bab ii kajian teoretis

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Pendekatan Problem Posing, Pembelajaran Biasa, Pemahaman Konsep
Matematik, Teori Sikap
1.
Pendekatan Problem Posing
“Pendekatan adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan
pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa”
(Suherman, 2001, h. 6). Problem posing merupakan istilah dari bahasa Inggris
yang memiliki padanan kata pembentukan soal. Mengenai definisi pembentukan
soal, Suyanto (Sari, 2014, h. 181) menyatakan bahwa „pembentukan soal ialah
perumusan soal atau mengerjakan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik
dilakukan sebelum, ketika, atau setelah pemecahan masalah‟. Jadi Problem
Posing adalah suatu model pembelajaran yang menuntun siswa untuk dapat
membuat atau merumuskan ulang suatu pertanyaan dari situasi yang diberikan.
Pembelajaran Problem Posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh
Lyn D. English, pada mulanya Problem Posing diterapkan dalam mata pelajaran
matematika. Selanjutnya baru diterapkan pada mata pelajaran yang lain. Pada
perinsipnya, Problem Posing merupakan pendekatan pembelajaran yang
memberikan kebebasan berpikir pada siswa untuk mengajukan permasalahan dari
situasi yang diberikan.
10
11
Silver dan Cai (1996) mengemukakan Problem Posing memiliki beberapa
pengertian. Pertama, Problem Posing ialah perumusan soal sederhana atau
perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana
dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, Problem
Posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang
telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain. Ketiga,
Problem Posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia,
baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal. Pada
dasarnya dari semua pengertian Problem Posing diatas menjelaskan bahwa siswa
diharapkan dapat mebuat soal-soal atau menyerderhanakan soal yang ada agar
siswa dapat lebih mudah mengerjakan soal tersebut.
Menurut Hamzah (Mufidah, 2010) „masalah matematika yang diajukan
oleh siswa yang dibuat secara berpasangan dapat lebih berbobot, jika dilakukan
dengan cara kolaborasi, utamanya yang berkaitan dengan tingkat keterselesaian
masalah tersebut‟. Sama halnya dengan masalah matematika yang dirumuskan
dalam satu kelompok kecil, akan menjadi berkualitas manakala anggota kelompok
dapat berpartisipasi dengan baik. Dalam pelaksanaannya dikenal beberapa jenis
model Problem Posing antara lain:
a. Situasi Problem Posing bebas, siswa diberikan kesempatan yang seluasluasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki. Siswa
dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan
untuk mengajukan soal.
12
b. Situasi Problem Posing semi terstruktur, siswa diberikan situasi/informasi
terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan
informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimiliknya. Situasi dapat berupa
gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu.
c. Situasi Problem Posing terstruktur, siswa diberi soal atau selesaian soal
tersebut, kemudian berdasarkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan
soal baru.
Brown dan Walter (Siregar, 2009, h. 17) mengatakan, Problem Posing
dalam pembelajaran matematika memiliki dua tahapan kognitif, yaitu:
a. Accepting (menerima). Tahapan menerima adalah suatu kegiatan ketika siswa
menerima situasi-situasi yang diberikan guru atau situasi-situasi yang sudah
ditentukan.
b. Challenging (menantang). Tahapan menantang adalah suatu kegiatan ketika
siswa menantang situasi tersebut dengan membuat pertanyaaan.
Berdasarkan pendapat Brown dan Walter di atas jadi Problem Posing
dalam pembelajaran matematika harus memiliki dua tahap kognitif yaitu
Accepting (menerima) dan Challenging (menantang).
Hamzah (Rahayu, 2013, h. 10) menjelaskan bahwa pendekatan pembelajaran
dengan pendekatan Problem Posing matematika terdiri dari enam komponen
utama, yaitu:
a.
b.
c.
d.
Menetukan topik esensial dan dukungan pendekatan lain.
Merumuskan tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional
khusus.
