri dari tiga tingkatan:
Selektivitas terhadap isi media
Keterlibatan (involvement), mengandung dua arti: a.
Tingkatan dimana audiens menghubungkan dirinya dengan isi media; b.
Suatu tingkatan dimana individu berinteraksi secara psikologis dengan
media atau termasuk di dalamnya dengan pesan-pesan media.
kegunaan (utility), diartikan bahwa individu menggunakan
atau mengantisipasi penggunaan komunikasi massa untuk tujuan sosial
atau psikologisnya.
2. Dimensi temporal (urutan komunikasi), yaitu dimensi yang
menjelaskan aktivitas audiens dilihat sebelum, selama, dan sesudah
terpaan (exposure).
32
Tabel 1.4 Tipologi Aktivitas Audiens
(Levy dan Windahl, 1984)
Ientasi
audiens
Elektivitas
Sebelum terpaan
terpaan selektif,
mencari-cari
keterlibatan antisipasi dari
terpaan
Kegunaan
poin pertukaran
Urutan komunikasi
selama terpaan
sudah terpaan
intersepsi selektif
ingatan selektif
perhatian, pembentukan
makna, interaksi
parasosial, identifikasi
Menggunakan untuk
memperoleh kepuasan
dentifikasi jangka
panjang,pengkhayal
menggunakan
kepemimpinan
pendapat suatu
topik
Lebih lanjut, Levy dan Windahl menghubungkan antara
variabel keterlibatan selama terpaan dengan variabel preexposure
selectivity, yang menghasilkan 4 subtipe aktivitas audiens. Tipologi
subtipe aktivitas audiens tersebut tersaji pada tabel berikut ini.
Tabel 1.5 Tipologi subtipe aktivitas audiens
Keterlibatan
selama
terpaan
Tinggi
Rendah
Preexposure selectivity
Tinggi
Rendah
Mencari
kepuasan
yang
dimotivasi
Topik ritual
Keterlibatan
indiskriminasi
Melewatkan
waktu
Dalam penelitiannya, Levy dan Windahl menyatakan bahwa
ada korelasi positif yang signifikan antara pengukuran aktivitas audiens
dengan indikator-indikator pencarian kepuasan dan pemerolehan
kepuasan. Pada kasus hubungan antara aktivitas dengan pencarian
kepuasan, ditemukan bahwa individu menggunakan media untuk
memperoleh kepuasan sosial maupun psikososialnya, dan audiens akan
aktif memenuhi harapannya itu dalam proses komunikasi yang
33
dilakukannya.
Sebaliknya,
hubungan
antara
aktivitas
dengan
pemerolehan kepuasan, memperlihatkan bahwa pengalaman individu
yang lebih aktif akan berada pada level kepuasan yang lebih tinggi, dan
aktivitas harus dilihat sebagai variabel independen.
Aktivitas audiens juga bergantung pada sejumlah faktor lain,
yang bisa dikelompokkan menjadi faktor individu, sosial, dan media.
Faktor individual misalnya bisa kita lihat dari jenis kelamin, umur,
intelegensia, kepribadian, dan tempat atau latar belakang siklus
kehidupannya. Faktor sosial misalnya hubungan antara kelas sosial
dengan konsumsi media. Blumer mengidentifikasikan faktor sosial
seperti: satus perkawinan, partisipasi kerja, mobilitas sosial, dan ukuran
potensial interaksi. Faktor-faktor sosial tersebut kemudian akan
menentukan bagaimana kebutuhan orientasi media, kondisi orientasi
audiens terhadap media, dan situasi sosial konsumsi media, yang
semuanya itu mempengaruhi aktivitas audiens. Faktor media, bisa
dilihat dari perbedaan-perbedaan kompleksitas pesan, gaya pesan, dan
variasi-variasi dalam isi pesan substantif.
Seiring dengan majunya zaman dan semakin berkembangnya
teknologi, memudahkan pelajar untuk memperoleh informasi dari
berbagai media salah satunya adalah televisi. Televisi merupakan
sarana untuk memperoleh informasi/ berita, hiburan, dan lain
sebagainya secara audio dan visual sehingga lebih memudahkan audien
untuk mengerti dan memahami apa yang disampaikan.
