REKONSTRUKSI PENGADILAN ANAK DI INDONESIA (Suatu Orientasi Kearah Restorative Justice) Children of Justice Reconstruction In Indonesia (An orientation toward restorastive justice) Loso (Fakultas Hukum Unikal) Abstract Act no. 3 / 1997 on cildren justice, there are several weaknesses, both substantive as well as implementation. Based on the literature search results can be obtained a description of current courts child. The weakness of the substantive law the court the child does not regulate the diversion, whereas the current implementation of the court gives the child the negative impact of stigma on children's self how actors delinquency. Restorative justice model is one model of juvenile justice, in order to protect children in order to avoid the psychic trauma and label / stamp of former criminals. The main purpose of the restorative justice model is the improvement of wound suffered by the victim, perpetrator confession against injury caused by his actions and conciliation and reconciliation among victim, offender and community. Key word : children justice, restorative justice. tentang Hak Anak-anak tahun 1924, PENDAHULUAN yang selanjutnya telah mendapat Indonesia merupakan salah satu dari 191 negara yang telah meratifikasi konvensi hak (Convention on Right the anak of Children) pada tahun 1990 melalui Kepres no. 36 tahun 1990. Dengan meratifikasi konvensi ini, Indonesia memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak bagi semua anak tanpa terkecuali, salah satu hak anak yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan adalah hak anak yang berkonflik dengan hukum. Perlindungan anak telah internasional menjadi pengakuan dalam Deklarasi Sedunia tentang Hak Asasi Manusia serta ketentuan hokum yang dibuat oleh badan-badan khusus dan organisasiorganisasi Internasional yang memberi perhatian bagi kesejahteraan anak-anak.Jauh hari Majelis Umum PBB memaklumkan Deklarasi Hak Anak-Anak dengan maksud menjalani kesepakatan anak-anak masa kecil dapat yang membahagiakan, berhak menikmati hak-hak terhadap agar dan kebebasan baik kepentingan mereka sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat. sebagaimana diamanatkan dalam deklarasi Jenewa 50 Pemikiran kepentingan anak Kesadaran nasional atau sebagai orientasi utama bangsa di justifikasi konstitusional melindungi dunia, penulis anak sebagai urusan utama dalam ternama asal Swedia, Ellen Key berbangsa dan bernegara, tertuang dengan karyanya tentang pendidikan dalam Pasal 28 ayat (2) UUD 1945 Barnets århundrade (volume I dan secara ekplisit telah menegaskan II, diterjemahkan hak-hak konstitusional anak yang menjadi The Century of the Child berbunyi, “Setiap anak berhak atas (1909). Ellen Key menulis buku kelangsungan hidup, tumbuh dan terlaris internasional The Century of berkembang, dan perlindungan dari the Child yang mengusung gagasan berbagai bahwa diskriminasi”. dikumandangkan 1900), yang dunia anak-anak harus bentuk kekerasan dan menjadi pekerjaan utama masyarakat Perilaku delinkuensi anak di selama abad kedua puluh. Meskipun Indonesia, masih merupakan gejala ia tidak pernah berpikir bahwa "abad sosial anak" akan menjadi kenyataan, pada kekhawatiran di kalangan orang tua kenyataannya hal itu jauh lebih khususnya resonansi daripada yang bisa ia umumnya. Bentuk-bentuk perilaku bayangkan. Karakteristik anak-anak delinkuensi yang sedang dalam pertumbuhan penyalahgunaan atau evolusi perkelahian pelajar, pembajakan bis kapasitas (evolving capacity) selaku oleh pelajar muncul ke permukaan. insan manusia (human being), tidak Gejala tersebut tampaknya selalu semestinya atau menunjukan dirinya sebagai masalah dibiarkan tanpa perlindungan. Anak- actual yang khas di setiap zamannya anak dan mengalami proses tumbuh sendiri membutuhkan tua/keluarga, masyarakat pemerintah serta pembuat regulasi, pemenuhan orang negara hak-hak dan telah dan karenanya ditelaah.2 menimbulkan masyrakat anak pada seperti narkoba, menarik Dalam untuk upaya selaku pelaksana anak dan pengemban kewajiban negara (state obligation).1 1 dan Latar belakang pengajuan uji material UU No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak ke Mahkamah konstitusi yang termuat dalam putusan MK No: 1 / PUU-VII/2010. 