Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 Deteksi Bakteri Indikator Keamanan Pangan Pada Sosis Daging Ayam Di Pasar Flamboyan Pontianak Emma Kartika1, Siti Khotimah1, Ari Hepi Yanti 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, email korespondensi: [email protected] Abstract The sellers in Flamboyan market Pontianak sell the sausages without freezing box. This could trigger the growth of pathogen bacteria on the sausages. The aims of this research was to know the safety level of chicken sausages in Flamboyan market based on the amount of Coliform, Escherichia coli, Staphylococcus aureus and Salmonella sp. Samples of chicken sausages were randomly taken from 4 sellers as many as 12 packs. The samples were kept in room temperature (28ºC-30ºC) for 1 day, 3 days and 5 days. The amount of bacteria was calculated by using Most Probably Number and Total Plate Count methods. The result showed that there were changes on the color, the taste and the texture of chicken sausages at 3rd and 5th day. The number of bacteria from day 1 until day 5 is less than SNI (7388:2009), that was < 1 × 10 5 CFU/g. The number of S. aureus and MPN value of Coliform and E. coli from day 1 until day 5 was more than SNI (7388:2009), that was > 1 × 102 CFU/g, > 10 MPN/g and > 3 MPN/g, respectively. It is also known that chicken sausages positively contained Salmonella sp. in every 25g samples. Keywords : Sausage, Bacteria, Most Probably Number, Total Plate Count PENDAHULUAN Sosis merupakan produk makanan olahan daging yang dikemas dalam wadah yang tertutup rapat. Sosis terbuat dari campuran daging halus (mengandung daging lebih dari 75%) dan tepung, dengan atau tanpa penambahan bumbu serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan (Badan Standardisasi Nasional, 1995). Suhu ideal penyimpanan sosis sekitar -18ºC, tetapi para pedagang di pasar Flamboyan Pontianak menyimpan sosis pada suhu ruang tanpa menggunakan fasilitas pendingin. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri, sehingga pada saat sosis dikeluarkan dari pendingin dan dibiarkan berada pada suhu ruang maka pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dapat berlangsung dengan cepat (Asmoel, 2009). Menurut penelitian Haryati (2003), sosis yang disimpan pada suhu termos es (10ºC-15ºC) bertahan sampai 7 hari, dengan rata-rata total bakteri adalah 4,58x102 CFU/g, sedangkan sosis yang disimpan pada suhu ruang (27ºC-30ºC) hanya bertahan 2 hari dengan total bakteri 1,42x103 CFU/g, dan pada hari ke-3 terjadi peningkatan jumlah total bakteri sebanyak 1,86x106 CFU/g. Mikroorganisme patogen yang sering ditemukan pada produk pangan dapat digolongkan sebagai mikroorganisme indikator keamanan pangan. Mikroorganisme patogen tersebut merupakan penyebab keracunan makanan (intoksikasi), contohnya kasus keracunan pada warga di Dusun Surya Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang. Keracunan ini menyebabkan 1 orang meninggal dunia dan 2 orang mengalami keracunan ringan setelah mengkonsumsi sosis dalam kemasan yang mulai berlendir. Kondisi sosis yang mulai berlendir tersebut menunjukkan adanya kontaminasi bakteri pada sosis tersebut (Harian Equator, 2010). Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui tingkat keamanan sosis yang menjadi jajanan umum bagi masyarakat, sehingga perlu dilakukan pengujian terhadap kandungan bakteri pencemar 111 Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 pada sosis daging ayam yang dijual di pasar tradisional khususnya pasar Flamboyan Pontianak. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2012 sampai dengan Februari 2013. Pengujian sampel dan pengamatan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura Pontianak. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel sosis daging ayam yang diperoleh dari pasar Flamboyan Pontianak, alkohol 70%, akuades, larutan Crystal violet, larutan iodin, pewarna safranin, spiritus, Brilliant Green Lactose Broth Bile (BGLB), Bismuth Sulfite Agar (BSA), Buffered Pepton Water (BPW), Eosin Methylene Blue (EMB), Lactose Broth (LB), Luria Broth (LB), Mannitol Salt Agar (MSA), Nutrient Agar (NA), Plate Count Agar (PCA), Pepton Water (PW), Selenite Cystine Broth (SCB), Trypticase Soy Agar (TSA) dan Triple Sugar Iron Agar (TSIA). Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara acak dari 4 pedagang sosis daging ayam di pasar Flamboyan Pontianak, dan setiap pedagang diambil 3 kemasan sosis daging ayam (375 g). Sampel kemudian disimpan pada suhu ruang (28ºC-30ºC) dengan lama waktu penyimpanan, yaitu 1 hari, 3 hari dan 5 hari. Preparasi dan Pengenceran Pengenceran sampel uji dilakukan dengan 4 seri pengenceran, yaitu: 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-4. Pengenceran awal dilakukan dengan mencampurkan 25 g sampel yang telah dihaluskan ke dalam 225 ml Buffered Pepton water (BPW) lalu dihomogenkan. Selanjutnya untuk pengenceran 10-1, diambil sebanyak 1 ml dari pengenceran awal lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml Pepton Water (PW), demikian juga untuk pengenceran 10-2, diambil sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-1 lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml PW. Selanjutnya diambil sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-2, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi pengenceran 10-3 yang berisi 9 ml PW. Dari pengenceran 10-3 diambil sebanyak 1 ml kemudian dmasukkan ke dalam tabung reaksi pengenceran 10-4 yang berisi 9 ml PW. Pengujian Bakteri Coliform a. Uji Dugaan Sampel dari pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 3 tabung yang berisi 5 ml Lactose Broth (LB) yang di dalamnya terdapat tabung durham terbalik. Kemudian semua tabung tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 48 jam. Setelah 48 jam, dicatat jumlah tabung yang membentuk gas pada masing-masing pengenceran. b. Uji Penegasan Setiap tabung dari uji dugaan yang membentuk gas diambil 1 ose, dan dipindahkan ke tabung reaksi yang berisi media Briliant Green Lactose Broth yang didalamnya terdapat tabung durham terbalik. Kemudian semua tabung disimpan dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 48 jam. Uji dinyatakan positif jika terbentuk gas atau gelembung dalam tabung durham. Dicatat jumlah tabung yang terbentuk gas pada uji penegasan, kemudian disesuaikan pada tabel MPN (SNI 2897:2008). Pengujian Bakteri Escherichia coli a. Uji Dugaan Tabung positif pada uji dugaan bakteri Coliform, diambil 1 ose dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml media Luria Broth (LB) yang didalamnya terdapat tabung durham terbalik. Banyaknya tabung reaksi yang digunakan untuk uji dugaan bakteri Escherichia coli, disesuaikan dengan jumlah tabung positif yang terdapat pada uji dugaan bakteri Coliform. Kemudian tabung reaksi tersebut diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24-48 jam. Jumlah tabung yang terbentuk gas dicatat dan disesuaikan dengan tabel MPN (SNI 2897:2008). b. Uji Penegasan Tabung reaksi yang terduga mengandung E. coli (jika terbentuk gas), dipilih dan diambil 1 ose kemudian diinokulasi dengan cara digores zig-zag ke dalam cawan petri yang berisi media Eosin Methylene Blue (EMB) yang telah dibekukan. Biakan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Uji positif adanya E. coli ditandai dengan koloni yang berwarna kilap logam pada media EMB. Pengujian Total Bakteri Sampel dari pengenceran 10-3 dan 10-4 diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi media Plate Count Agar. Kemudian sampel dan media dalam cawan petri 112 Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 dihomogenkan dan dibiarkan hingga membeku. Setelah membeku, cawan petri tersebut diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37ºC. Seluruh jumlah koloni yang muncul pada media dinyatakan sebagai jumlah total bakteri dalam 1 ml sampel. Kemudian dihitung jumlah rata-rata koloni pada cawan petri dengan faktor pengenceran yang digunakan. Pengujian Bakteri Salmonella sp. a. Pra-pengayaan ( Pre-enrichment ) Sampel sebanyak 25 g, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan agen pengkaya LB sebanyak 225 ml kemudian dihomogenisasi. Setelah itu diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 24 jam. b. Pengayaan ( Enrichment ) Sampel yang telah diinkubasikan selama 24 jam pada tahap pra-pengkayaan kemudian diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 100 ml Selenite Cystine Broth (SCB). Setelah itu diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37 oC. c. Uji Dugaan Sampel yang telah dilakukan pengayaan diambil 1 ose, lalu digoreskan zig-zag ke permukaan media Bismuth Sulfite Agar (BSA). Setelah itu, media diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Apabila terdapat Salmonella terduga maka akan tampak berwarna coklat kehitaman hingga kilap logam yang tumbuh pada goresan zig-zag tersebut. Jika terduga tampak, maka untuk memastikan bahwa bakteri terduga yang tumbuh adalah Salmonella, perlu untuk dilakukan uji lanjut. d. Uji Penegasan Uji penegasan dilakukan apabila muncul koloni yang berwarna coklat kehitaman hingga kilap logam pada media selektif Bismuth Sulfite Agar (BSA). Uji lanjut dilakukan dengan cara mengambil 1 ose terduga Salmonella pada media BSA lalu dipindahkan ke dalam media NA miring. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Koloni yang tumbuh diambil dan ditusukkan ke dalam media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) tegak. Lalu diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Pengujian Bakteri Staphylococcus aureus a. Uji Dugaan Sampel dari pengenceran 10-3 dan 10-4 dan diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian media Trypticase Soy Agar yang telah didinginkan, dituangkan cawan petri tersebut. Sampel dan media dihomogenkan dan dibiarkan hingga membeku. Selanjutnya cawan petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24-48 jam. Jika terbentuk koloni bakteri, maka dilanjutkan dengan uji penegasan. b. Uji Penegasan Koloni terduga pada cawan petri diambil, kemudian digoreskan pada cawan petri yang berisi media Mannitol Salt Agar yang telah dibekukan. Selanjutnya cawan petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24-48 jam. Uji dinyatakan positif jika warna media berubah dari merah menjadi kuning. Pewarnaan Gram Sediaan dioleskan pada gelas objek. Selanjutnya sediaan diwarnai dengan larutan Crystal violet selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air dan dikering anginkan. Sediaan diteteskan larutan iodin dan didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan. Kemudian sediaan diteteskan alkohol 70% selama 30 detik, dicuci dengan air mengalir lalu dikering anginkan. Terakhir sediaan diteteskan larutan pewarna safranin selama 1 menit, lalu dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan. Setelah kering, sediaan diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x10, 10x40 dan 10x100. Pengamatan Parameter Kondisi Fisik Sosis Pengamatan kondisi fisik sosis daging ayam, yaitu meliputi warna, tekstur dan aroma. Pengamatan Parameter Mikrobiologis Parameter mikrobiologis yang diamati, yaitu sifat gram (positif atau negatif), bentuk koloni gram (basil, coccus, koma, spiral), perubahan warna media, warna koloni, serta pembentukan gas dan endapan (Badan Standardisasi Nasional, 1992). Pengamatan Parameter Lingkungan Parameter lingkungan yang diamati, yaitu suhu dengan menggunakan termometer. Pengukuran Parameter Uji Menurut Badan Standardisasi Nasional (2008), perhitungan jumlah koloni bakteri dalam sampel yang diuji dapat dilakukan dengan ketentuan berikut ini : 1. Jika cawan petri duplo dari setiap pengenceran menghasilkan koloni < 25, maka hitung jumlah yang ada pada cawan petri dari setiap pengenceran. Jumlah koloni per cawan di hitung. Tanda bintang (*) menunjukan hasil perhitungan diluar 25 koloni sampai dengan 250 koloni per cawan. 2. Jika jumlah koloni per cawan > 250, maka koloni-koloni pada cawan petri dari setiap pengenceran dihitung dan dikalikan dengan 113 Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 3. 4. 5. 