BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena Hallyu Wave atau demam Korea sudah berkembang dalam beberapa tahun belakangan ini di Indonesia. Hallyu Wave merupakan istilah yang berarti menyebarnya budaya popular Korea (Korean Pop Culture atau K-pop) secara berpengaruh di seluruh dunia, atau secara singkat mengacu pada globalisasi budaya Korea (Rafiqi, 2014). Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami demam Korea yang cukup tinggi. Penggemar K-pop banyak mengadakan event yang bertemakan K-pop di berbagai Kota di Indonesia. “Saya diberitahu bahwa Indonesia dilanda demam K-pop tertinggi kedua setelah Thailand.." ujar So-Yeon, chief produser MCountdown Indonesia (merdeka.com, 2013). Salah satu event yang menandakan bahwa hallyu wave melanda Indonesia adalah adanya flashmob tarian ‘gangnam style’ milik Psy (salah satu penyanyi KPop) di bundaran Hotel Indonesia yang di lakukan oleh 1000 orang (KapanLagi.com, 2012). Flashmob adalah cover dance yang dilakukan secara masal. Cover dance merupakan salah satu bentuk ekspresi penggemar K-pop. Fokus cover dance yaitu mengikuti gerakan yang sudah pernah ditampilkan oleh para artis Korea. Titik kesempurnaan dari cover dance bukan pada kreativitas, namun kemiripan dengan penampilan sang idola, baik dari segi detail gerakan, kostum, postur tubuh, serta ekspresi yang ditampilkan di atas panggung (KapanLagi.com, 2011). Banyaknya cover dance group yang terbentuk di antara 1 2 para penggemar K-pop membuat kompetisi cover dance mulai banyak diadakan. Salah satu kompetisi cover dance yang popular diantara penggemar K-pop adalah KapanLagi.com Online K-Pop Cover Dance Competition yang dilaksanakan pada tahun lalu secara online mulai 15 Maret 2014. Peserta yang mendaftar pada kompetisi ini melebihi perkiraan penyelenggara. Hal ini memperlihatkan tingginya antusias para penggemar K-pop dan membuktikan bahwa Cover Dance K-pop Indonesia memang patut diperhitungkan (KapanLagi.com, 2014). Salah satu kota dengan perkembangan cover dance K-pop yang tinggi adalah kota Malang. Hampir setiap ada Korean festival pasti memiliki agenda kompetisi cover dance K-pop. Salah satu acara terbesar untuk cover dance K-pop yang terselenggara di Kota Malang adalah SBSquad Cover Dance Concert Competition 2014. Acara ini dihadiri oleh kurang lebih 2000 penggemar K-pop (KapanLagi.com, 2014). Kiky, salah seorang panitia acara tersebut, mengatakan bahwa terdapat 6 cover dance grup yang merupakan subgrup dari SBSquad, 2 cover dance grup bintang tamu, dan 13 cover dance grup peserta lomba dari berbagai kota (Kiky, wawancara pribadi, Mei, 2015). Sebutan bagi para dancer atau penari yang melakukan cover dance, baik secara individu/solo maupun secara berkelompok/grup, adalah cover dancer. Menurut hasil wawancara yang dilakukan kepada tiga cover dancer (Jani dkk., wawancara pribadi, Agustus, 2015), mereka pada mulanya adalah seorang penggemar K-pop biasa. Mereka kemudian bertemu dengan sesama penggemar K-pop yang memiliki grup idola yang sama dan memutuskan untuk membuat cover dance grup. Dalam melakukan aktivitasnya, menurut salah seorang manajer 3 dari salah satu manajemen cover dance di Kota Malang (Kiky, wawancara pribadi, Mei, 2015), cover dancer tidak mendapatkan bayaran dari manajemen cover dance-nya. Mereka hanya mendapat imbalan berupa uang ketika memenangkan suatu kompetisi. Uang hadiah kompetisi itu tidak 100% diberikan, namun dipotong sebagian untuk biaya manajemen. Selain itu, untuk kostum dan hal-hal yang menyangkut penampilan diri seperti merubah bentuk dan warna rambut sepenuhnya ditanggung oleh tiap-tiap cover dancer. Cover dancer juga dituntut untuk selalu update dan berlatih tarian terbaru dari artis idola yang mereka cover tariannya. “Aktivitas cover dance grup kami yang memerlukan waktu, tenaga, dan finansial yang cukup banyak ini mungkin menurut sebagian orang merupakan