9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Menulis 1. Pengertian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Keterampilan Menulis
1. Pengertian Menulis
Menurut Tarigan, 1983 (Haryadi dan Zamzani, 1996: 77) mengemukakan
bahwa menulis adalah menurunkan atau menuliskan lambang-lambang grafis yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain
dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut, kalau mereka memahami bahasa
dan lambang grafis tersebut. Byrne, 1979 (Haryadi dan Zamzani, 1996: 77)
mengemukakan bahwa mengarang pada hakikatnya bukan sekedar menulis simbolsimbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat
menurut peraturan tertentu, akan tetatpi mengarang adalah menuangkan buah
pikirang ke dalam bahasa tulis melalui kalimat- kalimat yang dirangkai secara utuh,
lengkap dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada
pembaca dengan berhasil.
Pendapat Haryadi dan Zamzani (1996: 77) menyebutkan bahwa menulis
sebagai kegiatan reproduksi, yaitu menulis apa yang telah dipelajari secara lisan dan
tulisan. Kegiaatn menulis diawali dengan kegiatan menyimak atu membaca. Hasilnya
dituangkan kembali dalam bentuk karangan yang disusun dengan kata-katanya
sendiri. Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 1.3), menulis dapat didefinisikan
sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan bahasa tulis sebagai
alat atau medianya. Tulisan merupakan sebuah simbol atau lambang bahasa yang
9
dapat dilihat dan disepakati pemakaiannya. Dengan demikian dalam komunikasi tulis
paling tidak terdapat enam unsur yang terlibat, yaitu: (a) penulis sebagai penyampai
pesan (penulis), (b) pesan atau isi tulisan, (c) saluran atau media berupa tulisan, dan
(d) pembaca sebagai penerima pesan. Menulis sendiri sebenarnya bukan sesuatu hal
yang asing. Artikel, sai, laporan, resensi, karya sastra, buku, komik, dan cerita adalah
contoh produk bahsa tulis yang akrab dengan kehidupan. Tulisan-tulisan itu
menyajikan secara runtut dan menarik ide, gagasan, dan perasaan penulisnya. Dari
definisi di atas, menulis merupakan bentuk komunikasi dengan bahasa tulis. Tulisan
hendaknya menyampaikan informasi yang runtut dan jelas, serta tidak menimbulkan
persepsi yang berbeda-beda.
Pendapat Akhadiyah 1988 (Ahmad Rofi’udin dan Darmiayti Zuchdi, 1998:
262), menulis dapat diartikan sebagai aktivitas pengekspresian ide, gagasan, pikiran,
atau perasaan ke dalam lambang-lambang kebahasaan. Kegiatan menulis melibatkan
aspek penggunaan tanda baca dan ejaan, penggunaan diksi dan kosa kata, penataan
kalimat, pengembangan paragraf, pengolahan gagasan serta pengembangan model
karangan. Murray, 1978 (Ahmad Rofi’udin, 1998: 263), mendeskripsikan menulis
sebagai proses penemuan dan penggalian ide-ide untuk diekspresikan, dan proses ini
dipengaruhi oleh pengetahuan dasaryang dimilikinya.
Menurut Kelly, 1989 (Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuchdi,1998: 263)
mengemukakan kegiatan menulis merupakan upaya menghasilkan ide dan bahasa
sebagai sarana pengekspresikannya. Sedangkan Ahmad Rofi’udin (1998: 263),
keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa produktif lisan melibatkan
aspek, yaitu: (a) penggunaan ejaan, (b) kemampuan penggunaan diksi/kosakata, (c)
10
kemampuan menggunakan kalimat, dan (d) penggunaan jenis komposii (gaya
penulisan, penentuan ide, pengolahan ide, dan pengorganisasian ide). Kesemua aspek
inilah yang diukur dalam keterampilan menulis.
Sementara Yeti Mulyati dkk (2009: 5.3) mendefinisikan menulis sebagai
suatu proses berpikir dan menuangkan pemikiran itu dalam bentuk wacana
(karangan). Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit
di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena menulis bukanlah
sekedar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat, melainkan juga mengembangkan
dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur. Dari
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan menulis merupakan
kegiatan menggali ide, gagasan dan pikiran kemudian menuangkannya ke dalam
bentuk tulisan.
2. Tujuan Menulis
Setiap penulis pasti mempunyai tujuan dalam penulisannya, tujuan inilah
yang menjadi pedoman penulis dalam mengembangkan topik. Dengan menentukan
tujuan penulisan, Sabarti Akhadiah (1991: 107), mengemukakan pendapat penulis
dapat mengetahui: (a) bahan yang diperlukan, (b) organisasi karangan yang akan
diterapkan, dan (c) sudut pandang yang akan dipilih.
Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 3.7), tujuan menulis itu
bermacam-macam seperti: (a) menjadikan pembaca ikut berpikir dan bernalar, (b)
membuat pembaca tahu tentang hal yang diberitakan, (c) menjadikan pembaca
beropini, (d) menjadikan pembaca mengerti, dan (e) membuat pembaca terpersuasi
oleh isi karangan, atau membuat pembaca senang dengan menghayati nilai-nilai yang
11
dikemukakan dalam karangan, dari yang menjadikan pembaca berpikir kritis sampai
tujuan menarik atau persuasif.
Menurut Depdiknas (2009: 4-5) pembelajaran menulis bertujuan agar siswa
terampil:
a) menjiplak berbagai bentuk gambar, lingkaran, dan bentuk huruf,
b) menebalkan berbagai bentuk gambar, lingkaran, dan bentuk huruf,
c) mencontoh huruf, kata, atau kalimat sederhana dari buku atau papan tulis
dengan benar,
d) melengkapi kalimat yang belum selesai berdasarkan gambar,
e) menyalin puisi anak sederhana dengan huruf lepas,
f) menulis kalimat sederhana yang didektekan pendidik dengan huruf tegak
bersambung,
g) menyalin puisi anak dengan huruf tegak bersambung,
h) melengkapi cerita sederhana dengan kata yang tepat,
i) menulis kalimat sederhana yang didektekan pendidik dengan
menggunakan huruf tegak bersambung dan memperhatikan penggunaan
huruf kapital dan tanda titik,
j) mendeskripsikan tumbuhan atau binatang di sekitar secara sederhana
dengan bahasa tulis,
k) menyalin puisi anak dengan huruf tegak bersambung,
l) menyusun paragraf berdasarkan bahan yang tersedia dengan
memperhatikan penggunaan ejaan,
m) melengkapi puisi anak berdasarkan gambar,
n) menulis karangan sederhana berdasarkan gambar seri menggunakan
pilihan kata dan kalimat yang tepat dengan memperhatikan penggunaan
ejaan, huruf kapital, dan tanda baca titik, dan
o) menulis puisi berdasarkan gambar dengan pilihan kata yang menarik.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Menulis
Keterampilan menulis bukanlah proses alamiah yang begitu saja dimiliki
sesorang, namun diperlukan belajar dan latihan untuk menguasainya. Yeti Mulyati
dkk (2009: 5.1) mengungkapkan bahwa keterampilan menulis merupakan
keterampilan yang paling sukar diperoleh walaupun oleh penutur asli. Celce-Murcia
dan Olshtain (dalam Yeti Mulyati dkk, 2009: 5.1) menyatakan bahwa bagi seorang
12
penulis yang terampil pun aktivitas menulis bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.
Ini mengisyaratkan bahwa keterampilan menulis diperoleh dengan banyak latihan.
