penggunaan bahasa indonesia dalam akta notaris

advertisement
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM AKTA NOTARIS
DI KOTA SINTANG
ARTIKEL PENELITIAN
OLEH
FUAD SETIADI
NIM F11108023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM AKTA NOTARIS
DI KOTA SINTANG
ARTIKEL PENELITIAN
FUAD SETIADI
NIM F11108023
Disetujui,
Pembimbing Pertama
Pembimbing Kedua
Drs. H. Ahadi Sulissusiawan, M.Pd.
Drs. Firman Susilo, M.Hum.
NIP 195909161986021002
NIP 196903301992031001
Mengetahui,
Dekan
Ketua Jurusan PBS
Dr. Aswandi
Drs. H. Nanang Heryana, M.Pd.
NIP 195805131986031002
NIP 196107051988101001
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM AKTA NOTARIS
DI KOTA SINTANG
Fuad Setiadi, Ahadi Sulissusiawan, Firman Susilo
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan
Email: [email protected]
Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya penggunaan bahasa
Indonesia dalam bidang hukum, khususnya akta notaris. Akta notaris merupakan
dokumen resmi negara yang wajib menggunakan bahasa Indonesia. Tujuan penelitian
ini adalah mendeskripsikan penyimpangan ejaan, pilihan kata, dan kalimat dalam akta
notaris di Kota Sintang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan bentuk
penelitian kualitatif. Peneliti membatasi penelitian hanya pada tiga notaris berbeda
yang mengeluarkan akta jual beli di Kota Sintang. Berdasarkan analisis data dapat
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat 148 kesalahan penggunaan ejaan
(penulisan huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca),
42 kesalahan penggunaan diksi (ketepatan diksi dan kesesuaian diksi), dan 23
kesalahan penggunaan kalimat (kesatuan gagasan, kepaduan atau koherensi yang
kompak, dan kesejajaran atau paralelisme).
Kata kunci: akta notaris, ejaan, diksi, kalimat
Abstract: This research is motivated by the importance of the use of Indonesian in the
field of law, especially the notary deed. Notarial deed is a legal document that states
must use Indonesian. The purpose of this study is to describe the deviation spelling,
word choice, and sentence deed Sintang City. This study uses descriptive qualitative
research forms. Researchers limit research only on three different notary who issued
the deed of sale in City Sintang. Based on the data analysis it can be concluded that in
this study there were 148 use of spelling mistakes (writing capital letters and italics,
spelling, and punctuation usage), 42 the use of diction errors (diction accuracy and
appropriateness of diction), sentence usage and 23 errors (unity ideas, cohesion or
coherence compact, and alignment or parallelism).
Keywords: notarial deed, spelling, diction, sentence
S
etiap orang memiliki keterampilan berbahasa yang ada pada dirinya. Keterampilan
tersebut bisa didapat secara alami atau melalui proses belajar. Menurut Nida dan
Harris (dalam Tarigan, 1994:1) “Keterampilan berbahasa yang ada pada diri manusia
adalah keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking
skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing
skills)”. Keempat komponen keterampilan tersebut erat kaitannya dengan komunikasi,
baik komunikasi secara lisan maupun tulis. “Komunikasi lisan dan tulis sangat erat
berhubungan karena sifat penggunaannya yang saling berkaitan dalam bahasa”
(Tarigan, 1994:19).
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa negara dan digunakan
sebagai bahasa resmi dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini tercantum di dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36. Oleh karena itu, produk-produk yang berkaitan
dengan berbagai bidang kehidupan wajib menggunakan bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam ruang
lingkup formal, perlu mendapat perhatian setiap pengguna bahasa. Masalah ejaan,
pilihan kata atau diksi, dan kalimat merupakan hal mendasar dalam penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik artinya bahwa bahasa yang digunakan
dapat dipahami oleh orang lain dan sesuai dengan situasi. Benar artinya bahwa bahasa
yang digunakan sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Hukum merupakan suatu bidang yang sangat berkaitan erat dengan masyarakat.
Hukum dalam masyarakat digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan telah
dikukuhkan oleh pemerintah. Hukum juga sangat berkaitan erat dengan bahasa.
Penggunaan bahasa Indonesia yang tepat dalam produk-produk hukum menjadikan
masyarakat mampu memahami dan menegakkan hukum tersebut. Hukum tidak akan
mungkin dipatuhi oleh masyarakat jika menimbulkan multitafsir dan berakibat pada
kesalahan dalam penggunaannya. Bahasa dalam hukum harus dipahami sebagai media
pengantar manusia untuk memperoleh hak-hak hukumnya sehingga rasa keadilan
dapat tercapai.