6. faktor pengencerannya. Tanda bintang (*) menunjukan hasil perhitungannya diluar 25 koloni sampai dengan 250 koloni per cawan. Jika cawan petri dari semua pengenceran tidak menghasilkan koloni, laporkan jumlah koloni, yaitu kurang dari 1 dan dikalikan dengan faktor pengenceran terendah yang digunakan. Tanda bintang (*) menunjukan hasil perhitungannya diluar 25 koloni sampai dengan 250 koloni per cawan. Jika satu cawan petri dari salah satu pengenceran menghasilkan jumlah koloni 25 sampai dengan 250 dan cawan lainnya > 250 koloni, kemudian kedua cawan petri dari pengenceran lainnya menghasilkan jumlah koloni < 25 sampai dengan 250, maka dihitung jumlah koloni 25 sampai dengan 250 dan yang > 250 koloni. Jika satu cawan petri dari setiap pengenceran menghasilkan 25 koloni sampai dengan 250 koloni, dan cawan petri lainnya < 25 koloni atau menghasilkan > 250 koloni, maka dihitung jumlah koloni tiap pengenceran, termasuk yang < 25 koloni atau yang > 250 koloni. Jika dua cawan dari satu pengenceran dengan 25 koloni sampai dengan 250 koloni, hanya satu cawan petri dari pengenceran lainnya yang < 25 koloni atau yang > 250 koloni, maka dihitung jumlah koloni dari setiap pengenceran termasuk yang < 25 koloni atau yang > 250 koloni. Perhitungan jumlah koloni bakteri dalam sampel yang diuji dapat dilakukan dengan analisis data berikut ini : Koloni tiap pengenceran = Koloni/gram = koloni P1 + koloni P2 2 × fp Σ KP 1 + Σ KP 2 2 Keterangan : fp = Faktor pengenceran P1 = Cawan Petri 1 P2 = Cawan Petri 2 KP1 = Koloni Pengenceran 1 KP2 = Koloni Pengenceran 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil pengamatan kondisi fisik sosis daging ayam yang disimpan pada suhu ruang (28ºC-30ºC), menunjukan bahwa sampel hari ke-1 sosis daging ayam masih terlihat segar berwarna merah muda, dengan aroma khas sosis dan bertekstur lebih kenyal. Sampel hari ke-3 mulai berubah warna menjadi lebih pucat, dengan aroma sedikit asam dan bertekstur sedikit lunak dan berlendir. Sampel hari ke-5 berubah warna menjadi kecoklatan, dengan aroma asam yang sangat menyengat serta bertekstur lebih lunak dan berlendir (Tabel 1). Tabel. 1 Hasil Pengamatan Kondisi Fisik Sosis Daging Ayam Yang Dijual Di Pasar Flamboyan Pontianak Sampel Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Lama Penyimpanan H1 H3 H5 H1 H3 H5 H1 H3 H5 H1 H3 H5 Pengamatan Kondisi Fisik Sosis Daging Ayam Warna merah muda lebih pucat kecoklatan merah muda lebih pucat kecoklatan merah muda lebih pucat kecoklatan merah muda lebih pucat kecoklatan Tekstur kenyal sedikit lunak dan berlendir lebih lunak dan berlendir kenyal sedikit lunak dan berlendir lebih lunak dan berlendir kenyal sedikit lunak dan berlendir lebih lunak dan berlendir kenyal sedikit lunak dan berlendir lebih lunak dan berlendir Aroma khas sosis sedikit asam asam sangat menyengat khas sosis sedikit asam asam sangat menyengat khas sosis sedikit asam asam sangat menyengat khas sosis sedikit asam asam sangat menyengat Keterangan : H1 = Hari Ke-1; H3 = Hari Ke-3; H5 = Hari Ke-5 114 Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 Berdasarkan pada hasil pengamatan kondisi fisik sosis (Tabel 1), diketahui bahwa terjadinya perubahan warna tekstur dan aroma pada sampel (a) hari ke-3 dan ke-5. Perubahan warna pada sampel dapat dilihat pada Gambar 1. (b) (c) Gambar 1. Perubahan warna sosis daging ayam Keterangan: (a) sampel hari ke-1; (b) sampel hari ke-3; dan (c) sampel hari ke-5. Pengujian parameter mikrobiologis bakteri indikator keamanan pada sosis daging ayam dilakukan dengan menggunakan media selektif. Keberadaan bakteri Coliform, E. coli, S. aureus, dan Salmonella sp. pada sampel sosis daging ayam, ditandai dengan ciri yang berbeda pada masing-masing media uji. Hasil uji mikrobiologis dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel. 2 Pengamatan Parameter Mikrobiologis Pada Sosis Daging Ayam yang Dijual Di Pasar Flamboyan Pontianak Parameter Pengamatan Sifat Gram Bentuk Koloni Gram Warna Koloni Bakteri Bentuk Perambatan Koloni Bakteri Perubahan Warna