12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran IPS Siswa Kelas IV SD a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD Karakteristik utama siswa Sekolah Dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang di antaranya, perbedaan intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian, dan perkembangan fisik anak. Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Pada tahap ini yang dapat dipikirkan oleh anak masih terbatas pada benda-benda konkret yang dapat dilihat dan diraba” (Abdurrahman, 2003: 87). Sedangkan Piaget menyatakan bahwa “Pada tahap operasi konkrit anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis, walaupun kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error” (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 14). Karakteristik anak sekolah dasar secara umum sebagaimana dikemukakan Basset, Jacka, dan Logan (dalam Sumantri dan Johar, 2001: 11) berikut ini: (1) mereka secara ilmiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik pada dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri, (2) mereka senang bermain dan lebih suka bergembira/riang, (3) mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru, (4) mereka bergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan, (5) mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, (6) mereka 12 13 belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anakanak lainnya. Berkaitan dengan karakteristik anak Piaget juga berpendapat bahwa “Tahap konkrit operasional, yaitu perkembangan kognitif yang terjadi pada usia 7 sampai 11 tahun. Dalam tahap ini anak sudah mulai melakukan operasi, mulai dapat berpikir rasional” (Winataputra, dkk., 2008: 3.40). Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa “Karakteristik siswa kelas IV SD antara lain: (1) berusia antara 9 atau 10 tahun, (2) berada pada fase operasional konkrit, (3) masa berkembangnya secara holistik, (4) memiliki rasa ingin tahu yang kuat, (5) senang bermain dan lebih suka bergembira/riang, (6) suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru, (6) terdorong untuk berprestasi, belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, (7) belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya, (8) telah mampu berpikir logis atau rasional dalam aplikasi terhadap benda konkrit, (9) Anak aktif bergerak dan mempunyai perhatian yang besar pada lingkungannya, (10) tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan”. Menurut peneliti, pada pembelajaran IPS tentang masalah sosial siswa kelas IV SD lebih tepat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual karena model pembelajaran ini yang didukung dengan media yang sangat tepat dalam pelaksanaannya dapat meningkatkan pembelajaran IPS di kelas IV SD tentang masalah sosial, di antaranya mampu mengaktifkan siswa dalam pembelajaran di kelas. 14 b. Hakikat Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa belajar adalah proses/cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Belajar bukanlah sekadar mengumpulkan pengetahuan. Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Menurut Cronbach (dalam Agus Suprijono, 2009: 2) belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian dikemukakan oleh Oemar Hamalik (2005: 154) bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Perubahan yang disebabkan karena belajar itu bersifat relative permanen, yang berarti perubahan itu akan bertahan dalam waktu yang relative lama, tetapi di pihak lain perubahan tersebut tidak akan menetap terus menerus, hingga suatu waktu hal tersebut dapat berubah lagi sebagai akibat belajar. Sesuai dengan pendapat Morgan (dalam Agus Suprijono, 2009: 3) belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman. Dari tiga pengertian belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu pada situasi tertentu yang disebabkan dari pengalaman-pengalaman secara berulang. Belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Sesuai dengan pendapat Kimble dan Germazy (dalam Abdul Rachman Abror, 1993: 67) belajar benar-benar terjadi antara sebab dan akibat (hasil): kecendrungan tingkah laku (behavioral tendency) untuk menunjukkan antara belajar dan perbuatan (performance). W. Gulo (2002: 8) berpendapat bahwa “belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat”. Setelah 15 belajar individu akan mengalami perubahan dalam perilakunya. Perilaku dalam arti luas dapat berupa berpikir, bersikap dan berbuat. Karena itu perubahan itu dapat dalam segi kognitif, afektif, dan dalam segi psikomotor. Perubahan perilaku itu dapat aktual, yaitu yang menampak, tetapi juga dapat bersifat potensial, yang tidak menampak pada saat itu, tetapi akan nampak di lain kesempatan. Adapun pengertian belajar yang disampaikan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut : 1) Moh. Surya (dalam tim penulis, 2004: 59) : “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”. 2) W. H. Burton (dalam Moh Uzer Usman, 2006: 5) menyatakan belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya. 3) Witherington (dalam Ngalim Purwanto: 84) : “Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.” 4) Menurut Travers (dalam Agus Suprijono, 2009: 2) “Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku”. 5) Menurut Hilgard (Abdul Rachman Abror, 1993: 67) “Belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dariperubahan yang ditimbulkan oleh lainnya”. Dari beberapa pengertian belajar tersebut di atas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dimana perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan-tingkatan aspeknya. Menurut Hilgard dan Bower (dalam Ngalim Purwanto, 1996: 84), belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi. 16 Sri Anitah W., dkk (2008: 15) mengemukakan bahwa seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan, atau penguasaan nilai-nilai (sikap). Selanjutnya Tim Penulis (2005: 59) mendifinisikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relative menetap, baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa belajar adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang di berbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungannya. Jika di dalam proses belajar tidak mendapatkan peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengalami kegagalan di dalam proses belajar. 2. Pengertian Pembelajaran Di dalam KBBI (dalam Eko Susanto, 2010: 12) dijelaskan bahwa pembelajaran adalah proses/cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran menurut Gagne & Brings (dalam Eko Susanto, 2010: 12) adalah suatu system yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Sedangkan Agus Suprijono (2009: 13) mendefinisikan pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara perbuatan mempelajari. Menurut Kelvin Sefert yang diterjemahkan oleh Yusuf Anas (dalam Eko Susanto, 2010: 13) pembelajaran adalah usaha sistematis yang memungkinkan terciptanya pendidikan. Menurut Nana Sudjana (Aanchoto, 2009: 14) pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan 17 sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran menurut Nasution (dalam Eko Susanto, 2010: 21) adalah suatu aktifitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar. Sedangkan Wina Sanjaya (2008: 26), memandang bahwa: Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerjasama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Oemar Hamalik (2008: 57) berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, di mana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen antara lain: (1) siswa, (2) guru, (3) tujuan, (4) isi pengajaran, (5) metode, (6) media, (7) evaluasi. 