Bahasa hukum merupakan suatu corak penggunaan bahasa yang digunakan
dalam dunia hukum. Bahasa yang digunakan dalam hukum merupakan suatu bentuk
penulisan yang berdasarkan suatu kebiasaan yang terus-menerus dipergunakan oleh
orang yang berkecimpung dalam bidang hukum. Kenyataan yang terjadi saat ini
terkadang bahasa hukum hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang
berkecimpung di dunia hukum dan orang-orang awam hanya mengikut atau dengan
kata lain seolah-olah mengerti. Padahal, bahasa yang digunakan dalam bidang hukum
adalah bahasa Indonesia umum. Hadikusuma (2005:2) menyatakan bahwa “Bahasa
hukum Indonesia adalah bahasa Indonesia yang dipergunakan dalam bidang hukum,
mengingat fungsinya mempunyai karakteristik tersendiri”. Oleh karena itu, bahasa
hukum Indonesia harus memenuhi syarat-syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Satu di antara produk hukum yang cukup populer di kalangan masyarakat adalah
akta notaris. Akta notaris merupakan tanda bukti berisi pernyataan yang dikeluarkan
oleh seorang notaris. Notaris telah mendapat kuasa dari pemerintah untuk
mengeluarkan produk-produk hukum yang diperlukan oleh masyarakat. Oleh karena
itu, produk-produk hukum yang dikeluarkan oleh notaris sangat berkaitan dengan
masyarakat. Pemahaman masyarakat terhadap produk-produk akta notaris merupakan
suatu hal yang mutlak agar masyarakat memperoleh hak-hak hukumnya. Namun,
selama ini perhatian terhadap bahasa Indonesia yang digunakan dalam bidang hukum,
khususnya akta notaris, masih belum menjadi suatu prioritas. Notaris terkadang masih
mempertahankan ciri khas dan karakteristik tersendiri dalam gaya pengungkapannya.
Bahasa Indonesia yang digunakan dalam akta notaris memiliki ciri khas atau
karakteristik tersendiri yang tampak dalam komposisi, peristilahan, dan gaya
pengungkapannya. Namun, terlepas dari ciri khas dan karakteristiknya, bahasa
Indonesia yang digunakan dalam akta notaris tetap terikat pada kaidah yang berlaku
dalam bahasa Indonesia umum. Bahasa notaris yang merupakan bagian dari bahasa
Indonesia harus memiliki karakteristik bahasa Indonesia dan memenuhi syarat kaidah
bahasa Indonesia. Bahasa notaris harus memenuhi syarat bahasa Indonesia yang baik
dan benar agar masyarakat yang memanfaatkan produk-produk akta notaris dapat
memahami maksud dari produk-produk tersebut.
Akta notaris merupakan dokumen resmi negara yang disahkan oleh notaris yang
telah mendapat kuasa dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehakiman. Hal ini
juga dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Pasal 43 berbunyi “Akta dibuat dalam bahasa Indonesia”. Penjelasan pasal 43
berbunyi “Bahasa Indonesia yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah bahasa
Indonesia yang tunduk pada kaidah bahasa Indonesia yang baku”. Oleh karena itu,
akta notaris wajib menggunakan bahasa Indonesia.
Penelitian mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam akta notaris pernah
dilakukan oleh Suhaemi (2009) yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional. Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang
akan peneliti lakukan. Perbedaan mendasar adalah objek penelitian berupa akta
notaris. Peneliti mengambil objek penelitian akta notaris di kota Sintang. Peneliti
mengambil objek penelitian akta notaris yang sangat sering digunakan oleh
masyarakat umum. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini menjadi rujukan
masyarakat dalam memahami akta notaris yang sering digunakan dalam beberapa
masalah hukum.
Penelitan ini akan memfokuskan pembahasan mengenai penggunaan Ejaan
bahasa Indonesia yang Disempurnakan, pilihan kata atau diksi, dan kalimat dalam
akta notaris. Ketiga hal ini sangat penting dalam ragam bahasa tulis di semua bidang
kehidupan karena merupakan hal yang mendasar dalam penulisan dokumen-dokumen
yang akan digunakan oleh masyarakat.
METODE
Metode merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan
langkah-langkah sistematis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif. Alasan metode deskriptif dipilih dalam penelitian ini adalah akta
notaris yang menjadi objek penelitian ini berupa kata-kata dan bukan angka-angka.
Hal ini didasarkan pada pendapat Moleong (2007:11) yang menyatakan bahwa
“Dalam metode deskriptif data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka-angka”. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan
keadaan sebenarnya mengenai kesalahan dalam penggunaan bahasa Indonesia
meliputi ejaan, diksi atau pilihan kata, dan kalimat efektif di dalam akta notaris.