Menyediakan situasi yang mengundang terjadinya tahapan accepting
dan challenging.
Mengajukan pertanyaan matematika untuk diri sendiri dan siswa lain.
13
e.
f.
Menyelesaikan masalah, soal atau pertanyaaan matematika yang
diajukan oleh diri sendiri, siswa lain dan guru melalui langkah:
1) Pemahaman masalah.
2) Perencanaan strategi pemecahan masalah.
3) Pelaksanaan rencana strategi pemecahan masalah dan
4) Pengecekan hasil.
Mengajukan kembali pertanyaan matematika dari hasil penyelesaian
masalah.
Adapun Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan Problem
Posing menurut Rifqiawati (Rahman, 2014, h. 23) adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Pendahuluan
1) Guru menginformasikan tujuan pembelajaran
2) Mengarahkan siswa pada pembuatan masalah
3) Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara terbuka
Pengembangan
1) Memberikan informasi tentang konsep yang dipelajari
2) Memberikan sebuah contoh soal yang berkaitan dengan materi
yang diajarkan dan cara membuat soal yang identik berdasarkan
soal yang ada.
Penerapan
1) Menguji pemahaman siswa atas konsep yang diajarkan dengan
beberapa soal
2) Mengarahkan siswa mengerjakan soal tersebut untuk membuat
soal-soal yang identik berdasarkan soal-soal yang dibuat siswa
3) Memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah
Penutup
1) Membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah
2) Menyimpulkan hasil pembelajaran
Jadi, penerapan Problem Posing dalam kegiatan belajar mengajar dilakukan
dengan empat tahap yaitu: pendahuluan, pengembangan, penerapan, dan penutup.
Menurut Rifkiwati (Rahman, 2014, h. 27) pendekatan Problem Posing
mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari pendekatan ini
antara lain:
1.
2.
Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Mendidik siswa dalam berpikir sistematis.
14
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Mendidik siswa agar tidak mudah putus asa dalam menghadapi
kesulitan.
Siswa mampu mencari berbagai jalan dari kesulitan yang dihadapi.
Mendatangkan keputusan tersendiri bagi siswa jika soal yang dibuat
tidak mampu diselesaikan oleh kelompok lain.
Siswa akan terampil menyelesaikan soal tentang materi yang
diajarkan.
Siswa berkesempatan menunjukan kemampuannya pada kelompok
lain.
Siswa mencari dan menemukan sindiri informasi atau data untuk
diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan.
Selain mempunyai beberapa keunggulan Problem Posing juga mempunyai
beberapa kekurangan, antara lain:
1.
2.
3.
4.
Pembelajaran Problem Posing membutuhkan waktu yang lama.
Membutuhkan buku penujang yang berkualitas untuk dijadikan
referensi pembelajaran terutama dalam pembuatan soal.
Pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan
pendekatan Problem Posing suasana kelas cenderung agak gaduh
karena siswa diberi kebebasan oleh guru pengajar.
Menurut hasil penelitian Silver and Cai, kelemahan utama dari
penerapan Problem Posing berkaitan dengan penguasaan bahasa
dimana siswa mengalami kesulitan dalam membuat kalimat tanya.
Berdasarkan uraian di atas, suatu pembelajaran yang diberikan tidak akan
pernah lepas dari kelebihan dan kekurangan. Oleh sebab itu kegiatan
pembelajaran harus dilaksanakan secara maksimal agar dapat memperoleh hasil
yang memuaskan.
2.
Pembelajaran Biasa
Pembelajaran
biasa
merupakan
pembelajaran
yang
disetujui
atau
pembelajaran yang sedang dilaksanakan disekolah yang menjadi subjek
penelitian. Seperti yang diutarakan dalam definisi operasional, pembelajaran biasa
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang
menggunakan metode ekpositori. Model pembelajaran dengan metode ekspositori
15
adalah model pembelajaran matematika dimana pembelajarannya kurang
menekankan pada ke aktifan siswa. Guru menjelaskan materi, kemudian siswa
mengerjakan latihan, dan siswa belajar secara pribadi (individu).
