BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Menulis 1. Pengertian Menulis Menurut Tarigan, 1983 (Haryadi dan Zamzani, 1996: 77) mengemukakan bahwa menulis adalah menurunkan atau menuliskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan lambang grafis tersebut. Byrne, 1979 (Haryadi dan Zamzani, 1996: 77) mengemukakan bahwa mengarang pada hakikatnya bukan sekedar menulis simbolsimbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, akan tetatpi mengarang adalah menuangkan buah pikirang ke dalam bahasa tulis melalui kalimat- kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil. Pendapat Haryadi dan Zamzani (1996: 77) menyebutkan bahwa menulis sebagai kegiatan reproduksi, yaitu menulis apa yang telah dipelajari secara lisan dan tulisan. Kegiaatn menulis diawali dengan kegiatan menyimak atu membaca. Hasilnya dituangkan kembali dalam bentuk karangan yang disusun dengan kata-katanya sendiri. Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 1.3), menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Tulisan merupakan sebuah simbol atau lambang bahasa yang 9 dapat dilihat dan disepakati pemakaiannya. Dengan demikian dalam komunikasi tulis paling tidak terdapat enam unsur yang terlibat, yaitu: (a) penulis sebagai penyampai pesan (penulis), (b) pesan atau isi tulisan, (c) saluran atau media berupa tulisan, dan (d) pembaca sebagai penerima pesan. Menulis sendiri sebenarnya bukan sesuatu hal yang asing. Artikel, sai, laporan, resensi, karya sastra, buku, komik, dan cerita adalah contoh produk bahsa tulis yang akrab dengan kehidupan. Tulisan-tulisan itu menyajikan secara runtut dan menarik ide, gagasan, dan perasaan penulisnya. Dari definisi di atas, menulis merupakan bentuk komunikasi dengan bahasa tulis. Tulisan hendaknya menyampaikan informasi yang runtut dan jelas, serta tidak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda. Pendapat Akhadiyah 1988 (Ahmad Rofi’udin dan Darmiayti Zuchdi, 1998: 262), menulis dapat diartikan sebagai aktivitas pengekspresian ide, gagasan, pikiran, atau perasaan ke dalam lambang-lambang kebahasaan. Kegiatan menulis melibatkan aspek penggunaan tanda baca dan ejaan, penggunaan diksi dan kosa kata, penataan kalimat, pengembangan paragraf, pengolahan gagasan serta pengembangan model karangan. Murray, 1978 (Ahmad Rofi’udin, 1998: 263), mendeskripsikan menulis sebagai proses penemuan dan penggalian ide-ide untuk diekspresikan, dan proses ini dipengaruhi oleh pengetahuan dasaryang dimilikinya. Menurut Kelly, 1989 (Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuchdi,1998: 263) mengemukakan kegiatan menulis merupakan upaya menghasilkan ide dan bahasa sebagai sarana pengekspresikannya. Sedangkan Ahmad Rofi’udin (1998: 263), keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa produktif lisan melibatkan aspek, yaitu: (a) penggunaan ejaan, (b) kemampuan penggunaan diksi/kosakata, (c) 10 kemampuan menggunakan kalimat, dan (d) penggunaan jenis komposii (gaya penulisan, penentuan ide, pengolahan ide, dan pengorganisasian ide). Kesemua aspek inilah yang diukur dalam keterampilan menulis. Sementara Yeti Mulyati dkk (2009: 5.3) mendefinisikan menulis sebagai suatu proses berpikir dan menuangkan pemikiran itu dalam bentuk wacana (karangan). Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena menulis bukanlah sekedar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat, melainkan juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan menggali ide, gagasan dan pikiran kemudian menuangkannya ke dalam bentuk tulisan. 2. Tujuan Menulis Setiap penulis pasti mempunyai tujuan dalam penulisannya, tujuan inilah yang menjadi pedoman penulis dalam mengembangkan topik. Dengan menentukan tujuan penulisan, Sabarti Akhadiah (1991: 107), mengemukakan pendapat penulis dapat mengetahui: (a) bahan yang diperlukan, (b) organisasi karangan yang akan diterapkan, dan (c) sudut pandang yang akan dipilih. Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 3.7), tujuan menulis itu bermacam-macam seperti: (a) menjadikan pembaca ikut berpikir dan bernalar, (b) membuat pembaca tahu tentang hal yang diberitakan, (c) menjadikan pembaca beropini, (d) menjadikan pembaca mengerti, dan (e) membuat pembaca terpersuasi oleh isi karangan, atau membuat pembaca senang dengan menghayati nilai-nilai yang 11 dikemukakan dalam karangan, dari yang menjadikan pembaca berpikir kritis sampai tujuan menarik atau persuasif. Menurut Depdiknas (2009: 4-5) pembelajaran menulis bertujuan agar siswa terampil: a) menjiplak berbagai bentuk gambar, lingkaran, dan bentuk huruf, b) menebalkan berbagai bentuk gambar, lingkaran, dan bentuk huruf, c) mencontoh huruf, kata, atau kalimat sederhana dari buku atau papan tulis dengan benar, d) melengkapi kalimat yang belum selesai berdasarkan gambar, e) menyalin puisi anak sederhana dengan huruf lepas, f) menulis kalimat sederhana yang didektekan pendidik dengan huruf tegak bersambung, g) menyalin puisi anak dengan huruf tegak bersambung, h) melengkapi cerita sederhana dengan kata yang tepat, i) menulis kalimat sederhana yang didektekan pendidik dengan menggunakan huruf tegak bersambung dan memperhatikan penggunaan huruf kapital dan tanda titik, j) mendeskripsikan tumbuhan atau binatang di sekitar secara sederhana dengan bahasa tulis, k) menyalin puisi anak dengan huruf tegak bersambung, l) menyusun paragraf berdasarkan bahan yang tersedia dengan memperhatikan penggunaan ejaan, m) melengkapi puisi anak berdasarkan gambar, n) menulis karangan sederhana berdasarkan gambar seri menggunakan pilihan kata dan kalimat yang tepat dengan memperhatikan penggunaan ejaan, huruf kapital, dan tanda baca titik, dan o) menulis puisi berdasarkan gambar dengan pilihan kata yang menarik. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Menulis Keterampilan menulis bukanlah proses alamiah yang begitu saja dimiliki sesorang, namun diperlukan belajar dan latihan untuk menguasainya. Yeti Mulyati dkk (2009: 5.1) mengungkapkan bahwa keterampilan menulis merupakan keterampilan yang paling sukar diperoleh walaupun oleh penutur asli. Celce-Murcia dan Olshtain (dalam Yeti Mulyati dkk, 2009: 5.1) menyatakan bahwa bagi seorang 12 penulis yang terampil pun aktivitas menulis bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Ini mengisyaratkan bahwa keterampilan menulis diperoleh dengan banyak latihan. Menurut Graves, 1978 (Suparno dan Mohamad Yunus, 2007: 1.4) seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat menulis, dan merasa tidak tahu bagaimana harus menulis. Ketidaksukaan tersebut tidak terlepas dari pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakat, serta pengalaman pembelajaran menulis atau mengarang di sekolah yang kurang memotivasi dan merangsang minat. Smith, 1981 (Suparno dan Mohamad Yunus, 2007: 1.4-1.5) mengatakan bahwa pengalaman belajar menulis yang dialami siswa di sekolah tidak terlepas dari kondisi gurunya sendiri. Umumnya guru tidak dipersiapkan untuk terampil menulis dan mengajarkannya. Oleh karena itu, untuk menutupi keadaan yang sesungguhnya muncullah berbagai mitos atau pendapat yang keliru tentang menulis dan pembelajarannya. Diantaranya mitos yang perlu diperhatikan adalah: (a) menulis itu mudah, (b) kemampuan menggunakan unsur mekanik tulisan merupakan inti dari menulis, (c) menulis itu harus sekali jadi, dan (d) orang yang tidak menyukai menulis dan tidak pernah menulis dapat mengajarkan menulis. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menulis terdapat beberapa mitos yang perlu diperhatikan oleh guru yang tidak dipersiapkan terampil menulis dan mengajarkannya. Menurut Yeti Mulyati dkk (2009: 1.13) ada beberapa keterampilanketerampilan mikro yang diperlukan dalam menulis, yaitu: a) b) c) d) menggunakan ortografi dengan benar, termasuk disini penggunaan ejaan, memilih kata yang tepat, menggunakan bentuk kata dengan benar, mengurutkan kata-kata dengan benar, 13 e) menggunakan struktur kalimat yang tepat dan jelas bagi pembaca, f) memilih genre tulisan yang tepat, sesuai pembaca yang dituju, g) mengupayakan ide-ide atau informasi utama yang didukung secara ideide atau informasi tambahan, dan h) mengupayakan terciptanya paragraf dan keseluruhan tulisan koheren sehingga pembaca mudah mengikuti jalan pikiran atau informasi yang disajikan. Perkembangan menulis pada anak terjadi secara perlahan-lahan. Dalam tahap ini anak perlu mendapat bimbingan dalam memahami dan menguasai cara mentransfer pikiran dalam tulisan. Membuat dugaan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca, sasaran mengenai subjek yang ditulis dan membuat asumsi mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dan penting untuk ditulis. Pendapat Comb, 1996 (Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuhdi 1998: 77) mengemukakan bahwa perkembangan menulis anak mengikuti prinsip-prinsip seperti berikut. a. Prinsip Keterulangan (recurring principle): anak menyadari bahwa dalam suatu kata bentuk yang sama terjadi berulang-ulang. b.Prinsip Generatif (generative principle): anak menyadari bentuk-bentuk tulisan secara lebih rinci, menggunakan beberapa huruf dalam kombinasi dan pola yang beragam. c. Konsep Tanda (sign concept): anak memahami kearbritreran tanda-tanda dalam bahasa tulis. Untuk mempermudah kegiatan komunikasi, orang dewasa perlu menghubungkan benda tertentu dengan kata yang mewakilinya. d.Fleksibilitas (flexibility): anak menyadari bahwa suatu tanda secara fleksibel dapat berupa menjadi tanda yang lain. e. Arah Tanda (directionally): anak menyadari bahwa tulisan bersifat linear, bergerak dari satu huruf ke huruf yang lain sampai membentuk suatu kata, dari arah kiri menuju ke arah kanan, bergerak dari baris yang satu menuju baris yang lain. Pendapat Temple dkk (dalam Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuhdi 1998: 77) mengidentifikasi adanya 4 tahap perkembangan tulisan yang dialami anak, yaitu : (1) prafonemik, (2) fonemik tahap awal, (3) nama-huruf, (4) transisi, dan (5) 14 menguasai. Dalam tahap prafonemik anak sudah mengenali bentuk dan ukuran huruf, tetapi dia belum dapat menggabungkan huruf untuk menulis kata. Dalam tahap fonemik awal, anak sudah mulai mengenal prinsip-prinsip fonetik, tahu cara kerja tulisan, tetapi keterampilan mengoperasikan prinsip fonetik masih sangat terbatas. Akibatnya anak seringkali menuliskan kata dengan satu atau dua huruf saja. Dalam tahap nama-huruf (menguasai huruf) anak mulai dapat menerapkan prinsip fonetik. Dia sudah dapat menggunakan huruf-huruf untuk mewakili bunyi-bunyi yang membentuk suatu kata. Tulisan yang dihasilkan seringkali belum dapat dibaca, termasuk oleh anak itu sendiri. Dalam tahap transisi, penguasaan anak terhadap sistem tata tulis semakin lengkap. Anak sudah dapat menggunakan ejaan dan tanda baca dalam menulis, khususnya pemberian spasi antar kata. Dalam tahap terakhir (menguasai) anak sudah dapat menerapkan dengan baik semua sistem tata tulis. 4. Manfaat Menulis Sebenarnya begitu banyak manfaat yang diperoleh dari menulis, seperti yang dikemukakan oleh Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 1.4), menyebutkan beberapa manfaat yang dapat diperoleh melalui kegaitan menulis, yaitu: (1) peningkatan kecerdasan, (2) pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, (3) penumbuhan keberanian, dan (4) pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. Menurut Sabarti Akhadiah dkk (1988: 1-2), keuntungan yang dapat dipetik dari kegiatan menulis, adalah sebagai berikut. a. Dengan menulis kita dapat lebih mengenali kemampuan dan potensi diri kita. b. Melalui kegiatan menulis kita mengembangkan berbagai gagasan. 15 c. Kegaitan menulis memaksa kita lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang kita tulis. d. Memperluas wawasan baik secara teoritis maupun mengenai fakta-fakta yang berhubungan. e. Menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian kita dapat menjelaskan permasalahan yang semula samar bagi diri kita sendiri. f. Melalui tulisan kita akan dapat meninjau serta menilai gagasan kita sendiri secara lebih objektif. g. Dengan menuliskan di atas kertas kita akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisanya secara tersurat, dalam konteks yang lebih konkret. h. Mendorong kita belajar secara aktif. Kita harus menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekadar menjadi penyadap informasi dari orang lain. i. Kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir serta berbahasa secara tertib. 5. Pembelajaran Menulis Sebagai Proses Pendapat Proett dan Gill, 1986 (Suparno dan Mohamad Yunus, 2007: 14), menyebutkan beberapa pendekatan yang kerap muncul dalam pembelajaran menulis, yaitu: a) pendekatan frekuensi, menyatakan bahwa banyaknya latihan mengarang sekalipun tidak dikoreksi akan membantu meningkatkan keterampilan menulis seseorang, b) pendekatan gramatikal, berpendapat bahwa pengetahuan orang mengenai struktur bahasa akan mempercepat kemahiran orang dalam menulis, c) pendekatan koreksi, berkata bahwa seorang menjadi penulis karena dia menerima banyak koreksi atau masukan yang diperoleh atas tulisannya, dan d) pendekatan formal, mengungkapkan bahwa keterampialn menulis akan diperoleh bila pengetahuan bahasa, pengalineaan, pewacanaan, serta konvensi atau aturan penulisan dikuasia dengan baik. Menurut Barrs, 1983 (dalam Suparno dan Mohamad Yunus, 2007: 14), pendekatan proses dalam menulis terutama bagi penulis pemula mudah diikuti. Dia akan dapat memahami dan melakukan dengan cepat hal-hal yang harus dipersiapkan dan dilakukan dalam menulis. Pendekatan ini sangat membantu pemahaman dan 16 sikap, baik guru menulis ataupun