Menurut Graves, 1978 (Suparno dan Mohamad Yunus, 2007: 1.4) seseorang
enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat
menulis, dan merasa tidak tahu bagaimana harus menulis. Ketidaksukaan tersebut
tidak terlepas dari pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakat, serta pengalaman
pembelajaran menulis atau mengarang di sekolah yang kurang memotivasi dan
merangsang minat. Smith, 1981 (Suparno dan Mohamad Yunus, 2007: 1.4-1.5)
mengatakan bahwa pengalaman belajar menulis yang dialami siswa di sekolah tidak
terlepas dari kondisi gurunya sendiri. Umumnya guru tidak dipersiapkan untuk
terampil menulis dan mengajarkannya. Oleh karena itu, untuk menutupi keadaan
yang sesungguhnya muncullah berbagai mitos atau pendapat yang keliru tentang
menulis dan pembelajarannya. Diantaranya mitos yang perlu diperhatikan adalah: (a)
menulis itu mudah, (b) kemampuan menggunakan unsur mekanik tulisan merupakan
inti dari menulis, (c) menulis itu harus sekali jadi, dan (d) orang yang tidak menyukai
menulis dan tidak pernah menulis dapat mengajarkan menulis. Berdasarkan pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menulis terdapat beberapa mitos yang perlu
diperhatikan
oleh
guru
yang
tidak
dipersiapkan
terampil
menulis
dan
mengajarkannya.
Menurut Yeti Mulyati dkk (2009: 1.13) ada beberapa keterampilanketerampilan mikro yang diperlukan dalam menulis, yaitu:
a)
b)
c)
d)
menggunakan ortografi dengan benar, termasuk disini penggunaan ejaan,
memilih kata yang tepat,
menggunakan bentuk kata dengan benar,
mengurutkan kata-kata dengan benar,
13
e) menggunakan struktur kalimat yang tepat dan jelas bagi pembaca,
f) memilih genre tulisan yang tepat, sesuai pembaca yang dituju,
g) mengupayakan ide-ide atau informasi utama yang didukung secara ideide atau informasi tambahan, dan
h) mengupayakan terciptanya paragraf dan keseluruhan tulisan koheren
sehingga pembaca mudah mengikuti jalan pikiran atau informasi yang
disajikan.
Perkembangan menulis pada anak terjadi secara perlahan-lahan. Dalam tahap
ini anak perlu mendapat bimbingan dalam memahami dan menguasai cara
mentransfer pikiran dalam tulisan. Membuat dugaan seberapa banyak pengetahuan
yang dimiliki oleh pembaca, sasaran mengenai subjek yang ditulis dan membuat
asumsi mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dan penting untuk ditulis.
Pendapat Comb, 1996 (Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuhdi 1998: 77)
mengemukakan bahwa perkembangan menulis anak mengikuti prinsip-prinsip seperti
berikut.
a. Prinsip Keterulangan (recurring principle): anak menyadari bahwa dalam
suatu kata bentuk yang sama terjadi berulang-ulang.
b.Prinsip Generatif (generative principle): anak menyadari bentuk-bentuk
tulisan secara lebih rinci, menggunakan beberapa huruf dalam kombinasi
dan pola yang beragam.
c. Konsep Tanda (sign concept): anak memahami kearbritreran tanda-tanda
dalam bahasa tulis. Untuk mempermudah kegiatan komunikasi, orang
dewasa perlu menghubungkan benda tertentu dengan kata yang
mewakilinya.
d.Fleksibilitas (flexibility): anak menyadari bahwa suatu tanda secara fleksibel
dapat berupa menjadi tanda yang lain.
e. Arah Tanda (directionally): anak menyadari bahwa tulisan bersifat linear,
bergerak dari satu huruf ke huruf yang lain sampai membentuk suatu kata,
dari arah kiri menuju ke arah kanan, bergerak dari baris yang satu menuju
baris yang lain.
Pendapat Temple dkk (dalam Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuhdi 1998:
77) mengidentifikasi adanya 4 tahap perkembangan tulisan yang dialami anak, yaitu :
(1) prafonemik, (2) fonemik tahap awal, (3) nama-huruf, (4) transisi, dan (5)
14
menguasai. Dalam tahap prafonemik anak sudah mengenali bentuk dan ukuran huruf,
tetapi dia belum dapat menggabungkan huruf untuk menulis kata. Dalam tahap
fonemik awal, anak sudah mulai mengenal prinsip-prinsip fonetik, tahu cara kerja
tulisan, tetapi keterampilan mengoperasikan prinsip fonetik masih sangat terbatas.
Akibatnya anak seringkali menuliskan kata dengan satu atau dua huruf saja. Dalam
tahap nama-huruf (menguasai huruf) anak mulai dapat menerapkan prinsip fonetik.
Dia sudah dapat menggunakan huruf-huruf untuk mewakili bunyi-bunyi yang
membentuk suatu kata. Tulisan yang dihasilkan seringkali belum dapat dibaca,
termasuk oleh anak itu sendiri. Dalam tahap transisi, penguasaan anak terhadap
sistem tata tulis semakin lengkap. Anak sudah dapat menggunakan ejaan dan tanda
baca dalam menulis, khususnya pemberian spasi antar kata. Dalam tahap terakhir
(menguasai) anak sudah dapat menerapkan dengan baik semua sistem tata tulis.
4. Manfaat Menulis
Sebenarnya begitu banyak manfaat yang diperoleh dari menulis, seperti yang
dikemukakan oleh Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 1.4),
menyebutkan
beberapa manfaat yang dapat diperoleh melalui kegaitan menulis, yaitu: (1)
peningkatan kecerdasan, (2) pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, (3)
penumbuhan
keberanian,
dan
(4)
pendorong
kemauan
dan
kemampuan
mengumpulkan informasi.
Menurut Sabarti Akhadiah dkk (1988: 1-2), keuntungan yang dapat dipetik
dari kegiatan menulis, adalah sebagai berikut.
a. Dengan menulis kita dapat lebih mengenali kemampuan dan potensi diri
kita.
b. Melalui kegiatan menulis kita mengembangkan berbagai gagasan.
15
c. Kegaitan menulis memaksa kita lebih banyak menyerap, mencari, serta
menguasai informasi sehubungan dengan topik yang kita tulis.
d. Memperluas wawasan baik secara teoritis maupun mengenai fakta-fakta
yang berhubungan.
e. Menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta
mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian kita dapat
menjelaskan permasalahan yang semula samar bagi diri kita sendiri.
f. Melalui tulisan kita akan dapat meninjau serta menilai gagasan kita sendiri
secara lebih objektif.
g. Dengan menuliskan di atas kertas kita akan lebih mudah memecahkan
permasalahan, yaitu dengan menganalisanya secara tersurat, dalam
konteks yang lebih konkret.
h. Mendorong kita belajar secara aktif. Kita harus menjadi penemu sekaligus
pemecah masalah, bukan sekadar menjadi penyadap informasi dari orang
lain.
i. Kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir serta
berbahasa secara tertib.
5. Pembelajaran Menulis Sebagai Proses
Pendapat Proett dan Gill, 1986 (Suparno dan Mohamad Yunus, 2007: 14),
menyebutkan beberapa pendekatan yang kerap muncul dalam pembelajaran menulis,
yaitu:
a) pendekatan frekuensi, menyatakan bahwa banyaknya latihan mengarang
sekalipun tidak dikoreksi akan membantu meningkatkan keterampilan
menulis seseorang,
b) pendekatan gramatikal, berpendapat bahwa pengetahuan orang mengenai
struktur bahasa akan mempercepat kemahiran orang dalam menulis,
c) pendekatan koreksi, berkata bahwa seorang menjadi penulis karena dia
menerima banyak koreksi atau masukan yang diperoleh atas tulisannya,
dan
d) pendekatan formal, mengungkapkan bahwa keterampialn menulis akan
diperoleh bila pengetahuan bahasa, pengalineaan, pewacanaan, serta
konvensi atau aturan penulisan dikuasia dengan baik.
