BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklan atau

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Iklan atau advertising dalam realita sosial seperti sekarang ini memiliki
peran yang sangat penting dan sudah tidak mungkin dapat dihindari oleh
siapapun (Dyer, 1989:1; Feng Li, 2005:1). Karena itu, iklan menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari sistem ekonomi dan sosial masyarakat modern. Iklan
berkembang menjadi sistem komunikasi dan menjadi ujung tombak suatu
pemasaran. Bagi pengusaha atau produsen, komunikasi melalui periklanan
semacam ini merupakan salah satu strategi untuk memperkenalkan atau
menyampaikan kegunaan dan keunggulan produk yang dipasarkan.
Dalam skala besar, pada masa ini iklan dicatat sebagai genre yang paling
kontroversial karena mampu berkompetisi dan tumbuh dengan cepat di
ekonomi pasar global (El Daly, 2011:2; Dyer, 1989:1; Cook, 2009:1-2). Iklan
dapat dijumpai di mana pun ada ruang kosong, di pinggir jalan, pohon-pohon,
toko, bus, kereta api, bandara, stasiun, televisi, internet, radio, di puncak
gunung, bahkan di dalam laut pun dijumpai iklan, apalagi di majalah dan surat
kabar pasti dijumpai iklan (Crystal, 1987:390; Poppa, 2011:1; Cook, 2001:1).
Alessandri (dalam Drewniany (ed.), 2008:36-37) mengatakan bahwa iklan
merupakan sarana untuk mengenalkan dan mempromosikan merek ‘brand
identity’. Dengan begitu khalayak dapat mengenal dengan baik produk yang
ditawarkan itu ‘brand image’ yang pada akhirnya identitas atau merek tersebut
dapat memenangkan pendapat publik identity leads to image sesuai dengan
yang diinginkan pemasang iklan. Sementara Jalal (2006:14) beranggapan iklan
1
2
adalah informasi persuasif yang disampaikan untuk maksud menjual atau
membeli, baik barang (produk) maupun jasa, baik kepada khalayak umum
maupun kalangan tertentu saja.
Informasi persuasif melalui iklan tersebut disampaikan kepada konsumen
dapat melalui berbagai media, baik elektronik (radio, internet, televisi) maupun
cetak (koran, majalah, papan reklame, baliho, dan sebagainya). Media-media
itulah yang dianggap sebagai perantara komunikasi antara produsen dengan
konsumen distributors of speech (Rotzoll, 1996:147). Pada media elektronik,
seperti televisi, iklan ditampilkan lebih menarik, baik melalui aspek visual
maupun audionya yang mencakup bentuk tulisan, percakapan langsung (brand
ambassador atau endorsernya), video, gambar hidup, disertai musik, jinggel,
dan sebagainya. Dari situ pengiklan atau produsen mengharapkan dapat
menarik perhatian sebesar-besarnya dari calon konsumen. Sementara
penampilan iklan di media cetak, aspek visual, seperti bentuk-bentuk tulisan
ataupun gambar-gambarlah yang mendominasi. Iklan pada media cetak tidak
memperlihatkan unsur bunyi atau suara apapun, baik verbal maupun nonverbal,
melainkan keduanya dikemas menjadi sebuah rangkaian yang terdiri atas unsur
verbal (dalam bentuk teks) dan unsur nonverbal (dalam bentuk gambar, foto,
dan semacamnya).
Peristiwa komunikasi dalam periklanan terbangun dari serentetan unsur
verbal dan nonverbal tersebut menyatu dan mempunyai hubungan pengertian
yang lengkap dan utuh, yaitu berupa pesan-pesan penjualan. Kelengkapan dan
keutuhan pengertian pesan tersebut tidak lain adalah bentuk wacana. Hal ini
sesuai dengan pandangan Cook (2001:3-4) bahwa unsur verbal (teks) dan unsur
3
nonverbal (konteks) yang digunakan untuk berkomunikasi adalah wacana.
Wacana yang terdiri atas teks dan konteks ini merupakan sepenggal bahasa
yang menjalankan fungsinya (language in use).
