Dasar molekuler dan manifestasi klinis pasien akondroplasia di

advertisement
PROS]DING SEMINAR
ILMIAH PBBMI (2015)
DASAR MOLEKUI,ER DA.N MANIFESTASI KLINIS PASIEN
AKONDRO PL,A.SIA DI iNDONESIA
Dewi Megawatil'2, Nanis S. Marzukir'J,Ita M. Nainggolanr'3, Maria Swastikal, Sintia
Puspitasaril, Iswari Setianingsihl
rlembaga
Biologi Molekuler Eijkman. Jakarta, 2Fakultas Kedokternn dan Ilmu Kcschatan, Universitas
Warmadewa, Bali, 'Kementrian Riset, Teknologidan Pendidikan Tinggi, Jakarta.
E-mai1: [email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan: Akondroplasia merupakan kelainan pertumbuhan tulang yang diturunkan secara
autosomal dominan. Sekitar 95% kasus akondroplasia disebabkan oleh mutasi pada gen pengatur
pertumbuhan tulang yaitu mulasi substitusi G1l38A pada gcn -F-G-f1t-t. Pada kondisi heterozigot
penderita akondroplasia memrnjukkan lampilan fisik habitus dan memiliki resiko tinggi
mengalami kematian akibat penekanan saraf servikal dan obstruksi saluran nafas. Sedangkan,
pada kondisi homosigot be$ifat letal. Studi ini berlujuan untuk mengctahui presentase kasus yang
rnerniliki tampilan klinis akondroplasia terkonfirmasi dengan teknik biologi molekuler melalui
deteksi mutasi penyebab akondroplasia.
Metodc: Metode deteksi mutasi yang digunakan yaitu PCR.-R|LP dengan enzim rcstriksi S/cl
datt MspL Tetdapal22 kasus akondroplasia yang dirujuk ke Klinik GenNeka Lembaga Eijkman
pada periode tahlln 2006-2014 dengan manifestasi Llinis .rftort stature, Illizor.Lellk, rtontul
lossfug dan lordosis.
H.sil: Hasil deteksi mutasi mcnunjukkan 13 dari 22 orang pasien memiliki mutasi substitusi
Gl138A, dan tidak ditemukan mutasi Gl138C. Kcdua jenis mutasi tersebut menyebabkan
substitusi asarn amino ke-350 dari glisin menjadi arginin (G-180R) yang terletak pada domain
transmembran protein FGFR3. Berdasarkan data ini diketahui bahwa mutasi Gl138A merupakan
jenis mutasi tersering penyebab aLkondroplasia di Indonesia, namun tidak mencapai 95%. Hal ini
nenunjukkan kemungkinan spektum mutasi yang melatarbelakangi akondroplasia di Indonesia
lebih beragam.
Simpulan: Deteksi lebih lanjut menggunakan teknik sekucnsing sebaiknya dilakukan untuk
nendeteksi mutasi jenis lain penyebab akondroplasia pada gen I'GFRI terutama untuk pasien
yang ingin melakukan konseling genetik.
akondroplasia, skeletal displasia, gen FGFR3, PCR-RFLP
PENDAHULUAN
Akondroplasia (ACHi OMIM: 100800)
nerupakan salah satu jenis displasia skeletal
atau kelainan pertumbuhan
tulang.
Atondroplasia merupakan penycbab utama
dwarhsme, dengan cstimasi prevaiensi I dari
10.000 dan I dari 30.000 kelahiran.r
Alondroplasia termasuk kelainnn genetik yang
diturunlan secara autosomal
dominan.
Individu dengan akondroplasia heterozigot
ditandai dengan lengan pendek, makrosefali,
Jeprettel nusal hridge. hunral
bus:ing.
PROSIDIIIG SEMLNAR ]I,MUH PBBMI (2015)
38
tri.lent shaped-hand dan stenosis spinal.
