dinamika perubahan adat salingka nagari - e

advertisement
DINAMIKA PERUBAHAN
ADAT SALINGKA NAGARI
(Studi Analisis tentang Pewarisan Nilai-Nilai Adat di Kanagarian
Pagadih Kabupaten Agam Sumatera Barat)
Hardi Putra Wirman*
Abstract: Indigenous issues related to inheritance of traditional values ​​is a separate problem
faced by many villages in West Sumatra. Pagadih as one of the villages in the district of
Agam also experiencing this, it is necessary for a solution to address this problem. This study
tries to elaborate further on the issue of the changing dynamics of indigenous villages in
Pagadih salingka, try a few things resolved in this study is the first to provide insight to the
tribal elders that the inheritance of traditional values ​​to the young nephew went well, as
well as from the niece able to carry out the commands of mamak, both provide insight to
indigenous elders neighbor function in society, the third is to revive traditional institutions
that have complete responsibility for the inheritance of traditional values​​.
Keywords: Ninik Mamak, Indigenous
Latar Belakang
Amandemen UUD 1945, Pasal 18 B ayat 2 berbunyi bahwa: Negara
meng­akui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam undang-undang.
*
Staf Pengajar STAIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi
Hardi Putra Wirman, Dinamika Perubahan Adat Salingka Nagari ...
Satuan pemerintah ditingkat desa seperti gampong di NAD, nagari di
Sumatera Barat, dukuh di Jawa, desa dan banjar di Bali serta berbagai kelompok
masyarakat di berbagai daerah hidup berdasarkan adat dengan hak-haknya
seperti hak ulayat, tetapi dengan satu syarat bahwa kelompok masyarakat
hukum adat itu benar-benar ada dan hidup, bukan dipaksa-paksakan ada;
bukan dihidup-hidupkan. Oleh karena itu dalam pelaksanaanya, kelompok
itu harus diatur lebih lanjut dalam pelaksanaannya, kelompok itu harus
diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah yang ditetapkan oleh DPRD.
Selain itu, penetapan itu tentu saja dengan suatu pembatasan, yaitu tidak
boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip negara kesatuan.
Untuk melaksanakan aturan di atas Pemerintah Daerah (Pemda) Su­
matera Barat menetapkan Perda Sumatra Barat No.9 Tahun 2000 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari yang disempurnakan dengan Perda No.
31 tahun 2001. Untuk masing-masing kabupaten diatur dengan Perdanya
masing-masing untuk dapat menyesuaikan dengan kondisi masyarakat
setempat.
Di Kabupaten Agam ditetapkan dengan Perda Kabupaten Agam No.31
Tahun 2001, yang dimulai tahun 2002. Diantara nagari yang ada, adalah
Nagari Pagadih yang terletak di Kec. Palupuh, dengan luas 8288 Ha terdiri
dari tiga jorong dengan jumlah penduduk 2731 orang.
Pemerintahan Nagari Pagadih telah menyelengarakan urusan rumah
tangga nagari berdasarkan otonomi yang dimiliki dengan mengembangkan
peran serta seluruh masyarakat secara demokratis dengan memanfaatkan
nilai-nilai budaya, menghimbau serta peranan lembaga adat nagari (KAN)
dan lembaga lainnya sebagai mitra dalam rangka pemberdayaan masyarakat
nagari, maka tugas pemerintahan nagari adalah menyelengaraakan urusan
pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan.
Salah satu tujuan kembali melaksanakan sistem pemerintahan nagari
adalah; mengembalikan peran ninik mamak dan mengembalikan adat istiadat
di tengah-tengah kehidupan masyarakat nagari. Sebab ninik mamak dan
adat istiadat merupakan kearifan lokal yang telah teruji kemampuannya
menciptakan dan menjaga kehidupan masyarakat nagari yang tertib, ten­
tram dan aman.
Untuk tercapainya tujuan ini, memerlukan kerja keras sebab selama
pe­merintahan desa terjadi kemandekan peran ninik mamak dan pewarisan
nilai-nilai adat istiadat secara utuh. Berbagai upaya memang sudah dilakukan
36
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
baik melalui jalur pendidikan formal seperti di sekolah dasar dan sekolah
lanjutan tingkat pertama mempelajari Budaya Alam Minangkabau maupun
informal, seperti pelatihan dan kegiatan pemberdayaan peran ninik mamak
dan adat istiadat yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai perhatian
untuk itu.
Pada tahun 2011, penulis melakukan pemberdayaan masyarakat di
bidang Adat, Agama dan Ekonomi di Nagari Pagadih bekerjasama dengan
Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN Bukittinggi. Khusus
pemberdayaan Adat, ada beberapa persoalan yang masih menjadi kendala
bagi tokoh masyarakat setempat, antara lain; (1) pemahaman ninik mamak
terhadap adat masih lemah, sehingga pewarisan nilai-nilai adat terhadap
anak kemenakan tidak berjalan baik, begitupun dari pihak kemenakan,
kurangnya rasa berninik mamak, sehingga keputusan-keputusan yang telah
di tetapkan oleh ninik mamak dapat ditentang dan bahkan tidak dilaksanakan
oleh kemenakan. (2) kurang mengertinya ninik mamak tetang fungsi adat
di dalam masyarakat, hal ini di ungkapkan oleh salah seorang pemangku
adat “kami walaupun lah tuo-tuo, tapi harus baraja banyak juo tentang adat”.