hal yang sia-sia, namun bagi kami ini sangat bernilai mbak. Apa ya? Ini adalah identitas kami. Rasane hidup itu suwung mbak kalau nggak ada grup ini.” (Jani, wawancara pribadi, Agustus, 2015) Pernyataan Jani tersebut sesuai dengan teori eksistensi Satre (dalam Frankl, 1964), yang menyatakan bahwa eksistensi mendahului esensi. Eksistensi adalah segala kemungkinan yang apabila direalisasikan dapat mengarahkan individu pada keberadaan yang otentik. (dalam Brouwer, 1987). Otentik dalam hal ini adalah mempunyai kebebasan dalam batas-batas tertentu dan tanggung jawab untuk memilih, menentukan, dan memenuhi makna serta tujuan hidupnya. Usaha untuk memenuhi eksistensi diri inilah yang mendorong seseorang melakukan berbagai kegiatan yang dapat membuat hidupnya terasa bermakna. Wujud eksistensi diri cover dancer menurut pernyataan Jani diperlihatkan dari perasaan cover dancer bahwa kegiatan yang dilakukannya merupakan kegiatan yang bermakna untuk dirinya. 4 Frankl (1964) mengungkapkan bahwa, ketika eksistensi diri tidak terpenuhi, maka akan timbul kekosongan eksistensi (the existential vacuum), hal ini merupakan manifestasi dari kebosanan dalam menjalani hidup. Kekosongan eksistensi dapat menyebabkan seseorang merasa hampa dan hidup dirasa tidak bermakna (meaningless), seperti halnya pernyataan Jani bahwa bila tidak ada cover dance hidupnya akan terasa suwung (hampa atau kosong). Jani menerangkan lebih lanjut bahwa perasaan suwung (hampa atau kosong) ini terjadi karena dia sudah biasa dengan identitasnya sebagai dancer cover (Jani, wawancara pribadi, Agustus, 2015). Hampir setiap orang yang mengenalnya selalu menyangkutkan dirinya dengan dance cover yang ia lakukan, sehingga orang-orang sudah terbiasa mengenalnya sebagai dancer cover. Harga diri mempunyai andil dalam pemenuhan eksistensi diri seseorang, Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2007) yang menyebutkan bahwa, harga diri disebut juga kelangsungan hidup dari jiwa yang merupakan sarana bagi pertumbuhan eksistensi seseorang. Harga diri dalam hal ini merujuk pada evaluasi keseluruhan atas diri seorang individu (Santrock, 2007). Individu yang memiliki harga diri tinggi berarti individu yang memandang dirinya positif. Semakin tinggi harga diri seseorang maka ia akan semakin sadar terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan memandang kelebihan-kelebihan tersebut lebih penting dari kelemahannya. Sebaliknya, individu dengan harga diri rendah cenderung memfokuskan diri terhadap kelemahan dirinya dan memandang dirinya secara negatif (Byron & Byrne dalam Aditomo, 2004). Dari pernyataan di atas, individu yang mempunyai harga diri yang tinggi akan lebih menyadari akan potensi- 5 potensi yang dimilikinya, sehingga ia akan berusaha untuk mengembangkannya. Menurut Binswanger dan Boss (dalam Brouwer, 1987), eksistensi diri dapat diartikan sebagai pengungkapan potensi-potensi bawaan yang dengan kebebasannya, manusia dapat memilih mana yang ingin direalisasikannya. Jadi, dapat dikatakan bahwa bila seseorang mampu merealisasikan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, maka semakin tinggi harga diri yang dimilikinya dan semakin tinggi pemenuhan eksistensi dirinya. Salah satu masalah utama pada eksistensi diri seseorang terletak pada orang lain. Manusia secara konstan berada dalam relasi dengan manusia lain yang menjadikan keberadaan dirinya (Misiak & Sexton, 2005). Senada dengan Misiak dan Sexton, Heidegger (dalam Bastaman, 1996) menyatakan: “Alles dasein ist mitsein” yang berarti bahwa mengada sebagai pribadi (being person) selalu berarti mengada bersama pribadi lain (being with other person). Pernyataan di atas mengungkapkan bahwa dalam pemenuhan eksistensi, manusia tidak akan lepas dari peran orang lain. Manusia selalu ada dan harus hidup di dalam lingkungan sosial, seperti keluarga, teman-teman, tetangga, organisasi, lingkungan kerja dan masyarakat pada umumnya. Penerimaan dan penolakan dalam lingkungan sosial mempunyai pengaruh kuat terhadap sikap, perasaan, pikiran, perbuatan dan penyesuaian diri seseorang. Penerimaan sosial bagi seseorang adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh kelompoknya (Sinthia, 2011). Oleh karena itu, penerimaan dalam lingkungan sosial mempunyai pengaruh terhadap pemenuhan eksistensi diri seseorang. 