Teks adalah bentuk nyata atau realisasi dari semua ujaran, respon, aksi
masyarakat, dan sebagainya, baik berupa lisan maupun tulis. Wijana (2009:72)
mengatakan bahwa teks adalah semua bentuk ekspresi komunikasi, ucapan,
musik, gambar, efek suara, dan sebagainya. Dalam suatu tindak komunikasi,
ujaran yang sedang dipakai mengandung suatu muatan makna yang didukung
oleh berbagai komponen sehingga membentuk teks. Teks dalam hal ini adalah
ujaran yang dapat berupa sebuah kata, sebuah frasa, atau sebuah klausa saja.
Jadi, bentuk realisasi komunikasi tersebut dalam bentuk lisan, seperti
percakapan, ritual keagamaan, transaksi belanja, dan sebagainya, sedangkan
dalam bentuk tulis, seperti teks pidato, poster, iklan di media cetak, dan
sebagainya. Istilah teks di sini akan kita gunakan sebagai terminologi teknis
untuk mengacu bentuk komunikasi verbal.
Sementara itu, konteks adalah semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan
ataupun tulisan, musik, gambar, citra dan sebagainya. Konteks adalah semua
latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur
Wijana (1996:11). Konteks juga berupa semua situasi dan hal yang berada di
luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa verbal, seperti siapa
partisipannya, di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan
sebagainya. Di sinilah konteks sangat berperan sebagai pembentuk teks. Teks
sendiri tanpa konteks tidak sepenuhnya dapat menampilkan makna dan pesan.
4
Jadi, di sini teks tidak dipahami sebagai mekanisme internal linguistik
saja melainkan teks dipahami dalam konteks keseluruhan. Bagaimana
masyarakat menggunakan bahasa (teks) dalam kehidupan lingkungannya,
dalam situasi dan konteks yang bagaimana sehigga antara bahasa (teks) dan
konteksnya menyatu dan padu.
Di situlah, makna unsur verbal menyatu
dengan makna unsur nonverbal dalam satu rangkaian konteks dan situasi
sebagaimana yang dikatakan Firth melalui Syamsuddin (1992:2) bahwa bahasa
hanya akan bermakna jika menyertakan konteks ‘language as only meaningful
in its context of situation’.
Dalam teks yang tercetak, setiap kalimat adalah suatu pernyataan yang
bisa dicari relevansinya dengan kenyataan yang diacu dan diusut arah
logikanya secara berulang-ulang guna menguji koherensinya. Teks dalam iklan
merupakan bentuk praktik sosial sebagaimana dikatakan Gee (2005:8)
language has meaning only in and through social practice, yaitu bahasa (teks)
itu baru bermakna pada saat digunakan di dalam sosial masyarakat. Bagaimana
teks bahasa (linguistic forms) itu bekerja di dalam praktik sosiokultural. Akan
tetapi, tidak bias dipungkiri, seringkali teks yang dipergunakan dalam iklan di
media cetak, sulit dipahami oleh pembaca yang awam, apalagi jika memang
bukan budayanya sendiri atau kultur yang berbeda. Dengan demikian perlu
penjelasana lebih lanjut. Hal tersebut dapat diperhatikan seperti peringatan
kepada masyarakat (layanan masyarakat) di bawah.
1.
"‫"التدخني لفرتة طويلة يؤثر على العالقة الزوجية‬
[at-tadkhīn li fithratin thawīlah yu’atstsiru `alā al-alāqah
az-zaujiyyah]
‘Merokok dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan
5
hubungan suami istri’
Gambar 1.1
Peringatan pada Bungkus Rokok di Mesir
Frasa adjectival
‫العالقة الزوجية‬
‘hubungan suami istri’ dalam kalimat di atas
adalah penanda, gambar ‘rokok bengkok’ pada bungkus rokok itu juga
penanda, tetapi kata dan gambar tersebut secara sendiri-sendiri tidak memiliki
makna yang spesifik. Namun, ketika kedua penanda tersebut dikaitkan satu
sama lain, bagi
pengguna bahasa
tertentu, penanda-penanda tersebut,
tentunya memiliki ‘konsep makna’ atau pemahaman sendiri yang sudah
diketahui dan kemudian disepakati bersama di antara masyarakat penggunanya.
Mereka akhirnya pasti paham dengan penanda-penanda itu setelah dirangkai
sedemikian rupa, maka muncul makna atau pesan yang dapat dipahami dan
sangat logis.