Nasution (Purnama, 2011, h. 25) memberikan gambaran ciri-ciri dari
pembelajaran biasa yaitu:
1. Bahan ajar disajikan kepada kelompok, kepada kelas sehingga
keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual.
2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas
tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru.
3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena terutama harus mendengarkan
penejelasan guru.
4. Dalam kecepatan belajar, siswa harus belajar menurut kecepatan
umumnya ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.
5. Keberhasilan belajar umumnya dinilai oleh guru secara subjektif.
6. Biasanya hanya sebagian kecil saja yang akan berhasil menguasai
bahan pelajaran secara tuntas, sebagian lagi menguasai sebagian saja,
dan ada lagi yang akan gagal.
7. Guru terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan
(sebagai sumber informasi atau pengetahuan).
Berdasarkan uraian di atas hanya guru yang berperan aktif dalam
pembelajaran sedangkan siswa hanya mendengarkan saja dan dalam taraf
keberhasilan biasanya hanya sebagian kecil siswa yang mampu menguasai materi
sedangkan siswa yang lain tidak.
Pembelajaran biasa memiliki beberapa kelemahan dan ke unggulan, berikut
ini beberapa kelemahan pada pembelajaran biasa menurut Yusniati (Purnama,
2011, h. 26):
a.
b.
c.
d.
Kurikulum disajiakan secara linear.
Kurikulum dijadikan bahan acuan yang harus diikuti.
Aktivitas pembelajaran terikan pada buku pegangan (buku teks).
Siswa dianggap sesuatu yang kosong (kertas putih), dimana guru akan
menggoreskan pengetahuan diatasnya.
e. Guru bertindak sebagai pusat informasi.
16
f. Penilaian dilakukan dengan pemberian tes hasil belajar yang terpisah
dari proses belajar mengajar.
g. Siswa banyak bekerja secara individual.
Adapun ke unggulan pembelajaran biasa adalah guru dapat mengejar target
kurikulum sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia. Guru merasa nyaman
karena seakan-akan tidak ada tuntutan terhadap inovasi atau perubahan-perubahan
dalam dalam proses belajar mengajar karena guru diberi wewenang penuh
terhadap kegiatan. Dalam hal ini jelas dalam pembelajaran biasa, hanya terjadi
komunikasi dalam satu arah yaitu hanya dari guru ke siswa.
3.
Pemahaman Konsep Matematik
Salah satu indikator dalam matematika yang terpenting dimiliki oleh siswa
adalah
conceptual
understanding
atau
diistilahkan
pemahaman
konsep.
Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang mengajarkan berbagai
konsep. Konsep-konsepnya tersusun secara hierarkis mulai dari konsep yang
paling
sederhana
sampai
konsep
yang
sangat
kompleks,
dikemukakan oleh Suherman (Sulasiyah, 2011, h. 10):
sebagaimana
„Konsep-konsep
matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari
konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling konsep‟.
Karena matematika terdiri dari berbagai konsep yang tersusun secara
hierarkis, maka pemahaman konsep matematika menjadi sangat penting. Konsep
matematika yang sangat kompleks cukup sulit bahkan bisa dipahami jika
pemahaman konsep matematika yang lebih sederhana belum memadai. Dengan
demikian pemahaman konsep menjadi salah satu tujuan pembelajaran
matematika.
17
Bloom (Suherman, 2003) mengklasifikasikan pemahaman dalam jenjang
kognitif urutan kedua setelah pengetahuan, jengjang kognitif tahap pemahaman
ini mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Pemahaman konsep.
b. Pemahaman prinsip, aturan, dan generalisasi.
c. Pemahaman terhadap struktur matematika.
d. Kemampuan membuat transformasi.
e. Kemampuan untuk mengikuti pola berpikir.
f. Kemampuan untuk membaca dan menginterprestasikan masalah sosial atau
data matematika.
