12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1

advertisement
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran IPS Siswa Kelas IV SD
a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD
Karakteristik
utama
siswa
Sekolah
Dasar
adalah
mereka
menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan
bidang di antaranya, perbedaan intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan
bahasa, perkembangan kepribadian, dan perkembangan fisik anak. Siswa
Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau
13 tahun. Anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang
berkembang. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan
fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam
menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat.
Pada tahap ini yang dapat dipikirkan oleh anak masih terbatas pada
benda-benda konkret yang dapat dilihat dan diraba” (Abdurrahman, 2003:
87). Sedangkan Piaget menyatakan bahwa “Pada tahap operasi konkrit anak
dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis,
walaupun kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”
(Dimyati dan Mudjiono, 2009: 14).
Karakteristik anak sekolah dasar secara umum sebagaimana
dikemukakan Basset, Jacka, dan Logan (dalam Sumantri dan Johar, 2001:
11) berikut ini: (1) mereka secara ilmiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat
dan tertarik pada dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri, (2)
mereka senang bermain dan lebih suka bergembira/riang, (3) mereka suka
mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu
situasi dan mencobakan usaha-usaha baru, (4) mereka bergetar perasaannya
dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami
ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan, (5) mereka belajar secara
efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, (6) mereka
12
13
belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anakanak lainnya.
Berkaitan dengan karakteristik anak Piaget juga berpendapat bahwa
“Tahap konkrit operasional, yaitu perkembangan kognitif yang terjadi pada
usia 7 sampai 11 tahun. Dalam tahap ini anak sudah mulai melakukan
operasi, mulai dapat berpikir rasional” (Winataputra, dkk., 2008: 3.40).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
“Karakteristik siswa kelas IV SD antara lain: (1) berusia antara 9 atau 10
tahun, (2) berada pada fase operasional konkrit, (3) masa berkembangnya
secara holistik, (4) memiliki rasa ingin tahu yang kuat, (5) senang bermain
dan lebih suka bergembira/riang, (6) suka mengatur dirinya untuk
menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan
usaha-usaha baru, (6) terdorong untuk berprestasi, belajar secara efektif
ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, (7) belajar dengan
cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya,
(8) telah mampu berpikir logis atau rasional dalam aplikasi terhadap benda
konkrit, (9) Anak aktif bergerak dan mempunyai perhatian yang besar pada
lingkungannya, (10) tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak
kegagalan-kegagalan”.
Menurut peneliti, pada pembelajaran IPS tentang masalah sosial
siswa kelas IV SD lebih tepat menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan menggunakan media visual karena model pembelajaran
ini yang didukung dengan media yang sangat tepat dalam pelaksanaannya
dapat meningkatkan pembelajaran IPS di kelas IV SD tentang masalah
sosial, di antaranya mampu mengaktifkan siswa dalam pembelajaran di
kelas.
14
b. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa
belajar adalah proses/cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
Belajar bukanlah sekadar mengumpulkan pengetahuan. Belajar merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam
pembentukan
pribadi
dan
perilaku
individu
sebagian
terbesar
perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Menurut Cronbach (dalam Agus Suprijono, 2009: 2) belajar adalah
perubahan
perilaku
sebagai
hasil
dari
pengalaman.
Kemudian
dikemukakan oleh Oemar Hamalik (2005: 154) bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan
pengalaman. Perubahan yang disebabkan karena belajar itu bersifat
relative permanen, yang berarti perubahan itu akan bertahan dalam waktu
yang relative lama, tetapi di pihak lain perubahan tersebut tidak akan
menetap terus menerus, hingga suatu waktu hal tersebut dapat berubah lagi
sebagai akibat belajar. Sesuai dengan pendapat Morgan (dalam Agus
Suprijono, 2009: 3) belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat
permanen sebagai hasil dari pengalaman. Dari tiga pengertian belajar
tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap sesuatu pada situasi tertentu yang
disebabkan dari pengalaman-pengalaman secara berulang.
Belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat
berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan
perilaku. Sesuai dengan pendapat Kimble dan Germazy (dalam Abdul
Rachman Abror, 1993: 67) belajar benar-benar terjadi antara sebab dan
akibat (hasil): kecendrungan tingkah laku (behavioral tendency) untuk
menunjukkan antara belajar dan perbuatan (performance).
W. Gulo (2002: 8) berpendapat bahwa “belajar adalah suatu proses
yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah
lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat”. Setelah
15
belajar individu akan mengalami perubahan dalam perilakunya. Perilaku
dalam arti luas dapat berupa berpikir, bersikap dan berbuat. Karena itu
perubahan itu dapat dalam segi kognitif, afektif, dan dalam segi
psikomotor. Perubahan perilaku itu dapat aktual, yaitu yang menampak,
tetapi juga dapat bersifat potensial, yang tidak menampak pada saat itu,
tetapi akan nampak di lain kesempatan.
Adapun pengertian belajar yang disampaikan oleh beberapa ahli
adalah sebagai berikut : 1) Moh. Surya (dalam tim penulis, 2004: 59) :
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan”. 2) W. H. Burton (dalam Moh Uzer Usman,
2006: 5)
menyatakan belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku
pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu
dengan lingkungannya. 3) Witherington (dalam Ngalim Purwanto: 84) :
“Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.” 4) Menurut Travers (dalam
Agus Suprijono, 2009: 2)
“Belajar adalah proses menghasilkan
penyesuaian tingkah laku”. 5) Menurut Hilgard (Abdul Rachman Abror,
1993: 67) “Belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya
berbeda dariperubahan yang ditimbulkan oleh lainnya”.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut di atas, kata kunci dari
belajar adalah perubahan perilaku. Dimana perubahan perilaku yang terjadi
sebagai hasil belajar meliputi perubahan kawasan (domain) kognitif,
afektif dan psikomotor, beserta tingkatan-tingkatan aspeknya.
Menurut Hilgard dan Bower (dalam Ngalim Purwanto, 1996: 84),
belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap
sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang
berulang-ulang dalam suatu situasi.
16
Sri Anitah W., dkk (2008: 15) mengemukakan bahwa seseorang
yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa
pengetahuan,
keterampilan,
atau
penguasaan
nilai-nilai
(sikap).
Selanjutnya Tim Penulis (2005: 59) mendifinisikan belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang relative menetap, baik yang dapat diamati maupun tidak
dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau
pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa
belajar adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah
laku seseorang di berbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi
terus menerus dengan lingkungannya. Jika di dalam proses belajar tidak
mendapatkan peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, dapat
dikatakan bahwa orang tersebut mengalami kegagalan di dalam proses
belajar.
2. Pengertian Pembelajaran
Di dalam KBBI (dalam Eko Susanto, 2010: 12) dijelaskan bahwa
pembelajaran adalah proses/cara menjadikan orang atau makhluk hidup
belajar.
Pembelajaran menurut Gagne & Brings (dalam Eko Susanto, 2010:
12) adalah suatu system yang bertujuan untuk membantu proses belajar
siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun
sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses
belajar siswa yang bersifat internal.
Sedangkan
Agus
Suprijono
(2009:
13)
mendefinisikan
pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara perbuatan
mempelajari. Menurut Kelvin Sefert yang diterjemahkan oleh Yusuf Anas
(dalam Eko Susanto, 2010: 13) pembelajaran adalah usaha sistematis yang
memungkinkan terciptanya pendidikan. Menurut Nana Sudjana (Aanchoto,
2009: 14) pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan
17
sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan
kegiatan belajar.
Pembelajaran menurut Nasution (dalam Eko Susanto, 2010: 21)
adalah suatu aktifitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan
sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak didik sehingga terjadi
proses belajar.
Sedangkan Wina Sanjaya (2008: 26), memandang bahwa:
Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerjasama antara guru dan
siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik
potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat,
bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun
potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana dan sumber
belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik untuk
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Oemar Hamalik (2008: 57) berpendapat bahwa pembelajaran
adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar
dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah
laku pada diri siswa yang belajar, di mana perubahan itu dengan
didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative
lama dan karena adanya usaha. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa
komponen antara lain: (1) siswa, (2) guru, (3) tujuan, (4) isi pengajaran,
(5) metode, (6) media, (7) evaluasi.