Contoh di atas adalah teks peringatan yang tertera pada bagian depan dan
belakang kotak bungkus rokok Cleopatra, produksi Mesir. Peringatan
6
semacam itu tidak hanya tertera pada rokok produksi Mesir saja, tetapi juga
terdapat pada rokok-rokok produk luar (Mesir), seperti Marlboro dan lainnya
yang dipasarkan di Mesir. Teks di atas memang merupakan ketentuan
Departemen Kesehatan yang harus dicantumkan oleh produsen pada bungkus
rokoknya. Peringatan tersebut ditujukan kepada para perokok di Mesir bahwa
merokok dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan yang
serius, yaitu hubungan suami-istri. Teks (verbal) ‘gangguan hubungan suami
istri’ tersebut merupakan hasil dari terlalu banyak merokok. Ilustrasi
(nonverbal) berupa sebatang rokok filter, sebagian besar sudah terbakar yang
dapat dibedakan dari abu yang masih menempel pada sisa rokok dan sisa yang
belum terbakar, berbentuk melengkung atau membengkok merupakan konteks.
Antara teks (verbal) dan konteks (nonverbal) di atas secara bersama-sama
menghasilkan makna dan pesan. Makna yang diperoleh adalah rokok yang
terus terbakar akan habis tinggal abu. Abu rokok adalah bagian dari rokok,
yaitu residu. Residu atau sampah rokok tidak ada gunanya, tidak memiliki
kekuatan yang bisa menegakkan rokok itu lagi. Begitu pula jika seorang suami
terlalu banyak banyak merokok akan ada bagian dari (milik) suami itu yang
tidak berfungsi, tidak bisa tegak dan bengkok seperti rokok alias impoten. Oleh
karena itu, jika ini terjadi, maka pasti hubungan antara suami dan istri itu akan
terganggu.
Hal ini berbeda sekali dengan peringatan yang tertera pada bungkus
rokok di Indonesia yang berbunyi ‘Merokok dapat menyebabkan kanker,
serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin’ (teks verbal)
tanpa ilustrasi (dulu). Namun, sekarang rokok di Indonesia sudah disertai
7
gambar, seperti luka kanker yang menganga dan mengerikan, jantung yang
luka menghitam, dan sebagainya. Dari dua bentuk teks peringatan pada rokok
di atas tampak adanya perbedaan budaya dan perilaku masyarakat di dua
negara ini. Pemerintah Mesir menyikapi masalah akibat merokok yang
ditekankan adalah impotensi.
Di Mesir penjabaran kata impotensi justru lebih ditonjolkan dan menjadi
perhatian, bahkan divisualisasikan dengan gambar rokok yang sudah terbakar
dan tidak lurus lagi (bengkok). Ikon ‘rokok bengkok’ (konteks/nonverbal)
pada bungkus rokok itu ada hubungannya dengan frase adjectival (teks/verbal)
‘hubungan suami isteri’. Hubungan teks dan konteks tersebut adalah ‘laki-laki
yang terlalu banyak merokok dalam jangka waktu lama akan menyebabkan
‘alat vitalnya’ menjadi lemah lunglai. Akibatnya bengkok seperti gambar
‘rokok’ tersebut dan tidak mampu tegak ‘karena sudah terbakar oleh rokok’.
Jika lunglai semacam itu, tidak akan mampu lagi ‘berhubungan intim’ dengan
istrinya. Artinya, terlalu banyak merokok bisa menimbulkan efek yang sangat
serius dan fatal, yaitu disereksi atau impotensi. Ini sebuah pertanda buruk bagi
laki-laki. Jika seorang laki-laki lunglai tidak berdaya dengan pasangannya di
atas ranjang merupakan masalah yang serius dalam budaya Mesir. Laki-laki
yang tidak perkasa di atas ranjang adalah aib, tabu, dan harus dihindari.
Impotensi bisa akan mengganggu keharmonisan hubungan dengan suami-istri.
Akibatnya, rumah tangga akan mengalami ketidakharmonisan, kegoncangan,
dan seterusnya.