Perwanto (Sulasiyah, 2011, h. 13) mendefinisikan pemahaman konsep
sebagai berikut: „Pemahaman konsep merupakan tingkat kemampuan yang
mengharapkan peserta didik mampu memahami arti/konsep, situasi serta fakta
yang diketahui, serta dapat menjelaskan dengan menggunakan kata-kata sendiri
sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya dengan tidak merubah arti‟.
Pemahaman konsep membantu siswa mengingat. Hal tersebut dikarnakan
ide-ide matematika yang siswa dapatkan saling berkaitan, sehingga jika siswa
memahami ide-ide matematika dengan baik maka siswa akan lebih mudah untuk
mengingat dan menggunakan serta siswa dapat menyusun kembali saat lupa
dengan menggunakan pemikiran sendiri.
Menurut Polya (Herdian, 2010) pemahaman dibedakan kedalam empat
jenis, antara lain:
18
a.
b.
c.
d.
Pemahaman mekanikal, yaitu dapat mengingat dan menerapkan
sesuatu secara rutin atau perhitungan sederhana.
Pemahaman induktif, yaitu dapat mencobakan sesuatu kedalam kasus
sederhana dan mengetahui bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus
yang serupa.
Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran sesuatu.
Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran sesuatu
tanpa ragu-ragu sebelum menganalisis secara analitik.
Untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep siswa diperlukan suatu
indikator. Indikator ini berfungsi untuk mengukur kemampuan siswa sesuai
dengan apa yang diharapkan. Adapun indikator kemampuan pemahaman
berdasarkan peraturan Dirjen Dikdasmen No.506/C/PP/2004 yaitu:
1. Menyatakan ulang suatu konsep.
2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan
konsepnya).
3. Memberikan contoh dan non contoh dari konsep.
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
5. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
6. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.
Pemahaman konsep merupakan tingkatan hasil belajar seseorang sehingga
dapat mendefinisikan atau menjelaskan suatu bagian informasi dengan kata-kata
sendiri. Berarti seorang siswa dituntut tidak hanya sebatas mengingat bahan
pelajaran dengan menggunakan kalimat sendiri. Dengan kemampuan siswa
mejelaskan atau mendefinisikan, maka siswa tersebut telah memahami konsep
atau prinsip dari suatu pelajaran meskipun penjelasan yang diberikan mempunyai
19
susunan kalimat tidak sama dengan konsep yang diberikan tetapi maksudnya
sama.
4.
Teori Sikap
Menurut Dimyati dan Mudjiono (Nuraine, 2011, h. 20), „Sikap adalah gejala
internal yang berdimensi efektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau
merespon (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek
orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif‟. Jadi sikap
secara umum dapat diartikan sebagai prilaku atau gerak-gerik seseorang. Dengan
kata lain, sikap siswa diartikan sebagai prilaku yang ditunjukan oleh siswa selama
berlangsungnnya pembelajaran. Menurut Suherman (2003, h. 186) “pembentukan
daerah afektif sebagian dari hasil belajar dari matematika relatif lebih lambat dari
pada pembentukan daerah kognitif dan psikomotorik, karena perubahan daerah
afektif (sikap) memerlukan waktu yang lebih lama dan merupakan akibat dari
pembentukan pada daerah kognitif dan psikomotorik”.
Pembentukan sikap seseorang terhadap matematika memerlukan proses
yang cukup panjang, sebagai akumulasi dari pengalaman dalam belajar, melalui
proses kognitif dan psikomotorik. Menurut Suherman (2003, h. 187), dengan
melaksanakan evaluasi sikap terhadap matematika, ada beberapa hal yang bisa
diperoleh guru, antara lain:
a. Memperoleh balikan (feed back) sebagai dasar atau memperbaiki proses
belajar mengajar dan program pengajaran remedial.
b. Memperbaiki prilaku diri sendiri (guru) maupun siswa.
