BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian, analisa dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain: 1. Jenis tanah residual pada lereng di Jombok-Ngantang adalah tanah lanau dan pasir berlempung. Lereng tanah residual ini memiliki frekuensi natural tanah (f0) relatif sama pada kedua musim (musim kemarau dan musim hujan). Pada musim k emarau frekuensi natural tanah terdistribusi menyebar antara 1,23 sampai 4,18, sedangkan pada musim hujan berkisar antara 1,01 sampai 4,07. 2. Tanah residual di lereng Desa Jombok-Ngantang memiliki Puncak HVSR tanah/faktor amplifikasi tanah (Am) terdistribusi menyebar antara 2,22 sampai 7,19 pada musim kemarau dan antara 2,28 hingga 9,16 pada frekuensi natural yang bervariasi. Puncak HVSR tanah/ faktor amplifikasi tanah dipengaruhi oleh perubahan musim (dari musim kemarau ke musim hujan). Peningkatan puncak HVSR tanah pada musim hujan sebesar 22,55% untuk nilai rata-ratanya dan 27,40% untuk nilai maksimumnya. Peningkatan ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan derajat kejenuhan tanah (Sr) pada saat musim hujan. Puncak HVSR/faktor amplifikasi tanah tidak memiliki korelasi dengan frekuensi natural tanah(f0). Puncak HVSR/faktor amplifikasi tanah secara dominan dipengaruhi oleh faktor geologi lokal yaitu perbedaan (kontras) antara impedansi lapisan tanah dengan lapisan batuan dasar. 3. Tanah residual di lereng Desa Jombok-Ngantang mempunyai Indeks kerentanan tanah (Kg) mulai dari terkecil 6,80 sampai yang terbesar 19,58 pada musim kemarau dan yang terkecil 10,72 sampai yang terbesar 33,03. Indeks kerentanan tanah juga dipengaruhi oleh perubahan musim (dari musim kemarau ke musim hujan). Terjadi peningkatan indeks kerentanan tanah sebesar 57,55% untuk nilai rata-rata dan 68,70% untuk nilai 93 maksimum. Berbeda dengan yang diusulkan Daryono (2009) untuk studi kasus Bantul-Yogyakarta, berdasarkan tinjauan shear strain () tanah residual di lereng Jombok-Ngantang, bahwa lokasi setempat dikatakan termasuk zona lemah jika indeks kerentanan tanah lebih besar dari 20 (Kg>20). 4. Shear strain tanah juga dipengaruhi oleh perubahan musim (dari musim kemarau ke musim hujan). Pada musim kemarau, tanah residual di lereng Desa Jombok-Ngantang mempunyai shear strain tanah () antara 161,53x10-6 sampai 2432,95x10-6 pada percepatan gempa 0,1g; antara 323,06x10-6-4865,90x10-6 pada percepatan gempa 0,2g; antara 484,59x106 sampai 7298,85x10-6 pada percepatan gempa 0,3g; dan antara 646,12,10x10-6 sampai 9731,80x10-6 pada percepatan gempa 0,4g. Untuk musim hujan, shear strain tanah () mengalami peningkatan menjadi antara 183,62x10-6 sampai 4104,62x10-6 pada percepatan gempa 0,1g; antara 367,24x10-6 sampai 8208,55x10-6 pada percepatan gempa 0,2g; antara 550,86x10-6 sampai 12312,83x10-6 pada percepatan gempa 0,3g;dan antara 734,48x10-6 sampai 16417,10x10-6 pada percepatan gempa 0,4g. Sama hal dengan indeks kerentanan tanah, terjadi peningkatan shear strain tanah dari musim kemarau kemusim hujan sebesar 57,55% untuk nilai rata-rata dan 68,70% untuk nilai maksimum. 5. Didasarkan dari analisa shear strain tanah (), bahwa lereng tanah residual Jombok-Ngantang akan mengalami keruntuhan/kelongsoran (landslide), apabila pada saat musim hujan terjadi gempa bumi dengan percepatan gempa mulai dari 0.3g (a ≥ 0,3g) dan frekuensi gempa bumi (f) dengan percepatan gempa yang lebih kecil dari 0.3g (a<0.3g) tidak sama dengan frekuensi natural (f0) tanah setempat. 6. Pada permodelan numerik 1 D ditemukan frekuensi natural tanah (f0) yang relatif sama dengan frekuensi natural tanah (f0) dari pengolahan data pengujian mikrotremor baik musim kemarau maupun musim hujan. Pada musim kemarau, berdasarkan metode HVSR mikrotremor diperoleh frekuensi natural tanah (f0) sebesar 1,23 hz. Menurut metode permodelan 94 numerik satu dimensi (1D) diperoleh frekuensi tanah yang hampir sama yaitu 1,20 hz pada percepatan gempa 0,33g. Pada musim hujan, berdasarkan metode HVSR mikrotremor diperoleh frekuensi natural tanah (f0) sebesar 1,01 hz. Menurut metode permodelan numerik satu dimensi (1D) diperoleh frekuensi tanah yang hampir sama yaitu 1,00 hz pada percepatan gempa 0,16g. 6.2. Saran-Saran Dari hasil penelitian, analisa dan pembahasan pada penelitian ini diberikan beberapa saran-saran, antara lain: 1. Pelaksanaan pengujian mikrotremor pada musim hujan diharapkan dilaksanakan pada kondisi curah hujan yang tinggi. 2. Data sifat fisik dan dinamik tanah untuk pelaksanaan validasi model HVSR pengujian mikrotremor musim hujan sebaiknya berasal dari sampel tanah yang diambil pada musim hujan saat pengujian mikrotremor dilaksanakan. 3. Jika menggunakan data boring-SPT untuk pelaksanaan validasi model HVSR hasil pengujian mikrotremor seharusnya berasal dari data boringSPT yang pelaksanaan pengujiannya dilakukan bersamaan dengan pengujian mikrotremor pada musim kemarau maupun musim hujan. Jumlah titik uji SPT/ pengambilan sampel boring hendaklah mewakili berbagai elevasi muka tanah dan agak berdampingan dengan lokasi tempat pelaksanaan pengujian mikrotremor. 4. Data percepatan gempa dan data gempa yang digunakan untuk validasi model HVSR hasil pengujian mikrotremor hendaknya berasal dari daerah yang tidak terlalu jauh dengan lokasi penelitian. 5. Penggunaan alat bantu program komputer dalam mengolah data-data tanah untuk validasi model HVSR hasil pengujian mikrotremor harus program komputer yang dapat dilakukan input data gempa yang lain (selain yang ada didalam program tersebut), serta alat bantu program komputer yang digunakan benar-benar untuk aplikasi bagi tanah residual atau unsaturated soil. 95 (Halaman ini sengaja dikosongkan) 96