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Alasan penelitian kualitatif dipilih dalam penelitian ini adalah penelitian ini
berupa analisis data dalam akta notaris. Penelitian kualitatif adalah bentuk penelitian
dengan cara menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian. Data yang berupa
kata-kata dinyatakan dalam analisis berbentuk uraian dan dideskripsikan dengan apa
adanya. Hal ini didasarkan pada pendapat Danim (2002:62) yang menyatakan bahwa
“Data, perilaku, gambar, dan sebagainya hanya bermakna jika diberi tafsiran secara
akurat oleh peneliti”.
Sumber data dalam penelitian ini adalah notaris yang mengeluarkan produk akta
notaris. Penelitian ini terfokus pada tiga notaris yang berbeda di Kota Sintang.
Berdasarkan sumber data tersebut diperoleh tiga akta jual beli yang berbeda dari tiga
notaris di Kota Sintang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesalahan
penggunaan ejaan (penulisan huruf kapital, penulisan kata, dan pemakaian tanda
baca), pilihan kata atau diksi (ketepatan diksi dan kesesuaian diksi), kalimat (kesatuan
gagasan, kepaduan atau koherensi yang kompak, dan kesejajaran atau paralelisme).
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tidak langsung
melalui studi dokumenter. Studi dokumenter dipilih pada penelitian ini karena data
yang dikumpulkan bersumber dari dokumen resmi. Teknik studi dokumenter
merupakan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa
arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum-hukum
dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. Data tertulis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah akta-akta notaris yang merupakan objek dari
penelitian.
Berkaitan dengan teknik pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini,
alat pengumpul data utama yang digunakan adalah peneliti sendiri sebagai instrumen
kunci. Peneliti sendiri yang akan menganalisis dan menyimpulkan data-data
penelitian. Teknik pemeriksaan keabsahan data digunakan dalam penelitian ini agar
hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Teknik pemeriksaan keabsahan data
yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian ini adalah ketekunan
pengamatan dan triangulasi dengan penyidik (dosen pembimbing).
Langkah teknik analisi data yang digunakan dalam penelitin ini sebagai berikut.
(1) Menyajikan data berdasarkan aspek yang diteliti, yaitu penyimpangan ejaan,
penyimpangan pilihan kata, dan kalimat. Pada bagian penyajian data, peneliti hanya
menyajikan data yang berbeda bentuk kesalahan. Data yang memiliki kesamaan
bentuk kesalahan tidak disajikan secara keseluruhan dan hanya mengambil sampel
sebanyak dua data. (2) Setelah disajikan, data tersebut dianalisis sesuai dengan aspek
yang diteliti. Analisis terhadap data mengacu pada pendapat ahli dalam buku rujukan
yang sesuai dengan kesalahan. Hal ini menjadikan analisis kesalahan pada data lebih
tepat dan mendalam. Data yang dianalisis sesuai dengan aspek yang diteliti, yaitu
penyimpangan ejaan, penyimpangan pilihan kata, dan kalimat. (3) Setelah dianalisis,
data yang telah dianalisis diperbaiki dengan bentuk yang tepat. Perbaikan terhadap
data sesuai dengan sumber rujukan sehingga kesalahan pada data dapat diperbaiki
dengan tepat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah tiga akta jual
beli dari tiga notaris yang berbeda. Hasil analisis terhadap tiga akta jual beli dari tiga
notaris di Kota Sintang menunjukkan adanya penyimpangan kaidah ejaan, pilihan kata
atau diksi, dan kalimat sebanyak 213 kasus. Kesalahan penggunaan Ejaan bahasa
Indonesia yang Disempurnakan sebanyak 148 kasus. Kesalahan Ejaan bahasa
Indonesia yang Disempurnakan berupa penyimpangan penggunaan huruf kapital, kata
depan di dan awalan di-, tanda koma, tanda titik, tanda petik, tanda titik dua, bentuk
pun, gabungan kata, dan singkatan. Kesalahan penggunaan pilihan kata atau diksi
sebanyak 42 kasus. Kesalahan penggunaan pilihan kata berupa penyimpangan
ketepatan diksi dan penyimpangan kesesuaian diksi. Kesalahan penggunaan kalimat
sebanyak 23 kasus. Kesalahan penggunaan kalimat berupa penyimpangan kesatuan
gagasan, kepaduan atau koherensi yang kompak, dan kesejajaran. Pada bagian hasil
dan pembahasan ini, setiap submasalah dari analisis dibatasi hanya satu contoh data.
Pembahasan
1. Analisis Penyimpangan Ejaan
a. Penggunaan Huruf Kapital
1) Kesalahan penulisan huruf kapital terdapat pada penulisan nama orang.