Pada pola pelajar yang modern seperti sekarang ini harus lebih
kritis dalam menanggapi dan menonton televisi khususnya program
hiburan. Karena televisi menjadi media penyiaran paling populer saat
ini. Hal ini dibuktikan dari data yang diperoleh dari PPI/Media Scene
34
2010-2011 mengenai perputaran uang dalam industri media yaitu
RadioOutdoor 2.3-2.6%, Newspaper 30.1%, magazine 4.5%, Television
60.5%. dapat dilihat dari data diatas bahwa masyarakat Indonesia lebih
banyak menggunakan televisi sebagai media informasi. Hal ini
dikarenakan stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis
program dengan jumlah sangat banyak dan beragam. Apapun bisa
dijadikan program untuk ditayangkan selama itu menarik dan disukai
audiens dan juga tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan
peraturan yang berlaku. (jurnal komunikator, 2013:80).
Dalam dunia industri media, persaingan semakin ketat. Setiap
stasiun televisi berlomba-lomba menampilkan program-program acara
yang sekiranya dapat diminati audiens, dengan tidak mementingkan isi
dan sabaliknya hanya mencari rating. Tayangan paling disukai audiens
saat ini adalah variety show hal ini dikarenakan sifatnya yang
menghibur.
Oleh karena itu, sebagai audiens harus lebih selektif dalam
memilih program acara televisi, lebih terutama bagi kaum pelajar yang
masih sangat rentan dan labil pada sajian televisi yang tidak bermutu.
Segmentasi siaran tidak dapat sepenuhnya menjadi solusi. Pasalnya,
masih banyak pelajar yang beraktifitas pada segmen-segmen yang tidak
seharusnya. Hal itu disebabkan oleh perkembangan pendidikan dan
tuntutan kebutuhan yang berbeda dari zaman ke zaman. Seperti
penambahan jam pelajaran. Rata-rata siswa Sekolah Menengah
35
memulai jam pelajaran pada pukul 07.30 dan akhir pelajaran hingga
mencapai pukul 15.00, belum lagi ditambah bimbingan belajar atau
kegiatan ekstrakurikuler yang memakan waktu juga. Hal itu yang
membuat waktu yang dimiliki untuk bermain atau sekedar meregangkan
otak menjadi sangat berkurang, sehingga waktu tidur menjadi mundur.
Akibatnya, siswa sering menonton televisi pada jam-jam yang menjadi
segmen malam. Sedangkan pada segmen tersebut banyak acara yang
menyajikan
sajian-sajian
yang
terkandung
tindakan-tindakan
penyimpangan yang disajikan secara ramah dan halus. Padahal rata-rata
stasiun televisi melakukan siaran selama 20 jam non-stop bahkan ada
juga yang sampai 24 jam non-stop dalam satu hari. (jurnal
komunikator,2013:82). Sehingga berbagai tindak kejahatan maupun
penyimpangan prilaku lainnya seringkali muncul yang diperoleh dari
tanyangan televisi. Oleh karena itulah perlu diadakannya bimbingan
ataupun pendidikan kritis media bagi masyarakat khususnya remaja
yang menjadi pusat sasaran yang sering dimanfaatkan media.
Literasi media sebagai salah satu bentuk pemahaman media
yang dapat ditujukan bagi semua kalangan, khususnya remaja. Dalam
literasi media tersebut dirintis prilaku untuk kritis terhadap media
khusunya pada pembahasan media televisi. Dari media literasi tersebut
diharapkan mampu membangun perilaku siswa yang lebih kritis
terhadap segala yang disajikan oleh media televisi. Terutama pada efek
negatif dari berbagai fenomena yang fakta terjadi.
36
1.6.7
Tayangan Variety show di Indonesia
Di Indonesia berbagai macam program acara televisi telah
ditayangkan oleh stasiun televisi swasta bagi pemirsa, seperti sinetron,
kuis, program berita, program olahraga, komedi, infotainment, reality
show, serta talkshow. Salah satu acara televisi yang sedang tren adalah
variety show. Di beberapa stasiun televisi menayangkan program
variety show seperti Opera Van Java (Trans7), Campur-campur dan
Pesbukers (ANTV), Ada-ada Aja,Duo Pedang dan Exsist (Global TV),
Late Night Show, dan YKS yang sempat berganti nama dengan Happyhappy, kemudian berganti nama lagi menjadi The Blusukan
(TransTV).
