1. Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pringsewu 2. Efikasi Diri Pencegahan Perilaku Berisiko HIV pada Kalangan Mahasiswa Muslim 3. Kajian Resiliensi Mahasiswa Fakultas Keperawatan Terhadap Capaian Indeks Prestasi Akademik di Universitas Padjadjaran 4. Persepsi Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Terhadap Penyakitnya di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Bodas Bandung 5. Death Anxiety pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung 6. Pengalaman Penderita Diabetes Mellitus Tipe II dengan Hiperkolesterolimia Setelah Mengkonsumsi Virgin Coconut Oil 7. Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut 8. Analisis Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) di Ruang Zaitun II Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat 9. Hubungan Stadium Penyakit dengan Konsep Diri Pasien Kanker Payudara di Kota Bogor 10. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Rematik pada Lansia di Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung Janu Purwono, Rita Sari Angga Wilandika, Kusman Ibrahim Ayu Prawesti, Etika Emaliyawati, Titin Sutini Salami Ratu Irbath Khoirun Nisa, Aan Nur’aeni, Efri Widianti Elina Nurfitria, Reynie P. Raya Sundari Rakhman, Efri Widianti, Aan Nur’aeni Dewi Mustikaningsih Nieniek Ritianingsih, Farial Nurhayati Ridwan Setiawan, Tjutju Rumijati Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 DEWAN REDAKSI JURNAL KEPERAWATAN ‘AISYIYAH (JKA) Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 Pelindung: Ketua STIKes ‘Aisyiyah Bandung Penanggung Jawab: Santy Sanusi, S.Kep.Ners., M.Kep. Ketua: Sajodin, S.Kep., M.Kes., AIFO. Sekretaris/Setting/Layout: Aef Herosandiana, S.T., M.Kom. Bendahara: Riza Garini, A.Md. Penyunting/Editor : Perla Yualita, S.Pd., M.Pd. Triana Dewi S, S.Kp., M.Kep Pemasaran dan Sirkulasi : Nandang JN., S.Kp., M.Kep.,Ns., Sp.Kep., Kom. Mitra Bestari : Dewi Irawati, MA., Ph.D. Suryani, S.Kp., MHSc., Ph.D. DR. Kusnanto, S.Kp., M.Kes. Iyus Yosep, S.Kp., M.Si., MN. Irna Nursanti, M.Kep., Sp. Mat. Erna Rochmawati, SKp., MNSc., M.Med.Ed. PhD. Mohammad Afandi, S.Kep., Ns., MAN. Alamat Redaksi: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6, Bandung Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269 E-mail: [email protected] DAFTAR ISI 1. Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pringsewu 2. Efikasi Diri Pencegahan Perilaku Berisiko HIV pada Kalangan Mahasiswa Muslim 3. Kajian Resiliensi Mahasiswa Fakultas Keperawatan Terhadap Capaian Indeks Prestasi Akademik di Universitas Padjadjaran 4. Persepsi Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Terhadap Penyakitnya di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Bodas Bandung 5. Death Anxiety pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung 6. Pengalaman Penderita Diabetes Mellitus Tipe II dengan Hiperkolesterolimia Setelah Mengkonsumsi Virgin Coconut Oil 7. Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut 8. Analisis Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) di Ruang Zaitun II Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat 9. Hubungan Stadium Penyakit dengan Konsep Diri Pasien Kanker Payudara di Kota Bogor Janu Purwono, Rita Sari ................................................................................................................... 1-9 Angga Wilandika, Kusman Ibrahim ............................................................................................ 11 - 21 Ayu Prawesti, Etika Emaliyawati, Titin Sutini ........................................................................ 23 - 33 Salami .......................................................................................................................................................... 35 - 43 Ratu Irbath Khoirun Nisa, Aan Nur’aeni, Efri Widianti ............................................... 45 - 56 Elina Nurfitria, Reynie P. Raya ..................................................................................................... 57 - 65 Sundari Rakhman, Efri Widianti, Aan Nur’aeni ............................................................. 67 - 78 Dewi Mustikaningsih ........................................................................................................................... 79 - 86 Nieniek Ritianingsih, Farial Nurhayati ..................................................................................... 87 - 96 Ridwan Setiawan, Tjutju Rumijati ............................................................................................. 97 -104 10. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Rematik pada Lansia di Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung JKA.2016;3(2): 67- 78 ARTIKEL PENELITIAN GAMBARAN STRATEGI KOPING PADA PASIEN DENGAN SINDROM KORONER AKUT ABSTRAK Sundari Rakhman1, Efri Widianti2, Aan Nur’aeni2 Penelitian sebelumnya yang mengemukakan bahwa angka kecemasan dan depresi masih cukup tinggi pada pasien dengan sindrom koroner akut, dan koping berperan untuk menurunkan tingkat kecemasan dan depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran strategi koping pada pasien SKA di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling dalam kurun waktu satu bulan didapatkan 75 responden. Penelitian menggunakan kuesioner Ways of Coping dari Lazarus dan Folkman dengan nilai validitas antara 0,3002 - 0,6885 dan dengan nilai reliabilitas sebesar 0,864. Analisa data menggunakan analisis deskriptif yaitu