(3) tidak adanya instutusi yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap
pewarisan nilai-nilai adat.
Kondisi di atas telah mengagetkan kita, walaupun sudah lebih kurang
sepuluh tahun kembali ke sistem pemerintahan nagari namun belum me­
nampakkan hasil yang mengembirakan sebab pengalian nilai-nilai dan
peng­aktualisasianya membutuhkan proses dan waktu yang panjang. Apalagi
adat istiadat itu, hidup di tengah-tengah masyarakat berdasarkan kebiasaankebiasaan atau perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah adat istiadat yang terdapat dimasyarakat Nagari Pagadih
dalam bidang pergaulan ?
2. Bagaimanakah peranan ninik mamak sebagai pemangku adat, mewa­
riskan nilai-nilai adat istiadat ?
Tujuan Penelitian
Untuk mendeskripsikan pedoman bertingkalah laku dibidang pergaulan
yang terdapat di dalam adat istiadat Nagari Pagadih.
37
Hardi Putra Wirman, Dinamika Perubahan Adat Salingka Nagari ...
3. Untuk mengetahui peran ninik mamak sebagai pemangku adat dalam
mewariskan adat istiadat.
Landasan Teori
Adat Istiadat di Minangkabau
Apabila ditinjau dari sumber dan kekuatan berlakunya maka adat is­
tiadat di Minangkabau dapat dibagi atas empat (4) macam:
Adat Nan Sabana Adat
Suatu ketentuan adat tertinggi yang kebenarannya bersifat universal
dan absolut, karena di dasarkan kepada kenyataan yang berlaku dalam
alam yang merupakan kodrad Illahi, atau sesuatu yang terus dan berjalan
sepanjang masa:
Api membaka, aie mamuei, tajam malukoi, runciang mancucuak, gunuang
bakabuik, lurah baraie, lawiek barombak, alang bakuliek, murai bakicau, ayam
bakokok, buluah babuku, karambie bamato, dan sebagainya.
Masuk, berkembang dandianutnya agama Islam oleh masyarakat Mi­
nang­kabau menyebabkan ajaran-ajaran Islam dijadikan sebagai pedomanpedoman dalam pergaulan antar sesama masyarakat Minangkabau itu sen­
diri. Ajaran Islam yang didasarkan pada wahyu Allah SWT, diakui sebagai
sesuatu yang pasti, sebagaimana pastinya kenyataan yang berlaku pada
alam, dengan demikian ajaran Islam dimasukkan pada Adat nan sabana adat.
Bukan maksud menyetarakan dengan adat tetapi dijadikan pedoman yang
tertinggi.1
Dengan demikian adat nan sabana adat sama dengan hukum alam
yakni hukum yang tidak tergantung kepada pandangan manusia, berlaku
dimana saja dan kapan saja. Sebagaimana yang diajarkan oleh para filosof
yang menganut hukum alam ini seperti; Aristoteles, Thomas Aquino, Hugo
de Groot dan Rudolf Stammler.2
Adat Nan Teradat
Adat nan teradat merupakan aturan yang dirancang, dijalankan serta
diteruskan oleh nenek moyang yang mula menempati dan memerintah di
Minangkabau yakni; Dt.Parpatiah Nan Sabatang dan Dt. Katumangguangan
sebagaimana yang terdapat dalam tambo-tambo Minangkabau.
38
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
Adat nan teradat merupakan aturan-aturan pokok dan mendasaryang
mengatur tata kehidupan masyarakat dalam segi kehidupan sosial, budaya
dan hukum. Apa yang diatur dan ditetapkan dalam adat nan teradat ini dapat
dilihat dalam undang-undang nan ampek, yakni:3
1. Undang-undang nagari
2. Undang-undang isi
3. Undang-undang luhak dan rantau
4. Undang-undang dua puluh
Karena sifatnya ini sampai sekarang adat nan teradat masih tetap berlaku
di tengah-tengah masyarakat Minangkabau. Misalnya kalau mau mendirikan
nagari baru, harus diperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
mendirikan suatu nagari sebagaimana yang diatur oleh undang-undang nagari.
(Lihat Perda-Perda Kabupaten tentang Pemerintahan Nagari)
Adat Nan Diadat
Adat nan diadatkan merupakan kebiasaan-kebiasaan yang bersifat
normatif, artinya kebiasaan-kebiasaan yang semestinya diikuti oleh masya­
rakat karena kebiasaan itu sesuai dengan kepatutan masyarakat suatu nagari
bersangkutan. Adakalanya kebiasaan-kebiasaan ini dikukuhkan dengan kata
mufakat oleh ninik mamak pemangku adat dalam suatu nagari agar kebia­
saan itu dapat dipaksakan berlakunya.