Menurut Barrs, 1983 (dalam Suparno dan Mohamad Yunus, 2007: 14),
pendekatan proses dalam menulis terutama bagi penulis pemula mudah diikuti. Dia
akan dapat memahami dan melakukan dengan cepat hal-hal yang harus dipersiapkan
dan dilakukan dalam menulis. Pendekatan ini sangat membantu pemahaman dan
16
sikap, baik guru menulis ataupun penulis itu sendiri, bahwa menulis merupakan suatu
proses yang kemampuan, pelaksanaan dan hasilnya diperoleh secara bertahap.
Pendapat Yeti Mulyati (2004: 49-50), menyatakan bahwa pembelajaran
keterampilan berbahasa menggunakan pendekatan sesuai dengan rambu-rambu
pembelajaran dalam kurikulum, yaitu: (1) pendekatan komunikatif, (2) pendekatan
integrative, (3) pendekatan keterampilan proses, dan (4) pendekatan tematis.
Pendekatan komunikatif, jelas tampak dalam butir pembelajaran mendeskripsikan
suatu benda, membuat iklan dan sebagainya. Pendekatan integrative, tampak dalam
butir pembelajaran menceritakan pengalaman yang menarik, menulis suatu peristiwa
sederhana, membaca bacaan kemudian membuat ringkasan, meringkas cerita yang
didengar atau dibaca. Pendekatan keterampilan proses, tampak dalam butir
pembelajaran melaporkan hasil kunjungan, menyusun laporan pengamatan, membuat
iklan, menyusun kalimat menjadi paragraph yang padu. Sedangkan pendekatan
tematis, tampak pada butir pembelajaran menulis pengalaman dalam bentuk puisi,
menyusun naskah sambutan dan sebagainya.
Sebagai proses, menulis merupakan serangkaian aktivitas yang terjadi dan
melibatkan beberapa fase atau tahapan. Adapun tahap-tahap dalam menulis menurut
Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 1.14-1.25) adalah sebagai berikut.
a. Tahap Prapenulisan
Tahap ini merupakan fase persiapan menulis. Tahap ini merupakan fase
mencari, menemukan dan mengingat kembali pengetahuan atau
pengalaman yang diperoleh dan diperlukan penulis. Tujuannya adalah
untuk mengembangkan isi serta mencari kemungkinan-kemungkinan lain
dalam menulis sehingga apa yang ingin ditulis dapat disajikan dengan
baik.pada tahap prapenulisan ini terdapat aktivitas memilih topik,
mentapkan tujuan dan sasaran, mengunpulkan bahan atau informasi yang
diperlukan serta mengorganisasikan idea tau gagasan dalam bentuk
kerangka karangan. Fase ini sangat menentukan aktivitas dan hasil menulis
17
berikutnya. Persiapan yang baik sangat memungkinkan bagi kita untuk
mengumpulkan bahan secara terarah, mengaitpadukan antargagasan
secara runtut, serta membahasnya secara kaya, luas dan dalam. Sebaliknya,
tanpa persiapan yang memadai, banyak kesulitan yang akan kita temukan
sewaktu menulis. Intinya, fase ini merupakan persiapan yang dilakukan
penulis agar ia dapat menulis dengan baik.
b. Tahap Penulisan
Pada tahap penulisan kita telah menentukan topik dan tujuan karangan,
mengumpulkan informasi yang relevan, serta membuat kerangka
karangan. Dengan selesainya itu semua, berarti kita telah siap untuk
menulis. Kita mengembangkan butir demi butir yang terdapat dalam
kerangka karangan, dengan memanfaatkan bahan atau informasi yang
telah kita pilih dan kumpulkan.. Tatkala mengembangkan setiap ide, kita
dituntut untuk mengambil keputusan: keputusan tentang kedalaman serta
keluasan isi, jenis informasi yang akan disajikan, pola organisasi karangan
termasuk di dalamnya teknik pengembangan alinea, serta gaya dan cara
pembahasan (pilihan kata, pengalimatan dan pengalineaan). Tentu saja
harus diselaraskan dengan topic, tujuan, corak karangan dan pembaca
karangan.
c. Tahap Pasca Penulisan
Fase ini merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan buram yang
dihasilkan. Kegiatannya terdiri atas penyuntingan dan perbaikan (revisi).
Kegiatan ini bisa terjadi beberapa kali. Penyuntingan adalah pemeriksaan
dan perbaikan unsure mekanik karangan seperti ejaan, pungtuasi, diksi,
pengalimatan, pengalineaan, gaya bahasa, pencatatan kepustakaan, dan
konvensi penulisan lainnya. Adapun revisi atau perbaikan lebih mengarah
pada pemeriksaan dan perbaikan isi karangan.
Aktivitas menulis mengikuti alur proses yang terdiri dari beberapa tahap.
MCKay (Haryadi dan Zamzani, 1996: 78) mengemukakan tujuh tahap, yaitu: (1)
pemilihan dan pembatasan masalah, (2) pengumpulan bahan, (3) penyusunan bahan,
(4) pembuatan kerangka karangan, (5) penulisan naskah awal, (6) revisi, dan (7)
penulisan naskah akhir. McCrimmon sebagaimana dikutip oleh Akhadiah 1988
(Haryadi dan Zamzani, 1996: 78) mengemukakan tiga tahap dalam proses penulisan,
yaitu (1) prapenulisan, (2) penulisan, dan (3) revisi.
Pendapat Haryadi dan Zamzani (1996: 78-79), secara padat proses penulisan
terdiri atas lima tahap, yaitu (1) pramenulis, (2) menulis, (3) merevisi, (4) mengedit,
18
dan (5) mempublikasikan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
menulis sebagai suatu kegiatan yang kompleks. Keterampilam menulis diperoleh
melalui dengan banyak latihan dan banyak proses atau tahapan. Dalam menulis,
seseorang dimulai dari membuat perencanaan, kemudian mengumpulkan bahan dan
dilanjutkan dengan menulis dan merevisi. Tahapan itu dilakukan berulang-ulang
sampai diperoleh sebuah tulisan akhir.
B. Media
1. Pengertian Media
Istilah media berasal dari bahasa Latin ”medium” yang secara harfiah berarti
perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim
ke penerima pesan. Makna umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan
informasi kepada penerima informasi. Banyak batasan yang diberikan tentang media.
Association of Education and Communication TechnologiyAECT (Arief
S.Sadiman dkk, 2009: 6) membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang
digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne, 1970 (Arief S.Sadiman
dkk, 2009: 6), media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang
dapat merangsang mereka untuk belajar. Briggs, 1970 (Arief S.Sadiman dkk, 2009:
6) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan
serta merangsang siswa untuk belajar. Asosiasi Pendidikan Nasional/NEA (Azhar
Arsyad, 2009: 4) mengartikan media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak
maupun audiovisual serta peralatannya. Heinich dkk, 1982 (Azhar Arsyad, 2009: 4),
mengemukakan istilah media sebagai perantara yang mengantar informasi antara
sumber dan penerima.
19
Sedangkan Hamidjojo dan Latuheru, 1993 (Azhar Arsyad, 2009:4) memberi
batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk
menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau pendapat sehingga ide, gagasan atau
pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Media
hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, dapat didengar dan dibaca. Gagne dan
Briggs, 1975 (Azhar Arsyad, 2009: 4), secara implisit mengatakan bahwa media
pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi
materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video
camera, video recorder, film slide, foto, gambar, grafik, televisi dan komputer.