Dengan demikian, tuturan atau teks dan konteks tersebut memiliki daya
perlokusi yang menunjukkan kesejajaran fungsi tutur dan prilaku sosial yang
8
diharapkan, yaitu ‘himbauan (keras), larangan, dan juga perintah’ kepada para
perokok: “hati-hatilah dengan rokok, hindari rokok, jangan terlalu banyak
merokok, rokok dapat mengganggu kesehatan, kalau tidak mau ‘alat vital’
Anda ‘lemah dan lunglai tak berdaya’ seperti bengkoknya rokok pada gambar
tersebut, dan seterusnya.
Dari itu,
peneliti merasakan
bahwa wacana persuasif nonpersonal
melalui IKOMCEMES sangat menarik dalam menyampaikan berbagai macam
pesan karena seluruh unsur verbal maupun nonverbal tampak erat
keterkaitannya.
Apalagi
pesan-pesan
yang
dikonstruksikan
di
dalam
IKOMCEMES tersebut dari nilai-nilai dan konteks budaya yang berkembang
di masyarakat Mesir. Unsur-unsur pembentuk wacana tersebut dikemas oleh
copywriter maupun visualiser dan yang terkait dengan bahasa yang indah dan
ilustrasi yang sangat menarik dan dengan metode persuasi yang tepat. Ilustrasi
sebagai isyarat nonverbal digunakan untuk menggambarkan (pesan) apa yang
telah dikatakan secara verbal (Littlejohn, 2014:162).
Dalam iklan, kata Crystal (1987:396) yang penting adalah kekuatan
bahasa. Bahasa yang ditunjukkan dalam iklan harus mampu menimbulkan efek
kekaguman, positif, tidak memihak, dan menekankan keunikan suatu produk.
Akan tetapi, komuniksi dalam iklan yang efektif tidak hanya ditentukan dengan
kata-kata (verbal), melainkan dengan gambar atau visual yang menarik. Pada
hakekatya pesan iklan lebih cepat diterima calon konsumen jika disajikan
dalam bentuk visual (nonverbal). Pengaruh visualisasi akan membuat calon
konsumen mampu berimajinasi dan meningat-ingat produk yang sedang
ditawarkan. Dengan visualisasi yang menarik tersebut secara tidak langsung
9
mampu memaksa pembaca atau siapa pun yang melihatnya untuk sejenak
merenungkan maknanya. Oleh karena itu, kata-kata dan gambar dipilih agar
iklan tampak unik dan memikat calon konsumen dan akhirnya mereka mau
membeli dan menggunakan produk yang ditawarkan. Dengan demikian iklan
dapat membentuk dan menghasilkan prilaku, janji-janji, keyakinan, illusi
terhadap barang-barang yang diiklankan, dan rasa penasaran jika tidak
membeli produk yang diiklankan (Pajnik, 2002:279).
Bagi pengusaha dan produsen, iklan memang menjadi pilihan menarik
dalam kegiatan komunikasi pemasaran. Iklan merupakan ujung tombak untuk
mendukung pemasaran dan kesuksesan bisnisnya. Tidak ada perusahaan yang
ingin maju dan memenangkan kompetisi bisnisnya tanpa menggunakan jasa
periklanan (Wijana, 1991:1). Untuk itu, diperlukan sebuah kreatifitas seni
untuk menjual ‘commercial arts’ (Nixon, 2003:91), yaitu melalui iklan.
Kreatifitas dalam iklan dapat diperhatikan dari penampilan iklan yang
kini semakin beragam dan menarik perhatian. Penampilan iklan yang demikian
tentu melibatkan banyak expertist atau ahli, seperti penulis, pelukis, seniman,
sutradara film, bahkan para artis yang menjadi Grand Ambasador atau
Endorser produk modern yang diiklankan. Oleh karena itu, di negara-negara
maju, iklan yang memenuhi halaman-halaman surat kabar ataupun majalah
merupakan bentuk seni yang resmi atau official art (Dyer 1989:1).
Namun, di lain pihak, Ogilvy dan Mather, biro iklan terkemuka di
Amerika (dalam Kasali, 1995:80), menampik pendapat Dyer ini. Dia
mengemukakan bahwa iklan bukanlah hiburan atau seni, melainkan sebuah
media informasi yang berorientasi lebih pada keuntungan daripada sekedar
10
nilai kreatif. Akan tetapi, kemudian pendapat Ogilvy ini juga disanggah oleh
Lowe (1996:88) yang justru mendukung Dyer bahwa kemampuan menciptakan
naskah iklan yang bagus dan menarik merupakan seni atau deviasi seni.