Tayangan variety show YKS ini sangat mengundang minat
masyarakat. Bahkan acara YKS ini pernah menduduki peringkat
teratas dari tayangan program yang lain. Namun acara ini juga menuai
banyak sekali pro dan kontra. Berdasarkan data Informasi Daily Rating
dan Dunia Pertelevisian Indonesia yang mengutip Forum Lautan
Indonesia (9/1/2014), YKS menduduki rating pertama dari berbagai
program hiburan dan sinetron seluruh televisi di Indonesia (Olivia,
2014)
Sejak kemunculannya di Trans TV, acara ini banyak mendapat
pujaan dan celaan. Pujaan datang dari orang yang pro dengan acara ini,
Terlepas kontroversinya ada di mana, YKS dinilai tidak memberikan
37
hiburan mendidik. YKS menjadi bukti bahwa budaya massa Indonesia
terus berorientasi pada konsep-konsep Barat. Komersial, menghibur,
popular, modern, mempunyai audiens luas, dan dapat diperoleh secara
demokratis (Kayam, 1997). Sedangkan celaan datang dari orang yang
kontra dengan acara ini. Orang yang mencela YKS mengeluhkan acara
ini selalu menampilkan adegan-adegan dan omongan yang menghina.
Juga banyak yang mengeluhkan acara ini hanya berisi hura-hura.
Ormas Front Pembela Islam (FPI) juga mengkritik acara ini. Mereka
mengkritik goyang oplosan yang menampilkan goyangan yang terlalu
vulgar dan erotis. Akhirnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
mengirimkan dua kali surat teguran. Pada akhirnya, tanggal 30
Desember 2013, Goyang Oplosan mengalami perubahan gerakan
akibat mendapat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
karena goyangan tersebut terlalu erotis dan vulgar bagi anak-anak.
Setelah itu, acara ini berangsur-angsur mengalami perubahan6.
Saat ini YKS sudah berganti nama dengan The Blusukan,
dengan menampilkan konsep yang berbeda dari YKS sebelumnya.
Produser, tim kreatif dan pengisi acaranya masih sama dengan YKS.
The Blusukan merupakan program variety show komedi reality yang
disuguhkan secara live dengan teknologi TVU. Para pengisi acara akan
berkeliling ke tempat-tempat yang mereka tidak ketahui sebelumnya
6
Kaharuddin, “Fakta-fakta YKS (Yuk Keep Smile) Trans TV”,
http://kaharuddinsyam.blogspot.com/2014/06/fakta-fakta-yks-yuk-keep-smile-transtv.html,
disunting tanggal 12 November 2014 pukul 08:29
38
dan penuh dengan kejutan, disana para pengisi acara akan berinteraksi
dan menghibur masyarakat setempat.
Pesbukers merupakan program sketsa yang hadir di layar
ANTV setiap hari Senin–Jumat pukul 17.00 sampai 19.00 WIB.
Program komedi ini menggunakan konsep Variety show yaitu suatu
program televisi yang mengemas berbagai unsur dalam produksi suatu
program yang difokuskan kearah lawak atau humor.Salah satu program
unggulan ANTV ini selalu menghadirkan lawakan segar dan semakin
ditunggu oleh masyarakat. Penggunaan nama program Pesbukers
merupakan plesetan dari Facebook yaitu program jejaring sosial yang
menjadi trend di kalangan masyarakat. Hal tersebutlah yang
menjadikan program ini mudah diingat.Acara komedi Pesbukers
semakin sukses ditandai dengan prestasi yang telah dicapainya, yaitu
berhasil memenangkan piala Panasonic Gobel Award berturut-turut
pada tahun 2013 dan 2014 dalam kategori Program Komedi terfavorit.
Pesbukers mengalahkan program unggulan lain dalam kategorinya
seperti Opera Van Java, Comedy Project, Saung Sule, Indonesia
Lawak Klub, dan Korslet.
Pesbukers sebagai salah satu program acara komedi juga tidak
jarang menampilkan ucapan-ucapan yang sarat dengan unsur
kekerasan dan terkesan kurang beretika. Contohnya seperti Jessica
Iskandar disebut „bau ketek‟, „oon‟ dan „otaknya kurang‟. Pesbukers
sering menampilkan adegan kekerasan dalam bentuk candaan, seperti
39
mendorong atau menjatuhkan teman dalam beberapa segmen. Rafi
Ahmad memasukkan kepalanya ke dalam rok Jupe, serta adanya
adegan pelukan dengan durasi lebih dari 3 menit hal ini mengakibatkan
Pesbukers mendapatkan teguran dari KPI
dan mendapatkan
pengurangan durasi tayangan sebesar 30 menit. Di dalam aturan
Standar Program Siaran (SPS) KPI Tahun 2012 Pasal 24 Ayat (1)
dinyatakan; bahwa program siaran dilarang menampilkan ungkapan
kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, atau yang
mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat
manusia,
memiliki
makna
jorok/mesum/cabul/vulgar,
dan/atau
menghina agama dan Tuhan. Di ayat (2) kembali ditegaskan, kata-kata
kasar dan makian tersebut mencakup kata-kata dalam bahasa
Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing (sumber: www.kpi.go.id).