Media Total Bakteri putih kekuningan bulat dan tidak beraturan, elevasi datar tidak terjadi perubahan warna - Pembentukan Gas dan Endapan Keterangan : (-) parameter tidak diamati Bakteri Indikator Keamanan Pada Sosis Dading Ayam Coliform E. coli S. aureus Salmonella sp. negatif negatif positif negatif basil basil stafilococcus basil kilat hijau kuning terang coklat kehitaman logam / dengan kilap metalik logam bulat, elevasi bulat, elevasi bulat, elevasi cembung cembung cembung hijau terang menjadi hijau muda dan keruh terbentuk gas dan endapan Berdasarkan hasil penelitian, keseluruhan sampel positif mengandung bakteri Coliform dan E. coli. Nilai MPN Coliform dan E. coli pada sosis daging ayam yang disimpan pada suhu ruang (28ºC-30ºC) mengalami peningkatan dari hari ke-1 hingga hari tidak terjadi perubahan warna terbentuk gas dan endapan merah menjadi orange kekuningan - warna kuning pada butt dan merah pada slant terbentuk gas ke-5. Nilai MPN Coliform dan E. coli pada sampel sosis daging ayam dinyatakan melebihi standar yang telah ditetapkan oleh SNI (7388:2009), yaitu Coliform > 10 MPN/g dan E. coli > 3 MPN/g (Tabel 3). Tabel 3. Nilai MPN Coliform dan E. coli Pada Sosis Daging Ayam yang Dijual Di Pasar Flamboyan Pontianak Kandungan Bakteri Coliform dan E. coli Pada Sosis Daging Ayam (MPN/g) S1 S2 S3 S4 Coliform H1 240 93 150 93 H3 460 210 210 240 H5 1100 1100 460 460 E. coli H1 21 20 15 15 H3 150 150 75 150 H5 1100 460 210 460 Keterangan : S1 = Sampel 1; S2 = Sampel 2; S3 = Sampel 3; S4 = Sampel 4 H1 = Hari ke-1; H3 = Hari ke-3; H5 = Hari ke-5 Cemaran Bakteri Lama Penyimpanan Batas Maksimum (MPN/g) SNI 7388:2009 10 <3 115 Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 Hasil penelitian juga menunjukan bahwa sosis daging ayam yang disimpan di suhu ruang mengandung cemaran bakteri aerob, S. aureus dan Salmonella sp. Rata-rata total bakteri pada masing-masing sampel sosis daging ayam dari hari ke-1 hingga hari ke-5, dinyatakan kurang dari standar yang telah ditetapkan oleh SNI (7388:2009) yaitu < 1 × 105 CFU/g, sedangkan jumlah bakteri S. aureus pada masing-masing sampel sosis daging ayam pada hari ke-1, ke-3 dan ke-5, dinyatakan melebihi standar yang telah ditetapkan oleh SNI (7388:2009), yaitu > 1×102 CFU/g. Selain itu, berdasarkan pada hasil pengujian juga dapat diketahui bahwa seluruh sampel sosis daging ayam hari ke-1, ke-3 dan ke-5, dinyatakan positif mengandung cemaran bakteri Salmonella sp. (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah Total Bakteri, S. aureus dan Salmonella sp. Pada Sosis Daging Ayam yang Dijual Di Pasar Flamboyan Pontianak Cemaran Bakteri Lama Penyimpanan Total Bakteri H1 H3 H5 H1 H3 H5 H1 H3 H5 S. aureus Salmonella sp. Kandungan Jumlah Total Bakteri, S. aureus dan Salmonella sp. Pada Sosis Daging Ayam (CFU/g) S1 S2 S3 S4 16 × 104 44 × 103 31 × 103 14 × 104 22 × 104 27 × 104 26 × 104 26 × 104 4 4 4 38 × 10 34 × 10 43 × 10 42 × 104 3* 3* 3* 10 × 10 13 × 10 16 × 10 16 × 103* 3 4 4 50 × 10 14 × 10 14 × 10 48 × 103 4 4 4 24 × 10 20 × 10 20 × 10 21 × 104 positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif Batas Maksimum (CFU/g) SNI 7388:2009 1×105 1×102 negatif *)Cawan petri yang kurang dari 25 koloni Keterangan : S1 = Sampel 1; S2 = Sampel 2; S3 = Sampel 3; S4 = Sampel 4 H1 = Hari ke-1; H3 = Hari ke-3; H5 = Hari ke-5 Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan kondisi fisik sosis daging ayam, diketahui bahwa terjadi perubahan warna (Gambar 1), tekstur dan aroma pada sampel sosis daging ayam yang disimpan di suhu ruang (28ºC-30ºC) pada hari ke-3 dan ke-5 (Tabel 1). Perubahan warna, tekstur dan aroma pada sampel, menunjukan adanya aktivitas dan peningkatan jumlah bakteri pencemar yang terdapat pada sampel tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siagian (2002), yang menyebutkan bahwa tandatanda kerusakan seperti perubahan aroma, tekstur dan warna pada produk olahan daging dapat terjadi karena adanya peningkatan jumlah mikroba pada produk olahan daging tersebut. Jumlah mikroba pada