DAN Minggu III / September / 2016 http://www.fiskal.kemenkeu.go.id “Sepekan menjelang FOMC meeting, pasar keuangan dan nilai tukar global masih mengalami tekanan lanjutan” Sumber Data : Bloomberg,Reuters,CNBC,The Street,Investing,WSJ,CNN Money,Channel News Asia,BBC,New York Times,BPS,Kontan, Kompas,Media Indonesia,Tempo,Antara News,Bisnis Indonesia,Vibiz news. Perekonomian negara maju Penjualan ritel AS pada bulan Agustus mengalami penurunan lebih dalam dibandingkan proyeksi akibat melemahnya penjualan automobiles, dan penurunan ini merupakan yang pertama dalam lima bulan terakhir. Di samping itu, produksi sektor industri juga mengalami tekanan, terutama didorong oleh penurunan produksi barang nondurable. Akibat tekanan terhadap sektor ritel dan industri AS tersebut, probabilitas kenaikan Fed fund rate pada pertemuan pekan depan mengalami penurunan. Rilis data ekonomi lainnya menunjukan inflasi pada bulan Agustus tercatat lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya dipengaruhi oleh kenaikan biaya perawatan kesehatan dan biaya sewa. Sementara itu, defisit neraca berjalan AS pada Q2-2016 mengalami penurunan seiring meningkatnya investasi pada aset Pemerintah AS seperti saham dan obligasi. Rilis data Eurostat menunjukan inflasi kawasan Eropa pada bulan Agustus tercatat sebesar 0,2 persen atau tidak berubah dari bulan sebelumnya. Di sisi lain, tingkat produksi di bulan Juli mengalami penurunan bulanan terutama didorong oleh penurunan produksi barang modal. Inflasi UK pada bulan Agustus tercatat sebesar 0,3 persen mom dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan pangan di tengah penurunan harga pelayanan hotel, pakaian, dan minuman beralkohol. Data lainnya menunjukan penjualan ritel melanjutkan ekspansi secara tahunan didukung oleh pelemahan poundsterling. Di tengah perkembangan data ekonomi tersebut, Bank of England (BoE) mempertahankan tingkat suku bunga acuannya pada level 0,25 persen. Namun demikian, pihak BoE menyatakan akan kembali melakukan pemangkasan suku bunga acuan pada akhir tahun 2016 meskipun dampak akibat Brexit lebih kecil dari yang diperkirakan. 16 Sept ‘16 Indikator WoW Perubahan (%) YoY Ytd T1 ----- Nilai Tukar/USD ----Euro Yen GBP Real Rubel Rupiah Rupee Yuan KRW SGD Ringgit Baht Peso 1,1155 102,43 1,5459 0,2631 0,01604 13155 66,895 6,6747 1.125,56 1,3635 4,1242 34,877 45,73 0,69 (0,36) (0,76) 3,20 0,12 (0,36) (0,46) 0,15) (2,14) (0,70) (1,43) (0,11) (1,43) 2,07 8,13 (1,86) 21,34 18,95 0,27 (1,18) (2,98) 2,12 (1,19) (5,90) 0,91 (3,43) (2,75) 15,15 (4,88) 29,85 (9,56) 4,88 (1,28) (2,79) 4,32 3,12 3,79 3,09 (4,45) 2,18 3,53 2,46 1,03 17,63 6,18 7,61 8,61 13,84 (0,22) (0,28) (4,19) 5,63 4,12 4,01 4,66 (13,21) 1,94 30,74 12,52 (16,84) 14,69 6,49 (15,15) (1,92) (2,33) 14,83 8,65 T2 ---- Pasar Modal ---DJIA S&P500 Nikkei KOSPI Brazil IBX MICEX SENSEX JCI Hangseng Shanghai STI FBMKLCI SET PCOMP 1.8123,8 2.139,16 16.519,29 1.999,36 23.707,43 1.981,96 21.755,32 5.267,769 23.335,59 3.002,849 2.827,45 1.652,99 1.479,07 7.553,76 0,21 0,53 (2,63) (1,89) (1,65) (2,28) (0,35) (0,27) (3,17) (2,47) (1,60) (1,98) 2,34 (0,37) T3 ---- Surat Berharga Negara ---Yield FR56 Kep, Asing* 6,99 38,78 8 bps 5 bps N/A 98 bps 173 bps 57 bps T4 ---- Komoditas ---Oil CPO Gold Coal Nickel 46 2.549,00 1.310,35 61,1 9.725,00 (4,67) (1,77) (1,32) (3,33) (1,29) 14,94 19,78 7,81 19,92 (4,00) 4,55 4,64 23,5 32,11 14,34 T4 ---- Rilis Data ---Industrial Production Inflasi Suku bunga Ritel Tiongkok Inggris Eropa Inggris AS Inggris Agt : 6,3 Jul : 6,0 Agt : 0,6 Agt : 0,2 Sep : 0,25 Agt : (0,3) Agt : (0,2) Jul : 0,6 Jul : 0,2 Agt : 0,25 Jul : 0,1 Jul : 1,9 *) Data kepemilikan asing per (15 September 2016) Tingkat produksi sektor industri Jepang pada bulan Juli mengalami penurunan setelah di bulan sebelumnya mencatatkan kenaikan. Di tengah berlanjutnya tekanan terhadap perekonomian negara tersebut, Bank of Japan mempertimbangkan untuk menurunkan tingkat suku bunga acuannya lebih jauh ke teritori negatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Perekonomian negara berkembang Perekonomian Tiongkok mulai menunjukan tanda pemulihan, yang tercermin dari rilis data ekonomi yang membaik. Investasi aset tetap yang mencakup belanja modal atas infrastruktur, properti, mesin, dan aset berwujud lainnya melanjutkan ekspansi pada bulan Agustus didorong oleh kenaikan investasi pada sektor swasta. Data ekonomi lainnya, yaitu penjualan ritel dan produksi sektor industri juga menunjukkan peningkatan seiring dengan pertumbuhan sektor properti dan peningkatan belanja Pemerintah. Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Syaifullah, Ronald Yusuf, Munafsin Al Arif, Alfan Mansur, Priska Amalia, Nurul Fatimah Didukung oleh Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Inflasi India pada bulan Agustus tercatat berada pada level terendah dalam lima bulan terakhir akibat rendahnya harga bahan pangan. Di samping itu, produksi sektor industri pada bulan Juli mengalami kontraksi yang disebabkan oleh penurunan produksi peralatan listrik, peralatan medis, dan jam. Kondisi ini diperkirakan akan mendorong bank sentral India untuk memangkas suku bunga acuannya setidaknya sebesar 25 bps pada pertemuan yang akan berlangsung di bulan Oktober mendatang. Penjualan ritel Brazil pada bulan Juli 2016 mencatatkan kinerja terburuk dalam 15 tahun terakhir. Hasil tersebut terutama didorong oleh meningkatnya angka pengangguran dan naiknya harga bahan pangan belakangan ini. Sementara itu, dari sisi capital flow, arus dana asing yang masuk ke negara tersebut mengalami kenaikan setelah dalam dua bulan terakhir mencatatkan penurunan. Perekonomian nasional Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurunkan tingkat suku bunga penjaminan simpanan di bank umum untuk periode 15 September 2016 s.d. 15 Januari 2017 sebesar 50 bps atau menjadi 6,25 persen untuk simpanan dalam bentuk rupiah dan mempertahankan suku bunga penjaminan untuk simpanan dalam bentuk valuta asing (valas) sebesar 0,75 persen. Untuk suku bunga penjaminan pada simpanan rupiah yang disimpan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ditetapkan sebesar 8,75 persen. Neraca perdagangan Indonesia untuk bulan Agustus kembali mencatatkan surplus sebesar USD0,29 miliar yang didukung oleh surplus neraca perdagangan nonmigas. Namun demikian, angka ini lebih rendah dari surplus neraca perdagangan bulan Juli yang mencapai USD0,51 miliar. Surplus yang lebih rendah tersebut disebabkan oleh menurunnya surplus neraca perdagangan nonmigas dan meningkatnya defisit neraca perdagangan migas. Dalam rangka menekan laju inflasi yang disebabkan oleh inflasi volatile food, Pemerintah secara resmi telah menetapkan batas atas dan batas bawah harga acuan untuk tujuh komoditas pangan utama, yaitu beras, jagung, kedelai, gula, bawang merah, cabai, dan daging sapi. Ketentuan tersebut dituangkan di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 63 Tahun 2016 dan nantinya akan dievaluasi setiap empat bulan sekali untuk menilai efektivitasnya. Perkembangan komoditas global Harga minyak mentah global pada akhir perdagangan pekan ini mengalami pelemahan secara mingguan pasca adanya kelebihan ekspor Iran yang memperkuat kehawatiran akan risiko kelebihan pasokan global. Sejalan dengan melemahnya harga minyak, komoditas energi batubara juga mengalami penurunan. Di samping itu, harga emas, nikel, dan CPO pada perdagangan akhir pekan ini juga mengalami penurunan mingguan. Perkembangan sektor keuangan Indeks global pada perdagangan akhir pekan ini sebagian besar mengalami pelemahan mingguan seiring dengan adanya kekhawatiran akan kenaikan suku bunga the Fed pada pekan ini di tengah rilis data perekonomian AS yang menunjukkan hasil bervariasi. Sejalan dengan pergerakan indeks global, nilai tukar mata uang global bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Di pasar keuangan domestik, IHSG mengalami tekanan mingguan di mana pada penutupan pekan ini tercatat