Misalnya: ...hadir dihadapan saya DODON ALMURY BARON JATAN....
(AJBDA:4)
Penulisan nama orang pada kalimat di atas menunjukkan bahwa nama orang
ditulis menggunakan huruf kapital secara keseluruhan. Hal ini tidak sesuai dengan
kaidah Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Menurut Finoza (2009:30)
“Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang”. Berdasarkan
pendapat tersebut, penulisan huruf kapital pada unsur nama orang hanya pada
huruf pertama dan tidak dipakai pada huruf selanjutnya.
Selain itu, jika kalimat yang menggunakan huruf kapital hanya pada huruf
pertama, penulisan nama di dalam kalimat tersebut tidak boleh menggunakan
huruf kapital secara keseluruhan. Penggunaan huruf kapital pada penulisan nama
hanya pada huruf pertama. Jadi, penulisan nama yang benar dari contoh di atas
adalah Dodon Almury Baron Jatan.
2) Kesalahan penulisan huruf kapital juga terdapat pada penulisan bulan.
Misalnya: bulan OKTOBER tahun 2001.... (AJBHS:100)
Penulisan nama bulan pada kalimat di atas menggunakan huruf kapital secara
keseluruhan. Menurut Finoza (2009:31) “Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa bersejarah”. Huruf
kapital pada penulisan nama bulan hanya pada huruf pertama, sedangkan huruf
lain tidak menggunakan huruf kapital. Selain itu, jika kalimat tidak ditulis dengan
huruf kapital secara keseluruhan, penulisan nama bulan harus menyesuaikan
pemakaian huruf pada kalimat. Jadi, penulisan bulan yang benar dari contoh di
atas adalah Oktober.
3) Kesalahan penggunaan huruf kapital juga terdapat pada penulisan nama lembaga
dan pengganti nama diri.
Misalnya: Dalam hal demikian maka pihak pertama dengan ini memberikan kuasa
penuh kepada Pihak Kedua.... (AJBJ:86)
Kalimat di atas menunjukkan bahwa pengganti nama diri tidak menggunakan
huruf kapital pada unsur awal kata, yakni pihak pertama. Menurut Finoza
(2009:29) “Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama
orang, nama instansi, atau nama tempat”. Hal ini berarti huruf kapital pada
penulisan pengganti nama diri dalam akta jual beli tersebut hanya dipakai pada
huruf pertama pada awal kata. Pengganti nama diri tersebut ditafsirkan bahwa
penyebutan tanpa nama mengacu pada nama orangnya, yakni penjual. Jadi,
penulisan pengganti nama diri yang benar dari contoh di atas adalah Pihak
Pertama.
4) Kesalahan penggunaan huruf kapital juga terdapat pada penulisan kata dalam
kalimat.
Misalnya: ...berwenang menandatangani Akta ini dan menjamin pula bahwa surat
identitas tersebut adalah satu-satunya yang sah/tidak pernah
dipalsukan.... (AJBDA:16)
Penggunaan huruf kapital pada kata Akta tidak memenuhi aturan kaidah
Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Kata-kata di atas terletak di dalam
kalimat sehingga tidak memenuhi kaidah pemakaian huruf kapital. Huruf awal
pada kata Akta harus menggunakan huruf kecil. Jadi, penulisan yang benar dari
kata-kata tersebut adalah akta.
Selain sebagai unsur dalam kalimat yang tidak perlu menggunakan huruf
kapital, kata Akta bukan merupakan nama dokumen resmi. Menurut Finoza
(2009:32) “Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan
nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan, serta nama
dokumen resmi”. Kata tersebut tidak diikuti oleh nama resmi dari dokumen
tersebut sehingga penulisan huruf pertama dari kata tidak ditulis menggunakan
huruf kapital. Jadi, penulisan huruf kapital pada awal kalimat yang benar adalah
akta.
b. Penggunaan Kata Depan di dan Awalan di1) Kesalahan penulisan kata depan di dan awalan diMisalnya: Demikianlah akta ini dibuat dihadapan para pihak.... (AJBJ:93)
Biaya pembuatan akta ini uang saksi dan segala biaya peralihan hak ini
di bayar oleh Pihak Kedua. (AJBJ:92)
Bentuk di pada kata dihadapan merupakan kata depan atau preposisi.
Menurut Finoza (2009:38) “Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya, kecuali dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai
satu kata, seperti kepada dan daripada”. Hal ini berarti preposisi dan kata yang
mengikutinya harus ditulis terpisah. Jadi, bentuk yang tepat adalah di hadapan.