18
3. Ciri-ciri Belajar
Mengenai ciri-ciri belajar Baharudin dan Wahyuni (2010: 15)
mengemukakan sebagai berikut: (1) belajar ditandai dengan adanya
perubahan tingkah laku (Change behavior). Ini berarti, bahwa hasil dari
belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan
tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi
terampil, (2) perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa
perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu
akan tetap atau tidak berubah-ubah, (3) perubahan tingkah laku tidak
harus segera dapat diamati pada saat
belajar sedang berlangsung,
perubahan perilaku tersebut bersifat potensial, (4) perubahan tingkah laku
merupakan hasil latihan atau pengalaman, (5) pengalaman atau latihan itu
dapat memberi penguatan.
Berdasarkan ciri-ciri belajar yang diungkapkan Baharuddin dan
Nur Wahyuni (2010: 15) , seyogyanya dalam kegiatan belajar mengajar
guru mengembangkan perubahan tingkah laku yang di dapat dari belajar
langsung/pengalaman secara nyata dari pendekatan pemecahan masalah
sehingga dapat memberi penguatan kepada siswa dan hasil belajar pun
dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama.
4. Prinsip-Prinsip Belajar
Soekamto dan Winataputra (dalam Baharudin dan Wahyuni, 2009:
91) mengemukakan beberapa prinsip belajar sebagai berikut: (1) apa pun
yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk
itu, siswalah yang harus bertindak aktif, (2) setiap siswa belajar sesuai
dengan tingkat kemampuannya, (3) siswa akan dapat belajar dengan baik
bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan
selama
belajar lebih berarti, (4) motivasi belajar siswa akan lebih
meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas
belajarnya.
19
Berdasarkan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan Dimyati
dan Mudjiono (2009: 42) (perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan
langsung/berpengalaman, pengulangan tantangan, balikan dan penguatan,
serta perbedaan individu), seyogianya dalam kegiatan belajar mengajar
guru memperhatikan perbedaan yang ada pada siswa termasuk perbedaan
pada segi kemampuan, pelayanan yang diberikanpun harus adil dan
merata tidak merugikan sebagian siswa, kegiatan belajar mengajar
dilaksanakan bervariasi dan berubah-ubah, sesuai dengan kebutuhan
siswa serta pengalaman siswa yang berbeda-beda selalu dijadikan
pertimbangan saat merancang pembelajaran. Hal tersebut perlu dilakukan
agar siswa dapat belajar lebih baik.
Aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya, menurut Dierich
yang dikutip oleh Hamalik (2001: 64) membagi kegiatan belajar dalam 8
kelompok yaitu: (1) kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar,
mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain
bekerja atau bermain, (2) kegiatan lisan: menerapkan suatu fakta atau
prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan,
memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan
interupsi, (3) kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan,
mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu
permainan, mendengarkan radio, (4) kegiatan menulis: menulis cerita,
menulis
laporan,
memeriksa
karangan,
membuat
rangkuman,
mengerjakan tes, dan mengisi angket, (5) kegiatan menggambar:
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta dan pola, (6) kegiatan
metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran,
membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun,
(7) kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah,
menganalisis, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan, (8)
kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.
Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua
jenis kegiatan dan overlap satu sama lain. Dalam penelitian ini, siswa
20
dapat dikatakan aktif dalam pembelajaran jika terjadi peningkatan
presentasi keaktifan belajar pada akhir pelajaran.
5.
Tujuan Belajar
Berkaitan dengan tujuan belajar menurut Sudjana (dalam Y.
Padmono, 2002: 37) menyatakan hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Sehingga hasil belajar merupakan alat untuk melihat
kemajuan belajar siswa dalam penguasaan materi belajar siswa yang
telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Wahyudi (2008: 2) Tujuan pembelajaran adalah melatih cara
berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Sejalan
dengan itu Depdiknas mengemukakan tujuan pembelajaran adalah
melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis,
kreatif, dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri
dalam menyelesaikan masalah.
Tujuan pembelajaran menurut Hudoyo (1998: 1) adalah
terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin
melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat
objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalah dalam
berbagai bidang, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
6.
Hasil Belajar
Hasil belajar sangat penting untuk diketahui, baik secara
perseorangan maupun secara kelompok, karena di samping sebagai salah
satu indikator keberhasilan belajar siswa dalam mata pelajaran tertentu,
juga sebagai sarana memotivasi siswa bagi siswa yang mengenyam
pendidikan di lembaga tersebut.
Menurut Abdurrahman (2003: 38) “Hasil belajar merupakan
keluaran (outputs) dari suatu system pemrosesan masukan (inputs).
21
Masukan dari sistem tersebut berupa barmacam-macam informasi
sedangkan keluarannnya adalah perbuatan atau kinerja (performance)”.
“Hasil belajar sebagai keluaran dari suatu system pemrosesan berbagai
masukan yang berupa informasi.” Berbagai masukan tersebut menurut
Killer dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kelompok
masukan pribadi (personal inputs) dan kelompok masukan yang berasal
dari lingkungan (environmental inputs).
Menurut Sudjana (dalam Padmono, 2009: 26) menyatakan
“Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa atau
mahasiswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”
Hal senada diungkapkan Bloom hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah
knowledge
(pengetahuan,
ingatan),
comprehension
(pemahaman,
menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis
(menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai).
Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),
characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory,
pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan
produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual (Suprijono,
2011: 6).
Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar sebagai perubahan dalam kapabilitas (kemampuan
tertentu) yaitu keluaran (outputs) berupa perbuatan atau kinerja
(performance) dari suatu system pemrosesan masukan (inputs) berupa
bermacam-macam informasi dari masukan pribadi (personal inputs) dan
masukan yang berasal dari lingkungan (environmental inputs) atau
sebagai akibat belajar.
22
c. Hakikat IPS
1) Pengertian IPS
Seorang pakar IPS secara rinci merumuskan pengertian IPS
dalam sebuah teorinya sebagai berikut:
Social studies is the integrated study of the social sciences and
humanities to promote civic competence. Within the school
program, social studies provides coordinated, systematic study
drawing upon such disciplines as anthropology, economics,
geography, history, law, philosophy, political science,
psychology, religion, and sociology, as well as appropriate and
content from the humanities, mathematics, and natural science.
The primary purpose of social studies is to help young people
develop the ability to make informed and reasoned decisions for
the public good as citizens of a culturally diverse, democratic
society in an interdependent world. (Sapriya, 2011: 10).
Maksud dan arti teori tersebut adalah bahwa ilmu-ilmu sosial
merupakan studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk
mempromosikan kompetensi sipil. Dalam program sekolah, ilmu-ilmu
sosial memberikan terkoordinasi, studi sistematik seperti gambar di atas
disiplin seperti antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat,
ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, serta sesuai dan isi dari
humaniora, matematika, dan ilmu alam. Tujuan utama penelitian sosial
adalah untuk membantu kaum muda mengembangkan kemampuan untuk
membuat keputusan informasi dan beralasan untuk kepentingan publik
sebagai warga negara yang beragam budaya, masyarakat demokratis di
dunia yang interdependen.
Sedangkan pengertian IPS menurut kurikulum KTSP (2006:
140) menyatakan bahwa “IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan mulai dari SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SMPLB, IPS mengkaji
seperangkat ilmu sosial pada jenjang SD/MI, materi IPS memual
geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi melalui mata pelajaran IPS,
peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara yang
demokratis dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai”.
23
Sementara itu ada pengertian lain tentang Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS), yaitu: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu
mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai
SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep,
dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI
mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejawah, sosiologi, dan
ekonomi (Depdikbud, 2007).
Sedangkan menurut Fajar (2009: 31) “IPS adalah salah satu
bidang yang rumit karena luasnya ruang lingkup dan merupakan
gabungan dari sejumlah disiplin ilmu seperti ekonomi, sejarah,
antropologi, dan apa saja yang disebut sipil perlu ditekankan”.
Winataputra (2007: 19) menuliskan Pengetahuan Sosial, Studi
Sosial dan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan suatu studi masalahmasalah sosial yang dipilih dan dikembangkandengan menerapkan
pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah-masalah sosial itu
dapat dipahami siswa.
