REKONSTRUKSI PENGADILAN ANAK DI

advertisement
REKONSTRUKSI PENGADILAN ANAK DI INDONESIA
(Suatu Orientasi Kearah Restorative Justice)
Children of Justice Reconstruction In Indonesia
(An orientation toward restorastive justice)
Loso (Fakultas Hukum Unikal)
Abstract
Act no. 3 / 1997 on cildren justice, there are several weaknesses, both substantive as well
as implementation. Based on the literature search results can be obtained a description of
current courts child. The weakness of the substantive law the court the child does not
regulate the diversion, whereas the current implementation of the court gives the child the
negative impact of stigma on children's self how actors delinquency. Restorative justice
model is one model of juvenile justice, in order to protect children in order to avoid the
psychic trauma and label / stamp of former criminals. The main purpose of the restorative
justice model is the improvement of wound suffered by the victim, perpetrator confession
against injury caused by his actions and conciliation and reconciliation among victim,
offender and community.
Key word : children justice, restorative justice.
tentang Hak Anak-anak tahun 1924,
PENDAHULUAN
yang selanjutnya telah mendapat
Indonesia merupakan salah
satu dari 191 negara yang telah
meratifikasi
konvensi
hak
(Convention
on
Right
the
anak
of
Children) pada tahun 1990 melalui
Kepres no. 36 tahun 1990. Dengan
meratifikasi konvensi ini, Indonesia
memiliki kewajiban untuk memenuhi
hak-hak bagi semua anak tanpa
terkecuali, salah satu hak anak yang
perlu
mendapat
perhatian
dan
perlindungan adalah hak anak yang
berkonflik dengan hukum.
Perlindungan
anak
telah
internasional
menjadi
pengakuan dalam Deklarasi Sedunia
tentang Hak Asasi Manusia serta
ketentuan hokum yang dibuat oleh
badan-badan khusus dan organisasiorganisasi
Internasional
yang
memberi
perhatian
bagi
kesejahteraan anak-anak.Jauh hari
Majelis Umum PBB memaklumkan
Deklarasi Hak Anak-Anak dengan
maksud
menjalani
kesepakatan
anak-anak
masa
kecil
dapat
yang
membahagiakan, berhak menikmati
hak-hak
terhadap
agar
dan
kebebasan
baik
kepentingan mereka sendiri maupun
untuk kepentingan masyarakat.
sebagaimana
diamanatkan dalam deklarasi Jenewa
50
Pemikiran kepentingan anak
Kesadaran
nasional
atau
sebagai orientasi utama bangsa di
justifikasi konstitusional melindungi
dunia,
penulis
anak sebagai urusan utama dalam
ternama asal Swedia, Ellen Key
berbangsa dan bernegara, tertuang
dengan karyanya tentang pendidikan
dalam Pasal 28 ayat (2) UUD 1945
Barnets århundrade (volume I dan
secara ekplisit telah menegaskan
II,
diterjemahkan
hak-hak konstitusional anak yang
menjadi The Century of the Child
berbunyi, “Setiap anak berhak atas
(1909). Ellen Key menulis buku
kelangsungan hidup, tumbuh dan
terlaris internasional The Century of
berkembang, dan perlindungan dari
the Child yang mengusung gagasan
berbagai
bahwa
diskriminasi”.
dikumandangkan
1900),
yang
dunia
anak-anak
harus
bentuk
kekerasan
dan
menjadi pekerjaan utama masyarakat
Perilaku delinkuensi anak di
selama abad kedua puluh. Meskipun
Indonesia, masih merupakan gejala
ia tidak pernah berpikir bahwa "abad
sosial
anak" akan menjadi kenyataan, pada
kekhawatiran di kalangan orang tua
kenyataannya hal itu jauh lebih
khususnya
resonansi daripada yang bisa ia
umumnya. Bentuk-bentuk perilaku
bayangkan. Karakteristik anak-anak
delinkuensi
yang sedang dalam pertumbuhan
penyalahgunaan
atau
evolusi
perkelahian pelajar, pembajakan bis
kapasitas (evolving capacity) selaku
oleh pelajar muncul ke permukaan.
insan manusia (human being), tidak
Gejala tersebut tampaknya selalu
semestinya
atau
menunjukan dirinya sebagai masalah
dibiarkan tanpa perlindungan. Anak-
actual yang khas di setiap zamannya
anak
dan
mengalami
proses
tumbuh
sendiri
membutuhkan
tua/keluarga,
masyarakat
pemerintah
serta
pembuat
regulasi,
pemenuhan
orang
negara
hak-hak
dan
telah
dan
karenanya
ditelaah.2
menimbulkan
masyrakat
anak
pada
seperti
narkoba,
menarik
Dalam
untuk
upaya
selaku
pelaksana
anak
dan
pengemban kewajiban negara (state
obligation).1
1
dan
Latar belakang pengajuan uji material UU
No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak
ke Mahkamah konstitusi yang termuat dalam
putusan MK No: 1 / PUU-VII/2010.