Bentuk di pada kata di bayar merupakan awalan, bukan preposisi atau kata
depan. Penulisan di- yang merupakan awalan harus ditulis serangkai dengan kata
dasarnya. Menurut Finoza (2009:35) “Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis
serangkai dengan kata dasarnya”. Penulisan yang tepat dari kata tersebut adalah
dibayar.
c. Penggunaan Tanda Koma
1) Kesalahan penggunaan tanda koma pada keterangan aposisi
Misalnya: Pada hari ini, Kamis( ) tanggal 28 (dua puluh delapan) bulan
Agustus.... (AJBJ:53)
Keterangan aposisi pada kalimat di atas adalah kata Kamis. Keterangan
aposisi tersebut tidak diapit oleh tanda koma sehingga data di atas masih
tergolong salah dalam pemakaian tanda baca. Menurut Finoza (2009:58) “Tanda
koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi”. Keterangan tambahan yang dimaksud adalah aposisi. Arifin dan
Tasai (1988:74) juga menyatakan pendapat yang sama bahwa “Tanda koma
digunakan untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi”. Oleh
karena itu, tanda koma harus digunakan untuk mengapit keterangan aposisi dalam
suatu kalimat.
2) Kesalahan penggunaan tanda koma pada pembatas unsur perincian yang terdiri
atas tiga unsur atau lebih
Misalnya: Biaya pembuatan akta ini, uang saksi( ) dan segala biaya peralihan hak
ini dibayar oleh Pihak Kedua. (AJBJ:91)
Kalimat di atas menunjukkan bahwa rinciannya terdiri atas tiga unsur.
Kesalahan dari kalimat di atas adalah pada posisi sebelum perincian terakhir,
tepatnya sebelum kata dan, tidak diberi tanda koma. Menurut Finoza (2009:56)
“Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau bilangan”.
Kalimat di atas memiliki tiga unsur perincian yang harus dipisahkan oleh tanda
koma. Setiap perincian dalam suatu kalimat harus dipisahkan oleh tanda koma.
3) Kesalahan penggunaan tanda koma di depan penghubung intrakalimat dalam
kalimat majemuk bertingkat
Misalnya: ...menurut ketentuan Hukum dan Undang-Undang yang berlaku di
Negara Republik Indonesia(,) sehingga untuk melakukan perbuatan
hukum disebut di bawah ini tidak memerlukan persetujuan hukum
dari siapapun juga. (AJBDA:10)
Tanda koma tidak dipakai pada kalimat yang klausanya dihubungkan oleh
konjungtor subordinatif. Hal ini berlaku juga pada kalimat majemuk bertingkat
yang klausanya dihubungkan oleh kata sehingga. Selain itu, kalimat di atas
menunjukkan bahwa anak kalimat ditulis setelah induk kalimat. Finoza (2009:56)
menyatakan bahwa “Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat
dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimat”. Oleh karena
itu, tanda koma yang dipakai sebelum konjungtor subordinatif sehingga pada data
di atas tidak perlu digunakan.
4) Kesalahan penggunaan tanda koma pada anak kalimat yang mendahului induk
kalimat
Misalnya: Menurut keterangan dan pengakuannya( ) penghadap sampai saat ini
statusnya belum pernah menikah.... (AJBDA:8)
Kalimat di atas menunjukkan bahwa anak kalimat mendahului induk kalimat.
Klausa Menurut keterangan dan pengakuannya merupakan anak kalimat.
Menurut Finoza (2009:56) “Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat
dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimat”. Jadi, di
antara kata pengakuannya dan penghadap harus dibubuhi tanda koma untuk
memisahkan anak kalimat dan induk kalimat.
d. Penggunaan Tanda Titik
1) Kesalahan penggunaan tanda titik pada penulisan mata uang
Misalnya: Jual beli ini dilakukan dengan harga Rp(.) 60.000.000 (AJBDA:31)
Kalimat di atas menunjukkan pemakaian tanda titik setelah penulisan mata
uang. Menurut Arifin dan Tasai (1988:69) “Tanda titik tidak digunakan di
belakang lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang”.
Aturan penulisan mata uang ini berbeda dengan penulisan singkatan nama orang,
gelar, jabatan, angkat, atau sapaan yang harus ditambahkan tanda titik pada
bagian akhir. Jadi, tanda titik tidak perlu dipakai di belakang penulisan mata
uang, yaitu Rp 60.000.000,00.
2) Kesalahan penggunaan tanda titik pada penulisan gelar yang diikuti nama orang
Misalnya: YUS HERMAWAN PERMANA. SH (AJBHS:147)
Kalimat di atas terdapat kesalahan penggunaan tanda titik yang memisahkan
antara nama dengan gelar. Menurut Arifin dan Tasai (1988:68) “Tanda titik
dipakai pada akhir singkatan, gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan”. Kalimat di atas
menunjukkan bahwa gelar seseorang terdiri atas beberapa kata yang disingkat.