Adat nan diadatkan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan masyarakat akan suatu pedoman bertingkah laku dalam kehi­
dupan bersama dalam suatu nagari. Adat nan diadatkan merupakan aturan
pelaksana dari aturan adat nan teradat yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi nagari setempat. Sehingga aturan-aturan di dalam adat nan diadatkan
ini akan berbeda-beda di masing-masing nagari, seperti yang diungkapkan
pepatah adat beriut ini; Lain padang, lain belalang, lain lubuah lain ikan nyo,
lain nagari lain adaiknyo.
Karena adat nan diadatkan ini merupakan kebiasaan-kebiasaan yang
bersifat normatif dan atau penetapan berdasarkan mufakat ninik mamak dan
masyarakat suatu nagari, maka berlakunya hanya sebatas wilayah nagari yang
bersangkutan, demikian juga nagari lain ia memperoleh kewenangan untuk
mengatur sendiri kehidupan di dalam nagarinya sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingan masyarakatnya sendiri.
39
Hardi Putra Wirman, Dinamika Perubahan Adat Salingka Nagari ...
Adat Istiadat
Adat Istiadat berati kebiasaan yang sudah berlaku dalam suatu tempat
yang berhubugan dengan tingkah laku dan kesenangan masyarakat setempat.
Adat istiadat ini merupakan perbuatan tiru-meniru ialah ibarat pakaian orang,
elok dipandang mata, meniru orang yang pertama, kedua, sampai sepuluh
dua puluh orang, makin lama makin diingini orang, maka memakai orang
semuanya. Akhirnya menjadi kebiasaan pula pakaian itu.
Adat istiadat merupakan suatu wadah untuk menampung setiap kesu­
kaan orang banyak yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial yang
berlaku seperti berpencak silat, randai dan sebagainya.
Hukum Adat Minangkabau
Secara praktis orang Minangkabau tidak membedakan antara adat
dan hukum adat. Bagi mereka kata adat itu sudah mengandung unsur
hu­kum. Penambahan kata hukum pada kata adat akibat pengaruh tulisan
Snouck Hurgronye dalam bukunya “de Atjehers” pada tahun 1893 kemudian
dipopulerkan oleh Van Vallenhoven dalam bukunya Het Adatrecht van Neder­
landsh Indie.
Menurut Soerjono Soekanto4 (1981,86) secara teoritis akademis sudah
timbul kesulitan untuk membedakan antara adat istiadat dengan hukum
adat, apalagi di dalam prakteknya, di mana kedua gejala sosial tersebut
berkaitan dengan sangat erat. Kenyataannya menurut Franz Von BendaBeckmann di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa adat dan
hukum adat dipergunakan oleh warga masyarakat secara bersamaan seperti
di Minangkabau.
Apakah yang adat dan manakah yang “hukum”? Dimana letak batasnya?
Untuk ringkasnya dapatlah dan cukup ditunjukkan kriterium formil saja, ya­
itu mengenai cara pelaksanaannya. Cara pelaksanaan aturan-aturan hukum
itulah yang membedakannya daripada aturan-aturan yang adat belaka.
Menurut Teer Haar dalam pidatonya yang berjudul: Het Adatrecht van
Nederlandsch Indie in wetenschap, Pracktijk en onderwijs, mengatakan a.l. Hukum
Adat adalah keseluruhan peraturan yang ditetapkan dalam keputusankeputusan yang penuh wibawa, dan yang dalam pelaksanaannya diterapkan
begitu saja. Hukum Adat yang berlaku itu hanya diketahui dan dikenal dari
keputusan-keputusan para fungsionaris hukum dalam masyarakat itu baik
40
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
di dalam maupun di luar sengketa ini yang disebut dengan teori Keputusan
(beslissingenleer).
Di dalam masyarakat kelihatan bahwa ada susunan badan-badan atau
orang-orang tertentu yang justru mempunyai tugas untuk melaksanakan,
memperlakuakan, mempertahankan aturan-aturan tingkah laku tertentu
dengan cara tertentu pula, disertai akibat-akibat tertentu.
Perubahan Sosial
Setiap masyarakat pada dasarnya akan mengalami perubahan dalam
kehidupan. Perubahan itu akan dapat diketahui jika dilakukan perbandingan
keadaan suatu masyarakat sederhana dengan keadaan masyarakat yang
lebih maju.
Perubahan dalam masyarakat pada prinsipnya merupakan suatu proses
yang terus menerus artinya bahwa setiap masyarakat pada kenyatannya
akan mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi antara satu masyarakat
dengan masyarakat lainnya berbeda. Ada masyarakat yang mengalami
perubahan lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat lainnya.
Havilad5 menjelaskan bahwa perubahan kebudayaan disebabkan oleh
berbagai faktor, di antaranya perubahan lingkungan dan kontak budaya.
Perubahan lingkungan akan menuntut perubahan kebudayaan yang bersifat
adaptif. Sementara kontak budaya akan menyebabkan masuknya gagasangagasan serta nilai-nilai dan tata kelakuan. Selanjutnya Haviland menjelaskan
bahwa perubahan kebudayaan terjadi karena invention, diffusi, hilangnya
unsur-unsur kebudayaan dan akulturasi.