Ruminiati (2008: 2-11), memaknai media sebagai alat komunikasi yang
digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi berupa materi ajar
dari pengajar kepada peserta didik sehingga peserta didik menjadi lebih tertarik
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Media menurut Soeparno, 1998 (Dadan
Djuanda, 2006: 38) adalah suatu alat yang dipakai sebagai saluran (channel) untuk
menyampaikan pesan atau informasi dari sumber kepada penerima pesan.
Berdasarkan pengertian dan batasan media di atas, dapat disimpulkan bahwa
media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga belajar terjadi.
2. Manfaat Media
Di dalam proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah
metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan.
Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media
20
pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus
diperhatikan dalam memilih media, anatara lain tujaun pembelajaran, jenis tugas dan
respon yang diharapkan siswa dikuasai. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa
salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang
turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan
oleh guru. Secara umum manfaat media dalam proses pembelajaran adalah
memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran
akan lebih efektif dan efisien.
Pendapat Hamalik, 1986 (Azhar Arsyad, 2009: 15) mengemukakan bahwa
pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan
keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan
belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Kemp
dan Dayton, 1985 (Aristo Rahadi, 2003: 15-18), mengidentifikasi beberapa manfaat
media dalam pembelajaran adalah :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan,
proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik,
prose pembelajaran menjadi lebih interaktif,
efisiensi waktu dan tenaga,
meningkatkan kualitas hasil belajar siswa,
media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan
kapan saja,
g) media dapat menumbuhkan sikap positip siswa terhadap materi dan
proses belajar, dan
h) mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.
Selain beberapa manfaat media yang dikemukakan oleh Kemp dan Dayton,
1985 (Aristo Rahadi, 2003: 19) , manfaat praktis media pembelajaran adalah sebagai
berikut.
21
a. Media dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih
konkret.
b. Media juga dapat megatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu.
c. Media dapat membantu mengatasi keterbatasan indera manusia.
d. Media juga dapat menyajikan obyek pelajaran berupa benda atau peristiwa
langka dan berbahaya ke dalam kelas.
e. Informasi yang disajikan dengan media yang tepat akan memberikan kesan
mendalam dan lebih lama tersimpan pada diri siswa.
Menurut Azhar Arsyad (2009: 25-26), ada beberapa manfaat praktis dalam
penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar, yaitu :
a) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi
sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
b) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak
sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih
langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk
belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
c) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan
waktu.
d) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada
siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta
memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat,
dan lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan
ke museum atau kebun binatang.
Sedangkan manfaat media pembelajaran menurut Sudjana dan Rivai, 1992
(Azar Arsyad, 2009: 24-25) adalah sebagai berikut.
a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai
tujuan pembelajaran.
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan
dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap
jam pelajaran.
d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, medemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
22
Menurut Dale, 1969 (Azhar Arsyad, 2009: 23-24), bahan-bahan audio-visual
dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses
pembelajaran. Adapun manfat media adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas.
b. Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa.
c. Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan keutuhan dan minat
siswa dengan mneingkatnya motivasi belajar siswa.
d. Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa.
e. Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampaun siswa.
f. Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan
melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan
meningkatnya hasil belajar.
g. Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa
menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari.
h. Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-konsep
yang bermakna dapat dikembangkan.
i. Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan
pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi yang tepat.
j. Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan
jika mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan yang
bermakna.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan manfaat media
secara ringkas adalah sebagai berikut ini.
a. Menarik perhatian siswa.
b. Membuat siswa menjadi aktif.
c. Menumbuhkan motivasi/semangat belajar siswa.
d. Membuat objek abstrak menjadi lebih konkret.
e. Memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran.
3. Jenis-Jenis Media
Dalam pengertian teknologi pendidikan, media atau bahan sebagai sumber
belajar merupakan komponen dari sistem instruksional di samping pesan, orang,
teknik latar dan peralatan. Media atau bahan adalah perangkat lunak (software) berisi
23
pesan atau informasi pendidikan yang biasanya disajikan dengan mempergunakan
peralatan. Peralatan atau perangkat keras (hardware) merupakan sarana untuk dapat
menampilkan pesan yang terkandung pada media tersebut. Dengan masuknya
berbagai tekhnologi dalam ilmu pendidikan, media dalam perkembangannya tampil
dalam berbagai jenis dan format.
Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Mulai dari yang
paling sederhana dan murah hingga media yang canggih dan mahal harganya. Ada
media yang dapat dibuat oleh guru sendiri, ada media yang diproduksi di pabrik. Ada
media yang sudah tersedia di lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada
pula media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan pembelajaran.
Masing-masing media tampil dengan ciri-ciri dan kemampuannya sendiri.
Berdasarkan itu usaha-usaha penataan timbul, yaitu pengelompokan atau klasifikasi
menurut kesamaan ciri atau karakteristiknya. Ada berbagai cara dan sudut pandang
untuk menggolong-golongkan jenis media.
Menurut Rudy Bretz, 1971 (Aristo Rahadi,2003: 21) mengklasifikasikan
media ke dalam tujuh kelompok, yaitu: (1) media audio, (2) media cetak, (3) media
visual diam, (4) media visual gerak, (5) media audio semi gerak, (6) media audio
visual diam, dan (7) media audio visual gerak. Anderson, 1976 (Aristo Rahadi,
2003:22) mengelompokkan media menjadi 10 golongan, yaitu: (1) auido, (2) cetak,
(3) audio-cetak, (4) proyeksi visual diam, (5) proyeksi audio visual diam, (6) visual
gerak, (7) audio visual gerak, (8) objek fisik, (9) manusia dan lingkungan, dan (10)
komputer.
24
Arief S. Sadiman dkk (2009: 19-27) membuat taksonomi media sebagai
berikut.
a. Taksonomi menurut Rudy Bretz
Bretz mengidentifikasi ciri utama dari media menjadi tiga unsur pokok
(suara, visual dan gerak). Bretz membuat delapan klasifikasi media, yaitu:
(1) media audio visual gerak, (2) media audio visual diam, (3) media audio
semi gerak, (4) media visual gerak, (5) media visual diam, (6) media semi
gerak, (7) media audio, dan (8) medai cetak.
b. Hierarki Media menurut Duncan
Dalam menyusun taksonomi media menurut hierarki pemanfaatan untuk
pendidikan. Dapat dijelaskan bahwa semakin rumit jenis perangkat media
yang dipakai, semakin mahal biaya investasinya, semakin susah
pengadaannya, tetapi juga semakin umum penggunaannya dan semakin
luas lingkup sasarannya. Sebaliknya, semakin sederhana perangkat media
yang digunakan biayanya akan lebih murah, pengadaannya lebih mudah,
sifat penggunaannya lebih khusus, dan lingkup sasarannya terbatas.
c. Taksonomi menurut Briggs
Taksonomi ini lebih mengarah pada karakteristik menurut stimulus atau
rangsangan yang dapat ditimbulkan dari media sendiri, yaitu kesesuaian
rangsangan tersebut dengan karakteristik siswa, tugas pembelajaran, bahan
dan transmisinya. Briggs mengidentifikasi tiga belas macam media yang
dipergunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu: (1) objek, (2) model,
(3) suara langsung, (4) rekaman audio, (5) media cetak, (6) pembelajaran
terprogram, (7) papan tulis, (8) media transparansi, (9) film bingkai, (10)
film rangkai, (11) film, (12) televisi, dan (13) gambar.
d. Taksonomi menurut Gagne
Gagne membuat 7 macam pengelompokan media, yaitu: (1) benda untuk
didemonstrasikan, (2) komunikasi lisan, (3) media cetak, (4) gambar diam,
(5) gambar gerak, (6) film bersuara, dan (7) mesin belajar.
e. Taksonomi menurut Edling
Menurut Edling, media merupakan bagian dari enam unsur rangsangan
belajar, yaitu: (1) dua untuk pengalaman audio meliputi kodifikasi
subjektif visual dan kodifikasi objektif audio, (2) dua untuk pengalaman
visual meliputi kodifikasi subjektif audio dan kodifikasi objektif visual,
dan (3) dua pengalaman belajar tiga dimensi meliputi pengalaman
langsung dengan orang dan pengalaman langsung dengan benda-benda.