6 Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa, eksistensi diri merupakan pencapaian seseorang yang dapat merealisasikan diri otentiknya, yaitu mempunyai kebebasan dalam batas-batas tertentu dan tanggung jawab untuk memilih, menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya. Pencapaian eksistensi mampu diraih individu salah satunya dengan cara pengungkapan potensi-potensi diri yang dimiliki melalui kegiatan-kegiatan yang bermakna bagi individu tersebut. Eksistensi diri yang tidak terpenuhi dapat menyebabkan kekosongan atau kebosanan dalam menjalani hidup (the existential vacuum). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap salah satu cover dancer K-pop yang mengungkapkan bahwa kegiatan cover dance yang ia lakukan merupakan kegiatan yang bernilai bagi dirinya dan bila ia tidak melakukan kegiatan tersebut ia berasumsi hidupnya pasti akan tersasa kosong (Jani dkk., wawancara pribadi, Agustus, 2015). Hasil penelitian mengindikasikan, bahwa eksistensi diri berkorelasi kuat terhadap mental health dan well being pada manusia, dan absensinya berkorelasi dengan psikopatologi (Yalom dalam Brouwers & Tomic, 2012). Alasan inilah yang membuat peneliti tertarik ingin mengetahui pencapaian eksistensi diri pada cover dancer K-pop serta korelasinya dengan harga diri dan penerimaan sosial. Oleh karena itu, peneliti mengadakan penelitian dengan judul: “Hubungan antara Harga Diri dan Penerimaan Sosial dengan Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea di Kota Malang.” 7 B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara harga diri dan penerimaan sosial dengan eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea di Kota Malang? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara harga diri dan penerimaan sosial dengan eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea di Kota Malang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi teoritik dan menambah wawasan tentang eksistensi diri ditinjau dari harga diri dan penerimaan sosial bagi masyarakat luas pada umumnya dan ilmuwan psikologi pada khususnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi cover dancer boyband/girlband Korea dan pemuda pada umumnya Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada para cover dancer boyband dan girlband Korea, serta pemuda pada umumnya tentang peran harga diri dan penerimaan sosial dalam pemenuhan eksistensi diri. Untuk mendapatkan pemenuhan eksistensi diri yang maksimal dapat dilakukan dengan mengembangkan harga diri dan mengupayakan penerimaan sosial secara maksimal. 8 b. Bagi orang tua Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi orang tua dalam mendidik anak. Orang tua diharapkan tidak mendikte perilaku dan kegiatan anak dalam kehidupan sehari-hari, namun cukup dengan membimbing anak agar tidak melakukan perbuatan yang negatif. Dengan begitu anak dapat mengeksplor potensi yang ada dalam dirinya dan dapat memenuhi eksistensi diri tanpa ada paksaan dari luar dirinya. c. Bagi masyarakat umum Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi masyarakat umum untuk tidak mudah menilai negatif atau memandang sebelah mata apa yang dilakukan seseorang. Setiap orang pasti mempunyai alasan dalam berperilaku dan setiap perilaku memiliki nilai atau makna yang berbeda pada tiap individu. d. Bagi peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti seputar eksistensi diri dalam konteks sosial maupun permasalahan-permasalahan sosial lainnya.