menggunakan distribusi frekuensi berdasarkan strategi koping yang paling sering digunakan responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi koping dengan nilai tertinggi yang digunakan responden adalah seeking social support (74,7%), distancing (20%), planful problem solving (9,3%), positive reappraisal dan accepting responsibility (8%), confrontive dan escape/avoidance (1,3%). Strategi seeking social support menjadi strategi yang paling banyak digunakan oleh responden. Namun, masih terdapat strategi koping yang digunakan oleh responden yang berisiko memperburuk kondisi jantung yaitu strategi distancing dan escape/avoidance. Sehingga perlu adanya intervensi psikososial pada program rehabilitasi jantung maupun rawat jalan yang didalamnya termasuk kegiatan konseling antara petugas kesehatan dan pasien dengan SKA. Kata kunci : pasien, sindrom koroner akut, strategi koping Abstract Previous research found that the rate of anxiety and depression was still quite high in patients with acute coronary syndrome, and coping contribute to decrease levels of anxiety and depression. This study aim to identify the coping strategies in ACS patients at the Outpatients RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. This research used quantitative descriptive method. Sampling used accidental sampling techniques within one month obtained 75 respondents. The study used a questionnaire Ways of Coping of Lazarus and Folkman with the validity value between 0.3002 to 0.6885 and the reliability value is 0.864. Data were analyzed using descriptive analysis used frequency distribution based coping strategies most often used by the respondent. The results showed that coping strategies from the highest to the lowest value used by the respondents are seeking social support (74.7%), distancing (20%), planful problem solving (9.3%), positive reappraisal and accepting responsibility (8%), confrontive and escape/ avoidance (1.3%). The results showed that seeking social support is being the strategy mostly used by respondents. However, the strategy of distancing and escape/avoidance which risk worsening heart condition is also widely used by the respondents. Therefore, the psychosocial intervention is needed on the cardiac rehabilitation program and outpatients that includes counseling among health care workers and patients with ACS. Keywords: acute coronary syndrome, coping strategy, patients Mahasiswa Fakultas Keperawatan Unpad Dosen Fakultas Keperawatan Unpad 1 2 67 68 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah LATAR BELAKANG Penyakit Jantung Koroner (Coronary Artery Disease atau CAD) adalah gangguan fungsi pada otot jantung akibat dari kurangnya suplai darah dan oksigen ke arteri koroner yang merupakan pembuluh darah inti dari jantung. Selama satu dekade terakhir, penyakit kardiovaskuler telah muncul sebagai penyebab paling penting dari kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2010, penyakit kardiovaskuler diperkirakan menyebabkan 16 juta kematian, terhitung sekitar 30% dari semua kematian (Mann, Zipes, Libby, & Bonow, 2014). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia sebesar 0,5%. Jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 yaitu sebesar 237,6 juta jiwa, maka terdapat 1,2 juta jiwa penduduk Indonesia yang mengalami penyakit jantung koroner. Sindrom Koroner Akut merupakan salah satu manifestasi dari Penyakit Jantung Koroner. Sindrom Koroner Akut terdiri dari Unstable Angina (UA), ST Elevation Miocard Infarction (STEMI), dan Non ST Elevation Miocard Infarction (Non STEMI). Sebagian besar SKA adalah manifestasi dari plak ateroma pembuluh darah yang koyak dan pecah sehingga menyebabkan berkurangnya pasokan aliran darah ke jantung. Jika pembuluh darah koroner kekurangan aliran darah, dapat menyebabkan iskemia miokardium. Iskemia miokardium inilah yang pada akhirnya akan menyebabkan nyeri dada, kelemahan, bahkan dapat terjadinya serangan jantung mendadak yang akan mengakibatkan kematian (PERKI, 2014). Pasien dengan sindrom koroner akut akan mengalami berbagai macam beban, yaitu beban fisik, beban sosial, dan beban finansial. Beban fisik yang pasien rasakan akibat gejala dari sindrom koroner akut yang akan berimbas terhadap JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 aktivitas pasien sehari-hari seperti ketidakhadiran kerja. Pasien dengan sindrom koroner akut akan merasa bahwa pasien tidak dapat berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Tingginya harga pengobatan pun turut menambah beban bagi pasien dengan sindrom koroner (KarimiMoonaghi, Mojalli, dan Khosravan, 2014). Bebanbeban tersebut dapat menjadi stresor bagi pasien. Bila pasien tidak dapat mengatasi stresor tersebut, maka akan berdampak pada psikologis pasien sehingga akan muncul masalah psikologis diantaranya stres, cemas, dan depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Sertraline Antidepressant Heart Attack Randomized Trial (SADHART) pada tahun 2009 menemukan bahwa 94% pasien dengan sindrom koroner akut yang datang ke rumah sakit mengalami gejala depresi mayor dan 61% telah depresi selama lebih dari enam bulan, dan lebih dari separuh pernah mengalami depresi mayor. Prevalensi gangguan kecemasan pada kelompok usia yang lebih muda dengan penyakit jantung sebesar 28 – 44%, sedangkan pada kelompok usia yang lebih tua sebesar 14 – 24% (Huffman, Celano, dan Januzzi, 2010). Cemas dan depresi dapat menyebabkan hipersensitivitas sistem saraf