Laporan Bulanan - Badan Kebijakan Fiskal

advertisement
DAN
Minggu III / September / 2016
http://www.fiskal.kemenkeu.go.id
“Sepekan menjelang FOMC meeting, pasar keuangan dan nilai
tukar global masih mengalami tekanan lanjutan”
Sumber Data : Bloomberg,Reuters,CNBC,The Street,Investing,WSJ,CNN Money,Channel News Asia,BBC,New York Times,BPS,Kontan, Kompas,Media
Indonesia,Tempo,Antara News,Bisnis Indonesia,Vibiz news.
Perekonomian negara maju
Penjualan ritel AS pada bulan Agustus mengalami penurunan lebih
dalam dibandingkan proyeksi akibat melemahnya penjualan
automobiles, dan penurunan ini merupakan yang pertama dalam lima
bulan terakhir. Di samping itu, produksi sektor industri juga
mengalami tekanan, terutama didorong oleh penurunan produksi
barang nondurable. Akibat tekanan terhadap sektor ritel dan industri
AS tersebut, probabilitas kenaikan Fed fund rate pada pertemuan
pekan depan mengalami penurunan. Rilis data ekonomi lainnya
menunjukan inflasi pada bulan Agustus tercatat lebih tinggi dari
proyeksi sebelumnya dipengaruhi oleh kenaikan biaya perawatan
kesehatan dan biaya sewa. Sementara itu, defisit neraca berjalan AS
pada Q2-2016 mengalami penurunan seiring meningkatnya investasi
pada aset Pemerintah AS seperti saham dan obligasi.
Rilis data Eurostat menunjukan inflasi kawasan Eropa pada bulan
Agustus tercatat sebesar 0,2 persen atau tidak berubah dari bulan
sebelumnya. Di sisi lain, tingkat produksi di bulan Juli mengalami
penurunan bulanan terutama didorong oleh penurunan produksi
barang modal.
Inflasi UK pada bulan Agustus tercatat sebesar 0,3 persen mom
dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan pangan di tengah penurunan
harga pelayanan hotel, pakaian, dan minuman beralkohol. Data
lainnya menunjukan penjualan ritel melanjutkan ekspansi secara
tahunan didukung oleh pelemahan poundsterling. Di tengah
perkembangan data ekonomi tersebut, Bank of England (BoE)
mempertahankan tingkat suku bunga acuannya pada level 0,25
persen. Namun demikian, pihak BoE menyatakan akan kembali
melakukan pemangkasan suku bunga acuan pada akhir tahun 2016
meskipun dampak akibat Brexit lebih kecil dari yang diperkirakan.
16 Sept
‘16
Indikator
WoW
Perubahan (%)
YoY
Ytd
T1 ----- Nilai Tukar/USD ----Euro
Yen
GBP
Real
Rubel
Rupiah
Rupee
Yuan
KRW
SGD
Ringgit
Baht
Peso
1,1155
102,43
1,5459
0,2631
0,01604
13155
66,895
6,6747
1.125,56
1,3635
4,1242
34,877
45,73
0,69
(0,36)
(0,76)
3,20
0,12
(0,36)
(0,46)
0,15)
(2,14)
(0,70)
(1,43)
(0,11)
(1,43)
2,07
8,13
(1,86)
21,34
18,95
0,27
(1,18)
(2,98)
2,12
(1,19)
(5,90)
0,91
(3,43)
(2,75)
15,15
(4,88)
29,85
(9,56)
4,88
(1,28)
(2,79)
4,32
3,12
3,79
3,09
(4,45)
2,18
3,53
2,46
1,03
17,63
6,18
7,61
8,61
13,84
(0,22)
(0,28)
(4,19)
5,63
4,12
4,01
4,66
(13,21)
1,94
30,74
12,52
(16,84)
14,69
6,49
(15,15)
(1,92)
(2,33)
14,83
8,65
T2 ---- Pasar Modal ---DJIA
S&P500
Nikkei
KOSPI
Brazil IBX
MICEX
SENSEX
JCI
Hangseng
Shanghai
STI
FBMKLCI
SET
PCOMP
1.8123,8
2.139,16
16.519,29
1.999,36
23.707,43
1.981,96
21.755,32
5.267,769
23.335,59
3.002,849
2.827,45
1.652,99
1.479,07
7.553,76
0,21
0,53
(2,63)
(1,89)
(1,65)
(2,28)
(0,35)
(0,27)
(3,17)
(2,47)
(1,60)
(1,98)
2,34
(0,37)
T3 ---- Surat Berharga Negara ---Yield FR56