Sehubungan dengan hal di atas Soerjono Soekanto6 menyatakan bahwa
kebudayaan itu sendiri mengalami perubahan dan penyesuaian. Perubahan
itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta kondisi sosial
dan lingkungan kehidupan sosial manusia.
Kebudayaan haruslah dilihat sebagai faktor dinamis dalam perubahan
sosial, hanya saja intensitas perubahan tersebut berbeda antara masingmasing unsur kebudayan misalnya tentang adat perkawinan, kesenian,
tekhnologi dan lain sebagainya. Soemarjan7 menjelaskan bahwa perubahan
sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial termasuk di da­
lamnya nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok masyarakat.
41
Hardi Putra Wirman, Dinamika Perubahan Adat Salingka Nagari ...
Dan beberapa defenisi di atas dapat dipahami pentingnya peraran ke­
lembagaan dalam sistem sosial karena lembaga yang ada dalam masyarakat
akan menentukan pola tingkah laku individu dalam masyarakat. Lebih lanjut
Soerjono Soekanto8 (1990: 178) menjelaskan bahwa kebutuhan-kebutuhan
itulah yang membawa terbentuknya lembaga-lembaga misalnya kebutuhan
akan menimbulkan lembagalembaga kemasyarakatan.
Metodologi Penelitian
Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penggunaan metode
ini bertujuan untuk mempelajari fenomena sosial dengan tujuan menjelaskan
dan menganalisa perilaku manusia dan kelompok, dari sudut pandang yang
sama sebagaimana objek yang di teliti melihat masalah tersebut.
Beberapa karakteristik dalam pendekatan ini adalah pengumpulan
data dilakukan dalam latar belakang yang wajar alamiah (natural setting).
Karakteristik yang lain adalah pendekatan ini sangat kaya dan sarat dengan
deskripsi. Maka penulis menilai bahwa metode ini sangat relevan dalam
menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan
data yang di gunakan adalah wawancara mendalam, observasi dan
dokumentasi.
Teknik Pengumpulan Data dan Informan
Dalam penelitian ini data dikumpulkan dari wawancara, observasi dan
dokumentasi, sementara informan dalam penelitian ini adalah, walinagari,
tokoh adat dan tokoh masyarakat Pagadih
Hasil Penelitian
Adat dan budaya Nagari Pagadih
Dalam pelaksanaannya secara umum adat Minangkabau mengajak
kepada masyarakatnya untuk senantiasa bertingkah laku baik dan bermoral
mulia, tata kehidupan masyarakat Minangkabau didasarkan pada falsafah
hidup adat Minangakabau yaitu adat basandi syarak, syarak basandi kita­
bullah yang mempunyai makna syarak managto adat mamakai.
Dalam tata kehidupann masyarakat nagari Pagadih selalu memegang
teguh ajaran agama dan adat istiadat yang berlaku dinagari Pagadih. Pe­nye­
lengaraan pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan selalu meng­
gunakan jalan musyawarah mufakat setiap pengembalian keputusan dengan
42
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
melibatkan semua hnsur masyarakat yang ada seperti: ninik mamak, cerdik
pandai, alim ulama, bundo kanduang dan pemuda yang terakomodir dalam
wadah lembaga Badan Permusyawaratan Nagari.
Di zaman era globalisasi sekarang, perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi juga memberikan dampak negatif pada pelunturan nilai-nilai
agama dan adat istiadat, disinilah peran penting tokoh agama dan adat untuk
mengantisipasi dampak negatif masuknya pengaruh dari luar yang dapat
merusak nilai-nilai agama dan adat istiadat tersebut dengan menodorng
masyarakat dapat menghayati dan mengamalkan filosofi ABS-SBK dalam
kehidupan sehari-hari.
Agama
Seiring dengan pebijakan pemerintah Propinsi Sumatera Barat babliak ka
nagari di era otonomi daerah, belum mampu menterjemahkan secara konkrit
di tengah-tengah kehidupan masyarakat, sehingga muncul kekhawatiran
makin luntur dan rendahnya pemahaman agama bagi generasi muda.
Untuk mengantisipai hal ini, telah dilakukan berbagai langkah dan
upaya bagi tokoh masyarakat di nagari Pagadih untuk membangun mesjid,
mushala dan melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan dengan penyediaan
sarana dan prasarana ibadah serta kegiatan keagamaan.
Adat Istiadat Nagari Pagadih dalam Bidang Pergaulan.
Sopan santun berbicara
Hidup bermasyarakat berarti hidup bersama orang lain. Hidup bersama
orang lain perlu tenggang-menenggang. Misalnya dalam berbicara. Kalau
berbicara hendaklah lemah lembut jangan kasar. Dengan berbicara seperti
itu orang lain akan senang mendengarkannya.
Awak rancak artinya awak bagus. Baso katuju artinya bahasa(berbicara)
di­sukai orang, muluik manih artinya pembicaraan enak dan menarik di
de­ngar, kucindan murah artinya mudah bercengkrama atau berkelekar. Ja­
di,seorang remaja pagadih hendaklah berbicara seperti itu. Jika tidak orang
akan mengatakan “indak beradat”.