18 3. Ciri-ciri Belajar Mengenai ciri-ciri belajar Baharudin dan Wahyuni (2010: 15) mengemukakan sebagai berikut: (1) belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (Change behavior). Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, (2) perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah, (3) perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial, (4) perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman, (5) pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Berdasarkan ciri-ciri belajar yang diungkapkan Baharuddin dan Nur Wahyuni (2010: 15) , seyogyanya dalam kegiatan belajar mengajar guru mengembangkan perubahan tingkah laku yang di dapat dari belajar langsung/pengalaman secara nyata dari pendekatan pemecahan masalah sehingga dapat memberi penguatan kepada siswa dan hasil belajar pun dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama. 4. Prinsip-Prinsip Belajar Soekamto dan Winataputra (dalam Baharudin dan Wahyuni, 2009: 91) mengemukakan beberapa prinsip belajar sebagai berikut: (1) apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu, siswalah yang harus bertindak aktif, (2) setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya, (3) siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama belajar lebih berarti, (4) motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya. 19 Berdasarkan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan Dimyati dan Mudjiono (2009: 42) (perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individu), seyogianya dalam kegiatan belajar mengajar guru memperhatikan perbedaan yang ada pada siswa termasuk perbedaan pada segi kemampuan, pelayanan yang diberikanpun harus adil dan merata tidak merugikan sebagian siswa, kegiatan belajar mengajar dilaksanakan bervariasi dan berubah-ubah, sesuai dengan kebutuhan siswa serta pengalaman siswa yang berbeda-beda selalu dijadikan pertimbangan saat merancang pembelajaran. Hal tersebut perlu dilakukan agar siswa dapat belajar lebih baik. Aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya, menurut Dierich yang dikutip oleh Hamalik (2001: 64) membagi kegiatan belajar dalam 8 kelompok yaitu: (1) kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain, (2) kegiatan lisan: menerapkan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi, (3) kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio, (4) kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket, (5) kegiatan menggambar: Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta dan pola, (6) kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun, (7) kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan, (8) kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu sama lain. Dalam penelitian ini, siswa 20 dapat dikatakan aktif dalam pembelajaran jika terjadi peningkatan presentasi keaktifan belajar pada akhir pelajaran. 5. Tujuan Belajar Berkaitan dengan tujuan belajar menurut Sudjana (dalam Y. Padmono, 2002: 37) menyatakan hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sehingga hasil belajar merupakan alat untuk melihat kemajuan belajar siswa dalam penguasaan materi belajar siswa yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Wahyudi (2008: 2) Tujuan pembelajaran adalah melatih cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Sejalan dengan itu Depdiknas mengemukakan tujuan pembelajaran adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah. Tujuan pembelajaran menurut Hudoyo (1998: 1) adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalah dalam berbagai bidang, maupun dalam kehidupan sehari-hari. 6. Hasil Belajar Hasil belajar sangat penting untuk diketahui, baik secara perseorangan maupun secara kelompok, karena di samping sebagai salah satu indikator keberhasilan belajar siswa dalam mata pelajaran tertentu, juga sebagai sarana memotivasi siswa bagi siswa yang mengenyam pendidikan di lembaga tersebut. Menurut Abdurrahman (2003: 38) “Hasil belajar merupakan keluaran (outputs) dari suatu system pemrosesan masukan (inputs). 21 Masukan dari sistem tersebut berupa barmacam-macam informasi sedangkan keluarannnya adalah perbuatan atau kinerja (performance)”. “Hasil belajar sebagai keluaran dari suatu system pemrosesan berbagai masukan yang berupa informasi.” Berbagai masukan tersebut menurut Killer dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kelompok masukan pribadi (personal inputs) dan kelompok masukan yang berasal dari lingkungan (environmental inputs). Menurut Sudjana (dalam Padmono, 2009: 26) menyatakan “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa atau mahasiswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya” Hal senada diungkapkan Bloom hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual (Suprijono, 2011: 6). Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar sebagai perubahan dalam kapabilitas (kemampuan tertentu) yaitu keluaran (outputs) berupa perbuatan atau kinerja (performance) dari suatu system pemrosesan masukan (inputs) berupa bermacam-macam informasi dari masukan pribadi (personal inputs) dan masukan yang berasal dari lingkungan (environmental inputs) atau sebagai akibat belajar. 22 c. Hakikat IPS 1) Pengertian IPS Seorang pakar IPS secara rinci merumuskan pengertian IPS dalam sebuah teorinya sebagai berikut: Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate and content from the humanities, mathematics, and natural science. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world. (Sapriya, 2011: 10). Maksud dan arti teori tersebut adalah bahwa ilmu-ilmu sosial merupakan studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk mempromosikan kompetensi sipil. Dalam program sekolah, ilmu-ilmu sosial memberikan terkoordinasi, studi sistematik seperti gambar di atas disiplin seperti antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, serta sesuai dan isi dari humaniora, matematika, dan ilmu alam. Tujuan utama penelitian sosial adalah untuk membantu kaum muda mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan informasi dan beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga negara yang beragam budaya, masyarakat demokratis di dunia yang interdependen. Sedangkan pengertian IPS menurut kurikulum KTSP (2006: 140) menyatakan bahwa “IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SMPLB, IPS mengkaji seperangkat ilmu sosial pada jenjang SD/MI, materi IPS memual geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai”. 23 Sementara itu ada pengertian lain tentang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yaitu: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejawah, sosiologi, dan ekonomi (Depdikbud, 2007). Sedangkan menurut Fajar (2009: 31) “IPS adalah salah satu bidang yang rumit karena luasnya ruang lingkup dan merupakan gabungan dari sejumlah disiplin ilmu seperti ekonomi, sejarah, antropologi, dan apa saja yang disebut sipil perlu ditekankan”. Winataputra (2007: 19) menuliskan Pengetahuan Sosial, Studi Sosial dan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan suatu studi masalahmasalah sosial yang dipilih dan dikembangkandengan menerapkan pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah-masalah sosial itu dapat dipahami siswa. Berdasarkan pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang sudah dikemukakan di atas dapat diambil garis besar bahwa IPS adalah mata pelajaran atau mata kuliah yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan yang kajiannya mengintegrasikan bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau dengan kata lain adalah semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. 