penulis itu sendiri, bahwa menulis merupakan suatu proses yang kemampuan, pelaksanaan dan hasilnya diperoleh secara bertahap. Pendapat Yeti Mulyati (2004: 49-50), menyatakan bahwa pembelajaran keterampilan berbahasa menggunakan pendekatan sesuai dengan rambu-rambu pembelajaran dalam kurikulum, yaitu: (1) pendekatan komunikatif, (2) pendekatan integrative, (3) pendekatan keterampilan proses, dan (4) pendekatan tematis. Pendekatan komunikatif, jelas tampak dalam butir pembelajaran mendeskripsikan suatu benda, membuat iklan dan sebagainya. Pendekatan integrative, tampak dalam butir pembelajaran menceritakan pengalaman yang menarik, menulis suatu peristiwa sederhana, membaca bacaan kemudian membuat ringkasan, meringkas cerita yang didengar atau dibaca. Pendekatan keterampilan proses, tampak dalam butir pembelajaran melaporkan hasil kunjungan, menyusun laporan pengamatan, membuat iklan, menyusun kalimat menjadi paragraph yang padu. Sedangkan pendekatan tematis, tampak pada butir pembelajaran menulis pengalaman dalam bentuk puisi, menyusun naskah sambutan dan sebagainya. Sebagai proses, menulis merupakan serangkaian aktivitas yang terjadi dan melibatkan beberapa fase atau tahapan. Adapun tahap-tahap dalam menulis menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 1.14-1.25) adalah sebagai berikut. a. Tahap Prapenulisan Tahap ini merupakan fase persiapan menulis. Tahap ini merupakan fase mencari, menemukan dan mengingat kembali pengetahuan atau pengalaman yang diperoleh dan diperlukan penulis. Tujuannya adalah untuk mengembangkan isi serta mencari kemungkinan-kemungkinan lain dalam menulis sehingga apa yang ingin ditulis dapat disajikan dengan baik.pada tahap prapenulisan ini terdapat aktivitas memilih topik, mentapkan tujuan dan sasaran, mengunpulkan bahan atau informasi yang diperlukan serta mengorganisasikan idea tau gagasan dalam bentuk kerangka karangan. Fase ini sangat menentukan aktivitas dan hasil menulis 17 berikutnya. Persiapan yang baik sangat memungkinkan bagi kita untuk mengumpulkan bahan secara terarah, mengaitpadukan antargagasan secara runtut, serta membahasnya secara kaya, luas dan dalam. Sebaliknya, tanpa persiapan yang memadai, banyak kesulitan yang akan kita temukan sewaktu menulis. Intinya, fase ini merupakan persiapan yang dilakukan penulis agar ia dapat menulis dengan baik. b. Tahap Penulisan Pada tahap penulisan kita telah menentukan topik dan tujuan karangan, mengumpulkan informasi yang relevan, serta membuat kerangka karangan. Dengan selesainya itu semua, berarti kita telah siap untuk menulis. Kita mengembangkan butir demi butir yang terdapat dalam kerangka karangan, dengan memanfaatkan bahan atau informasi yang telah kita pilih dan kumpulkan.. Tatkala mengembangkan setiap ide, kita dituntut untuk mengambil keputusan: keputusan tentang kedalaman serta keluasan isi, jenis informasi yang akan disajikan, pola organisasi karangan termasuk di dalamnya teknik pengembangan alinea, serta gaya dan cara pembahasan (pilihan kata, pengalimatan dan pengalineaan). Tentu saja harus diselaraskan dengan topic, tujuan, corak karangan dan pembaca karangan. c. Tahap Pasca Penulisan Fase ini merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan buram yang dihasilkan. Kegiatannya terdiri atas penyuntingan dan perbaikan (revisi). Kegiatan ini bisa terjadi beberapa kali. Penyuntingan adalah pemeriksaan dan perbaikan unsure mekanik karangan seperti ejaan, pungtuasi, diksi, pengalimatan, pengalineaan, gaya bahasa, pencatatan kepustakaan, dan konvensi penulisan lainnya. Adapun revisi atau perbaikan lebih mengarah pada pemeriksaan dan perbaikan isi karangan. Aktivitas menulis mengikuti alur proses yang terdiri dari beberapa tahap. MCKay (Haryadi dan Zamzani, 1996: 78) mengemukakan tujuh tahap, yaitu: (1) pemilihan dan pembatasan masalah, (2) pengumpulan bahan, (3) penyusunan bahan, (4) pembuatan kerangka karangan, (5) penulisan naskah awal, (6) revisi, dan (7) penulisan naskah akhir. McCrimmon sebagaimana dikutip oleh Akhadiah 1988 (Haryadi dan Zamzani, 1996: 78) mengemukakan tiga tahap dalam proses penulisan, yaitu (1) prapenulisan, (2) penulisan, dan (3) revisi. Pendapat Haryadi dan Zamzani (1996: 78-79), secara padat proses penulisan terdiri atas lima tahap, yaitu (1) pramenulis, (2) menulis, (3) merevisi, (4) mengedit, 18 dan (5) mempublikasikan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis sebagai suatu kegiatan yang kompleks. Keterampilam menulis diperoleh melalui dengan banyak latihan dan banyak proses atau tahapan. Dalam menulis, seseorang dimulai dari membuat perencanaan, kemudian mengumpulkan bahan dan dilanjutkan dengan menulis dan merevisi. Tahapan itu dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh sebuah tulisan akhir. B. Media 1. Pengertian Media Istilah media berasal dari bahasa Latin ”medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Makna umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi kepada penerima informasi. Banyak batasan yang diberikan tentang media. Association of Education and Communication TechnologiyAECT (Arief S.Sadiman dkk, 2009: 6) membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne, 1970 (Arief S.Sadiman dkk, 2009: 6), media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Briggs, 1970 (Arief S.Sadiman dkk, 2009: 6) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Asosiasi Pendidikan Nasional/NEA (Azhar Arsyad, 2009: 4) mengartikan media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Heinich dkk, 1982 (Azhar Arsyad, 2009: 4), mengemukakan istilah media sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. 19 Sedangkan Hamidjojo dan Latuheru, 1993 (Azhar Arsyad, 2009:4) memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, dapat didengar dan dibaca. Gagne dan Briggs, 1975 (Azhar Arsyad, 2009: 4), secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film slide, foto, gambar, grafik, televisi dan komputer. Ruminiati (2008: 2-11), memaknai media sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi berupa materi ajar dari pengajar kepada peserta didik sehingga peserta didik menjadi lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Media menurut Soeparno, 1998 (Dadan Djuanda, 2006: 38) adalah suatu alat yang dipakai sebagai saluran (channel) untuk menyampaikan pesan atau informasi dari sumber kepada penerima pesan. Berdasarkan pengertian dan batasan media di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga belajar terjadi. 2. Manfaat Media Di dalam proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media 20 pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, anatara lain tujaun pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa dikuasai. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Secara umum manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Pendapat Hamalik, 1986 (Azhar Arsyad, 2009: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Kemp dan Dayton, 1985 (Aristo Rahadi, 2003: 15-18), mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran adalah : a) b) c) d) e) f) penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan, proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik, prose pembelajaran menjadi lebih interaktif, efisiensi waktu dan tenaga, meningkatkan kualitas hasil belajar siswa, media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, g) media dapat menumbuhkan sikap positip siswa terhadap materi dan proses belajar, dan h) mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif. Selain beberapa manfaat media yang dikemukakan oleh Kemp dan Dayton, 1985 (Aristo Rahadi, 2003: 19) , manfaat praktis media pembelajaran adalah sebagai berikut. 21 a. Media dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih konkret. b. Media juga dapat megatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu. c. Media dapat membantu mengatasi keterbatasan indera manusia. d. Media juga dapat menyajikan obyek pelajaran berupa benda atau peristiwa langka dan berbahaya ke dalam kelas. e. Informasi yang disajikan dengan media yang tepat akan memberikan kesan mendalam dan lebih lama tersimpan pada diri siswa. Menurut Azhar Arsyad (2009: 25-26), ada beberapa manfaat praktis dalam penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar, yaitu : a) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar. b) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. c) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu. d) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang. Sedangkan manfaat media pembelajaran menurut Sudjana dan Rivai, 1992 (Azar Arsyad, 2009: 24-25) adalah sebagai berikut. a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran. c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran. d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, medemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. 22 Menurut Dale, 1969 (Azhar Arsyad, 2009: 23-24), bahan-bahan audio-visual dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran. Adapun manfat media adalah sebagai berikut. a. Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas. b. Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa. c. Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan keutuhan dan minat siswa dengan mneingkatnya motivasi belajar siswa. d. Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa. e. Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampaun siswa. f. Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya hasil belajar. g. Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari. h. Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-konsep yang bermakna dapat dikembangkan. i. Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi yang tepat. j. Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan manfaat media secara ringkas adalah sebagai berikut ini. a. Menarik perhatian siswa. b. Membuat siswa menjadi aktif. c. Menumbuhkan motivasi/semangat belajar siswa. d. Membuat objek abstrak menjadi lebih konkret. e. Memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran. 3. Jenis-Jenis Media Dalam pengertian teknologi pendidikan, media atau bahan sebagai sumber belajar merupakan komponen dari sistem instruksional di samping pesan, orang, teknik latar dan peralatan. Media atau bahan adalah perangkat lunak (software) berisi 23 pesan atau informasi pendidikan yang biasanya disajikan dengan mempergunakan peralatan. Peralatan atau perangkat keras (hardware) merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan yang terkandung pada media tersebut. Dengan masuknya berbagai tekhnologi dalam ilmu pendidikan, media dalam perkembangannya tampil dalam berbagai jenis dan format. Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Mulai dari yang paling sederhana dan murah hingga media yang canggih dan mahal harganya. Ada media yang dapat dibuat oleh guru sendiri, ada media yang diproduksi di pabrik. Ada media yang sudah tersedia di lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan pembelajaran. Masing-masing media tampil dengan ciri-ciri dan kemampuannya sendiri. Berdasarkan itu usaha-usaha penataan timbul, yaitu pengelompokan atau klasifikasi menurut kesamaan ciri atau karakteristiknya. Ada berbagai cara dan sudut pandang untuk menggolong-golongkan jenis media. Menurut Rudy Bretz, 1971 (Aristo Rahadi,2003: 21) mengklasifikasikan media ke dalam tujuh kelompok, yaitu: (1) media audio, (2) media cetak, (3) media visual diam, (4) media visual gerak, (5) media audio semi gerak, (6) media audio visual diam, dan (7) media audio visual gerak. Anderson, 1976 (Aristo Rahadi, 2003:22) mengelompokkan media menjadi 10 golongan, yaitu: (1) auido, (2) cetak, (3) audio-cetak, (4) proyeksi visual diam, (5) proyeksi audio visual diam, (6) visual gerak, (7) audio visual gerak, (8) objek fisik, (9) manusia dan lingkungan, dan (10) komputer. 24 Arief S. Sadiman dkk (2009: 19-27) membuat taksonomi media sebagai berikut. a. Taksonomi menurut Rudy Bretz Bretz mengidentifikasi ciri utama dari media menjadi tiga unsur pokok (suara, visual dan gerak). Bretz membuat delapan klasifikasi media, yaitu: (1) media audio visual gerak, (2) media audio visual diam, (3) media audio semi gerak, (4) media visual gerak, (5) media visual diam, (6) media semi gerak, (7) media audio, dan (8) medai cetak. b. Hierarki Media menurut Duncan Dalam menyusun taksonomi media menurut hierarki pemanfaatan untuk pendidikan. Dapat dijelaskan bahwa semakin rumit jenis perangkat media yang dipakai, semakin mahal biaya investasinya, semakin susah pengadaannya, tetapi juga semakin umum penggunaannya dan semakin luas lingkup sasarannya. Sebaliknya, semakin sederhana perangkat media yang digunakan biayanya akan lebih murah, pengadaannya lebih mudah, sifat penggunaannya lebih khusus, dan lingkup sasarannya terbatas. c. Taksonomi menurut Briggs Taksonomi ini lebih mengarah pada karakteristik menurut stimulus atau rangsangan yang dapat ditimbulkan dari media sendiri, yaitu kesesuaian rangsangan tersebut dengan karakteristik siswa, tugas pembelajaran, bahan dan transmisinya. Briggs mengidentifikasi tiga belas macam media yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu: (1) objek, (2) model, (3) suara langsung, (4) rekaman audio, (5) media cetak, (6) pembelajaran terprogram, (7) papan tulis, (8) media transparansi, (9) film bingkai, (10) film rangkai, (11) film, (12) televisi, dan (13) gambar. d. Taksonomi menurut Gagne Gagne membuat 7 macam pengelompokan media, yaitu: (1) benda untuk didemonstrasikan, (2) komunikasi lisan, (3) media cetak, (4) gambar diam, (5) gambar gerak, (6) film bersuara, dan (7) mesin belajar. e. Taksonomi