Setiap singkatan yang menunjukkan gelar harus diikuti oleh tanda titik. Gelar SH
merupakan singkatan dari Sarjana Hukum harus diikuti oleh tanda titik pada
setiap singkatannya menjadi S.H. Selain itu, tanda titik tidak boleh memisahkan
gelar dan nama orang. Tanda yang tepat untuk memisahkan gelar dan nama orang
adalah tanda koma. Jadi, penulisan yang benar adalah Yus Hermawan Permana,
S.H.
e. Penggunaan Tanda Petik
1) Kesalahan penggunaan tanda petik di dalam kalimat
Misalnya: (“)Selaku penjual untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK
PERTAMA(”). (AJBDA:21)
Pemakaian tanda petik pada kalimat di atas tidak tepat karena kata-kata yang
diapit oleh tanda petik tersebut merupakan kalimat. Pemakaian tanda petik yang
mengapit kalimat secara keseluruhan tidak terdapat dalam kaidah Ejaan bahasa
Indonesia yang Disempurnakan. Jadi, tanda petik yang mengapit kalimat pada
data di atas harus dihilangkan.
2) Kesalahan penggunaan tanda petik pada penulisan nama lembaga resmi
Misalnya: ...Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi Pegawai Negeri (“)BINA
AKCAYA(”).... (AJBHS:119)
Pemakaian tanda petik untuk mengapit nama lembaga resmi seperti data di
atas tidak tepat. Menurut Arifin dan Tasai (1988:77) “Tanda petik dipakai untuk
mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah yang mempunyai arti
khusus atau yang kurang dikenal”. Jadi, penulisan nama lembaga tidak diapit oleh
tanda petik.
f. Penggunaan Tanda Titik Dua
1) Misalnya: Jual beli ini meliputi pula(:) Segala sesuatu baik yang sekarang atau
di kemudian hari dibangun dan ditanam.... (AJBDA:26)
Pemakaian tanda titik dua pada kalimat di atas tidak memenuhi aturan kaidah
Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Pemakaian tanda titik dua tersebut
menyalahi kaidah karena tanda titik dua tidak digunakan setelah predikat. Tanda
titik dua tidak digunakan dalam kalimat, kecuali sesuai dengan aturan kaidah
Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan di atas. Selain itu, kalimat di atas
tidak mengandung pemerian sehingga tidak perlu menggunakan tanda titik dua.
g. Penulisan Bentuk pun
Misalnya: ...bebas dari beban-beban lainnya yang berupa apapun. (AJBJ:83)
Kata apapun pada kalimat di atas bermakna saja atau juga. Namun, penulisan
partikel pun pada data di atas tidak sesuai dengan aturan kaidah Ejaan bahasa
Indonesia yang Disempurnakan. Menurut Finoza (2009:39) “Partikel pun ditulis
terpisah dari kata yang mendahuluinya”. Jadi, penulisan yang benar adalah apa
pun.
h. Penulisan Gabungan Kata
Misalnya: ...pihak pertama mengalihkan obyek jual beli tersebut kepada pihak lain
dengan dibebaskan pertanggung jawaban sebagai kuasa.... (AJBJ:88)
Kata pertanggung jawaban pada kalimat di atas terbentuk dari gabungan
bentuk dasar tanggung jawab dan imbuhan per-an. Menurut Finoza (2009:35)
“Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai”. Jadi, penulisan yang benar
adalah pertanggungjawaban.
i. Penggunaan Singkatan
Misalnya: Berkantor di Jl. Lintas Melawi, (AJBHS:105)
Penulisan kalimat di atas tidak sesuai dengan aturan yang terdapat dalam akta
notaris karena kata Jalan disingkat menjadi Jl. Hal ini tidak sesuai dengan aturan
dalam akta notaris karena membuktikan bahwa apa yang dibaca atau diucapkan
lebih daripada apa yang tertulis. Singkatan-singkatan dalam akta notaris dilarang
untuk menghindari ketidaksesuaian yang dibaca dengan yang ditulis. Selain itu,
akta notaris merupakan dokumen resmi negara sehingga harus ditulis dengan resmi
dan tepat. Jadi, penulisan yang benar adalah Jalan.
2. Analisis Penyimpangan Pilihan Kata atau Diksi
a. Ketepatan Pilihan Kata
1) Penggunaan kata yang memiliki kemiripan makna
Misalnya: ...sehingga untuk melakukan perbuatan hukum disebut dibawah ini
tidak memerlukan persetujuan dari siapapun juga. (AJBDA:149)
Kata pun dan juga pada kata siapapun juga mempunyai makna yang sama,
yaitu bermakna juga. Jika dua kata yang bersinonim atau memiliki makna yang
sama dipakai dalam satu kalimat, hal itu menyebabkan kerancuan dan
pemborosan dalam pemakaian kata. Artinya, jika kata pun sudah digunakan, kata
juga tidak perlu lagi digunakan. Jadi, penulisan yang benar adalah siapa pun.
