JLBG JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI Journal of Environment and Geological Hazards ISSN: 2086-7794, e-ISSN: 2502-8804 Akreditasi LIPI No. 692/AU/P2MI-LIPI/07/2015 e-mail: [email protected] - http://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg KERENTANAN WILAYAH RENCANA TAPAK RDE SERPONG BERDASARKAN NILAI MEAN AMPLIFICATION MIKROTREMOR VULNERABILITY OF SERPONG EPR SITE PLAN AREA BASED ON MEAN AMPLIFICATION OF MICROTREMOR Marjiyono1, Setianegara, R.1 , Setiawan, J.H. 1, Sopyan Y. 1, dan Yuliastuti2 Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM, Jalan Diponegoro No. 57, Bandung 40122 - Indonesia 2Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir, BATAN, Jalan Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan 12710 - Indonesia Naskah diterima 10 Maret 2015, selesai direvisi 24 Nopember 2015, dan disetujui 01Maret 2016 Korespondensi email: [email protected] 1 ABSTRAK Lapisan permukaan pada umumnya merupakan lapisan sedimen termuda dan belum terkonsolidasi. Secara fisis, lapisan ini berpotensi memperkuat goncangan gelombang bila terjadi gempa bumi. Karakterisasi geologi permukaan dalam rangka pengembangan wilayah untuk pemukiman, perkantoran, dan sarana vital lainnya sangat diperlukan dalam rangka mengurangi dampak bencana di kemudian hari. Pemetaan nilai faktor penguatan gelombang berdasarkan perhitungan fungsi alih gelombang geser horizontal (SH transfer function) mikrotremor telah dilakukan di sekitar rencana pembangunan tapak RDE (Reaktor Daya Eksperimental), Serpong. Hasil pengolahan data menunjukkan nilai faktor penguatan gelombang berkisar antara 1,21 - 1,77. Daerah rencana lokasi tapak sendiri berada pada nilai faktor penguatan antara 1,4-1,5. Kata kunci: penguatan gelombang, gelombang geser, mikrotremor, tapak RDE ABSTRACT Site amplification is generally caused by youngest and unconsolidated sediment surface layers. Physically, these layers potentially strengthen the wave amplification if an earthquake takes place.The surface geology characterization for the purpose of spatial development for settlement, office, and other vital facilities is needed to mitigate the impact of disasters in the future. An amplification factor mapping based on microtremor SH transfer function was perfomed around the experimental power reactor (EPR) site plan, Serpong. The result of data processing shows the amplification factor values ranged from 1.21 to 1.77. The site plan location itself is in the values of between 1.4 to 1.5. Keywords: site amplification, shear wave, microtremor, EPR site 35 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 1, April 2016: 35 - 44 PENDAHULUAN Besarnya kekuatan goncangan tanah oleh gempa bumi pada suatu wilayah tidak hanya dipengaruhi oleh nilai magnitudo dan jarak tempat tersebut ke pusat gempa, namun juga sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi permukaan di wilayah tersebut. Litologi permukaan yang belum mengalami konsolidasi yang diendapkan di atas batuan yang relatif keras akan memberikan efek penguatan goncangan (Sairam drr., 2011; El-Eraki drr., 2012; Seht, 2014). Karakterisasi kondisi geologi permukaan pada suatu wilayah perlu dilakukan, terutama pada daerah yang akan dibangun fasilitas-fasilitas penting untuk menghindari dampak bencana goncangan tanah di kemudian hari. Dalam rangka mengevaluasi rencana pembangunan RDE oleh BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) di Serpong, Tangerang Selatan, telah dilakukan kajian kondisi geologi permukaan di sekitar rencana tapak. Adapun parameter yang dikaji adalah nilai faktor penguatan gelombang berdasarkan perhitungan fungsi alih