Pepatah-petitih ini masih digunakan oleh masyarakat untuk meng­
ajarkan remaja dalam berbicara, ditambah dangan pepatah-petitih.
1. Kato manurun
2. Kato mandaki
43
Hardi Putra Wirman, Dinamika Perubahan Adat Salingka Nagari ...
3. Kato mandata
4. Kato melereang
Keempat kato ini dipedomani dalam berbicara. Kato manurun digu­
nakan untuk kawan bicara yang muda usianya dibandingkan dengan pem­
bicara. Kato mandaki, kato yang digunakan untuk berbicara dengan orang
yang usianya lebih tua, kata-kata yang dipilih adalah kata-kata yang sangat
sopan, untuk memghormati lawan bicara. Kato mandata digunakan untuk
berbicara dengan lawan bicara yang usianya sama besar. Sering mengunakan
kata-kata yang penuh kelakar, gembira.
Kata malereang, kata-kata yang digunakan terhadap orang-orang yang
disegani, yang tidak mungkin berbicara secara terus terang seperti dengan
mertua, ninik mamak. Dll. Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata ber­
kiasan, artinya maksud dari kata-kata itu harus ditafsirkan.
Adat Minangkbau mengajari masyarakatnya untuk pandai berbicara.
Pandai berbicara bukan membual atau berbohong. Akan tetapi pandai
mengungkapkan pikiran supaya dipahami oleh orang lain. Kalau tidak pandai
berbicara dikatakan seperti berikut ini
1. Anjalai di tangah koto,
2. tumbuah sarumpun jo langgundi,
3. Kok indak pandai bakto-kato,
4. bak alu pancukia duri.
Kalau kita berbicara tidak boleh “kagadang-gadangan”. Berbicaralah
dengan merendah,tidak bersikap sombong. Dikatakan lagi dalam Masyarakat
Pagadih “Kok mandi di ilia-ilia, bakato di bawah-bawah, kato sapatah dipikiri,
jalan salangkah madok suruik”
Berbicara dengan orang lain tidak boleh berebut-rebutan. Didengarkan
terlebih dahulu pembicaraan orang. Setelah itu pada gilirannya, barulah
kita berbicara. Berbicara tidak boleh ceroboh. Harus bersikap tenang. Inti
pembicaraan harus jelas. Jangan asal berbicara. Dengan demikian, pem­
bicaraan kita dapat dimengerti orang lain.
Sopan santun waktu duduk
Kehidupan dalam masyarakat Pagadih memiliki aturan yang dinamakan
adat. Hiduik dikanduang adat, begitu masyarakat Pagadih menyebutnya.
Artinya, apa saja yang dilakukan manusia di Pagadih kendaklah menurut
aturan, yakni adat istiadat mereka.
44
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
Begitu juga dengan duduk. Meskipun saat ini di tiap rumah ada kursi.
Orang lebih banyak duduk di kursi daripada di hamparan. Akan tetapi,pada
kegiatan tertentu seperti dalam upacara seperti kematian, perhelatan,
pernikahan, orang masih duduk di hamparan atau di tikar. Ketika duduk di
tikar kita juga memiliki adat.
Yakni bagi laki-laki duduk bersila (baselo). Kedua kaki dilipat teratur.
Lutut tidak boleh ditegakkan. Kaki tidak boleh diunjurkan. Selama duduk
harus dipertahankan seperti itu. Jika dapat dipertahankan selama acara,
pertanda duduk laki-laki telah memenuhi adat yang berlaku.
Duduk bagi perempuan adalah duduk bersimpuh. Tidak boleh bersila,
begitu juga laki-laki tidak boleh bersimpuh. Perempuan yang duduk tidak
bersimpuh,akan tercela menurut adat.
Sopan santun waktu makan
Makan memerlukan tata cara atau adat istiadat tersendiri. Sebab makan
merupakan bagian dari kegiatan-kegiatan upacara-upacara adat istiadat di
nagari Pagadih. Mendoa, pesta berkawinan dan bertamu, selalu dibarengi
dengan makan. Oleh karena itu banyak ajaran-ajaran adat tentang hal ini.
Apalagi makan ini sering dilakukan di tempat yang ramai atau banyak
orang.
Adat sopan santun waktu makan penting diketahui oleh remaja, karena
nanti mereka akan banyak bergaul dengan masyarakat. Karena kalau tidak
beradat, orang bukan hanya memburukan yang bersangkutan saja tetapi
lebih luas menyalahkan ibu, bapak dan mamaknnya.
Adat minangkabau mengajarkan:
1. Makan sasuok, duo suok
2. Cukuik katigo paruiklah kanyang
3. Usah makan sakulek kanyak
4. Jan minum saraguak abih
5. Saah cando dipandang urang
6. Buruak rupo diliek urang
Orang beradat makannya tidak rakus. Tidak ceroboh menyuap nasi. Ia
makan dengan tenang, terutur, bagaimanapun laparnya perut kita. Kemudian
suap kita tidak boleh besar-besar. Suaplah nasi dengan ukuran pantas.