2) Karakteristik IPS Solihatin dan Raharjo (2009: 15) mengemukakan beberapa konsep IPS di Indonesia yaitu: interaksi, saling ketergantungan, kesinambungan dan perubahan, keragaman/kesamaan/perbedaan, konflik 24 dan consensus, pola (pattern), tempat, kekuasaan, nilai kepercayaan, keadilan dan pemerataan, kelangkaan, kekhususan, budaya, nasionalisme. Ischak (2003: 17) mengonsepsikan karakteristik IPS sebagai bidang studi memiliki garapan yang dipelajari cukup luas yang meliputi gejala-gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat, bukan pada teori dan keilmuannya melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan yang kemudian ditelaah, di analisis faktor-faktornya sehingga dapat dirumuskan pemecahan masalahnya. Penelitian tentang masalah yang berkaitan erat dengan Ilmu Pengetahuan Sosial akan merasa mudah peneliti dalam memecahkan masalah dengan mengetahui faktor penyebab yang logis dan menerapkan penyelesaian yang sistematis, serta mengambil kesimpulan yang ada dalam penyelesaian masalah tersebut untuk dapat dimanfaatkan sebagai Ilmu Sosial/IPS. 3) Tujuan Pelajaran IPS Setiap pembelajaran tentunya memiliki maksud dan tujuan tertentu menurut Ischak (2003: 32) tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah membentuk warga negara yang berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya sendiri di tengahtengah kekuatan fisik dan sosial. Tujuan Pendidikan IPS dalam Kurikulum 2006 (KTSP) di Sekolah Dasar, bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dasar sebagai berikut: (a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan maysrakat dan lingkungannya, (b) memiliki kemampuan dasar untuk berfkir logis, kritis, rasa ingin tahu inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan social, (c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial kemanusiaan, (d) memiliki kemampuan dasar berkumunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, Nasional dan Global (BNSP 25 2006: 575) serta diharapkan dapat menjadi wahana peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan lingkungan sekitar yang merupakan peradaban dan tatanan kemasyarakatan Winataputra (2007: 20) menuliskan Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki definisi dan tujuan sebagai berikut: (a) ilmu penetahuan sosial merupakan mata pelajaran dasar di seluruh jenjang pendidikan persekolahan, (b) tujuan utama mata pelajaran ini ialah mengembangkan siswa untuk menjadi warga negara yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan yang memadai untuk berperan serta dalam kehidupan demokrasi, (c) konten pelajarannya digali dan diseleksi dari sejarah dari ilmu-ilmu sosial serta dalam banyak hal dari humaniora dan sains, (d) pembelajarannya menerapkan cara-cara yang mencerminkan kesadaran pribadi kemsyarakatan, pengalaman budaya, dan perkembangan pribadi siswa. Sumaatmadja (2003: 48) menuliskan bahwa Pendidikan IPS ini bertujuan untuk “Membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara.” 4) Fungsi Mata Pelajaran IPS Fungsi mata pelajaran IPS menurut kurikulum 2004 (KBK) Pengetahuan Sosial di SD/MI berfungsi untuk menembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan siswa tentang masyarakat bangsa dan Negara Indonesia. Winataputra (2007: 33) menuliskan orientasi pendidikan secara umum yakni sebagai berikut: (a) sebagai visi, pendidikan IPS sebagai program pendidikan yang menitikberatkan pada pengembangan individu siswa sebagai “aktor sosial” yang mampu mengambil keputusan yang bernalar sebagai “warga negara yang cerdas, memiliki komitmen, bertanggungjawab, dan partisipatif”, (b) sebagai misi, pendidikan IPS untuk memanfaatkan konsep, prinsip, dan metode ilmu-ilmu sosial dan 26 bidang keilmuan lain untuk mengembangkan karakter aktor sosial dan warga negara Indonesia yang cerdas dan baik, (c) sebagai tradisi, pendidikan IPS sebagai pendidikan sosial yang diwadahi oleh mata pelajaran IPS terpadu dan mata pelajaran IPS terpisah, (d) sebagai sarana programatik, pendidikan IPS untuk berbagai jenjang pendidikan (Kurikulum, Satuan Pelajaran, dan Buku Teks) sehingga memungkinkan tercapainya tujuan pendidikan IPS, (e) sebagai sistem pengadaan dan penyegaran guru pendidikan IPS sehingga dapat dihasilkan calon guru dan guru pendidikan IPS yang profesional. 5) Ruang Lingkup IPS Berkaitan dengan ruang lingkup IPS di SD, Solihatin dan Raharjo mengemukakan beberapa konsep IPS di Indonesia yaitu: interaksi, saling ketergantungan, kesinambungan dan perubahan, keragaman/kesamaan/perbedaan, konflik dan consensus, pola (pattern), tempat, kekuasaan, nilai kepercayaan, keadilan dan pemerataan, kelangkaan, kekhususan, budaya, nasionalisme (2009: 15). Sedangkan Fajar (2009: 26) menyebutkan bahwa ruang lingkup IPS adalah: (a) sistem sosial dan budaya, (b) manusia, tempat, dan lingkungan, (c) perilaku ekonomi dan kesejahteraan, (d) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, (e) sistem berbangsa dan bernegara. Ruang lingkup mata pelajaran IPS adalah sebagai berikut: (a) manusia, tempat, dan lingkungan, (b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, (c) sistem sosial dan budaya, (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan (Depdikbud, 2007). Berdasarkan disimpulkan bahwa pendapat-pendapat konsep IPS tersebut, meliputi: maka dapat interaksi, saling ketergantungan, kesinambungan, perubahan, keragaman/ kesamaan/ perbedaan, konflik, consensus, pola (pattern), manusia, tempat, lingkungan, waktu, kekuasaan, nilai kepercayaan, keadilan dan pemerataan, kelangkaan, kekhususan, sistem sosial, budaya, perilaku 27 ekonomi, kesejahteraan, dan nasionalisme atau sistem berbangsa dan bernegara. 6) Teori IPS di SD Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di tingkat SD, diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informasi dalam pembelajaran di kelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang baru. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan “Pembelajaran Spiral”, sebagai konsekuensi dalil Bruner. Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), setiap konsep berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep yang lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut. Berdasarkan dimensi keterkaitan antar konsep dalam teori belajar Ausebel, „belajar‟ dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi. Pertama, berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua, menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Kegiatan belajar mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) terlebih dahulu dijelaskan hubungan antara strategi, metode dan teknik pembelajaran dan dalam satu pendekatan mungkin terdapat lebih dari satu metode. Dengan demikian dalam suatu metode mungkin dapat menerapkan lebih dari satu teknik mengajar. Semua pendekatan, metode dan teknik pembelajaran dari suatu bahan pelajaran tergantung dari ciri khas bahan pelajaran, keadaan sarana dan keadaan siswa. 28 Pembelajaran berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar. Oleh karena itu pada hakikatnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (pelajar) melaksanakan kegiatan belajar Ilmu Pengetahuan Sosial, dan tersebut berpusat pada guru mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang Ilmu Pengetahuan Sosial. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) hendaknya bermakna, yaitu pembelajaran yang mengutamakan pengertian atau pemahaman konsep dan penerapannya dalam kehidupan. Agar suatu kegiatan belajar mengajar menjadi suatu pembelajaran yang bermakna maka kegiatan belajar mengajar harus bertumpu pada cara belajar siswa aktif (CBSA). Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan CBSA guru harus berusaha mencari metode mengajar yang dapat menyebabkan siswa aktif belajar. 7) Pembelajaran IPS di Kelas IV SD Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dipelajari di Semester 2 IPS Kelas IV SD Tahun Ajaran 2012/2013, dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini: 29 Tabel 2.1 SK dan KD Semester 2 IPS Kelas IV SD Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi. 2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya. 2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat 2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya. 2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya Adapun kompetensi dasar yang diambil untuk penelitian ini melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual adalah: a) Standar Kompetensi: Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi b) Kompetensi Dasar: Mengenal permasalahan sosial di daerahnya. c) Indikator: (1) Mengidentifikasi permasalahan sosial di daerah setempat. (2) Menceritakan penyebab timbulnya permasalahan sosial di daerahnya. (3) Menjelaskan akibat yang ditimbulkan permasalahan sosial di daerah setempat. (4) Menjelaskan cara menyelesaikan permasalahan sosial di daerahnya. Materi Pembelajaran IPS di kelas IV memiliki cakupan ilmuilmu IPS yakni Geografi, Sejarah, Ekonomi, dan Sosiologi. Pembelajaran IPS di kelas IV memiliki tujuan pembelajaran agar siswa diharapkan bisa 30 menjadi warga negara yang demokratis, bertanggung jawab dan dapat menjadi warga negara yang cinta damai. Pokok bahasan dalam pembelajaran IPS yang akan dibahas dalam kegiatan pembelajaran IPS kelas IV SD yakni: a) Membaca dan menggambar peta lingkungan setempat, b) Keragaman sosial dan budaya berdasarkan kenampakan alam, c) Persebaran sumber daya alam di lingkungan setempat, d) Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya, e) Menghargai peninggalan sejarah, f) Semangat kepahlawanan dan cinta tanah air, g) Kegiatan ekonomi dan memanfaatkan sumber daya alam; h) Koperasi dan kesejahteraan rakyat; i) Teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi, j) Masalah-masalah sosial di lingkungan setempat. Berdasarkan beberapa pokok bahasan di atas, maka peneliti memilih untuk membahas materi tentang masalah-masalah sosial di lingkungan setempat. a) Hakikat Masalah Sosial 1) Pengertian Masalah Sosial Suatu hal atau kejadian disebut masalah sosial jika semua warga masyarakat lain ikut merasakan pengaruh masyarakat tersebut. Ada banyak sekali masalah sosial di lingkungan sekitar kita. Pencurian, pencemaran lingkungan, perilaku tidak disiplin, sampah, keamanan, kependudukan, dan masih banyak lagi masalah sosial lainnya. Jika hal ini terjadi, masyarakat akan merasa terganggu, resah dan tidak nyaman. Masalah sosial harus dipecahkan atau diatasi secara bersama-sama. Masalah pribadi adalah masalah-masalah yang dialami dan dihadapi oleh manusia sebagai individu (pribadi). Ketika siswa lupa mengerjakan PR, dimarahi orang tua, dan sakit. Orang lain tidak akan dirugikan oleh masalah siswa. Masalah pribadi bisa dipecahkan sendiri oleh orang bersangkutan. 31 Masalah sosial selalu ada kaitannya yang dekat dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata sosial, serta ada kaitannya dengan hubunganhubungan manusia itu terwujud. Masalah sosial memiliki dua pendefinisian yakni: (a) pendefinisian menurut umum, masalah sosial adalah segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum atau kepentingan masyarakat; (b) pendefinisian menurut para ahli adalah suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang berdasarkan atas studi, mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan. Nisbet (dalam Soelaeman, 2000: 39). Masalah sosial adalah suatu kondisi yang mempunyai pengaruh kepada kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai suatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai, oleh karena itu dirasakan perlunya untuk diatasi atau diperbaiki (Soelaeman, 2000: 39). Masalah sosial adalah batasan pada masalah-masalah keluarga, kelompok, atau tingkah laku individual yang menuntut adanya campur tangan dari masyarakat yang teratur agar masyarakat dapat meneruskan fungsinya. Cohen (dalam Soelaeman, 2000: 41). Masalah sosial merupakan suatu ketidak sesuaian antar unsurunsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Gillin (dalam Soekamto, 2007: 23). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian masalah sosial dapat disimpulkan bahwa masalah sosial adalah hambatanhambatan dalam usaha untuk memcapai sesuatu yang diinginkan, mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu sebagai warga masyarakat sebaiknya kita berusaha mencegah timbulnya masalah sosial, dan sebisa mungkin untuk terlibat menyelesaikan masalah sosial yang ada. 32 2) Penyebab Masalah Sosial Masalah sosial timbul dari tidak bisa menyikapinya kekurangankekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, biopsikologis, dan kebudayaan. Masalah sosial dapat diklasifikasikan dalam empat katagori yakni: a) Ekonomis, meliputi masalah kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya; b) Biologis, meliputi masalah penyakit, c) Psikologis, meliputi masalah kejiwaan, bunuh diri, disorganisasi jiwa, d) Kebudayaan, meliputi masalah perceraian, kejahatan, kenakalan remaja konflik rasial. 3) Contoh Masalah Sosial a) Perilaku tidak disiplin Dalam kehidupan sehari-hari kita menjumpai banyak sekali perilaku tidak disiplin. Kita ambil contoh keadaan di jalan raya. Salah satu penyebab terjadinya kemacetan lalulintas adalah perilaku tidak disiplin. Contoh perilaku tidak disiplin di jalan raya adalah sebagai berikut: (a) pengendara tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, (b) menjalankan kendaraan melawan arus, (c) pengendara mobil parkir sembarangan, (d) pejalan kaki menyeberang jalan bukan pada tempatnya, (e) terjadinya kecelakaan lalulintas, dll. Banyak perilaku tidak disiplin dalam masyarakat. Misalnya perilaku tidak disiplin menempatkan sampah, tidak disiplin membayar pajak, tidak disiplin dalam antre, dan masih banyak lagi tidak disiplin dalam lingkungan. Untuk mencegah kekacauan maka sebaiknya kita harus menghindari hal-hal tersebut. 