Kep, Asing*
6,99
38,78
8 bps
5 bps
N/A
98 bps
173 bps
57 bps
T4 ---- Komoditas ---Oil
CPO
Gold
Coal
Nickel
46
2.549,00
1.310,35
61,1
9.725,00
(4,67)
(1,77)
(1,32)
(3,33)
(1,29)
14,94
19,78
7,81
19,92
(4,00)
4,55
4,64
23,5
32,11
14,34
T4 ---- Rilis Data ---Industrial
Production
Inflasi
Suku bunga
Ritel
Tiongkok
Inggris
Eropa
Inggris
AS
Inggris
Agt : 6,3
Jul : 6,0
Agt : 0,6
Agt : 0,2
Sep : 0,25
Agt : (0,3)
Agt : (0,2)
Jul : 0,6
Jul : 0,2
Agt : 0,25
Jul : 0,1
Jul : 1,9
*) Data kepemilikan asing per (15 September 2016)
Tingkat produksi sektor industri Jepang pada bulan Juli mengalami
penurunan setelah di bulan sebelumnya mencatatkan kenaikan. Di
tengah berlanjutnya tekanan terhadap perekonomian negara tersebut, Bank of Japan mempertimbangkan untuk
menurunkan tingkat suku bunga acuannya lebih jauh ke teritori negatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Perekonomian negara berkembang
Perekonomian Tiongkok mulai menunjukan tanda pemulihan, yang tercermin dari rilis data ekonomi yang membaik. Investasi
aset tetap yang mencakup belanja modal atas infrastruktur, properti, mesin, dan aset berwujud lainnya melanjutkan ekspansi
pada bulan Agustus didorong oleh kenaikan investasi pada sektor swasta. Data ekonomi lainnya, yaitu penjualan ritel dan
produksi sektor industri juga menunjukkan peningkatan seiring dengan pertumbuhan sektor properti dan peningkatan
belanja Pemerintah.
Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal
Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan
Penyusun: Syaifullah, Ronald Yusuf, Munafsin Al Arif, Alfan Mansur, Priska Amalia, Nurul Fatimah
Didukung oleh Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan
bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan
pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.
Inflasi India pada bulan Agustus tercatat berada pada level terendah dalam lima bulan terakhir akibat rendahnya harga bahan
pangan. Di samping itu, produksi sektor industri pada bulan Juli mengalami kontraksi yang disebabkan oleh penurunan produksi
peralatan listrik, peralatan medis, dan jam. Kondisi ini diperkirakan akan mendorong bank sentral India untuk memangkas suku
bunga acuannya setidaknya sebesar 25 bps pada pertemuan yang akan berlangsung di bulan Oktober mendatang.
Penjualan ritel Brazil pada bulan Juli 2016 mencatatkan kinerja terburuk dalam 15 tahun terakhir. Hasil tersebut terutama
didorong oleh meningkatnya angka pengangguran dan naiknya harga bahan pangan belakangan ini. Sementara itu, dari sisi
capital flow, arus dana asing yang masuk ke negara tersebut mengalami kenaikan setelah dalam dua bulan terakhir mencatatkan
penurunan.
Perekonomian nasional
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurunkan tingkat suku bunga penjaminan simpanan di bank umum untuk periode 15
September 2016 s.d. 15 Januari 2017 sebesar 50 bps atau menjadi 6,25 persen untuk simpanan dalam bentuk rupiah dan
mempertahankan suku bunga penjaminan untuk simpanan dalam bentuk valuta asing (valas) sebesar 0,75 persen. Untuk suku
bunga penjaminan pada simpanan rupiah yang disimpan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ditetapkan sebesar 8,75 persen.