2
Paulus Hadi Suprapto, Peradilan
restorative : peradilan anak Indonesia
masa depan, Pidato pengukuhan Guru Besar
Fakultas Hukum yang disampaikan pada
tanggal 18 Februari 2006, halaman 3.
51
penanggulangan
pemerintah
nakal3,
anak
mengundangakan
UU
No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan
anak.
Dalam
konsiderannya
bagai
anak
perlu
dilakukan
secara khusus.
Hasil
sementara
studi
beberapa
penelitian
menunjukan
disebutkan :
anak-anak
1. bahwa anak adalah bagian dari
memperoleh perlakuan yang buruk
generasi muda sebagai salah satu
bahkan dalam beberapa hal telah
sumber
diperlakukan
daya
manusia
yang
konflik
dari
lebih
hukum
buruk
bila
merupakan potensi dan penerus
dibandingkan dengan orang dewasa
cita-cita perjuangan bangsa, yang
yang berada dalam situasi yang
memiliki peranan strategis dan
sama. Mayoritas dari anak konflik
mempunyai ciri dan sifat khusus,
hukum mengaku telah mengalami
memerlukan
dan
tindak kekerasan ketika berada di
rangka
kantor polisi. Bentuk kekerasan yang
dan
umum terjadi, yaitu kekerasan fisik
perkembangan fisik, mental, dan
berupa tamparan dan tendangan,
sosial secara utuh, serasi, selaras,
namun ada juga kasus kekerasan
dan seimbang.
yang sekaligus berupa pelecehan
pembinaan
perlindungan
menjamin
2. bahwa
dalam
pertumbuhan
untuk
pembinaan
perlindungan
melaksanakan
dan
memberikan
terhadap
anak,
seksual
seperti
kelembagaan
yang
ditujukan pada alat kelamin atau
tersangka anak yang ditelanjangi.
diperlukan dukungan, baik yang
menyangkut
kekerasan
Keberadaan
Pengadilan
anak
UU
masih
banyak
maupun perangkat hukum yang
kelemahan, baik secara substantif
lebih mantap dan memadai, oleh
maupun
proses
karena itu ketentuan mengenai
Masalah
substantif
penyelenggaraan
masalah batasan usia anak yang
pengadilan
peradilannya.
diantaranya
dapat diajukan ke sidang anak, yang
mendorong
3
Berdasar ketentuan Pasal 1 ayat 2 UU No. 3
tahun 1997 disebutkan Anak Nakal adalah :
a. anak yang melakukan tindak pidana; atau
b. anak yang melakukan perbuatan yang
dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut
peraturan
perundang-undangan maupun menurut peraturan
hukum lain yang hidup dan berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan.
beberapa
melakukan
uji
pengadilan
anak
material
tersebut
orang
UU
ke
Mahkamah Konstitusi. Sedangkan
paulus hadi suprapto berpendapat
bahwa UU pengadilan anak tidak
52
mengatur mengenai diversi.4 Dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
adanya berbagai kelemahan yang
terdapat dalam perangkat peraturan
terkait
proses
penanganan
nakal,
maka
perlu
5
anak
dilakukan
terhadap pengadilan
rekonstruksi
anak di Indonesia. Rekonstruksi yang
di maksud baik dalam hal substantif
hukum maupun proses peradilannya.