Berdasarkan pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang
sudah dikemukakan di atas dapat diambil garis besar bahwa IPS adalah
mata pelajaran atau mata kuliah yang mempelajari, menelaah,
menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau
dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan yang kajiannya
mengintegrasikan bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang
berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau dengan kata
lain adalah semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai
anggota masyarakat.
2) Karakteristik IPS
Solihatin dan Raharjo (2009: 15) mengemukakan beberapa
konsep IPS di Indonesia yaitu: interaksi, saling ketergantungan,
kesinambungan dan perubahan, keragaman/kesamaan/perbedaan, konflik
24
dan consensus, pola (pattern), tempat, kekuasaan, nilai kepercayaan,
keadilan dan pemerataan, kelangkaan, kekhususan, budaya, nasionalisme.
Ischak (2003: 17) mengonsepsikan karakteristik IPS sebagai
bidang studi memiliki garapan yang dipelajari cukup luas yang meliputi
gejala-gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat, bukan pada
teori
dan
keilmuannya
melainkan
pada
kenyataan
kehidupan
kemasyarakatan yang kemudian ditelaah, di analisis faktor-faktornya
sehingga dapat dirumuskan pemecahan masalahnya.
Penelitian tentang masalah yang berkaitan erat dengan Ilmu
Pengetahuan Sosial akan merasa mudah peneliti dalam memecahkan
masalah dengan mengetahui faktor penyebab yang logis dan menerapkan
penyelesaian yang sistematis, serta mengambil kesimpulan yang ada
dalam penyelesaian masalah tersebut untuk dapat dimanfaatkan sebagai
Ilmu Sosial/IPS.
3) Tujuan Pelajaran IPS
Setiap pembelajaran tentunya memiliki maksud dan tujuan
tertentu menurut Ischak (2003: 32) tujuan pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) adalah membentuk warga negara yang
berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya sendiri di tengahtengah kekuatan fisik dan sosial.
Tujuan Pendidikan IPS dalam Kurikulum 2006 (KTSP) di
Sekolah Dasar, bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dasar
sebagai berikut: (a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan
kehidupan maysrakat dan lingkungannya, (b) memiliki kemampuan dasar
untuk berfkir logis, kritis, rasa ingin tahu inkuiri, memecahkan masalah
dan keterampilan dalam kehidupan social, (c) memiliki komitmen dan
kesadaran terhadap nilai-nilai sosial kemanusiaan, (d) memiliki
kemampuan dasar berkumunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, Nasional dan Global (BNSP
25
2006: 575) serta diharapkan dapat menjadi wahana peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan lingkungan sekitar yang merupakan
peradaban dan tatanan kemasyarakatan
Winataputra (2007: 20) menuliskan Ilmu Pengetahuan Sosial
memiliki definisi dan tujuan sebagai berikut: (a) ilmu penetahuan sosial
merupakan mata pelajaran dasar di seluruh jenjang pendidikan
persekolahan, (b) tujuan utama mata pelajaran ini ialah mengembangkan
siswa untuk menjadi warga negara yang memiliki pengetahuan, nilai,
sikap, dan keterampilan yang memadai untuk berperan serta dalam
kehidupan demokrasi, (c) konten pelajarannya digali dan diseleksi dari
sejarah dari ilmu-ilmu sosial serta dalam banyak hal dari humaniora dan
sains, (d) pembelajarannya menerapkan cara-cara yang mencerminkan
kesadaran
pribadi
kemsyarakatan,
pengalaman
budaya,
dan
perkembangan pribadi siswa.
Sumaatmadja (2003: 48) menuliskan bahwa Pendidikan IPS ini
bertujuan untuk “Membina anak didik menjadi warga negara yang baik,
yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kepedulian sosial yang
berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara.”
4) Fungsi Mata Pelajaran IPS
Fungsi mata pelajaran IPS menurut kurikulum 2004 (KBK)
Pengetahuan
Sosial
di
SD/MI berfungsi
untuk
menembangkan
pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan siswa tentang masyarakat
bangsa dan Negara Indonesia.
Winataputra (2007: 33) menuliskan orientasi pendidikan secara
umum yakni sebagai berikut: (a) sebagai visi, pendidikan IPS sebagai
program pendidikan yang menitikberatkan pada pengembangan individu
siswa sebagai “aktor sosial” yang mampu mengambil keputusan yang
bernalar sebagai “warga negara yang cerdas, memiliki komitmen,
bertanggungjawab, dan partisipatif”, (b) sebagai misi, pendidikan IPS
untuk memanfaatkan konsep, prinsip, dan metode ilmu-ilmu sosial dan
26
bidang keilmuan lain untuk mengembangkan karakter aktor sosial dan
warga negara Indonesia yang cerdas dan baik, (c) sebagai tradisi,
pendidikan
IPS sebagai pendidikan sosial yang diwadahi oleh mata
pelajaran IPS terpadu dan mata pelajaran IPS terpisah, (d) sebagai sarana
programatik, pendidikan IPS untuk berbagai jenjang pendidikan
(Kurikulum, Satuan Pelajaran, dan Buku Teks) sehingga memungkinkan
tercapainya tujuan pendidikan IPS, (e) sebagai sistem pengadaan dan
penyegaran guru pendidikan IPS sehingga dapat dihasilkan calon guru
dan guru pendidikan IPS yang profesional.
5) Ruang Lingkup IPS
Berkaitan dengan ruang lingkup IPS di SD, Solihatin dan
Raharjo
mengemukakan beberapa konsep IPS di Indonesia yaitu:
interaksi, saling ketergantungan, kesinambungan dan perubahan,
keragaman/kesamaan/perbedaan, konflik dan consensus, pola (pattern),
tempat, kekuasaan, nilai kepercayaan, keadilan dan pemerataan,
kelangkaan, kekhususan, budaya, nasionalisme (2009: 15).
Sedangkan Fajar (2009: 26) menyebutkan bahwa ruang lingkup
IPS adalah: (a) sistem sosial dan budaya, (b) manusia, tempat, dan
lingkungan, (c) perilaku ekonomi dan kesejahteraan, (d) waktu,
keberlanjutan, dan perubahan, (e) sistem berbangsa dan bernegara.
Ruang lingkup mata pelajaran IPS adalah sebagai berikut: (a)
manusia, tempat, dan lingkungan, (b) waktu, keberlanjutan, dan
perubahan, (c) sistem sosial dan budaya, (d) perilaku ekonomi dan
kesejahteraan (Depdikbud, 2007).
Berdasarkan
disimpulkan
bahwa
pendapat-pendapat
konsep
IPS
tersebut,
meliputi:
maka
dapat
interaksi,
saling
ketergantungan, kesinambungan, perubahan, keragaman/ kesamaan/
perbedaan, konflik, consensus, pola (pattern), manusia, tempat,
lingkungan, waktu, kekuasaan, nilai kepercayaan, keadilan dan
pemerataan, kelangkaan, kekhususan, sistem sosial, budaya, perilaku
27
ekonomi, kesejahteraan, dan nasionalisme atau sistem berbangsa dan
bernegara.
6) Teori IPS di SD
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di tingkat SD,
diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali
adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informasi dalam
pembelajaran di kelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan
bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi
bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang baru.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) harus terdapat
keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep
yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan “Pembelajaran Spiral”,
sebagai konsekuensi dalil Bruner. Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),
setiap konsep berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi
prasyarat bagi konsep yang lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih
banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut.
Berdasarkan dimensi keterkaitan antar konsep dalam teori
belajar Ausebel, „belajar‟ dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi.
Pertama, berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang
disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua,
menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada
struktur kognitif yang telah ada.
Kegiatan belajar mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
terlebih dahulu dijelaskan hubungan antara strategi, metode dan teknik
pembelajaran dan dalam satu pendekatan mungkin terdapat lebih dari
satu metode. Dengan demikian dalam suatu metode mungkin dapat
menerapkan lebih dari satu teknik mengajar. Semua pendekatan,
metode dan teknik pembelajaran dari suatu bahan pelajaran tergantung
dari ciri khas bahan pelajaran, keadaan sarana dan keadaan siswa.