berada di level 5.267,769 atau melemah 0,27 persen secara mingguan. Dari sisi aktivitas perdagangan bursa, transaksi di BEI membukukan ratarata volume transaksi harian yang lebih rendah dibandingkan pekan sebelumnya dengan transaksi investor nonresiden yang mencatatkan net buy sebesar Rp34,68 triliun secara ytd, lebih rendah dibandingkan dengan posisi pada pekan lalu yang mencapai Rp36,57 triliun. Nilai tukar rupiah mencatatkan pelemahan mingguan, dan ditutup pada level Rp13.155 per USD. Pelemahan rupiah sejalan dengan pelemahan beberapa nilai tukar global kecuali euro, real, rube, dan yuan. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat pada akhir pekan sebagaimana tercermin dari spread antara nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan. Di pasar SUN, pergerakan yield SUN seri benchmark berfluktuasi sepanjang pekan dan pada akhir pekan pergerakan yield secara umum mengalami kenaikan mingguan. Yield SUN tercatat naik sebesar 7 s.d. 13 bps dengan kenaikan terbesar dicatatkan oleh seri FR0053 tenor 5 tahun. Berdasarkan data setelmen Bank Indonesia per tanggal 15 September 2016, kepemilikan nonresiden atas SBN tercatat sebesar Rp671,29 T (38,78%), atau secara nominal naik Rp0,23 M dibandingkan pekan sebelumnya (8/9) yang mencapai Rp671,6 T (38,73%), Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 2 ISU UTAMA 1: Amnesti Pajak: Harapan dan Tantangan Realisasi amnesti pajak sampai dengan pertengahan September 2016 telah mencapai Rp29,1 T. Dari dalam negeri, UU amnesti pajak menghadapi gugatan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Dari luar negeri, UU amnesti pajak menghadapi tantangan dari perbankan Singapura. Tujuan utama dari amnesti pajak adalah memperluas basis pajak. Perkembangan realisasi amnesti pajak Sejak pertama kali diimplementasikan pada bulan Juli 2016 hingga pertengahan September ini, program amnesti pajak telah diikuti oleh sekitar 71 ribu wajib pajak dengan menghasilkan total komposisi harta yang dilaporkan sebesar Rp623 T. Dari jumlah tersebut, sebanyak 69 persen (Rp432 T) berasal dari deklarasi dalam negeri, disusul oleh deklarasi luar negeri dan repatriasi masing-masing 26 persen (Rp161 T) dan 5 persen (Rp30,7 T). Uang tebusan yang telah diperoleh berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) berjumlah Rp14,7 T, yang sebagian besar (85 persen) berasal dari wajib pajak orang pribadi non-UMKM. Sedangkan untuk realisasi berdasarkan Surat Setoran Pajak (SSP), saat ini penerimaan yang sudah didapat mencapai Rp29,1 T. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), terlihat peningkatan pemanfaatan amnesti pajak yang signifikan selama bulan September dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Hal ini juga tidak terlepas dari telah selesainya berbagai peraturan pendukung dan sosialisasi yang telah dilakukan oleh pemerintah. Partisipasi beberapa pengusaha besar dalam kebijakan ini, seperti James Riady, Sofjan Wanandi, Erick Thohir, dan Tommy Soeharto, diharapkan akan mendorong para pengusaha besar lainnya untuk segera ikut program ini. Capaian tersebut sekaligus menjawab keraguan beberapa pihak terkait dengan besaran nilai tebusan yang diprediksi hanya sekitar 18T sampai akhir tahun 2016 dan 21T sampai akhir Maret 2017. Meskipun demikian, Pro dan kontra atas program amnesti pajak ini masih terus berkembang, baik dari dalam negeri dan luar negeri. Tatangan Dalam Negeri: Judicial Review UU amnesti pajak Dari dalam negeri, UU amnesti pajak sedang menghadapi gugatan di Mahkamah Konstituti (MK), yaitu dari Yasasan Satu Keadilan (YKS) dan organisasi buruh. Salah satu pasal yang dipermasalahkan terutama Pasal 20 yang mengatur tentang data dan informasi wajib pajak yang tidak dapat dijadikan dasar penyidikan. Pasal ini dianggap bisa menjadi pembenaran bagi otoritas pajak untuk membebaskan pelaku pencucian uang. Menanggapi hal ini, Presiden Jokowi langsung membantah bahwa kebijakan ini dapat dimanfaatkan oleh para koruptor