Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Audit
Dalam kegiatan audit terdapat proses perbandingan antara kondisi dan
kriteria. Kondisi adalah kenyataan yang ada atau keadaan sebenarnya yang
melekat pada objek yang diaudit, sedangkan kriteria adalah bahan pembanding,
tolak ukur, atau hal-hal yang sebenarnya dikerjakan ataupun juga hal-hal yang
seharusnya melekat pada objek yang diaudit.
Pada dasarnya audit bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan dari
suatu kegiatan sudah sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa audit merupakan suatu proses membandingkan antara
kenyataan yang ada dengan yang seharusnya ada.
2.1.1
Pengertian Auditing
Secara umum auditing artinya memeriksa. Auditing memberikan nilai
tambah bagi laporan keuangan. Ditinjau dari profesi akuntan publik, auditing
adalah pemeriksaan (examination) secara objektif atas laporan keuangan suatu
perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan
keuangan disajikan dengan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut. Berikut ini
beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian auditing.
Pengertian auditing menurut Arens, dkk., yang diterjemahkan oleh Tim
Dejacarta, dalam bukunya “Auditing: Auditing dan Pelayanan Verifikasi”
(2008;15) pengertian auditing adalah:
“Auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti
atas informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat
kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan. Auditing harus dilaksanakan oleh seseorang yang
kompeten dan independen.”
5
6
Sedangkan menurut Sukrisno Agoes dalam bukunya “Auditing:
(Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik” (2004;3) pengertian
auditing adalah:
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis,
oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang
telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan
dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan
tersebut.”
Sementara itu pengertian Auditing menurut Mulyadi dalam bukunya
“Auditing” (2002;9) adalah sebagai berikut:
“Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi
dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.”
Dari definisi yang telah diungkapkan diatas, secara umum dapat
disimpulkan unsur-unsur penting, yaitu:
1. Pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti
2. Proses yang sistematik
3. Bersifat objektif dan independen
4. Berhubungan dengan kegiatan dan kejadian ekonomi
5. Penyampaian hasil laporan kepada pihak yang berkepentingan.
2.1.2
Jenis-jenis Audit
Menurut Sukrisno Agoes dalam bukunya “Auditing: (Pemeriksaan
Akuntan) oleh kantor Akuntan Publik” Jilid 1, jenis audit dapat ditinjau dari
dua sudut, yaitu:
1. Ditinjau dari sudut luas pemeriksaan, audit dibedakan atas:
1) General Audit (Pemeriksaan umum)
General Audit adalah suatu pemeriksaan umum atas laporan
keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)
7
independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
2) Special Audit (Pemeriksaan Khusus)
Special Audit adalah sutu pemeriksaan terbatas (sesuai
permintaan auditee) yang dilakukan oleh Kantor Akuntan
Publik
(KAP)
yang
independen,
dan
pada
akhir
pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat
terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Ditinjau dari sudut jenis pemeriksaan, audit dibedakan atas:
1) Manajemen Audit (Audit Operasional)
Manajemen Audit adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan
operasi suatu pemeriksaan, termasuk kebijakan akuntansi dan
kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen,
untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah
dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis. Tujuan audit
operasional adalah untuk:
a. Mengevaluasi kinerja
b. Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan
c. Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan
lebih lanjut.
2) Compliance Audit (Pemeriksaan Ketaatan/Audit Kepatuhan)
Compliance Audit adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakah perusahaan klien sudah menaati peraturanperaturan dari kebijakan-kebijakan yang berlaku atau sudah
mengikuti prosedur-prosedur baik yang telah ditetapkan oleh
pihak internal perusahaan maupun pihak eksternal.
8
3) Financial Statement Audit (Audit Laporan Keuangan)
Financial Statement Audit adalah audit yang dilakukan oleh
auditor
independen
untuk
menentukan
apakah
laporan
keuangan secara keseluruhan telah disajikan sesuai Standar
Akuntansi Keuangan (SAK).
2.1.3
Jenis-jenis Auditor
Menurut Mulyadi dalam bukunya “Auditing”, auditor yang melaksanakan
pemeriksaan dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Auditor Independen
Auditor Independen adalah auditor professional yang menyediakan
jasanya kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas
laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama
digunakan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai laporan keuangan
seperti kreditur, investor, calon kreditur, calon investor, dan instansi
pemerintah.