Neraca perdagangan Indonesia untuk bulan Agustus kembali mencatatkan surplus sebesar USD0,29 miliar yang didukung oleh
surplus neraca perdagangan nonmigas. Namun demikian, angka ini lebih rendah dari surplus neraca perdagangan bulan Juli
yang mencapai USD0,51 miliar. Surplus yang lebih rendah tersebut disebabkan oleh menurunnya surplus neraca perdagangan
nonmigas dan meningkatnya defisit neraca perdagangan migas.
Dalam rangka menekan laju inflasi yang disebabkan oleh inflasi volatile food, Pemerintah secara resmi telah menetapkan batas
atas dan batas bawah harga acuan untuk tujuh komoditas pangan utama, yaitu beras, jagung, kedelai, gula, bawang merah,
cabai, dan daging sapi. Ketentuan tersebut dituangkan di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 63 Tahun
2016 dan nantinya akan dievaluasi setiap empat bulan sekali untuk menilai efektivitasnya.
Perkembangan komoditas global
Harga minyak mentah global pada akhir perdagangan pekan ini mengalami pelemahan secara mingguan pasca adanya
kelebihan ekspor Iran yang memperkuat kehawatiran akan risiko kelebihan pasokan global. Sejalan dengan melemahnya harga
minyak, komoditas energi batubara juga mengalami penurunan. Di samping itu, harga emas, nikel, dan CPO pada perdagangan
akhir pekan ini juga mengalami penurunan mingguan.
Perkembangan sektor keuangan
Indeks global pada perdagangan akhir pekan ini sebagian besar mengalami pelemahan mingguan seiring dengan adanya
kekhawatiran akan kenaikan suku bunga the Fed pada pekan ini di tengah rilis data perekonomian AS yang menunjukkan hasil
bervariasi. Sejalan dengan pergerakan indeks global, nilai tukar mata uang global bergerak bervariasi terhadap dolar AS.
Di pasar keuangan domestik, IHSG mengalami tekanan mingguan di mana pada penutupan pekan ini tercatat berada di level
5.267,769 atau melemah 0,27 persen secara mingguan. Dari sisi aktivitas perdagangan bursa, transaksi di BEI membukukan ratarata volume transaksi harian yang lebih rendah dibandingkan pekan sebelumnya dengan transaksi investor nonresiden yang
mencatatkan net buy sebesar Rp34,68 triliun secara ytd, lebih rendah dibandingkan dengan posisi pada pekan lalu yang
mencapai Rp36,57 triliun.
Nilai tukar rupiah mencatatkan pelemahan mingguan, dan ditutup pada level Rp13.155 per USD. Pelemahan rupiah sejalan
dengan pelemahan beberapa nilai tukar global kecuali euro, real, rube, dan yuan. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah berfluktuasi
dengan kecenderungan meningkat pada akhir pekan sebagaimana tercermin dari spread antara nilai spot dan non deliverable
forward 1 bulan.
Di pasar SUN, pergerakan yield SUN seri benchmark berfluktuasi sepanjang pekan dan pada akhir pekan pergerakan yield secara
umum mengalami kenaikan mingguan. Yield SUN tercatat naik sebesar 7 s.d. 13 bps dengan kenaikan terbesar dicatatkan oleh
seri FR0053 tenor 5 tahun. Berdasarkan data setelmen Bank Indonesia per tanggal 15 September 2016, kepemilikan nonresiden
atas SBN tercatat sebesar Rp671,29 T (38,78%), atau secara nominal naik Rp0,23 M dibandingkan pekan sebelumnya (8/9) yang
mencapai Rp671,6 T (38,73%),
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report
2
ISU UTAMA 1: Amnesti Pajak: Harapan dan Tantangan

Realisasi amnesti pajak sampai dengan pertengahan September 2016 telah mencapai Rp29,1 T.

Dari dalam negeri, UU amnesti pajak menghadapi gugatan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dari luar negeri, UU amnesti pajak menghadapi tantangan dari perbankan Singapura.