Mengunyak makanan dalam mulut juga ada aturannya. Mulut tidak
boleh terbuka waktu mengunyah makanan. Kalau terbuka mulut akan ber­
45
Hardi Putra Wirman, Dinamika Perubahan Adat Salingka Nagari ...
bunyi (mancapak). Waktu makan mulut tidak boleh mengeluarkan bunyi,
buruak bunyi di dangga urang.
Begitu juga waktu minum. Tidak mengeluarkan bunyi. Air satu gelas
jangan sekali teguk. Minumlah seteguk-teguk.
Kalau makan bersama orang tua, biarkanlah terlebih dahulu orang tua
mengambil nasi dan lauk pauk. Remaja menyusul belakangan. Kemudian
jangan mengambil makanan yang jauh dari kita (manjambo). Ambillah yang
di depan kita saja. Kalau kita kenyang terlebih dahulu tunggulah orang yang
lebih tua mencuci tangan lebih dahulu, setelah itu barulah remaja mencuci
tangan.
Apalagi makan bajamba, makan ala tradisi Minangakabau. Kita makan
satu piring, dengan mengunakan piring besar untuk enam orang. Lauk
pauknya di letakkan di tengah-tengah diatas nasi. Di antara orang yang
satu dengan yang lain tidak terbatas. Batasnya hanya sasaran suapnya yakni
tempat menyuap nasi. Makan bajamba jangan sampai rimah (sisa nasi)
terlompat ke sasaran makan orang lain.
Sopan santun berpakaian
Ada beberapa fungsi pakaian yakni; untuk melindungi tubuh, untuk
keindahan dan untuk kecantikan. Fungsi itu berlaku secara umum untuk
semua pakaian dan semua budaya di dunia ini. Di dalam adat Minangkabau
dan dalam Islam ada tambahan fungsi pakaian itu yakni untuk menutup
aurat. Jadi sopan santun berpakaian dalam adat sama halnya dengan sopan
santun berpakaian dalam islam. Namun secara spesipik perlu juga dijelaskan
sopan santun berpakaian menurut adat minangkabau; pertama, untuk
menutup aurat, kedua, sesuai dengan keadaan dan tubuh pemakainya,
ke­tiga sesuai dengan keadaan dan tempat pemakaiannya, keempat tidak
menjolok dipandang mata.
1. Rancak rupo diliek
2. Elok bunyi didanga.
Jadi bagus kalau dilihat, indak kalau dipandang. Serasi, tidak mencolok
dan tidak membuka aurat. Inilah yang menjadi inti sesuai dengan keadaan
dan tubuh pemakaiannya.
Berpakaian harus sesuai dengan keadaan dan tempat pemakainya,
ada­lah pakaian disesuaikan dengan tempat atau tujuan kegiatan yang di­
46
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
mak­sudkan. Pakaian ke pasar tentu tidak sama dengan pakaian ke pesta.
Pakaian ke pesta jangan di pakai ke mesjid.
Sopan santun bepergian
Manusia dalam hidupnya tidak selalu menetap. Ia berpindah dari satu
tempat ke tempat lain. Sekurang-kurangnya manusia sering berpergian.
Bepergian dilakukan sendiri-sendiri atau bersama-sama orang lain.
Adat minangkabau melarang warganya bergaul bebas. Pergaulan bebas
sangat dipantangkannya. Seorang wanita tidak bebas bepergian dengan
laki-laki yang bukan saudaranya. Beprgian berdua-dua dengan lawan jenis
yang bukan muhrim merupakan perbuatan tercela menurut adat.
Kalau memang perlu bepergian, satu laki-laki dengan satu perempuan
. caranya adalah perempuan harus didampingi oleh temannya. Pai surang pai
hilang, pai baduo pai sio-sio, pai batigo pai salamat.
Kalau bepergian dengan orang berlainan jenis, batas-batas kesopnana
harus diperhatikan. Misalnya naik kendaraan, hendaklah wanita di dahulu­
kan. Duduk di atas kendaraan juga demikian. Berilah tempat duduk terlebih
dahulu kepada wanita.
Turun dari kendraan hendaklah laki-laki terlebih dahulu, kemudian
baru wanita. Ini melambangkan laki-laki selalu melindungi wanita
Sopan santun bertamu
Manusia hidup dalam pergaulan. Ia tidak bisa hidup sendirian.oleh
karena itu mereka saling mengunjungi. Berkunjung ke rumah orang lain,
rumah sahabat, ke rumah tetangga, namanya bertamu.
1. Koko jauh cinto mancinto
2. Kok hampia jalang manajalang
3. Tandonya kito badunsanak.
“Tamu adalah raja “ itu uangkapan masyarakat, makananya setiap tamu
harus dihargai dan di hormati, dengan cara melayaninya dengan cara sopan
santun yang dilazimkan.
Meskipun tamu adalah raja, orang yang bertamu juga harus tahu adap
sopan santun. Ia tidak boleh sembarang waktu bertamu Ia harus melihat
keadaan dan suasana bertamu.