1.6.8
Variety show
Tiap kali menyaksikan acara televisi, program Variety show
menjadi tayangan yang seringkali menghiasi layar kaca Indonesia.
Pengertian Variety show adalah suatu acara yang menunjukkan
keragaman hiburan sesuai dengan tema yang diangkat oleh acara
tersebut7.
Program Variety show merupakan program acara televisi yang
memadukan antara berbagai macam acara jenis hiburan, panggung
7
_____________. ”Variety show dan Reality Show”. http://heeca.livejournal.com/3509.html, pada
tanggal 30 September 2014 pukul 10:00
40
televisi seperti lawak, lagu, dan drama. Variety show adalah format
acara televisi yang mengkombinasikan berbagai format lainnya, seperti
talkshow, magazine show, quiz, games show, musik concert, drama dan
sitcom (komedi situasi). Variasi acara tersebut dipadukan dalam
sebuah pertunjukan dalam bentuk siaran langsung maupun siaran
rekanaman (Naratama, 2006: 109)8.
1.7
Kerangka Konsep dan Operasional
1.7.1 Konsep
Dalam penelitian ini literasi media televisi, merupakan
kemampuan
seseorang
dalam
memahami,
menganalisa
dan
mengevaluasi program siaran televisi sesuai dengan konten, serta
mampu mengkomunikasikan kepada orang lain. Sedangkan literasi
media televisi di kalangan pelajar adalah kemampuan pelajar dalam
memahami, menganalisa dan mengevaluasi isi program siaran televisi
yang
sesuai
dengan
segmentasi
pelajar
dan
mampu
mengkomunikasikan. Variety show merupakan program hiburan
siaran televisi yang meliputi talk show, musik, game dan situasi
komedi sesuai dengan tema yang diangkat oleh acara tersebut.
Konsep atau variabel yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah pelajar yaitu siswa kelas XI dari SMAN 1 Bawang dan SMAN
8
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00499-mc%202.pdf, disunting tanggal 12 November
2014 pukul 08:43
41
1 Purwanegara Banjarnegara dengan berbagai latar belakang
pendidikan serta perilaku, yang melihat tayangan variety show dengan
harapan menjadi pelajar yang berkualitas serta memahami literasi
media.
Dalam hal ini model konsep literasi media terdiri atas:
menggunakan media televisi, menganalisa tayangangan dari program
acara televisi yaitu variety show, mengevaluasi tayangan variety show
di televisi serta mampu menilai pesan yang disampaikan dalam acara
tersebut, dan mengkomunikasikan pesan yang diterima dalam
tayangan variety show tersebut kepada orang lain.
Menggunakan media televisi merupakan pemahaman dan
pengetahuan pelajar/siswa dalam menggunakan media televisi dan
mampu memahami isi pesan dari program acara yang ditayangkan
oleh televisi tersebut. Siswa memahami dan mengetahui media yang
digunakan, frekuensi penggunaan televisi oleh siswa dalam setiap
harinya, memahami tujuan penggunaan televisi bagi pelajar, mengerti
isi pesan dari tayangan atau program acara televisi dalam hal ini
variety show.
Siswa diharapkan mampu menganalisa tayangan dari program
acara televisi yaitu variety show. Setelah melihat tayangan variety
show siswa mampu memahami tujuan pesan dalam tayangan tersebut
dan dapat mengidentifikasi pengirim pesan melalui tayangan variety
show dan apa isi pesan tersebut. Dalam hal ini perlunya diketahui
42
bagaimana kemampuan mengingat pesan yang diterima pelajar/siswa
melalui
tayangan
variety
show.
Kemampuan
pelajar/siswa
menjelaskan maksud pesan dari tayangan tayangan variety show,
kemampuan mengidentifikasi pengirim pesan, serta bagaimana
pelajar/siswa menilai pesan dari tayangan variety show yang dapat
menarik perhatian mereka.
