BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hukum
Hukum merupakan seperangkat norma atau kaidah, dan kaidah itu
bermacam – macam, tetapi tetap sebagai satu kesatuan. Karena kaidah itu berisi
perintah maupun larangan maka sudah selayaknya kaidah yang merupakan
petunjuk hidup tersebut mempunyai sifat memaksa yang merupakan ciri dari
kaidah hukum.
Kondisi tersebut tentunya tidak disia-siakan oleh dunia kejahatan, yang
juga tidak mengenal lagi batasan hukum ruang, pelaku, dan korban yang juga
memanfaatkan teknologi canggih. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya kejahatan
dan pelanggaran yang bermunculan yang meresahkan masyarakat mulai dari kasus
pencurian dengan pemberatan, curas (pencurian dengan kekerasan), curanmor
(pencurian kendaraan bermotor). Keberadaan berbagai jenis kendaraan bermotor
pada saat ini merupakan salah satu sekian banyak hasil dari cepatnya
pertumbuhan iptek yang memang memberikan kemanfaatan yang besar bagi
kebutuhan dan kehidupan masyarakat. Namun demikian, sepertinya dengan
keberadaan hukum ini tidak membuat efek jera bagi siapa saja yang mengetahui,
melihat dan mendengar terhadap sanksi hukum yang diberikan kepada pelaku.
Beberapa ahli telah memberikan definisi tentang hukum yaitu 1 :
1
Yulies Tiena Maasriani,2004. Pengantar Hukum Indonesia.Sinar Grafika.Jakarta, hlm.6-7
8
a) Menurut Sunaryati Hartono, hukum itu tidak merupakan pribadi
seseorang, akan tetapi menyangkut dan mengatur berbagai aktifitas
manusia dalam hubungan dengan manusia lainnya, atau dengan perkataan
lain, hukum mengatur berbagai aktifitas manusia di dalam hidup
masyarakat.
Sehingga jelaslah bahwa segala aktifitas yang berhubungan dengan
manusia satu dengan yang lain atau antara seseorang dengan orang lain
merupakan suatu pengaturan terhadap semua hal yang bersifat kegiatan
yang dianggap melanggar hukum tentunya haruslah dibuatkan sanksi
yang jelas agar manusia bisa lebih terarah dan teratur dalam melakukan
aktifitasnya.
b) Menurut E. Meyers, hukum adalah semua aturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam
masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam
melakukan tugasnya.
Aktifitas manusia yang berada dilingkungan sosial tentunya oleh
pemerintah haruslah dibuatkan suatu formula yang bisa menjadikan
segala perbuatan yang melan ggar norma-norma yang ada harus dihukum
dengan pertimbangan kesusilaan yang berwujud pada tingkah laku
manusia sehingga segala aktifitas manusia diatur dengan berdasarkan
pada hukum positif yang dilahirkan oleh penguasa negara.
9
c). Sedangkan menurut Immanual Kant, hukum adalah Keseluruhan syaratsyarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang lain , menuruti
peraturan hukm tentang kemerdekaan.
Hukum merupakan suatu hal yang dianggap mengatur dengan
mengutumakan tujuan hukum itu sendiri, antara lain :
1.
Kepastian Hukum;
2.
Manfaat Hukum; dan
3.
Keadilan.
c) Menurut E. Utrecht, dalam bukunya Pengantar dalam hukum indonesia
”Hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib
dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat
yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu
dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah masyarakat itu.”
d) Menurut A. Ridwan Halim, dalam bukunya Pengantar Tata Hukum
Indonesia dalam Tanya Jawab menguraikan : ” Hukum merupakan
peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang
pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus
ditaati dalam hidup bermasyarakat.”
e) Menurut Yulies Tiena Masriani, Hukum merupakan peraturan-peraturan,
baik tertulis maupun yang tidak tertulis, yang pada dasarnya berlaku dan
diakui orang sebagai peraturan yang harus ditaati dalam hidup
bermasyarakat.
10
f) Menurut Leon Duguit, Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota
masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu.