Adat menganjurkan, agama menyuruhkan bertamu. Tentu ada gunanya
Manusia hidup bermasyarakat. Ia harus membina hubungan baik dengan
47
Hardi Putra Wirman, Dinamika Perubahan Adat Salingka Nagari ...
orang lain. Bertamu ke rumah orang lain membina silaturahmi dan membina
hubungan.
Waktu yang baik untuk bertamu adalah pada saat tuan rumah tidak
sibuk dan tidak sedang istirahat. Biasanya waktu sitirahat seusai shalat Ashar
dan usai shalat Magrib.
Cara bertamu, pertama-tama diketuk pintu, kalau sekiranya ada bel
gunakan bel. Setelah pintu dibuka ucapkan salam dalam agama kita yakni
Assalamualaikum. Setelah dipersilakan masuk oleh tuan rumah baru kita
masuk. Sampai di dalam rumah, duduk setelah dipersilakan duduk oleh
tuan rumah.
Bertamu tidak boleh berlama-lama karena tuan rumah juga punya
pekerjaan dan kesibukan. Kedatangan jangan sampai menghambat aktifitas
tuan rumah.
Menerima tamu juga ada sopan santunya. Tamu adalah raja. Oleh
karena itu harus ditunjukkan bahwa kita senang menerima tamu. Setelah
pintu rumah diketuk, dipersilakan kepada tamu untuk masuk ke rumah dan
duduk dikursi atau tikar yang sudah disediakan untuk menerima tamu.
Peranan ninik mamak sebagai pemangku adat, me­
wariskan nilai-nilai adat istiadat
Mamak merupakan sosok pimpinan yang bertanggung jawab dalam
bidang adat istiadat. Mengawasi tingkah laku kemanakan, apakah sudah
sesuai dengan adat istiadat yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat Pagadih. Apabila ditemukan, tingkah lahu dan perbuatan yang
menyimpang mamak mempunyai kewajiban untuk menegur dan kalau perlu
memberikan sanksi.
Oleh karena itu mamak mempunyai tanggung jawab juga, agar keme­
nakannya mengetahui, memahami dan mengamalkan adat istiadat yang
berlaku dimasyarakatnya. Dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat Pagadih
apabila ada kesalahan kemenakan, yang sering disebutkan adalah mamaknya.
Kamanakan di pintu hutang, mamak dipintu bayia. Artinya kamanakan yang
berbuat salah mamaknya yang disalahkan oleh masyarakat, nilai-nilai ini
sudah berlangsung secara turun temurun.
Berbagai cara ditempuh oleh mamak, agar kemenakan mereka bisa
mengamalkan aadat istiadat setempat dinatara cara yang ditempuh adalah:
48
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
1. Berkunjung ke rumah kemanakan mereka pada waktu-waktu tertentu,
misalnya mau masuk bulan ramadhan, hari raya idul fitri dan pada
waktu-waktu yang bersifat insidentil. Pada jamuan-jamuan seperti ini
akan timbul interaksi antara mamak dan kemanakan, inilah saat-saat
penyampaian nilai-nilai adat istiadat dari mamak kepada kemenakannya.
Namun tidak semua mamak mampu untuk melakukan hal seperti ini,
disebabkan berbagai faktor diantaranya; Kurang harmonisnya hubungan
antara sesama anggota suku. Mamak yang tinggal tidak dinagari Pagadih.
Kesibukan dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Dan yang sangat
krusial adalah lemahnya pengetahuan mamak terhadap adat istiadat
mereka.
2. Untuk menyembatani kelemahan-kelemahan dalam pewarisan ini maka
kesepakatan ninik mamak Nagari Pagadih adalah menjadi guru Budaya
Alam Minangkabau ( BAM) di sekolah seperti Di SMP. Dengan cara begini
ninik mamak secara bergantian menjadi guru, menyampaikan nilai-nilai
budaya nagari Pagadih kepada murid-murid yang sekaligus adalah anak
kemenakan mereka.
Dari wawancara dengan beberapa ninik mamak, dapat dipahami
bah­wa dangkalnya pemahaman mereka terhadap adat istiadat setempat
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang bersifat internal maupun
bersifat eksternal.
Faktor-faktor Internal diantaranya adalah:
1. Kurangnya motivasi ninik mamak untuk mendalami adat istiadat, karena
tidak paham dengan tujuan dan manfaat adat istidat dalam kehidupan
bermasyarakat.
2. Rendahnya tingkat pendidikan formal ninik mamak yang rata-rata hanya
setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
3. Tingkat ekonomi ninik mamak yang masih dalam taraf menengah ke
bawah.
Faktor-faktor eksternal diantaranya adalah:
1. Secara umum perhatian masyarakat akan pentingnya artinya adat
semakin berkurang.
2. Peranan mamak belum maksimal dalam sistem pemerintahan nagari.
3. Wibawa ninik mamak yang lemah dimata kemanakan, sebab rendah
pendidikan, rendah tingkat ekonomi.
49
Hardi Putra Wirman, Dinamika Perubahan Adat Salingka Nagari ...