Tujuan utama dari amnesti pajak adalah memperluas basis pajak.
Perkembangan realisasi amnesti pajak
Sejak pertama kali diimplementasikan pada bulan Juli 2016 hingga pertengahan September ini, program amnesti pajak telah diikuti
oleh sekitar 71 ribu wajib pajak dengan menghasilkan total komposisi harta yang dilaporkan sebesar Rp623 T. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 69 persen (Rp432 T) berasal dari deklarasi dalam negeri, disusul oleh deklarasi luar negeri dan repatriasi masing-masing 26
persen (Rp161 T) dan 5 persen (Rp30,7 T). Uang tebusan yang telah diperoleh berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) berjumlah
Rp14,7 T, yang sebagian besar (85 persen) berasal dari wajib pajak orang pribadi non-UMKM. Sedangkan untuk realisasi berdasarkan
Surat Setoran Pajak (SSP), saat ini penerimaan yang sudah didapat mencapai Rp29,1 T. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak
(DJP), terlihat peningkatan pemanfaatan amnesti pajak yang signifikan selama bulan September dibandingkan dengan bulan-bulan
sebelumnya. Hal ini juga tidak terlepas dari telah selesainya berbagai peraturan pendukung dan sosialisasi yang telah dilakukan oleh
pemerintah. Partisipasi beberapa pengusaha besar dalam kebijakan ini, seperti James Riady, Sofjan Wanandi, Erick Thohir, dan Tommy
Soeharto, diharapkan akan mendorong para pengusaha besar lainnya untuk segera ikut program ini. Capaian tersebut sekaligus
menjawab keraguan beberapa pihak terkait dengan besaran nilai tebusan yang diprediksi hanya sekitar 18T sampai akhir tahun 2016
dan 21T sampai akhir Maret 2017. Meskipun demikian, Pro dan kontra atas program amnesti pajak ini masih terus berkembang, baik
dari dalam negeri dan luar negeri.
Tatangan Dalam Negeri: Judicial Review UU amnesti pajak
Dari dalam negeri, UU amnesti pajak sedang menghadapi gugatan di Mahkamah Konstituti (MK), yaitu dari Yasasan Satu Keadilan
(YKS) dan organisasi buruh. Salah satu pasal yang dipermasalahkan terutama Pasal 20 yang mengatur tentang data dan informasi
wajib pajak yang tidak dapat dijadikan dasar penyidikan. Pasal ini dianggap bisa menjadi pembenaran bagi otoritas pajak untuk
membebaskan pelaku pencucian uang. Menanggapi hal ini, Presiden Jokowi langsung membantah bahwa kebijakan ini dapat
dimanfaatkan oleh para koruptor untuk pencucian uang, mengingat lingkup amnespi pajak yang spesifik dan hanya mengampuni
tindak pidana perpajakan.
Sementara itu, PP Muhammadiyah yang sebelumnya santer diberitakan juga akan mengajukan uji materi terhadap UU amnesti pajak,
telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada keputusan terkait rencana uji materi
tersebut. Hal ini tidak terlepas dari hasil audiensi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan menilai bahwa Menteri
Keuangan beserta jajarannya sudah cukup menjawab apa yang menjadi pertanyaan PP Muhammadiyah selama ini. Dalam audiensi
tersebut, Menteri Keuangan menjelaskan bahwa tujuan dari amnesti pajak adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap kewajiban perpajakan.
Tantangan Eksternal: Reaksi Singapura
Dari luar negeri, program amnesti pajak menghadapi tantangan dari perbankan Singapura. Salah satu isu yang berkembang, bank
swasta di Singapura akan melaporkan dugaan transaksi mencurigakan nasabah yang mengikuti program Amnesti Pajak, kepada
Singapore’s Commercial Affairs Department yang merupakan unit kepolisian Singapura yang menangani kejahatan keuangan.