33 b) Masalah sampah Salah satu masalah sosial yang kita hadapi adalah sampah. Masalah sampah sangat menggangu terutama jika tidak dikelola dengan baik. Bagi masyarakat pedesaan mungkin, sampah mungkin belum menjadi masalah yang serius. Tapi tidak demikian bagi masyarakat yang tinggal di kota atau di daerah padat penduduk. Masyarakat kota dan daerah padat penduduk menghasilkan banyak sekali sampah. Sampah segera menumpuk jika tidak segera diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Pemerintah, dalam hal ini adalah Dinas Kebersihan, memikul tanggung jawab dalam mengelola sampah. Masalah lain berkaitan dengan sampah adalah kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Di banyak tempat masyarakat membuang sampah di sungai dan tempat pembuangan air. Sungai dan aliran air menjadi mampet, akibatnya sering terjadi banjir dan hujan lebat. Semua warga masyarakat harus ikut serta mengelola sampah. Warga bisa mengurangi masalah sampah dengan tertib mengelola sampah. Kita biasakan memisahkan sampah plastik dengan sampah basah. Kemudian kita menaruh sampah di tempat semestinya. c) Masalah Generasi Muda Pergaulan bebas, tawuran antar pelajar, penyalah gunaan Narkoba, dan obat-obatan terlarang, serta penggunaan alkohol merupakan masalah sosial di lingkungan kita yang sangat serius, terutama pada generasi muda. Agama telah melarang umatnya untuk melakukan halhal tersebut. Negara kita juga memiliki undang-undang yang mengatur masalah sosial tersebut. Masa generasi muda ini dikatakan sebagi suatu krisis karena belum adanya pegangan, sedangkan kepribadiannya sedang mengalami pembentukan. Pada waktu itu anak memerlukan bimbingan, terutama dari orang tua. Jika generasi muda kita sudah terjerumus kepada hal-hal 34 tersebut maka bisa melakukan apa saja termasuk kejahatan. Keadaan ini tentu akan mengganggu ketertiban masyarakat. Apa yang harus kita lakukan untuk menghindari masalah gerenasi muda tersebut? Masing-masing kita bisa memulai dari hal-hal kecil seperti menahan diri untuk tidak melakukannya. Kita juga membimbing, mengarahkan dan mengingatkan saudara-saudara kita, teman, orang lain untuk menghindari hal ini. Bila perlu kita bisa melapor kepada pihak yang berwajib. Karena nasib bangsa ada di tangan kita semua, dan generasi muda, generasi penerus bangsa. d) Kejahatan Alat-alat komunikasi tertentu seperti buku, surat kabar, film, televisi, radio, memberikan pengaruh-pengaruh tertentu, yakni dalam memberikan sugesti kepada orang-perorangan untuk menerima atau menolak pola-pola perilaku jahat. Kejahatan yang terjadi di lingkungan sekitar kita misalnya: korupsi, perampokan, pembunuhan, penjambretan, pencurian, dan lain-lain. Tindakan kejahatan menciptakan rasa tidak aman. Perampokan dan penodongan sering terjadi di kota besar. Di desa pun sering terjadi pencurian. Misalnya ada yang mencuri ternak, hasil pertanian, hasil hutan, dan sebagainya. Tindakan kejahatan pencurian dan perampokan sering disebabkan oleh masalah kemiskinan, pengangguran, dan masalah generasi muda. Karena itu pemerintah dan masyarakat harus memberikan penyuluhan dan berusaha keras untuk menciptakan lapangan kerja. Selain itu, kualitas dan pemerataan pendidikan harus ditingkatkan untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian warga. Sementara itu, aparat keamanan, terutama polisi harus mampu memberantas tindak kejahatan. Masyarakat hendaknya mencegah hal-hal yang mengundang kejahatan, serta membantu polisi menangani hal ini. 35 e) Pemborosan energi Sumber energi berupa bahan bakar (minyak bumi, gas alam, dan batu bara) suatu ketika akan habis. Sumber energi ini tidak dapat diperbaharui. Karene itu kita harus hemat memakainya supaya sumbersumber ini tidak cepat habis. Kita bisa belajar menjadi hemat dalam menggunakan energi. Contoh cara menghemat energi antara lain sebagai berikut: (a) mematikan lampu-lampu yang tidak diperlukan, (b) bepergian naik kendaraan umum atau sepeda, (c) memanfaatkan sumber energi alternatif misalnya dari tumbuh-tumbuhan, angin, air, dan matahari. f) Kemiskinan Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Faktor penyebab kemiskinan adalah ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan primer, kegagalan memperoleh lebih daripada yang dimilikinya dan perasaan akan adanya ketidakadilan. Penyebab kemiskinan yang sampai saat ini masih dalam pemecahan yakni: (a) kemiskinan karena faktor pendidikan, maka perlu digalakan pendidikan sejak dini, kita juga bisa rajin belajar belajar dengan tekun, jangan membolos sekolah dan lain-lain, (b) kemiskinan karena faktor kesehatan/fisik yang kurang mendukung, untuk itu kita harus senantiasa menjaga kesehatan kita, (c) kemiskinan karena faktor individual yang kurang mampu menyasuaikan diri untuk merubah keadaanya, ini bisa dimulai dengan doa dan usaha yang sungguh-sungguh, (d) kemiskinan karena faktor lingkungan sosial yang kurang mendukung, dapat diatasi dengan kita pitar-pintar memilih pergaulan lingkungan yang positif. 36 2. Model Kooperatif Tipe STAD Dengan Media Visual a. Model Kooperatiftipe STAD 1 . Pengertian Model Kooperatif Model kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2008: 89). Selanjutnya Sumantri (2009: 102) menyatakan bahwa model kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan fasilitas, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang mengkondisikan siswa bekerja sama dalam kelompok kecil (4-5 orang) yang memiliki tingkat kemampuan berbeda (kemampuan, gender, karakter), dan saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri dan membantu satu sama lain sampai semua anggota kelompok menguasai pelajaran sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Siswa belajar dan saling membantu belajar satu sama lain, energi sosial siswa dimanfaatkan untuk berdiskusi, berdebat dan menggeluti ide-ide, saling menghargai, dan saling mengambil tanggung jawab satu sama lain sehingga tercipta suatu suasana pembelajaran yang produktif. 2. Karakteristik Model Kooperatif Menurut Johnson dan Sutton (dalam Trianto, 2009: 72), terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa, dalam belajar kooperatif 37 guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga memiliki andil atau peran terhadap suksesnya kelompok, (2) interaksi antara siswa yang semakin meningkat, belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi individu antara siswa dalam kelompok. Hal ini terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara ilmiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok akan mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama. Interaksi semacam ini sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya, (3) tanggung jawab individual, tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) Membantu siswa yang membutuhkan bantuan, dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya. Penilaian kooperatif didasarkan pada penilaian kelompok yang didasarkan pada nilai rata-rata penguasaan hasil belajar semua anggota. Oleh karena itu, tiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok, (4) keterampilan interpersonal dan kelompok kecil, dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan oleh guru, seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus, (5) kelompok, belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa kelompok. kelompok terjadi jika 38 anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik. 3. Tujuan Model Kooperatif Ide utama dari belajar kooperatif adalah siswa bekerjasama untuk belajar dan bertanggungjawab pada kemajuan belajar temannya. Johnson dan Johnson (dalam Trianto, 2009: 29) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun kelompok. Louisell dan Descamps (dalam Trianto, 2009: 31) mengatakan karena siswa bekerja dalam satu tim, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan kelompok dan pemecahan masalah. Hal tersebut hampir sama seperti yang dikemukakan oleh Zamroni (dalam Trianto, 2009: 31) yaitu bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat. Model kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam model kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah. 39 Ibrahim (dalam Trianto, 2009: 33) mengemukakan struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerjasama mencapai tujuan tersebut. Tujuantujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Model kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk saling menghargai satu sama lain. Ibrahim (dalam Trianto, 2009: 39) mengemukakan bahwa keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam model kooperatif. Model kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan keterampilanketerampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga keterampilan-keterampilan tanya jawab. 