kisaran 103-104 CFU/g belum menunjukkan tanda-tanda kebusukan. Kebusukan pada produk olahan daging biasanya terjadi pada kisaran > 106 CFU/g, yang ditandai dengan perubahan aroma, perubahan tekstur produk yang mudah hancur serta terbentuknya lendir. Hasil penelitian Haryati (2003), juga menunjukan bahwa terjadi perubahan aroma pada hari ke-2, warna dan tekstur pada hari ke-3 dan hari ke-5 pada sosis daging sapi yang disimpan pada pada suhu ruang (27ºC-30ºC), sedangkan sosis daging sapi yang disimpan pada suhu termos es (10ºC-15ºC), tidak terjadi perubahan tekstur tetapi perubahan warna dan aroma terjadi pada hari ke-6. Menurut Siagian (2002), perubahan tekstur atau kekenyalan pada produk olahan daging disebabkan karena terjadinya pemecahan struktur daging oleh bakteri, sedangkan perubahan aroma pada produk olahan daging disebabkan karena terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin yang merupakan hasil pemecahan protein oleh bakteri. Sosis sebagai produk makanan beku, seharusnya disimpan dalam pendingin dengan suhu -18ºC. Menurut Pelczar (1986), penyimpanan makanan pada suhu beku sebenarnya hanya menghambat proses pertumbuhan bakteri penyebab kebusukan dan kerusakan, tetapi tidak membunuh sel-sel bakteri. Sel-sel bakteri tersebut dapat tumbuh kembali seperti sel-sel normal apabila berada pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Hal inilah yang terjadi pada sampel sosis daging ayam disimpan pada suhu ruang (28ºC-30ºC). Terjadinya perubahan warna, tekstur dan aroma pada sampel dapat disebabkan 116 Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 karena adanya peningkatan jumlah bakteri Hasil pengujian menunjukan sampel hari ke-1, ke-3 dan ke-5, positif mengandung bakteri Coliform dan E. coli. Hal ini ditandai dengan terbentuknya gas dalam tabung durham yang berada dalam tabung reaksi yang berisi media uji LB dan BGLB. Selain itu, pada media EMB juga menunjukan adanya koloni bakteri E. coli yang berwarna kilat hijau logam/metalik (Tabel 2). Menurut Radji (2008), Media LB dan BGLB mengandung laktosa, Coliform merupakan bakteri yang mampu memfermentasi laktosa sehingga dapat tumbuh pada media tersebut, sedangkan media EMB merupakan media padat yang dapat digunakan untuk identifikasi bakteri E. coli. Laktosa dan zat pewarna eosin serta metilen biru mampu membedakan antara enterik yang memfermentasi laktosa dengan nonfermenter. Matuwo (2012), menyatakan bahwa bakteri bakteri E. coli yang tumbuh pada media EMB akan berwarna hijau metalik, sedangkan bakteri Coliform lain, seperti Enterobacter aerogenes akan berwarna merah muda di atas media EMB. Bakteri enterik nonfermenter laktosa membentuk koloni tidak berwarna dan kelihatan transparan. Uji mikrobiologis juga dilakukan untuk mengetahui kandungan bakteri aerob, S. aureus, dan Salmonella sp. pada sampel. Pertumbuhan cemaran total bakteri terjadi pada permukaan media PCA. Hal ini dikarenakan bakteri total bersifat aerob. Koloni total bakteri yang tumbuh pada media PCA berbentuk bulat hingga tidak beraturan, berwarna putih kekuningan dengan permukaannya yang licin (Tabel 2). Selain itu, bakteri tersebut dapat tumbuh pada suhu antara 15ºC-55ºC, dengan suhu optimum 25ºC-40ºC dalam pangan. Hal inilah yang menyebabkan cemaran total bakteri juga dapat tumbuh pada sampel sosis daging ayam, karena sampel tersebut disimpan pada suhu ruang, yaitu 28ºC-30ºC. Keberadaan cemaran bakteri S. aureus pada sampel sosis daging ayam dapat diketahui dengan melakukan pengujian dengan menggunakan media Trypticase Soy Agar (TSA) dan Mannitol Salt Agar (MSA). Menurut Rollins dan Joseph (2000), media TSA mengandung asam amino dan substansi nitrogen yang membuatnya menjadi media bernutrisi untuk mendukung pertumbuhan mayoritas bakteri patogen. Koloni bakteri S. aureus yang tumbuh pada media TSA berbentuk bulat, elevasinya cembung dan berwarna putih kekuningan. Media MSA mengandung NaCl yang cukup tinggi, yaitu pencemar selama sampel disimpan di suhu ruang. 