Masalah yang dirumuskan dalam
penelitian ini adalah Bagaimana
konsep
pengadilan
(restorative
untuk
pengadilan anak di Indonesia?
research,
peneltian
metode
yaitu
dengan anak nakal adalah meliputi
peraturan
yang
undang-undang
tersebar
dalam
pidana
yang
mengatur masalah anak, yaitu :
a. KUHP Pasal 45, 46, dan 47
KUHP (telah dicabut )
b. Pasal 50 s/d 68 KUHAP selain
Pasal 64 KUHAP.
c. UU No.3 tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak,
METODE PENELITIAN
menggunakan
Hukum positif yang terkait
restoratif
justice)
Dalam
1. Beberapa
kelemahan
Ketentuan UU No. 3 tahun1997
tentang Pengadilan Anak.
d. UU No.4tahun 1979 tentang
ini
library
mengumpulkan
e. Keppres
No.36
tahun
tentang pengesahan
1990
Konvensi
bahan-bahan
melalui
buku-buku,
hasil-hasil
peraturan
perundangan,
guna
Perlindungan Anak ,khususnya
data-data
yang
Pasal 16,17, 59, 64Anak baik
memperoleh
penelusuran
Kesejahteraan Anak,
penelitian,
Hak-Hak Anak,
f. UU No.23 tahun 2002 tentang
kemudian di olah menjadi karya
secara
ilmiah.
membutuhkan perlindungan serta
fisik
maupun
mental
perawatan khusus , termasuk
perlindungan
maupun
4
Diversi adalah satu bentuk pembelokan
atau penyimpangan penanganan anak pelaku
delinkuen di luar jalur yustisial
konvensional. Istilah diversi (diversion)
terdapat dalam Rule 11 Beijing Rules.
5
Berdasar kamus besar bahasa Indonesia
yang di terbitkan Balai Pustaka depdiknas,
Rekonstruksi diartikan pengembalian,
penyusunan kembali,
hokum
sebelum
sesudah
mereka
khusus
masalah
dilahirkan.
Secara
penganan anak di atur dalam UU No.
3 Tahun 1997 tentang pengadilan
anak. Sebelum diundangkan UU
53
pengadilan
anak
yang
khusus,
penanganan anak nakal berdasarkan
ketentuan
KUHP
dan
dalam pasal 45, 46, dan Pasal 47
KUHP. KUHP mengatur mengenai
batasan umur anak nakal, jenis
serta
ancaman
pidana7.
Sedangkan hukum acara pengadilan
anak pada prinsipnya berdasar pada
hukum
acara
yang
seluruhnya.
KUHAP.
Mengenai tindak pidana anak diatur
sanksi6,
dan Pasal 47 KUHP di cabut
berlaku
(KUHAP)8 yaitu dalam pasal 50
sampai Pasal 68 KUHAP kecuali di
atur secara khusus dalam UU No. 3
Berdasar asas lex spicialis
derogat lex generalis, keberadaan
Undang-Undang
U
No.3/1997
tentang pengadilan anak merupakan
undang-undang
yang
khusus,
beberapa kekhususan dari UU No. 3
tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
adalah
batas
mengatur mengenai batasyang
menjadi
kompetensi
khusus dalam mengadili anak, yaitu:
1. pembatasan umur orang yang
dapat diperiksa tahap penyidikan
tahun 1997 tentang pengadilan anak.
hingga disidangkan dalam acara
Berdasar asas lex specialis, dengan
persidangan anak, yaitu berumur
di undangkannya UU No.3 tahun
kurang dari 8 tahun hingga 18
1997 maka ketentuan Pasal 45, 46,
tahun sebagaimana diatur Pasal 1
butir 1 dan Pasal 4 ayat (1) UU
No.3/19979
6
Pasal 10 KUHP jenis pidana pokok :
pidana mati, pidana penjara, pidana
kurungan dan pidana denda..bandingkan
dengan pasal 23 ayat 2 UU No. 3 tahun
1997 disebutkan pidana pokok yang dapat di
jatuhkan kepada anak nakal ialah pidana
penjara, pidana kurungan, pidana denda,
pidana pengawasan.
7
Pasal 47 KUHP menyebutkan : (1) jika
hakim
menjatuhkan
pidana,
maka
maksimum pidana pokok terhadap perbuatan
pidananya dikurangi sepertiga; (2) jika
perbuatan merupakan kejahatn yang
diancam dengan pidana mati atau pidana
seumur hidup, maka dijatuhkan pidana
penjara paling lama lima belas tahun,
bandingkan dengan Ketentuan pasal 26 UU
No. 3 tahun 1997 disebutkan pidana penjara
yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal
…paling lama ½ (setengah dari maksimum
ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
8
Pasal 40 UU No. 3 tahun 1997 disebutkan
hukum acara yang berlaku di terapkan pula
dalam acara pengadilan anak, kecuali
ditentukan dalam undang-undang ini.
2. kehususan dari ruang lingkup
pembatasan
yang
masuk
kompetensi dalam perkara anak
nakal ditentukan Pasal 1 ayat 2.