untuk pencucian uang, mengingat lingkup amnespi pajak yang spesifik dan hanya mengampuni tindak pidana perpajakan. Sementara itu, PP Muhammadiyah yang sebelumnya santer diberitakan juga akan mengajukan uji materi terhadap UU amnesti pajak, telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada keputusan terkait rencana uji materi tersebut. Hal ini tidak terlepas dari hasil audiensi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan menilai bahwa Menteri Keuangan beserta jajarannya sudah cukup menjawab apa yang menjadi pertanyaan PP Muhammadiyah selama ini. Dalam audiensi tersebut, Menteri Keuangan menjelaskan bahwa tujuan dari amnesti pajak adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kewajiban perpajakan. Tantangan Eksternal: Reaksi Singapura Dari luar negeri, program amnesti pajak menghadapi tantangan dari perbankan Singapura. Salah satu isu yang berkembang, bank swasta di Singapura akan melaporkan dugaan transaksi mencurigakan nasabah yang mengikuti program Amnesti Pajak, kepada Singapore’s Commercial Affairs Department yang merupakan unit kepolisian Singapura yang menangani kejahatan keuangan. Langkah ini dianggap sebagai bentuk kekhawatiran perbankan Singapura akan kehilangan nasabahnya yang mengikuti program Amnesti Pajak. Beberapa pejabat perbankan swasta Singapura menyebutkan bahwa jumlah dana dari Indonesia yang tersimpan disana mencapai USD200 miliar atau lebih dari 40 persen dari total dana kelolaan perbankan Singapura. Sementara itu, berdasarkan data DJP per Jumat (16/09), pelaporan harta dari Singapura sendiri mencapai 75 persen dari total harta dari luar negeri. Menanggapi hal ini, Pemerintah melalui Menteri Keuangan menjamin bahwa tidak akan ada penyelidikan atas adanya dugaan transaksi mencurigakan dari otoritas berwenang di Singapura. Hal ini berdasarkan konfirmasi dari Deputi Perdana Menteri Singapura, Tharman Shanmugaratnam, dan juga dari Otoritas Moneter Singapura (MAS). Lebih lanjut, bahkan MAS telah memberikan instruksi kepada bank-bank di Singapura untuk memfasilitasi nasabahnya yang akan mengikuti program amnesti pajak di Indonesia. Harapan dari amnesti pajak Merupakan hal yang lumrah ketika terjadi pro dan kontra atas suatu kebijakan yang revolusioner seperti amnesti pajak. Hal yang perlu ditekankan kembali adalah tujuan utama dari amnesti pajak, yaitu untuk memperluas basis pajak demi peningkatan tax ratio. Perluasan basis pajak akan memiliki dampak jangka panjang berupa peningkatan tax ratio dan fiscal space. Untuk saat ini, level tax ratio Indonesia masih berada di bawah negara-negara di kawasan ASEAN yang berkisar 13-15 persen. Tax ratio yang lebih baik tentunya akan menjamin ruang fiskal yang lebih besar, sehingga belanja produktif seperti infrastruktur dapat ditingkatkan. Selain itu, tax ratio yang lebih baik akan mendorong penerimaan pajak yang berkelanjutan tanpa perlu dilakukan kenaikan tarif pajak. Hal ini akan menjadi sentimen positif bagi perekonomian nasional, sehingga dapat mendorong kepercayaan investor yang pada gilirannya akan menjamin akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 3 ISU UTAMA 2: Tantangan terhadap Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia di Tengah Tren Surplus Walaupun mencatatkan surplus, kinerja neraca perdagangan Indonesia masih berada di bawah konsensus. Surplus bulan Agustus 2016 masih lebih rendah dibandingkan surplus bulan sebelumnya. Kenaikan ekspor dan impor masih didominasi oleh aktivitas perdagangan pada sektor nonmigas. Sampai dengan Agustus 2016 (ytd), tekanan terhadap sisi ekspor lebih besar dibandingkan dari sisi impor. Neraca perdagangan Indonesia bulan Agustus 2016 mencatatkan surplus namun masih di bawah konsensus Tren positif neraca perdagangan Indonesia masih berlanjut seiring masih surplusnya neraca perdagangan luar negeri Indonesia bulan Agustus 2016. Surplus tercatat sebesar USD293,6 juta, ditopang oleh ekspor yang mencapai USD12,63 miliar sementara impor sebesar