2. Auditor Internal
Auditor Internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang
tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan
baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan perusahaan,
menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan perusahaan,
serta menentukan keadaan informasi yang dihasilkan berbagai bagian
perusahaan.
3. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor professional yang bekerja di
instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas
pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi
pemerintahan.
9
Auditing
External auditing
Internal Auditing
Government Auditing
Dilaksanakan oleh
auditor independen
atas dasar kontrak
kerja
Dilaksanakan oleh
audit internal
sebagai karyawan
organisasi
Dilaksanakan oleh
auditor pemerintah
sebagai karyawan
pemerintah
Mencakup berbagai
tipe audit, terutama
audit laporan
keuangan
Mencakup audit
kepatuhan dan audit
operasional
Mencakup audit
laporan keuangan,
audit kepatuhan, dan
audit operasional.
Gambar 2.1 Jenis-jenis Auditor
Sumber: Mulyadi dalam bukunya “Auditing” (2002;28)
2.2
Audit Internal
2.2.1
Pengertian Audit Internal
Dengan berkembanganya era globalisasi dan makin pesatnya persaingan
pasar dewasa ini, menjadikan banyaknya perusahaan yang baru bermunculan,
dengan upaya mencari keuntungan dan untuk memenuhi kebutuhan seluruh
masyarakat, maka dari itu setiap perusahaan setiap perusahaan harus berusaha
meningkatkan daya saingnya secara berkelanjutan. Salah satu cara yang ditempuh
10
adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari kegiatan usahanya. Untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari kegiatan usahanya, suatu perusahaan
sangat memerlukan adanya internal audit yang efektif atau pemeriksaan yang
bersifat independen.
Istilah audit internal didalam akuntansi mempunyai arti yang sangat
penting, menurut Hiro Tugiman dalam bukunya “Standar Profesional Internal
Audit” (2005;11), pengertian audit internal adalah sebagai berikut:
“Audit internal atau pemeriksaan intern adalah suatu fungsi
penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji
dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan.”
Pengertian audit internal menurut Amin Widjaja Tunggal dalam bukunya
“Internal Auditing” (2005;3), adalah:
“Audit
internal
adalah
pekerjaan
penilaian
yang
bebas
(Independent) dalam suatu organisasi untuk meninjau kegiatankegiatan perusahaan guna memenuhi kebutuhan pimpinan.”
Sedangkan menurut Lawrence B. Sawyer, dkk yang dialihbahasakan oleh
Desi Adharini dalam bukunya “Audit Internal Sawyer” (2005;10), pengertian
audit internal adalah sebagai berikut:
“Audit internal adalah sebuah penilaian secara sistematis dan
objektif yang dilakukan oleh auditor internal terhadap operasi
dan control yang berbeda-beda dalam organisasi untuk
menentukan apakah (1) informasi keuangan dan operasi telah
akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihapi perusahaan
telah diidentifikasi dan diminimalisasi; (3) peraturan eksternal
serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah
diikuti; (4) kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; (5)
sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis; dan (6)
tujuan organisasi telah dicapai secara efektif semua dilakukan
dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan
membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung
jawabnya secara efektif.”
11
Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa audit
internal adalah kegiatan penilaian yang tidak terikat (independen) dalam suatu
organisasi atau perusahaan dan kegiatan dari audit internal ini adalah menilai
pekerjaan, operasi atas program untuk menilai apakah hasil yang dicapai telah
sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, dan apakah pekerjaan,
operasi atau program tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dengan
tujuan menjalankan tanggung jawabnya secara efektif guna memenuhi kebutuhan
pimpinan.
Pimpinan perusahaan akan mengambil langkah-langkah yang positif untuk
menyatakan hal yang menyimpang dari laporan keuangan, prosedur, peran-peran
serta kebijakan yang telah ditetapkan oleh pimpinan berdasarkan atas laporan
yang diberikan dari bagian audit internal.
2.2.2
Fungsi Audit Internal
Konsorsium organisasi profesi Audit internal dalam bukunya “Standar
Organisasi Profesi Audit Internal” (2004;12), mengemukakan fungsi audit
internal, yaitu:
“Fungsi audit internal adalah membantu organisasi dalam
memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara
mengevaluasi kecukupan, efisiensi, dan efektivitas pengendalian
tersebut serta mendorong peningkatan pengendalian tersebut serta
mendorong
peningkatan
pengendalian
intern
secara
berkesinambungan.”