28
Pembelajaran berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan
berpusat pada kegiatan guru mengajar. Oleh karena itu pada
hakikatnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah yang
sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan memungkinkan seseorang (pelajar) melaksanakan kegiatan
belajar Ilmu Pengetahuan Sosial, dan tersebut berpusat pada guru
mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan
mencari pengalaman tentang Ilmu Pengetahuan Sosial.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) hendaknya
bermakna, yaitu pembelajaran yang mengutamakan pengertian atau
pemahaman konsep dan penerapannya dalam kehidupan. Agar suatu
kegiatan belajar mengajar menjadi suatu pembelajaran yang bermakna
maka kegiatan belajar mengajar harus bertumpu pada cara belajar
siswa aktif (CBSA). Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan
CBSA guru harus berusaha mencari metode mengajar yang dapat
menyebabkan siswa aktif belajar.
7) Pembelajaran IPS di Kelas IV SD
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dipelajari di
Semester 2 IPS Kelas IV SD Tahun Ajaran 2012/2013, dapat dilihat
pada tabel 2.1 berikut ini:
29
Tabel 2.1 SK dan KD Semester 2 IPS Kelas IV SD
Standar
Kompetensi
Kompetensi Dasar
2. Mengenal
sumber
daya
alam, kegiatan
ekonomi, dan
kemajuan
teknologi
di
lingkungan
kabupaten/kota
dan provinsi.
2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan
dengan sumber daya alam dan potensi lain
di daerahnya.
2.2 Mengenal
pentingnya koperasi dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2.3 Mengenal
perkembangan
teknologi
produksi, komunikasi, dan transportasi serta
pengalaman menggunakannya.
2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya
Adapun kompetensi dasar yang diambil untuk penelitian ini
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan
menggunakan media visual adalah:
a) Standar Kompetensi:
Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan
teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
b) Kompetensi Dasar:
Mengenal permasalahan sosial di daerahnya.
c) Indikator:
(1) Mengidentifikasi permasalahan sosial di daerah setempat.
(2) Menceritakan
penyebab
timbulnya
permasalahan
sosial
di
daerahnya.
(3) Menjelaskan akibat yang ditimbulkan permasalahan sosial di
daerah setempat.
(4) Menjelaskan
cara
menyelesaikan
permasalahan
sosial
di
daerahnya.
Materi Pembelajaran IPS di kelas IV memiliki cakupan ilmuilmu IPS yakni Geografi, Sejarah, Ekonomi, dan Sosiologi. Pembelajaran
IPS di kelas IV memiliki tujuan pembelajaran agar siswa diharapkan bisa
30
menjadi warga negara yang demokratis, bertanggung jawab dan dapat
menjadi warga negara yang cinta damai.
Pokok bahasan dalam pembelajaran IPS yang akan dibahas
dalam kegiatan pembelajaran IPS kelas IV SD yakni:
a) Membaca dan menggambar peta lingkungan setempat,
b) Keragaman sosial dan budaya berdasarkan kenampakan alam,
c) Persebaran sumber daya alam di lingkungan setempat,
d) Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya,
e) Menghargai peninggalan sejarah,
f) Semangat kepahlawanan dan cinta tanah air,
g) Kegiatan ekonomi dan memanfaatkan sumber daya alam;
h) Koperasi dan kesejahteraan rakyat;
i) Teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi,
j) Masalah-masalah sosial di lingkungan setempat.
Berdasarkan beberapa pokok bahasan di atas, maka peneliti memilih
untuk membahas materi tentang masalah-masalah sosial di lingkungan setempat.
a) Hakikat Masalah Sosial
1) Pengertian Masalah Sosial
Suatu hal atau kejadian disebut masalah sosial jika semua warga
masyarakat lain ikut merasakan pengaruh masyarakat tersebut. Ada banyak
sekali masalah sosial di lingkungan sekitar kita. Pencurian, pencemaran
lingkungan, perilaku tidak disiplin, sampah, keamanan, kependudukan, dan
masih banyak lagi masalah sosial lainnya. Jika hal ini terjadi, masyarakat
akan merasa terganggu, resah dan tidak nyaman. Masalah sosial harus
dipecahkan atau diatasi secara bersama-sama.
Masalah pribadi adalah masalah-masalah yang dialami dan
dihadapi oleh manusia sebagai individu (pribadi). Ketika siswa lupa
mengerjakan PR, dimarahi orang tua, dan sakit. Orang lain tidak akan
dirugikan oleh masalah siswa. Masalah pribadi bisa dipecahkan sendiri oleh
orang bersangkutan.
31
Masalah sosial selalu ada kaitannya yang dekat dengan nilai-nilai
moral dan pranata-pranata sosial, serta ada kaitannya dengan hubunganhubungan manusia itu terwujud. Masalah sosial memiliki dua pendefinisian
yakni: (a) pendefinisian menurut umum, masalah sosial adalah segala
sesuatu yang menyangkut kepentingan umum atau kepentingan masyarakat;
(b) pendefinisian menurut para
ahli
adalah suatu kondisi
atau
perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang berdasarkan atas
studi, mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap
kehidupan
warga
masyarakat
secara
keseluruhan.
Nisbet
(dalam
Soelaeman, 2000: 39).
Masalah sosial adalah suatu kondisi yang mempunyai pengaruh
kepada kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai suatu yang
tidak diinginkan atau tidak disukai, oleh karena itu dirasakan perlunya
untuk diatasi atau diperbaiki (Soelaeman, 2000: 39).
Masalah sosial adalah batasan pada masalah-masalah keluarga,
kelompok, atau tingkah laku individual yang menuntut adanya campur
tangan dari masyarakat yang teratur agar masyarakat dapat meneruskan
fungsinya. Cohen (dalam Soelaeman, 2000: 41).
Masalah sosial merupakan suatu ketidak sesuaian antar unsurunsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan
kelompok sosial. Gillin (dalam Soekamto, 2007: 23).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian
masalah sosial dapat disimpulkan bahwa masalah sosial adalah hambatanhambatan dalam usaha untuk memcapai sesuatu yang diinginkan,
mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan
warga masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu sebagai warga masyarakat
sebaiknya kita berusaha mencegah timbulnya masalah sosial, dan sebisa
mungkin untuk terlibat menyelesaikan masalah sosial yang ada.
32
2) Penyebab Masalah Sosial
Masalah sosial timbul dari tidak bisa menyikapinya kekurangankekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada
faktor-faktor ekonomis, biologis, biopsikologis, dan kebudayaan. Masalah
sosial dapat diklasifikasikan dalam empat katagori yakni:
a) Ekonomis, meliputi masalah kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya;
b) Biologis, meliputi masalah penyakit,
c) Psikologis, meliputi masalah kejiwaan, bunuh diri, disorganisasi jiwa,
d) Kebudayaan, meliputi masalah perceraian, kejahatan, kenakalan remaja
konflik rasial.
3) Contoh Masalah Sosial
a) Perilaku tidak disiplin
Dalam kehidupan sehari-hari kita menjumpai banyak sekali
perilaku tidak disiplin. Kita ambil contoh keadaan di jalan raya. Salah satu
penyebab terjadinya kemacetan lalulintas adalah perilaku tidak disiplin.
Contoh perilaku tidak disiplin di jalan raya adalah sebagai berikut: (a)
pengendara tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, (b) menjalankan
kendaraan melawan arus, (c) pengendara mobil parkir sembarangan, (d)
pejalan kaki menyeberang jalan bukan pada tempatnya, (e) terjadinya
kecelakaan lalulintas, dll.
Banyak perilaku tidak disiplin dalam masyarakat. Misalnya
perilaku tidak disiplin menempatkan sampah, tidak disiplin membayar
pajak, tidak disiplin dalam antre, dan masih banyak lagi tidak disiplin
dalam lingkungan. Untuk mencegah kekacauan maka sebaiknya kita harus
menghindari hal-hal tersebut.
33
b) Masalah sampah
Salah satu masalah sosial yang kita hadapi adalah sampah.
Masalah sampah sangat menggangu terutama jika tidak dikelola dengan
baik. Bagi masyarakat pedesaan mungkin, sampah mungkin belum
menjadi masalah yang serius. Tapi tidak demikian bagi masyarakat yang
tinggal di kota atau di daerah padat penduduk. Masyarakat kota dan daerah
padat penduduk menghasilkan banyak sekali sampah. Sampah segera
menumpuk jika tidak segera diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah. Pemerintah, dalam hal ini adalah Dinas Kebersihan, memikul
tanggung jawab dalam mengelola sampah.