2) Penggunaan kata yang berlebihan
Misalnya: Mulai hari ini obyek jual beli yang diuraikan dalam akta ini telah
menjadi milik Pihak Kedua dan karenanya segala keuntungan yang
didapat dari, dan segala kerugian/beban atas obyek jual beli tersebut
di atas menjadi hak/beban Pihak Kedua. (AJBJ:170)
Kata karenanya pada kalimat di atas menyatakan bahwa unsur setelah kata
tersebut menunjukkan hubungan sebab akibat dari unsur sebelumnya. Kata
karenanya dalam konteks kalimat ini tidak tepat digunakan karena berlebihan dan
dapat menimbulkan kerancuan makna. Kata dari, dan juga tidak tepat digunakan
dalam kalimat di atas. Kata tersebut lebih tepat diganti dengan kata atau.
3) Penggunaan kata penghubung
Misalnya: ...menurut sifat, tujuan,( ) peruntukannya atau menurut ketentuanketentuan hukum yang berlaku dipandang sebagai barang tidak
bergerak. (AJBDA:151)
Kalimat di atas terdapat kata yang berkedudukan setara, yaitu sifat, tujuan,
dan peruntukannya. Jika memiliki kedudukan setara, kata-kata tersebut harus
memiliki penghubung satuan bahasa yang setara. Kata penghubung setara yang
tepat digunakan dalam kalimat di atas adalah dan. Kata dan diletakkan di antara
kata tujuan dan peruntukannya.
b. Kesesuaian Pilihan Kata
1) Kesalahan konteks kalimat
Misalnya: Dalam hal demikian, maka pihak pertama dengan ini memberi kuasa
penuh kepada pihak kedua, kuasa mana tidak dapat ditarik kembali....
(AJBJ:176)
Kalimat di atas bukan merupakan kalimat tanya. Namun, dalam kalimat
tersebut terdapat kata mana yang merupakan kata tanya. Kata mana berarti kata
tanya untuk menanyakan benda dalam kumpulan atau kelompok; menyatakan
pilihan atau pemisahan kelompok. Kata mana sebaiknya diganti dengan kata yang
sesuai dengan konteks kalimat. Kata mana dapat diganti dengan kata yang.
2) Kesalahan penggunaan pasangan kata
Misalnya: ...segala sesuatu baik yang sekarang atau dikemudian hari dibangun
dan ditanam terdapat diatas tanah tersebut.... (AJBJ:165)
Pasangan kata pada kalimat di atas adalah baik ... atau .... Pemakaian kata
tersebut tidak sesuai dengan pasangannya. Berkaitan dengan pasangan kata, Alwi
(2003:298) menyatakan bahwa “Konjungtor korelatif adalah konjungtor yang
menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang
sama”. Hal ini berarti konjungtor korelasi terdiri atas dua bagian yang dipisahkan
oleh satu kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan. Pasangan dari kata baik
adalah maupun.
3) Penggunaan kata tidak baku
Misalnya: Jual beli ini meliputi pula rumah sangat sederhana type 36
(AJBHS:181)
Kata type merupakan kata yang tidak baku dalam bahasa Indonesia. Katakata tersebut harus diubah menjadi kata baku sehingga kalimat di atas menjadi
tepat. Pedoman kata baku dapat dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
atau Kamus Kata Baku Bahasa Indonesia. Bentuk baku dari type adalah tipe.
3. Analisis Penyimpangan Kalimat
a. Kesatuan Gagasan
1) Penulisan kalimat yang tidak memiliki subjek
Misalnya: Pada hari ini, Rabu tanggal 25 (dua puluh lima) bulan Januari tahun
2012 (Dua ribu dua belas) (...) hadir di hadapan saya DODON
ALMURY JATAN, Sarjana Hukum. (AJBDA:191)
Fungsi yang terdapat dalam kalimat di atas adalah keterangan, predikat, dan
keterangan. Kalimat di atas tidak memiliki subjek. Agar kalimat di atas menjadi
kalimat yang baik, subjek harus dimunculkan dalam kalimat ini. Subjek yang
tepat untuk kalimat di atas adalah seseorang.
