Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan .. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KETEPATAN KOMPRESI DADA DAN VENTILASI MENURUT AHA GUIDELINES 2015 DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RSUD. dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Noor Khalilati, Supinah, Zainal Arifin1 1 Fak. Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Univ. Muhammadiyah Banjarmasin *Korespondensi Penulis [email protected] ABSTRAK Latar Belakang : Pelayanan keperawatan kritis di unit perawatan intensif adalah kecepatan respon pelayanan terhadap pasien dengan kondisi kritis. Tingginya angka kejadian henti jantung dan henti napas diruang perawatan intensif diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan berbagai tindakan keperawatan kritis, salah satunya adalah resusitasi jantung paru (RJP). Tujuan : Mengidentifikasi apakah terdapat hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan ketepatan kompresi dada dan ventilasi menurut AHA Guidelines 2015 di Ruang Perawatan Intensif RSUD. dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Metode : Deskriptif korelatif untuk melihat hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan ketepatan kompresi dada dan ventilasi menurut AHA Guidelines 2015 diruang perawatan intensif RSUD. dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Sampel berjumlah 28 perawat, dengan uji statistik korelasi sperman rho. Hasil : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan ketepatan kompresi dada dan ventilasi menurut AHA Guidelines 2015 diruang perawatan intensif RSUD. dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Kategori hubungan kuat. Kata Kunci : kompresi dada, pengetahuan, ventilasi 230 Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan .. dilakukan dengan melakukan analisis univariat PENDAHULUAN Penyebab kematian nomer satu di untuk mendapatkan gambaran deskriptif tiap Indonesia dari tahun 2009-2010 adalah penyakit variabel, jantung yaitu sebesar 8,01%. Berdasarkan data mengidentifikasi tersebut independen. tidak ada laporan bahwa telah dan analisis bivariat hubungan antara untuk variabel dilakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP). Resusitasi Jantung Paru (RJP) HASIL merupakan tindakan yang bertujuan untuk 1. Karakteristik Responden memberikan bantuan hidup khususnya bagi a. Berdasarkan Umur seseorang Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur yang mengalami kegawatan kardiovaskuler. RJP yang berkualitas menurut No AHA (American Heart Association) Guidelines 1. 20 – 30 tahun 2. 31 – 40 tahun 3. 41 – 50 tahun Total 2015 ada 5 (lima) hal yang dianjurkan yaitu pertama, melakukan kecepatan kompresi dada 100-120x/menit. pada Umur Frekuensi (orang) 10 16 2 28 Persentase (%) 35,7 57,1 7,2 100 Kedua, mengkompresi ke kedalaman minimum 2 inch Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan (5cm). Ketiga, membolehkan rekoil penuh bahwa sebagian besar responden adalahyang setelah Keempat, berumur 31 tahun sampai dengan 40 tahun, dan kelima, yaitu sebanyak 16 orang (57,1%). Sedangkan memberikan ventilasi yang cukup 2 (dua) nafas responden yang berumur 20 tahun sampai buatan setelah 30 kompresi, setiap napas buatan dengan 30 tahun adalah sebanyak 10 orang diberikan lebih dari 1 (satu) detik, setiap kali (35,7%), dan yang berumur 41 tahun sampai diberikan dada akan terangkat). dengan 50 tahun adalah sebanyak 2 orang setiap kali kompresi. meminimalkan jeda interupsi (7,1%). b. BAHAN DAN METODE Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin 1. 2. Laki-laki Perempuan Total terjadi di dalam suatu populasi tertentu dan Frekuensi (orang) 15 13 28 Persentase (%) 53,57 46,43 100 penelitian korelasi adalah merupakan penelitian Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan atau penelaahan hubungan antara dua variabel bahwa sebagian besar adalah responden laki- pada laki, situasi atau sekelompok subyek. yaitu sebanyak 15 Pengumpulan data baik variabel independen Sedangkan maupun variabel dependen dengan pendekatan sebanyak 13 orang (46,4%). potong silang (cross sectional) dilakukan hanya c. responden orang perempuan (53,6%). adalah Berdasarkan Pendidikan satu kali pada suatu saat.Teknik analisis data 231 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan .. Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Pendidikan 1. D3 Keperawatan S1 Keperawatan S1 Keperawatan Ners Total 3. Berdasarkan Pelatihan BTLS/BCLS Tabel No 2. e. Frekuensi (orang) Persentase (%) 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Frekuensi (orang) Persentase (%) Pernah 26 92,8 Tidak Pernah 2 7,2 28 100 20 71,4 No Jenis Kelamin 2 7,2 1. 2. 6 21,4 28 100 Total Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar adalah responden adalah Berdasarkan tabel menunjukkan sebagian perawat yang pernah mengikuti pelatihan D3 Pelatihan BTLS/BCLS, yaitu sebanyak 26 Keperawatan, yaitu sebanyak 20 orang (71,4%). orang (92,8%). Sedangkan perawaat yang Sedangkan responden yang berpendidikan S1 belum pernah mengikuti pelatihan Pelatihan Keperawatan Ners adalah sebanyak 6 orang BTLS/BCLS adalah sebanyak 2 (dua) orang (21,4%), (7,2%). besar responden dan berpendidikan yang berpendidikan S1 Keperawatan adalah sebanyak 2 orang (7,2%). 2. Analisis Univariat Pengetahuan d. Berdasarkan Masa Kerja Kerja Masa Kerja 1. 2. 3. 4. 0 – 1 tahun 2 – 5 tahun 6 – 10 tahun Lebih dari 10 tahun Total Frekuensi (orang) Persentase (%) 3 10 13 10,7 35,7 46,4 2 7,2 28 100 Berdasarkan tabel menunjukkan sebagian besar responden adalah yang memiliki masa 13 orang (46,4%). AHA RSUD. dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat pengetahuan perawat tentang AHA Guidelines 2015 di Ruang Perawatan Intensif RSUD. dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin No Kategori 1. Baik 14 50,0 2. Cukup 9 32,1 3. Kurang 4 14,3 4. Tidak Baik 1 3,6 28 100 Total Sedangkan responden yang memiliki masa kerja 2 tahun sampai dengan 5 tahun sebanyak 10 orang (35,7%), responden yang memiliki masa kerja Jumlah (orang) Persetase (%) Ketepatan pelaksanaan kompresi dada dan kerja 6 tahun sampai dengan 10 tahun, yaitu sebanyak tentang Guidelines 2015 di Ruang Perawatan Intensif Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa No perawat ventilasi menurut AHA Guidelines 2015 di Ruang Perawatan Intensif RSUD. dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ketepatan sampai dengan 1 tahun adalah sebanyak 3 orang Pelaksanaan Kompresi Dada dan Ventilasi Menurut AHA (10,7%), dan responden yang memiliki masa Guidelines 2015 di Ruang Perawatan Intensif RSUD. dr. H. kerja lebih dari 10 tahun adalah sebanyak 2 orang (7,2%). Moch. Ansari Saleh Banjarmasin No Kategori 1. Baik Jumlah (orang) Persetase (%) 21 75,0 232 Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 2. Tidak Baik Total 3. 7 25,0 28 100 penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, Analisis Bivariat penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan ketepatan kompresi dada dan ventilasi menurut AHA Guidelines 2015 di Ruang Perawatan Intensif RSUD. dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin dapat dilihat pada tabulasi silang berikut: Tabel 8 Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Ketepatan Kompresi Dada dan Ventilas Menurut AHA Guidelines 2015 di Ruang Perawatan Intensif RSUD. dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Kategori Pengetahua n Baik Cukup Kurang Tidak Baik Ketepatan Kompresi Dada dan Ventilasi Jumlah Baik n 13 7 1 0 n 14 9 4 1 % 50,0 32,1 14,3 3,6 25,0 28 Sig. 0,00 100 Tidak Baik n % 1 7,1 2 22,2 3 75,0 1 100,0 % 92,9 77,8 25,0 0 Total 21 75,0 Spearman Rho = 0,540 7 dimiliki yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang untuk melakukan suatu pilihan khususnya tentang kesehatan. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya perilaku ini tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo,2010) Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang pengetahuan atau kognitif merupakan domain apabila Berhubungan erat (signifikan) Kategori Hubungan = Kuat (0,51 – 0,75) pengetahuan Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan .. perawat pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu yang ditekankan, bukan berarti seseorang yang memiliki kategori baik sebagian besar (92,9%) berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan sudah tepat dalam pelaksanaan kompresi dada rendah pula. dan ventilasi menurut AHA Guidelines 2015, Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan hanya sebesar 7,1% yang masih memiliki merupakan tindakan yang menggabungkan kateogori kompresi