Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016

advertisement
1.
Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Pringsewu
2.
Efikasi Diri Pencegahan Perilaku Berisiko HIV pada Kalangan Mahasiswa Muslim
3.
Kajian Resiliensi Mahasiswa Fakultas Keperawatan Terhadap Capaian Indeks Prestasi Akademik di
Universitas Padjadjaran
4.
Persepsi Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Terhadap Penyakitnya di Wilayah Kerja Puskesmas
Talaga Bodas Bandung
5.
Death Anxiety pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
6.
Pengalaman Penderita Diabetes Mellitus Tipe II dengan Hiperkolesterolimia Setelah Mengkonsumsi
Virgin Coconut Oil
7.
Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
8.
Analisis Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) di Ruang Zaitun II Rumah
Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat
9.
Hubungan Stadium Penyakit dengan Konsep Diri Pasien Kanker Payudara di Kota Bogor
10.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Rematik pada Lansia di Puskesmas Cicalengka
Kabupaten Bandung
Janu Purwono, Rita Sari
Angga Wilandika, Kusman Ibrahim
Ayu Prawesti, Etika Emaliyawati, Titin Sutini
Salami
Ratu Irbath Khoirun Nisa, Aan Nur’aeni, Efri Widianti
Elina Nurfitria, Reynie P. Raya
Sundari Rakhman, Efri Widianti, Aan Nur’aeni
Dewi Mustikaningsih
Nieniek Ritianingsih, Farial Nurhayati
Ridwan Setiawan, Tjutju Rumijati
Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
DEWAN REDAKSI
JURNAL KEPERAWATAN ‘AISYIYAH (JKA)
Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
Pelindung:
Ketua STIKes ‘Aisyiyah Bandung
Penanggung Jawab:
Santy Sanusi, S.Kep.Ners., M.Kep.
Ketua:
Sajodin, S.Kep., M.Kes., AIFO.
Sekretaris/Setting/Layout:
Aef Herosandiana, S.T., M.Kom.
Bendahara:
Riza Garini, A.Md.
Penyunting/Editor :
Perla Yualita, S.Pd., M.Pd.
Triana Dewi S, S.Kp., M.Kep
Pemasaran dan Sirkulasi :
Nandang JN., S.Kp., M.Kep.,Ns., Sp.Kep., Kom.
Mitra Bestari :
Dewi Irawati, MA., Ph.D.
Suryani, S.Kp., MHSc., Ph.D.
DR. Kusnanto, S.Kp., M.Kes.
Iyus Yosep, S.Kp., M.Si., MN.
Irna Nursanti, M.Kep., Sp. Mat.
Erna Rochmawati, SKp., MNSc., M.Med.Ed. PhD.
Mohammad Afandi, S.Kep., Ns., MAN.
Alamat Redaksi:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah
Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6, Bandung
Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269
E-mail: [email protected]
DAFTAR ISI
1.
Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Diare
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pringsewu
2.
Efikasi Diri Pencegahan Perilaku Berisiko HIV pada Kalangan Mahasiswa Muslim
3.
Kajian Resiliensi Mahasiswa Fakultas Keperawatan Terhadap Capaian Indeks
Prestasi Akademik di Universitas Padjadjaran
4.
Persepsi Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Terhadap Penyakitnya di Wilayah
Kerja Puskesmas Talaga Bodas Bandung
5.
Death Anxiety pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung
6.
Pengalaman Penderita Diabetes Mellitus Tipe II dengan Hiperkolesterolimia
Setelah Mengkonsumsi Virgin Coconut Oil
7.
Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
8.
Analisis Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) di
Ruang Zaitun II Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat
9.
Hubungan Stadium Penyakit dengan Konsep Diri Pasien Kanker Payudara di Kota
Bogor
Janu Purwono, Rita Sari ...................................................................................................................
1-9
Angga Wilandika, Kusman Ibrahim ............................................................................................
11 - 21
Ayu Prawesti, Etika Emaliyawati, Titin Sutini ........................................................................
23 - 33
Salami ..........................................................................................................................................................
35 - 43
Ratu Irbath Khoirun Nisa, Aan Nur’aeni, Efri Widianti ...............................................
45 - 56
Elina Nurfitria, Reynie P. Raya .....................................................................................................
57 - 65
Sundari Rakhman, Efri Widianti, Aan Nur’aeni .............................................................
67 - 78
Dewi Mustikaningsih ...........................................................................................................................
79 - 86
Nieniek Ritianingsih, Farial Nurhayati .....................................................................................
87 - 96
Ridwan Setiawan, Tjutju Rumijati .............................................................................................
97 -104
10. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Rematik pada Lansia di
Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung
JKA.2016;3(2): 67- 78
ARTIKEL PENELITIAN
GAMBARAN STRATEGI KOPING PADA PASIEN DENGAN SINDROM KORONER AKUT
ABSTRAK
Sundari Rakhman1, Efri Widianti2, Aan Nur’aeni2
Penelitian sebelumnya yang mengemukakan bahwa angka kecemasan dan depresi
masih cukup tinggi pada pasien dengan sindrom koroner akut, dan koping berperan untuk
menurunkan tingkat kecemasan dan depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
gambaran strategi koping pada pasien SKA di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan sampel
menggunakan teknik accidental sampling dalam kurun waktu satu bulan didapatkan 75
responden. Penelitian menggunakan kuesioner Ways of Coping dari Lazarus dan Folkman
dengan nilai validitas antara 0,3002 - 0,6885 dan dengan nilai reliabilitas sebesar 0,864.
Analisa data menggunakan analisis deskriptif yaitu menggunakan distribusi frekuensi
berdasarkan strategi koping yang paling sering digunakan responden. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa strategi koping dengan nilai tertinggi yang digunakan responden
adalah seeking social support (74,7%), distancing (20%), planful problem solving (9,3%),
positive reappraisal dan accepting responsibility (8%), confrontive dan escape/avoidance
(1,3%). Strategi seeking social support menjadi strategi yang paling banyak digunakan oleh
responden. Namun, masih terdapat strategi koping yang digunakan oleh responden yang
berisiko memperburuk kondisi jantung yaitu strategi distancing dan escape/avoidance.