4. Unsur-Unsur Model Kooperatif Roger dan Johnson (dalam Lie, 2002: 40) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sebagai perkembangan kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5 unsur model kooperatif yang harus diterapkan yaitu: (a) saling ketergantungan yang positif, (b) saling interaksi tatap muka, (c) setiap individu bertanggungjawab, (d) adanya komunikasi antar anggota, (e) evaluasi kelompok. Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha tiap anggotanya, sehingga seluruh anggota diharapkan mampu untuk memberikan peran aktif dalam kegiatan kelompok. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga pada akhirnya seluruh anggota kelompok bisa mencapai tujuan mereka. Kegiatan kelompok setiap anggota kelompok, harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Dengan menyatakan 40 pendapat akan terbentuk sinergi positif yaitu adanya saling menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masingmasing. Pola penilaian dan penugasan dalam model kooperatif, membuat setiap siswa merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan terletak pada persiapan dan penyusunan tugas pembelajaran yang harus dilakukan oleh tiap-tiap anggota kelompok secara bertanggung jawab, agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan. Anggota kelompok yang tidak melaksanakan tugas akan diketahui dengan jelas dan mudah. Hal ini menimbulkan dorongan dari teman-teman dalam satu kelompok untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lain. Sebelum penugasan siswa, guru perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok tergantung pada kesediaan para anggota untuk saling mendengarkan dan mengeluarkan pendapatnya. Evaluasi kerja kelompok dan hasil kerjasama perlu direncanakan oleh guru. Waktu evaluasi tidak perlu setiap kali ada kerja kelompok, namun dapat dilakukan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajaran. Model kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward (Suprijono, 2010: 56). 5. Macam-Macam Model Kooperatif Model kooperatif yang dikembangkan oleh Jhon Hopkins University, yaitu Metode Student Teams/Pembelajaran Tim Siswa PTS). Tiga konsep penting bagi semua metode PTS menurut Slavin (2008: 109), 41 yakni: (1) penghargaan-penghargaan tim, (2) tanggung jawab individual, (3) kesempatan sukses yang sama. Lima model kooperetif yang dikembangkan dan diteliti secara ekstensif oleh Hopkins University, tiga diantaranya adalah: (1) STAD (Student Team-Achievement Devisions / Pembagian Pencapaian Tim Siswa), yaitu salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yangterdiri dari kelompok heterogen beranggotakan 4-5 orang siswa dan setiap siswa saling bekerja sama, berdiskusi dalam menyelesaikan tugas dan memahami bahan pelajaran yang diberikan. (2) TGT (Team-Game-Tournament) yaitu salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yangterdiri dari kelompok kecil, inti dari model pembelajaran ini adalah adanya game dan turnamen akademik. (3) Jigsaw adalah model pembelajaran yang dapat mengkondisikansiswa untuk berkreatifitas secara kooperatifdalam dua kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Dua yang lain adalah kurikulum komprehensif yang dirancang untuk digunakan dalam pelajaran khusus pada tingkat kelas tertentu, yakni: (1) CIRC (Cooperative Integrated Readiing and Composition), (2) TAI (Team Accelerated Intruction). Slavin (2008: 49). Peneliti menerapkan Model Kooperatif tipe STAD dalam penelitian ini, yang mampu meningkatkan pembelajaran yakni prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan social. meningkatkan ketrampilan dan keaktifan siswa dalam pembelajaran. 6. Model Kooperatif Tipe STAD 1) Pengertian STAD Model kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu tipe model kooperatif dengan menerapkan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan 42 penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok (Trianto, 2009: 42). Model kooperatif tipe STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2008: 51) Slavin (dalam Trianto, 2009: 44) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu. Isjoni (2012: 184) menyatakan bahwa Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe model kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Saya simpulkan bahwa model kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang mengacu pada penggunaan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri dari laki-laki dan perempuan, dari berbagai suku, berdasarkan tingkat kinerjanya yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Di mana siswa bekerja dalam satu tim untuk memastikan seluruh anggota telah menguasai pelajaran hingga akhirnya seluruh siswa dikenai kuis dan mereka tidak boleh saling membantu. 2) Komponen-komponen STAD STAD dikembangkan oleh Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin, dan merupakan model kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menerapkan STAD, juga mengacu pada belajar kelompok siswa, meyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap 43 minggu menerapkan presentasi verbal atau teks. Guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah. Komponen STAD menurut Slavin (2008: 179) diterjemahkan oleh Yusron adalah sebagai berikut: a) Presentasi Kelas Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka. b) Tim Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. c) Kuis Setelah pembelajaran selesai ada kuis. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Setiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. 44 d) Skor Kemajuan Individual Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. e) Rekognisi/Penghargaan Tim Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. 3) Langkah-langkah Model Kooperatif tipe STAD Ibrahim (dalam Trianto, 2009: 182) menyebutkan langkahlangkah model kooperatif tipe STAD didasarkan pada langkah-langkah model kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase. Fase-fase dalam pembelajaran ini yaitu sebagai berikut: 45 Tabel 2.2 Fase-Fase Model Kooperatif Tipe STAD. Fase Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase 2 Menyajikan/menyampaik an informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompokkelompok belajar Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase 5 Evaluasi Fase 6 Memberikan penghargaan Kegiatan Guru Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan. Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. 4) Tahap-tahap Model Kooperatif STAD Menurut Herdian (2009: 57) beberapa tahap yang mesti ditempuh oleh guru dalam model kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut: a) Pengajaran Tujuan utama dari pengajaran ini adalah guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam model kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas. Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing dari keseluruhan pelajaran dengan penekanan dalam penyajian materi pelajaran. 46 1) Pembukaan a) Menyampaikan pada siswa apa yang hendak mereka pelajari dan mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata, atau cara lain. b) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan konsep atau merangsang keinginan mereka pada pelajaran tersebut. c) Ulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang merupakan syarat mutlak. 2) Pengembangan a) Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. b) Pembelajaran kooperatif menekankan, bahwa belajar adalah memahami makna bukan hapalan. c) Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan. d) Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah. e) Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah memahami pokok masalahnya. 3) Latihan Terbimbing a) Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang diberikan. b) Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal. Hal ini bertujuan supaya semua siswa selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin. c) Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua masalah (soal) dan langsung diberikan umpan balik. 47 b) Belajar Kelompok Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih ketrampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu kelompok. Selanjutnya langkah-langkah yang dilakukan guru sebagai berikut: (a) mintalah anggota kelompok memindahkan meja/bangku mereka bersama-sama dan pindah kemeja kelompok, (b) berilah waktu lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok, (c) bagikan lembar kegiatan siswa, (d) serahkan pada siswa untuk bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau satu kelompok utuh, tergantung pada tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka mengerjakan soal, masingmasing siswa harus mengerjakan soal sendiri dan kemudian dicocokkan dengan temannya. Jika salah satu tidak dapat mengerjakan suatu pertanyaan, teman satu kelompok bertanggung jawab menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan jawaban pendek, maka mereka lebih sering bertanya dan kemudian antara teman saling bergantian memegang lembar kegiatan dan berusaha menjawab pertanyaan itu, (e) tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka yakin teman-teman satu kelompok dapat mencapai nilai sampai 100 pada kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi penting bagi siswa mempunyai lembar kegiatan untuk mengecek diri mereka dan teman-teman sekelompok mereka pada saat mereka belajar. Ingatkan siswa jika mereka mempunyai pertanyaan, mereka seharusnya menanyakan teman sekelompoknya sebelum bertanya guru, (f) sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam kelas. Guru sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya bekerja dengan baik, yang anggotanya duduk 48 dalam kelompoknya untuk mendengarkan bagaimana anggota yang lain bekerja dan sebagainya. b. Media Visual 1. Pengertian Media Visual a) Pengertian Media Media merupakan suatu sarana atau dapat dikatakan sebagai alat yang dipergunakan untuk menyebarkan informasi. Media adalah segala sesuatu yang dipergunakan sebagai sarana dalam hal penyaluran pesan dari pengirim yang kemudian diterima oleh penerima yang sedemikian rupa mampu merangsang atau mempengaruhi perasaan, pikiran, perhatian dan keinginan dari peserta didik sehingga proses belajar pun akan terjadi. Ada juga yang mengatakan tentang definisi media yaitu sebagai alat atau sarana apa saja yang dapat membantu dalam rangka menyalurkan suatu pesan untuk pencapaian dalam tujuan pembelajaran. Secara garis besar pengertian media juga dapat dipahami baik itu sebagai materi, kejadian, maupun manusia yang dapat membuat suatu kondisi atau keadaan sehingga membuat peserta didik mendapatkan keterampilan, ilmu pengetahuan, atau juga sikap. Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran pelatihan. Gagne (dalam Ruly Rakhmawati 2011: 32) menjelaskan bahwa “ media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang belajar”. Media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut media pembelajaran adalah sarana komunikasi 49 dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media adalah benda fisik yang mampu memberi rangsangan dan motivasi kepada siswa, benda tersebut menjadi perantara penghubung siswa dengan sumber pesan untuk menjelaskan suatu informasi. Media mengajar merupakan segala macam perangsang yang sering disbut sebagai audio visual aid. Berbagai bentuk perangsang belajar yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar dapat berupa alat elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassette, video cassestte, televisi dan computer. b) Pengertian Visual Ruly Rakhmawati (2011: 19) menjelaskan visual berupa: garis, bentuk, warna, dan tekstur. Adapun penjelasannya sebagai berikut: (1) garis merupakan kumpulan titik-titikyang menghubungkan unsur-unsur dalam gambar; (2) bentuk yang unik atau gambar yang lain dari pada yang lain dapat menarik perhatian pemirsa gambar; (3) tekstur merupakan kesan kasar dan halusnya suatu gambar. Azhar Arzyad (dalam Ruly Rakhmawati 2011: 18) mengemukakan unsur-unsur media. Prinsip media visual yaitu: kesederhanaan, tekanan, dan keterpaduan. Theo Riyanto (2007: 14) menjelaskan media visual merupakan alat edukatif untuk melatih berbagai macam pengertian mengenai warna, bentuk dan ukuran. Misalnya kertas, plastik, dan sebagainya yang tepat mengasah pengertian warna, bentuk, dan ukuran yang tidak terkira maupun terduga. Beberapa contohnya yaitu aneka puzzle, papan-papan pasak, biji-bijian untuk meronce, dan menara gelang. Media visual merupakan media yang melibatkan indera penglihatan. Terdapat dua pesan dalam media visual, yaitu pesan verbal dan non verbal. 50 Media visual, yaitu media pengajaran yang hanya mengandalkan gambar diam, seperti film strip (film rangkai), slides (film bingkai), foto, gambar, lukisan dan cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu dan film kartun. 2. Karakteristik dan Ciri-Ciri Media Visual a. Karakteristik Media Visual Media visual menggunakan fungsi indera penglihatan. Pesan yang dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi visual. Media visual dapat menarik perhatian siswa, mengkonkritkan objek, memperjelas sajian ide, dan mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan apabila tidak menggunakan media visual. Medi visual tergolong media yang mudah dibuat, murah dan sederhana. b. Ciri-ciri Media Media Visual Secara umum, media pembelajaran identik artinya dengan pengertian “keperagaan” yang berasal dari kata “raga” yaitu suatu bentuk dapat diraba, dilihat, didengar, diamati melalui panca indera. Dengan demikian, tekanan utama media adalah terletak pada “benda” atau “halhal yang dilihat dan didengar”. Media pembelajaran diguakan dalam rangka hubungan (komunikasi) dalam proses pembelajaran antara pengajar dan pembelajar. Media pembelajaran adalah semacam alat bantu belajar mengajar, baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pengertian lain, media pembelajaran merupakan suatu “perantara” (medium, media) dan digunakan dalam rangkapendidikan dan pengajaran. Dengan demikian, media pembelajaran mengandung aspek sebagai alat dan sebagai teknik yang sangat erat kaitannya dengan metode mengajar . Dari Karakteristik dan ciri-ciri yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan yang maksud dengan media pembelajaran adalah: sarana, 51 metode, teknik untuk lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara pengajar pembelajar dalamproses pembelajaran di kelas. Dapat dikatakan bahwa, media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. c. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran Manfaat dan fungsi ternyata memiliki perbedaan, fungsi memiliki misi tertentu sehingga memunculkan manfaat. Fungsi memiliki kedekatan pengertian dengan “role” (peranan). Menurut Arif Sadiman (dalam Ruly Rakhmawati, 2011: 37) fungsi media intruksional adalah: (a) memberi rangsangan siswa dalam belajar, (b) memberi pengarahan, perhatian atau kegiatan belajar, (c) menyajikan contoh-contoh secara nyata, (d) menyajikan isyarat eksternal, (e) menimbulkan umpan balik. Secara garis besar oleh Arif Sadiman dkk. (dalam Ruly Rakhmawati, 2011: 39) menyatakan fungsi media adalah: (a) memperjelas penyajian pesan, (b) mengatasi keterbatasan ruang, dan daya indera, (c) mengatasi sikap negatif anak. d. Langkah Media Visual Media visual yang telah dipilih agar dapat digunakan secara efektifdan efisien perlu menempuh langkah-langkah secara sistematis. Ada tiga langkah yang pokok yang dapat dilakukan yaitu persiapan, pelaksanaan/penyajian, dan tindak lanjut. 1. Persiapan Persiapan maksudnya kegiatan dari seorang tenaga pengajar yang akan mengajar dengan menggunakan media pembelajaran. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan tenaga pengajar pada langkah persiapan diantaranya: a) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sebagaimana bila akan mengajar seperti biasanya. Dalam rencana 52 pelaksanaan pembelajaran cantumkan media yang akan digunakan. b) mempelajari buku petunjuk atau bahan penyerta yang telah disediakan, c) menyiapkan dan mengatur peralatan yang akan digunakan agar dalam pelaksanaannya nanti tidak terburu-buru dan mencari-cari lagi serta peserta didik dapat melihat dan mendengar dengan baik. 2. Pelaksanaan/Penyajian Tenaga Pengajar pada saat melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran perlu mempertimbangkan seperti: a) yakinkan bahwa semua media dan peralatan telah lengkap dan siap untuk digunakan. b) jelaskan tujuan yang akan dicapai, c) jelaskan lebih dahulu apa yang harus dilakukan oleh peserta didik selama proses pembelajaran, d) hindari kejadian-kejadian yang sekiranya dapat mengganggu perhatian/konsentrasi, dan ketenangan peserta didik. 3. Tindak lanjut Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memantapkan pemahaman peserta didik tentang materi yang dibahas dengan menggunakan media. Disamping itu kegiatan ini dimaksudkan untuk mengukur efektivitas pembelajaran yang telah dilakukannya. B. Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dari Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Tri Haryani (2009: 180) yang berjudul “Penggunaan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD Dalam Pembelajaran IPS Tentang Masalah Sosial Siswa Kelas IV SDN 1 Brengkol Tahun Ajaran 2009/2010”. Persamaan dengan peneliti yaitu tentang model pembelajaran yang digunakan model/pendekatan kooperatif tipe STAD, sedangkan perbedaannya yaitu peneliti menggunakan media visual, peneliti yang dahulu belum menggunakan media visual. 53 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Universitas Muhammadiyah Jember (UMJ) Dian Sandra Kosala (2010: 9) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Menggunakan Media Visual Untuk Meningkatkan Ketuntasan Hasil Belajar Biologi Pada Pokok Bahasan Ekosistem di SMP Negeri 9 Jember. Persamaan dengan peneliti yaitu tentang model dan media yang digunakan tipe STAD menggunakan media visual, sedangkan perbedaannya yaitu peneliti untuk peningkatan pembelajaran IPS siswa kelas IV SD Negeri 1 Tunggalroso, peneliti yang dahulu untuk meningkatkan ketuntasan hasil belajar Biologi pada pokok bahasan ekosistem di SMP Negeri 9 Jember. C. Kerangka Berpikir Keberhasilan siswa dalam pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh siswa itu sendiri, melainkan guru juga perperan penting dalam mencapai keberhasilan tersebut. Saat ini guru dituntut memiliki kompetensi dalam mengelola proses belajar mengajar, agar dapat mengantarkan siswa mencapai kompetensi yang diharapkan. Guru harus mampu merancang dan mengelola kegiatan pembelajaran yang efektif. Sebagai fasilitator seorang guru harus memahami teori-teori belajar, strategi dalam pembelajaran dan model-model pembelajaran. Sehingga guru mampu merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar secara efektif dan efisien, interaktif, dan menyenangkan. Sedangkan siswa, dalam proses belajar mengajar harus diberi kesempatan yang luas untuk aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran dan tidak semata-mata merupakan pemberian informasi searah dan menyimak tanpa ada kegiatan untuk mengembangkan secara kreatif ide maupun sikap dan keterampilan mandiri. Di sinilah model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual menjadi sarana untuk meningkatkan belajar siswa aktif. 54 Model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual adalah model pembelajaran yang mengacu pada penggunaan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri dari laki-laki dan perempuan, dari berbagai suku, berdasarkan tingkat kinerjanya yaitu tinggi, sedang, dan rendah, yang melibatkan indera penglihatan. dengan pesan verbal dan non verbal. Di mana siswa bekerja dalam satu tim untuk memastikan seluruh anggota telah menguasai pelajaran hingga akhirnya seluruh siswa dikenai kuis dan mereka tidak boleh saling membantu. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual mempunyai tujuan untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain melalui indera penglihatan. dengan pesan verbal dan non verbal dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual terbukti positif diterapkan dan dapat meningkatkan pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Tunggalroso yaitu, dapat menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama dan mampu memberi rangsangan dan motivasi kepada siswa, serta menghubungkan siswa dengan sumber pesan untuk menjelaskan suatu informasi. Dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual dalam pembelajaran IPS juga dapat menumbuhkan semangat siswa untuk belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPS tentang masalah sosial pada siswa kelas IV SD. Untuk lebih jelasnya tentang skema kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini: 55 Kondisi Awal Guru Siswa Belum menerapkan Model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS tentang Masalah Sosial Rendah Siklus I Menggunakan Model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual. Tindakan Guru Siklus II Menerapkan Model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual. Menggunakan Model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual Siklus III Menggunakan Model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual Kondisi Akhir Guru Siswa Sudah menerapkan Model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS tentang Masalah Sosial meningkat Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir. 56 D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesis yang diajukan penerapan model kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media visual yang tepat maka dapat meningkatkan pembelajaran IPS tentang masalah sosial siswa kelas IV SD Negeri 1 Tunggalroso Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, Tahun Ajaran 2012/2013.