7%-10%. Pertumbuhan S. aureus pada media MSA ditandai dengan terjadinya perubahan warna media MSA, yaitu dari warna merah terang menjadi warna orange kekuningan (Tabel 2). Menurut Tirtana (2007), Kebanyakan bakteri tidak dapat bertahan hidup di lingkungan kadar garam yang tinggi (hipertonik). Akan tetapi, genus Staphylococcus dapat beradaptasi dengan lingkungan tinggi kadar garam dan tumbuh baik di media ini. Sosis daging ayam juga mengandung garam. Suparno (1994) menyatakan konsentrasi garam pada sosis, yaitu sekitar 2% atau setara dengan 2 gram per 100 sosis. Hal inilah yang mendukung pertumbuhan bakteri S. aureus pada sampel sosis daging ayam. Koloni bakteri Salmonella sp. yang tumbuh pada media selektif Bismuth Sulfite Agar (BSA) berbentuk bulat, elevasinya cembung dengan pinggiran rata, dan berwarna coklat kehitaman dengan kilap logam (Tabel 2). Pertumbuhan bakteri Salmonella sp. media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) ditandai adanya perubahan warna media, yaitu kuning pada butt (dasar) dan merah pada slant (permukaan miring). Perubahan warna tersebut terjadi karena adanya fermentasi glukosa oleh Salmonella sp. Selain itu, keberadaan bakteri Salmonella sp. juga ditandai dengan pembentukan ruang udara di bawah medium sehingga medium terangkat ke atas. Menurut Afrianto (2008), media TSIA digunakan untuk identifikasi bakteri gram negatif yang memfermentasi glukosa atau laktosa atau sukrosa dan produksi H2S. Oleh karena itu, media ini dapat digunakan untuk konfirmasi bakteri Salmonella sp. yang tumbuh pada media BSA. Terjadinya fermentasi glukosa oleh Salmonella sp. akan mengubah phenol red (media merah) menjadi kuning dan menurunkan pH menjadi asam. Kondisi inilah yang juga menyebabkan perubahan aroma pada sampel sosis daging ayam yang menjadi lebih asam pada hari ke3 dan ke-5 (Tabel 1). Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sampel sosis daging ayam yang diperoleh dari pasar Flamboyan Pontianak, yang disimpan pada suhu ruang (28ºC-30ºC) positif mengandung total bakteri aerob, Coliform, E. coli, S. aureus dan Salmonella sp. Rata-rata total bakteri pada sampel sosis daging ayam, yaitu < 1×105 CFU/g atau kurang dari standar yang telah ditetapkan oleh SNI (7388:2009), sedangkan jumlah cemaran 117 Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 bakteri Coliform, E. coli, S. aureus dan ditetapkan oleh SNI (7388:2009), yaitu Coliform > 10 MPN/g (Tabel 3), E. coli > 3 MPN/g (Tabel 3), S. aureus > 1×102 CFU/g (Tabel 4) dan Salmonella sp. positif dalam 25 g sampel (Tabel 4), sehingga dapat dikatakan bahwa sampel sosis daging ayam tersebut tidak aman untuk dikonsumsi. Beberapa penelitian juga menunjukan bahwa adanya kontaminasi bakteri pencemar pada sosis, diantaranya penelitian Djoepri (2006), yang menunjukkan 23 sampel sosis yang diperoleh dari pasar tradisional positif mengandung Coliform dan E.coli dengan nilai MPNnya melebihi standar SNI (7388:2009). Selain itu, penelitian Harsojo et al. (2000) dan Chotiah (2009) juga menyatakan adanya kandungan bakteri S. aureus pada sosis daging ayam yang diperoleh dari pasar tradisional Jakarta Utara dan Bandung, yang melebihi standar dari SNI (7388:2009), yaitu 5×103 CFU/g dan 2×103 CFU/g. Keberadaan bakteri Coliform, E. coli, S. aureus dan Salmonella sp. dalam sosis daging ayam yang diperoleh dari pasar Flamboyan Pontianak, menunjukan bahwa dalam tahap pengolahan sosis daging ayam tersebut mengalami kontak tidak langsung dengan kotoran melalui air dan peralatan yang digunakan selama pengolahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Widiyanti dan Ristiati (2004), yang menyatakan bahwa adanya kontaminasi bakteri patogen pada air atau makanan menunjukkan bahwa dalam satu atau lebih tahap pengolahannya pernah mengalami kontak tidak langsung dengan kotoran, yang menandakan proses pengolahan produk tersebut kurang higienis. Pencegahan terhadap kontaminasi bakteri patogen, dapat dilakukan dengan penanganan makanan dengan proses pemasakan yang benar, pencegahan pencemaran silang (cross contamination), penerapan higiene