2 Paulus Hadi Suprapto, Peradilan restorative : peradilan anak Indonesia masa depan, Pidato pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum yang disampaikan pada tanggal 18 Februari 2006, halaman 3. 51 penanggulangan pemerintah nakal3, anak mengundangakan UU No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak. Dalam konsiderannya bagai anak perlu dilakukan secara khusus. Hasil sementara studi beberapa penelitian menunjukan disebutkan : anak-anak 1. bahwa anak adalah bagian dari memperoleh perlakuan yang buruk generasi muda sebagai salah satu bahkan dalam beberapa hal telah sumber diperlakukan daya manusia yang konflik dari lebih hukum buruk bila merupakan potensi dan penerus dibandingkan dengan orang dewasa cita-cita perjuangan bangsa, yang yang berada dalam situasi yang memiliki peranan strategis dan sama. Mayoritas dari anak konflik mempunyai ciri dan sifat khusus, hukum mengaku telah mengalami memerlukan dan tindak kekerasan ketika berada di rangka kantor polisi. Bentuk kekerasan yang dan umum terjadi, yaitu kekerasan fisik perkembangan fisik, mental, dan berupa tamparan dan tendangan, sosial secara utuh, serasi, selaras, namun ada juga kasus kekerasan dan seimbang. yang sekaligus berupa pelecehan pembinaan perlindungan menjamin 2. bahwa dalam pertumbuhan untuk pembinaan perlindungan melaksanakan dan memberikan terhadap anak, seksual seperti kelembagaan yang ditujukan pada alat kelamin atau tersangka anak yang ditelanjangi. diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kekerasan Keberadaan Pengadilan anak UU masih banyak maupun perangkat hukum yang kelemahan, baik secara substantif lebih mantap dan memadai, oleh maupun proses karena itu ketentuan mengenai Masalah substantif penyelenggaraan masalah batasan usia anak yang pengadilan peradilannya. diantaranya dapat diajukan ke sidang anak, yang mendorong 3 Berdasar ketentuan Pasal 1 ayat 2 UU No. 3 tahun 1997 disebutkan Anak Nakal adalah : a. anak yang melakukan tindak pidana; atau b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. beberapa melakukan uji pengadilan anak material tersebut orang UU ke Mahkamah Konstitusi. Sedangkan paulus hadi suprapto berpendapat bahwa UU pengadilan anak tidak 52 mengatur mengenai diversi.4 Dengan HASIL DAN PEMBAHASAN adanya berbagai kelemahan yang terdapat dalam perangkat peraturan terkait proses penanganan nakal, maka perlu 5 anak dilakukan terhadap pengadilan rekonstruksi anak di Indonesia. Rekonstruksi yang di maksud baik dalam hal substantif hukum maupun proses peradilannya. Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah Bagaimana konsep pengadilan (restorative untuk pengadilan anak di Indonesia? research, peneltian metode yaitu dengan anak nakal adalah meliputi peraturan yang undang-undang tersebar dalam pidana yang mengatur masalah anak, yaitu : a. KUHP Pasal 45, 46, dan 47 KUHP (telah dicabut ) b. Pasal 50 s/d 68 KUHAP selain Pasal 64 KUHAP. c. UU No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, METODE PENELITIAN menggunakan Hukum positif yang terkait restoratif justice) Dalam 1. Beberapa kelemahan Ketentuan UU No. 3 tahun1997 tentang Pengadilan Anak. d. UU No.4tahun 1979 tentang ini library mengumpulkan e. Keppres No.36 tahun tentang pengesahan 1990 Konvensi bahan-bahan melalui buku-buku, hasil-hasil peraturan perundangan, guna Perlindungan Anak ,khususnya data-data yang Pasal 16,17, 59, 64Anak baik memperoleh penelusuran Kesejahteraan Anak, penelitian, Hak-Hak Anak, f. UU No.23 tahun 2002 tentang kemudian di olah menjadi karya secara ilmiah. membutuhkan perlindungan serta fisik maupun mental perawatan khusus , termasuk perlindungan maupun 4 Diversi adalah satu bentuk pembelokan atau penyimpangan penanganan anak pelaku delinkuen di luar jalur yustisial konvensional. Istilah diversi (diversion) terdapat dalam Rule 11 Beijing Rules. 