Individu dengan jenis mutasi heterozigot
bersifat fefiil dan alondroplasia dapat
diturunkan pada ketulunannya dengan sifat
complete penetrance.2 Akondroplasia
homozigot diperkirakan bersifat letal'
Sebagian besar kasus akondroplasia (lebih dari
80%) merupakan kelainan yang bersifal de
noro e/La.u sporadik yang sering dikaitkan
dertgan late paternal age .3
Akondroplasia disebabkan oleh mutasi
pada gen fibroblast growth factor rcceptol-3
(TGFR3) yang terletak pada lengan pendek
kromosom
a
@P16.3).
Gen
FGFR3
mengkodekan protein FGFR3 yang berperan
sebagai reseptor pada jalur sinyal yang
menghambat proliferasi dan meningkatkan
differensiasi kondrosit.a Protein FGFR3 terdid
dari 3 region yaitu: region ekstaseluler,
transmembran, dan intraselular. Jenis mutasi
pada gen FGFR3 Yang Paling umum
melatarbelakangi akondroplasia
adalah
substitusi basa guanin menjadi adenin pada
(Gll38A) atau substitusi guanin
basa ke
lll8
menjadi sitosin (Gl138C). Mutasi Gll38A
dilaporkan sebagai penyebab dari sebagian
besar kasus akondroplasia (sekitar 90%) pada
berbagai etnik.3 Kedua jenis mutasi tersebut
menyebabkan substitusi asam amino ke-360
dai glisin menjadi arginin (G380R) yang
terletak pada domain transmembran protein
FGFR3.5 Residu glisin yang memiliki berat
molekul kecil dan tidak bermuatan digantikan
oleh residu arginin yang molel-ulnya besar dan
bersifat basa menyebabkan terbentuknya
ikatan hidrogen yang menstabilkan dimer
FGFR3 sehingga FGFR3 teraktivasi tanpa
adanya ligan yang berikatan (constituti',ely
activate{.6
Selain akondoplasia, displasia skeletal
lain yang diakibatkan oleh mutasi pada gen
FGFR3 adalah tanatophorik displasia (TD),
hipokondroplasia (HPC), dan SADDAN
(skeletal skin bruin \)ith acantosis nigricans)1
Keempat jenis displasia skeletal tersebut
memiliki tampilan hsik utama short stalule
namun dengan severitas yang berbeda
tergantung pada ietak mutasi pada gen FGFR3
dan peruba.han asam amino yang diakibatkan
oleh mutasi tesebut.4 Oleh karena itu,
diperlukan suatu metode diagnostik rrntrrk
mengkonfirmasi ciri-ciri fisik yang tampak.
Mengingat kelainan tersebut
bersifal
penetrance
autosonal dominan dal] complete
serta dalam bentuk homozigot bersifat letal
teknik biomolekuler merupakan salah sat!
teknik yarg akurat unluk mendiagnosi:
displasia skeletal. Pendeteksian mutas
penyebab akondroplasia difokuskan padt
mutasi G11384 dan Gll38C yang umumnyr
melatarbelakangi akondroplasia pada selurul
etnik. Studi ini bertujuan untuk mengetahu
presentase kasus yang memiliki tampilan klini
akondroplasia terkonfirmasi dengan teknil
biologi molekuler melalui deteksi
mutas
penyebab akon&oplasia. Berdasarkan dat
yang diperoleh diharapkan dapat ditentukar
apakah pendeteksian mutasi jenis lain pad.
gen tCfRl diperlukan selain Ledua jeni
mutasi tersebut diatas untuk
kasu
akondroplasia di lndonesia. Pendetelsian jeni
mutasi merupakan hal yang sangat pentin
terutama bagi pasien yang ingin melakuka
konseling genetik.