Masalah lain berkaitan dengan sampah adalah kebiasaan buruk
membuang sampah sembarangan. Di banyak tempat masyarakat
membuang sampah di sungai dan tempat pembuangan air. Sungai dan
aliran air menjadi mampet, akibatnya sering terjadi banjir dan hujan lebat.
Semua warga masyarakat harus ikut serta mengelola sampah. Warga bisa
mengurangi masalah sampah dengan tertib mengelola sampah. Kita
biasakan memisahkan sampah plastik dengan sampah basah. Kemudian
kita menaruh sampah di tempat semestinya.
c) Masalah Generasi Muda
Pergaulan bebas, tawuran antar pelajar, penyalah gunaan Narkoba,
dan obat-obatan terlarang, serta penggunaan alkohol merupakan masalah
sosial di lingkungan kita yang sangat serius, terutama pada generasi muda.
Agama telah melarang umatnya untuk melakukan halhal tersebut. Negara
kita juga memiliki undang-undang yang mengatur masalah sosial tersebut.
Masa generasi muda ini dikatakan sebagi suatu krisis karena belum
adanya
pegangan,
sedangkan
kepribadiannya
sedang
mengalami
pembentukan. Pada waktu itu anak memerlukan bimbingan, terutama dari
orang tua. Jika generasi muda kita sudah terjerumus kepada hal-hal
34
tersebut maka bisa melakukan apa saja termasuk kejahatan. Keadaan ini
tentu akan mengganggu ketertiban masyarakat.
Apa yang harus kita lakukan untuk menghindari masalah gerenasi
muda tersebut? Masing-masing kita bisa memulai dari hal-hal kecil seperti
menahan diri untuk tidak melakukannya. Kita juga membimbing,
mengarahkan dan mengingatkan saudara-saudara kita, teman, orang lain
untuk menghindari hal ini. Bila perlu kita bisa melapor kepada pihak yang
berwajib. Karena nasib bangsa ada di tangan kita semua, dan generasi
muda, generasi penerus bangsa.
d) Kejahatan
Alat-alat komunikasi tertentu seperti buku, surat kabar, film,
televisi, radio, memberikan pengaruh-pengaruh tertentu, yakni dalam
memberikan sugesti kepada orang-perorangan untuk menerima atau
menolak pola-pola perilaku jahat. Kejahatan yang terjadi di lingkungan
sekitar kita misalnya: korupsi, perampokan, pembunuhan, penjambretan,
pencurian, dan lain-lain.
Tindakan kejahatan menciptakan rasa tidak aman. Perampokan
dan penodongan sering terjadi di kota besar. Di desa pun sering terjadi
pencurian. Misalnya ada yang mencuri ternak, hasil pertanian, hasil hutan,
dan sebagainya.
Tindakan kejahatan pencurian dan perampokan sering disebabkan
oleh masalah kemiskinan, pengangguran, dan masalah generasi muda.
Karena itu pemerintah dan masyarakat harus memberikan penyuluhan dan
berusaha keras untuk menciptakan lapangan kerja. Selain itu, kualitas dan
pemerataan
pendidikan
harus
ditingkatkan
untuk
meningkatkan
keterampilan dan keahlian warga. Sementara itu, aparat keamanan,
terutama polisi harus mampu memberantas tindak kejahatan. Masyarakat
hendaknya mencegah hal-hal yang mengundang kejahatan, serta
membantu polisi menangani hal ini.
35
e) Pemborosan energi
Sumber energi berupa bahan bakar (minyak bumi, gas alam, dan
batu bara) suatu ketika akan habis. Sumber energi ini tidak dapat
diperbaharui. Karene itu kita harus hemat memakainya supaya sumbersumber ini tidak cepat habis.
Kita bisa belajar menjadi hemat dalam menggunakan energi.
Contoh cara menghemat energi antara lain sebagai berikut: (a) mematikan
lampu-lampu yang tidak diperlukan, (b) bepergian naik kendaraan umum
atau sepeda, (c) memanfaatkan sumber energi alternatif misalnya dari
tumbuh-tumbuhan, angin, air, dan matahari.
f) Kemiskinan
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang
tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan
kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun
fisiknya dalam kelompok tersebut. Faktor penyebab kemiskinan adalah
ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan primer, kegagalan
memperoleh lebih daripada yang dimilikinya dan perasaan akan adanya
ketidakadilan. Penyebab kemiskinan yang sampai saat ini masih dalam
pemecahan yakni: (a) kemiskinan karena faktor pendidikan, maka perlu
digalakan pendidikan sejak dini, kita juga bisa rajin belajar belajar dengan
tekun, jangan membolos sekolah dan lain-lain, (b) kemiskinan karena
faktor kesehatan/fisik yang kurang mendukung, untuk itu kita harus
senantiasa menjaga kesehatan kita, (c) kemiskinan karena faktor individual
yang kurang mampu menyasuaikan diri untuk merubah keadaanya, ini
bisa dimulai dengan doa dan usaha yang sungguh-sungguh, (d) kemiskinan
karena faktor lingkungan sosial yang kurang mendukung, dapat diatasi
dengan kita pitar-pintar memilih pergaulan lingkungan yang positif.
36
2. Model Kooperatif Tipe STAD Dengan Media Visual
a. Model Kooperatiftipe STAD
1 . Pengertian Model Kooperatif
Model kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto,
2008: 89). Selanjutnya Sumantri (2009: 102) menyatakan bahwa model
kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk
bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan
persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok
kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang
siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan fasilitas,
dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau
presentasi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model
kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang mengkondisikan siswa
bekerja sama dalam kelompok kecil (4-5 orang) yang memiliki tingkat
kemampuan berbeda (kemampuan, gender, karakter), dan saling membantu
mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri dan
membantu satu sama lain sampai semua anggota kelompok menguasai
pelajaran sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Siswa belajar dan saling
membantu belajar satu sama lain, energi sosial siswa dimanfaatkan untuk
berdiskusi, berdebat dan menggeluti ide-ide, saling menghargai, dan saling
mengambil tanggung jawab satu sama lain sehingga tercipta suatu suasana
pembelajaran yang produktif.
2. Karakteristik Model Kooperatif
Menurut Johnson dan Sutton (dalam Trianto, 2009: 72), terdapat
lima
unsur
penting
dalam
belajar
kooperatif,
yaitu:
(1)
saling
ketergantungan yang bersifat positif antara siswa, dalam belajar kooperatif
37
guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling
membutuhkan. Siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk
mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan
sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa
bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga memiliki andil
atau peran terhadap suksesnya kelompok, (2) interaksi antara siswa yang
semakin meningkat, belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi individu
antara siswa dalam kelompok. Hal ini terjadi dalam hal seorang siswa akan
membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling
memberikan bantuan ini akan berlangsung secara ilmiah karena kegagalan
seseorang dalam kelompok akan mempengaruhi suksesnya kelompok.
Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan
mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam
belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah
yang sedang dipelajari bersama. Interaksi semacam ini sangat penting
karena siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya, (3) tanggung
jawab individual, tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat
berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) Membantu siswa yang
membutuhkan bantuan, dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar
“membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman
sekelompoknya. Penilaian kooperatif didasarkan pada penilaian kelompok
yang didasarkan pada nilai rata-rata penguasaan hasil belajar semua
anggota. Oleh karena itu, tiap anggota kelompok harus memberikan
sumbangan demi kemajuan kelompok, (4) keterampilan interpersonal dan
kelompok kecil, dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari
materi yang diberikan oleh guru, seorang siswa dituntut untuk belajar
bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana
siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam
kelompok akan menuntut keterampilan khusus, (5) kelompok, belajar
kooperatif tidak akan berlangsung tanpa kelompok. kelompok terjadi jika
38
anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan
dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.
3. Tujuan Model Kooperatif
Ide utama dari belajar kooperatif adalah siswa bekerjasama untuk
belajar dan bertanggungjawab pada kemajuan belajar temannya. Johnson
dan Johnson (dalam Trianto, 2009: 29) menyatakan bahwa tujuan pokok
belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan
prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun kelompok.