5 Berdasar kamus besar bahasa Indonesia yang di terbitkan Balai Pustaka depdiknas, Rekonstruksi diartikan pengembalian, penyusunan kembali, hokum sebelum sesudah mereka khusus masalah dilahirkan. Secara penganan anak di atur dalam UU No. 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak. Sebelum diundangkan UU 53 pengadilan anak yang khusus, penanganan anak nakal berdasarkan ketentuan KUHP dan dalam pasal 45, 46, dan Pasal 47 KUHP. KUHP mengatur mengenai batasan umur anak nakal, jenis serta ancaman pidana7. Sedangkan hukum acara pengadilan anak pada prinsipnya berdasar pada hukum acara yang seluruhnya. KUHAP. Mengenai tindak pidana anak diatur sanksi6, dan Pasal 47 KUHP di cabut berlaku (KUHAP)8 yaitu dalam pasal 50 sampai Pasal 68 KUHAP kecuali di atur secara khusus dalam UU No. 3 Berdasar asas lex spicialis derogat lex generalis, keberadaan Undang-Undang U No.3/1997 tentang pengadilan anak merupakan undang-undang yang khusus, beberapa kekhususan dari UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak adalah batas mengatur mengenai batasyang menjadi kompetensi khusus dalam mengadili anak, yaitu: 1. pembatasan umur orang yang dapat diperiksa tahap penyidikan tahun 1997 tentang pengadilan anak. hingga disidangkan dalam acara Berdasar asas lex specialis, dengan persidangan anak, yaitu berumur di undangkannya UU No.3 tahun kurang dari 8 tahun hingga 18 1997 maka ketentuan Pasal 45, 46, tahun sebagaimana diatur Pasal 1 butir 1 dan Pasal 4 ayat (1) UU No.3/19979 6 Pasal 10 KUHP jenis pidana pokok : pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda..bandingkan dengan pasal 23 ayat 2 UU No. 3 tahun 1997 disebutkan pidana pokok yang dapat di jatuhkan kepada anak nakal ialah pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana pengawasan. 7 Pasal 47 KUHP menyebutkan : (1) jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap perbuatan pidananya dikurangi sepertiga; (2) jika perbuatan merupakan kejahatn yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun, bandingkan dengan Ketentuan pasal 26 UU No. 3 tahun 1997 disebutkan pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal …paling lama ½ (setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. 8 Pasal 40 UU No. 3 tahun 1997 disebutkan hukum acara yang berlaku di terapkan pula dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentukan dalam undang-undang ini. 2. kehususan dari ruang lingkup pembatasan yang masuk kompetensi dalam perkara anak nakal ditentukan Pasal 1 ayat 2. 3. Kehususan aparat penegak hukum yang menangani perkara anak nakal, penyidikan, persidangan, mulai ditingkat penuntutan, dan sebagaimana 9 Berdasar amar putusan MK No. 1 / PUU – VIII / 2010 bahwa batas umur anak dapat sidangkan di pengadilan anak adalah 12 tahun. 54 ditentukan Pasal 1 ayat 5, 6, dan 10. Tidak mengenal hukuman pidana mati, dan untuk hukuman badan 7. pembimbingan hanya mengenall pidana penjara kemasyarakatan yang terdiri dari sementara waktu maksimal 10 Pembimbing tahun, diatur dalam Pasal 22 s/d 4. Adanya Kemasyarakatan, 32. Pekerja Sosial dan Pekerja Sosial Sukarela yang mempunyai peran penting untuk pertimbangan putusan hakim dalam peradilan anak. Ketentuan tentang hal itu ditemukan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 11. 5. Suasana pemeriksaan dalam persidangan dibedakan dengan pemeriksaan orang dewasa, yaitu dikondisikan kekeluargaan suasana dan bersahaja, diatur dalam ketentuan Pasal 42 ayat 1. 6. Jika dalam deelneming tindak yang pidana melibatkan anak, pemeriksaan terhadap anak dilakukan secara splitsing dari pelaku orang dewasa. Diatur dalam ketentuan Pasal 7. 7. Pemeriksaan sidang dilakukan secara tertutup, ditentukan Pasal 8 ayat 1. 8. Pemeriksaan perkara dilakukan oleh hakim tunggal, ditentukan Pasal 11,14 dan 18. 