Sehingga perlu adanya intervensi psikososial pada program rehabilitasi jantung maupun
rawat jalan yang didalamnya termasuk kegiatan konseling antara petugas kesehatan dan
pasien dengan SKA.
Kata kunci : pasien, sindrom koroner akut, strategi koping
Abstract
Previous research found that the rate of anxiety and depression was still quite high in patients
with acute coronary syndrome, and coping contribute to decrease levels of anxiety and
depression. This study aim to identify the coping strategies in ACS patients at the Outpatients
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. This research used quantitative descriptive method.
Sampling used accidental sampling techniques within one month obtained 75 respondents.
The study used a questionnaire Ways of Coping of Lazarus and Folkman with the validity
value between 0.3002 to 0.6885 and the reliability value is 0.864. Data were analyzed using
descriptive analysis used frequency distribution based coping strategies most often used by
the respondent. The results showed that coping strategies from the highest to the lowest value
used by the respondents are seeking social support (74.7%), distancing (20%), planful problem
solving (9.3%), positive reappraisal and accepting responsibility (8%), confrontive and escape/
avoidance (1.3%). The results showed that seeking social support is being the strategy mostly
used by respondents. However, the strategy of distancing and escape/avoidance which risk
worsening heart condition is also widely used by the respondents. Therefore, the psychosocial
intervention is needed on the cardiac rehabilitation program and outpatients that includes
counseling among health care workers and patients with ACS.
Keywords: acute coronary syndrome, coping strategy, patients
Mahasiswa Fakultas Keperawatan Unpad
Dosen Fakultas Keperawatan Unpad
1
2
67
68
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
LATAR BELAKANG
Penyakit Jantung Koroner (Coronary Artery
Disease atau CAD) adalah gangguan fungsi pada
otot jantung akibat dari kurangnya suplai darah
dan oksigen ke arteri koroner yang merupakan
pembuluh darah inti dari jantung. Selama
satu dekade terakhir, penyakit kardiovaskuler
telah muncul sebagai penyebab paling penting
dari kematian di seluruh dunia. Pada tahun
2010, penyakit kardiovaskuler diperkirakan
menyebabkan 16 juta kematian, terhitung sekitar
30% dari semua kematian (Mann, Zipes, Libby, &
Bonow, 2014). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan
bahwa prevalensi penyakit jantung koroner di
Indonesia sebesar 0,5%. Jika dihitung berdasarkan
jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010
yaitu sebesar 237,6 juta jiwa, maka terdapat 1,2
juta jiwa penduduk Indonesia yang mengalami
penyakit jantung koroner.
Sindrom Koroner Akut merupakan salah
satu manifestasi dari Penyakit Jantung Koroner.
Sindrom Koroner Akut terdiri dari Unstable Angina
(UA), ST Elevation Miocard Infarction (STEMI),
dan Non ST Elevation Miocard Infarction (Non
STEMI). Sebagian besar SKA adalah manifestasi
dari plak ateroma pembuluh darah yang koyak
dan pecah sehingga menyebabkan berkurangnya
pasokan aliran darah ke jantung. Jika pembuluh
darah koroner kekurangan aliran darah, dapat
menyebabkan iskemia miokardium. Iskemia
miokardium inilah yang pada akhirnya akan
menyebabkan nyeri dada, kelemahan, bahkan
dapat terjadinya serangan jantung mendadak yang
akan mengakibatkan kematian (PERKI, 2014).
Pasien dengan sindrom koroner akut akan
mengalami berbagai macam beban, yaitu beban
fisik, beban sosial, dan beban finansial. Beban fisik
yang pasien rasakan akibat gejala dari sindrom
koroner akut yang akan berimbas terhadap
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
aktivitas pasien sehari-hari seperti ketidakhadiran
kerja. Pasien dengan sindrom koroner akut akan
merasa bahwa pasien tidak dapat berinteraksi
dengan lingkungan di sekitarnya. Tingginya
harga pengobatan pun turut menambah beban
bagi pasien dengan sindrom koroner (KarimiMoonaghi, Mojalli, dan Khosravan, 2014). Bebanbeban tersebut dapat menjadi stresor bagi
pasien. Bila pasien tidak dapat mengatasi stresor
tersebut, maka akan berdampak pada psikologis
pasien sehingga akan muncul masalah psikologis
diantaranya stres, cemas, dan depresi.
Penelitian yang dilakukan oleh Sertraline
Antidepressant Heart Attack Randomized Trial
(SADHART) pada tahun 2009 menemukan bahwa
94% pasien dengan sindrom koroner akut yang
datang ke rumah sakit mengalami gejala depresi
mayor dan 61% telah depresi selama lebih dari
enam bulan, dan lebih dari separuh pernah
mengalami depresi mayor. Prevalensi gangguan
kecemasan pada kelompok usia yang lebih muda
dengan penyakit jantung sebesar 28 – 44%,
sedangkan pada kelompok usia yang lebih tua
sebesar 14 – 24% (Huffman, Celano, dan Januzzi,
2010).
Cemas dan depresi dapat menyebabkan
hipersensitivitas
sistem
saraf
simpatis.
Hipersensitivitas ini akan berefek pada fisiologi
kardiovaskular melalui berbagai mekanisme,
seperti dapat meningkatkan inflamasi, terjadinya
peningkatan aktivitas platelet, penurunan
variabilitas
denyut
jantung,
peningkatan
katekolamin, dan disfungsi endotelial. Efek tersebut
yang memainkan peran dalam peningkatan
insidensi kejadian iskemik pada pasien dengan
sindrom koroner akut. Jika pasien tidak dapat
mengendalikan masalah cemas dan depresi, maka
akan berdampak pada kondisi fisiologis jantung
yang semakin menurun (Lucini et al., 2005). Untuk
menurunkan tingkat stres, cemas, dan depresi
pada pasien, perlu dilakukannya suatu upaya
Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
pengendalian terhadap stresor. Upaya tersebut
dinamakan dengan koping. Koping adalah upaya
kognitif dan perilaku yang terus berubah dalam
menghadapi tuntutan yang bersifat internal dan/
atau eksternal yang dinilai berat atau melebihi
kemampuan yang dimiliki seseorang (Lazarus &
Folkman, 1984).