simpatis. Hipersensitivitas ini akan berefek pada fisiologi kardiovaskular melalui berbagai mekanisme, seperti dapat meningkatkan inflamasi, terjadinya peningkatan aktivitas platelet, penurunan variabilitas denyut jantung, peningkatan katekolamin, dan disfungsi endotelial. Efek tersebut yang memainkan peran dalam peningkatan insidensi kejadian iskemik pada pasien dengan sindrom koroner akut. Jika pasien tidak dapat mengendalikan masalah cemas dan depresi, maka akan berdampak pada kondisi fisiologis jantung yang semakin menurun (Lucini et al., 2005). Untuk menurunkan tingkat stres, cemas, dan depresi pada pasien, perlu dilakukannya suatu upaya Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut pengendalian terhadap stresor. Upaya tersebut dinamakan dengan koping. Koping adalah upaya kognitif dan perilaku yang terus berubah dalam menghadapi tuntutan yang bersifat internal dan/ atau eksternal yang dinilai berat atau melebihi kemampuan yang dimiliki seseorang (Lazarus & Folkman, 1984). Di Indonesia sendiri belum menemukan penelitian mengenai strategi koping pada pasien dengan sindrom koroner akut. Adapun penelitian mengenai koping pada penyakit jantung dilakukan oleh Polska dan Mory (2015) tentang Evaluasi Koping dalam Mengatasi Stres dan Kepribadian Tipe D pada pasien dengan penyakit jantung koroner (PJK) dan hasil menunjukkan bahwa 52% pasien dengan Penyakit Jantung Koroner memiliki tipe Kepribadian Tipe D. Tampaknya pria lebih cenderung menggunakan koping yang berorientasi pada masalah (problem-focused coping) dan wanita lebih cenderung menggunakan koping yang berorientasi pada emosi (emotion-focused coping) dan koping yang berorientasi pada usaha untuk menghindar (avoidance coping). Dengan latar belakang budaya Asia yang cenderung berkelompok dan latar belakang budaya Barat yang cenderung individualis (Garcia, Mendez, Ellis, & Gautney, 2014), peneliti ingin mengetahui tentang strategi koping pasien dengan sindrom koroner akut di Indonesia yang merupakan bagian dari negara Asia. Penelitian yang dilakukan oleh Lismawaty dan Rachmi (2015) di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung menunjukkan bahwa 37% pasien dengan sindrom koroner akut mengalami kecemasan ringan-sedang, 3% mengalami kecemasan berat. Sedangkan 34,4% pasien mengalami depresi ringan, 23,3% mengalami depresi sedang, dan 4,4% mengalami depresi berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi koping yang dilakukan oleh pasien dengan sindrom koroner akut di Poliklinik 69 Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan kecenderungan pasien yang sama. METODOLOGI Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilakukan kepada 75 responden yang didapatkan dengan menggunakan teknik accidental sampling dalam kurun waktu satu bulan di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Variabel yang digunakan adalah variabel tunggal yaitu strategi koping dengan 8 subvariabel yaitu confrontive, planful problem solving, seeking social support, escape/avoidance, distancing, positive appraisal, accepting responsibility, dan self-controlling. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah Ways of Coping Questionnaire yang mengacu pada kuesioner baku berbahasa Inggris dari Lazarus dan Folkmann (1985) yang sudah diterjemahkan. Instrumen yang digunakan terdiri dari 66 pernyataan yang kemudian diambil hanya 50 pernyataan dengan nilai validitas antara 0,3002 – 0,6885 dan dengan nilai reliabilitas sebesar 0,864. Proses analisis data menggunakan analisis univariat. Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dan sub variabel dari hasil penelitian, yaitu untuk mengetahui gambaran strategi koping pasien dengan sindrom koroner akut di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Setiap pernyataan dari instrumen Ways of Coping terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu tidak pernah, jarang, sering, dan selalu. Setiap jawaban diberi skor yang berbeda, 0 untuk tidak pernah, 1 untuk jarang, 2 untuk sering, dan 3 untuk selalu. Setiap responden dihitung nilai mentahnya yaitu dengan menjumlahkan keseluruhan skor tiap item pada setiap skala koping, kemudian dihitung skor relatif dengan perhitungan sebagai berikut : JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 70 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah 1. Menghitung rata-rata dari setiap skala yaitu membagi antara skor mentah dengan jumlah item pernyataan pada tiap skala 2. Rata-rata yang didapat dari setiap skala tersebut kemudian dijumlahkan secara keseluruhan. 3. Membagi setiap rata-rata dari setiap skala dengan jumlah rata-rata secara keseluruhan dan dikalikan dengan 100. Setelah melakukan perhitungan di atas, peneliti melihat nilai yang tertinggi dari setiap skala, skala yang memiliki nilai terbesar merupakan strategi koping yang paling sering digunakan oleh responden. Selanjutnya dihitung distribusi frekuensi strategi koping tersebut dengan kemudian dipersentasekan berdasarkan 75 responden. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karateristik Demografi Pasien dengan Sindrom Koroner Akut di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung (n=75) n (%) 50 66,7 Jenis Kelamin Perempuan (%) Status Perkawinan Menikah Pernah menikah (cerai) 74 98,7 1 1,3 Lama Pengobatan 0 - 5 bulan 6 bulan - 1 tahun > 1 tahun 25 JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 33,3 12 22 41 16,0 29,3 54,7 Strategi Koping pada pasien dengan Sindrom Koroner Akut Tabel 2. Distribusi Frekuensi Strategi Koping dengan Nilai Tertinggi pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung (n=75) Strategi Koping Confrontive Planful problem solving Seeking social support Distancing Tabel 1 menunjukkan data karateristik demografi pasien dengan sindrom koroner akut bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki dengan hampir seluruh responden berstatus sudah menikah dan lebih dari setengah dari jumlah responden memiliki lama pengobatan lebih dari 1 tahun. Laki-laki n Escape/avoidance Karateristik Responden Karateristik Karateristik Positive Reappraisal Accepting responsibility Pembahasan n % 1 1,3 7 9,3 56 74,7 6 8 1 15 6 1,3 20 8 Dalam penelitian ini, pada tabel 2 dapat diketahui bahwa 74,7% responden cenderung menggunakan strategi koping mencari dukungan sosial (seeking social support) yang merupakan bentuk dari problem-focused coping, sebagai salah satu perilaku dalam usaha menghadapi stresor. Mencari dukungan sosial, yaitu preferensi individu untuk meminta bantuan dari orang lain pada saat dibutuhkan, merupakan strategi aktif dan sebagian besar adaptif untuk mengurangi stres. Selain itu, strategi ini dapat membantu seseorang untuk mengembalikan rasa memiliki (sense of belonging) (Switaj, Grygiel, Anczewska, & Wciórka, 2015). Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut Menurut Sarafino (1998) sumber dukungan sosial dapat didapatkan dari pasangan, keluarga, teman, dan tenaga kesehatan (Saputri & Indrawati, 2011). Dukungan sosial dari pasangan merupakan dukungan yang paling penting bagi pasien, terutama pasien dengan sindrom koroner akut. Hal ini sesuai dengan penelitian Green et al., (2013) yang mengemukakan bahwa hidup tanpa pasangan memiliki kaitan dengan aktivitas fisik yang lebih rendah setelah sindrom koroner akut dibandingkan dengan hidup dengan pasangan. Diperkirakan aktivitas fisik pada pasien dengan sindrom koroner akut pada hari 30 setelah rawat inap adalah 20% lebih rendah untuk pasien yang hidup tanpa pasangan dibandingkan dengan pasien yang menikah dan/atau mereka yang hidup dengan pasangan. Selain itu, pasien dengan sindrom koroner akut yang tinggal sendiri berisiko untuk meningkatknya mortalitas sekitar 4 tahun setelah serangan dan hal ini terjadi pada pasien laki-laki bukan pada pasien perempuan. Alasan lainnya mencari dukungan sosial dipilih sebagai strategi koping kemungkinan besar karena manfaatnya yang dapat dirasakan yaitu dapat meningkatkan kualitas fisik dan mental. Hal ini sesuai dengan penelitian Thorsteinsson, Ryan, dan Sveinbjornsdottir (2013) yang menyatakan bahwa dukungan sosial dapat menurunkan dampak stres yang dirasakan pada saat depresi. Jika penggunaan strategi dukungan sosial ini cukup tinggi pada pasien dengan sindrom koroner akut, maka akan menyebabkan tingkat stres dan depresi menurun sehingga meningkatkan kualitas fungsi jantung yang pada akhirnya akan menunjukkan prognosis penyakit yang semakin membaik karena pasien dengan sindrom koroner akut merasa nyaman dan terlindungi dengan menggunakan strategi ini. Sebaliknya, rendahnya dukungan sosial akan berdampak langsung terhadap peningkatan tingkat stres dan depresi, yang akan berujung pada memburuknya 71 prognosis penyakit dan peningkatan mortalitas penyakit jantung. Sub variabel berikutnya yang memiliki nilai kedua tertinggi adalah membuat jarak atau distancing yang merupakan bentuk dari emotionfocused coping. Berdasarkan tabel 2, distancing dipilih oleh 15 responden (20%) sebagai strategi yang lebih sering digunakan pada pasien dengan sindrom koroner akut di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Distancing dilakukan oleh seseorang yang memiliki gejala depresi, stres, cemas, insomnia, dan gejala psikososial umum lainnya (Kato, 2014). Upaya yang dilakukan saat penggunaan strategi distancing ini adalah upaya untuk melepaskan diri dari masalah dan upaya untuk menciptakan pandangan positif. Seseorang yang menggunakan strategi ini mencoba untuk tidak terlalu memikirkan masalah tersebut, merasa bahwa seolah tidak ada masalah yang terjadi, dan akan menganggap remeh masalah tersebut (Chan, Leung, & Yuan, 2014). Jika dilihat berdasarkan karateristik demografinya, responden perempuan yang paling banyak menggunakan strategi distancing ini dibandingkan dengan responden laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian Kato (2014) yang mengemukakan bahwa perempuan lebih sering menggunakan strategi koping distancing dan koping konstruktif dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, dilihat dari lama pengobatan responden, sebagian besar responden yang menggunakan strategi koping distancing memiliki lama pengobatan selama lebih dari satu tahun, maka strategi yang digunakan kemungkinan tidak efektif bagi pasien dengan sindrom koroner akut. Jika dikaitkan dengan penelitian sebelumnya, kemungkinan bahwa masih terdapatnya angka kecemasan dan depresi pada pasien dengan sindrom koroner akut dikarenakan strategi koping yang digunakan adalah strategi JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 72 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah distancing. Ketika mengalami tekanan psikologis, strategi distancing digunakan sebagai strategi dalam usaha untuk menghindari stres dengan “pergi seolah-olah tidak ada sesuatu terjadi” dan “mencoba untuk melupakan semuanya” serta mencoba melihat suatu masalah dari sisi positif. Meskipun strategi ini memiliki efek menenangkan, tetapi strategi ini tingkat