9. Masa penahanan lebih singkat dari orang dewasa, diatur Pasal 44 s/d 49. Secara substantive UU No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan terdapat beberapaa Berdasar hasil kajian ketentuan UU pengadilan anak kelemahan. Roni10, anak mengandung beberapa kelemahan diantaranya : Pertama, berkaitan dengan usia anak nakal. Dalam pasal 1 angka (1) dinyatakan anak nakal adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai usia 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Menurut saya, batas usia anak tersebut harus diubah dari usia minimal 8 (delapan) tahun menjadi 12 (dua belas) tahun. Sebab pada usia tersebut anak-anak tidak bisa dipertanggungjawabkan di depan sidang peradilan anak atas tindak pidana yang dilakukannya. Tetapi harus melalui mekanisme 10 Roni, mengkritisi kelemahan UU pengadilan anak, yang di publikasikan dalam http://gagasanhukum.wordpress.com/2008/0 5/26/mengkritisi-kelemahan-uu-pengadilananak/le&sid=579n anak , yang di publikasikan dalam web site 55 tersendiri yang bertujuan untuk Pengadilan Anak dinyatakan mengendalikan prilaku anak tersebut Pengadilan Anak adalah pelaksana ke arah lebih baik. kekuasaan kehakiman yang berada di Kedua, istilah anak nakal bagi anak lingkungan peradilan umum. yang pidana. Kelima, tidak adanya UU yang Anak secara khusus mengatur tentang hak- disebutkan istilah anak nakal bagi hak anak yang berhadapan dengan anak yang melakukan tindak pidana. hukum baik yang berkonflik dengan Hal ini berbeda sekali dengan UU hukum maupun sebagai korban dari Nomor 23 Tahun 2002 tentang tindak pidana. Perlunya undang- Perlindungan yang undang yang secara khusus mengatur yang hak-hak melakukan Dalam UU menyebutkan tindak Pengadilan Anak istilah anak anak yang berhadapan berhadapan dengan hukum. Sebab, dengan hukum. Sebab hak-hak anak istilah yang berhadapan dengan hukum anak nakal pengertian mengandung seseorang melakukan tindak pidana yang berbeda sama orang halnya dewasa dengan yang hak-hak berhadapan halnya dengan orang dewasa yang dengan hukum. melakukan tindak pidana. Keenam, tidak adanya pengaturan Ketiga, penahanan terhadap anak secara jelas alternatif penyelesaian nakal. Dalam pasal 44 ayat (6) masalah dinyatakan penahanan terhadap anak dengan hukum melalui upaya diversi. dilaksanakan di tempat khusus untuk Dalam upaya diversi ini Lembaga anak di lingkungan Rumah Tahanan Kepolisian Negara, Tahan kewenangan Negara, atau di tempat tertentu. dimilikinya. Menurut saya, penahanan terhadap menahan anak, tetapi menetapkan anak nakal tersebut seharusnya tidak suatu menempatkannya di Rumah Tahanan mengembalikan anak kepada orang Negara, tuanya atau menyerahkannya kepada pada cabang tetapi panti-panti Rumah menempatkannya sosial yang anak yang dapat berkonflik menggunakan diskresioner Antara lain tindakan yang tidak berupa negara. disediakan oleh pemerintah dalam Ketujuh, tidak adanya pengaturan hal ini Depertemen Sosial. secara Keempat, struktur dan kedudukan penangkapan peradilan anak. Dalam Pasal 2 UU terhadap jelas anak tentang dan aturan penahanan nakal. Dalam 56 prakteknya penangkapan terhadap (diversion), UU pengadilan anak ini anak nakal disamakan dengan orang tidak dewasa. Yang membedakan hanya diversi. mengakomodasi ketentuan jangka waktu penahanan terhadap anak lebih singkat dari orang dewasa. Perlunya pengaturan secara jelas terhadap penangkapan dan penahanan terhadap anak agar lebih memberikan maksimal perlindungan terhadap yang anak dan terhindar dari perlakuan-perlakuan yang salah dari aparat penegak hukum. UU No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak terdapat beberapa kelemahan baik secara substantive maupun secara (implementasi). praktek Paulus Hadi Suprapto berpendapat :11 pentingnya diversi dalam UU pengadilan anak di Indonesia, Paulus Hadi Suprapto berpendapat 12: Diversi sangat penting untuk diperhatikan dalam penanganan anak pelaku delinkuensi, diversi dapat mengindarkan anak dari proses secara lebih mendalam ketentuan substantifnya, tampaknya mengandung kelemahan, terutama bila hal ini diukur dari apa yang terkandung dalam instrument internasional utamanya resolusi PBB tentang UN dalam proses pemidanaan anak lewat system peradilan pidana anak. Bila diperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam resolusi PBB 40/33 itu, dan kecenderungan pengaturan proses pemidanaan anak diberbagai Negara (Amerika serikat, UU pengadilan anak apabila ditelaah Standard minimum rules for the administration of juvenile Justice (Beijing Rules) hususnya rule 11-an tentang diversi 11 mengenai stigmatisasi yang lazimnya terjadi Paulus Hadi Suprapto berpendapat 40/33 Kemudian Paulus Hadi Suprapto, 2008. Delinkuensi Anak : pemahaman dan penanggulanggannya, Malang : Bayu Media, halaman 208. Inggris, Belanda, Australia, Selandia Baru dan Jepang), semuanya telah mengatur diversi ini dalam system hukum anak perlindungan mereka. Dari kepentingan sisi terbaik anak, rasanya keberadaan diversi ini sangat diperlukan, karena melalui diversi kemungkinan penuntutan pidana gugur, rekam jejak criminal anak pun jadi tak ada dan dengan sendirinya stimatisasi anak pun tak terjadi 12 Ibid, halaman 209. 57 Secara implementasi, UU pengadilan merugikan perkembangan jiwa anak anak di juga terdapat kelemahan. beberapa Berdasarkan masa datang. Stigma akan hasil membekas pada diri anak, dan pada penelitian Paulus Hadi Suprapto13, gilirannya akan terjadi proses proses implenetasi UU pengadilan anak pemenuhan 14 dari identitas lama menimbulkan stigma . Dari hasil menuju identitas baru-anak nakal wawancara Paulus Hadi Suprapto di pelaku tindak pidana (self-fulfilling peroleh gambaran bahwa selama atau self-prophecy process). dalam proses Pada akhirnya berdasar pemeriksaan pemidanaan mereka merasa kurang hasil dihargai atau kata lain Suprapto tersebut implementasi UU dengan penelitian Paulus Hadi kurang diperhatikan hak-haknya No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan sebagai anak bermasalah Anak dalam prakteknya cenderung dengan hukum pidana. Perlakuan memberikan stigma atas diri anak. yang mereka terima selama proses Proses stigmatisasi ini berlangsung pemidanaan itu dirasakan membekas di tingkat penyidikan, penuntutan, yang stigma pada diri mereka. 15 persidangan di pengadilan hingga di tempat Lebih lanjut Paulus Hadi Suprapto menyimpulkan hasil 16 penelitiannya sebagai berikut : Bahwa implementasi UU pengadilan anak dalam praktek penanganan anak-anak pelaku delikuen masih cenderung membekaskan stigma pada diri anak-anak. Stigmasisasi anak secara psikologis sangat pembinaan. Keadaan ini sudah barang tentu akan sangat merugikan perkembangan jiwa anak pelaku di masa datang. Dari kajian kriminologi mengisyaratkan bahwa stigmatisasi atas diri anak pelaku delinkuen disamping akan membekas bagi jiwa anak, juga sangat potensial seabagai factor kriminogen- melalui proses yang disebut “self-fulfiling prophecy” anak cenderung 13 Penelitian di lakukan di Jawa Tengah, dengan responden 200 anak pelaku kejahatan yang semuanya pelajar (SD, SMP, SMA), berumur berkisar 12-18 tahun. 14 Berdasar kamus besar bahasa indonsia terbitan balai pustaka stigma diartikan :cirri negative yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya 15 Paulus Hadi Suprapto, Op.cit,halaman 211. 16 Ibid, halaman 212 mengindentifikasikan dirinya sesuai dengan “cap” yang disandangnya dan akan mengulangi lagi perbuatan kenakalannya di masa mendatang (secondary deviance). 58 2. Model Pengadilan Restoratif Justice Model) (Restorative Sebagai Alternatif Pengadilan Anak di Indonesia Bertolak dari berbagai kelemahan yang terdapat dalam UU No. 3 tahun pengadilan 1997 anak, tentang baik substantive memunculkan berbagai pemikiran terhadap konsep pengadilan anak ke depan. Dalam kajian kriminologis dikenal adanya tiga model peradilan anak, yaitu (a) model retributive (retributive model), (b) pembinaan pelaku perorangan treatment model model), (individual (c) Model restoratif (restorative justice).17 dengan melalui penyelesaian pengadilan. Sedangkan restorative justice menurut Howard Zehr20 dalam bukunya The little Book of Restorative Justice, diartikan : Restorative justice is process secara maupun implementasinya berkaitan to involve to the extent