3. Kehususan
aparat
penegak
hukum yang menangani perkara
anak
nakal,
penyidikan,
persidangan,
mulai
ditingkat
penuntutan,
dan
sebagaimana
9
Berdasar amar putusan MK No. 1 / PUU –
VIII / 2010 bahwa batas umur anak dapat
sidangkan di pengadilan anak adalah 12
tahun.
54
ditentukan Pasal 1 ayat 5, 6, dan
10. Tidak mengenal hukuman pidana
mati, dan untuk hukuman badan
7.
pembimbingan
hanya mengenall pidana penjara
kemasyarakatan yang terdiri dari
sementara waktu maksimal 10
Pembimbing
tahun, diatur dalam Pasal 22 s/d
4. Adanya
Kemasyarakatan,
32.
Pekerja Sosial dan Pekerja Sosial
Sukarela yang mempunyai peran
penting
untuk
pertimbangan
putusan hakim dalam peradilan
anak. Ketentuan tentang hal itu
ditemukan sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 ayat 11.
5. Suasana
pemeriksaan
dalam
persidangan dibedakan dengan
pemeriksaan orang dewasa, yaitu
dikondisikan
kekeluargaan
suasana
dan
bersahaja,
diatur dalam ketentuan Pasal 42
ayat 1.
6. Jika
dalam
deelneming
tindak
yang
pidana
melibatkan
anak, pemeriksaan terhadap anak
dilakukan secara splitsing dari
pelaku orang dewasa. Diatur
dalam ketentuan Pasal 7.
7. Pemeriksaan sidang dilakukan
secara tertutup, ditentukan Pasal
8 ayat 1.
8. Pemeriksaan perkara dilakukan
oleh hakim tunggal, ditentukan
Pasal 11,14 dan 18.
9. Masa penahanan lebih singkat
dari orang dewasa, diatur Pasal
44 s/d 49.
Secara substantive UU No. 3 tahun
1997
tentang
pengadilan
terdapat
beberapaa
Berdasar
hasil
kajian
ketentuan
UU
pengadilan
anak
kelemahan.
Roni10,
anak
mengandung beberapa kelemahan
diantaranya :
Pertama, berkaitan dengan usia anak
nakal. Dalam pasal 1 angka (1)
dinyatakan anak nakal adalah orang
yang dalam perkara anak nakal telah
mencapai usia 8 (delapan) tahun
tetapi belum mencapai usia 18
(delapan belas) tahun dan belum
pernah kawin. Menurut saya, batas
usia anak tersebut harus diubah dari
usia minimal 8 (delapan) tahun
menjadi 12 (dua belas) tahun. Sebab
pada usia tersebut anak-anak tidak
bisa
dipertanggungjawabkan
di
depan sidang peradilan anak atas
tindak pidana yang dilakukannya.
Tetapi harus melalui mekanisme
10
Roni, mengkritisi kelemahan UU
pengadilan anak, yang di publikasikan
dalam
http://gagasanhukum.wordpress.com/2008/0
5/26/mengkritisi-kelemahan-uu-pengadilananak/le&sid=579n anak , yang di
publikasikan dalam web site
55
tersendiri
yang
bertujuan
untuk
Pengadilan
Anak
dinyatakan
mengendalikan prilaku anak tersebut
Pengadilan Anak adalah pelaksana
ke arah lebih baik.
kekuasaan kehakiman yang berada di
Kedua, istilah anak nakal bagi anak
lingkungan peradilan umum.
yang
pidana.
Kelima, tidak adanya UU yang
Anak
secara khusus mengatur tentang hak-
disebutkan istilah anak nakal bagi
hak anak yang berhadapan dengan
anak yang melakukan tindak pidana.
hukum baik yang berkonflik dengan
Hal ini berbeda sekali dengan UU
hukum maupun sebagai korban dari
Nomor 23 Tahun 2002 tentang
tindak pidana. Perlunya undang-
Perlindungan
yang
undang yang secara khusus mengatur
yang
hak-hak
melakukan
Dalam
UU
menyebutkan
tindak
Pengadilan
Anak
istilah
anak
anak
yang
berhadapan
berhadapan dengan hukum. Sebab,
dengan hukum. Sebab hak-hak anak
istilah
yang berhadapan dengan hukum
anak
nakal
pengertian
mengandung
seseorang
melakukan
tindak
pidana
yang
berbeda
sama
orang
halnya
dewasa
dengan
yang
hak-hak
berhadapan
halnya dengan orang dewasa yang
dengan hukum.
melakukan tindak pidana.