Suatu masyarakat hidup dilingkungan sosial tentunya haruslah memahami
dan memaknai segala yang menjadi tujuan hukum dengan dilandasi pada
norma-norma
yang
berlaku
dilingkungan
sosial
sehingga
dapat
melahirkan apa yang dikatakan kesejahteraan yang berwujud pada
keberagaman pendapat guna melahirkan suatu petunjuk hidup dengan
mengedepankan sanksi bagi yang melakukan pelanggaran maupun
kejahatan.
Dimana suatu peraturan yang dilahirkan tentunya harus ditaati dan
dilaksanakan guna menjadikan suatu lingkungan sosial yang saling menghargai
dan menjaga segala apa yang tertuang dalam suatu aturan agar tidak ada yang
namanya pelanggaran maupun kejahatan.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat di tarik simpulan terhadap
hukum dimana suatu hukum adalah suatu formula atau obat penawar dalam
memberikan rasa keadilan terhadap pelaku pelanggaran dan kejahatan itu sendiri.
Dalam proses hukum tentunya haruslah mengedepankan proses penegakan
hukumnya dengan melibatkan unsur yang berkepentingan yang nantinya
berdampak pada proses dan rasa keadilan. Adapun penegakan hukum tersebut,
yaitu dalam pengertian lain penegakan hukum merupakan upaya yang dilakukan
untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam
arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum,
baik oleh para subyek hukum yang
11
bersangkutan maupun oleh aparatur
penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang
untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Lawrence Meir Friedman2 mengemukakan tentang tiga unsur sistem hukum
(Three Elements of Legal System). Ketiga unsur sistem hukum tersebut terdiri
dari struktur (structure), substansi (substance), serta kultur hukum (legal culture).
Menurut Friedmen bahwa the structure of a system it’s skeletal framework : it is
the permanent shape, the institutional bady of the sytem, the thought, rigid bones
that keep the procees flowing within bounds...”. jadi struktur adalah kerangkanya,
bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan
terhadap keseluruhan.
Bagi Friedman yang terpenting adalah fungsi dari hukum itu sendiri yaitu
sebagai kontrol sosial (ibarat polisi), penyelesaian sengketa (dispute settlement)
skema distribusi barang dan jasa (goods distributing scheme), dan peralihan sosial
(social maintenance). Bagian yang menjadi perlu di perhatikan adalah idealnya
suatu produk substansi hukum , yang di sebut oleh Friedmen sebagai rules of
norm, yang didukung oleh kelembagaan dan aparat hukum yang handal, jujur dan
tegas. Semua itu tidak akan berkembang apabila tidak di dukung oleh budaya
hukum (legal culture) masyarakat itu sendiri.
Dalam pengertian lain penegakan hukum merupakan upaya yang dilakukan
untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam
arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum,
2
Ahmad, Ali. 2001. Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab dan Solusinya). Jakarta : Ghalia
Indonesia. Hal 7
12
baik oleh para subyek hukum yang
bersangkutan maupun oleh aparatur
penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang
untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak
hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur
penegak hukum yang terlibat tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi
(termasuk PPNS sebagai pengemban fungsi kepolisian), penasehat hukum, jaksa
hakim dan petugas-petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur
terkait mencakup pula pihak - pihak yang bersangkutan dengan tugas atau
perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi,
serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.
Menurut Soerjono Soekanto3 ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum jika di tinjau dari kajian sosiologi hukum yaitu sebagai berikut:
a. Faktor hukum itu sendiri.
b. Faktor penegak hukum
c. Faktor sarana atau fasilitas pendukung
d. Faktor masyarakat atau sumber daya masyarakat
e. Faktor kebudayaan
Kelima faktor di atas memiliki pengaruh terbesar dalam penegakan hukum
akan tetapi diantara semua faktor tersebut, faktor penegak hukum
3
yang
Soerjono, Soekanto. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta :PT
Raja Grafindo Perseda. Hal 8-9
13
menempati posisi sangat urjen karena undang-undang disusun dan penerapan
dilaksanakan oleh penegak hukum.