20
c. Memperbaiki atau menambah fasilitas belajar yang masih kurang.
d. Mengetahui latar belakang kehdupan siswa yang berkenaan dengan aktifitas
belajarnya.
Dengan demikian, dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
sikap merupakan suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potesi untuk
bereaksi di dalam memahami, merasakan dan berprilaku terhadap suatu objek.
Adapun cara untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dalam
penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala sikap.
B. Kaitan Antara Pendekatan Problem Posing, Pemahaman Konsep
Matematik Siswa dan Materi Dimensi Tiga
Dalam penelitian ini materi pelajaran yang akan diteliti yaitu mengenai
materi Dimensi Tiga. Materi Dimensi Tiga merupakan salah satu materi yang
terdapat pada kelas X Semester 2 Bab 6 pada kurikulum KTSP (Kurikulum
Satuan Tingkat Pendidikan), adapun pembahasan dalam materinya meliputi
Menentukan Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang dalam Ruang Dimensi Tiga.
Menentukan Jarak dari Titik ke Garis dan dari Titik Ke Bidang dalam Ruang
Dimensi Tiga. Menentukan Besar Sudut antara Garis dan Bidang dan antara Dua
Bidang dalam Ruang Dimensi Tiga.
Terkait dengan penelitian ini, peneliti menggunakan Materi Dimensi Tiga
sebagai materi dalam instrumen tes. Dimana materi tersebut diaplikasikan ke
dalam kemampuan pemahaman konsep matematik yaitu seperti menyatakan ulang
suatu konsep, mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai
dengan konsepnya), memberikan contoh dan non contoh dari konsep, menyajikan
21
konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, mengaplikasikan konsep
atau algoritma pemecahan masalah, mengembangkan syarat perlu atau syarat
cukup suatu konsep.
Bagian-bagian yang membentuk bangun ruang adalah titik, garis dan
bidang.
1.
Titik : sebuah titik hanya dapat ditentukan oleh letaknya, tetapi tidak
mempunyai ukuran (tidak berdimensi). Sebuah titik digambarkan memakai
tanda noktah.
2.
Garis : sebuah garis (dimaksudkan garis lurus) garis hanya mempunyai
ukuran panjang, tetapi tidak mempunyai ukuran lebar.
3.
Bidang : sebuah bidang (dimaksudkan adalah bidang datar) suatu bidang yang
mempunyai dua ukuran yaitu panjang dan lebar. Gambar suatu bidang dapat
berbentuk persegi, persegi panjang, atau jajar genjang.
Ketiga bagian ini (titik, garis dan bidang) dinamakan sebagai unsur-unsur ruang.
Adapun kedudukan titik, garis dan bidang dalam ruang seperti (1) kedudukan titik
pada garis dalam ruang; (2) kedudukan titik pada bidang dalam ruang; (3)
kedudukan garis dan garis dalam ruang; (4) kedudukan garis dan bidang dalam
ruang; (5) kedudukan bidang dengan bidang dalam ruang.
Selanjutnya menentukan jarak dalam ruang, yang pertama yaitu menentukan
jarak titik ke titik, titik ke garis, dan titik ke bidang. Yang kedua yaitu jarak dari
garis ke garis, jarak dari garis ke bidang dan jarak dari bidang ke bidang.
22
Penjabaran materi tentunya merupakan perluasan dari Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar yang sudah ditetapkan, berikut adalah Standar Kompetensi
yang telah ditetapkan oleh Permendiknas nomor 22 tahun 2006 untuk SMA Kelas
X:
1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan bentuk pangkat, akar dan
logaritma;
2. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan fungsi, persamaan dan
fungsi kuadrat serta pertidaksamaan kuadrat;
3. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear
dan pertidaksamaan satu variabel;
4. Menggunakan logika matematika dalam pemecahan masalah yang
berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor;
5. Menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas
trigonometri dalam pemecahan masalah ;
6. Menetukan kedudukan, jarak, dan besar sudut yang melibatkan titik,
garis dan bidang dalam ruang Dimensi Tiga.