Di Indonesia sendiri belum menemukan
penelitian mengenai strategi koping pada pasien
dengan sindrom koroner akut. Adapun penelitian
mengenai koping pada penyakit jantung dilakukan
oleh Polska dan Mory (2015) tentang Evaluasi
Koping dalam Mengatasi Stres dan Kepribadian
Tipe D pada pasien dengan penyakit jantung
koroner (PJK) dan hasil menunjukkan bahwa 52%
pasien dengan Penyakit Jantung Koroner memiliki
tipe Kepribadian Tipe D. Tampaknya pria lebih
cenderung menggunakan koping yang berorientasi
pada masalah (problem-focused coping) dan
wanita lebih cenderung menggunakan koping
yang berorientasi pada emosi (emotion-focused
coping) dan koping yang berorientasi pada usaha
untuk menghindar (avoidance coping). Dengan
latar belakang budaya Asia yang cenderung
berkelompok dan latar belakang budaya Barat
yang cenderung individualis (Garcia, Mendez,
Ellis, & Gautney, 2014), peneliti ingin mengetahui
tentang strategi koping pasien dengan sindrom
koroner akut di Indonesia yang merupakan bagian
dari negara Asia.
Penelitian yang dilakukan oleh Lismawaty
dan Rachmi (2015) di Poliklinik Jantung RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung menunjukkan
bahwa 37% pasien dengan sindrom koroner
akut mengalami kecemasan ringan-sedang,
3% mengalami kecemasan berat. Sedangkan
34,4% pasien mengalami depresi ringan, 23,3%
mengalami depresi sedang, dan 4,4% mengalami
depresi berat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui strategi koping yang dilakukan oleh
pasien dengan sindrom koroner akut di Poliklinik
69
Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan
kecenderungan pasien yang sama.
METODOLOGI
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini
dilakukan kepada 75 responden yang didapatkan
dengan menggunakan teknik accidental sampling
dalam kurun waktu satu bulan di Poliklinik
Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Variabel yang digunakan adalah variabel tunggal
yaitu strategi koping dengan 8 subvariabel yaitu
confrontive, planful problem solving, seeking
social support, escape/avoidance, distancing,
positive appraisal, accepting responsibility, dan
self-controlling. Instrumen yang digunakan pada
penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang
digunakan adalah Ways of Coping Questionnaire
yang mengacu pada kuesioner baku berbahasa
Inggris dari Lazarus dan Folkmann (1985) yang
sudah diterjemahkan. Instrumen yang digunakan
terdiri dari 66 pernyataan yang kemudian diambil
hanya 50 pernyataan dengan nilai validitas antara
0,3002 – 0,6885 dan dengan nilai reliabilitas
sebesar 0,864.
Proses analisis data menggunakan analisis
univariat. Analisis univariat dilakukan terhadap
tiap variabel dan sub variabel dari hasil penelitian,
yaitu untuk mengetahui gambaran strategi koping
pasien dengan sindrom koroner akut di Poliklinik
Jantung Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Setiap pernyataan dari instrumen Ways of Coping
terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu tidak
pernah, jarang, sering, dan selalu. Setiap jawaban
diberi skor yang berbeda, 0 untuk tidak pernah, 1
untuk jarang, 2 untuk sering, dan 3 untuk selalu.
Setiap responden dihitung nilai mentahnya yaitu
dengan menjumlahkan keseluruhan skor tiap item
pada setiap skala koping, kemudian dihitung skor
relatif dengan perhitungan sebagai berikut :
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
70
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
1. Menghitung rata-rata dari setiap skala yaitu
membagi antara skor mentah dengan jumlah
item pernyataan pada tiap skala
2. Rata-rata yang didapat dari setiap skala
tersebut kemudian dijumlahkan secara
keseluruhan.
3. Membagi setiap rata-rata dari setiap skala
dengan jumlah rata-rata secara keseluruhan
dan dikalikan dengan 100.
Setelah melakukan perhitungan di
atas, peneliti melihat nilai yang tertinggi dari
setiap skala, skala yang memiliki nilai terbesar
merupakan strategi koping yang paling sering
digunakan oleh responden. Selanjutnya dihitung
distribusi frekuensi strategi koping tersebut
dengan kemudian dipersentasekan berdasarkan
75 responden.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karateristik
Demografi Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
di Poliklinik Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung (n=75)
n
(%)
50
66,7
Jenis Kelamin
Perempuan
(%)
Status Perkawinan
Menikah
Pernah menikah (cerai)
74
98,7
1
1,3
Lama Pengobatan
0 - 5 bulan
6 bulan - 1 tahun
> 1 tahun
25
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
33,3
12
22
41
16,0
29,3
54,7
Strategi Koping pada pasien dengan Sindrom
Koroner Akut
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Strategi Koping
dengan Nilai Tertinggi pada Pasien dengan
Sindrom Koroner Akut di Poliklinik Jantung RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung (n=75)
Strategi Koping
Confrontive
Planful problem solving
Seeking social support
Distancing
Tabel 1 menunjukkan data karateristik
demografi pasien dengan sindrom koroner akut
bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
laki-laki dengan hampir seluruh responden
berstatus sudah menikah dan lebih dari setengah
dari jumlah responden memiliki lama pengobatan
lebih dari 1 tahun.