Louisell dan Descamps (dalam Trianto, 2009: 31) mengatakan
karena siswa bekerja dalam satu tim, maka dengan sendirinya dapat
memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang
etnis
dan
kemampuan,
mengembangkan
keterampilan-keterampilan
kelompok dan pemecahan masalah. Hal tersebut hampir sama seperti yang
dikemukakan oleh Zamroni (dalam Trianto, 2009: 31) yaitu bahwa manfaat
penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan
pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping
itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan
siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi
baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki
solidaritas sosial yang kuat.
Model kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan
partisipasi
siswa,
memfasilitasi
siswa
dengan
pengalaman
sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama
siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam model kooperatif siswa
berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja
secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan
mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang
akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
39
Ibrahim (dalam Trianto, 2009: 33) mengemukakan struktur tujuan
kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa
lain dengan siapa mereka bekerjasama mencapai tujuan tersebut. Tujuantujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil
belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial.
Model kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda
latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain
atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan
kooperatif, belajar untuk saling menghargai satu sama lain. Ibrahim (dalam
Trianto, 2009: 39) mengemukakan bahwa keterampilan sosial atau
kooperatif berkembang secara signifikan dalam model kooperatif. Model
kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan keterampilanketerampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga keterampilan-keterampilan
tanya jawab.
4. Unsur-Unsur Model Kooperatif
Roger dan Johnson (dalam Lie, 2002: 40) mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap sebagai perkembangan kooperatif.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5 unsur model kooperatif yang
harus diterapkan yaitu: (a) saling ketergantungan yang positif, (b) saling
interaksi tatap muka, (c) setiap individu bertanggungjawab, (d) adanya
komunikasi antar anggota, (e) evaluasi kelompok.
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha tiap
anggotanya,
sehingga
seluruh
anggota
diharapkan
mampu
untuk
memberikan peran aktif dalam kegiatan kelompok. Untuk menciptakan
kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga pada akhirnya seluruh anggota kelompok bisa mencapai tujuan
mereka.
Kegiatan kelompok setiap anggota kelompok, harus diberikan
kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Dengan menyatakan
40
pendapat akan terbentuk sinergi positif yaitu adanya saling menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masingmasing.
Pola penilaian dan penugasan dalam model kooperatif, membuat
setiap siswa merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
Kunci keberhasilan terletak pada persiapan dan penyusunan tugas
pembelajaran yang harus dilakukan oleh tiap-tiap anggota kelompok secara
bertanggung jawab, agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan. Anggota
kelompok yang tidak melaksanakan tugas akan diketahui dengan jelas dan
mudah. Hal ini menimbulkan dorongan dari teman-teman dalam satu
kelompok untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lain.
Sebelum
penugasan
siswa,
guru
perlu
mengajarkan
cara-cara
berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok tergantung pada kesediaan
para anggota untuk saling mendengarkan dan mengeluarkan pendapatnya.
Evaluasi kerja kelompok dan hasil kerjasama perlu direncanakan oleh guru.
Waktu evaluasi tidak perlu setiap kali ada kerja kelompok, namun dapat
dilakukan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajaran.
Model kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
berupa
prestasi
akademik,
toleransi,
menerima
keragaman,
dan
pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model
kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam
struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas
berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward
mengacu pada derajat kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan maupun reward (Suprijono, 2010: 56).
5. Macam-Macam Model Kooperatif
Model kooperatif yang dikembangkan oleh Jhon Hopkins
University, yaitu Metode Student Teams/Pembelajaran Tim Siswa PTS).
Tiga konsep penting bagi semua metode PTS menurut Slavin (2008: 109),
41
yakni: (1) penghargaan-penghargaan tim, (2) tanggung jawab individual, (3)
kesempatan sukses yang sama.
Lima model kooperetif yang dikembangkan dan diteliti secara
ekstensif oleh Hopkins University, tiga diantaranya adalah: (1) STAD
(Student Team-Achievement Devisions / Pembagian Pencapaian Tim Siswa),
yaitu salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yangterdiri dari
kelompok heterogen beranggotakan 4-5 orang siswa dan setiap siswa saling
bekerja sama, berdiskusi dalam menyelesaikan tugas dan memahami bahan
pelajaran yang diberikan. (2) TGT (Team-Game-Tournament) yaitu salah
satu tipe model pembelajaran kooperatif yangterdiri dari kelompok kecil,
inti dari model pembelajaran ini adalah adanya game dan turnamen
akademik.
(3)
Jigsaw
adalah
model
pembelajaran
yang
dapat
mengkondisikansiswa untuk berkreatifitas secara kooperatifdalam dua
kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Dua yang lain adalah
kurikulum komprehensif yang dirancang untuk digunakan dalam pelajaran
khusus pada tingkat kelas tertentu, yakni: (1) CIRC (Cooperative Integrated
Readiing and Composition), (2) TAI (Team Accelerated Intruction). Slavin
(2008: 49).
Peneliti menerapkan Model Kooperatif tipe STAD dalam penelitian
ini, yang mampu meningkatkan pembelajaran yakni prestasi akademik,
toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan social.
meningkatkan ketrampilan dan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
6. Model Kooperatif Tipe STAD
1) Pengertian STAD
Model kooperatif tipe STAD (Student
Teams Achievement
Divisions) merupakan salah satu tipe model kooperatif dengan
menerapkan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap
kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan
42
penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan
kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok (Trianto, 2009: 42).
Model kooperatif tipe STAD merupakan salah satu metode
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model
yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru
menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2008: 51)
Slavin (dalam Trianto, 2009: 44) menyatakan bahwa pada STAD
siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang
merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku.
Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim
mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai
pelajaran tersebut. Kemudian seluruh siswa diberikan tes tentang materi
tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.
Isjoni
(2012: 184) menyatakan bahwa Student Team
Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe model kooperatif
yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Saya simpulkan bahwa model kooperatif tipe STAD adalah
pembelajaran yang mengacu pada penggunaan kelompok-kelompok kecil
yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri dari laki-laki dan perempuan, dari
berbagai suku, berdasarkan tingkat kinerjanya yaitu tinggi, sedang, dan
rendah. Di mana siswa bekerja dalam satu tim untuk memastikan seluruh
anggota telah menguasai pelajaran hingga akhirnya seluruh siswa dikenai
kuis dan mereka tidak boleh saling membantu.
2) Komponen-komponen STAD
STAD dikembangkan oleh Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin, dan merupakan model kooperatif yang paling
sederhana. Guru yang menerapkan STAD, juga mengacu pada belajar
kelompok siswa, meyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap
43
minggu menerapkan presentasi verbal atau teks. Guru membagi siswa
menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri
laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, memiliki
kemampuan tinggi, sedang, rendah. Komponen STAD menurut Slavin
(2008: 179) diterjemahkan oleh Yusron adalah sebagai berikut:
a) Presentasi Kelas
Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam
presentasi di dalam kelas. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran
biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar
berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini para siswa akan menyadari
bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama
presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu
mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan
skor tim mereka.
b) Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh
bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan
etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua
anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah
untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis
dengan baik.
c) Kuis
Setelah pembelajaran selesai ada kuis. Para siswa tidak
diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis.
Setiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami
materinya.
44
d) Skor Kemajuan Individual
Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk
memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai
apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih
baik daripada sebelumnya. Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang
diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam
mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan
poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka
dibandingkan dengan skor awal mereka.
e) Rekognisi/Penghargaan Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang
lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.
3) Langkah-langkah Model Kooperatif tipe STAD
Ibrahim (dalam Trianto, 2009: 182) menyebutkan langkahlangkah model kooperatif tipe STAD didasarkan pada langkah-langkah
model kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase. Fase-fase
dalam pembelajaran ini yaitu sebagai berikut:
45
Tabel 2.2 Fase-Fase Model Kooperatif Tipe STAD.