menurut Edling Menurut Edling, media merupakan bagian dari enam unsur rangsangan belajar, yaitu: (1) dua untuk pengalaman audio meliputi kodifikasi subjektif visual dan kodifikasi objektif audio, (2) dua untuk pengalaman visual meliputi kodifikasi subjektif audio dan kodifikasi objektif visual, dan (3) dua pengalaman belajar tiga dimensi meliputi pengalaman langsung dengan orang dan pengalaman langsung dengan benda-benda. Menurut Azhar Arsyad (1996: 29), berdasarkan perkembangan tekhnologi, media pembelajaran dikelompokkan menjadi empat, yaitu: (1) media hasil teknologi cetak, (2) media hasil teknologi audio-visual, (3) media hasil teknologi yang berdasarkan komputer, dan (4) media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer. 25 Media hasil teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. Kelompok media hasil teknologi cetak meliputi teks, grafik,foto atau representasi fotografik dan reproduksi. Teknologi cetak memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a. Teks dibaca secara linear, sedangkan visual diamati berdasarkan ruang. b. Baik teks maupun visual menampilkan komunikasi satu arah dan reseptif. c. Teks dan visual ditampilkan statis (diam). d. Pengembangannya sangat tergantung kepada prinsip-prinsip kebahasaan dan persepsi visual. e. Baik teks maupun visual berorientasi (berpusat) pada siswa. f. Informasi dapat diatur kembali atau ditata ulang oleh pemakai. Pada teknologi audio-visual cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesanpesan audio dan visual. Ciri-ciri utama teknologi media audio-visual yaitu: a) mereka biasanya bersifat linear, b) mereka biasanya menyajikan visual yang dinamis, c) mereka digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuatnya, d) mereka menggunakan representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstrak, e) mereka dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif, dan 26 f) umumnya berorientasi kepada guru dengan tingkat pelibatan interaktif murid yang rendah. Media hasil tekhnologi yang berdasarkan komputer merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis mikro-posesor. Perbedaan antara media yang dihasilkan oleh teknologi berbasis komputer dengan yang dihasilkan dari dua teknologi lainnya adalah karena informasi/materi disimpan dalam bentuk digital, bukan dalam bentuk cetakan atau visual. Beberapa ciri media yang diahsilkan teknologi berbasis komputer adalah sebagai berikut. a. Mereka dapat digunakan secara acak atau secara linear. b. Mereka dapat digunakan berdasarkan keinginan siswa atau berdasarkan keinginan perancang/pengembang sebagaimana yang direncanakannya. c. Biasanya gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol dan grafik. d. Prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media ini. e. Pembelajaran dapat melibatkan siswa dan melibatkan interaktivitas siswa yang tinggi. Tekhnologi gabungan adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer. Jenis media menurut Seels dan Glagow, 1990 (Azhar Arsyad, 2009: 3334) ada dua kategori yaitu: (1) pilihan media tradisional, dan (2) pilihan media teknologi mutakhir. Pendapat Leshin, Pollock dan Reigeluth, 1992 (Azhar Arzyad, 2009: 36) mengklasifikasikan media ke dalam lima kelompok, yaitu: (1) media 27 berbasis manusia (guru, instruktur, tutor, main peran, kegiatan kelompok, field-trip), (2) media berbasis cetak (buku penuntun, buku latihan), (3) media berbasis visual (buku, alat bantu kerja, bagan, grafik, peta, gambar, transparansi, slide), (4) media berbasis audio visual (video, film, televisi), dan (5) media berbasis komputer. Sedangkan Kempt dan Dayton, 1985 (Azhar Arsyad, 2009: 37) mengelompokkan media ke dalam delapan jenis, yaitu (1) media cetakan, (2) media pajang, (3) overhead transparacies, (4) rekaman audiotape, (5) slide dan fil stripe, (6) penyajian multi image, (7) rekaman video dan film hidup, dan (8) komputer. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar media dibagi menjadi tiga jenis, adalah sebagai berikut ini. a. Media Visual; adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan. b. Media Audio; adalah media yang hanya mengandalkan indera/kemampuan pendengaran. c. Media Audio-visual; adalah media yang mempunyai unsure suara dan gambar. C. Media Gambar 1. Media Gambar Gambar atau foto adalah media yang paling umum dipakai dalam pembelajaran. Gambar dan foto sifatnya universal, mudah dimengerti, dan tidak terikat oleh keterbatasan bahasa. Gambar merupakan bahasa yang umum yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana. Oleh karena itu, pepatah Cina yang mengatakan bahwasebuah gambar berbicara lebih banyak daripada seribu kata (Arief S. Sadiman, 2009: 29). 28 Pendapat Ruminiati (2008: 23), menyatakan media gambar adalah media grafis untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan dalam symbol komunikasi visual. Media gambar sangat sesuai digunakan di SD, terutama kelas awal. Hal itu disebabkan media ini sangat bermanfaat untuk mengkonkretkan hal-hal yang bersifat abstrak dalam bentuk gambar/foto. Menurut Oemar Hamalik, 1986 (Arief S.Sadiman, 2009: 29) gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan, pikiran. Dari beberapa pendapat di atas, menulis menyimpulkan media gambar adalah media yang mengandung pesan tertentu yang dituangkan ke dalam bentuk dua dimensi. 2. Manfaat, Kelebihan dan Kelemahan Media Gambar Menurut Ruminiati (2008: 23) ada beberapa manfaat media gambar, yaitu: (1) mengkonkretkan hal-hal yang bersifat abstrak, (2) mendekatkan dengan objek yang sebenarnya, (3) melatih siswa berpikir konkret, dan (4) memperjelas suatu masalah. Sementara itu Aristo Rahadi (2003: 27) menyebutkan beberapa kelebihan dari media gambar, yaitu: (1) sifatnya konkret, (2) dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, dan (3) harganya relative murah serta mudah dibuat dan digunakan dalam pembelajaran di kelas. Menurut Arief S. Sadiman (2009: 29-30) ada beberapa kelebihan dari media gambar/foto adalah sebagai berikut. a. Sifatnya konkret. Gambar/foto lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata. b. Gambar dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. c. Media gambar/foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. 