2.2 Pengertian Barang Sitaan
Dalam pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana
umum maupun pidana khusus, seperti kasus pencurian khususnya pencurian
kenderaan bermotor seringkali penyidik harus melakukan upaya paksa dalam
bentuk penyitaan barang atau benda yang dimiliki oleh tersangka karena akan
dijadikan sebagai alat bukti untuk menjerat para pelaku kejahatan pencurian
guna melengkapi bukti - bukti dalam hal penyelidikan sehingga bisa dapat
diajukan ke kejaksaan berdasarkan barang sitaan yang ada.
Penyitaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menyita atau
pengambilan milik pribadi oleh pemerintah tanpa ganti rugi. Proses penegakan
hukum mengesahkan adanya suatu tindakan berupa penyitaan. Oleh karenanya
penyitaan merupakan tindakan hukum berupa pengambil alihan dari
penguasaan untuk sementara waktu barang-barang dari tangan seseorang atau
kelompok untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan.4 Olehnya
beberapa pakar mendefinisikan barang sitaan tersebut, antara lain :
Menurut Sunaryo dan Acen Dianawati, Penyitaan sebagaimana
tercantum dalam Pasal 1 Butir 16 KUHP adalah serangkaian tindakan penyidik
untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaanya benda
4
http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2011/03/PengelolaanBarangSitaan.pdf.Akses
01/06/2013
14
:
bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian, dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan5.
Dalam KUHP, penyitaan terhadap benda tidak terwujud adalah terobosan
karena dalam Undang-undang sebelumnya, penyitaan terhadap benda tidak
berwujud seperti piutang dan lain-lain tidak dimungkinkan. Jika tidak ada
hubungannya dengan kejahatan yang dituduhkan, barang tersebut akan
dikembalikan kepada pemiliknya.
Menurut Pasal 39 Ayat 1 benda-benda yang dapat disita sebagai berikut :
1.
Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian di
duga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana;
2.
Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan delik
atau untuk mempersiapkannya;
3.
Benda yang di pergunakan untuk menghalang-halangi penyidik delik;
4.
Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan delik;
5.
Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan delik yang
dilakukan.
Menurut Madukismo, Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyelidik
untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaanya benda
bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan
peradilan6.
5
Sunaryo & Ajen, Dianawati, 2010. Tanya Jawab Seputar Hukum Acara Pidana, Visi Media.
Jakarta. Hlm. 33
6
Kaveling ,Madukismo, 2011. Kitab Lengkap KUHPER, KUHAPER, KUHP, KUHAP, KUHD.
Pustaka Yustisia. Yogyakarta. Hlm.644
15
Penyitaan tentunya haruslah sesuai dengan apa yang sudah dijelaskan
berdasarkan undang-undang sehingga akan terjadi suatu kesadaran hukum
bagi pelaku pencurian itu sendiri.
Sehingga menurut Laden, Marpaung, Barang bukti yang dalam amar
putusan memuat bahwa barang tersebut dikembalikan kepada orang tertentu,
dikembalikan pada kesempatan pertama dengan membuat Berita Acara
Pengambilan Benda Sitaan7.
Demikian juga terhadap barang sitaan yang berdasarkan amar putusan,
dimusnahkan maka diterbitkan Surat Perintah Pemusnahan Barang Rampasan
yang selanjutnya jaksa yang mengemban surat perintah tersebut membuat
Berita Acara Pemusnahan Barang Rampasan.
Barang sitaan yang dirampas untuk Negara maka jaksa menguasakan
barang tersebut kepada Kantor lelang Negara yang dalam waktu 3 (tiga)
bulan, sudah melaksanakan pelelangan. Jika pelelangan belum juga terlaksana
maka dapat diperpanjang untuk waktu 1 (satu) bulan lagi (Pasal 273 ayat (3)
KUHAP).
2.3. Pengertian Tindak Pidana Pencurian
Tindak Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaranpelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan
mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau
siksaan.