keefektifannya hanya bersifat sementara. Jika efek berlangsung lebih lama, strategi ini mungkin mengakibatkan koping maladaptif (Alnazly, 2016). Selain itu, jika strategi distancing digunakan dalam waktu yang lama akan memperburuk kondisi jantungnya karena dengan menggunakan strategi ini masalah tersebut akan terus ada bahkan tidak terselesaikan sehingga stresor akan muncul kembali. Stres yang tidak tertangani dapat menyebabkan hiperaktivitas sistem saraf simpatis sehingga terjadi pelepasan katekolamin di perifer. Hal ini menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, peningkatan tekanan darah, aktivasi platelet, dan aritmia, yang semuanya dapat memiliki efek merugikan pada stabilitas kardiovaskular (Huffman et al., 2010). Strategi selanjutnya adalah planful problem solving yang merupakan bentuk dari strategi problem-focused coping. Strategi ini dipilih oleh 7 responden (9,3%). Strategi digunakan untuk mengubah situasi dalam usahanya beradaptasi dengan situasi stres tertentu. Upaya tersebut memiliki dampak positif pada kesejahteraan diri seseorang. Strategi ini dapat meningkatkan baik persepsi dan intervensi dalam situasi stres (Alnazly, 2016). Pasien dengan sindrom koroner akut menggunakan strategi pemecahan masalah dengan membuat perencanaan dalam usaha mengatasi masalah untuk dapat beradaptasi dengan stresor yang ada sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi pasien dengan sindrom koroner akut. Strategi ini dapat meningkatkan kemampuan koping seseorang saat mengalami depresi yang juga berdampak pada peningkatan kesehatan mental mereka JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 (Ebrahimi, Barzanjeh Atri, Ghavipanjeh, Farnam, & Gholizadeh, 2013). Strategi koping selanjutnya adalah strategi yang merupakan bentuk dari emotionfocused coping yaitu positive reappraisal dan accepting responsibility. Berdasarkan tabel 2, kedua strategi ini dipilih oleh 6 responden (8%) yang cenderung menggunakan strategi ini dalam usaha menghadapi stresor. Positive reappraisal adalah suatu strategi koping yang dilakukan ketika seseorang yang mengalami stres, kemudian menafsirkan kembali masalah dan mengambil sisi positif dari masalah tersebut (Garland, Gaylord, & Park, 2009). Positive reappraisal bermanfaat mengurangi aspek emosional negatif dari situasi stres dan membuat upaya untuk mengadopsi pandangan positif berkaitan dengan itu (Alnazly, 2016). Penelitian Rood, Roelofs, Bögels, dan Arntz (2012) menunjukkan bahwa strategi positive reappraisal dalam situasi stres baru-baru ini secara signifikan dapat meningkatkan efek positif dan menurunkan efek negatif serta terdapat hubungan antara strategi dengan kesejahteraan seseorang. Penilaian secara positif akan lebih banyak muncul bila dihubungkan dengan nilai agama yang dianut oleh masing-masing individu (Lazarus & Folkman, 1984). Maka dari itu, jika pasien dengan sindrom koroner akut melakukan strategi positive reappraisal yang didalamnya termasuk nilai spiritual, maka akan berdampak pada penurunan stres dan cemas serta meningkatkan efek positif serta dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan sindrom koroner akut. Selanjutnya yang memiliki persentase yang sama dengan positive reappraisal adalah strategi accepting responsibility. Strategi menerima tanggung jawab disini berhubungan dengan sikap pasien dengan sindrom koroner akut yang menyadari bahwa penyakit yang dialaminya tersebut karena gaya hidup yang tidak baik seperti merokok, stres, dan hiperkolesterolemia, sikap ini Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut dapat disebut juga sebagai sikap menyalahkan diri atau self-blame (Folkman, Lazarus, DunkelSchetter, DeLongis, & Gruen, 1986). Menerima tanggung jawab juga dapat mengurangi tingkat kemarahan khususnya pada pasien yang terdiagnosa sindrom koroner akut (Pace, Fediuk, & Botero, 2010). Pasien dengan sindrom koroner akut akan membuat suatu keputusan yang berhubungan dengan pengobatannya sebagai bentuk tanggung jawab terhadap dirinya yang sakit. Hal ini didukung oleh penelitian Sheridan et al., (2014) yang mengemukakan bahwa bantuan keputusan dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan keputusan tentang pencegahan penyakit jantung koroner, meningkatkan bahan diskusi mengenai penyakit jantung koroner. Dengan begitu, pengambilan keputusan dalam hal pengobatan yang dilakukan oleh pasien dengan sindrom koroner akut sebagai bentuk tanggung jawab pasien terhadap penyakitnya, dapat meningkatkan wawasan pasien mengenai penyakit sehingga ada keinginan untuk mengurangi risiko penyakit atau mengurangi hal yang berisiko bagi jantungnya. Kemudian strategi problem-focused coping dengan dimensi confrontive coping dan strategi emotion-focused coping dengan dimensi escape/ avoidance yang masing-masing dipilih oleh 1 responden (1,3%). Perilaku konfrontasi atau confrontive coping adalah strategi yang dilakukan dengan cara yang berani mengambil risiko dan siap dengan segala konsekuensi yang akan dihadapi (Strickland, 2003). Strategi ini digunakan jika situasi stres tersebut dapat dikendalikan (Abdullah, Elias, Uli, & Mahyuddin, 2010). Perilaku konfrontasi akan berdampak baik jika seseorang terpacu untuk melakukan perubahan walaupun proses yang dialami memiliki risiko. Seperti penelitian Wahyuni, Nurrachmah, & Gayatri (2012) yang mengemukakan bahwa salah satu strategi koping yang seharusnya digunakan pada pasien paska serangan jantung adalah konfrontasi, 73 yang berarti bahwa