Laki-laki
n
Escape/avoidance
Karateristik Responden
Karateristik
Karateristik
Positive Reappraisal
Accepting responsibility
Pembahasan
n
%
1
1,3
7
9,3
56
74,7
6
8
1
15
6
1,3
20
8
Dalam penelitian ini, pada tabel 2 dapat
diketahui bahwa 74,7% responden cenderung
menggunakan strategi koping mencari dukungan
sosial (seeking social support) yang merupakan
bentuk dari problem-focused coping, sebagai
salah satu perilaku dalam usaha menghadapi
stresor. Mencari dukungan sosial, yaitu preferensi
individu untuk meminta bantuan dari orang lain
pada saat dibutuhkan, merupakan strategi aktif
dan sebagian besar adaptif untuk mengurangi
stres. Selain itu, strategi ini dapat membantu
seseorang untuk mengembalikan rasa memiliki
(sense of belonging) (Switaj, Grygiel, Anczewska, &
Wciórka, 2015).
Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
Menurut Sarafino (1998) sumber
dukungan sosial dapat didapatkan dari pasangan,
keluarga, teman, dan tenaga kesehatan (Saputri &
Indrawati, 2011). Dukungan sosial dari pasangan
merupakan dukungan yang paling penting bagi
pasien, terutama pasien dengan sindrom koroner
akut. Hal ini sesuai dengan penelitian Green et al.,
(2013) yang mengemukakan bahwa hidup tanpa
pasangan memiliki kaitan dengan aktivitas fisik
yang lebih rendah setelah sindrom koroner akut
dibandingkan dengan hidup dengan pasangan.
Diperkirakan aktivitas fisik pada pasien dengan
sindrom koroner akut pada hari 30 setelah
rawat inap adalah 20% lebih rendah untuk
pasien yang hidup tanpa pasangan dibandingkan
dengan pasien yang menikah dan/atau mereka
yang hidup dengan pasangan. Selain itu, pasien
dengan sindrom koroner akut yang tinggal sendiri
berisiko untuk meningkatknya mortalitas sekitar
4 tahun setelah serangan dan hal ini terjadi pada
pasien laki-laki bukan pada pasien perempuan.
Alasan lainnya mencari dukungan sosial
dipilih sebagai strategi koping kemungkinan besar
karena manfaatnya yang dapat dirasakan yaitu
dapat meningkatkan kualitas fisik dan mental. Hal
ini sesuai dengan penelitian Thorsteinsson, Ryan,
dan Sveinbjornsdottir (2013) yang menyatakan
bahwa dukungan sosial dapat menurunkan
dampak stres yang dirasakan pada saat depresi.
Jika penggunaan strategi dukungan sosial
ini cukup tinggi pada pasien dengan sindrom
koroner akut, maka akan menyebabkan tingkat
stres dan depresi menurun sehingga meningkatkan
kualitas fungsi jantung yang pada akhirnya
akan menunjukkan prognosis penyakit yang
semakin membaik karena pasien dengan sindrom
koroner akut merasa nyaman dan terlindungi
dengan menggunakan strategi ini. Sebaliknya,
rendahnya dukungan sosial akan berdampak
langsung terhadap peningkatan tingkat stres dan
depresi, yang akan berujung pada memburuknya
71
prognosis penyakit dan peningkatan mortalitas
penyakit jantung.
Sub variabel berikutnya yang memiliki
nilai kedua tertinggi adalah membuat jarak atau
distancing yang merupakan bentuk dari emotionfocused coping. Berdasarkan tabel 2, distancing
dipilih oleh 15 responden (20%) sebagai strategi
yang lebih sering digunakan pada pasien dengan
sindrom koroner akut di Poliklinik Jantung RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung. Distancing dilakukan
oleh seseorang yang memiliki gejala depresi, stres,
cemas, insomnia, dan gejala psikososial umum
lainnya (Kato, 2014). Upaya yang dilakukan saat
penggunaan strategi distancing ini adalah upaya
untuk melepaskan diri dari masalah dan upaya
untuk menciptakan pandangan positif. Seseorang
yang menggunakan strategi ini mencoba untuk
tidak terlalu memikirkan masalah tersebut,
merasa bahwa seolah tidak ada masalah yang
terjadi, dan akan menganggap remeh masalah
tersebut (Chan, Leung, & Yuan, 2014).
Jika dilihat berdasarkan karateristik
demografinya, responden perempuan yang
paling banyak menggunakan strategi distancing
ini dibandingkan dengan responden laki-laki.
Hal ini sesuai dengan penelitian Kato (2014)
yang mengemukakan bahwa perempuan lebih
sering menggunakan strategi koping distancing
dan koping konstruktif dibandingkan dengan
laki-laki. Selain itu, dilihat dari lama pengobatan
responden, sebagian besar responden yang
menggunakan strategi koping distancing memiliki
lama pengobatan selama lebih dari satu tahun,
maka strategi yang digunakan kemungkinan tidak
efektif bagi pasien dengan sindrom koroner akut.
Jika
dikaitkan
dengan
penelitian
sebelumnya,
kemungkinan
bahwa
masih
terdapatnya angka kecemasan dan depresi pada
pasien dengan sindrom koroner akut dikarenakan
strategi koping yang digunakan adalah strategi
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
72
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
distancing. Ketika mengalami tekanan psikologis,
strategi distancing digunakan sebagai strategi
dalam usaha untuk menghindari stres dengan
“pergi seolah-olah tidak ada sesuatu terjadi” dan
“mencoba untuk melupakan semuanya” serta
mencoba melihat suatu masalah dari sisi positif.
Meskipun strategi ini memiliki efek menenangkan,
tetapi strategi ini tingkat keefektifannya hanya
bersifat sementara. Jika efek berlangsung lebih
lama, strategi ini mungkin mengakibatkan koping
maladaptif (Alnazly, 2016). Selain itu, jika strategi
distancing digunakan dalam waktu yang lama akan
memperburuk kondisi jantungnya karena dengan
menggunakan strategi ini masalah tersebut akan
terus ada bahkan tidak terselesaikan sehingga
stresor akan muncul kembali. Stres yang tidak
tertangani dapat menyebabkan hiperaktivitas
sistem saraf simpatis sehingga terjadi pelepasan
katekolamin di perifer. Hal ini menyebabkan
terjadinya vasokonstriksi, peningkatan tekanan
darah, aktivasi platelet, dan aritmia, yang
semuanya dapat memiliki efek merugikan pada
stabilitas kardiovaskular (Huffman et al., 2010).