gelombang geser horizontal (SH transfer function). Model geologi bawah permukaan dalam perhitungan nilai faktor penguatan gelombang ini diperoleh dari inversi data mikrotremor. Parameter model berupa kecepatan gelombang geser lapisan sedimen permukaan, ketebalan lapisan permukaan, serta kecepatan gelombang geser lapisan batuan alas (batuan yang mengalasi sedimen permukaan). Sebaran nilai faktor penguatan gelombang di daerah sekitar rencana tapak RDE ini, diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi nilai kerentanan relatif terhadap potensi goncangan tanah oleh gempa bumi yang mungkin terjadi. Geologi dan Kegempaan Daerah Penelitian Berdasarkan Peta Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu, skala 1:100.000 (Turkandi drr., 1992) stratigrafi daerah Serpong dan sekitarnya dari tua ke muda adalah sebagai berikut: Formasi Bojongmanik, terdiri atas perselingan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batu gamping. Satuan batu pasir berukuran butir halus hingga sedang, terpilah baik, sedangkan batu gamping ditemukan berwarna abu-abu kekuningan, bersifat masif, berlapis dengan ketebalan hingga 1 m, mengandung fosil moluska dan koral. Batuan ini banyak tersingkap di sepanjang Sungai Cisadane. Batuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah. Formasi Genteng, terdiri atas tufa batu apung, 36 batu pasir tufaan, breksi, konglomerat, dan sisipan lempung tufaan. Di daerah penelitian, batuan ini umumnya ditemukan di sebelah barat Sungai Cisadane. Satuan tufa batu apung berbutir halus hingga kasar, berlapis baik dengan sisipan tipis tufa debu dan kayu terkersikkan. Sementara batu pasir tufaan berwarna abu-abu kebiruan, berbutir sedang hingga kasar, mengandung glaukonit, kuarsa, dan kayu terkersikkan. Satuan breksi dalam formasi ini mempunyai komponen andesit berstruktur perlapisan bersusun, berbutir pasir kasar hingga kerakal, menyudut tanggung hingga membundar tanggung, berkomponen andesit basal. Satuan konglomerat dengan massa dasar tufa pasiran bersifat masif, berbutir pasir kasar hingga kerakal, membundar hingga membundar tanggung, berlapis baik, berkomponen andesit, kuarsa, dan batu apung. Berdasarkan kedudukan stratigrafinya yang menindih tak selaras Formasi Bojongmanik dan ditindih secara tak selaras oleh Formasi Serpong, Formasi Genteng ini diduga berumur Pliosen Awal - Pliosen Tengah. Formasi Serpong, tersusun atas perselingan konglomerat, batu pasir, batu lanau, batu lempung dengan sisa tanaman, konglomerat batu apung, dan tufa batu apung. Satuan Konglomerat berwarna hitam kebiruan sampai coklat muda, terdiri atas aneka ragam komponen, yaitu andesit, basal, batu gamping, dan rijang. Setempat terdapat fosil kayu, matriks pasir hitam, kemas terbuka, pemilahan sedang. Di bagian atas, konglomerat ini mengandung komponen batu apung yang berukuran lebih kecil (3 – 5 cm) dengan matriks pasir tufan. Formasi Serpong ini menindih secara tidak selaras batuan Formasi Bojongmanik. Berdasarkan kedudukan stratigrafinya yang menindih secara tidak selaras Formasi Bojongmanik dan Formasi Genteng dan ditindih secara tidak selaras oleh endapan kipas aluvial, diduga Formasi Serpong ini berumur Pliosen Akhir. Kipas aluvium, satuan batuan ini umumnya berupa tufa produk Gunung Salak. Endapan ini tersusun atas tufa halus berlapis, tufa pasiran, berselingan dengan tufa konglomeratan. Satuan batuan ini diperkirakan berumur Plistosen hingga Holosen. Aluvium, dijumpai di sepanjang aliran Sungai Cisadane dan sungai sungai kecil di sekitarnya umumnya berupa endapan sungai sekarang. Secara umum, satuan ini merupakan material lepas yang terdiri atas lempung, lanau, pasir, kirikil, kerakal, bongkah