Berikut adalah Kompetensi Dasar pada materi Dimensi Tiga yang telah
ditetapkan oleh Permendiknas nomor 22 tahun 2006 untuk SMA Kelas X:
6.1 Menentukan kedudukan titik, garis dan bidang dalam ruang dimensi
tiga
6.2 Menentukan jarak dari titik ke garis dan dari titik ke bidang dalam
ruang dimensi tiga
6.3 Mentukan besar sudut antara garis dan bidang dan antara dua bidang
dalam ruang dimensi tiga
Terkaitan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan KD Nomor 6.1 dan
6.2 sebagai bahan pembelajaran. Pada KD 6.1 materi Dimensi Tiga dihubungkan
dengan indikator kemampuan pemahaman konsep matematik yaitu menyatakan
ulang suatu konsep, dan memberikan contoh dan non contoh dari konsep.
Sedangkan pada KD 6.2 materi Dimensi Tiga dikaitkan dengan indikator
pemahaman konsep matematik yaitu mengklasifikasikan objek-objek menurut
sifat-sifat tertentu (sesuai dengan kosepnya), menyajikan konsep dalam berbagai
23
bentuk
representasi
matematis,
mengaplikasikan
konsep
atau
algoritma
pemecahan masalah dan mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu
konsep.
Adapun pembelajaran yang digunakan oleh peneliti saat menyampaikan
materi Dimensi Tiga yaitu pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing
dimana dalam pembelajarannya menekankan pada kegiatan mengajukan masalah
dan menjawab permasalahan yang dilakukan oleh siswa sendiri. Guru hanya
berperan sebagai fasilitator, motivator dan moderator.
Dalam Pustaka Pendidikan Matematika Bahrata (Fani, 2012, h. 4) ada tiga
arti Problem Posing :
1.
2.
3.
Perumusan pertanyaan sederhana atau perumusan ulang pertanyaan
yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat
dipahami dalam memecahkan soal yang sulit.
Membuat pertanyaan yang berkaitan dengan syarat-syarat pertanyaan
yang telah dipecah untuk mencari alternatif pemecahan lain.
Merumuskan dan membuat pertanyaan dari situasi yang diberikan.
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang memaksimalkan pemahaman
siswa dan kekreatifan siswa dalam memunculkan ide-ide untuk menyusun soal
dari situasi yang ada.
Bahan ajar yang digunakan adalah Lembar Kerja Siswa (LKS) secara
berkelompok. Kemudian guru menyampaikan materi Dimensi Tiga yang akan
dipelajari dan Siswa diberikan masalah yang berhubungan dengan materi.
Selanjutnya siswa di berikan arahan dalam mengajukan pertanyaan.
24
Pada pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. Kemudian
siswa diberikan LKS untuk dikerjakan secara berkelompok. Siswa berdiskusi
dengan kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Selanjutnya
siswa diberikan kesempatan untuk aktif mengajukan pertanyaan, kemudian
mencari penyelesaiannya sendiri maupun berkelompok. Adapun tugas guru yaitu
berkeliling dan memberikan arahan kepada siswa yang kurang memahami
permasalahan pada LKS.
Penelitian ini menggunakan teknik tes dan non tes untuk memperoleh data
mengenai kemampuan pemahaman konsep matematik siswa. Intrumen tes ini
berupa soal uraian yang mengukur kemampuan pemahaman konsep matematik
siswa terhadap materi Dimensi Tiga. Dengan penyusunan instrumen tes
berdasarkan kompetensi dasar Dimensi Tiga dan indikator pemahaman konsep
matematik siswa.
Dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu pretes untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan awal pemahaman konsep matematik siswa tentang materi Dimensi
Tiga dan postes untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan
pemahaman konsep matematik yang didapatkan siswa setelah diberikan
pembelajaran. Sedangkan nontes digunakan untuk memperoleh data mengenai
skala sikap. Instrumen nontes berupa angket.