7
Laden, Marpaung, 2010. Proses penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm.220
16
Dari definisi tersebut diatas tadi dapatlah kita mengambil kesimpulan
bahwa Hukum Pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung normanorma yang baru, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggarn
dan kejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan
umum.
Lebih lanjut mengenali tindak pidana didalam undang-undang Negara
kesatuan Republik Indonesia awalnya menggunakan istilah Straafbaarfeit
untuk menyebutkan nama tindak pidana, tetapi tidak memberikan
penjelasansecara rinci mengenai straafbaarfeit tersebut.
Dalam bahasa belanda straafbaarfeit terdapat dua unsur pembentuk kata,
yaitu straafbaar dan feit dalam bahasa belanda diartikan sebagian dari
kenyataan, sedang straafbaar berarti dapat di hukum, sehingga secara harfiah
perkataan straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat di
hukum8.
Sehingga pendapat para pakar mengenai pengertian dari perkataan
straafbaarfeit dimana menurut Simons 9.
“ Dalam rumusannya straafbaarfeit itu adalah Tindakan melanggar
hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja
oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakanya dan oleh
undang – undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat di hukum ”.
8
9
Evi Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi. Semarang. Sinar Grafika. Hlm.5
Ibid. Evi Hartanti. hlm.5
17
Dengan alasan dari simon mengapa straafbaarfeit harus di rumuskan
seperti diatas karena :
a) untuk adanya suatu straafbaarfeit disyaratkan bahwa disitu terdapat suatu
tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan dengan dengan undang –
undang itu dimana pelangggaran terhadap larangan atau kewajiban
seperti itu telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.
b) Agar suatu tindakan seperti itu dapat di hukum maka tindakan itu harus
memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dengan undang
– undang.
c) Setiap straafbaarfeit sebagai pelanggaran terhadap suatu larangan atau
kewajiban menurut undang – undang itu, pada hakikatnya merupakan
tindakan melawan hukum atau suatu onrchtmatige handeling. Jadi, sifat
melawan hukum timbul dari suatu kenyataan bahwa tindakan manusia
bertentangan dengan peraturan perundang – undangan, hingga pada
dasarnya sifat tersebut bukan satu unsur dari delik yang mempunyai arti
tersendiri seperti halnya dengan unsur lain.
Sedangkan pendapat pakar lain seperti E. Utrecht, Menerjemahkan
straafbarfeit dengan istilah peristiwa pidana yang sering juga disebut delik,
karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen atau doen positif atau melalaikan
nalaten negatif, maupun akibatnya ( keadaan yang ditimbulkan karena
perbuatan atau melalaikan itu ). Peristiwa pidana merupakan suatu peristiwa
18
hukum ( rechtsfeit ) yaitu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat
yang diatur oleh hukum10.
Tindakan semua unsur yang disinggung oleh suatu ketentuan pidana
dijadikan unsur yang mutlak dari peristiwa pidana. Hanya sebagian yang dapat
dijadikan unsur – unsur mutlak suatu tindak pidana. Yaitu perilaku manusia
yang bertentangan dengan hukum (unsur melawan hukum), oleh sebab itu
dapat dijatuhi suatu hukuman dan adanya seorang pembuat dalam arti kata
bertanggung jawab.
Ada juga pakar lain mengungkapkan seperti menurut Pompe11.Perkataan
straafbaar feit secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu :
“ pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan
sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana
penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi terpeliharanya
tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum ”.
Sangatlah berbahaya untuk mencari suatu penjelasan mengenai hukum
positif, yakni semata – semata dengan menggunakan pendapat karena itu, yang
terpenting dalam teori itu adalah tidak seorang pun dapat dihukum kecuali
tindakannya benar – benar melanggar hukum.
Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan
perbuaan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi,
10
11
Ibid. Evi Hartanti. hlm.5
Ibid. Evi Hartanti. hlm.6
19
meskipun perbuatanya memenuhi rumusan delik, namun hal tersebut belum
memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu
adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai
kesalahan mempunyai kesalahan atau bersalah. Di sini berlaku “tiada pidana
tanpa kesalahan”. Culpa di sini dalam arti luas, meliputi kesengajaan.