Sementara Indarto (dalam Santoso, 2006:18), sebagai praktisi iklan, berusaha
menggabungkan pendapat-pendapat di atas dan menyatakan bahwa umumnya
iklan yang bagus adalah iklan yang menarik, memiliki daya pikat atau persuasi
yang tinggi, menghibur, bahkan lucu, dan sekaligus dapat menjual.
Dari semakin menariknya penampilan iklan itulah, maka ada pandangan
umum bahwa bonafiditas suatu perusahaan dapat dinilai atau diperhitungkan
dari berapa jumlah dana yang dialokasikan oleh perusahaan untuk iklan atau
promosinya (Lee, 2011:5). Sebagai contoh, di Amerika Serikat (tahun 1997)
pembelanjaan iklannya mencapai 13.5 miliar dolar;
perusahaan otomotif
mencapai 6.5 miliar dolar; produk eceran sebesar 3.4 miliar dolar; restoran
sebesar 1.9 miliar dolar, dan makanan sebesar 1.7 miliar dolar.
Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama Accounting Firm
Pricewaterhouse Coopers (dalam Jaiz, 2011: 14) menyebutkan bahwa tahun
2004 biaya belanja iklan di Amerika Serikat sudah mencapai 212 miliar dolar,
dan di seluruh dunia mencapai 414 miliar dolar. Sementara 2010 pembelanjaan
iklan di seluruh dunia diperkirakan sudah mencapai labih dari setengah triliun
dolar. Sebuah angka yang fantastis dan luar biasa, betapa besar anggaran iklan
yang harus dibelanjakan oleh perusahan. Kemewahan iklan, jika dilihat dari
beaya yang dikeluarkan, inilah yang sering membuat pemirsa terpesona,
memandangi iklan dengan rasa kagum bahkan sejenak menghipnotis orang
11
untuk tidak menggunakan rasionya (Agustrijanto, 2006:3) dan bertanya-tanya
berapa biayanya membuat iklan semacam itu.
Dengan melihat dan memperhatikan iklan yang demikian itu pemirsa
menjadi teringat (mnemonic) terus di benaknya (Jaiz, 2011:31) bahwa iklan
‘itu’ adalah iklan produk A atau B ‘brand image’. Misalnya, ungkapan ‘Orang
Pintar Minum Tolak Angin’ pasti orang akan ingat kapan pun di mana pun jika
terkena masuk angin akan mencari Tolak Angin yang diproduksi oleh Sido
Muncul.
1.2 Ruang Lingkup Masalah dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini difokuskan pada
analisis wacana terhadap unsur verbal dan nonverbal pada iklan komersial di
media cetak Mesir (IKOMCEMES). Iklan di media cetak yang dimaksud
adalah iklan-iklan pada surat kabar dan majalah yang terbit di Mesir. Dua
media ini dipilih karena media komunikasi ini
umum digunakan oleh
produsen untuk beriklan dan menjual produknya, di samping jangkauan
distribusinya yang luas serta tidak mengenal ruang dan waktu.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memerikan pentingnya unsur-unsur
yang membangun wacana dalam IKOMCEMES, mengapa pengiklan atau
copywriter dan visualiser memilih dan menggunakan unsur verbal (teks) serta
unsur nonverbal, seperti
penyertaan ilustrasi, gambar, atau bentuk-bentuk
nonverbal lainnya yang terkait dengan konteks sosial budaya dalam sebuah
iklan komersial di media cetak Mesir tersebut. Selain itu, bagaimana relasi
antara kedua unsur tersebut sehingga memiliki makna pesan yang utuh dan
lengkap sebagaimana yang diinginkan pengiklan atau advertiser.
12
Dari latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan masalah-masalah
yang muncul sebagai berikut.
a. Bagaimanakah penggunaan unsur verbal dan nonverbal dalam membentuk
wacana dan kepaduannya dalam IKOMCEMES?
b. Bagaimana struktur dan tipe-tipe wacana IKOMCEMES?
c. Bagaimana hasil penelitian IKOMCEMES dalam kaitannya dengan makna
atau pesan (message) yang terkandung di dalamnya untuk disampaikan
kepada pembaca?