METODE
Sejak tahun 2006-2014, sebanyak 2
kasus suspek akondroplasia dirujuk ke Klini
GenNeka Lembaga Biologi Moleku|
Eijkrnan oleh dokter spesialis anak da
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM
Rumah Sakit Hermina dan Prodia Kram
untuk dideteksi jenis mutasinya. Pasien deng!
rentang usia t hari - 8 tahun dirujuk dengt
gejala klinis seperti. short stctture, thizomeli
Vo nta I bos s i ng. brachidacrilia dan lordosis
PROSID]NC P B B MI /2O
1 5
)
39
DNA diekstraksi da.ri sampel darah
menggunakan Wizartl@ Genonic DNA
Puli|icatio Ki|Ptonega Twisconsin, USA).
mutasi Gl138A dan Gl138C dideteksi
pada selLmrh sampel dengan metode PCRWLP (polymerase chain reaction- reslriclion
Jenis
fiagnent length polynorlism)
dengan
modifikasi metode sepefti yang dideskripsikan
total PCR sebanyak
25IL tediri dari lx themopol buffer yang
mengandung 20mM Tris-LICl, 10mM
0{l!)rsoq, 10mM Kcl, 2mM MgSOa, 0.1%
Triton X-100 pH 8.8 (rve Englands Biolabs
.1,rr1. 200prM dNTPs 1/avirr,rgcrzr- masingmasing 0.4pM primer .fortNard FGIOF
5'AGGAGCTGGTGGAGGCTGA-3'
dan
FGlOR
GGAGATCTTCTCCACGGTGG-3', 0.625
Units Taq polimerase (New Englands Biolabs
1rc) dan l00ng DNA genomik. Reaksi PCR
dilakukaur pada mesin thermal cyclet (Applied
oleh Shiang et a1.8 Reaksi
Biosystem
9700) dengan kondisi
sebagai
berikut 95oC 5 menit inisiasi denaturasi, (95oC
30 detik 65"C
30 detik, 72'C 1
menit)
sebanyak 35 siklus dan 72'C selama 5 menit.
Sebanyak 5pL produk PCR dielektroforesis
pada gel agarosa 2oZ (LE agarose, Roche). Pita
yang diharapkan untuk produk PCR sebesar
164pb. Ladder DNA 0X174/HaelII (tr'e,
Englanls Biolabs /nc) digunakan sebagai
penanda ukuran DNA. Kemudian prcdul PCR
ditambahkan dengan 10 Units SJtI untuk
mendeteksi mutasi Gl138A dan Mspl urtuk
rnutasi Gl138C kemudian diinkubasi minimal
selama 4 jam pada suhu 37'C. Produk RFLP
dielekroforesis pada gel agarcsa 2o/o (LE
agarcse, Roche) dan difoto menggunnkan Gel
DocrM XR Biorad. Jika terdapat mutasi
Gl138A pita DNA akan teryotong menjadi
fragnen 109 pb dan 55pb. Sedangkan untuk
mutasi G1138C pita DNA akan teryotong
menjadi fragmen 107 pb dan 57pb.
HASII,
Pcndcteksian mutasi G1138A dan
G1138C dilakukan mcDggunakan melode
PCR-RFLP, segmen DNA yang mcliputi
ekson 10 diamplihkasi menggunakan sepasang
primer yang menghasilkan produk
PCR
dengan uluran 164pb kemudian produk PCR
tersebut dipolong dengan enzim SII dan Mspl.
Hasil PCR-RFLP (Gambar 1) menunjukkan
hasil positif untuk mutasi G1138A dan negalif
untuk mutasi Gl138C. Pada setiap RFLP
disertakan kontrol positif yaitu fragmen DNA
yang rnemiliki situs pengenalan enzim rcstriksi
Sfcl dar MspI. Berbeda halnya dengan kontrol
positif mutasi Cll38A, kontrol positif untuk
mutasi Gl138C menggunakan fragmen DNA
gen globin beta yang bcrukuran 749pb dimuura
pada fragmen tcrscbut terdapal situs
pengenalan enzim restriksi MspI sehingga
ftagmen DNA terpotong menjadi 613pb,
134pb dan 2pb. llal ini menunjukkan bahwa
enzim rest ksi MjpI yang digunakan memang
berfuiigsi dengan baik.