2.2.3
Tanggung Jawab Audit Internal
Menurut Mulyadi dalam bukunya “Auditing”(2002;29), mengemukakan
tanggung jawab audit internal, yaitu:
“Menelaah dan menilai kewajaran, kesesuaian, efektivitas, dan
aplikasi yang tepat dari pengendalian akuntansi, keuangan, dan
operasi yang lain. Menentukan sejauh mana kesesuaian dengan
pengendalian dan kebijakan, rencana, dan prosedur lain yang
ditetapkan. Menentukan sejauh mana aktiva perusahaan dapat
dipertanggung jawab dan diamankan dari kehilangan dalam segala
bentuk. Menentukan keandalan dari keuangan manajemen yang
dikembangkan dalam organisasi. Menerbitkan laporan kepada
12
tingkat manajemen yang tepat yang menyatakan kesimpulan dan
rekomendasi.”
Audit internal digunakan untuk memelihara pengendalian intern yang
efektif serta mendorong peningkatan pengendalian intern organisasi dalam
melaksanakan tanggung jawabnya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan
baik dan sesuai yang diharapkan.
2.2.4
Tujuan Audit Internal
Menurut Institute of internal Auditor yang diterjemahkan oleh Hiro
Tugiman (2005;11), dalam bukunya “Standar Profesional Audit Internal” tujuan
internal audit adalah sebagai berikut:
“Tujuan internal audit atau pemeriksaan intern adalah membantu
semua anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung
jawabnya secara efektif. Untuk itu, pemeriksaan internal akan
melakukan analisa, penilaian, dan mengajukan saran-saran, tujuan
pemeriksaan mencakup pula pengawasan pengembangan yang efektif
dengan biaya-biaya yang wajar.”
2.2.5
Ruang Lingkup Audit Internal
Menurut Guy, dkk,. yang dialih bahasakan oleh Paul A. Rajoe dalam
bukunya “Auditing” (2004;410), menyatakan bahwa ruang lingkup audit internal
adalah sebagai berikut:
1. Menelaah keandalan (Reliabilitas dan Integritas) informasi keuangan
dan operasi serta perangkat yang digunakan untuk mendeteksi,
mengukur, mengklasifikasi, dan melaporkan informasi tersebut.
2. Mereview berbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan
kesesuaiannya dengan berbagai kebijaksanaan, rencana, prosedur,
hokum, dan peraturan yang dapat berakibat penting terhadap
kegiatan organisasi, serta harus menentukan apakah organisasi telah
mencapai kesesuaian dengan hal-hal tersebut.
3. Mereview berbagai cara yang digunakan untuk melindungi harta
dan, bila dipandang perlu, memverifikasi keberadaan harta-harta
tersebut.
4. Menilai keekonomisan dan keefisienan penggunaan berbagai
sumberdaya.
5. Mereview berbagai operasi atau program untuk menilai apakah
hasilnya akan konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah
13
ditetapkan dan apakah kegiatan atau program tersebut dilaksanakan
sesuai dengan yang direncanakan.
Ruang lingkup kegiatan audit internal mencakup bidang yang sangat luas
dan komplek, meliputi seluruh tingkatan manajemen baik yang sifatnya
administratif maupun operasional. Hal tersebut sesuai dengan komitmen bahwa
fungsi audit internal adalah membantu manajemen dalam mengawasi jalannya
roda organisasi. Namun demikian audit internal bukan bertindak sebagai matamata, tetapi merupakan mitra yang siap membantu dalam memecahkan setiap
permasalahan yang dihadapi.
Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan audit internal adalah memberikan
pelayanan kepada organisasi untuk membantu semua anggota organisasi tersebut.
bantuan yang diberikan sebagai tujuan akhir semua organisasi dapat melakukan
tanggungjawab yang diberikan dan dibebankan kepadanya secara efektif. Audit
internal membantu manajemen dalam mencari berbagai kemungkinan yang paling
baik dalam penggunaan sumber modal secara efisien dan efektif, termasuk
efektifitas pengendalian dalam biaya yang wajar. Semua bantuan audit internal
dapat diberikan melalui analisis-analisis, penilaian, saran-saran, bimbingan, dan
informasi tentang aktivitas yang diperiksa.