Adapula menurut Moeljatno, “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum” larangan yang mana disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi
barang siapa yang melanggar aturan tersebut”12.
Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang
dilarang hukum dan diancam pidana pasal saja dalam hal itu diingat bahwa
larangan ditujukan pada perbuatan
yaitu kejadian atau keadaan yang
ditimbulkan oleh kelakuan orang, seorang ancaman pidananya ditujukan pada
orang yang menimbulkan kejahatan. Untuk adanya perbuatan pidana harus ada
unsur-unsur:
(1) Perbuatan (manusia);
(2) Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil);
(3) Bersifat melawan hukum (syarat materiil). Syarat formil harus ada, karena
asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP;
A. Unsur-Unsur Tindak Pidana
a.
12
Unsur Subjektif
Ibid. Evi Hartanti. Hlm. 7
20
1) Kesengajaan atau kelalaian;
2) Maksud dari suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;
3) Berbagai maksud seperti yang terdapat dalam kejahatan pencurian,
penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain;
4) Merencanakan terlebih dahulu, seperti yang terdapat dalam
kejahatan menurut Pasal 340 KUHP;
5) Perasaan takut seperti yang terdapat dalam rumusan tindak pidana
menurut Pasal 308 KUHP;
b.
Unsur Objectif
1) Sifat melawan hukum;
2) Kualitas dari pelaku, misalnya seorang pegawai negeri sipil
melakukan kejahatan yang diatur dalam Pasal 415 KUHP;
3) Kualitas, yang hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab
dengan kenyataan sebagai akibat;
B. Jenis Tindak Pidana
Jenis tindak pidana atas pelanggaran dan kejahatan. Pembagian
tindak pidana ini memebawa akibat hukum materil, yaitu sebagai
berikut:
a. Undang-undang tidak membuat perbedaan antara opzet dan culpa
dalam suatu pelanggaran;
b. Percobaan suatu pelanggaran tidak dapat dihukum;
c. Keikutsertaan dalam pelanggaran tidak dapat dihukum;
21
d. Pelanggaran yang dilakukan pengurus atau anggota pengurus
ataupun para komisaris dapat dihukum apabila pelanggaran itu
terjadi sepengetahuan mereka;
e. Dalam pelanggaran itu tidak terdapat ketentuan bahwa adanya
pengaduan yang merupakan syarat bagi penuntutan;
C. Tempat dan Waktu Tindak Pidana
Tidak mudah untuk menentukan secara pasti tentang waktu dan
tempat dilakukannya tindak pidana. Hal ini disebabkan oleh hakikat
tindak pidana merupakan tindakan manusia, di mana pada waktu
melakukan tindakanya seringkali manusia menggunakan alat yang
dapat menimbulkan akibat pada waktu dan tempat yang lain di mana
orang tersebut telah menggunakan alat-alat itu. Dapat pula terjadi
bahwa tindakan dari seorang pelaku telah menimbulkan akibat pada
waktu dan tempat yang lain daripada waktu dan tempat di mana pelaku
tersebut telah melakukan perbuatannya. Jadi, temous delicti adalah
waktu di mana telah terjadi sauatu tindak pidana sedangkan locus
delicti adalah tempat tindak pidana berlangsung.
Menurut van Bemmelen, Yang dipandang sebagai tempat dan waktu
dilakukannya perbuatan secara materil. Yang dianggap sebagai locus delicti
adalah:
a. tempat di mana seorang pelaku itu telah melakukan sendiri perbuatannya;
b. tempat di mana alat yang telah dipergunakan oleh seorang itu bekerja;
c. tempat di mana langsung dari suatu tindakan itu telah timbul;
22
d. tempat di mana akibat konstitusi itu telah timbul13;
Tindak Pidana pencurian yang dilakukan oleh seseorang atau lebih
merupakan suatu perbuatan yang dianggap sebagai kejahatan terutama
menyangkut persoalan pencurian yang sekarang sangat sebagai meresahkan
masyarakat.