Keenam, tidak adanya pengaturan
Ketiga, penahanan terhadap anak
secara jelas alternatif penyelesaian
nakal. Dalam pasal 44 ayat (6)
masalah
dinyatakan penahanan terhadap anak
dengan hukum melalui upaya diversi.
dilaksanakan di tempat khusus untuk
Dalam upaya diversi ini Lembaga
anak di lingkungan Rumah Tahanan
Kepolisian
Negara,
Tahan
kewenangan
Negara, atau di tempat tertentu.
dimilikinya.
Menurut saya, penahanan terhadap
menahan anak, tetapi menetapkan
anak nakal tersebut seharusnya tidak
suatu
menempatkannya di Rumah Tahanan
mengembalikan anak kepada orang
Negara,
tuanya atau menyerahkannya kepada
pada
cabang
tetapi
panti-panti
Rumah
menempatkannya
sosial
yang
anak
yang
dapat
berkonflik
menggunakan
diskresioner
Antara
lain
tindakan
yang
tidak
berupa
negara.
disediakan oleh pemerintah dalam
Ketujuh, tidak adanya pengaturan
hal ini Depertemen Sosial.
secara
Keempat, struktur dan kedudukan
penangkapan
peradilan anak. Dalam Pasal 2 UU
terhadap
jelas
anak
tentang
dan
aturan
penahanan
nakal.
Dalam
56
prakteknya penangkapan terhadap
(diversion), UU pengadilan anak ini
anak nakal disamakan dengan orang
tidak
dewasa. Yang membedakan hanya
diversi.
mengakomodasi
ketentuan
jangka waktu penahanan terhadap
anak
lebih
singkat
dari
orang
dewasa. Perlunya pengaturan secara
jelas
terhadap
penangkapan
dan
penahanan terhadap anak agar lebih
memberikan
maksimal
perlindungan
terhadap
yang
anak
dan
terhindar dari perlakuan-perlakuan
yang salah dari aparat penegak
hukum.
UU No. 3 tahun 1997 tentang
pengadilan anak terdapat beberapa
kelemahan baik secara substantive
maupun
secara
(implementasi).
praktek
Paulus
Hadi
Suprapto berpendapat :11
pentingnya
diversi dalam UU pengadilan anak di
Indonesia, Paulus Hadi Suprapto
berpendapat 12:
Diversi
sangat
penting
untuk
diperhatikan dalam penanganan anak
pelaku delinkuensi, diversi dapat
mengindarkan
anak
dari
proses
secara lebih mendalam ketentuan
substantifnya,
tampaknya
mengandung kelemahan, terutama
bila hal ini diukur dari apa yang
terkandung
dalam
instrument
internasional utamanya resolusi PBB
tentang
UN
dalam proses pemidanaan anak lewat
system peradilan pidana anak. Bila
diperhatikan
ketentuan-ketentuan
yang terkandung dalam resolusi PBB
40/33
itu,
dan
kecenderungan
pengaturan proses pemidanaan anak
diberbagai Negara (Amerika serikat,
UU pengadilan anak apabila ditelaah
Standard
minimum rules for the administration
of juvenile Justice (Beijing Rules)
hususnya rule 11-an tentang diversi
11
mengenai
stigmatisasi yang lazimnya terjadi
Paulus Hadi Suprapto berpendapat
40/33
Kemudian
Paulus Hadi Suprapto, 2008. Delinkuensi
Anak
:
pemahaman
dan
penanggulanggannya, Malang : Bayu
Media, halaman 208.
Inggris, Belanda, Australia, Selandia
Baru dan Jepang), semuanya telah
mengatur diversi ini dalam system
hukum
anak
perlindungan
mereka.
Dari
kepentingan
sisi
terbaik
anak, rasanya keberadaan diversi ini
sangat diperlukan, karena melalui
diversi
kemungkinan
penuntutan
pidana gugur, rekam jejak criminal
anak pun jadi tak ada dan dengan
sendirinya stimatisasi anak pun tak
terjadi
12
Ibid, halaman 209.
57
Secara implementasi, UU pengadilan
merugikan perkembangan jiwa anak
anak
di
juga
terdapat
kelemahan.
beberapa
Berdasarkan
masa
datang.