29 d. Gambar/foto dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman. e. Gambar/foto harganya murah dan gampang didapat serta digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus. Selain kelebihan-kelebihan tersebut, gambar/foto menurut Arief S. Sadiman (2009: 31) juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu: (1) gambar/foto hanya menekankan persepsi indera mata, (2) gambar/foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran, dan (3) ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. Sedangkan Aristo Rahadi (2003: 27) menyebutkan dua kelemahan dari media gambar yaitu: (1) hanya menekankan persepsi indera mata, ukurannya terbatas hanya dapat terlihat oleh sekelompok siswa, dan (2) jika gambar terlalu kompleks, kurang efektif untuk tujuan pembelajaran tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa media gambar mempunyai manfaat yang sangat besar dalam pembelajaran, yaitu: (1) menarik perhatian siswa, (2) meningkatkan motivasi belajar siswa, (3) mengkonkretkan objek yang abstrak, dan (4) mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Selain itu media gambar juga mempunyai kelebihan dan kekurangan yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menggunakan media gambar dalam proses belajar mengajar 3. Media Gambar yang Baik Gambar/foto yang baik sebagai media pendidikaan itu/tentu saja gambar/foto yang cocok atau sesuai dengan tujuan pembelajaran. Menurut Arief S.Sadiman(2009: 31-33) ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar/foto yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai media pendidikan. 30 a. Autentik Gambar itu harus secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang melihat benda sebenarnya. b. Sederhana Komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar. c. Ukuran relative Gambar/foto dapat membesarkan atau memperkecil objek/benda sebenarnya. Apabila gambar/foto tersebut tentang benda/objek yang belum dikenal atau pernah dilihat anak maka sulitlah membayangkan berapa besar benda atau objek tersebut. Untuk menghindari itu hendaknya dalam gambar/foto tersebut terdapat sesuatu yang telah dikenal anak-anak sehingga dapat membantunya membayangkan gambar. d. Gambar/foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. e. Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran. f. Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, gambar hendaknya bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Menurut Aristo Rahadi (2003: 27-28), agar lebih bermanfaat dalam pembelajaran, maka gambar/foto hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut. a. Otentik, artinya dapat menggambarkan objek/peristiwa seperti jika siswa melihat langsung. b. Sederhana, harus menunjukkan dengan jelas bagian-bagian pokok dari gambar tersebut. c. Ukurannya proporsional, sehingga siswa mudah membayangkan benda/objek yang digambar. d. Memadukan antara keindahan dengan kesesuaiannya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gambar yang efektif dalam pembelajaran haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut. a. Gambar yang disajikan hendaknya dalam ukuran besar dan jelas terlihat oleh siswa di kelas. b. Gambar yang disajikan berwarna atau dapat diberi warna sehingga menarik perhatian siswa dan termotivasi. c. Gambar mengandung suatu tindakan atau aktivitas. 31 d. Gambar harus sesuai dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran di dalam kurikulum. 4. Prinsip-Prinsip Pennggunaan Media Gambar Pendapat Dadan Djuanda (2006: 104), menjelaskan secara singkat prinsip umum dalam pembuatan visual/gambar sebagai berikut. a. Visible, berarti mudah dilihat oleh seluruh sasaran didik yang akan memanfaatkan media yang kita buat. b. Interesting, artinya menarik, tidak monoton dan tidak membosankan. c. Simple, artinya sederhana, singkat, dan tidak berlebihan. d. Useful, maksudnya adalah gambar yang ditampilkan harus dipilih yang benar-benar bermanfaat bagi sasaran didik. e. Accurate, isinya harus benar dan tepat sasaran. f. Legitimate, maksudnya bahwa gambar yang ditampilkan harus sesuatu yang sah dan masuk akal. g. Structured, maksudnya gambar harus terstruktur atau tersusun dengan baik, sistematis, dan runtut sehingga mudah dipahami pesannya. Gambar/foto yang baik dapat digunakan sebagai media belajar menurut Dadan Djuanda (2006: 105), ialah gambar/foto yang memiliki ciri-ciri diantaranya: (1) dapat menyampaian pesan dan ide tertentu, (2) memberi kesan yang kuat dan menarik perhatian kesederhanaan dalam warna tetapi memiliki kesan tertentu, (3) merangsang orang yang melihat untuk ingin mengungkapkan tentang objek-objek dalam gambar, (4) berani dan dinamis, pembuatan gambar hendanya menunjukkan gerak atau perbuatan, dan (5) bentuk gambar bagus, menarik, dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan secara singkat prinsipprinsip dalam penggunaan media gambar sebagai berikut. a. Media gambar memiliki ukuran yang besar, sehingga dapat terlihat dengan jelas oleh semua siswa dalam satu kelas. 32 b. Media gambar dibuat dengan baik, jelas dan hendaknya berwarna sehingga dapat menarik perhatian siswa. c. Memiliki suatu tema dan aktivitas/tindakan yang sesuai dengan kompetensi dalam kurikulum. d. Media gambar harus menampilkan suatu gambar yang sah, real, nyata dan masuk akal. e. Media gambar dibuat dengan sederhana, singkat, jelas dan tepat sasaran sehingga tidak mengaburkan makna yang ingin disampaikan. D. Paragraf 1. Pengertian Paragraf Menurut Uti Darmawati dan Anton Suparyanto (2010: 46) paragraf merupakan bagian dalam suatu karangan yang memiliki gagasan pokok. Gagasan pokok merupakan kalimat yang menjadi pokok permasalahan dalam paragraph selanjutnya diikuti gagasan penjelas. Kalimat dalam paragraph harus runtut dan saling berkaitan. Zainudin (1991) menyebutkan paragraf adalah satuan bahasa yang mengandung ide untuk mengungkapkan buah pikiran yang dapat berupa satu atau beberapa kalimat. Paragraf menurut Sabarti Akhadiah (1991: 111) merupakan karangan yang paling pendek/paling singkat. Sebuah paragraf dibangun oleh beberapa kalimat yang saling berhubungan, karena hanya membicarakan satu gagasan pokok/topic atau satu pikiran. Semua kalimat dalam paragraf harus membicarakan gagasan pokok tersebut. Sedangkan Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 3.16) mendefinisikan paragraf atau alinea sebagai satuan bagian karangan yang digunakan untuk mengungkapkan 33 sebuah gagasan dalam bentuk unataian kalimat. Dapat diakatakan bahwa menyusun paragraf pada hakikatnya adalah menyusun sejumlah kalimat dalam rangka menghubungkan sejumlah gagasan. Pendapat Yeti Mulyati dkk (2009: 5.22) menyatakan bahwa paragraf terdiri dari kalimat utama/kalimat pokok dan kalimat penjelas. Kalimat pokok/kalimat utama adalah kalimat yang mengandung pokok permasalahan/gagasan utama. Sementara itu kalimat penjelas merupakan kalimat-kalimat yang menjelaskan kalimat pokok. Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa paragraf merupakan gabungan kalimat yang terdiri dari kalimat topik/kalimat utama dan kalimat-kalimat lain yang menjelaskan kalimat topik/kalimat utama. Kalimat topic adalah kalimat utama yang mengandung gagasan pokok. Sedangkan kalimat penjelas adalah kalimat yang menjelaskan kalimat topik tersebut. 