pasien seharusnya merubah pola hidup yang dapat berisiko terjadinya serangan ulang seperti tidak merokok dan menjaga pola makan. Walaupun cukup sulit dilakukan dan membutuhkan waktu lama, pasien harus siap dengan segala konsekuensi yang akan dihadapi demi keberlangsungan hidup dan supaya prognosis penyakit semakin membaik. Terdapat 1 orang responden (1,3%) yang cenderung menggunakan strategi escape/ avoidance dalam usaha mengatasi stresor. Escape/ avoidance, usaha untuk mengatasi stresor dengan cara lari atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok, meminum alkohol, maupun menggunakan obatobatan (Lazarus & Folkman, 1984). Semakin lama seseorang menghindar dari masalah, semakin sedikit waktu yang tersedia untuk menangani masalah. Hal ini dapat membuat situasi lebih buruk dan justru akan menambah masalah baru (Friedman & Cohen Silver, 2006). Strategi ini berdampak buruk karena dapat menurunkan kualitas fisik dan mental. Penelitian Eisenberg, Shen, Schwarz, dan Mallon (2012) menemukan bahwa hubungan antara kecemasan dan fungsi fisik yang lebih buruk pada pasien gagal jantung adalah lebih jelas pada pasien yang menggunakan strategi koping escape/avoidance. Seseorang yang menggunakan strategi ini cenderung mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi (Bigatti, Wagner, Lydon-Lam, Steiner, & Miller, 2011). Strategi escape-avoidance dipilih oleh satu orang responden perempuan. Hal ini terjadi karena perempuan lebih rentan terkena depresi dibandingkan dengan laki-laki sehingga perempuan cenderung menggunakan strategi koping escape-avoidance lebih sering dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, strategi ini memiliki kaitan dengan depresi dan kecemasan pada perempuan dibandingkan laki-laki dalam situasi stres (Blalock & Joiner, 2000). JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 74 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah Sama dengan strategi distancing, jika strategi escape/avoidance digunakan dalam waktu yang lama akan memperburuk kondisi jantungnya karena dengan menggunakan strategi ini seseorang tidak dapat mengatasi masalah bahkan akan timbul masalah baru yang justru akan menambah tingkat stres, cemas, maupun depresi yang akan membahayakan kondisi jantung. Stres yang tidak tertangani dapat menyebabkan hiperaktivitas sistem saraf simpatis sehingga terjadi pelepasan katekolamin di perifer. Hal ini menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, peningkatan tekanan darah, aktivasi platelet, dan aritmia, yang semuanya dapat memiliki efek merugikan pada stabilitas kardiovaskular (Huffman et al., 2010). Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk strategi yang efektif bagi pasien dengan sindrom koroner akut adalah confrontive, planful problem solving, dan seeking social support yang merupakan bentuk dari strategi problem-focused coping. Adapula strategi yang adaptif lainnya yaitu positive appraisal, dan accepting responsibility yang merupakan bentuk dari emotion-focused coping, karena dapat meningkatkan kualitas fisik dan mental seseorang sehingga bagi pasien dengan sindrom koroner akut, dapat menurunkan tingkat kecemasan dan depresi yang berdampak pada peningkatan kualitas jantung yang semakin membaik. Sebaliknya, terdapat strategi koping yang kurang efektif bagi pasien dengan sindrom koroner akut adalah escape/avoidance dan distancing yang merupakan bentuk dari strategi emotionfocused coping karena dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan depresi sehingga bagi pasien dengan sindrom koroner akut, strategi ini dapat memperburuk kualitas jantung yang akan berdampak pada tingginya morbiditas maupun mortalitas. Maka dari itu, perlu adanya intervensi JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 psikososial pada program rehabilitasi jantung yang didalamnya termasuk kegiatan konseling antara petugas kesehatan dengan pasien dengan sindrom koroner akut terutama pada pasien dengan post-PCI maupun post-CABG. Intervensi psikososial ini dapat meningkatkan kualitas hidup pasien baik secara fisik maupun mental. Secara fisik, pasien meningkatkan kualitas hidupnya dengan mengikuti olahraga dalam upaya pemulihan terhadap kondisi jantung pasca serangan maupun pasca operasi dan secara mental pasien meningkatkan kualitas hidupnya dengan kegiatan konseling mengenai masalah psikososial yang dialami (Sheikh & Marotta, 2008). Selain itu, konseling mengenai spiritual juga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien jantung yang dalam hal ini adalah pasien dengan sindrom koroner akut (Tadwalkar et al., 2014). Konselor menjelaskan peran simtomatologi stres, cemas, maupun depresi terhadap kondisi jantung (Sheikh & Marotta, 2008). Konselor juga dapat memfasilitasi pasien untuk menggunakan strategi problem-focused coping dengan memberikan psikoedukasi untuk membantu pasien membuat perencanaan, mengeksplorasi komponen dari dukungan sosial yang dapat digunakan pasien, mempelajari bagaimana cara menyelesaikan masalah dalam upaya mengurangu stres kemungkinan dapat meningkatkan kesejahteraan pasien. selain itu, konselor juga memberikan penjelasan apa, mengapa, bagaimana, dan kapan pasien menggunakan strategi emotion-focused coping terutama distancing dan escape/avoidance. Semakin banyak konselor yang paham mengenai fungsi dari setiap strategi koping, semakin efektif intervensi dari konselor (Chao, 2011). Menurut Lazarus dan Folkmann (1984), akan lebih efektif jika pasien mengkombinasikan