Fase
Fase 1
Menyampaikan
tujuan
dan memotivasi siswa
Fase 2
Menyajikan/menyampaik
an informasi
Fase 3
Mengorganisasikan siswa
dalam
kelompokkelompok belajar
Fase 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Fase 5
Evaluasi
Fase 6
Memberikan
penghargaan
Kegiatan Guru
Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan
bacaan.
Menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka.
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah diajarkan atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.
4) Tahap-tahap Model Kooperatif STAD
Menurut Herdian (2009: 57) beberapa tahap yang mesti
ditempuh oleh guru dalam model kooperatif tipe STAD adalah sebagai
berikut:
a) Pengajaran
Tujuan utama dari pengajaran ini adalah guru menyajikan
materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam
model kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas.
Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan
terbimbing dari keseluruhan pelajaran dengan penekanan dalam
penyajian materi pelajaran.
46
1) Pembukaan
a) Menyampaikan pada siswa apa yang hendak mereka pelajari dan
mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa
dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah
kehidupan nyata, atau cara lain.
b) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk
menemukan konsep atau merangsang keinginan mereka pada
pelajaran tersebut.
c) Ulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang
merupakan syarat mutlak.
2) Pengembangan
a) Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan
dipelajari siswa dalam kelompok.
b) Pembelajaran kooperatif menekankan, bahwa belajar adalah
memahami makna bukan hapalan.
c) Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan.
d) Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut
benar atau salah.
e) Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah memahami pokok
masalahnya.
3) Latihan Terbimbing
a) Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang
diberikan.
b) Memanggil
siswa
secara
acak
untuk
menjawab
atau
menyelesaikan soal. Hal ini bertujuan supaya semua siswa selalu
mempersiapkan diri sebaik mungkin.
c) Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu
lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua masalah
(soal) dan langsung diberikan umpan balik.
47
b) Belajar Kelompok
Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah
menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu
kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar
kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih ketrampilan yang
sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu
kelompok.
Selanjutnya langkah-langkah yang dilakukan guru sebagai
berikut: (a) mintalah anggota kelompok memindahkan meja/bangku
mereka bersama-sama dan pindah kemeja kelompok, (b) berilah waktu
lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok, (c) bagikan
lembar kegiatan siswa, (d) serahkan pada siswa untuk bekerja sama
dalam pasangan, bertiga atau satu kelompok utuh, tergantung pada
tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka mengerjakan soal, masingmasing siswa harus mengerjakan soal sendiri dan kemudian
dicocokkan dengan temannya. Jika salah satu tidak dapat mengerjakan
suatu
pertanyaan,
teman
satu
kelompok
bertanggung
jawab
menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan jawaban pendek,
maka mereka lebih sering bertanya dan kemudian antara teman saling
bergantian memegang lembar kegiatan dan berusaha menjawab
pertanyaan itu, (e) tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai
belajar sampai mereka yakin teman-teman satu kelompok dapat
mencapai nilai sampai 100 pada kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa
lembar kegiatan tersebut untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan
diserahkan. Jadi penting bagi siswa mempunyai lembar kegiatan untuk
mengecek diri mereka dan teman-teman sekelompok mereka pada saat
mereka belajar. Ingatkan siswa jika mereka mempunyai pertanyaan,
mereka seharusnya menanyakan teman sekelompoknya sebelum
bertanya guru, (f) sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru
berkeliling dalam kelas. Guru sebaiknya memuji kelompok yang
semua anggotanya bekerja dengan baik, yang anggotanya duduk
48
dalam kelompoknya untuk mendengarkan bagaimana anggota yang
lain bekerja dan sebagainya.
b. Media Visual
1.
Pengertian Media Visual
a) Pengertian Media
Media merupakan suatu sarana atau dapat dikatakan sebagai alat
yang dipergunakan untuk menyebarkan informasi. Media adalah segala
sesuatu yang dipergunakan sebagai sarana dalam hal penyaluran pesan
dari pengirim yang kemudian diterima oleh penerima yang sedemikian
rupa mampu merangsang atau mempengaruhi perasaan, pikiran,
perhatian dan keinginan dari peserta didik sehingga proses belajar pun
akan terjadi. Ada juga yang mengatakan tentang definisi media yaitu
sebagai alat atau sarana apa saja yang dapat membantu dalam rangka
menyalurkan suatu pesan untuk pencapaian dalam tujuan pembelajaran.
Secara garis besar pengertian media juga dapat dipahami baik itu
sebagai materi, kejadian, maupun manusia yang dapat membuat suatu
kondisi atau keadaan sehingga membuat peserta didik mendapatkan
keterampilan, ilmu pengetahuan, atau juga sikap.
Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar
mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar
sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Batasan ini cukup
luas dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan, manusia
dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran pelatihan.
Gagne (dalam Ruly Rakhmawati 2011: 32) menjelaskan bahwa “
media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang
dapat merangsang belajar”.
Media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan
isi/materi pembelajaran seperti: buku, film, video dan sebagainya.
Kemudian menurut media pembelajaran adalah sarana komunikasi
49
dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi
perangkat keras.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media
adalah benda fisik yang mampu memberi rangsangan dan motivasi
kepada siswa, benda tersebut menjadi perantara penghubung siswa
dengan sumber pesan untuk menjelaskan suatu informasi. Media
mengajar merupakan
segala macam perangsang yang sering disbut
sebagai audio visual aid. Berbagai bentuk perangsang belajar yang
disediakan guru untuk mendorong siswa belajar dapat berupa alat
elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassette, video
cassestte, televisi dan computer.
b) Pengertian Visual
Ruly Rakhmawati (2011: 19) menjelaskan visual berupa: garis,
bentuk, warna, dan tekstur. Adapun penjelasannya sebagai berikut: (1)
garis merupakan kumpulan titik-titikyang menghubungkan unsur-unsur
dalam gambar; (2) bentuk yang unik atau gambar yang lain dari pada
yang lain
dapat menarik perhatian pemirsa gambar; (3) tekstur
merupakan kesan kasar dan halusnya suatu gambar.
Azhar
Arzyad
(dalam
Ruly
Rakhmawati
2011:
18)
mengemukakan unsur-unsur media. Prinsip media visual yaitu:
kesederhanaan, tekanan, dan keterpaduan.
Theo Riyanto (2007: 14) menjelaskan media visual merupakan
alat edukatif untuk melatih berbagai macam pengertian mengenai warna,
bentuk dan ukuran. Misalnya kertas, plastik, dan sebagainya yang tepat
mengasah pengertian warna, bentuk, dan ukuran yang tidak terkira
maupun terduga. Beberapa contohnya yaitu aneka puzzle, papan-papan
pasak, biji-bijian untuk meronce, dan menara gelang.
Media visual merupakan media yang melibatkan indera
penglihatan. Terdapat dua pesan dalam media visual, yaitu pesan verbal
dan non verbal.
50
Media visual, yaitu media pengajaran yang hanya mengandalkan
gambar diam, seperti film strip (film rangkai), slides (film bingkai), foto,
gambar, lukisan dan cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan
gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu dan film kartun.
2. Karakteristik dan Ciri-Ciri Media Visual
a. Karakteristik Media Visual
Media visual menggunakan fungsi indera penglihatan. Pesan yang
dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi visual. Media visual
dapat menarik perhatian siswa, mengkonkritkan objek, memperjelas
sajian ide, dan mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan
cepat dilupakan apabila tidak menggunakan media visual. Medi visual
tergolong media yang mudah dibuat, murah dan sederhana.
b. Ciri-ciri Media Media Visual
Secara umum, media pembelajaran identik artinya dengan
pengertian “keperagaan” yang berasal dari kata “raga” yaitu suatu bentuk
dapat diraba, dilihat, didengar, diamati melalui panca indera. Dengan
demikian, tekanan utama media adalah terletak pada “benda” atau “halhal yang dilihat dan didengar”. Media pembelajaran diguakan dalam
rangka hubungan (komunikasi) dalam proses pembelajaran antara
pengajar dan pembelajar.
Media pembelajaran adalah semacam alat bantu belajar
mengajar, baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pengertian lain,
media pembelajaran merupakan suatu “perantara” (medium, media) dan
digunakan dalam rangkapendidikan dan pengajaran. Dengan demikian,
media pembelajaran mengandung aspek sebagai alat dan sebagai teknik
yang sangat erat kaitannya dengan metode mengajar .