2. Jenis-Jenis Paragraf Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2007: 3.22-3.22) paragraf terdiri dari empat jenis, seperti berikut ini. a. Paragraf Deduktif Jenis paragraf ini memiliki kalimat topik pada bagian awal paragraf dan kalimat-kalimat pengembang setelah kalimat topic. Hal itu berarti bahwa gagasan dasar dikemukakan terlebih dahulu dan gagasan-gagasan pengembang isi paragraf dikemukakan kemudian. Paragraf berikut adalah contoh paragraf deduktif. Semangat serta kesungguhan hati guru dalam mengajar dirasakan makin pudar karena kesejahteraan diabaikan. Imbalan yang mereka terima rendah. Gaji mereka sering terlambat dan banyak potongan untuk keperluan yang kadang-kadang tidak jelas. Mereka juga tidak memiliki status sosial-ekonomi yang bergengsi. b. Paragraf Induktif Paragraf jenis ini memiliki kalimat topik pada bagian akhir paragraf. Hal itu berarti bahwa informasi dalam paragraf diawali dengan gagasangagasan pengembang dan diakhiri dengan gagasan dasar. Paragraf berikut adalah contoh paragraf induktif. 34 Siswa yang rajin belajar dapat ditemukan dimana-mana, di dalam kota, di pinggir kota, dan di desa. Siswa yang berprestasi tinggi cukup banyak dan dapat ditemukan di mana-mana juga. Tidak sedikit di antara mereka yang memperhatikan dan peduli dengan keadaan lingkungan. Tampaknya, masa depan generasi penerus masih dapat diharapkan. c. Paragraf Kombinasi Deduktif dan Induktif Pada jenis ini, paragraf memiliki dua kalimat topic yang ditempatkan pada bagian awal dan bagian akhir. Dua kalimat topik itu memiliki gagasan dasar yang sama, hanya redaksi pengungkapannya berbeda. Kalimatkalimat pengembang berada di antara dua kalimat topic itu. Dibawah ini adalah contoh paragraf kombinasi. Belajar pada hakikatnya berlangsung sepanjang hayat. Sejak bayi anak sudah belajar. Sebelum bersekolah, anak sudah belajar di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Pada usia 6-12 tahun anak mulai bersekolah di sekolah dasar. Setelah menyelesaikan sekolahnya, dia masih terus belajar, setidak-tidaknya belajar memecahkan masalah yang diahdapi setiap saat. Prose situ berlangsung terus sampai tua. Pendek kata, belajar itu tidak mengenal batas umur. d. Paragraf Deskriptif Jenis paragraf ini tidak memiliki kalimat topic dan kalimat pengembang. Semua kalimat yang terdapat dalam paragraf merupakan kalimat topik. Sesuai namanya, paragraf deskritif lazim digunakan untuk mendeskripsikan suatu latar cerita. Paragraf ini digunakan dalam wacana narasi, seperti tampak pada contoh berikut: Dari jauh terdengar anjing menggonggong. Di sekitar tempatku bersembunyi tidak terlihat suara-suara kehidupan. Malam itu sangat sunyi, dan sangat gelap. Desis angin pun tidak terasa, tetapi dinginnya malam sempat menyentuh tulangku. 3. Syarat-Syarat Paragraf Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2009: 3.17-3.21) ada empat persyaratan paragraf, adalah sebagai berikut. a. Persyaratan Kesatuan Kesatuan memiliki arti ketunggalan isi gagasan yang dijamin oleh adanya satu gagasan dasar dan sejumlah gagasan pengembang. Setiap paragraf mengandung satu gagasan dasar dan satu atau sejumlah gagasan pengembang. Gagasan dasar tersebut dikemukakan dalam kalimat topik. Gagasan-gagasan yang lain merupakan gagasan atau pengembang. Kesatuan suatu paragraph terwujud jika dua hal terpenuhi. Pertama, paragraf hanya mengandung sebuah kalimat topik yang berarti hanya berisi sebuah gagasan dasar. Kedua, paragraf berisi kalimat atau sejumlah kalimat pengembang yang berisi gagasan atau sejumlah gagasan pengembang. 35 b. Persyaratan Pengembangan Suatu paragraf berisi satu gagasan dasar dan sejumlah kalimat pengembang. Gagasan dasar diungkapakn dalam kalimat topik dan gagasan pengembang diungkapkan dalam kalimat-kalimat pengembang. Kondisi demikian menunjukkan bahwa paragraph tersebut sudah dikembangkan. Dengan demikian, paragraf tersebut sudah memenuhi persyaratan pengembangan. c. Persyaratan Kepaduan atau Koherensi Kepaduan berarti keserasian hubungan antar gagasan dalam paragraf yang berarti juga keserasian hubungan antar kalimat dalam paragraf. Keserasian itu membuat alur gagasan atau informasi yang terungkap dalam paragraf menjadi lancar. d. Persyaratan Kekompakan atau Kohesi Persyaratan kekompakan mengatur hubungan antar kalimat yang diwujudkan oleh adanya bentuk-bentuk kalimat atau bagian kalimat yang cocok dalam paragraf. Kekompakan dibedakan dalam dua kategori, yakni kekompakan sruktural dan kekompakan leksikal. Kekompakan struktural diungkapkan dengan struktur kalimat yang kompak dan serasi. Kekompakan structural juga dinyatakan dengan pengguanaan alat penggabung kalimat atau konjungsi hubungan antar kalimat (karena itu, jadi, akibatnya, oleh sebab itu, akhirnya, pendek kata, dll). Kekompakan leksikal dinyatakan dengan penggunaan unsur leksikal (ia, itu, -nya, tersebut, dll). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam paragraph terdapat empat persyaratan, yaitu: (1) kesatuan, (2) pengembangan, (3) kepaduan, dan (4) kekompakan. E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar Perkembangan kognitif anak berlangsung secara teratur dan berurutan sesuai dengan perkembangan umumnya. Piaget (Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, 2007: 1.15) mengemukakan proses perkembangan anak melalui empat tahap perkembangan, yaitu: (1) tahap sensorimotor (0;0-2;0), (2) tahap praoperasional (2;07;0), (3) tahap operasional konkret (7;0-11;0), dan (4) tahap operasional formal (11;0-15;0). Pada tahap sensorimotor, kegiatan intelektual hampir pada seluruhnya mencakup gejala yang diterima secara langsung melalui indera. Pada saat anak 36 mencapai kematangan dan mulai memperoleh keterampilan berbahasa, mereka mengaplikasikan dengan menerapkannya pada objek-bjek yang nyata. Anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama yang diberikan kepada benda tersebut. Pada tahap praoperasional perkembangan sangat pesat. Lambang-lambang bahasa yang dipergunakan untuk menunjukkan benda-benda nyata bertambah dengan pesatnya. Keputusan yang diambil hanya berdasarkan intuisi, bukannya berdasarkan analisi rasional. Pada Tahap Operasional konkret (7;0 – 11;0), kemampuan berpikir logis muncul. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini, permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan yang konkret. Anak akan menemui kesulitan bila diberi tugas sekolah yang menuntutnya untuk mencari sesautu yang tersembunyi. Misalnya, anak seringkali menjadi frustasi bila disuruh mencari arti tersembunyi dari suatu kata dalam tulisan tertentu. Mereka menyukai soal-soal yang tersedia jawabannya. Tahap Operasional formal (11;0 – 15;0) ditandai dengan pola berpikir orang dewasa. Mereka dapat mengaplikasikan cara berpikir terhadap permasalahan dari semua kategori, baik yang abstrak maupun yang konkret. Pada tahap ini anak sudah dapat memikirkan buah pikirannya, dapat membentuk ide-ide, berpikir tentang masa depan secara realistis. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Karangtengah Baru. Berdasarkan penjelasan di atas berarti siswa kelas IV SD Karangtengah Baru berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap operasional konkret, cara berpikir siswa masih terkait dengan benda-benda nyata. Karaketristik ini membuat siswa masih membutuhkan suatu alat yang bisa memvisualisasikan ide dan gagasan yang ada 37 dalam pikiran siswa. Salah satunya adalah penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. F. Pemanfaatan Media Gambar Dalam Pembelajaran Menulis Paragraf Proses pembelajaran menulis paragraf dimulai dengan tahap persiapan. Dalam tahap ini guru menyiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi RPP, soal evaluasi menulis paragraph, lembar obsevasi dan media gambar tentunya. Guru menganalisa pokok bahasan yang akan dituangkan dalam bentuk media gambar. Media gambar harus sesuai dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran serta mengandung suatu tema tertentu. Media gambar ini bisa diambil dari buku pelajaran Bahasa Indonesia, majalah, internet bahkan bisa juga merupakan hasil karya guru sendiri. Media dibuat dalam satu ukuran besar dan ditempelkan di papan tulis. Sebelum diberi tugas menulis sebuah paragraf, siswa diminta untuk mengamati gambar tersebut dan melakukan tanya jawab seputar gambar tersebut. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya dan berbicara/berpendapat tentang isi gambar tersebut secara maksimal (tema/topik, aktivitas yang terjadi dalam gambar, pelaku, dll). Siswa bersama guru secara bersama-sama menentukan kalimat utama. Untuk menentukan kalimat/gagasan utama, ada dua cara yang dilakukan dalam penelitian ini. Untuk pertemuan awal, siswa bersama guru menentukan kalimat topik yang akan digunakan (diseragamkan), untuk pertemuan selanjutnya siswa secara individu menentukan kalimat topik. Langkah selanjutnya siswa diminta untuk menulis dalam bentuk paragraf berdasarkan gambar dan kalimat topik yang mereka pilih, serta tidak lupa guru memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan. 38 Secara singkat langkah penggunaan media gambar dalam pembelajaran menulis dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) menyiapkan perangkat pembelajaran berupa RPP, lembar evaluasi menulis paragraf, dan media gambar itu sendiri, 2) guru menganalisa pokok bahasan dan tema yang akan dituangkan dalam bentuk gambar, 3) media gambar dapat diperoleh dari buku pelajaran, majalah, koran, internet ataupun hasil karya guru sendiri. Dalam pembelajaran media gambar dibuat dalam ukuran besar dan berwarna kemudian ditempel di papan tulis, 4) siswa diminta mengamati gambar tersebut dan melakukan tanya jawab seputar gambar tersebut sebelum menceritakan dalam bentuk paragraf, 5) siswa bersama dengan guru membuat kerangka paragraf yang berupa kalimat utama/kalimat topik. Untuk menentukan kalimat topik/kalimat utama ada dua cara yang ditempuh. Pada pertemuan awal, siswa bersama guru menyeragamkan kalimat topik/gagasan utama. Untuk pertemuan selanjutnya, siswa diminta secara individu menentukan kalimat topik, dan 6) siswa diminta untuk menceritakan berdasarkan gambar dan kalimat utama tersebut ke dalam bentuk paragraf yang padu. Guru memberikan bimbingan kepada para siswa dalam proses menulis. G. Kerangka Pikir Menulis paragraf merupakan kegiatan menuangkan ide, gagasan, dan pikiran dalam suatu bentuk tulisan. Pembelajaran menulis paragraf di Kelas IV SD Karangtengah Baru masih dominan dengan menggunakan metode tradisional. Hal ini 39 menyebabkan pembelajaran menulis paragraf menjadi suatu pembelajaran yang membosankan dan kurang menarik. Akibatnya keterampilan menulis paragraf siswa menjadi rendah. Di dalam kegiatan menulis paragraf, siswa mengalami kesulitan dalam menetukan tema atau topik, kalimat/gagasan utama, menemukan kosakata, struktur bahasa, ejaan dan tanda baca. Kalimat-kalimat yang disusun siswa sering tidak gramatikal. Siswa kurang mampu menggunakan kalimat efektif, sehingga sukar dipahami maksudnya. Hal ini diperburuk dengan kurangnya penguasaan ejaan dan tanda baca. Terlihat dalam pengembangan ide atau gagasan, pola pikir yang digunakan siswa sangat kacau. Akibatnya, tulisan siswa sukar dipahami maksud dan tujuannya. Salah satu upaya yang ditempuh untuk meningkatkan keterampilan menulis paragraf adalah dengan menggunakan media dalam pembelajarannya. Penggunaan media gambar dalam pembelajaran menulis paragraf mempunyai manfaat yang sangat besar. Sejalan dengan pendapat Yeti Mulyati dkk (2009: 7.31) bahwa mengarang dengan menggunakan media gambar merupakan satu teknik pengajaran menulis yang sangat dianjurkan oleh para ahli. Hal ini dikarenakan media gambar dapat membuat suatu objek menjadi lebih konkret dan memperjelas objek. Gambar yang kelihatan diam sebenarnya banyak berkata bagi mereka yang peka dan imajinasi. Sebuah gambar dapat menimbulkan daya cipta para siswa. Media gambar menjadi stimulus/rangsangan bagi para siswa untuk berimajinasi sendiri secara kreatif. Disamping itu, media gambar dapat membantu siswa menentukan topik, kalimat utama, menemukan kosakata, mengembangkannya menjadi kalimat kemudian menyusunnya menjadi suatu paragraf yang padu. Media gambar ini mudah dalam pengadaan dan penggunaannya. Gambar dapat diperoleh dari buku, majalah, 40 internet dan hasil karya guru sendiri yang selanjutnya disesuaikan dengan topik atau tema dalam pembelajaran. Yang lebih penting adalah media gambar dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam menulis. Meningkatnya minat dan motivasi menulis akan mengakibatkan meningkatnya keterampilan menulis paragraf siswa dalam mengungkapkan ide atau gagasan yang dituangkan dalam kalimatkalimat sehingga membentuk paragraf. Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan media gambar diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis paragraf pada siswa kelas IV SD Karangtengah Baru. H. Hipotesis Tindakan Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah “Penggunaan media gambar dapat meningkatkan keterampilan menulis paragraf siswa kelas IV SD Karangtengah Baru Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul”. I. Definisi Operasional 1. Menulis paragraf adalah kegiatan menuangkan pikiran ke dalam bentuk bahasa tulis yang terdiri dari kalimat topik/kalimat utama dan kalimat-kalimat lain yang menjelaskan kalimat topik/kalimat utama serta memiliki satu kesatuan yang padu. 2. Media gambar adalah media visual dalam bentuk grafis atau gambar yang dapat mendorong motivasi belajar untuk memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak menjadi lebih konkret dan jelas. Media gambar yang digunakan dalam penelitian ini adalah media gambar yang berkaitan dengan tema tertentu yang diajarkan. 41