Menurut Andi Hamzah, Sebelum mengetahui apa itu pencurian, maka
sebaiknya mengetahui asal kata pencurian yang dalam bahasa Indonesia berasal
dari kata “curi” yang mengalami imbuhan “pe” dan berakhiran “an” sehingga kata
“pencurian mengandung arti proses, perbuatan cara mencuri dilaksanakan14.
Dalam kamus Hukum juga disebutkan bahwa mencuri ialah perbuatan yang
mengambil hak milik orang lain dengan jalan tidak sah. Pencurian adalah
pelanggaran terhadap harta milik dan merupakan delik formil (formeel delict),
yaitu delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan dilakukannya suatu
perbuatan yang dilarang, dan merupakan norma yang dibentuk larangan atau
verbod, seperti pada Pasal 362 Kitab Undang-undang Pidana yang mencantumkan
larangan untuk mencuri15.
Demikian juga disebutkan pencurian adalah perbuatan yang telah memenuhi
perumusan Pasal 362 KUHP yaitu mengambil sesuatu barang baik berwujud
maupun tidak berwujud yang sama sekali atau sebahagian termasuk kepunyaan
orang lain, yang dilakukan dengan sengaja dengan maksud akan memiliki barang
itu dengan melawan hak yang sanksinya telah ditetapkan yaitu hukuman penjara
selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya atau Rp. 900.
13
Ibid. Evi Hartanti. hlm.8
Andi Hamzah, 2009. Delik-delik Tertentu. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm.100.
15
Jct Simorangkir,dkk. 2000. Kamus Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm.96
14
23
Adapun Menurut Hukum Islam bahasa pencurian yaitu mengambil harta
orang lain yang bernilai secara diam-diam dari tempatnya yang tersimpan”.
Sedangkan menurut syara’, pencurian adalah mengambil harta orang lain
yang oleh mukallaf secara sembunyi-sembunyi dengan nisab 10 dirham yang
dicetak, disimpan pada tempat penyimpanan yang biasa digunakan atau dijaga
oleh seorang penjaga dan tidak ada syubhat.
Adapun maksud dari pengertian tersebut adalah sebagai berikut;
1. Kalimat diambil oleh orang mukallaf
yaitu orang dewasa yang waras, jika
seandainya yang mengambil harta mencapai satu nisab tapi dilakukan oleh anak
dibawah umur atau orang gila, maka tidak berhak diberikan hukuman potong
tangan.
2. Secara sembunyi-sembunyi, sekalipun yang mengambil harta orang lain adalah
orang dewasa dan waras tapi dilakukan secara terang-terangan, maka tidak disebut
dengan pencurian.
3. Nisab (jumlah) 10 dirham yang dicetak. Barangsiapa yang mencuri sebatang
perak yang tidak dicetak menjadi uang yang beratnya 10 dirham yang dicetak,
maka ia tidak dianggap seorang pencuri menurut syara’, karena tidak dikenakan
potong tangan.
4. Disimpan di suatu tempat .Maksudnya, barang yang dicuri itu diambil dari tempat
yang disiapkan untuk menyimpan barang-barang tersebut yang biasa disebut
dengan hitzan. Seprti; rumah-rumah, flat-flat atau hotel-hotel, laci-laci dan lain
sebagainya yang biasa digunakan untuk menyimpan barang berharga dengan
aman.
24
5. Disimpan dengan penjagaan seorang penjaga. Maksudnya, barang yang diambil
itu dijaga oleh penjaga.Dalam hal ini barang tersebut diletakkan disuatu tempat
yang tidak biasanya disiapkan untuk penyimpanan barang, tetapi ditentukan
penjaganya, misalnya satpam dan sebagainya dengan maksud agar barang tersebut
tidak dicuri atau hilang.Sebagai contoh, orang-orang yang hendak membangun
rumah atau bangunan yang meletakkan besi-besi, semen, balok-balok dan
sebagainya di tempat-tempat umum dan menunjuk seseorang untuk menjaganya
dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Jika seandainya seseorang
mengambil sesuatu dari barang-barang tersebut walaupun dalam kelalaian
penjaganya dan barang yang diambil itu mencapai satu nisab (10 dirham), maka ia
dianggap pencuridan akan dijatuhkan hukuman potong tangan.