batuan beku, dan kadang-kadang sedimen yang masif. Kerentanan Wilayah Rencana Tapak RDE Serpong Berdasarkan Nilai Mean Amplification Mikrotremor Kegempaan Secara regional, kegempaan daerah Serpong dan sekitarnya dipengaruhi oleh sumber-sumber gempa bumi yang berasal dari penunjaman kerak Samudra Hindia dan sesar-sesar aktif di daratan Jawa Barat dan Banten (Gambar 1). Gempa-gempa bumi yang bersumber dari penunjaman Kerak Samudra Hindia ini dapat dikenali dari kedalaman pusat gempa yang Berdasarkan catatan gempa bumi merusak Indonesia (Supartoyo drr., 2014) beberapa gempa bumi pernah terjadi pada wilayah radius 100 km dari lokasi rencana tapak RDE (Gambar 2), yaitu di antaranya : Gempa Bumi Pelabuhanratu 26 Nopember 1973, gempa bumi ini berpusat di 106,6° BT – 6,8°LS dengan kekuatan 4,9 Mb. Bila ditinjau dari posisi pusatnya, gempa ini berasosiasi dengan aktivitas Gambar 1. Sebaran pusat-pusat gempa bumi regional sekitar rencana tapak RDE, warna merah gempa dangkal (0 - 33 km), ungu (33 - 60 km), kuning (60 - 90 km) dan hijau (> 90 km). (Sumber: USGS, 2000-2015). berubah secara gradual lebih dalam ke arah utara. Adapun gempa-gempa berkedalaman dangkal di daratan umumnya berasosiasi dengan aktivitas sesar aktif di wilayah ini. sesar aktif di sekitar pusat gempa yang kemudian disebut sebagai Sesar Citarik (Sidarto1, 2015). Sesar ini berarah utara - timur laut dari sebelah timur Pelabuhanratu, kemungkinan menerus hingga pantai 1. Komunikasi pribadi, Sidarto adalah peneliti di Pusat Survei Geologi, Badan Geologi. 37 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 1, April 2016: 35 - 44 Gambar 2. Pusat-pusat gempa bumi merusak wilayah radius 100 km dari area tapak RDE. utara Pulau Jawa. Gempa ini menimbulkan banyak kerusakan bangunan di daerah Citarik dan Cidadap, Pelabuhan Ratu. Gempa Bumi Banten, 9 Nopember 1974, berpusat di sekitar Pulau Panaitan (105,3°BT - 6,5° LS) dengan kekuatan 6,1 Mb. Posisi pusat gempa pada lajur kelurusan seismik (seismic lineament) Panaitan – Rajabasa. Kelurusan ini memanjang dari sekitar Pulau Panaitan, Gunung Anak Karakatau, Pulau Sebesi, Pulau Sebuku, dan Gunung Rajabasa. Jalur ini merupakan jalur bukaan karena pulau-pulau tersebut di atas merupakan pulau vulkanik. Gempa bumi tersebut menimbulkan kerusakan bangunan penduduk di daerah Leuwiliang, Bogor. Gempa Bumi Sukabumi 10 Februari 1982 dan 12 Juli 2000, masing-masing dengan kekuatan 5,8 Mb dan 5,1 Mb. Pusat gempa berada pada 106,9° BT-7,0°LS dan 106,9°BT-6,9°LS. Kedua pusat gempa ini berada pada lajur Sesar Cimandiriyang memanjang pada arah hampir barat - timur dari sekitar Pelabuhanratu, selatan Sukabumi membelok ke tumur laut hingga di Padalarang. Namun demikian, segmen sesar ini yang 38 menunjukkan aktivitas hanya pada bagian barat. Kedua kejadian gempa ini menimbulkan kerusakan di daerah Sukaraja, Cibadak, Cikembar, Cidahu, Parakan Salak, dan Kadudampit, di Kabupaten Sukabumi. Gempa Bumi Bogor-Sukabumi 9 September 2012, berpusat di selatan Bogor (106,67° BT6.7°LS) dengan kekuatan 4,8 Mb. Gempa ini kemungkingan berasosiasi dengan aktivitas Sesar Citarik. Kerusakan terjadi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Cipeuteu, Kabupaten Sukabumi. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara pengukuran mikrotremor single station dan mikrotremor array. Adapun mikrotremor itu sendiri didefinisikan sebagai getaran tanah berukuran sangat kecil yang bersumber dari angin, gelombang laut, kegiatan lalu lintas, mesin, dan sebagainya. Kerentanan Wilayah Rencana Tapak RDE Serpong Berdasarkan Nilai Mean Amplification Mikrotremor Mikrotremor menjadi metode alternatif yang murah dan cepat serta telah digunakan secara luas untuk memodelkan struktur bawah permukaan dangkal (Quispe drr., 2014; Shabani, drr., 2008; Bouchelouh drr., 2014). Data mikrotremor array digunakan untuk memodelkan kondisi bawah permukaan secara satu dimensi (1D), sedangkan data mikrotremor single station untuk memetakan ketebalan lapisan permukaan seluruh daerah penelitian berdasarkan masukan nilai kecepatan gelombang geser dari data model mikrotremor array. Pengumpulan data mikrotremor array dilakukan di sekitar rencana tapak RDE Serpong di sembilan lokasi, sedangkan pengukuran mikrotremor single station dilakukan di sembilan puluh titik ukur (Gambar 3). Adapun peralatan mikrotremor array yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat unit accelerometer OYO McSeis-1134 dengan konfigurasi triangle nested. Pengukuran mikrotremor single station dilakukan dengan peralatan seismometer Lennartz 0.2-3D dan direkam dengan data logger SARA SL-06 dengan sampling rate 100 Hz. Pengukuran dilakukan selama 20 - 30 menit untuk setiap titik ukur. Pemodelan struktur bawah permukaan gelombang geser ini dilakukan dengan metode spatial autocorelation (SPAC) berdasarkan pada formula Aki (1957). Nilai koefisien korelasi antara dua stasiun pengamatan mikrotremor yang merekam secara simultan yang dipisahkan sejauh r adalah : dengan ω : frekuensi anguler J0 : fungsi Bessel jenis pertama orde nol c(ω) : kecepatan gelombang permukaan. Gambar 3. Lokasi pengukuran mikrotremor array dan single station di sekitar rencana tapak RDE Serpong. 39 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 1, April 2016: 35 - 44 Kecepatan gelombang permukaan c(ω) bersifat dispersif (fungsi frekuensi). Dari persamaan di atas, bila fungsi ρ(r, ω) diketahui, besarnya kecepatan c dapat diinversi dari kurva dispersinya. Hasil inversi berupa struktur kecepatan gelombang geser satu dimensi (1D). Perhitungan inversi menggunakan neighbourhood algotithm (Wathelet, 2008). Bonnefoy-Claudet drr. (2006), Özalaybey drr. (2011), dan Tuan drr. (2011) menyatakan bahwa nilai frekuensi/periode rasio spektrum komponen horizontal terhadap komponen vertikal mikrotremor berkaitan dengan ketebalan lapisan sedimen permukaan. Bila litologi bawah permukaan dimodelkan dengan dua lapis batuan dengan lapisan permukaan merupakan lapisan sedimen yang relatif lunak dengan kecepatan gelombang geser Vs, dan ketebalan sebesar h, hubungan antara nilai frekuensi resonan fr oleh lapisan sedimen tersebut adalah: atau Dari persamaan di atas, untuk setiap titik ukur mikrotremor single station dapat dihitung besarnya ketebalan lapisan sedimen permukaan dengan nilai Vs diperoleh dari hasil pengolahan data mikrotremor array. Hasil model geologi bawah permukaan dangkal tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai penguatan gelombang oleh lapisan permukaan berdasarkan fungsi alih gelombang geser horizontal (SH transfer function). Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak Geopsy 2.8 dan HV-Explorer. Nilai faktor penguatan gelombang yang digunakan dalam kajian ini adalah nilai tengah dari maksimum faktor penguatan (mean amplification) karena nilai maksimum hanya berlaku pada spektrum yang sempit. HASIL DAN PEMBAHASAN Penguatan gelombang gempa bumi oleh litologi permukaan saat ini menjadi isu utama dalam penilaian risiko terhadap bencana goncangan gempa bumi (Nishikawa dan Takatani, 2014). Untuk memodelkan nilai penguatan gelombang di permukaan diperlukan informasi struktur kecepatan gelombang geser bawah permukaan (Furumoto 40 drr., 2012). Secara umum, hasil pemodelan data mikrotremor array pada sembilan lokasi menunjukkan hasil