Langkah ini dianggap sebagai bentuk kekhawatiran perbankan Singapura akan kehilangan nasabahnya yang mengikuti program
Amnesti Pajak. Beberapa pejabat perbankan swasta Singapura menyebutkan bahwa jumlah dana dari Indonesia yang tersimpan
disana mencapai USD200 miliar atau lebih dari 40 persen dari total dana kelolaan perbankan Singapura. Sementara itu, berdasarkan
data DJP per Jumat (16/09), pelaporan harta dari Singapura sendiri mencapai 75 persen dari total harta dari luar negeri.
Menanggapi hal ini, Pemerintah melalui Menteri Keuangan menjamin bahwa tidak akan ada penyelidikan atas adanya dugaan
transaksi mencurigakan dari otoritas berwenang di Singapura. Hal ini berdasarkan konfirmasi dari Deputi Perdana Menteri Singapura,
Tharman Shanmugaratnam, dan juga dari Otoritas Moneter Singapura (MAS). Lebih lanjut, bahkan MAS telah memberikan instruksi
kepada bank-bank di Singapura untuk memfasilitasi nasabahnya yang akan mengikuti program amnesti pajak di Indonesia.
Harapan dari amnesti pajak
Merupakan hal yang lumrah ketika terjadi pro dan kontra atas suatu kebijakan yang revolusioner seperti amnesti pajak. Hal yang
perlu ditekankan kembali adalah tujuan utama dari amnesti pajak, yaitu untuk memperluas basis pajak demi peningkatan tax ratio.
Perluasan basis pajak akan memiliki dampak jangka panjang berupa peningkatan tax ratio dan fiscal space. Untuk saat ini, level tax
ratio Indonesia masih berada di bawah negara-negara di kawasan ASEAN yang berkisar 13-15 persen. Tax ratio yang lebih baik
tentunya akan menjamin ruang fiskal yang lebih besar, sehingga belanja produktif seperti infrastruktur dapat ditingkatkan. Selain itu,
tax ratio yang lebih baik akan mendorong penerimaan pajak yang berkelanjutan tanpa perlu dilakukan kenaikan tarif pajak. Hal ini
akan menjadi sentimen positif bagi perekonomian nasional, sehingga dapat mendorong kepercayaan investor yang pada gilirannya
akan menjamin akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report
3
ISU UTAMA 2: Tantangan terhadap Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia di Tengah Tren Surplus

Walaupun mencatatkan surplus, kinerja neraca perdagangan Indonesia masih berada di bawah konsensus.

Surplus bulan Agustus 2016 masih lebih rendah dibandingkan surplus bulan sebelumnya.

Kenaikan ekspor dan impor masih didominasi oleh aktivitas perdagangan pada sektor nonmigas.

Sampai dengan Agustus 2016 (ytd), tekanan terhadap sisi ekspor lebih besar dibandingkan dari sisi impor.
Neraca perdagangan Indonesia bulan Agustus 2016 mencatatkan surplus namun masih di bawah konsensus
Tren positif neraca perdagangan Indonesia masih berlanjut seiring masih surplusnya neraca perdagangan luar negeri Indonesia
bulan Agustus 2016. Surplus tercatat sebesar USD293,6 juta, ditopang oleh ekspor yang mencapai USD12,63 miliar sementara
impor sebesar USD12,33 miliar. Namun demikian, kenaikan ekspor bulanan yang masih lebih rendah dibandingkan kenaikan impor
menyebabkan posisi surplus pada bulan Agustus 2016 lebih rendah dibandingkan bulan Juli yang mencapai USD513,6 juta. Di
samping itu, kinerja neraca perdagangan kali ini juga masih berada di bawah konsensus yang sebesar USD500 juta.
Secara year to date, kinerja ekspor-impor tahun ini masih lebih rendah dibandingkan 2015
Surplus neraca perdagangan pada tahun 2016 secara akumulatif (Januari – Agustus) mencapai USD4,38 miliar, masih lebih rendah
dibandingkan surplus tahun 2015 yang sebesar USD6,16 miliar. Posisi ekspor sampai dengan bulan Agustus 2016 mencapai
USD91,7 miliar atau turun 10,6% dibanding dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Di sisi lain, posisi impor pada periode
yang sama mencapai USD87,35 miliar atau turun 9,4%. Belum pulihnya permintaan global yang berdampak pada berlanjutnya
tekanan pada harga komoditas global diperkirakan sebagai penyebab kurang optimalnya kinerja neraca perdagangan Indonesia.