I
rnenunjukkan jumlah kasus
aLondroplasia drul hasil deteksi mutasi kasus
akondroplasia di Klinik GenNeka sejak
periode 2006-20i4. Hasil deteksi dengan PCR-
Tabel
RFLP menurjukkan 13 dari 22
pasien
rnemiliki mutasi substitusi Gl l38A, dan tidak
ditemukan jenis mutasi G1l38C. Data ini
menunjuklan bahwa mutasi Gl138A yang
melatarbelakangi sebagian besar kasus
. akondroplasia di Indonesia. Walaupun jika
jumlah pasien lcbih banyak hemungkinan
mencmukanjcnis mutasi Gl l38C lebih besar.
PROS]DING SEMLNAR ILMAH PBBM] QA]5)
40
{O7A pb
613 pb
134 Fb
{64 pb
109
r,, 9b
,34 pb
,
f,
(+P
GrlreA
Gr
r:a(
Gambar 1 Visualisasi hasil PCR-RFLP pendeteksian mutasi Gl138A dan mutasi Gl l38C pada
gel agarose 2o%. Kolom 1: hasil pemotongan fragmen DNA yang mengandung mutasi Glll8A
(C+), kolom 2: hasil deteksi mutasi pada pasien yang menunjukl(an mutasi Gl1384" heterozigot
(P). Kolom 3: DNA Ladder bxl74/HaeIII. Kolom 4: fragmen DNA hasil PCR yang tidak
dipolong dengan enzim restriksi- Kolorn 5: hasil normal untuk mutasi Gll38C Kolom 6 :
menunjukkan hasilPCR yang berhasil dipotong oleh enzim restri\si MsPI
akan penyakit genetik ini
PEMBAHASAN
Lebih dari 9070 pasien akondroplasia'
dari beberapa etnik yang berbeda memiliki
mutasi G1138A pada gen FGFR3.2'3 Hal yang
sama terjadi di Indonesia yang menunjukkan
bahwa sekitar 59 % (13'22) pasien
akondroplasia memiliki mutasi Gl138A
Mutasi tersebut predominan namun tidak
mencapai 907o pada pasien di lndonesia.
Sedangkar mutasi G1138C yang runumnya
ditemukan sekitar lolo pada pasien,3 pada ke22 kasus yang dikeriakan, jenis mutasi
tersebut tidak terdeteksi. Hal ini disebabkan
karena kemungkinan kasus akondroplasia
Indonesia jamng. Jika jumlah pasien lebih
banyak akan memperbesar kemLmgkinan jenis
murasi Gll38C dilemukan pada
di
pasien
lndonesia. Jumlah kasus
yang sedikit dapat mengindikasikan bahwa
kemungliran avarenett klinisi dan pasien
akondroplasia
kwang
Kemungkinan lainnya adalah jenis mutasi
penyebab akondroplasia di Indonesia lebih
beragam, sehingga deteksi mutasi jenis lain
penyebab akon&oplasia diperlukan seperti
G375 dan G346E.L6 Heuertz et al.e melakukan
sekuensing seluuh gen FGFR3 untuk
mendeteksi jenis
mutasi
Yang
melatarbelakangi pasien akondroplasia yang
hasil PCR-MLP menunjulCon negalif untuk
mutasi G1138A dan G1l38C. Pada studi
tersebut ditemukan mutasi baru Y278C yary
kemungkinan menyebabkan terbentuknya
ikatan disulfida pada domain imunoglobulinc)engan f€notipe tampak sebagai
like
akondroplasia atau hipokondroplasia berat.
cen FGFR3 yang terdiri dari 19 ekson
III
merupakan pengkode proten /ibroblast
grotttth .factor receptot 3. Protein FGFR3
termasuk ienis rcseptor tirosin kinase yang
4l
PRASIDING PBBMI (2015)
dan meneruskan sinyal
f;broblast growth factot (FGI) yang
menghambat proiilerasi dan meningkatkan
diferensiasi kondrosit. Penelitian yang
diialul;n olch Scgcr .i a/'' nrenunjukLan
rnencil transgenik yang memiliki rnutasi
G380R, proliferasi kondrositnya terhambat
dan diileren.ir.inl a meningkat. :chingga
tulangnya lebih pendek jika dibaldingkan
dengan mencit trild type. Protein FGFR3
tersusun atas 8.10 asam amino dan ferdiri dari
3 region yaitu region ekstraselular yang lerdid
berperan mengenali
dari
3
domain inunoglobulinJike loop
(lgl,lgll,lg r, region transmembran (TM),
dan region sitoplasmik yalg tcrdiri dari 2
domain tiro.in kinase yaitu tirosin kinase
proksinal (TKp) dai tirosin knase distal
(TKd).'