USD12,33 miliar. Namun demikian, kenaikan ekspor bulanan yang masih lebih rendah dibandingkan kenaikan impor menyebabkan posisi surplus pada bulan Agustus 2016 lebih rendah dibandingkan bulan Juli yang mencapai USD513,6 juta. Di samping itu, kinerja neraca perdagangan kali ini juga masih berada di bawah konsensus yang sebesar USD500 juta. Secara year to date, kinerja ekspor-impor tahun ini masih lebih rendah dibandingkan 2015 Surplus neraca perdagangan pada tahun 2016 secara akumulatif (Januari – Agustus) mencapai USD4,38 miliar, masih lebih rendah dibandingkan surplus tahun 2015 yang sebesar USD6,16 miliar. Posisi ekspor sampai dengan bulan Agustus 2016 mencapai USD91,7 miliar atau turun 10,6% dibanding dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Di sisi lain, posisi impor pada periode yang sama mencapai USD87,35 miliar atau turun 9,4%. Belum pulihnya permintaan global yang berdampak pada berlanjutnya tekanan pada harga komoditas global diperkirakan sebagai penyebab kurang optimalnya kinerja neraca perdagangan Indonesia. Aktivitas perdagangan didominasi oleh sektor nonmigas Aktivitas perdagangan internasional Indonesia dengan pasar global pada bulan Agustus 2016 masih didominasi oleh perdagangan nonmigas. Pertumbuhan ekspor yang sebesar 32,54% (mtm) ditopang oleh meningkatnya ekspor nonmigas yang mencapai 34,84% (USD11,50 miliar). Sementara itu, peningkatan impor yang mencapai 36,84% lebih didorong oleh naiknya impor nonmigas yang mencapai 40,90% (USD10,58 miliar). Lonjakan tersebut didorong oleh membaiknya aktivitas impor setelah mengalami penurunan musiman pasca lebaran (impor bulan Juli turun 25% mtm). Tekanan terhadap sisi ekspor relatif lebih tinggi dibandingkan sisi impor Masih tingginya ketergantungan ekspor Indonesia terhadap barang komoditas menempatkan Indonesia sebagai salah satu Negara yang mengalami tekanan ekspor cukup besar dibanding Negara eksportir global. Sementara itu, dari sisi impor, kinerja impor Indonesia masih lebih baik dibandingkan beberapa Negara lain misalnya India, Jepang, dan India. Perkembangan ekspor impor Indonesia ke depan Aktivitas ekspor diperkirakan akan mengalami perkembangan signifikan di tahun 2017 seiring dengan adanya rencana pembatalan moratorium ekspor mineral pada Januari 2017. Lebih lanjut, pencabutan moratorium tersebut diharapkan juga akan mendorong peningkatan PDB Indonesia. Dari sisi impor, tren impor diproyeksikan akan mengalami peningkatan seiring ekspektasi berlanjutnya tren perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di samping itu, perlu diperhatikan pula bahwa kenaikan impor juga dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak mentah. Kontribusi ekspor impor terhadap PDB menurun, beralih pada konsumsi dan investasi Porsi aktivitas perdagangan internasional Indonesia terhadap PDB menurun cukup drastis dari 64% di tahun 2005 menjadi 42% di tahun 2015 dengan tren penurunanan yang diperkirakan masih akan berlanjut. Dampaknya, kontribusi ekspor impor terhadap PDB juga mengalami penurunan, bergeser pada sisi konsumsi domestic dan investasi. Melihat perkembangan tersebut, kebijakan moneter yang lebih longgar dapat diterapkan untuk mendorong sisi konsumsi domestik dan investasi dengan risiko pelebaran defisit neraca pembayaran yang lebih kecil. Hal ini mengingat tren penurunan impor yang masih terjadi hingga saat ini. Tabel Pertumbuhan Nilai Perdagangan Tahun 2016 (Januari – Agustus) (% yoy) Negara China Hong Kong* India* Japan* Korea Malaysia* Philippines* Singapore* Thailand* Indonesia Ekspor -6.30% -4.10% -5.40% -9.50% -11.60% 0.30% -8.30% -8.50% -2.30% -10.60% Impor -8.90% -5.30% -15.50% -18.30% -8.80% 0.40% 14.40% -7.80% -9.80% -9.40% 40% Perkembangan Ekspor Impor Indonesia 2.0 30% 1.5 20% 1.0 10% 0.5 0% 0.0 -10% -0.5 -20% -1.0 -30% -1.5 -40% -2.0 Neraca Perdangan (US$ miliar) - RHS Pert Ekspor (% YoY) Pert Impor (% YoY) *) s .d Jul Sumber: CEIC, diolah Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 4