Berdasarkan uraian di atas akan disajikan beberapa penelitian yang relevan
dengan penelitian ini. Penelitian yang dimaksud adalah penelitian yang relevan
dengan Penerapan Pendekatan Problem Posing.
25
1.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2010) dengan judul
Pengaruh Penerapan Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendakatan
Problem Posing terhadap Kompetensi Strategi Siswa SMP. Menggunakan
metode eksperimen menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa kemampuan
kompetensi
strategi
matematika
siswa
yang
memperoleh
model
pembelajarannya menggunakan pendekatan Problem Posing lebih baik
daripada siswa yang memperoleh pembelajaran Konvesional, dan sikap siswa
terhadap
pembelajaran
matematika
dengan
menggunakan
model
pembelajaran menggunakan pendekatan Problem Posing pada umumnya
bersikap positif.
2.
Berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Fani (2012) dengan judul
Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing terhadap
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Menggunakan
metode eksperimen menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa Peningkatan
kemampuan komunukasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran
dengan pendekatan problem Posing lebih baik daripada siswa yang mendapat
pembelajaran dengan pendekatan ekspositori dan sebagian besar siswa
memiliki sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan
Problem posing.
26
C. Kerangka Pemikiran, Asumsi, dan Hipotesis
1.
Kerangka Pemikiran
Kemampuan pemahaman matematika ditentukan oleh banyak faktor yang
bervariatif artinya tidak semua faktor itu mendukung keberhasilan tetapi ada juga
yang menghambat keberhasilan seseorang. Dua faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan pembelajaran diantaranya adalah peran guru dan siswa.
Model pembelajaran Problem Posing suatu pendekatan dalam pembelajaran
yang
menekankan
pada
kegiatan
mengajukan
masalah
dan
menjawab
permasalahan yang dilakukan oleh siswa sendiri. Guru berperan sebagai
fasilitator, motivator, dan moderator. Dalam hal ini penulis bermaksud untuk
mengkaji apakah dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Posing
akan berpengaruh terhadap peningkatan
kemampuan pemahaman konsep matematik siswa atau tidak.
Kelebihan dari pendekatan Problem Posing Kegiatan pembelajaran tidak
terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa, minat siswa dalam
pembelajaran yang diberikan lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal
karena dibuat sendiri, dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang
ada dan baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang
mendalam dan lebih baik, merangsang siswa memunculkan ide yang kreatif dari
yang diperolehnya dan memperluas bahasan pengetahuan, siswa dapat memahami
soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.
27
Dimensi Tiga
Pendekatan Problem
Posing
Model Pembelajaran
biasa
Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematik
Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematik
Terdapat atau tidak terdapat perbedaan
peningkatan kemampuan pemahaman konsep
matematik siswa yang menggunakan
pendekatan Problem Posing dan yang
menggunakan pembelajaran biasa
Bagan 1
Kerangka Pemikiran
2.
Asumsi
Ruseffendi (2010, h. 25) mengatakan bahwa “asumsi merupakan anggapan
dasar mengenai peristiwa yang semestinya terjadi atau hakekat sesuatu yang
sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan”. Dengan demikian, anggapan dasar
dalam penelitian ini adalah:
a. Perhatian dan kesiapan siswa dalam menerima materi pelajaran matematika
akan meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematik siswa.
b. Penyampaian materi dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai
dengan keinginan siswa akan membangkitkan motivasi belajar dan siswa akan
aktif dalam mengikuti pelajaran sebaik-baiknya yang disampaikan oleh guru.
28
3.
Hipotesis
Berdasarkan anggapan dasar di atas, maka penulis mengemukakan hipotesis
dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematik siswa SMA yang
mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing lebih baik
daripada siswa SMA yang mendapatkan pembelajaran biasa.
b. Siswa SMA bersikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan Problem Posing.
Download