Mutasi pada gen FGFR3 mcmiliki efek
yang berbeda tergantung pada perubahan asam
oleh mutasi tesebut.
Subslitusi pada domah imunoglobulin-like
dan fansmembran terutama perubahan suatu
asam amino menjadi sistein (R248C, S249C,
G370R, 5371C, Y373C) melatarbelakangi
tanatopho k displasia tipe I (TD I), sedangkan
substitusi pada domain tirosin kinase K650E
menyebabkan tanatophorik displasia tipe lI
(TD II).Lrr Tanatophorik displasia (OMIM:
187600) merupakan jenis skeletal displasia
yang bersifat letal dengan manifestasi klinis
lebih berat dari akondroplasia yaitu
nikromelia berat, lulang femul melengkung
pada TDI dan tulang femur lurus pada TDII,
nakroscpali, dan rongga torak yang sempit
dengan rusuk yang pendek.T '2 Sedangkatt
rubstitusi N540K pada domain pcda tirosin
kilise
proksimal
menyebabkan
hipokondroplasia (OMIM: 14600) yaitu jenis
amino yang diakibatkan
sleletal displasia )ang lebih
ringan
dibandingkan dengan akondroplasia dengan
ma.rifestasi klinis slort s/a/ue, mikromelia
ringan, loldosis, dan rctardasi nental
nng,tn. '
Manifestasi klinis yang beragam akibat
mutasi pada gen FGFII3 diperkirakan akibat
protein FGFR3 mengalami gain-of-linction.
Pada keadaan nomal protein FGIR3 akan
teraltivasi saat./ib,.oblast grovth :factor (FGF )
dan hcparin belikatan dengan protcin FGFR3.
Allivasi tersebut menyebabkan reseplor
FGFR3 membentuk dimer dan meneruskan
sinyal. Pada kasus skcletal displasia
perubahan asam amino pada protein FGFR3
menyebabkan terbentuk ikatan disulfida atau
ikatan hidrogen yang mcnstabilkan dimer
FGFR3 sehingga dimer tersebut teraktivasi
secara terus menerus walaupun tidak ada FGIr
yang berikatan.6 Pendapat lainnya nengatakan
bahwa terjadi keterlambatan delbsforilasi
sehingga FGFR3 mencruskan sinyal secara
tetus menerus.12
Mutasi penyebab aliondroplasia sebagian
besar bersifat spontan (./e nouo). Ilal ini
dikaitkan dcngan usia patemal diatas lebih
dari 40 lahun (late puternul dgc). Murtsi ini
dirurunkan secarl autosomal dominan,
sehingga setiap anak yang lahir dati orang tua
yang keduanya akondroplasia
memiliki
kemungkinan 25Vn normalj 50%
akondroplasia, dan 25Yo ietal.l3 Deteksi
akondroplasia dengan teknik biologi
molekuler dapat digunakan sebagai cara untuk
mengetahui kondisi janin lebih dini torutama
bagi pas:rngan yang beresiko tinggi sepeti
pasangan akondroplasia dan calon ayah yang
berusia lebih dari 40 tahun.