Mengevaluasi tayangan variety show di televisi serta mampu
menilai pesan yang disampaikan dalam acara tersebut. Maksudnya
adalah setelah melihat tayangan variety show di televisi, pelajar/siswa
mampu menilai pesan yang diterima kemudian dibandingkan dengan
perspektif atau pandangan pelajar/siswa itu sendiri. Hal ini mencakup
penilaian subjektif seorang pelajar/siswa dan reaksi sikap terhadap
pesan serta implikasi nilai dari pesan tersebut. Lebih jelasnya adalah
bagaimana sikap, perasaan atau reaksi yang dirasakan pelajar/siswa
setelah menerima pesan dari tayangan variety show di televisi.
Pelajar/siswa mampu mengungkapkan informasi apa saja yang
berguna bagi dirinya terhadap pesan dari tayangan variety show
tersebut.
Kemampuan
pelajar
dalam
mengkomunikasikan
pesan.
Pelajar/siswa mampu mengkomunikasikan pesan yang diterima dari
tayangan variety show tersebut kepada orang lain, teman sekolah
maupun
keluarga.
Pesan
yang
diterima
pelajar/siswa
bisa
dikomunikasikan dalam bentuk apa saja, misalnya bahasa yang
43
digunakan, cara bicara, sikap dari pelajar/siswa itu sendiri, perilaku,
serta gerak-gerik badan.
1.7.2 Operasional
Tingkat literasi media di kalangan pelajar bertujuan untuk
mengetahui perbandingan tingkat literasi media di kalangan pelajar
khususnya siswa SMAN 1 Bawang dengan SMAN 1 Purwanegara
Banjarnegara terhadap tayangan variety show di televisi Indonesia.
Tabel 1.6 Indikator dan Penjelasan Tingkat Literasi Media pada Pelajar/Siswa
SMA
A
B
Dimensi
Akses Televisi
Memahami Konten
Kognitif
Emosional
Indikator
Kemampuan seseorang menggunakan
media televisi
Durasi jam menoton televisi
Intensitas menonton televisi
Kontrol diri terhadap kebutuhan
mengkonsumsi media televisi
Partisipasi aktif terhadap acara televisi
Kemampuan menganalisis konten
hiburan untuk mengidentifikasi alur
cerita utama, jenis karakter dan tema.
Kemampuan untuk melihat formula
hiburan
Kemampuan untuk membandingkan
alur, karakter , dan tema pada media
televisi
Mengetahui unsur-unsur dalam formula
hiburan
Kemampuan untuk menganalisis
perasaan yang digambarkan oleh
karakter pemain
Kemampuan untuk mengontrol emosi
yang ditimbulkan oleh alur cerita dan
tema
Merasakan berada di situasi yang
Digambarkan dalam cerita tersebut
44
berdasarkan pengalaman pribadi
Estetik
Moral
C
Kemampuan
Berkomunikasi
Kemampuan untuk menganalisis unsur
seni dalam cerita
Kemampuan untuk membandingkan
unsur seni yang digunakan pada
program satu dengan program yang
lainnya
Pengetahuan tentang baik dan buruk
cerita serta kualitas unsur yang
berkontribusi
Kemampuan untuk menganalisis
unsur-unsur moral pada tema
Kemampuan untuk membandingkan
cerita yang disajikan dengan cerita lain
Kemampuan untuk mengevaluasi pesan
moral dalam cerita
Kemampuan membangun relasi sosial
lewat media televisi
Kemampuan berpartisipasi dengan
masyarakat melalui media televisi
Mendorong seseorang untuk lebih
kreatif
1.8 Metodologi Penelitian
1.8.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada skripsi ini menggunakan metode survei
menggunakan pendekatan kuantitatif yang mengukur bobot penilaian
tiap variabel sehingga dapat menentukan tingkat kemampuan literasi
media. Obyek yang diteliti tidak mendapat perlakuan sama sekali. Data
dikumpulkan sebagaimana adanya, dengan demikian bobot penilaian
variabel dapat diukur dengan kondisi yang terjadi saat itu.
45
Data dikumpulkan dengan menggunakan instrument berupa
kuisioner. Pertanyaan pada kuisioner dibuat berdasarkan indikator.
Selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuisioner yang telah
disediakan untuk kemudian dianalisis dan disimpulkan.