Penutup
Kesimpulan
Adat-istiadat masyarakat pagadih bidang pergaulan masih ada, namun
kekuatan berlakunya belum memaksa sebab:
1. Tingkat pemahaman yang rendah terhadap adat istiadat.
2. Tingkat penegakkan adat juga lemah, mamak kurang peduli.
3. Sarana prasarana penegakan adat juga kurang memadai.
4. Masyarakat yang semakin cuek terhadap adat mereka.
Pewarisan adat istiadat lebih diutamakan dengan menjadikan ninik
mamak sebagai guru dalam mata pelajaran Budaya Adat Alam Minangkabau
di SMP , sebab pewarisan secara langsung dari ninik mamak ke kemanakan
mengalami banyak kendala.
Saran-Saran
1. Perlu dilakukan pewarisan secara sistematis, sehingga adat siatiadat
khususnya di bidang pergaulan dapat menjadi pedoman bertingkah laku
bagi para remaja di Nagari Pagadih.
2. Para remaja untuk dapat mempelajari dan mendalami nilai-nilai adatis­ti­adat Nagari Pagadih, untuk mendapatkan pedoman bertingkah laku
dalam pergaulan sehari-hari.
3. Ninik mamak harus meningkatkan pengetahuan tentang adat istiadat
Nagari Pagadih, agar memiliki kewibawaan di mata kemenakanya. [ ]
Endnotes
1 Dt, Rajo Panghulu, Idrus Hakimy, Rangkaian Adat dan Mustika Adat dan Syara’ Minang
Kabau. (Bandung: Rosyda Karya. 1994) h.104
2 Achmad Ali: 1996,274)
3 A.A.Navis: 1986,91)
4 Soerjono Soekanto (1981,86)
5 Havilad (1995: 252)
6 Soerjono Soekanto (1982: 187)
7 Soemarjan (1974: 285)
8 Soerjono Soekanto (1990: 178)
50
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik (ed.d). 1987. Sejarah dan Masyarakat, Lintasan Historis Islam
di Indonesia, Jogyakarta: Yayasan Oba
Anto, Sumarman, 2003 Hukum Adat Perspektif Sekarang dan Mendatang, Jog­
jakarta: Adicipta.
Arifin, Imran, ed. 1994 Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Ilmu-Ilmu Sosial dan
Keagamaan. Malang: Kalimasahada Press.
Bungin, Burhan, 2003 Analis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Boechari, Ibrahim. 1986. Pengantar Timbal Balik Antara Pendidikan Islam dan
Pergerakan Nasional di Minangkabau. Jakarta: Bina Akara.
Chatra, E,eraldy. 2000. Adat Salingka Desa. Padang: Pusat Studi Pembangunan
dan Perubahan Sosial Budaya Unand
Danin Sudarwan, 1992 Metode Penelitian terhadap Ilmu-ilmu Perilaku sebuah
Pegantar bagi Mahasiswa Pascasarjana dan Peneliti Pemula, Jakarta:
Bumi Angkasa
Djokosurjo, dkk. tth, Agama dan Perubahan Sosial: Studi Tentang Hubungan
Antara Islam, Masyarakat dan Struktur Sosial-Politik Indonesia. Yogyakarta:
LPKSM.
Dobbin, Cristine. 1983. Islamic Revivalisme in a Changing Peasant Economy:
Central Sumatera 1784-1847. London: Curzon Press.
Dt, Rajo Panghulu, Idrus Hakimy, Rangkaian Adat dan Mustika Adat dan Syara’
Minang Kabau. Bandung: Rosyda Karya.
Faisal, Sanapiah. 1990 Penelitian Kualitatif ; Dasar-dasar dan Aplikasi, Malang:
YA3
Hadi, Kusuma Hilman, 1980. Pengantar Antropologi Hukum, Bandung: Citra
Aditia
Hamka 1967, Ayahku. t.p. Jaya Murni
___________, 1975. Islam dan Adat Minang Kabau, Jakarta: PT. Panji
Masyarakat
Hanani, Silfia, 2002 Surau Aset Lokal Minangkabau Yang tercecer, Bandung:
Humaniora,
Kaddie, Niki R. “Islam and Society in Minangkabau and in the Middle Eas:
Comparative Reflection”, 1987. dalam Sojourn Vol. 2 No 1.
Kato, Tsyuoshi. 1989. Nasab Ibu Dan Merantau Tradisi Minangkabau yang
Bertarusan di Minangkabau. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementrian Pendidikan Malaysia.
51
Hardi Putra Wirman, Dinamika Perubahan Adat Salingka Nagari ...
Kuncaraningrat, 2002 Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta:
Gramedia
Komaruddin, 1984 Kamus Riset, Bandung: Aksen
Lubis, Syahron, 1992 Kumpulan Materi Kuliah Metodologi Penelitian, Padang:
FPTK IKIP Padang
M. A Amir, 2001 Adat Minang Kabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang,
Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya
Mansur. 1970. Sejarah Minangkabau. Jakarta: Bahtera.
Moleong, Lexy 2000 Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Bandung: Ros­
dakarya
Poneko, Sulaiman, 1981 Dasar-Dasar Hukum Adat dan Ilmu Hukum Adat, Ban­
dung: Humra
Samsudin, M, 1998 Hukum Adat dan Modernisasi Hukum, Jogjakarta: UII
52
Download