Menurut Azhar Arsyad (1996: 29), berdasarkan perkembangan tekhnologi,
media pembelajaran dikelompokkan menjadi empat, yaitu: (1) media hasil teknologi
cetak, (2) media hasil teknologi audio-visual, (3) media hasil teknologi yang
berdasarkan komputer, dan (4) media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.
25
Media hasil teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau
menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses
pencetakan mekanis atau fotografis. Kelompok media hasil teknologi cetak meliputi
teks, grafik,foto atau representasi fotografik dan reproduksi. Teknologi cetak
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Teks dibaca secara linear, sedangkan visual diamati berdasarkan ruang.
b. Baik teks maupun visual menampilkan komunikasi satu arah dan reseptif.
c. Teks dan visual ditampilkan statis (diam).
d. Pengembangannya sangat tergantung kepada prinsip-prinsip kebahasaan dan
persepsi visual.
e. Baik teks maupun visual berorientasi (berpusat) pada siswa.
f. Informasi dapat diatur kembali atau ditata ulang oleh pemakai.
Pada teknologi audio-visual cara menghasilkan atau menyampaikan materi
dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesanpesan audio dan visual. Ciri-ciri utama teknologi media audio-visual yaitu:
a) mereka biasanya bersifat linear,
b) mereka biasanya menyajikan visual yang dinamis,
c) mereka digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
perancang/pembuatnya,
d) mereka menggunakan representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstrak,
e) mereka dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif,
dan
26
f) umumnya berorientasi kepada guru dengan tingkat pelibatan interaktif murid
yang rendah.
Media hasil tekhnologi yang berdasarkan komputer merupakan cara
menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber
yang berbasis mikro-posesor. Perbedaan antara media yang dihasilkan oleh teknologi
berbasis komputer dengan yang dihasilkan dari dua teknologi lainnya adalah karena
informasi/materi disimpan dalam bentuk digital, bukan dalam bentuk cetakan atau
visual. Beberapa ciri media yang diahsilkan teknologi berbasis komputer adalah
sebagai berikut.
a. Mereka dapat digunakan secara acak atau secara linear.
b. Mereka dapat digunakan berdasarkan keinginan siswa atau berdasarkan
keinginan perancang/pengembang sebagaimana yang direncanakannya.
c. Biasanya gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol
dan grafik.
d. Prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media ini.
e. Pembelajaran dapat melibatkan siswa dan melibatkan interaktivitas siswa yang
tinggi.
Tekhnologi gabungan adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi
yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh
komputer. Jenis media menurut Seels dan Glagow, 1990 (Azhar Arsyad, 2009: 3334) ada dua kategori yaitu: (1) pilihan media tradisional, dan (2) pilihan media
teknologi mutakhir. Pendapat Leshin, Pollock dan Reigeluth, 1992 (Azhar Arzyad,
2009: 36) mengklasifikasikan media ke dalam lima kelompok, yaitu: (1) media
27
berbasis manusia (guru, instruktur, tutor, main peran, kegiatan kelompok, field-trip),
(2) media berbasis cetak (buku penuntun, buku latihan), (3) media berbasis visual
(buku, alat bantu kerja, bagan, grafik, peta, gambar, transparansi, slide), (4) media
berbasis audio visual (video, film, televisi), dan (5) media berbasis komputer.
Sedangkan
Kempt
dan
Dayton,
1985
(Azhar
Arsyad,
2009:
37)
mengelompokkan media ke dalam delapan jenis, yaitu (1) media cetakan, (2) media
pajang, (3) overhead transparacies, (4) rekaman audiotape, (5) slide dan fil stripe, (6)
penyajian multi image, (7) rekaman video dan film hidup, dan (8) komputer.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar media
dibagi menjadi tiga jenis, adalah sebagai berikut ini.
a. Media Visual; adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan.
b. Media Audio; adalah media yang hanya mengandalkan indera/kemampuan
pendengaran.
c. Media Audio-visual; adalah media yang mempunyai unsure suara dan gambar.
C. Media Gambar
1. Media Gambar
Gambar atau foto adalah media yang paling umum dipakai dalam
pembelajaran. Gambar dan foto sifatnya universal, mudah dimengerti, dan tidak
terikat oleh keterbatasan bahasa. Gambar merupakan bahasa yang umum yang dapat
dimengerti dan dinikmati dimana-mana. Oleh karena itu, pepatah Cina yang
mengatakan bahwasebuah gambar berbicara lebih banyak daripada seribu kata (Arief
S. Sadiman, 2009: 29).
28
Pendapat Ruminiati (2008: 23), menyatakan media gambar adalah media
grafis untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang
dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan
dalam symbol komunikasi visual. Media gambar sangat sesuai digunakan di SD,
terutama kelas awal. Hal itu
disebabkan media ini sangat bermanfaat untuk
mengkonkretkan hal-hal yang bersifat abstrak dalam bentuk gambar/foto. Menurut
Oemar Hamalik, 1986 (Arief S.Sadiman, 2009: 29) gambar adalah segala sesuatu
yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan,
pikiran. Dari beberapa pendapat di atas, menulis menyimpulkan media gambar
adalah media yang mengandung pesan tertentu yang dituangkan ke dalam bentuk dua
dimensi.
2. Manfaat, Kelebihan dan Kelemahan Media Gambar
Menurut Ruminiati (2008: 23) ada beberapa manfaat media gambar, yaitu: (1)
mengkonkretkan hal-hal yang bersifat abstrak, (2) mendekatkan dengan objek yang
sebenarnya, (3) melatih siswa berpikir konkret, dan (4) memperjelas suatu masalah.
Sementara itu Aristo Rahadi (2003: 27) menyebutkan beberapa kelebihan dari media
gambar, yaitu: (1) sifatnya konkret, (2) dapat mengatasi batasan ruang dan waktu,
dan (3) harganya relative murah serta mudah dibuat dan digunakan dalam
pembelajaran di kelas.