Aktivitas perdagangan didominasi oleh sektor nonmigas
Aktivitas perdagangan internasional Indonesia dengan pasar global pada bulan Agustus 2016 masih didominasi oleh perdagangan
nonmigas. Pertumbuhan ekspor yang sebesar 32,54% (mtm) ditopang oleh meningkatnya ekspor nonmigas yang mencapai
34,84% (USD11,50 miliar). Sementara itu, peningkatan impor yang mencapai 36,84% lebih didorong oleh naiknya impor nonmigas
yang mencapai 40,90% (USD10,58 miliar). Lonjakan tersebut didorong oleh membaiknya aktivitas impor setelah mengalami
penurunan musiman pasca lebaran (impor bulan Juli turun 25% mtm).
Tekanan terhadap sisi ekspor relatif lebih tinggi dibandingkan sisi impor
Masih tingginya ketergantungan ekspor Indonesia terhadap barang komoditas menempatkan Indonesia sebagai salah satu
Negara yang mengalami tekanan ekspor cukup besar dibanding Negara eksportir global. Sementara itu, dari sisi impor, kinerja
impor Indonesia masih lebih baik dibandingkan beberapa Negara lain misalnya India, Jepang, dan India.
Perkembangan ekspor impor Indonesia ke depan
Aktivitas ekspor diperkirakan akan mengalami perkembangan signifikan di tahun 2017 seiring dengan adanya rencana pembatalan
moratorium ekspor mineral pada Januari 2017. Lebih lanjut, pencabutan moratorium tersebut diharapkan juga akan mendorong
peningkatan PDB Indonesia. Dari sisi impor, tren impor diproyeksikan akan mengalami peningkatan seiring ekspektasi berlanjutnya
tren perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di samping itu, perlu diperhatikan pula bahwa kenaikan impor juga dipengaruhi
oleh kenaikan harga minyak mentah.
Kontribusi ekspor impor terhadap PDB menurun, beralih pada konsumsi dan investasi
Porsi aktivitas perdagangan internasional Indonesia terhadap PDB menurun cukup drastis dari 64% di tahun 2005 menjadi 42% di
tahun 2015 dengan tren penurunanan yang diperkirakan masih akan berlanjut. Dampaknya, kontribusi ekspor impor terhadap
PDB juga mengalami penurunan, bergeser pada sisi konsumsi domestic dan investasi. Melihat perkembangan tersebut, kebijakan
moneter yang lebih longgar dapat diterapkan untuk mendorong sisi konsumsi domestik dan investasi dengan risiko pelebaran
defisit neraca pembayaran yang lebih kecil. Hal ini mengingat tren penurunan impor yang masih terjadi hingga saat ini.
Tabel Pertumbuhan Nilai Perdagangan
Tahun 2016 (Januari – Agustus)
(% yoy)
Negara
China
Hong Kong*
India*
Japan*
Korea
Malaysia*
Philippines*
Singapore*
Thailand*
Indonesia
Ekspor
-6.30%
-4.10%
-5.40%
-9.50%
-11.60%
0.30%
-8.30%
-8.50%
-2.30%
-10.60%
Impor
-8.90%
-5.30%
-15.50%
-18.30%
-8.80%
0.40%
14.40%
-7.80%
-9.80%
-9.40%
40%
Perkembangan Ekspor Impor Indonesia
2.0
30%
1.5
20%
1.0
10%
0.5
0%
0.0
-10%
-0.5
-20%
-1.0
-30%
-1.5
-40%
-2.0
Neraca Perdangan (US$ miliar) - RHS
Pert Ekspor (% YoY)
Pert Impor (% YoY)
*) s .d Jul
Sumber: CEIC, diolah
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report
4
Download