Stigma
akan
hasil
membekas pada diri anak, dan pada
penelitian Paulus Hadi Suprapto13,
gilirannya akan terjadi proses proses
implenetasi UU pengadilan anak
pemenuhan
14
dari
identitas
lama
menimbulkan stigma . Dari hasil
menuju identitas baru-anak nakal
wawancara Paulus Hadi Suprapto di
pelaku tindak pidana (self-fulfilling
peroleh gambaran bahwa selama
atau self-prophecy process).
dalam
proses
Pada akhirnya berdasar
pemeriksaan
pemidanaan mereka merasa kurang
hasil
dihargai atau
kata lain
Suprapto tersebut implementasi UU
dengan
penelitian
Paulus
Hadi
kurang
diperhatikan
hak-haknya
No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan
sebagai
anak
bermasalah
Anak dalam prakteknya cenderung
dengan hukum pidana. Perlakuan
memberikan stigma atas diri anak.
yang mereka terima selama proses
Proses stigmatisasi ini berlangsung
pemidanaan itu dirasakan membekas
di tingkat penyidikan, penuntutan,
yang
stigma pada diri mereka.
15
persidangan di pengadilan hingga di
tempat
Lebih lanjut Paulus Hadi
Suprapto
menyimpulkan
hasil
16
penelitiannya sebagai berikut :
Bahwa implementasi UU pengadilan
anak dalam praktek penanganan
anak-anak pelaku delikuen masih
cenderung
membekaskan
stigma
pada diri anak-anak. Stigmasisasi
anak
secara
psikologis
sangat
pembinaan.
Keadaan
ini
sudah barang tentu akan sangat
merugikan perkembangan jiwa anak
pelaku di masa datang. Dari kajian
kriminologi mengisyaratkan bahwa
stigmatisasi atas diri anak pelaku
delinkuen disamping akan membekas
bagi jiwa anak, juga sangat potensial
seabagai factor kriminogen- melalui
proses yang disebut “self-fulfiling
prophecy”
anak
cenderung
13
Penelitian di lakukan di Jawa Tengah,
dengan responden 200 anak pelaku
kejahatan yang semuanya pelajar (SD,
SMP, SMA), berumur berkisar 12-18 tahun.
14
Berdasar kamus besar bahasa indonsia
terbitan balai pustaka stigma diartikan :cirri
negative yang menempel pada pribadi
seseorang karena pengaruh lingkungannya
15
Paulus Hadi Suprapto, Op.cit,halaman
211.
16
Ibid, halaman 212
mengindentifikasikan dirinya sesuai
dengan “cap” yang disandangnya
dan akan mengulangi lagi perbuatan
kenakalannya di masa mendatang
(secondary deviance).
58
2. Model Pengadilan Restoratif
Justice
Model)
(Restorative
Sebagai Alternatif Pengadilan
Anak di Indonesia
Bertolak
dari
berbagai
kelemahan yang terdapat dalam UU
No.
3
tahun
pengadilan
1997
anak,
tentang
baik
substantive
memunculkan
berbagai pemikiran terhadap konsep
pengadilan anak ke depan. Dalam
kajian kriminologis dikenal adanya
tiga model peradilan anak, yaitu (a)
model
retributive
(retributive
model),
(b)
pembinaan
pelaku
perorangan
treatment
model
model),
(individual
(c)
Model
restoratif (restorative justice).17
dengan
melalui
penyelesaian
pengadilan.
Sedangkan
restorative justice menurut Howard
Zehr20 dalam bukunya The little
Book of Restorative Justice, diartikan
:
Restorative justice is process
secara
maupun
implementasinya
berkaitan
to involve to the extent possible,
those who have a stake in a specific
offence and to collectively identify
and address harms, needs, and
obligations, in order to heal and put
things
as
right
as
possible.
(pengadilan restorative adalah suatu
proses untuk melibatkan mereka
yang memiliki kepentingan dalam
kejahatan
tertentu
dan
bersama
mengedentifikasi
secara
dan
mengatasi kerugian, kebutuhan, dan
Berkaitan dengan masalah
kewajiban untuk menyembuhkan dan
ali18
sedapat mungkin menempatkan hak-
pengadilan,
membedakan
Achmad
antara
restitutive
haknya).
justice19
Howard Zehr juga mengutip
Model peradilan selanjutnya adalah
karya Susan Sharpe yang berjudul
restorative justice. Restitutive justice
Restorative justice : a vision for
justice
dan
restorative
Healing ang Change
17
Paulus Hadi Suprapto,Pengukuhan Guru
Besar , op.cit, halaman 26
18
Achmad Ali, 2009. Menguak teori hukum
(legal theory) dan teori peradilan
(judicialprudence) termasuk interpretasi
undang-undang (legisprudence), halaman
247.