6. Tidak ada syubhat. Maksudnya, tidak dipotong tangan orang yang mengambil
harta yang disimpan ditempat penyimpanannya, kecuali apabila harta yang
diambilnya itu luput dari syubhat.Misalnya, seorang suami mengambil harta
istrinya di tempat penyimpanannya maka suami tersebut tidak dihukum potong
tangan karena pencampuran keduanya dalam mu’asyarah zaujiyyah merupakan
suatu syubhat yang dapat mengugurkan hukuman. Sedangkan hukuman menjadi
gugur karena adanya syubhat, demikian pula tidak dipotong tangannya orang yang
mencuri harta kerabatnya.Dan tidak dihukum potong tangan karena syubhat
memungkinkan harta yang dicuri adalah harta rampasan.16
16
http://buharimuslim.blogspot.com/2010/10/hukum-pencurian-dalam-islam.html.Di akses
:28/05/2013
25
2.4. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur secara juridis
pasal-pasal
yang
menyangkut
kejahatan
atau
tindak
pidana
pencurian
sebagaimana yang terurai dalam Pasal 362 KUHP :
“Barang siapa mengambil dengan sengaja barang yang sama sekali atau
sebahagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang
itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-.
Dari perumusan tersebut di atas, jika diuraikan dari sudut unsur-unsurnya,
agar dapat disebut melakukan tindak pidana pencurian adalah :
1.
Unsur subjek adalah barang siapa.
Dimana yang dimaksud dengan “barang siapa” adalah orang yang
melakukan perbuatan melawan hukum dengan terpaksa atau sengaja untuk
melakukan hal tersebut, maka akan dikenakan sanksi berdasarkan atas apa
yang telah diperbuatnya.
2.
Unsur kesalahan adalah sengaja, yang tersirat pada kata “mengambil” dan
kemudian dipertegas lagi oleh kata-kata “dengan maksud untuk
memilikinya”.
3.
Unsur bersifat melawan hukum yang ditentukan pada Pasal 362 KUHP
dan dua macam yaitu bersifat melawan hukum materil dan bersifat
melawan hukum formil. Unsur bersifat melawan hukum materil dalam
pasal tersebut adalah tindakan mengambil sesuatu barang, sedangkan
26
mengenai pemilikan ditentukan sebagai bersifat melawan hukum formil.
Tindakan mengambil sesuatu barang harus dapat dibuktikan bersifat
melawan hukum, sedangkan mengenai pemilikan barang tersebut wajib
dibuktikan bersifat melawan hukum, baik di dalam surat dakwaan maupun
dalam putusan hakim.
4.
Unsur tindakannya adalah melakukan perbuatan mengambil sesuatu
barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain dengan
maksud untuk memilikinya secara melawan hukum.
5.
Unsur waktu, tempat dan keadaan adalah ditentukan oleh hukum pidana
formil (hukum acara pidana).
Unsur subjek dalam perumusan tindak pidana adalah terletak pada kata
“barang siapa” dan memang pada prinsipnya dalam hukum pidana umum (KUHP)
yang menjadi subjek hukum pidana atau biasa juga disebut pelaku atau pembuat
(dader), hanya orang atau manusi (natuurlijke persoon). Pada tindak pidana
pencurian seperti yang diatur pada Pasal 362 KUHP secara umum subjek
hukumnya adalah seseorang atau sekelompok orang.
Unsur kedua dari tindak pidana adalah kesalahan (schuld). Kesalahan dibagi
dua bagian, yaitu sengaja (dolus) dan lalai (culpa). Sengaja mempunyai hubungan
kejiwaan yang lebih erat dalam diri pelaku terhadap suatu tindakan, dibandingkan
dengan kelalaian. Dan untuk membuktikan adanya sifat kesengajaan dalam
tindakan sipelaku bukanlah hal yang mudah.