Menurut Arief S. Sadiman (2009: 29-30) ada beberapa kelebihan dari media
gambar/foto adalah sebagai berikut.
a. Sifatnya konkret. Gambar/foto lebih realistis menunjukkan pokok masalah
dibandingkan dengan media verbal semata.
b. Gambar dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.
c. Media gambar/foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
29
d. Gambar/foto dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja dan
untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau
membetulkan kesalahpahaman.
e. Gambar/foto harganya murah dan gampang didapat serta digunakan tanpa
memerlukan peralatan khusus.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut, gambar/foto menurut Arief S. Sadiman
(2009: 31) juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu: (1) gambar/foto hanya
menekankan persepsi indera mata, (2) gambar/foto benda yang terlalu kompleks
kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran, dan (3) ukurannya sangat terbatas untuk
kelompok besar. Sedangkan Aristo Rahadi (2003: 27) menyebutkan dua kelemahan
dari media gambar yaitu: (1) hanya menekankan persepsi indera mata, ukurannya
terbatas hanya dapat terlihat oleh sekelompok siswa, dan (2) jika gambar terlalu
kompleks, kurang efektif untuk tujuan pembelajaran tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa media
gambar mempunyai manfaat yang sangat besar dalam pembelajaran, yaitu: (1)
menarik
perhatian
siswa,
(2)
meningkatkan
motivasi
belajar
siswa,
(3)
mengkonkretkan objek yang abstrak, dan (4) mengatasi keterbatasan ruang dan
waktu. Selain itu media gambar juga mempunyai kelebihan dan kekurangan yang
dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menggunakan media gambar dalam
proses belajar mengajar
3. Media Gambar yang Baik
Gambar/foto yang baik sebagai media pendidikaan itu/tentu saja gambar/foto
yang cocok atau sesuai dengan tujuan pembelajaran. Menurut Arief S.Sadiman(2009:
31-33) ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar/foto yang baik sehingga
dapat dijadikan sebagai media pendidikan.
30
a. Autentik
Gambar itu harus secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang
melihat benda sebenarnya.
b. Sederhana
Komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok
dalam gambar.
c. Ukuran relative
Gambar/foto dapat membesarkan atau memperkecil objek/benda
sebenarnya. Apabila gambar/foto tersebut tentang benda/objek yang belum
dikenal atau pernah dilihat anak maka sulitlah membayangkan berapa
besar benda atau objek tersebut. Untuk menghindari itu hendaknya dalam
gambar/foto tersebut terdapat sesuatu yang telah dikenal anak-anak
sehingga dapat membantunya membayangkan gambar.
d. Gambar/foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan.
e. Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
f. Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai
media yang baik, gambar hendaknya bagus dari sudut seni dan sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Menurut Aristo Rahadi (2003: 27-28), agar lebih bermanfaat dalam
pembelajaran, maka gambar/foto hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut.
a. Otentik, artinya dapat menggambarkan objek/peristiwa seperti jika siswa
melihat langsung.
b. Sederhana, harus menunjukkan dengan jelas bagian-bagian pokok dari
gambar tersebut.
c. Ukurannya proporsional, sehingga siswa mudah membayangkan
benda/objek yang digambar.
d. Memadukan antara keindahan dengan kesesuaiannya untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gambar yang
efektif dalam pembelajaran haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut.
a. Gambar yang disajikan hendaknya dalam ukuran besar dan jelas terlihat oleh
siswa di kelas.
b. Gambar yang disajikan berwarna atau dapat diberi warna sehingga menarik
perhatian siswa dan termotivasi.
c. Gambar mengandung suatu tindakan atau aktivitas.
31
d. Gambar harus sesuai dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran di dalam
kurikulum.
4. Prinsip-Prinsip Pennggunaan Media Gambar
Pendapat Dadan Djuanda (2006: 104), menjelaskan secara singkat prinsip
umum dalam pembuatan visual/gambar sebagai berikut.
a. Visible, berarti mudah dilihat oleh seluruh sasaran didik yang akan
memanfaatkan media yang kita buat.
b. Interesting, artinya menarik, tidak monoton dan tidak membosankan.
c. Simple, artinya sederhana, singkat, dan tidak berlebihan.
d. Useful, maksudnya adalah gambar yang ditampilkan harus dipilih yang
benar-benar bermanfaat bagi sasaran didik.
e. Accurate, isinya harus benar dan tepat sasaran.
f. Legitimate, maksudnya bahwa gambar yang ditampilkan harus sesuatu
yang sah dan masuk akal.
g. Structured, maksudnya gambar harus terstruktur atau tersusun dengan
baik, sistematis, dan runtut sehingga mudah dipahami pesannya.
Gambar/foto yang baik dapat digunakan sebagai media belajar menurut Dadan
Djuanda (2006: 105), ialah gambar/foto yang memiliki ciri-ciri diantaranya: (1) dapat
menyampaian pesan dan ide tertentu, (2) memberi kesan yang kuat dan menarik
perhatian kesederhanaan dalam warna tetapi memiliki kesan tertentu, (3) merangsang
orang yang melihat untuk ingin mengungkapkan tentang objek-objek dalam gambar,
(4) berani dan dinamis, pembuatan gambar hendanya menunjukkan gerak atau
perbuatan, dan (5) bentuk gambar bagus, menarik, dan disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan secara singkat prinsipprinsip dalam penggunaan media gambar sebagai berikut.
a. Media gambar memiliki ukuran yang besar, sehingga dapat terlihat dengan jelas
oleh semua siswa dalam satu kelas.
32
b. Media gambar dibuat dengan baik, jelas dan hendaknya berwarna sehingga dapat
menarik perhatian siswa.
c. Memiliki suatu tema dan aktivitas/tindakan yang sesuai dengan kompetensi dalam
kurikulum.
d. Media gambar harus menampilkan suatu gambar yang sah, real, nyata dan masuk
akal.
e. Media gambar dibuat dengan sederhana, singkat, jelas dan tepat sasaran sehingga
tidak mengaburkan makna yang ingin disampaikan.
D. Paragraf
1. Pengertian Paragraf
Menurut Uti Darmawati dan Anton Suparyanto (2010: 46) paragraf
merupakan bagian dalam suatu karangan yang memiliki gagasan pokok. Gagasan
pokok merupakan kalimat yang menjadi pokok permasalahan dalam paragraph
selanjutnya diikuti gagasan penjelas. Kalimat dalam paragraph harus runtut dan
saling berkaitan. Zainudin (1991) menyebutkan paragraf adalah satuan bahasa yang
mengandung ide untuk mengungkapkan buah pikiran yang dapat berupa satu atau
beberapa kalimat.
Paragraf menurut Sabarti Akhadiah (1991: 111) merupakan karangan yang
paling pendek/paling singkat. Sebuah paragraf dibangun oleh beberapa kalimat yang
saling berhubungan, karena hanya membicarakan satu gagasan pokok/topic atau satu
pikiran. Semua kalimat dalam paragraf harus membicarakan gagasan pokok tersebut.
Sedangkan Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 3.16) mendefinisikan paragraf atau
alinea sebagai satuan bagian karangan yang digunakan untuk mengungkapkan
33
sebuah gagasan dalam bentuk unataian kalimat. Dapat diakatakan bahwa menyusun
paragraf pada hakikatnya adalah menyusun sejumlah kalimat dalam rangka
menghubungkan sejumlah gagasan.
Pendapat Yeti Mulyati dkk (2009: 5.22) menyatakan bahwa paragraf terdiri
dari kalimat utama/kalimat pokok dan kalimat penjelas. Kalimat pokok/kalimat
utama adalah kalimat yang mengandung pokok permasalahan/gagasan utama.
Sementara itu kalimat penjelas merupakan kalimat-kalimat yang menjelaskan
kalimat pokok. Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa paragraf
merupakan gabungan kalimat yang terdiri dari kalimat topik/kalimat utama dan
kalimat-kalimat lain yang menjelaskan kalimat topik/kalimat utama. Kalimat topic
adalah kalimat utama yang mengandung gagasan pokok. Sedangkan kalimat penjelas
adalah kalimat yang menjelaskan kalimat topik tersebut.