personal serta sanitasi yang memadai. Meskipun proses pemasakan dengan suhu 60ºC-70ºC bakteri Coliform, E. coli dan Salmonella sp. dapat dimusnahkan, karena bakteri-bakteri tersebut tidak tahan terhadap panas, akan tetapi bakteri patogen lainnya seperti S. aureus tidak dapat dimusnahkan. Menurut Stewart (2003) dalam Chotiah (2009), S. aureus mampu menghasilkan enterotoksin. Toksin ini bersifat tahan dalam suhu tinggi, meskipun bakteri mati dengan pemanasan namun toksin yang dihasilkan tidak akan rusak dan masih dapat bertahan meskipun dengan pendinginan ataupun Salmonella sp. melebihi standar yang telah pembekuan. Sel vegetatif S. aureus dapat diinaktivasi pada suhu > 46°C namun sporanya masih mampu bertahan pada pemanasan 100°C-120°C. Kebanyakan spora bakteri rusak dengan pemanasan 100°C selama 30 menit. Ada juga spora bakteri yang tidak rusak selama pemanasan pada suhu 100°C selama 24 jam. Akan tetapi, semua spora bakteri akan mati pada pemanasan 121°C selama 15 menit (Setiowati dan Inanusantri, 2011). DAFTAR PUSTAKA Asmoel, 2009, Pengaruh Pendinginan dan Pembekuan, diakses 29 September 2011, <Error! Hyperlink reference not valid. Badan Standardisasi Nasional, 1992, Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-2897-1992 Tentang Cara Uji Cemaran Mikroba, Jakarta Badan Standardisasi Nasional, 1995, Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3820-1995 Tentang Sosis Daging, Jakarta Badan Standardisasi Nasional, 2009, Standar Nasional Indonesia (SNI) 7388- 2009 Tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan, Jakarta Chotiah, 2009, ‘Cemaran Staphylococcuc aureus Pada Daging Ayam dan Olahanya’, Jurnal Peternakan dan Veteriner, vol. 2, no. 2, hal. 682-687 Harian Equator, 2010, Sekeluarga Keracunan Sosis, Satu Tewas, Dua Masuk Rumah Sakit, diakses 30 September 2011, <http://www.equatornews.com> Harsojo, Rosalina, S, & Andini, LS. 2000, ‘Sanitasi Makanan Olahan Di Jakarta dan Tangerang’. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isosop dan Radiasi, Batan Haryati, N, 2003, Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Sosis Daging Sapi Terhadap Total Bakteri dan Penilaian Organoleptik, Skripsi, IPB, Bogor Matuwo, A, 2012, Kualitas Mikrobiologis Daging Ayam Pada Pasar Modern Dan Tradisional Di Makassar, Fakultas Peternakan; Teknologi Hasil Ternak, Skripsi, Makassar Pelczar, MJ, 1986, Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia, Jakarta Radji, M, Heria, O & Herman, S, 2008, ‘Pemeriksaan Bakteriologis Air Minum Isi Ulang Di Beberapa Depo Air Minum Isi Ulang Di Daerah Lenteng Agung Dan Srengseng Sawah Jakarta Selatan’, Majalah Ilmu Kefarmasian, vol. 5, no. 2, hal. 101-109 Rollins, DM & Joseph, SW, 2000, Pathogenic Microbiology: Description Of BSCI 424 118 Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 Laboratory Media, diakses 24 Maret 2013, <Error! Hyperlink reference not valid. Pada Daging dan Hati Ayam Mengacu Pada Persyaratan SNI Di Dki Jakarta’, Prosiding PPI Standardisasi, vol. 2, no. 2, hal. 103-110 Siagian, A, 2002, Mikroba Patogen Pada Makanan dan Sumber Pencemarannya Fakultas Kesehatan Masyarakat, USU, Sumatera Utara Suparno, 1994, Ilmu dan Teknologi Pengolahan Daging, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Stewart, CM, 2003, Staphylococcus aureus and Staphylococcal Enterotoxis. In: Foodborne Microorganisms of Public Health Significance, 6th Ed. Hocking, A.D. (Eds), Setiowati, WE & Inanusantri, 2011, ‘Kajian Monitoring Dan Surveilan Cemaran Mikroba Australian Institute of Food Science and Technology Incorporated (NSW Branch) Tirnata, LP, 2007, Identifikasi Staphylococcus aureus Penyebab Mastitis Dengan Uji Fermentasi Mannitol Dan Deteksi Produksi Asetoin Pada Sapi Perah Di Wilayah Kerja Koperasi Usaha Tani Ternak Suka Makmur Grati Pasuruan, Skripsi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya Widiyanti, NLP, & Ristiati, 2004, Analisis Kualitatif Bakteri Coliform pada Depo Air Minum Isi Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan, vol. 3, no. 1, hal. 64-73 119