strategi problem-focused coping dan emotion-focused coping karena pada dasarnya problem-focused coping dan emotion-focused coping merupakan Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut strategi yang baik. Keduanya memiliki fungsi untuk mengurangi kondisi lingkungan yang menyebabkan stres. Pasien dengan sindrom koroner akut akan lebih baik ketika dalam menyelesaikan masalah tersebut pasien mengatur emosinya seperti tidak ingin terlalu memikirkan masalah, mengalihkan pikiran dengan kegiatan yang disukai, maupun mendengarkan musik dan juga membuat perencanaan bagaimana cara menyelesaikan masalah. Jika seseorang menyelesaikan masalah tanpa mengontrol emosinya maupun ketika seseorang mengontrol emosinya tanpa menyelesaikan masalah, maka hal tersebut tidaklah efektif. Seseorang akan lebih dominan menggunakan strategi problem-focused coping jika masalah yang dialami dapat diatasi dengan tingkat stres yang moderat. Sedangkan seseorang akan lebih dominan menggunakan emotion-focused coping jika masalah yang dialami sulit bahkan tidak dapat diatas dengan tingkat stres yang tinggi. Keterbatasan Penelitian Penelitian tidak dapat mengeneralisasi strategi koping pada pasien dengan sindrom koroner akut secara keseluruhan, diharapkan penelitian selanjutnya dilakukan pada jumlah sampel yang lebih banyak sehingga dapat diketahui strategi koping pada pasien dengan sindrom koroner akut secara keseluruhan. SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari jumlah responden yaitu pasien dengan sindrom koroner akut sebanyak 75 orang, 74,7% diantaranya menggunakan strategi koping seeking social support sebagai strategi utama yang digunakan dalam mengatasi stresor yang berhubungan dengan penyakitnya. Strategi seeking social support efektif bagi pasien dengan sindrom koroner akut karena dapat meningkatkan kualitas fisik dan mental. Selain itu, strategi lainnya yang 75 efektif bagi pasien dengan sindrom koroner akut yaitu strategi confrontive, planful problem solving, positive reappraisal, accepting responsibility. Akan tetapi, 21,3% responden menggunakan strategi distancing dan escape/avoidance. Strategi tersebut merupakan strategi yang kurang efektif bagi pasien dengan sindrom koroner akut karena dapat meningkatkan tingkat stres, cemas, maupun depresi. Untuk pelayanan keperawatan, perlu adanya intervensi psikososial pada program rehabilitasi jantung maupun rawat jalan yang didalamnya termasuk kegiatan konseling antara petugas kesehatan dan pasien dengan sindrom koroner akut terutama pada pasien dengan postPCI atau post-CABG. Selain itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai strategi koping pada pasien sindrom koroner akut dengan jumlah yang lebih banyak dari penelitian ini. Selain itu, perlu adanya penelitian lainnya dengan metode observasi mengenai efek strategi koping distancing dan escape/avoidance terhadap kondisi jantung. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, “Maria Chong” ., Elias, H. ., Uli, J. ., & Mahyuddin, R. . (2010). Relationship between Coping and University Adjustment and Academic Achievement Amongst First Year Undergraduates in A Malaysian Public University. International Journal of Arts and Sciences, 3(11), 379– 392. Alnazly, E. (2016). Coping Strategies and SocioDemographic Characteristics among Jordanian Caregivers of Patients Receiving Hemodialysis. Saudi Journal of Kidney Diseases and Transplantation, 27(1), 101– 106. JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 76 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah Bigatti, S. M., Wagner, C. D., Lydon-Lam, J. R., Steiner, J. L., & Miller, K. D. (2011). Depression in Husbands of Breast Cancer Patients: Relationships to Coping and Social Support. Supportive Care in Cancer, 19(4), 455–466. http://doi.org/10.1007/ s00520-010-0835-8 Blalock, J. A., & Joiner, T. E. (2000). Interaction of Cognitive Avoidance Coping and Stress in Predicting Depression/Anxiety. Cognitive Therapy and Research, 24(1), 47–65. http:// doi.org/10.1023/A:1005450908245 Chan, I. Y. S., Leung, M., & Yuan, T. (2014). Structural Relationships between Cultural Values and Coping Behaviors of Professionals InTthe Stressful Construction Industry. Engineering, Construction and Architectural Management, 21(2), 133–151. http://doi. org/10.1108/ECAM-07-2012-0069 Chao, R. C.-L. (2011). Managing Stress and Maintaining Well-Being : Social Support, Problem-Focused Coping, and Avoidant Coping. Journal of Counseling and Development, 89, 338. Ebrahimi, H., Barzanjeh Atri, S., Ghavipanjeh, S., Farnam, A., & Gholizadeh, L. (2013). The Effect of Training Problem-solving Skills on Coping Skills of Depressed Nursing and Midwifery Students. Journal of Caring Sciences, 2(1), 1–9. http://doi. org/10.5681/jcs.2013.001 Eisenberg, S. A., Shen, B. J., Schwarz, E. R., & Mallon, S. (2012). Avoidant Coping Moderates The Association between Anxiety and Patientrated Physical Functioning in Heart Failure Patients. Journal of Behavioral Medicine, 35(3), 253–261. http://doi.org/10.1007/ s10865-011-9358-0 JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 Folkman, S., Lazarus, R. S., Dunkel-Schetter, C., DeLongis, A., & Gruen, R. J. (1986). Dynamics of a Stressful Encouter : Cognitive Appraisal, Coping, and Encouter Outcomes. Journal of Personality and Social Psychology, 50, 992–1003. Friedman, H. S., & Cohen Silver, R. (2006). Foundations of Health Psychology. Oxford: Oxford University