2) Penggunaan kata yang sebelum predikat
Misalnya: Tuan SALIMAN, Sarjana Ekonomi dikenal juga Tuan SALIMAN
tersebut yang berwenang menandatangani Akta ini dan menjamin pula
bahwa surat identitas tersebut adalah satu-satunya yang sah/tidak
pernah dipalsukan dan tidak pernah dibuat duplikatnya atau salinannya
oleh instansi yang berwenang atas permintaannya. (AJBDA:193)
Unsur kalimat yang berfungsi sebagai predikat adalah yang berwenang
menandatangani. Kalimat tersebut tidak memenuhi syarat keefektifan kalimat
karena predikat didahului oleh kata yang. Menurut Arifin dan Tasai (1988:113)
“Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang”. Jadi, kata yang sebelum predikat
harus dihilangkan.
b. Kepaduan atau Koherensi yang Kompak
Misalnya: Jika pendaftaran peralihan haknya ditolak instansi Kantor Pertanahan
Sintang, maka Jual Beli ini dianggap tidak pernah dilangsungkan.
(AJBJ:205)
Kata penghubung yang digunakan pada kalimat di atas adalah kata jika dan
maka. Kalimat-kalimat di atas merupakan kalimat majemuk yang tidak efektif
karena di dalamnya tidak terdapat induk kalimat. Kalimat yang unsurnya didahului
oleh kata penghubung merupakan anak kalimat. Kata jika dan maka lazimnya
menandai anak kalimat. Agar susunan kalimatnya menjadi benar dan efektif, satu
di antara dua penghubung tersebut harus dihilangkan. Misalnya, dengan
menghilangkan kata maka, kalimat di atas akan menjadi lebih efektif dan sesuai
dengan kaidah penyusunan kalimat karena kalimat yang dihilangkan kata
penghubungnya dapat menjadi induk kalimat.
c. Kesejajaran
Misalnya: Biaya pembuatan akta ini, uang saksi dan segala biaya peralihan hak ini
dibayar oleh PIHAK KEDUA. (AJBDA:200)
Kalimat di atas memiliki tiga unsur, yaitu biaya pembuatan akta, uang saksi,
dan biaya peralihan hak. Unsur yang tidak sejajar atau paralel dengan unsur lain,
yakni uang saksi. Unsur tersebut tidak sama bentuknya dengan unsur lain, yaitu
biaya pembuatan akta dan biaya peralihan hak. Kata uang saksi dapat diganti
dengan biaya pembayaran saksi. Selain itu, di antara kata uang saksi dan kata dan
segala biaya harus dibubuhi tanda koma.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap data penggunaan bahasa Indonesia dalam
akta yang dikeluarkan oleh notaris di Kota Sintang, ditemukan adanya penyimpangan
kaidah ejaan, pilihan kata dan diksi, dan kalimat. Penyimpangan tersebut diuraikan
sebagai berikut. (1) Masih ditemukan kesalahan penggunaan Ejaan bahasa Indonesia
yang Disempurnakan berupa penggunaan huruf kapital, kata depan di dan awalan di-,
tanda koma, tanda titik, tanda petik, titik dua, bentuk pun, gabungan kata, dan
singkatan. (2) Masih ditemukan kesalahan penggunaan diksi atau pilihan kata berupa
penyimpangan ketepatan diksi (penggunaan kata yang yang mempunyai kemiripan
fungsi dan makna, penggunaan kata yang berlebihan, dan penggunaan kata tanpa
penghubung), dan kesesuaian diksi (penggunaan kata yang tidak sesuai dengan
konteks kalimat, penggunaan kata yang tidak sesuai dengan pasangannya, dan
penggunaan kata tidak baku). (3) Masih ditemukan kesalahan penggunaan kalimat
berupa kesatuan gagasan (kalimat yang tidak memiliki subjek, penggunaan kata yang
sebelum predikat, dan kalimat yang terlalu panjang), kepaduan atau koherensi yang
baik dan kompak, dan kesejajaran.
Saran
Beberapa saran yang perlu dikemukakan adalah kepada pihak notaris yang
mengeluarkan produk akta jual beli dapat memperhatikan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar pada akta. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan
wawasan mengenai penggunaan bahasa Indonesia sehingga notaris lebih kritis dalam
penggunaan bahasa Indonesia tersebut. Selain itu, semua pihak yang bekerja dalam
ruang lingkup hukum, khususnya pihak yang bekerja pada kantor notaris, juga dapat
meningkatkan wawasan mengenai penggunaan bahasa Indonesia agar dapat
diterapkan dalam pekerjaannya yang ada pada ruang lingkup resmi dan berhubungan
dengan masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN
Alwi, Hasan,dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 1988. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Mediyatama Sarana Perkasa.
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Finoza, Lamudin. 2009. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan
Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Hadikusuma, Hilman. 2005. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: PT Alumni.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Download