dada dan rescue breathing dengan tidak baik dalam pelaksanaan kompresi dada dan ventilasi menurut AHA tujuan Guidelines 2015. Hal ini menunjukkan bahwa oksigenasi (AHA Guidelines 2010). RJP atau semakin tinggi pengetahuan perawat mengenai CPR adalah tindakan memberikan pijatan kompresi dada dan ventilasi menurut AHA jantung (dari luar) dan sekaligus memberikan Guidelines 2015, maka semakin tepat dalam pernapasan pelaksanaannya. mengembalikan fungsi jantung paru pada PEMBAHASAN Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan untuk meningkatkan buatan sirkulasi dengan dan maksud korban (Pro emergency,2014). Perawat harus dapat melakukan tindakan kompresi dan ventilasi dengan tepat, yaitu melakukan kompresi pada kecepatan 100233 Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan .. 120/menit, mengkompresi dengan kedalaman perawat yang belum terlatih dalam melakukan minimum 2 inch (5 cm), membolehkan recoil resusitasi jantung paru (RJP) penuh melakukan setelah setiap kali kompresi, kompresi dada hanya dengan dengan alasan meminimalkan jeda dalam kompresi, dan kompresi dada mudah dilakukan serta dapat memberikan ventilasi yang cukup (2 napas meminimalkan interupsi atau gangguan dalam buatan setelah 30 kompresi, setiap napas buatan resusitasi jantung paru. Hal ini bertujuan untuk diberikan lebih dari 1 detik, setiap kali mengoptimalkan jumlah kompresi permenit. diberikan dada akan terangkat). Dalam Bila saluran napas udara lanjutan telah dipasang Pembaruan Pedoman American Heart saat RJP, maka perawat dapat memberikan Association (AHA) CPR napas buatan dengan tanpa mensinkronisasi atau napas buatan diantara kompresi. 2015 (Cardiopulmonary untuk Resuscitation) Resusitasi Jantung Paru (RJP), nilai kecepatan Berdasarkan hasil penelitian Pratondo kompresi minimum yang direkomendasikan (2013), mengemukakan bahwa kompetensi tetap perawat merupakan faktor yang meningkatkan 100x/menit. Kecepatan batas atas 120x/menit telah ditambahkan karena 1 (satu) keberhasilan RJP. rangkaian register besar menunjukkan bahwa diwawancarai, menyatakan bahwa faktor yang saat kecepatan kompresi meningkat menjadi meningkatkan keberhasilan RJP adalah perawat lebih dari 120x/menit, kedalaman kompresi yang akan berkurang tergantung dosis. Misalnya memperoleh proporsi kedalaman kompresi tidak memadai maupun ACLS. Kemampuan perawat dalam adalah sekitar 35% untuk kecepatan 100- mengidentifikasi dan 119x/menit, pasien yang mengalami arrest menjadi faktor namun bertambah menjadi Bagi responden yang berpengalaman, mendapat continuous education menganalisa 50% saat kecepatan kompresi berada pada 120- perawat mampu mengenali kondisi pasien 139x/menit dan menjadi kedalaman kompresi sedini mungkin, maka pemberian resusitasi juga tidak memadai sebesar 70% saat kecepatan dilakukan kompresi dalam melakukan RJP tidak begitu saja 140x/menit. Jumlah sesegera Kemampuan didapatkan. permenit ditentukan oleh kecepatan kompresi melakukaan RJP yang berkualitas harus melalui dada serta jumlah dan durasi gangguan dalam pelatihan dan update informasi terbaru yang kompresi (misalnya untuk membuka saluran berhubungan dengan RJP. memberikan napas buatan, memungkinkan analisis AED). Peningkatan pengetahuan memiliki Ketika kompresi dada sebenarnya yang diberikan udara, Untuk mungkin. RJP. kondisi penting dari keberhasilan BHD kedalaman kompresi tidak memadai sebesar lebih dalam pelatihan, kompetensi Menurut peneliti Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah serangkaian usaha penyelamatan perawat hidup pada henti jantung. Walaupun pendekatan mengenai kompresi dada dan ventilasi menurut yang dilakukan dapat berbeda-beda tergantung AHA Guidelines 2015, maka pihak rumah sakit penolong, perlu memberikan pelatihan BTLS/BCLS. Bagi tantangan mendasar tetap ada yaitu bagaimana korban, dan keadaan sekitar, 234 Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan .. melakukan RJP yang lebih dini, lebih cepat dan setiap 6-8 detik (8-10x napas/menit) dan lebih efektif. Keberhasilan Resusitasi Jantung kompresi dada tetap diberikan tanpa terputus. Paru (RJP) membutuhkan integrasi koordinasi Pelaksanaan RJP tidak dapat dilakukan jalur rantai kelangsungan hidup (chain of seorang diri, Pelaksanaan RJP dilakukan oleh survival) yaitu pengenalan segera akan henti tim dan