2. Jenis-Jenis Paragraf
Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 3.22-3.22) paragraf terdiri dari
empat jenis, seperti berikut ini.
a. Paragraf Deduktif
Jenis paragraf ini memiliki kalimat topik pada bagian awal paragraf dan
kalimat-kalimat pengembang setelah kalimat topic. Hal itu berarti bahwa
gagasan dasar dikemukakan terlebih dahulu dan gagasan-gagasan
pengembang isi paragraf dikemukakan kemudian. Paragraf berikut adalah
contoh paragraf deduktif.
Semangat serta kesungguhan hati guru dalam mengajar dirasakan makin
pudar karena kesejahteraan diabaikan. Imbalan yang mereka terima
rendah. Gaji mereka sering terlambat dan banyak potongan untuk
keperluan yang kadang-kadang tidak jelas. Mereka juga tidak memiliki
status sosial-ekonomi yang bergengsi.
b. Paragraf Induktif
Paragraf jenis ini memiliki kalimat topik pada bagian akhir paragraf. Hal
itu berarti bahwa informasi dalam paragraf diawali dengan gagasangagasan pengembang dan diakhiri dengan gagasan dasar. Paragraf berikut
adalah contoh paragraf induktif.
34
Siswa yang rajin belajar dapat ditemukan dimana-mana, di dalam kota, di
pinggir kota, dan di desa. Siswa yang berprestasi tinggi cukup banyak dan
dapat ditemukan di mana-mana juga. Tidak sedikit di antara mereka yang
memperhatikan dan peduli dengan keadaan lingkungan. Tampaknya, masa
depan generasi penerus masih dapat diharapkan.
c. Paragraf Kombinasi Deduktif dan Induktif
Pada jenis ini, paragraf memiliki dua kalimat topic yang ditempatkan pada
bagian awal dan bagian akhir. Dua kalimat topik itu memiliki gagasan
dasar yang sama, hanya redaksi pengungkapannya berbeda. Kalimatkalimat pengembang berada di antara dua kalimat topic itu. Dibawah ini
adalah contoh paragraf kombinasi.
Belajar pada hakikatnya berlangsung sepanjang hayat. Sejak bayi anak
sudah belajar. Sebelum bersekolah, anak sudah belajar di dalam keluarga
dan lingkungan sekitarnya. Pada usia 6-12 tahun anak mulai bersekolah di
sekolah dasar. Setelah menyelesaikan sekolahnya, dia masih terus belajar,
setidak-tidaknya belajar memecahkan masalah yang diahdapi setiap saat.
Prose situ berlangsung terus sampai tua. Pendek kata, belajar itu tidak
mengenal batas umur.
d. Paragraf Deskriptif
Jenis paragraf ini tidak memiliki kalimat topic dan kalimat pengembang.
Semua kalimat yang terdapat dalam paragraf merupakan kalimat topik.
Sesuai namanya, paragraf deskritif lazim digunakan untuk
mendeskripsikan suatu latar cerita. Paragraf ini digunakan dalam wacana
narasi, seperti tampak pada contoh berikut:
Dari jauh terdengar anjing menggonggong. Di sekitar tempatku
bersembunyi tidak terlihat suara-suara kehidupan. Malam itu sangat sunyi,
dan sangat gelap. Desis angin pun tidak terasa, tetapi dinginnya malam
sempat menyentuh tulangku.
3. Syarat-Syarat Paragraf
Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2009: 3.17-3.21) ada empat
persyaratan paragraf, adalah sebagai berikut.
a. Persyaratan Kesatuan
Kesatuan memiliki arti ketunggalan isi gagasan yang dijamin oleh adanya
satu gagasan dasar dan sejumlah gagasan pengembang. Setiap paragraf
mengandung satu gagasan dasar dan satu atau sejumlah gagasan
pengembang. Gagasan dasar tersebut dikemukakan dalam kalimat topik.
Gagasan-gagasan yang lain merupakan gagasan atau pengembang.
Kesatuan suatu paragraph terwujud jika dua hal terpenuhi. Pertama,
paragraf hanya mengandung sebuah kalimat topik yang berarti hanya
berisi sebuah gagasan dasar. Kedua, paragraf berisi kalimat atau sejumlah
kalimat pengembang yang berisi gagasan atau sejumlah gagasan
pengembang.
35
b. Persyaratan Pengembangan
Suatu paragraf berisi satu gagasan dasar dan sejumlah kalimat
pengembang. Gagasan dasar diungkapakn dalam kalimat topik dan
gagasan pengembang diungkapkan dalam kalimat-kalimat pengembang.
Kondisi demikian menunjukkan bahwa paragraph tersebut sudah
dikembangkan. Dengan demikian, paragraf tersebut sudah memenuhi
persyaratan pengembangan.
c. Persyaratan Kepaduan atau Koherensi
Kepaduan berarti keserasian hubungan antar gagasan dalam paragraf yang
berarti juga keserasian hubungan antar kalimat dalam paragraf. Keserasian
itu membuat alur gagasan atau informasi yang terungkap dalam paragraf
menjadi lancar.
d. Persyaratan Kekompakan atau Kohesi
Persyaratan kekompakan mengatur hubungan antar kalimat yang
diwujudkan oleh adanya bentuk-bentuk kalimat atau bagian kalimat yang
cocok dalam paragraf. Kekompakan dibedakan dalam dua kategori, yakni
kekompakan sruktural dan kekompakan leksikal. Kekompakan struktural
diungkapkan dengan struktur kalimat yang kompak dan serasi.
Kekompakan structural juga dinyatakan dengan pengguanaan alat
penggabung kalimat atau konjungsi hubungan antar kalimat (karena itu,
jadi, akibatnya, oleh sebab itu, akhirnya, pendek kata, dll). Kekompakan
leksikal dinyatakan dengan penggunaan unsur leksikal (ia, itu, -nya,
tersebut, dll).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam paragraph
terdapat empat persyaratan, yaitu: (1) kesatuan, (2) pengembangan, (3) kepaduan,
dan (4) kekompakan.
E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Perkembangan kognitif anak berlangsung secara teratur dan berurutan sesuai
dengan perkembangan umumnya. Piaget (Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih,
2007: 1.15) mengemukakan proses perkembangan anak melalui empat tahap
perkembangan, yaitu: (1) tahap sensorimotor (0;0-2;0), (2) tahap praoperasional (2;07;0), (3) tahap operasional konkret (7;0-11;0), dan (4) tahap operasional formal
(11;0-15;0). Pada tahap sensorimotor, kegiatan intelektual hampir pada seluruhnya
mencakup gejala yang diterima secara langsung melalui indera. Pada saat anak
36
mencapai kematangan dan mulai memperoleh keterampilan berbahasa, mereka
mengaplikasikan dengan menerapkannya pada objek-bjek yang nyata. Anak mulai
memahami hubungan antara benda dengan nama yang diberikan kepada benda
tersebut. Pada tahap praoperasional perkembangan sangat pesat. Lambang-lambang
bahasa yang dipergunakan untuk menunjukkan benda-benda nyata bertambah dengan
pesatnya. Keputusan yang diambil hanya berdasarkan intuisi, bukannya berdasarkan
analisi rasional.
Pada Tahap Operasional konkret (7;0 – 11;0), kemampuan berpikir logis
muncul. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan
masalah. Pada tahap ini, permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan yang
konkret. Anak akan menemui kesulitan bila diberi tugas sekolah yang menuntutnya
untuk mencari sesautu yang tersembunyi. Misalnya, anak seringkali menjadi frustasi
bila disuruh mencari arti tersembunyi dari suatu kata dalam tulisan tertentu. Mereka
menyukai soal-soal yang tersedia jawabannya. Tahap Operasional formal (11;0 –
15;0) ditandai dengan pola berpikir orang dewasa. Mereka dapat mengaplikasikan
cara berpikir terhadap permasalahan dari semua kategori, baik yang abstrak maupun
yang konkret. Pada tahap ini anak sudah dapat memikirkan buah pikirannya, dapat
membentuk ide-ide, berpikir tentang masa depan secara realistis.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Karangtengah Baru.