2.2.6
Aktivitas Audit Internal
Aktivitas audit internal yang efektif menurut Amin Widjaja Tunggal
dalam bukunya “Internal Auditing” (2005;5), menyatakan bahwa aktivitas audit
intern adalah sebagai berikut:
“Organisasi audit internal yang independen dan dibawah pimpinan
tertinggi, pendelegasian wewenang secara memadai dari
manajemen serta memungkinkan auditor untuk memantau tindak
lanjut hasil audit, dukungan yang efektif dan terus menerus dari
manajemen, staf yang mampu, yang dapat mengikuti cara berpikir
manajemen dan dapat berkomunikasi secara efektif dengan orang
lain.”
14
2.2.7
Perbedaan Audit Internal dan Audit Eksternal
Menurut Sukrisno Agoes dalam bukunya “Auditing: (Pemeriksaan
Akuntan) oleh Kantor Akuntan publik”, terdapat perbedaan antara internal
audit dengan eksternal audit, yaitu:
Tabel 2.1 Perbedaan Audit Internal dan Audit Eksternal
INTERNAL AUDIT
EKSTERNAL AUDIT
1. Dilakukan oleh internal auditor yang
1. Dilakukan
oleh
merupakan orang dalam perusahaan
(Kantor
Akuntan
(pegawai perusahaan).
merupakan orang luar perusahaan.
2. Pihak luar perusahaan menganggap
internal auditor tidak independen
external
auditor
Publik)
yang
2. External Auditor adalah pihak yang
independen.
(inappeareance)
3. Tujuan pemeriksaannya adalah untuk
membantu
manajemen
(top
3. Tujuan pemeriksaannya adalah untuk
dapat
memberikan
pendapat
management, middle management
mengenai
dan
keuangan yang telah disusun oleh
lower
management)
dalam
melaksanakan tanggung jawabnya
dengan
memberikan
penilaian,
saran
mengenai
kewajaran
laporan
manajemen perusahaan.
analisa,
dan
komentar
kegiatan
yang
diperiksanya.
4. Laporan internal auditor tidak berisi
4. Laporan external auditor berisi opini
opini mengenai kewajaran laporan
mengenai
kewajaran
laporan
keuangan,
keuangan,
selain
berupa
pemeriksaan
mengenai
kecurangan
kelemahan
tetapi
berupa
(audit
temuan
findings)
penyimpangan
yang
dan
ditemukan,
pengendalian
intern,
beserta saran-saran perbaikannya.
management
letter,
itu
yang
berisi
pemberitahuan kepada manajemen
mengenai
kelemahan-kelemahan
dalam pengendalian intern beserta
saran-saran perbaikannya.
15
5. Pelaksanaan
pemeriksaan
5. Pelaksanaan
berpedoman pada Internal Audit
berpedoman
Standards
oleh
Profesional Akuntan Publik yang
Institute of Internal Auditors, atau
ditetapkan ikatan Akuntan Indonesia.
yang
ditentukan
Norma Pemeriksaan Intern
pemeriksaan
pada
Satandar
yang
ditentukan BPKP atau BPK dan
norma
pemeriksaan
satuan
pengawasan intern BUMN/BUMD
oleh SPI (Ikatan Akuntan Indonesia
belum meyusun Standar Pemeriksaan
Interen).
6. Pemeriksaan intern dilakukan lebih
6. Pemeriksaan extern dilakukan secara
rinci dan memakan waktu sepanjang
sampling, karena waktu yang terbatas
tahun,
dan akan terlalu tinggi audit fee jika
karena
internal
auditor
mempunyai waktu yang lebih banyak
pemriksaan dilakukan secara rinci.
di perusahaannya.
7. Pimpinan
pemerikasaan
(penanggung
intern
jawab)
7. Pemeriksaan extern dipimpin oleh
harus
(penanggung jaabnya adalah) seorang
tidak
seorang registered accountant.
akuntan public yang terdaftar dan
mempunyai
nomor
register
(registered public accountant)
8. Internal Auditor mendapatkan gaji
dan tunjangan social lainnya sebagai
8. External Auditor mendapat audit fee
atas jasa yang diberikannya.
pegawai perusahaan.
9. Sebelum menyerahkan laporannya,
9. Sebelum menyerahkan laporannya,
internal auditor tidak perlu meminta
external auditor terlebih dahulu harus
“Surat Pernyataan Langganan”.
meminta “Surat Pernyataan
Langganan” (Client Representation
Letter).