didukung dengan sarana dan prasarana jantung dan aktivasi sistem respon darurat yang memadai. Sirkulasi juga dipengaruhi oleh (EMS), RJP dini dengan kompresi dada, intervensi pemberian obat. Manajemen obat defibrilasi cepat, advance life support yang adalah efektif, serta post cardiac arrest care (perawatan menentukan keberhasilan RJP. Obat dapat pasca henti jantung yang terintegrasi). membantu mengembalikan status hemodinamik salah satu faktor penting dalam Memulai dengan segera kompresi dada tubuh. Dokter adalah profesi kesehatan yang adalah aspek mendasar dalam RJP. Resusitasi memiliki wewenang untuk memberikan obat- Jantung Paru (RJP) memperbaiki kesempatan obatan pada pasien. Sehingga untuk pemberian korban untuk hidup dengan menyediakan obat saat resusitasi pasien tergantung keputusan sirkulasi bagi jantung dan otak. Perawat harus dokter. Kehadiran dokter menjadi faktor yang melakukan kompresi dada untuk semua korban sangat berperan untuk keberhasilan RJP. Inisiasi henti awal pembebasan jalan napas, pemberian jantung, tanpa kemampuannya, memandang karakteristik tingkat korban dan ventilasi dan kompresi dilanjutkan dengan lingkungan sekitar. Jika ada lebih dari 1 (satu) pemberian obat sesuai advis dokter dapat penolong, mereka harus bergantian melakukan menolong pasien yang mangalami arrest. kompresi selama 2 (dua) menit. Membuka jalan napas dengan head till chin lift atau jaw thrust yang diikuti napas bantuan dapat meningkatkan oksigenasi dan ventilasi. Tetapi manuver ini dapat menjadi sulit dan mengakibatkan tertundanya kompresi dada, terutama pada penolong yang sendirian dan tidak terlatih. Oleh karena itu penolong yang sendirian dan tidak terlatih hanya melakukan kompresi dada saja tanpa ventilasi sampai datang penolong kedua. Ventilasi harus diberikan jika korban cenderung disebabkan oleh asfiksia (contohnya pada bayi, anak-anak atau korban tenggelam). Begitu alat bantu napas terpasang, Perawat harus memberikan ventilasi dengan kecepatan yang tetap 1(satu) napas KESIMPULAN 1. Pengetahuan perawat tentang AHA Guidelines 2015 di Ruang Perawatan Intensif RSUD. dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin sebagian besar adalah memiliki kateogori baik, yaitu sebanyak 14 orang (50%). 2. Ketepatan pelaksanaan kompresi dada dan ventilasi menurut AHA Guidelines 2015 oleh perawat di Ruang Perawatan Intensif RSUD. dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin sebagian besar adalah miliki kategori baik, yaitu sebanyak 21 orang (75%). 3. Berdasarkan hasil analisis, menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat 235 Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 pengetahuan perawat dengan ketepatan kompresi dada dan ventilasi menurut AHA Guidelines 2015 di Ruang Perawatan Intensif RSUD. dr. Banjarmasin. H. Moch. Kategori Ansari Saleh hubungan yang dihasilkan berdasarkan skala Colton adalah berkategori kuat, karena berada dalam interval koefisien 0,51 – 0,75. SARAN Bagi Peneliti Selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian agar faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kompresi dada dan ventilasi menurut AHA Guidelines 2015 pada pasien jantung. DAFTAR PUSTAKA American Heart Association. 2015 Guidelines Update for CPR ECC.Circulation Vol. 132. 2015. AHA and Andrew, H. Travers (2010). CPR American heart Association Guidelines For Cardiopulmonary Resusitation and Emergency Cardiovascular Care Circulation, 2010, California Erfandi.(2009).Pro Health For Better Life.<https://forbetterhealth.wordpress.com/200 9/04/09/ PengetahuandanFaktorFaktoryangMem pengaruhi> Diakses tanggal 04 September 2009. lebih mendalam, antara lain dengan mengemukakan pelaksanaan Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan .. Notoatmojo, S. (2007). Promosi Kesehatandan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rhineka Cipta. Notoatmojo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rhineka Cipta. Pembaharuan Pedoman American Heart Association 2015 untuk CPR dan ECC. <https:// eccguidelines.heart.org/wpcontent/uploads/2015/10/2015-AHAGuidelines-Highlights-Indonesian.pdf>diakses tanggal 20 Mei 2016 Pro Emergency. (2014). Basic Life Support Program. Jakarta: Pro Emergency Perki. (2013). Penanggulangan Kegawatdaruratan pada Pasien Henti Jantung. Jakarta: Perki 236