Strategi selanjutnya adalah planful problem
solving yang merupakan bentuk dari strategi
problem-focused coping. Strategi ini dipilih oleh
7 responden (9,3%). Strategi digunakan untuk
mengubah situasi dalam usahanya beradaptasi
dengan situasi stres tertentu. Upaya tersebut
memiliki dampak positif pada kesejahteraan
diri seseorang. Strategi ini dapat meningkatkan
baik persepsi dan intervensi dalam situasi stres
(Alnazly, 2016). Pasien dengan sindrom koroner
akut menggunakan strategi pemecahan masalah
dengan membuat perencanaan dalam usaha
mengatasi masalah untuk dapat beradaptasi
dengan stresor yang ada sehingga dapat
memberikan dampak yang positif bagi pasien
dengan sindrom koroner akut. Strategi ini dapat
meningkatkan kemampuan koping seseorang
saat mengalami depresi yang juga berdampak
pada peningkatan kesehatan mental mereka
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
(Ebrahimi, Barzanjeh Atri, Ghavipanjeh, Farnam,
& Gholizadeh, 2013).
Strategi koping selanjutnya adalah
strategi yang merupakan bentuk dari emotionfocused coping yaitu positive reappraisal dan
accepting responsibility. Berdasarkan tabel 2,
kedua strategi ini dipilih oleh 6 responden (8%)
yang cenderung menggunakan strategi ini dalam
usaha menghadapi stresor. Positive reappraisal
adalah suatu strategi koping yang dilakukan
ketika seseorang yang mengalami stres, kemudian
menafsirkan kembali masalah dan mengambil sisi
positif dari masalah tersebut (Garland, Gaylord,
& Park, 2009). Positive reappraisal bermanfaat
mengurangi aspek emosional negatif dari situasi
stres dan membuat upaya untuk mengadopsi
pandangan positif berkaitan dengan itu (Alnazly,
2016). Penelitian Rood, Roelofs, Bögels, dan Arntz
(2012) menunjukkan bahwa strategi positive
reappraisal dalam situasi stres baru-baru ini secara
signifikan dapat meningkatkan efek positif dan
menurunkan efek negatif serta terdapat hubungan
antara strategi dengan kesejahteraan seseorang.
Penilaian secara positif akan lebih banyak muncul
bila dihubungkan dengan nilai agama yang
dianut oleh masing-masing individu (Lazarus &
Folkman, 1984). Maka dari itu, jika pasien dengan
sindrom koroner akut melakukan strategi positive
reappraisal yang didalamnya termasuk nilai
spiritual, maka akan berdampak pada penurunan
stres dan cemas serta meningkatkan efek positif
serta dapat meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan sindrom koroner akut.
Selanjutnya yang memiliki persentase
yang sama dengan positive reappraisal adalah
strategi
accepting
responsibility.
Strategi
menerima tanggung jawab disini berhubungan
dengan sikap pasien dengan sindrom koroner akut
yang menyadari bahwa penyakit yang dialaminya
tersebut karena gaya hidup yang tidak baik seperti
merokok, stres, dan hiperkolesterolemia, sikap ini
Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
dapat disebut juga sebagai sikap menyalahkan
diri atau self-blame (Folkman, Lazarus, DunkelSchetter, DeLongis, & Gruen, 1986). Menerima
tanggung jawab juga dapat mengurangi tingkat
kemarahan khususnya pada pasien yang
terdiagnosa sindrom koroner akut (Pace, Fediuk,
& Botero, 2010). Pasien dengan sindrom koroner
akut akan membuat suatu keputusan yang
berhubungan dengan pengobatannya sebagai
bentuk tanggung jawab terhadap dirinya yang
sakit. Hal ini didukung oleh penelitian Sheridan et
al., (2014) yang mengemukakan bahwa bantuan
keputusan dapat memainkan peran penting dalam
meningkatkan keputusan tentang pencegahan
penyakit jantung koroner, meningkatkan bahan
diskusi mengenai penyakit jantung koroner.
Dengan begitu, pengambilan keputusan dalam hal
pengobatan yang dilakukan oleh pasien dengan
sindrom koroner akut sebagai bentuk tanggung
jawab pasien terhadap penyakitnya, dapat
meningkatkan wawasan pasien mengenai penyakit
sehingga ada keinginan untuk mengurangi risiko
penyakit atau mengurangi hal yang berisiko bagi
jantungnya.
Kemudian strategi problem-focused coping
dengan dimensi confrontive coping dan strategi
emotion-focused coping dengan dimensi escape/
avoidance yang masing-masing dipilih oleh 1
responden (1,3%). Perilaku konfrontasi atau
confrontive coping adalah strategi yang dilakukan
dengan cara yang berani mengambil risiko
dan siap dengan segala konsekuensi yang akan
dihadapi (Strickland, 2003). Strategi ini digunakan
jika situasi stres tersebut dapat dikendalikan
(Abdullah, Elias, Uli, & Mahyuddin, 2010). Perilaku
konfrontasi akan berdampak baik jika seseorang
terpacu untuk melakukan perubahan walaupun
proses yang dialami memiliki risiko. Seperti
penelitian Wahyuni, Nurrachmah, & Gayatri
(2012) yang mengemukakan bahwa salah satu
strategi koping yang seharusnya digunakan pada
pasien paska serangan jantung adalah konfrontasi,
73
yang berarti bahwa pasien seharusnya merubah
pola hidup yang dapat berisiko terjadinya
serangan ulang seperti tidak merokok dan
menjaga pola makan. Walaupun cukup sulit
dilakukan dan membutuhkan waktu lama, pasien
harus siap dengan segala konsekuensi yang akan
dihadapi demi keberlangsungan hidup dan supaya
prognosis penyakit semakin membaik.