Press. Garcia, F., Mendez, D., Ellis, C., & Gautney, C. (2014). Cross-cultural , Values and Ethics Differences and Similarities between The US and Asian Countries. Journal of Technology Management in China, 9(3), 303–322. http://doi.org/10.1108/JTMC05-2014-0025 Garland, E., Gaylord, S., & Park, J. (2009). The Role of Mindfulness in Positive Reappraisal. Explore: The Journal of Science and Healing, 5(1), 37–44. http://doi.org/10.1016/j. explore.2008.10.001 Green, P., Newman, J. D., Shaffer, J. A., Davidson, K. W., Maurer, M. S., & Schwartz, J. E. (2013). Relation of Patients Living Without A Partner or Spouse to being Physically Active After Acute Coronary Syndromes (From The PULSE Accelerometry Substudy). American Journal of Cardiology, 111(9), 1264–1269. http://doi.org/10.1016/j. amjcard.2013.01.272 Huffman, J. C., Celano, C. M., & Januzzi, J. L. (2010). The Relationship between Depression, Anxiety, and Cardiovascular Outcomes in Patients with Acute Coronary Syndromes. Neuropsychiatric Disease and Treatment, 6, 123–136. Karimi-Moonaghi, H., Mojalli, M., & Khosravan, S. (2014). Psychosocial Complications Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut of Coronary Artery Disease. Iranian Red Crescent Medical Journal, 16(6), e18162. http://doi.org/10.5812/ircmj.18162 Kato, T. (2014). Relationship between Coping with Interpersonal Stressors and Depressive Symptoms in The United States, Australia, and China: A focus on Reassessing Coping. PLoS ONE, 9(10). http://doi.org/10.1371/ journal.pone.0109644 Kemenkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. Retrieved from http://www.depkes. go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas 2013.pdf Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping (8th ed.). New York: Springer Publishing Company. Lismawaty, I. (2015). Tingkat Depresi dan Frekuensi Angina pada Pasien Sindrom Koroner Akut di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Padjadjaran University. Lucini, D., Fede, G. Di, Parati, G., Pagani, M., Lucini, D., Fede, G. Di, … Pagani, M. (2005). Impact of Chronic Psychosocial Stress on Autonomic Cardiovascular Regulation in Otherwise Healthy Subjects. Journal of The American Heart Association. http://doi.org/10.1161/01. HYP.0000185147.32385.4b Mann, D. L., Zipes, D. P., Libby, P., & Bonow, R. O. (2014). Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier Saunders. Pace, K. M., Fediuk, T. A., & Botero, I. C. (2010). The Acceptance of Responsibility and Expressions of Regret in Organizational Apologies after a Transgression. Corporate Communications: An International PERKI. 77 Journal, 15(4), 410–427. http://doi. org/10.1108/13563281011085510 (2014). Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Centra Communications. Polska, K., & Mory, J. M. (2015). The Evaluation of Stress Coping Styles and Type D Personality in Patients with Coronary Artery Disease. Polish Heart Journal, (December). http:// doi.org/10.5603/KP.a2015.0039 Rachmi, F. (2015). Hubungan Kecemasan dengan Frekuensi Angina pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Padjadjaran University. Rood, L., Roelofs, J., Bögels, S. M., & Arntz, A. (2012). The Effects of Experimentally Induced Rumination, Positive Reappraisal, Acceptance, and Distancing when Thinking About A Stressful Event on Affect States in Adolescents. Journal of Abnormal Child Psychology, 40(1), 73–84. http://doi. org/10.1007/s10802-011-9544-0 Saputri, M. A. W., & Indrawati, E. S. (2011). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Depresi pada Lanjut Usia yang Tinggal di Panti Wreda Wening Wardoyo Jawa Tengah. Jurnal Psikologi Undip, 9(1), 65– 72. Sheikh, A. I., & Marotta, S. a. (2008). Best Practices for Counseling in Cardiac Rehabilitation Settings. Journal of Counseling & Development, 86(1), 111–119. http:// doi.org/10.1002/j.1556-6678.2008. tb00632.x Sheridan, S. L., Draeger, L. B., Pignone, M. P., Rimer, B., Bangdiwala, S. I., Cai, J., … Simpson, R. J. (2014). The Effect of A Decision Aid JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 78 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah Intervention on Decision Making About Coronary Heart Disease Risk Reduction: Secondary Analyses of A Randomized Trial. BMC Medical Informatics and Decision Making, 14(1), 14. http://doi. org/10.1186/1472-6947-14-14 Strickland, O. L. (2003). Measurement of Nursing Outcomes 2nd ed. (C. Dilorio, Ed.). New York: Spinger Publishing Company, Inc. Switaj, P., Grygiel, P., Anczewska, M., & Wciórka, J. (2015). Experiences of Discrimination and The Feelings of Loneliness in People with Psychotic Disorders : The Mediating Effects of Self-esteem and Support Seeking. Comprehensive Psychiatry, 59, 73–79. http://doi.org/10.1016/j. comppsych.2015.02.016 JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 Tadwalkar, R., Udeoji, D. U., Weiner, R. J. ason, Avestruz, F. L. ester, LaChance, D., Phan, A., … Schwarz, E. R. (2014). The Beneficial Role of Spiritual Counseling in Heart Failure Patients. Journal of Religion and Health, 53(5), 1575–1585. http://doi. org/10.1007/s10943-014-9853-z Thorsteinsson, E. B., Ryan, S. M., & Sveinbjornsdottir, S. (2013). The Mediating Effects of Social Support and Coping on the StressDepression Relationship in Rural and Urban Adolescents. Open Journal of Depression, 2(1), 1–6. Wahyuni, A., Nurrachmah, E., & Gayatri, D. (2012). Kesiapan Pulang Pasien Penyakit Koroner Melalui Penerapan Discharge Planning. Jurnal Keperawatan Indonesia, 15, 151– 158.