1.8.2
Populasi dan Sampling
Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau obyek
yang akan diteliti. (Notoatmojo 2004). Populasi dalam penelitian ini
adalah pelajar kelas XI di SMAN 1 Bawang dan SMAN 1
Purwanegara Banjarnegara. Berdasarkan populasi tersebut nantinya
akan diambil beberapa sampel yang dianggap mampu mewakili
keseluruhan populasi yang ada.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Penentuan sampel dengan menggunakan teknik di
mana sampel yang dipilih mencangkup orang-orang yang diseleksi atas
dasar kriteria yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian dan
cocok sebagai sumber data (Sugiyono,2004:85). Kriteria sampel adalah
pelajara SMA kelas XI baik putra maupun putri, berasal dari SMAN 1
Bawang dan SMAN 1 Purwanegara di Banjarnegara
Adapun penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus
Yamane sebagai berikut : n=N/Nd²+1, dimana n = besar sampel; N =
jumlah populasi siswa kelas X1 di SMAN 1 Bawang dan SMAN 1
Purwanegara di Banjarnegara; d = nilai presisi - tingkat presisi yang
ditetapkan sebesar 5%; 1 = konstanta.
46
1.8.3
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan
data
dalam
penelitian
ini
dengan
menggunakan kuesioner kepada responden. Juga menghimpun data
dan informasi lain yang mendukung penelitian, termasuk didalamnya
studi kepustakaan sebagai data sekunder dan data tertier untuk
mendukung data primer yang sudah ada.
Sebelum responden mengisi kuesioner akan ditayangkan salah
satu tayangan YKS dan Pesbukers, untuk menyegarkan ingatan
responden akan program acara tersebut. Program acara YKS dan
Pesbukers memiliki tema yang berbeda-beda pada setiap tayangan,
sehingga peneliti menentukan salah satu tayangan.
1.8.4
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan
SPSS . Teknik analisis data menggunakan uji mean menggunakan non
parametric independent sample test. Data yang sudah di-entry
kemudian dianalisis menggunakan teknik statistik deskriptif.
Dalam penelitian ini pengukuran untuk tingkat literasi khusus
Mengakses Media (media yang digunakan, frekuensi penggunaan,
tujuan penggunaan dan mengerti isi pesan) karena sifatnya tabel
frekuensi sehingga menggunakan skor sebagai berikut :
47
Tabel 1.7 SkalaTingkat Kemampuan Literasi Media Adaptasi dan
Modifikasi dari European commission (2009).
Level
Deskripsi Kemampuan
Basic
Individu memiliki seperangkat kemampuan yang memungkinkan
penggunaan dasar televisi. Individu dalam tingkatan ini masih
memiliki keterbatasan dalam penggunaan media televisi.
Pengguna mengetahui fungsi dasar dan digunakan untuk tujuantujuan tertentu tanpa arah yang jelas. Kapasitas pengguna untuk
berfikir kritis dalam menganalisi informasi yang diterima dari
program acara televisi masih terbatas. Kemampuan komunikasi
melalui media televisi juga terbatas.
Individu sudah fasih dalam penggunaan media televisi,
mengetahui fungsi dan mampu melaksanakan fungsi-fungsi
tertentu, menjelajah operasi yang lebih komplek dalam
penggunaan televisi. Penggunaan media televisi dapat sesuai
kebutuhan. Pengguna dapat mengetahui bagaimana untuk memilih
dan menilai informasi dari sebuah program acara televisi yang dia
butuhkan, serta mampu menggunakan strategi pencarian informasi
tertentu.
Individu dalam tigkat ini sangat aktif dalam penggunaan media
televisi, menjadi sadar dan tertarik dalam berbagai regulasi yang
mempengaruhi penggunaannya. Pengguna memiliki pengetahuan
yang mendalam tentang teknik dan bahasa serta dapat
menganalisis
kemudian
mengubah
kondisi
yang
mempengaruhinya. Dibidang sosial, pengguna mampu
mengaktifkan kerjasama kelompok yang memungkinkan dia
untuk memecahkan masalah.
skor
0-7
Medium
skor
8-14
Advanced
Skor
15-22
Mean adalah teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas
nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rata-Rata (mean) ini didapat
dengan menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu,
kemudian dibagi dengan jumlah individu yang ada pada kelompok
tersebut. Nilai mean digunakan sebagai nilai tingkat literasi untuk
masing-masing sekolah.
48
Download