Terdapat 1 orang responden (1,3%)
yang cenderung menggunakan strategi escape/
avoidance dalam usaha mengatasi stresor. Escape/
avoidance, usaha untuk mengatasi stresor dengan
cara lari atau menghindarinya dengan beralih
pada hal lain seperti makan, minum, merokok,
meminum alkohol, maupun menggunakan obatobatan (Lazarus & Folkman, 1984). Semakin lama
seseorang menghindar dari masalah, semakin
sedikit waktu yang tersedia untuk menangani
masalah. Hal ini dapat membuat situasi lebih
buruk dan justru akan menambah masalah baru
(Friedman & Cohen Silver, 2006). Strategi ini
berdampak buruk karena dapat menurunkan
kualitas fisik dan mental. Penelitian Eisenberg,
Shen, Schwarz, dan Mallon (2012) menemukan
bahwa hubungan antara kecemasan dan fungsi
fisik yang lebih buruk pada pasien gagal jantung
adalah lebih jelas pada pasien yang menggunakan
strategi koping escape/avoidance. Seseorang yang
menggunakan strategi ini cenderung mengalami
tingkat depresi yang lebih tinggi (Bigatti, Wagner,
Lydon-Lam, Steiner, & Miller, 2011).
Strategi
escape-avoidance
dipilih
oleh satu orang responden perempuan. Hal
ini terjadi karena perempuan lebih rentan
terkena depresi dibandingkan dengan laki-laki
sehingga perempuan cenderung menggunakan
strategi koping escape-avoidance lebih sering
dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, strategi
ini memiliki kaitan dengan depresi dan kecemasan
pada perempuan dibandingkan laki-laki dalam
situasi stres (Blalock & Joiner, 2000).
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
74
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
Sama dengan strategi distancing, jika
strategi escape/avoidance digunakan dalam
waktu yang lama akan memperburuk kondisi
jantungnya karena dengan menggunakan strategi
ini seseorang tidak dapat mengatasi masalah
bahkan akan timbul masalah baru yang justru
akan menambah tingkat stres, cemas, maupun
depresi yang akan membahayakan kondisi
jantung. Stres yang tidak tertangani dapat
menyebabkan hiperaktivitas sistem saraf simpatis
sehingga terjadi pelepasan katekolamin di perifer.
Hal ini menyebabkan terjadinya vasokonstriksi,
peningkatan tekanan darah, aktivasi platelet,
dan aritmia, yang semuanya dapat memiliki
efek merugikan pada stabilitas kardiovaskular
(Huffman et al., 2010).
Dari pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa bentuk strategi yang efektif
bagi pasien dengan sindrom koroner akut adalah
confrontive, planful problem solving, dan seeking
social support yang merupakan bentuk dari
strategi problem-focused coping. Adapula strategi
yang adaptif lainnya yaitu positive appraisal,
dan accepting responsibility yang merupakan
bentuk dari emotion-focused coping, karena dapat
meningkatkan kualitas fisik dan mental seseorang
sehingga bagi pasien dengan sindrom koroner
akut, dapat menurunkan tingkat kecemasan
dan depresi yang berdampak pada peningkatan
kualitas jantung yang semakin membaik.
Sebaliknya, terdapat strategi koping yang kurang
efektif bagi pasien dengan sindrom koroner
akut adalah escape/avoidance dan distancing
yang merupakan bentuk dari strategi emotionfocused coping karena dapat meningkatkan
tingkat kecemasan dan depresi sehingga bagi
pasien dengan sindrom koroner akut, strategi ini
dapat memperburuk kualitas jantung yang akan
berdampak pada tingginya morbiditas maupun
mortalitas.
Maka dari itu, perlu adanya intervensi
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
psikososial pada program rehabilitasi jantung
yang didalamnya termasuk kegiatan konseling
antara petugas kesehatan dengan pasien dengan
sindrom koroner akut terutama pada pasien
dengan post-PCI maupun post-CABG. Intervensi
psikososial ini dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien baik secara fisik maupun mental.
Secara fisik, pasien meningkatkan kualitas
hidupnya dengan mengikuti olahraga dalam
upaya pemulihan terhadap kondisi jantung pasca
serangan maupun pasca operasi dan secara
mental pasien meningkatkan kualitas hidupnya
dengan kegiatan konseling mengenai masalah
psikososial yang dialami (Sheikh & Marotta,
2008). Selain itu, konseling mengenai spiritual
juga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien
jantung yang dalam hal ini adalah pasien dengan
sindrom koroner akut (Tadwalkar et al., 2014).
Konselor menjelaskan peran simtomatologi stres,
cemas, maupun depresi terhadap kondisi jantung
(Sheikh & Marotta, 2008).
Konselor juga dapat memfasilitasi pasien
untuk menggunakan strategi problem-focused
coping dengan memberikan psikoedukasi untuk
membantu pasien membuat perencanaan,
mengeksplorasi komponen dari dukungan sosial
yang dapat digunakan pasien, mempelajari
bagaimana cara menyelesaikan masalah dalam
upaya mengurangu stres kemungkinan dapat
meningkatkan kesejahteraan pasien. selain
itu, konselor juga memberikan penjelasan
apa, mengapa, bagaimana, dan kapan pasien
menggunakan strategi emotion-focused coping
terutama distancing
dan escape/avoidance.