SIMPULAN
Pada studi
ini, mutasi
Gl138A
predominan namun tidak signifikan. Hal ini
dapat menunjukkan bahwa mutasi yang
melatarbelikangi akonfuoplasia di Indonesia
mungkin lcbih bewariasi sehingga perlu
diianjutkan untuk mendeteksi mutasi lain pada
PROSIDING SEMINAR ]LMAH PBBMI (2015)
42
gen FGFR3. Deteksi mutasi menggunakan
teknik biologi molekuler ini sangat diperlukan
untuk mengkonimasi pemedksaaD fisik
lcrutama untul pasangan ) ang ingin
melakukan konseling genetik
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada
dokter yang telah merujuk pasien untuk
melakukan tes genetik di Klinik GenNeka
Lembaga Eijkman. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada Evira Puhi Cahya' S Si
(Lembaga Eijkman), dr. Agung Nova
R, Thompson L, Zhu M, Church DM,
Fielder TJ Bocian M, et al. Mutations in the
transmembmne domain of FGFR3 cause the
most cmmon genetic lorm ol dwarfitm.
achondroplasia. Cell. 1994t'7 81335-342
9. Heuertz S, Mener ML, Zabel B, Wright M,
Legeai-Mallet L, Cormier-Daire V, et al. Novel
FCfR-l mulalions crealing cysleine re\idues in
the extracellular domain of the receptor cause
8. Shiang
achondroplasia
hypochondroplasia. Eur J Hum
1
10.
Mahendra Jaya (Fakultas
Kedokteran
Universitas Udayana) dan Prof. dr. I Putu
Sutisna, Sp.Par(K) (Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatar Universitas Warmadewa)
yang telah membantu dalam mempersiapkan
naskah.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Horton WA, Hall JG, Hecht
JT
Achondroplasia. Lancet. 2007 :3'101162-72
Nahar R, Saxena R, Kohli S, PuriR, V€rma IC
Molecular studies of achondroplasia. Indian J
Orthop. 2009;43(2): 194-196
Pehlivan S, Ozkinay F, Okutman O, Cogulu O,
Ozcan A, Canlcaya T el al Achondroplasia in
Tu*ey is defined by recurent C380R mutation
of the
FGFR3 gene Turk
J
Pediatr.
2003r45:99-101
Slaog€nhaupt SA, Stoilov l, Scott
Jr Cl, Cussella JF, Tsipouras P The gene for
achondroplasia maps to the telomeric region of
chromosome 4p. Nat G et\et. 1994,61314-31'7
4. Velonov M,
5. Horton WA, Garofalo
S, Lunstrum
GP FGFR3
a review. Cell
signaling in achondroplasia:
Mater.l998; 8:83-87
6. Webster MK, Donoghue DJ. 1997. FGFR
activation in skeletal disorder: too much of a
good thing. Trend Genet. 1997; 5(13):178-182
7. irujillo-Tiebas, Fenollar-Cortes M, LordaSanchez, Diaz-Recasens J, Redondo AC,
Ramos-Corrales C, Ayuso C Prenatal
diagnosis of skeletal dysplasia due to FGFR3
gene mutations. J Ass;st Reprod Genet 2009;
26:455-460
or severe forms
of
Genet. 2006;
411240-124'l
Segev O, Chumakov I, Nevo Z, et al.
Restrained condroc)4e prcliferation and
maturation with abnormal growth plate
vascularisation and ossification in FCFzu
(C380R) transgenic mice. Hum Mol Genet.
2000t 9:249-258
11.
Vajo Z, Francomano CA, wilkin DJ. The
molecular and genetic basis of fibroblast
growth factor receptor 3 disorders: the
achondroplasia family
of (kelclal
d)splasia'.
muenke craniosynostosis, and crouzon
syndrome with acanthosis nigricans Endocr
Rev.2000;21(1):23-39
12. Harada D, Yamanaka Y, Ueda K, Tanaka H'
Seino Y. FcFR3-related dwarfism and cell
signaling. J Bone Miner Metab. 2009;2?:9-l5
13. Satiroglu-Taufan NL, Tufan AC, Semerci CN,
Bagci H, et al. Accurate diagnosis of a
homozygous Gl l38A mul2tion ;n the fibroblast
sror4h facror receplor I gene reiponsible lor
ichondroplasia. foholu J ErP Vcd.
2006:208:103-7
Download