19
Pengertian secara harfiah, restorative
justice dalam kamus bahasa inggrisindonesia karya John M. Echold dan Hasan
Shadily, dibedakan dari kata restorative
artinya
menguatkan,
menyembuhkan,
menyegarkan, sedangkan justice “keadilan,
peradilan”
khususnya
tentang “the goals of restorative
justice” di mana di kemukakan
bahwa ringkasan tujuan dan tugas
restorative justice adalah21:
Restorative justice programs
aim to :
20
21
Achmad Ali, op.cit, halaman 247
Ibid, halaman 248
59
1. Put key decisions into the hands
of those most affected by crime
(menyerahkan keputusan kunci
kepada
pihak
yang
paling
terpngaruh oleh kejahatan)
(membuat keadilan lebih ideal
dan transformative)
3. Reduce the likelihood of future
offences (mengurangi kejahatan
di masa depan)
2. Make justice more healing and
ideally,
more
transformative
Howard Zehr membuat skema perbedaan antara restitutive justice (criminal
justice) dengan restorative justice sebagai berikut 22:
Criminal justice/restitutive justice
Restorative justice
Crime is a violation of the law and the Crime is a violation of people and
state
relationship
(kejahatan adalah suatu pelanggaran (kejahatan adalah pelanggaran terhadap
terhadap hukum dan Negara)
rakyat dan hubungan antar warga
masyarakat)
Violations create guilt
Violations create oblications
(pelanggaran menciptakan kesalahan)
(pelanggaran menciptakan kewajiban)
Justice requires the state to determine Justice involves victims, offenders, and
blame(guilty) and impose pain community members in an effort to put
(punishment)
thing right
(keadilan membutuhkan pernyataan
yang menentukan kesalahan pelaku dan
menjatuhkan
pidana
terhadap
pelakunya)
(keadilan mencakup para korban, para
pelanggar dan warga masyarakat di
dalam suatu upaya untuk meletakan
segala sesuatunya secara benar)
Central focus : offenders getting what Central focus: victim needs, and
they deserve
offender responsibility for repairing
harm
(focus sentral : pelanggar mendapatkan
ganjaran
setimpal
dengan (focus
sentralnya:
para korban
pelanggarannya)
membutuhkan pemulihan kerugian
yang dideritanya(baik secara fisik,
psikologis, dan materi) dan pelaku
bertanggungjawab untuk memulihkan)
22
Ibid, halaman 249
60
Dari pendapat Howard Zehr diatas
tampak bahwa orientasi restorative
justice
tidak
hanya
pelaku
parameter-parameter
tentang
peradilan
pembinaan
kebijakan
anak.
individu
Model
(individual
kejahatan, akan tetapi juga korban
treatment model) ini secara akademis
serta masyarakat. Selain itu focus
memperoleh sorotan tajam terutama
pengadilan tidak hanya memberikan
karena sifatnya yang paternalistic,
hukuman
mahal, tak memadai dan jaminan
sebagai
pembalasan
terhadap pelaku kejahatan, tetapi
hukumnya
lebih pada pemulihan penderitaan
intensitasnya dan pada gilirannya
korban
dalam praktek penanganan anak-
kejahatan
serta
minta
pertanggungjawaban pelaku.
Paulus
hadi
lemah,
diragukan
anak pelaku delinkuen berdampak
23
Suprapto
pada
semakin
lemahnya
ikatan
masyarakat
lewat
berpendapat bahwa model yang
konvensional
terkandung di dalam UU No.3 tahun
prospek pembeian pekerjaan dan
1997
hubungan
tentang
Pengadilan
anak
secara kriminologis termasuk model
merusak
kekeluargaan
hubungan
serta
konvensional
(individual
antar peer-group si anak, inilah yang
treatment model). Model itu tampak
secara hakiki merupakan wujud dari
dari seluruh ketentuan normative
stigmatisasi pada diri anak.25
pembinaan
individu
yang terkandung dalam UU No.3
tahun 199724 tentang Pengadilan
anak tersebut.