Dari Karakteristik dan ciri-ciri yang dikemukakan di atas dapat
disimpulkan yang maksud dengan media pembelajaran adalah: sarana,
51
metode, teknik untuk lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi
antara pengajar pembelajar dalamproses pembelajaran di kelas. Dapat
dikatakan bahwa, media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi
menyampaikan pesan.
c. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Manfaat dan fungsi ternyata memiliki perbedaan, fungsi
memiliki misi tertentu sehingga memunculkan manfaat. Fungsi
memiliki kedekatan pengertian dengan “role” (peranan).
Menurut Arif Sadiman (dalam Ruly Rakhmawati, 2011: 37)
fungsi media intruksional adalah: (a) memberi rangsangan siswa
dalam belajar, (b) memberi pengarahan, perhatian atau kegiatan
belajar, (c) menyajikan contoh-contoh secara nyata, (d) menyajikan
isyarat eksternal, (e) menimbulkan umpan balik.
Secara garis besar oleh Arif Sadiman dkk. (dalam Ruly
Rakhmawati, 2011: 39) menyatakan fungsi media adalah: (a)
memperjelas penyajian pesan, (b) mengatasi keterbatasan ruang, dan
daya indera, (c) mengatasi sikap negatif anak.
d. Langkah Media Visual
Media visual yang telah dipilih agar dapat digunakan secara
efektifdan efisien perlu menempuh langkah-langkah secara sistematis.
Ada tiga langkah yang pokok yang dapat dilakukan yaitu persiapan,
pelaksanaan/penyajian, dan tindak lanjut.
1. Persiapan
Persiapan maksudnya kegiatan dari seorang tenaga pengajar
yang akan mengajar dengan menggunakan media pembelajaran.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan tenaga pengajar pada langkah
persiapan diantaranya: a) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
sebagaimana bila akan mengajar seperti biasanya. Dalam rencana
52
pelaksanaan pembelajaran cantumkan media yang akan digunakan. b)
mempelajari buku petunjuk atau bahan penyerta yang telah disediakan,
c) menyiapkan dan mengatur peralatan yang akan digunakan agar dalam
pelaksanaannya nanti tidak terburu-buru dan mencari-cari lagi serta
peserta didik dapat melihat dan mendengar dengan baik.
2.
Pelaksanaan/Penyajian
Tenaga Pengajar pada saat melakukan proses pembelajaran
dengan menggunakan media pembelajaran perlu mempertimbangkan
seperti: a) yakinkan bahwa semua media dan peralatan telah lengkap dan
siap untuk digunakan. b) jelaskan tujuan yang akan dicapai, c) jelaskan
lebih dahulu apa yang harus dilakukan oleh peserta didik selama proses
pembelajaran, d) hindari kejadian-kejadian yang sekiranya dapat
mengganggu perhatian/konsentrasi, dan ketenangan peserta didik.
3. Tindak lanjut
Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memantapkan pemahaman
peserta didik tentang materi yang dibahas dengan menggunakan media.
Disamping itu kegiatan ini dimaksudkan untuk mengukur efektivitas
pembelajaran yang telah dilakukannya.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dari Mahasiswa Universitas
Sebelas Maret Surakarta (UNS) Tri Haryani (2009: 180) yang berjudul
“Penggunaan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD Dalam Pembelajaran IPS
Tentang Masalah Sosial Siswa Kelas IV SDN 1 Brengkol Tahun Ajaran
2009/2010”. Persamaan dengan peneliti yaitu tentang model pembelajaran
yang digunakan model/pendekatan kooperatif tipe STAD, sedangkan
perbedaannya yaitu peneliti menggunakan media visual, peneliti yang
dahulu belum menggunakan media visual.
53
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Universitas Muhammadiyah
Jember (UMJ) Dian Sandra Kosala (2010: 9) Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Menggunakan Media Visual Untuk Meningkatkan
Ketuntasan Hasil Belajar Biologi Pada Pokok Bahasan Ekosistem di SMP
Negeri 9 Jember. Persamaan dengan peneliti yaitu tentang model dan
media yang digunakan tipe STAD menggunakan media visual, sedangkan
perbedaannya yaitu peneliti untuk peningkatan pembelajaran IPS siswa
kelas IV SD Negeri 1 Tunggalroso, peneliti yang dahulu untuk
meningkatkan ketuntasan hasil belajar Biologi pada pokok bahasan
ekosistem di SMP Negeri 9 Jember.
C. Kerangka Berpikir
Keberhasilan siswa dalam pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh
siswa itu sendiri, melainkan guru juga perperan penting dalam mencapai
keberhasilan tersebut. Saat ini guru dituntut memiliki kompetensi dalam
mengelola proses belajar mengajar, agar dapat mengantarkan siswa mencapai
kompetensi yang diharapkan. Guru harus mampu merancang dan mengelola
kegiatan pembelajaran yang efektif.
Sebagai fasilitator seorang guru harus memahami teori-teori belajar,
strategi dalam pembelajaran dan model-model pembelajaran. Sehingga guru
mampu merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar secara efektif dan
efisien, interaktif, dan menyenangkan. Sedangkan siswa, dalam proses belajar
mengajar harus diberi kesempatan yang luas untuk aktif terlibat dalam kegiatan
pembelajaran dan tidak semata-mata merupakan pemberian informasi searah dan
menyimak tanpa ada kegiatan untuk mengembangkan secara kreatif ide maupun
sikap dan keterampilan mandiri. Di sinilah model kooperatif tipe STAD dengan
menggunakan media visual menjadi sarana untuk meningkatkan belajar siswa
aktif.
54
Model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual adalah
model pembelajaran yang mengacu pada penggunaan kelompok-kelompok kecil
yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri dari laki-laki dan perempuan, dari berbagai
suku, berdasarkan tingkat kinerjanya yaitu tinggi, sedang, dan rendah, yang
melibatkan indera penglihatan. dengan pesan verbal dan non verbal. Di mana
siswa bekerja dalam satu tim untuk memastikan seluruh anggota telah menguasai
pelajaran hingga akhirnya seluruh siswa dikenai kuis dan mereka tidak boleh
saling
membantu.
Model
pembelajaran
kooperatif
tipe
STAD
dengan
menggunakan media visual mempunyai tujuan untuk memotivasi siswa supaya
dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain melalui indera penglihatan.
dengan pesan verbal dan non verbal dalam menguasai kemampuan yang diajarkan
oleh guru.
Model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual terbukti
positif diterapkan dan dapat meningkatkan pembelajaran IPS pada siswa kelas IV
SD Negeri 1 Tunggalroso
yaitu, dapat menyelesaikan sebuah masalah,
menyelesaikan suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai
tujuan bersama dan mampu memberi rangsangan dan motivasi kepada siswa, serta
menghubungkan siswa dengan sumber pesan untuk menjelaskan suatu informasi.
Dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media
visual dalam pembelajaran IPS juga dapat menumbuhkan semangat siswa untuk
belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPS tentang masalah sosial pada
siswa kelas IV SD. Untuk lebih jelasnya tentang skema kerangka berpikir dapat
dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:
55
Kondisi Awal
Guru
Siswa
Belum menerapkan
Model kooperatif
tipe STAD dengan
menggunakan media
visual.
Hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPS
tentang Masalah Sosial
Rendah
Siklus I
Menggunakan Model
kooperatif tipe STAD
dengan menggunakan
media visual.
Tindakan
Guru
Siklus II
Menerapkan
Model kooperatif
tipe STAD dengan
menggunakan
media visual.
Menggunakan Model
kooperatif tipe STAD
dengan menggunakan
media visual
Siklus III
Menggunakan Model
kooperatif tipe STAD
dengan menggunakan
media visual
Kondisi
Akhir
Guru
Siswa
Sudah menerapkan
Model kooperatif
tipe STAD dengan
menggunakan
media visual.
Hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPS
tentang Masalah Sosial
meningkat
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir.
56
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesis yang
diajukan penerapan model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media
visual yang tepat maka dapat meningkatkan pembelajaran IPS tentang masalah
sosial siswa kelas IV SD Negeri 1 Tunggalroso Kecamatan Prembun, Kabupaten
Kebumen, Tahun Ajaran 2012/2013.
Download