Semakin banyak konselor yang paham mengenai
fungsi dari setiap strategi koping, semakin efektif
intervensi dari konselor (Chao, 2011). Menurut
Lazarus dan Folkmann (1984), akan lebih
efektif jika pasien mengkombinasikan strategi
problem-focused coping
dan emotion-focused
coping karena pada dasarnya problem-focused
coping dan emotion-focused coping merupakan
Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
strategi yang baik. Keduanya memiliki fungsi
untuk mengurangi kondisi lingkungan yang
menyebabkan stres. Pasien dengan sindrom
koroner akut akan lebih baik ketika dalam
menyelesaikan masalah tersebut pasien mengatur
emosinya seperti tidak ingin terlalu memikirkan
masalah, mengalihkan pikiran dengan kegiatan
yang disukai, maupun mendengarkan musik
dan juga membuat perencanaan bagaimana
cara menyelesaikan masalah. Jika seseorang
menyelesaikan masalah tanpa mengontrol
emosinya maupun ketika seseorang mengontrol
emosinya tanpa menyelesaikan masalah, maka
hal tersebut tidaklah efektif. Seseorang akan lebih
dominan menggunakan strategi problem-focused
coping jika masalah yang dialami dapat diatasi
dengan tingkat stres yang moderat. Sedangkan
seseorang akan lebih dominan menggunakan
emotion-focused coping jika masalah yang dialami
sulit bahkan tidak dapat diatas dengan tingkat
stres yang tinggi.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian tidak dapat mengeneralisasi
strategi koping pada pasien dengan sindrom
koroner akut secara keseluruhan, diharapkan
penelitian selanjutnya dilakukan pada jumlah
sampel yang lebih banyak sehingga dapat
diketahui strategi koping pada pasien dengan
sindrom koroner akut secara keseluruhan.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari jumlah responden yaitu pasien dengan
sindrom koroner akut sebanyak 75 orang, 74,7%
diantaranya menggunakan strategi koping
seeking social support sebagai strategi utama
yang digunakan dalam mengatasi stresor yang
berhubungan dengan penyakitnya. Strategi seeking
social support efektif bagi pasien dengan sindrom
koroner akut karena dapat meningkatkan kualitas
fisik dan mental. Selain itu, strategi lainnya yang
75
efektif bagi pasien dengan sindrom koroner akut
yaitu strategi confrontive, planful problem solving,
positive reappraisal, accepting responsibility.
Akan tetapi, 21,3% responden menggunakan
strategi distancing dan escape/avoidance. Strategi
tersebut merupakan strategi yang kurang efektif
bagi pasien dengan sindrom koroner akut karena
dapat meningkatkan tingkat stres, cemas, maupun
depresi.
Untuk pelayanan keperawatan, perlu
adanya intervensi psikososial pada program
rehabilitasi jantung maupun rawat jalan yang
didalamnya termasuk kegiatan konseling antara
petugas kesehatan dan pasien dengan sindrom
koroner akut terutama pada pasien dengan postPCI atau post-CABG.
Selain itu, perlu adanya penelitian lebih
lanjut mengenai strategi koping pada pasien
sindrom koroner akut dengan jumlah yang lebih
banyak dari penelitian ini. Selain itu, perlu adanya
penelitian lainnya dengan metode observasi
mengenai efek strategi koping distancing dan
escape/avoidance terhadap kondisi jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, “Maria Chong” ., Elias, H. ., Uli, J. ., &
Mahyuddin, R. . (2010). Relationship
between
Coping
and
University
Adjustment and Academic Achievement
Amongst First Year Undergraduates in A
Malaysian Public University. International
Journal of Arts and Sciences, 3(11), 379–
392.
Alnazly, E. (2016). Coping Strategies and SocioDemographic Characteristics among
Jordanian Caregivers of Patients Receiving
Hemodialysis. Saudi Journal of Kidney
Diseases and Transplantation, 27(1), 101–
106.
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
76
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
Bigatti, S. M., Wagner, C. D., Lydon-Lam, J. R.,
Steiner, J. L., & Miller, K. D. (2011).
Depression in Husbands of Breast Cancer
Patients: Relationships to Coping and
Social Support. Supportive Care in Cancer,
19(4), 455–466. http://doi.org/10.1007/
s00520-010-0835-8
Blalock, J. A., & Joiner, T. E. (2000). Interaction of
Cognitive Avoidance Coping and Stress in
Predicting Depression/Anxiety. Cognitive
Therapy and Research, 24(1), 47–65. http://
doi.org/10.1023/A:1005450908245
Chan, I. Y. S., Leung, M., & Yuan, T. (2014). Structural
Relationships between Cultural Values
and Coping Behaviors of Professionals
InTthe Stressful Construction Industry.
Engineering, Construction and Architectural
Management, 21(2), 133–151. http://doi.
org/10.1108/ECAM-07-2012-0069
Chao, R. C.-L. (2011). Managing Stress and
Maintaining Well-Being : Social Support,
Problem-Focused Coping, and Avoidant
Coping. Journal of Counseling and
Development, 89, 338.
Ebrahimi, H., Barzanjeh Atri, S., Ghavipanjeh,
S., Farnam, A., & Gholizadeh, L. (2013).
The Effect of Training Problem-solving
Skills on Coping Skills of Depressed
Nursing and Midwifery Students. Journal
of Caring Sciences, 2(1), 1–9. http://doi.
org/10.5681/jcs.2013.001
Eisenberg, S. A., Shen, B. J., Schwarz, E. R., & Mallon,
S. (2012). Avoidant Coping Moderates The
Association between Anxiety and Patientrated Physical Functioning in Heart Failure
Patients. Journal of Behavioral Medicine,
35(3), 253–261. http://doi.org/10.1007/
s10865-011-9358-0
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
Folkman, S., Lazarus, R. S., Dunkel-Schetter,
C., DeLongis, A., & Gruen, R. J. (1986).
Dynamics of a Stressful Encouter :
Cognitive Appraisal, Coping, and Encouter
Outcomes. Journal of Personality and Social
Psychology, 50, 992–1003.
Friedman, H. S., & Cohen Silver, R. (2006).
Foundations of Health Psychology. Oxford:
Oxford University Press.
Garcia, F., Mendez, D., Ellis, C., & Gautney, C.
(2014). Cross-cultural , Values and Ethics
Differences and Similarities between
The US and Asian Countries. Journal of
Technology Management in China, 9(3),
303–322. http://doi.org/10.1108/JTMC05-2014-0025
Garland, E., Gaylord, S., & Park, J. (2009). The Role
of Mindfulness in Positive Reappraisal.