1.3 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang iklan komersial pada media cetak ataupun elektronik
sudah banyak dilakukan sebelumnya, baik penelitian untuk skripsi, tesis,
maupun disertasi, khususnya iklan berbahasa Indonesia dan yang lainnya.
Sementara iklan komersial berbahasa Arab, penelitian yang dilakukan
sebelumnya masih terbatas pada pembicaraan tentang unsur verbal dalam iklan
komersial dan sama sekali belum menyinggung unsur nonverbal (yang juga
menjadi bagian penting dalam iklan), baik pada iklan media cetak maupun
elektronik.
Pentingnya kedua unsur itu hadir dalam satu iklan media cetak yang
kemudian menjadi alasan mengapa penulis memilih tema ini. Sejauh
pengamatan penulis penelitian tentang iklan komersial berbahasa Arab di
media cetak Mesir, belum pernah diteliti secara komprehensif. Artinya,
penelitian-penelitian wacana iklan komersial berbahasa Arab yang ada baru
menganalisis aspek kebahasaan (unsur verbal) saja. Sementara aspek luar
13
bahasa (unsur nonverbal) sejauh yang terjangkau pengamatan penulis belum
pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Dengan demikian penelitian wacana iklan komersial di media cetak
Mesir (IKOMCEMES) ini layak untuk penulis jadikan objek penelitian karena
penelitian yang dilakukan melibatkan semua unsur pembentuk wacana iklan,
baik unsur verbal maupunn unsur nonverbalnya. Hal ini menurut penulis
sejalan dengan pendapat para ahli bahwa unsur-unsur tersebut merupakan satu
kesatuan pembentuk pesan atau makna yang lengkap sebagaimana yang
diinginkan pengiklan.
1.4 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang dikemukakan tersebut, maka penelitian ini
memiliki tujuan teoretis maupun tujuan praktis.
Tujuan teoretisnya
ditemukannya empat tipe struktur (susunan) elemen iklan komersial media
cetak Mesir, yaitu struktur lima elemen, empat elemen, tiga elemen, dan dua
elemen beserta variasi-variasi susunannya. Misalnya, struktur dua elemen pada
IKOMCEMES ditemukan beberapa variasi, tidak hanya headline dan signature
line, tetapi juga headline dan illustration; headline yang menyatu dengan
signature line, dan illustration. Dua elemen tersebut masing-masing adalah
elemen verbal dan nonverbal.
Di samping itu, unsur verbal pada elemen headline merupakan elemen
yang dianggap mampu menarik perhatian pembaca atau calon konsumen, akan
tetapi, di dalam IKOMCEMES yang mampu menarik perhatian pembaca atau
calon konsumen tidak hanya terdapat pada elemen headline, tatapi juga
terdapat pada elemen ilustrasi (nonverbal). Dengan adanya kemajuan dan
14
kreativitas dalam periklanan ini harapannya konsumen mau mengikuti arahan,
bujukan pengiklan, dan akhirnya mau membeli dan menggunakan produk yang
mereka tawarkan.
Adapun tujuan praktisnya adalah:
a. mengungkap dan menjelaskan unsur-unsur pembentuk wacana di dalam
wacana IKOMCEMES dan memerikan koherensi antarunsurnya,
b. menjelaskan tipe-tipe dan struktur elemen yang digunakan dalam wacana
IKOMCEMES,
c. menjelaskan implikasi antarunsur pembentuk wacana IKOMCEMES
tersebut sesuai dengan konteksnya sehingga dapat dipahami makna dan
pesan IKOMCEMES.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian wacana IKOMCEMES
ini juga
diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat umum sebagai berikut.
a. memahami apa unsur-unsur wacana IKOMCEMES dan bagaimana tipe-tipe
struktur elemen IKOMCEMES, baik unsur kebahasaan (verbal) maupun
unsur
luar kebahasaannya (nonverbal),
b. mempermudah konsumen memahami makna dan pesan iklan sehingga
dapat merespon bentuk-bentuk iklan yang ditawarkan,
c. temuan hasil penelitian tentang tipe-tipe atau pola struktur elemen
IKOMCEMES yang menarik dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh
copywriter dan desainer grafis iklan visual dan usaha periklanan di
Indonesia.
15
Download