possible, those who have a stake in a specific offence and to collectively identify and address harms, needs, and obligations, in order to heal and put things as right as possible. (pengadilan restorative adalah suatu proses untuk melibatkan mereka yang memiliki kepentingan dalam kejahatan tertentu dan bersama mengedentifikasi secara dan mengatasi kerugian, kebutuhan, dan Berkaitan dengan masalah kewajiban untuk menyembuhkan dan ali18 sedapat mungkin menempatkan hak- pengadilan, membedakan Achmad antara restitutive haknya). justice19 Howard Zehr juga mengutip Model peradilan selanjutnya adalah karya Susan Sharpe yang berjudul restorative justice. Restitutive justice Restorative justice : a vision for justice dan restorative Healing ang Change 17 Paulus Hadi Suprapto,Pengukuhan Guru Besar , op.cit, halaman 26 18 Achmad Ali, 2009. Menguak teori hukum (legal theory) dan teori peradilan (judicialprudence) termasuk interpretasi undang-undang (legisprudence), halaman 247. 19 Pengertian secara harfiah, restorative justice dalam kamus bahasa inggrisindonesia karya John M. Echold dan Hasan Shadily, dibedakan dari kata restorative artinya menguatkan, menyembuhkan, menyegarkan, sedangkan justice “keadilan, peradilan” khususnya tentang “the goals of restorative justice” di mana di kemukakan bahwa ringkasan tujuan dan tugas restorative justice adalah21: Restorative justice programs aim to : 20 21 Achmad Ali, op.cit, halaman 247 Ibid, halaman 248 59 1. Put key decisions into the hands of those most affected by crime (menyerahkan keputusan kunci kepada pihak yang paling terpngaruh oleh kejahatan) (membuat keadilan lebih ideal dan transformative) 3. Reduce the likelihood of future offences (mengurangi kejahatan di masa depan) 2. Make justice more healing and ideally, more transformative Howard Zehr membuat skema perbedaan antara restitutive justice (criminal justice) dengan restorative justice sebagai berikut 22: Criminal justice/restitutive justice Restorative justice Crime is a violation of the law and the Crime is a violation of people and state relationship (kejahatan adalah suatu pelanggaran (kejahatan adalah pelanggaran terhadap terhadap hukum dan Negara) rakyat dan hubungan antar warga masyarakat) Violations create guilt Violations create oblications (pelanggaran menciptakan kesalahan) (pelanggaran menciptakan kewajiban) Justice requires the state to determine Justice involves victims, offenders, and blame(guilty) and impose pain community members in an effort to put (punishment) thing right (keadilan membutuhkan pernyataan yang menentukan kesalahan pelaku dan menjatuhkan pidana terhadap pelakunya) (keadilan mencakup para korban, para pelanggar dan warga masyarakat di dalam suatu upaya untuk meletakan segala sesuatunya secara benar) Central focus : offenders getting what Central focus: victim needs, and they deserve offender responsibility for repairing harm (focus sentral : pelanggar mendapatkan ganjaran setimpal dengan (focus sentralnya: para korban pelanggarannya) membutuhkan pemulihan kerugian yang dideritanya(baik secara fisik, psikologis, dan materi) dan pelaku bertanggungjawab untuk memulihkan) 22 Ibid, halaman 249 60 Dari pendapat Howard Zehr diatas tampak bahwa orientasi restorative justice tidak hanya pelaku parameter-parameter tentang peradilan pembinaan kebijakan anak. individu Model (individual kejahatan, akan tetapi juga korban treatment model) ini secara akademis serta masyarakat. Selain itu focus memperoleh sorotan tajam terutama pengadilan tidak hanya memberikan karena sifatnya yang paternalistic, hukuman mahal, tak memadai dan jaminan sebagai pembalasan terhadap pelaku kejahatan, tetapi hukumnya lebih pada pemulihan penderitaan intensitasnya dan pada gilirannya korban dalam praktek penanganan anak- kejahatan serta minta pertanggungjawaban pelaku. Paulus hadi lemah, diragukan anak pelaku delinkuen berdampak 23 Suprapto pada semakin lemahnya ikatan masyarakat lewat berpendapat bahwa model yang konvensional terkandung di dalam UU No.3 