Explore: The Journal of Science and Healing,
5(1), 37–44. http://doi.org/10.1016/j.
explore.2008.10.001
Green, P., Newman, J. D., Shaffer, J. A., Davidson, K.
W., Maurer, M. S., & Schwartz, J. E. (2013).
Relation of Patients Living Without A
Partner or Spouse to being Physically Active
After Acute Coronary Syndromes (From
The PULSE Accelerometry Substudy).
American Journal of Cardiology, 111(9),
1264–1269.
http://doi.org/10.1016/j.
amjcard.2013.01.272
Huffman, J. C., Celano, C. M., & Januzzi, J. L. (2010).
The Relationship between Depression,
Anxiety, and Cardiovascular Outcomes in
Patients with Acute Coronary Syndromes.
Neuropsychiatric Disease and Treatment, 6,
123–136.
Karimi-Moonaghi, H., Mojalli, M., & Khosravan,
S. (2014). Psychosocial Complications
Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
of Coronary Artery Disease. Iranian Red
Crescent Medical Journal, 16(6), e18162.
http://doi.org/10.5812/ircmj.18162
Kato, T. (2014). Relationship between Coping with
Interpersonal Stressors and Depressive
Symptoms in The United States, Australia,
and China: A focus on Reassessing Coping.
PLoS ONE, 9(10). http://doi.org/10.1371/
journal.pone.0109644
Kemenkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta.
Retrieved from http://www.depkes.
go.id/resources/download/general/Hasil
Riskesdas 2013.pdf
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress,
Appraisal, and Coping (8th ed.). New York:
Springer Publishing Company.
Lismawaty, I. (2015). Tingkat Depresi dan
Frekuensi Angina pada Pasien Sindrom
Koroner Akut di Poliklinik Jantung RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung. Padjadjaran
University.
Lucini, D., Fede, G. Di, Parati, G., Pagani, M.,
Lucini, D., Fede, G. Di, … Pagani, M.
(2005). Impact of Chronic Psychosocial
Stress on Autonomic Cardiovascular
Regulation
in
Otherwise
Healthy
Subjects. Journal of The American Heart
Association. http://doi.org/10.1161/01.
HYP.0000185147.32385.4b
Mann, D. L., Zipes, D. P., Libby, P., & Bonow, R.
O. (2014). Braunwald’s Heart Disease:
A Textbook of Cardiovascular Medicine.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Pace, K. M., Fediuk, T. A., & Botero, I. C. (2010).
The Acceptance of Responsibility and
Expressions of Regret in Organizational
Apologies after a Transgression. Corporate
Communications:
An
International
PERKI.
77
Journal, 15(4), 410–427. http://doi.
org/10.1108/13563281011085510
(2014).
Pedoman
Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Centra
Communications.
Polska, K., & Mory, J. M. (2015). The Evaluation of
Stress Coping Styles and Type D Personality
in Patients with Coronary Artery Disease.
Polish Heart Journal, (December). http://
doi.org/10.5603/KP.a2015.0039
Rachmi, F. (2015). Hubungan Kecemasan dengan
Frekuensi Angina pada Pasien dengan
Sindrom Koroner Akut di Poliklinik
Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Padjadjaran University.
Rood, L., Roelofs, J., Bögels, S. M., & Arntz, A.
(2012). The Effects of Experimentally
Induced Rumination, Positive Reappraisal,
Acceptance, and Distancing when
Thinking About A Stressful Event on Affect
States in Adolescents. Journal of Abnormal
Child Psychology, 40(1), 73–84. http://doi.
org/10.1007/s10802-011-9544-0
Saputri, M. A. W., & Indrawati, E. S. (2011).
Hubungan antara Dukungan Sosial dengan
Depresi pada Lanjut Usia yang Tinggal
di Panti Wreda Wening Wardoyo Jawa
Tengah. Jurnal Psikologi Undip, 9(1), 65–
72.
Sheikh, A. I., & Marotta, S. a. (2008). Best Practices
for Counseling in Cardiac Rehabilitation
Settings. Journal of Counseling &
Development, 86(1), 111–119. http://
doi.org/10.1002/j.1556-6678.2008.
tb00632.x
Sheridan, S. L., Draeger, L. B., Pignone, M. P., Rimer,
B., Bangdiwala, S. I., Cai, J., … Simpson, R.
J. (2014). The Effect of A Decision Aid
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
78
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
Intervention on Decision Making About
Coronary Heart Disease Risk Reduction:
Secondary Analyses of A Randomized
Trial. BMC Medical Informatics and
Decision Making, 14(1), 14. http://doi.
org/10.1186/1472-6947-14-14
Strickland, O. L. (2003). Measurement of Nursing
Outcomes 2nd ed. (C. Dilorio, Ed.). New
York: Spinger Publishing Company, Inc.
Switaj, P., Grygiel, P., Anczewska, M., & Wciórka,
J. (2015). Experiences of Discrimination
and The Feelings of Loneliness in People
with Psychotic Disorders : The Mediating
Effects of Self-esteem and Support
Seeking.
Comprehensive
Psychiatry,
59, 73–79. http://doi.org/10.1016/j.
comppsych.2015.02.016
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
Tadwalkar, R., Udeoji, D. U., Weiner, R. J. ason,
Avestruz, F. L. ester, LaChance, D., Phan,
A., … Schwarz, E. R. (2014). The Beneficial
Role of Spiritual Counseling in Heart
Failure Patients. Journal of Religion and
Health, 53(5), 1575–1585. http://doi.
org/10.1007/s10943-014-9853-z
Thorsteinsson, E. B., Ryan, S. M., & Sveinbjornsdottir,
S. (2013). The Mediating Effects of
Social Support and Coping on the StressDepression Relationship in Rural and
Urban Adolescents. Open Journal of
Depression, 2(1), 1–6.
Wahyuni, A., Nurrachmah, E., & Gayatri, D. (2012).
Kesiapan Pulang Pasien Penyakit Koroner
Melalui Penerapan Discharge Planning.
Jurnal Keperawatan Indonesia, 15, 151–
158.
Download