Lebih lanjut paulus Hadi
Suprapto berpendapat :
Kegelisahan
Model retributive (retributive
model)
dan
perorangan
pembinaan
(individual
pelaku
treatment
kaum
professional peradilan anak pada satu
sisi
dan
pengalaman
positif
model) telah memberikan perangkat
pengimplementasian
sanksi
prioritas campur tangan peradilan
reparative (alternative) dan proses
anak dan menetapkan dengan pasti
penyelesaian konflik secara informal,
melalui mediasi pelaku, korban dan
23
Paulus Hadi Suprapto, op.cit, halaman
224.
24
Ketentuan No. 3 tahun 1997 diantaranya
Pasal 1 butir 5 s/d 9, Pasal 11, pasal 10
(hakim anak), Pasal 41 ayat 2 (penyidik
anak), Pasal 53 ayat 2 (penuntut umum
anak), Pasal 34 ayat 1butir a (laporan hasil
penelitian kemasyarakatan
masyarakat
pada
sisi
lain
memunculkan pemikiran reformatif
25
Paulus hadi suprapto,op.cit. halaman 224
61
peradilan
anak
ke
arah
model
restorative.26
Model
restorative
justice
adalah salah satu model peradilan
Peradilan
anak
restorative
anak, dalam rangka melindungi anak
bahwa
agar terhindar dari trauma psikis dan
terhadap
lebel/cap bekas penjahat. Tujuan
perilaku delinkuensi anak tidak akan
utama dari model restorative justice
efektif tanpa adanya kerjasama dan
adalah perbaikan luka yang diderita
keterlibatan dari korban, pelaku dan
oleh
masyarakat. Prinsip yang menjadi
terhadap luka yang diakibatkan oleh
dasar adalah bahwa keadilan paling
perbuatannya dan konsiliasi serta
baik terlayani, apabila setiap pihak
rekonsiliasi di
menerima perhatian secara adil dan
pelaku dan masyarakat.
seimbang, aktif di libatkan dalam
Saran
proses peradilan dan memperoleh
1. Perlu adanya amandemen UU
berangkat
dari
asumsi
tanggapan
atau
reaksi
korban,
3
pengakuan
kalangan
keuntungan secara memadai dari
No.
tahun
interaksi mereka dengan system
pengadilan
peradilan anak.27
pengaturan disversi
pelaku
korban,
1997
tentang
anak,
terkait
2. Perlu adanya bimbingan khusus
SIMPULAN DAN SARAN
terhadap pembinaan terpidana
Simpulan
1997
anak, agar anak tidak trauma
tentang Pengadilan Anak terdapat
serta tidak mengalami stigma
beberapa kelemahan, baik secara
sebagai penjahat.
UU
No.
substantive
3
tahun
maupun
secara
3. Penerapan
model
restorative
implementasi. Secara substantive
jaustice dalam system peradilan
UU pengadilan anak tidak mengatur
anak
mengenai diversi, sedangkan secara
alternative
implementasi pengadilan anak saat
nakal.
ini memberikan dampak negative
yaitu berapa stigma pada diri anak
pelaku delikuensi.
di
Indonesia
sebagai
penanganan
anak
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, 2009. Menguak teori
hukum (legal theory) dan
teori
26
Ibid. halaman 225
27
Ibid, halaman 226
peradilan
(judicialprudence) termasuk
62
interpretasi
undang-undang
Jakarta
(legisprudence).
John
:
material UU No. 3 tahun 1997
tentang Pengadilan Anak
Prenada Media Group.
UU No. 3 tahun 1997 Tentang
M.Echols&Hasan
Shadily,
Pengadilan Anak
2006.
Inggris-
UU No. 23 tahun 2002 Tentang
Kamus
Indonesia, Jakarta : Gramedia
Perlindungan Anak
Moelyatno, 2006. Kitab Undangundang
Hukum
Pidana.Jakarta
:
Bumi
Aksara
Paulus
Hadi
Suprapto,
2006.
Peradilan Restoratif : Model
Peradilan
Masa
Anak
Indonesia
Datang,
pengukuhan
Fakultas
guru
Hukum
Semarang
pidato
:
besar
UNDIP.
Diponegoro
University Press.
____________________,
2008.
Delinkuensi
anak
(Pemahaman
dan
Penanggulangannya),
Malang
:
Bayu
Media
Publishing.
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
terbitan Balai Pustaka, Depdiknas
http://gagasanhukum.wordpress.com/
2008/05/26/mengkritisikelemahan-uu-pengadilananak/le&sid=579
Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 1/PUU-VIII/2010 perihal uji
63
Download