tahun prospek pembeian pekerjaan dan 1997 hubungan tentang Pengadilan anak secara kriminologis termasuk model merusak kekeluargaan hubungan serta konvensional (individual antar peer-group si anak, inilah yang treatment model). Model itu tampak secara hakiki merupakan wujud dari dari seluruh ketentuan normative stigmatisasi pada diri anak.25 pembinaan individu yang terkandung dalam UU No.3 tahun 199724 tentang Pengadilan anak tersebut. Lebih lanjut paulus Hadi Suprapto berpendapat : Kegelisahan Model retributive (retributive model) dan perorangan pembinaan (individual pelaku treatment kaum professional peradilan anak pada satu sisi dan pengalaman positif model) telah memberikan perangkat pengimplementasian sanksi prioritas campur tangan peradilan reparative (alternative) dan proses anak dan menetapkan dengan pasti penyelesaian konflik secara informal, melalui mediasi pelaku, korban dan 23 Paulus Hadi Suprapto, op.cit, halaman 224. 24 Ketentuan No. 3 tahun 1997 diantaranya Pasal 1 butir 5 s/d 9, Pasal 11, pasal 10 (hakim anak), Pasal 41 ayat 2 (penyidik anak), Pasal 53 ayat 2 (penuntut umum anak), Pasal 34 ayat 1butir a (laporan hasil penelitian kemasyarakatan masyarakat pada sisi lain memunculkan pemikiran reformatif 25 Paulus hadi suprapto,op.cit. halaman 224 61 peradilan anak ke arah model restorative.26 Model restorative justice adalah salah satu model peradilan Peradilan anak restorative anak, dalam rangka melindungi anak bahwa agar terhindar dari trauma psikis dan terhadap lebel/cap bekas penjahat. Tujuan perilaku delinkuensi anak tidak akan utama dari model restorative justice efektif tanpa adanya kerjasama dan adalah perbaikan luka yang diderita keterlibatan dari korban, pelaku dan oleh masyarakat. Prinsip yang menjadi terhadap luka yang diakibatkan oleh dasar adalah bahwa keadilan paling perbuatannya dan konsiliasi serta baik terlayani, apabila setiap pihak rekonsiliasi di menerima perhatian secara adil dan pelaku dan masyarakat. seimbang, aktif di libatkan dalam Saran proses peradilan dan memperoleh 1. Perlu adanya amandemen UU berangkat dari asumsi tanggapan atau reaksi korban, 3 pengakuan kalangan keuntungan secara memadai dari No. tahun interaksi mereka dengan system pengadilan peradilan anak.27 pengaturan disversi pelaku korban, 1997 tentang anak, terkait 2. Perlu adanya bimbingan khusus SIMPULAN DAN SARAN terhadap pembinaan terpidana Simpulan 1997 anak, agar anak tidak trauma tentang Pengadilan Anak terdapat serta tidak mengalami stigma beberapa kelemahan, baik secara sebagai penjahat. UU No. substantive 3 tahun maupun secara 3. Penerapan model restorative implementasi. Secara substantive jaustice dalam system peradilan UU pengadilan anak tidak mengatur anak mengenai diversi, sedangkan secara alternative implementasi pengadilan anak saat nakal. ini memberikan dampak negative yaitu berapa stigma pada diri anak pelaku delikuensi. di Indonesia sebagai penanganan anak DAFTAR PUSTAKA Achmad Ali, 2009. Menguak teori hukum (legal theory) dan teori 26 Ibid. halaman 225 27 Ibid, halaman 226 peradilan (judicialprudence) termasuk 62 interpretasi undang-undang Jakarta (legisprudence). John : material UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Prenada Media Group. UU No. 3 tahun 1997 Tentang M.Echols&Hasan Shadily, Pengadilan Anak 2006. Inggris- UU No. 23 tahun 2002 Tentang Kamus Indonesia, Jakarta : Gramedia Perlindungan Anak Moelyatno, 2006. Kitab Undangundang Hukum Pidana.Jakarta : Bumi Aksara Paulus Hadi Suprapto, 2006. Peradilan Restoratif : Model Peradilan Masa Anak Indonesia Datang, pengukuhan Fakultas guru Hukum Semarang pidato : besar UNDIP. Diponegoro University Press. ____________________, 2008. Delinkuensi anak (Pemahaman dan Penanggulangannya), Malang : Bayu Media Publishing. Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka, Depdiknas http://gagasanhukum.wordpress.com/ 2008/05/26/mengkritisikelemahan-uu-pengadilananak/le&sid=579 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-VIII/2010 perihal uji 63