Berdasarkan penjelasan di atas berarti siswa kelas IV SD Karangtengah Baru berada
pada tahap operasional konkret. Pada tahap operasional konkret, cara berpikir siswa
masih terkait dengan benda-benda nyata. Karaketristik ini membuat siswa masih
membutuhkan suatu alat yang bisa memvisualisasikan ide dan gagasan yang ada
37
dalam pikiran siswa.
Salah satunya adalah penggunaan media dalam kegiatan
pembelajaran.
F. Pemanfaatan Media Gambar Dalam Pembelajaran Menulis Paragraf
Proses pembelajaran menulis paragraf dimulai dengan tahap persiapan. Dalam
tahap ini guru menyiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi RPP, soal evaluasi
menulis paragraph, lembar obsevasi dan media gambar tentunya. Guru menganalisa
pokok bahasan yang akan dituangkan dalam bentuk media gambar. Media gambar
harus sesuai dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran serta mengandung suatu
tema tertentu. Media gambar ini bisa diambil dari buku pelajaran Bahasa Indonesia,
majalah, internet bahkan bisa juga merupakan hasil karya guru sendiri. Media dibuat
dalam satu ukuran besar dan ditempelkan di papan tulis.
Sebelum diberi tugas menulis sebuah paragraf, siswa diminta untuk mengamati
gambar tersebut dan melakukan tanya jawab seputar gambar tersebut. Siswa diberi
kesempatan untuk bertanya dan berbicara/berpendapat tentang isi gambar tersebut
secara maksimal (tema/topik, aktivitas yang terjadi dalam gambar, pelaku, dll).
Siswa bersama guru secara bersama-sama menentukan kalimat utama. Untuk
menentukan kalimat/gagasan utama, ada dua cara yang dilakukan dalam penelitian
ini. Untuk pertemuan awal, siswa bersama guru menentukan kalimat topik yang akan
digunakan (diseragamkan), untuk pertemuan selanjutnya siswa secara individu
menentukan kalimat topik. Langkah selanjutnya siswa diminta untuk menulis dalam
bentuk paragraf berdasarkan gambar dan kalimat topik yang mereka pilih, serta tidak
lupa guru memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan.
38
Secara singkat langkah penggunaan media gambar dalam pembelajaran
menulis dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) menyiapkan perangkat pembelajaran berupa RPP, lembar evaluasi menulis
paragraf, dan media gambar itu sendiri,
2) guru menganalisa pokok bahasan dan tema yang akan dituangkan dalam bentuk
gambar,
3) media gambar dapat diperoleh dari buku pelajaran, majalah, koran, internet
ataupun hasil karya guru sendiri. Dalam pembelajaran media gambar dibuat
dalam ukuran besar dan berwarna kemudian ditempel di papan tulis,
4) siswa diminta mengamati gambar tersebut dan melakukan tanya jawab seputar
gambar tersebut sebelum menceritakan dalam bentuk paragraf,
5) siswa bersama dengan guru membuat kerangka paragraf yang berupa kalimat
utama/kalimat topik. Untuk menentukan kalimat topik/kalimat utama ada dua
cara yang ditempuh. Pada pertemuan awal, siswa bersama guru menyeragamkan
kalimat topik/gagasan utama. Untuk pertemuan selanjutnya, siswa diminta
secara individu menentukan kalimat topik, dan
6) siswa diminta untuk menceritakan berdasarkan gambar dan kalimat utama
tersebut ke dalam bentuk paragraf yang padu. Guru memberikan bimbingan
kepada para siswa dalam proses menulis.
G. Kerangka Pikir
Menulis paragraf merupakan kegiatan menuangkan ide, gagasan, dan pikiran
dalam suatu bentuk tulisan. Pembelajaran menulis paragraf di Kelas IV SD
Karangtengah Baru masih dominan dengan menggunakan metode tradisional. Hal ini
39
menyebabkan pembelajaran menulis paragraf menjadi suatu
pembelajaran yang
membosankan dan kurang menarik. Akibatnya keterampilan menulis paragraf siswa
menjadi rendah. Di dalam kegiatan menulis paragraf, siswa mengalami kesulitan
dalam menetukan tema atau topik, kalimat/gagasan utama, menemukan kosakata,
struktur bahasa, ejaan dan tanda baca. Kalimat-kalimat yang disusun siswa sering
tidak gramatikal.
Siswa kurang mampu menggunakan kalimat efektif, sehingga
sukar dipahami maksudnya. Hal ini diperburuk dengan kurangnya penguasaan ejaan
dan tanda baca. Terlihat dalam pengembangan ide atau gagasan, pola pikir yang
digunakan siswa sangat kacau. Akibatnya, tulisan siswa sukar dipahami maksud dan
tujuannya. Salah satu upaya yang ditempuh untuk meningkatkan keterampilan
menulis paragraf adalah dengan menggunakan media dalam pembelajarannya.
Penggunaan media gambar dalam pembelajaran menulis paragraf mempunyai
manfaat yang sangat besar. Sejalan dengan pendapat Yeti Mulyati dkk (2009: 7.31)
bahwa mengarang dengan menggunakan media gambar merupakan satu teknik
pengajaran menulis yang sangat dianjurkan oleh para ahli. Hal ini dikarenakan media
gambar dapat membuat suatu objek menjadi lebih konkret dan memperjelas objek.
Gambar yang kelihatan diam sebenarnya banyak berkata bagi mereka yang peka dan
imajinasi. Sebuah gambar dapat menimbulkan daya cipta para siswa. Media gambar
menjadi stimulus/rangsangan bagi para siswa untuk berimajinasi sendiri secara
kreatif. Disamping itu, media gambar dapat membantu siswa menentukan topik,
kalimat utama, menemukan kosakata, mengembangkannya menjadi kalimat
kemudian menyusunnya menjadi suatu paragraf yang padu. Media gambar ini mudah
dalam pengadaan dan penggunaannya. Gambar dapat diperoleh dari buku, majalah,
40
internet dan hasil karya guru sendiri yang selanjutnya disesuaikan dengan topik atau
tema dalam pembelajaran. Yang lebih penting adalah media gambar dapat
meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam menulis. Meningkatnya minat dan
motivasi menulis akan mengakibatkan meningkatnya keterampilan menulis paragraf
siswa dalam mengungkapkan ide atau gagasan yang dituangkan dalam kalimatkalimat sehingga membentuk paragraf.
Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan media gambar
diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis paragraf pada siswa kelas IV
SD Karangtengah Baru.
H. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis
dari penelitian ini adalah “Penggunaan media gambar dapat meningkatkan
keterampilan menulis paragraf siswa kelas IV SD Karangtengah Baru Kecamatan
Imogiri Kabupaten Bantul”.
I. Definisi Operasional
1. Menulis paragraf adalah kegiatan menuangkan pikiran ke dalam bentuk bahasa
tulis yang terdiri dari kalimat topik/kalimat utama dan kalimat-kalimat lain yang
menjelaskan kalimat topik/kalimat utama serta memiliki satu kesatuan yang padu.
2. Media gambar adalah media visual dalam bentuk grafis atau gambar yang dapat
mendorong motivasi belajar untuk memperjelas dan mempermudah konsep yang
abstrak menjadi lebih konkret dan jelas. Media gambar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah media gambar yang berkaitan dengan tema tertentu yang
diajarkan.
41
Download