27
Sengaja disini adalah “menghendaki atau menginsafi”. Dan kesengajaan
yang digunakan dalam KUHP adalah seseorang atau sekelompok orang yang
melakukan tindak pidana tertentu (misalnya pencurian) dan orang itu
menghendaki tindakannya tersebut, artinya ada hubungan kejiwaan yang erat
antara sipelaku dengan tindakannya.
Pada Pasal 362 KUHP unsur kesalahan yang berbentuk sengaja seperti yang
tersirat pada kata-kata “mengambil sesuatu barang dengan maksud untuk
memiliki” menunjukkan bahwa pelaku mempunyai kehendak dan tujuan untuk
melakukan sesuatu itu (memiliki) Mempunyai kehendak berarti ada kesengajaan.
Dan kata-kata “dengan maksud” pada pasal ini tidak berarti kehendak dan tujuan
yang ada pada diri pelaku sudah terlaksana atau terpenuhi sepenuhnya.
Mengenai perumusan unsur “bersifat melawan hukum”, pada sistem hukum
pidana Indonesia adalah mengikuti pada ajaran bersifat melawan hukum material,
yakni semua delik harus senantiasa dianggap mempunyai unsur bersifat melawan
hukum, walaupun tidak dengan tegas dirumuskan. Dan bersifat melawan
hukumnya tindakan itu harus selalu dapat dibuktikan apabila dipersoalkan
dipersidangan, serta harus ternyata dalam surat dakwaan sampai pada putusan
hakim. Sementara dari sudut ajaran bersifat melawan hukum yang formil, apabila
unsur melawan hukum tidak dirumuskan dalam perundang-undangan, maka tidak
ada keharusan untuk membuktikannya.
Unsur tindakan yang dilarang dalam Pasal 362 KUHP adalah tindakan
mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain
dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum. Hal ini menunjukkan
28
bahwa tindakan yang dilarang tersebut (pencurian) adalah delik formil, yang
berarti delik dianggap sempurna (voltooid) jika tindakannya sudah memenuhi
rumusan delik tanpa mempersoalkan akibatnya.17
2.5 Pengertian Kendaraan Bermotor
Kenderaan bemotor merupakan bagian dari harta kekayaan yang benilai
mewah, maka tidak dapat di pungkiri setiap orang ingin memilikinya, baik itu
dengan cara membeli, mengangsur atau kredit, mencuri, merampas, menadah
dan sebagainya. Memiliki kenderaan bermotor dengan cara mencuri memang
tidak perlu mengeluarkan biaya / uang, dan lebih mudah, cepat
memperolehnya serta mempunyai resiko yang kecil untuk diketahui oleh
pihak yang berwajib, oleh karena biasanya oleh sipelaku identitas pemilik
kenderaan bermotor tersebut secepatnya dirubah.
Pada umumnya kendaraan Bermotor merupakan suatu alat transportasi
guna menunjang aktifitas yang akan dilaksanakan sehingga mempengaruhi
tercapainya apa yang ingin dikehendaki sesuai dengan fungsinya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 1, kendaraan
adalah Suatu sarana angkut dijalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan
kendaraan tidak bermotor
Undang-undang Nomor
22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 8, Kendaraan Bermotor
17
Ibid.Andi Hamzah.hlm.100
29
adalah Setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa
mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel.
Undang-undang Nomor
22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 10, bahwa kendaraan
Bermotor Umum adalah Setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan
barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2008 tentang Kendaraan dan Pengemudi menyatakan bahwa yang dimaksud
kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik
yang berada pada kendaraan itu, selanjutnya Pasal 2 ayat (1) menyebutkan
bahwa Kendaraan bermotor dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu:
a. sepeda motor;
b. mobil penumpang;
c. mobil bus;
d. mobil barang;
e. kendaraan khusus.
Berdasarkan pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa kendaraan
bermotor adalah merupakan suatu alat transportasi yang digunakan untuk
mengangkut, mengantar orang atau seseorang dari tempat yang satu ketempat
yang lain berdasarkan tujuan dari orang yang di angkut dengan di gerakkan
oleh suatu mesin.
30
Download