yang baik yang ditunjukkan oleh nilai misfit yang kecil. Gambar 4 menunjukkan model bawah permukaan pada sembilan titik ukur mikrotremor array. Hingga kedalaman 40 m, secara keseluruhan terdapat dua lapis batuan. Perubahan litologi ditandai oleh perubahan nilai kecepatan gelombang geser. Model ketebalan lapisan sedimen permukaan (Gambar 5) yang dihitung dari data gabungan mikrotremor array dan single station menunjukkan adanya pola cekungan memanjang di bagian tenggara daerah penelitian. Secara keseluruhan, ketebalan sedimen permukaan daerah penelitian berkisar antara 6,3 m hingga 64 m. Adapun model kecepatan gelombang geser lapisan sedimen permukaan berdasarkan interpolasi data mikrotremor array pada sembilan lokasi pengukuran memiliki nilai kecepatan berkisar antara 160 m/det - 253 m/det (Gambar 6). Pola anomali kecepatan rendah terutama berada di bagian timur daerah penelitian dengan pola memanjang pada arah hampir utara - selatan. Hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa litologi permukaan di sebelah barat Sungai Cisadane umumnya berupa batu pasir tufaan Formasi Genteng, sedangkan di sebelah timur Sungai Cisadane berupa batu pasir Formasi Serpong, dan di beberapa lokasi berupa aluvium. Yang mengalasi lapisan sedimen permukaan ini diperkirakan batuan Formasi Bojongmanik yang ditindih secara tidak selaras oleh batuan Formasi Serpong dan Genteng. Berdasarkan model geologi bawah permukaan di atas, dapat dihitung nilai faktor penguatan gelombang untuk seluruh daerah penelitian. Hasil perhitungan nilai faktor penguatan gelombang berkisar antara 1,21 - 1,77. Nilai ini menunjukkan nilai kerentanan relatif, semakin tinggi nilai faktor penguatan gelombang, nilai kerentanannya semakin tinggi. Peta sebaran nilai faktor penguatan gelombang daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 7. Dari peta tersebut dapat dilihat bahwa daerah dengan kerentanan tinggi terutama tersebar di sebelah timur Sungai Cisadane secara setempat-setempat. Daerah berkerentanan tinggi tersebut cenderung mengikuti pola daerah berkecepatan gelombang geser rendah. Lokasi rencana tapak sendiri (tanda bintang warna ungu) mempunyai nilai faktor penguatan antara 1,41,5. Kerentanan Wilayah Rencana Tapak RDE Serpong Berdasarkan Nilai Mean Amplification Mikrotremor Gambar 4. Profil kecepatan gelombang geser berdasarkan data mikrotremor array pada sembilan lokasi titik ukur. Gambar 5. Model ketebalan lapisan sedimen permukaan daerah penelitian. 41 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 1, April 2016: 35 - 44 Gambar 6. Model kecepatan gelombang geser lapisan sedimen permukaan daerah penelitian. Gambar 7. Peta sebaran nilai faktor penguatan gelombang daerah rencana tapak RDE Serpong. 42 Kerentanan Wilayah Rencana Tapak RDE Serpong Berdasarkan Nilai Mean Amplification Mikrotremor KESIMPULAN Respons litologi permukaan terhadap gelombang gempa meningkatkan risiko bencana goncangan tanah. Informasi karakteristik dinamik geologi permukaan sangat penting dalam menentukan peruntukan lahan. Daerah yang memiliki kerentanan tinggi perlu dihindarkan peruntukannya bagi fasilitas-fasilitas penting. Hasil perhitungan nilai faktor penguatan gelombang daerah sekitar rencana pembangunan tapak RDE Serpong berdasarkan SH transfer function berkisar antara 1,21 - 1,77. Nilai kerentanan tertinggi berpola setempat-setempat, terutama di sebelah timur Sungai Cisadane. Nilai kerentanan yang tinggi tersebut cenderung bersesuaian dengan daerah berkecepatan gelombang geser rendah. Lokasi rencana tapak RDE sendiri berada pada nilai faktor penguatan antara 1,4-1,5. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Survei Geologi yang telah mengizinkan kami melakukan penelitian mikrotremor di daerah Serpong. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir serta para kolega kami dari PKSEN yang telah banyak membantu kegiatan pengumpulan data di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Aki, K., 1957. Space and Time Spectra of Stationary Stochastic Waves, with Special Reference to Microtremors, Bull. Earthquake Res. Inst. Vol. 35, h. 415–456. Bonnefoy-Claudet, S., Cornou, C., Bard, P. Y., Cotton, F., Moczo, P., Kristek, J., dan Fah, D., 2006. H/V Ratio: a Tool for Site Effects Evaluation. Results from 1-D Noise Simulations, Geophys. J. Int., Vol 167, h. 827– 837. Bouchelouh, A., Zaourar, N., Farsi, M., dan Guillier, B., 2014. Seismic Microzonation and The Site Effects of Blida City (North of Algeria), Proceeding of 2nd European on Earth Engineering and Seismology, Istanbul Aug., 25-29, 2014. El-Eraki, M., Mohamed, A.A, El-Kenawy, A.A., Toni, M.S., dan Shimaa, I.M., 2012. Engineering Seismological Studies in and Around Zagazig City, Sharkia, Egypt, NRIAG. Journal of Astronomy and Geophysics, Vol 1, h. 141–151. Furumoto, Y., Miyazawa, A., dan Sugito, M., 2012. Site Amplification Evaluation in the Case of Non-Horizontal and Nonlinear Stratification, Proceeding of the 15th World Conference on Earthquake Engineering, Lisbon, Portugal. Nishikawa, H. dan Takatani, T., 2014. Evaluation of Predominant Period of Ground Surface Layer Using Microtremors in Maizuru City, Proceeding of the International Conference on Civil Engineering, Energy and Environment, Hongkong, 12-13 December 2014. Özalaybey, S., Zor, E., Ergintav, S., dan Tapırdamaz, M.C., 2011. Investigation of 3-D Basin Structures in the Izmit Bay Area (Turkey) by Single-station Microtremor and Gravimetric Methods, Geophysical Journal International, Vol. 186, h.883–894. Quispe, S., Chimoto, K., Yamanaka, H., Tavera, H., Lazares, F. dan Aguilar, Z., 2014. Estimation of S-Wave Velocity Profiles at Lima City, Peru Using Microtremor Arrays, Journal of Disaster Research, Vol.9 No.6, h.31-939. Sairam, B., Rastogi, B.K., Aggarwal, S., Chauhan, M., dan Bhonde, U., 2011. Seismic Site Characterization Using Vs30 and Site Amplification in Gandhinagar Region, Gujarat, India, Current Science, Vol. 100, No. 5, h.754-760. Seht, M.I., 2014. Microzonation Studies using Microtremor, German-Indonesian Technical Cooperation Mitigation of Georisks Document Series, Badan Geologi, Bandung. Shabani, E., Cornou, C., Haghshenas, E., Wathelet, M., Bard, P.Y., Mirzaei, N., dan EskandariGhadi, M., 2008. Estimating Shear-Waves Velocity Structure by Using Array Methods (FK and SPAC) and Inversion of Ellipticity Curves at a Site in South of Tehran, Proceeding of The 14th World Conference on Earthquake Engineering, Beijing, China, October 12-17, 2008. Supartoyo, Surono, dan Putranto, E.T., 2014. Katalog Gempabumi Merusak di Indonesia Tahun 1612-2014, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Alam Geologi, Bandung. Turkandi, T., Sidarto, Agustyanto, D.A., dan Hadiwidjoyo, M.M., 1992. Peta Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. 43 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 1, April 2016: 35 - 44 Tuan, T.T., Scherbaum, F., dan Malischewsky, P.G., 2011. On the Relationship of Peaks and Troughs of the Ellipticity (H/V) of Rayleigh Waves and the Transmission Response of Single Layer over Halfspace Models, Geophysical Journal International, Vol.184, h.793–800. 44 Wathelet, M., 2008. An Improved Neighbourhood Algorithm: Parameter Conditions and Dynamic Scaling, Geophysical Research Letters, Vol. 35, no. L09301, doi:10.1029/2008GL033256.