16
10. Internal
Auditor
tertarik
pada
10. External Auditor hanya tertarik pada
kesalahan-kesalahan yang material
kesalahan-kesalahan yang material,
mauoun yang tidak material.
yang bisa mempengaruhi kewajaran
laporan keuangan.
Sumber : Sukrisno Agoes dalam bukunya “Auditing: (Pemeriksaan Akuntan)
oleh Kantor Akuntan publik”
2.2.8
Langkah-langkah dalam Proses Audit Internal
Menurut Hiro Tugiman dalam bukunya “Standar Profesional Audit
Internal” (2005;53), mengemukakan bahwa:
“Kegiatan pemeriksaan harus meliputi perencanaan pemeriksaan,
pengujian dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hal-hal
dan menindak lanjuti (follow up).”
Jadi kegiatan pemeriksaan terdiri dari perencanaan, pemeriksaan,
pengujian, dan pengevaluasian informasi, penyampaian hasil pemeriksaan
(pelaporan), dan tindak lanjut (follow up).
A. Perencanaan Pemeriksaan (Audit Plan)
Perencanaan pemeriksaan (audit plan) meliputi pengembangan strategi
menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Auditor internal
haruslah
merencanakan
setiap
perencanaan
pemeriksaan,
perencanaan
pemeriksaan tersebut harus didokumentasi dan harus meliputi:
a. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pemeriksaan
b. Memperoleh informasi dasar tentang kegiatan-kegiatan yang akan
diaudit
c. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan
audit
17
d. Pemberitahuan kepada pihak yang bila dipandang perlu
e. Melaksanakan survei secara tepat untuk lebih mengenali kegiatan
yang diperlukan
f. Penulisan program pemeriksaan, menentukan bagaimana, kapan, dan
kepada siapa hal-hal pemeriksaan akan disampaikan
g. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit atau pemeriksaan.
Setelah audit plan disusun, tetapi sebelum pemeriksaan lapangan dimulai,
auditor internal harus menyusun audit program yang merupakan kumpulan dari
prosedur (langkah-langkah) audit yang akan dijalankan dan dibuat secara tertulis.
Audit program harus menggariskan dengan rinci prosedur audit yang menurut
keyakinan auditor internal diperlukan untuk mencapai tujuan audit.
B. Pengujian dan Pengevaluasian Informasi
Untuk mendukung hasil audit, internal auditor haruslah mengumpulkan,
menganalisis, menginterpretasi, dan membuktikan kebenaran informasi untuk
mendukung hasil pemeriksaan. Proses penguji dan pengevaluasian adalah sebagai
berikut:
a. Mengumpulkan berbagai informasi tentang semua hal yang
berhubungan dengan tujuan-tujuan audit dan lingkungan kerja
b. Informasi harus mencukupi, kompeten, relevan, dan berguna untuk
membuat suatu dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasirekomendasi
c. Prosedur-prosedur audit termasuk teknik pengujian dan penarikan
contoh yang dipergunakan harus terlebih dahulu diseleksi bila
memungkinkan dan diperluas atau diubah bila keadaan menghendaki
demikian
d. Proses pengumpulan, analisis, penafsiran, dan pembuktian kebenaran
informasi haruslah diawasi untuk memberikan kepastian bahwa sikap
objektif pemeriksaan terus dijaga dan sasaran audit dapat dicapai.
18
e. Kertas kerja pemeriksaan (working papers) adalah dokumen
pemeriksaan yang harus dibuat oleh auditor dan ditinjau oleh
manajemen bagian internal audit.
C. Penyampaian Hasil Pemeriksaan
Auditor internal harus menyampaikan dan melaporkan hasil pemeriksaan
yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaannya sebagai berikut:
a. Laporan yang tertulis yang ditandatangani haruslah dikeluarkan
setelah pengkajian terhadap audit selesai dilaksanakan.
b. Auditor internal harus terlebih dahulu mendiskusikan berbagai
kesimpulan dan rekomendasi dengan tingkat manajemen yang tepat.
c. Suatu laporan harus objektif, singkat, jelas, konstruktif, dan tepat
waktu.
d. Laporan harus mengemukakan tentang maksud, lingkup, dan hasil
dari pelaksanaan audit.
e. Laporan dapat mencantumkan berbagai rekomendasi dari berbagai
perkembangan yang mungkin dicapai.
f. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan
atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan audit
g. Pimpinan audit internal harus interview kemudian menyetujui
laporan pemeriksaan audit.
D. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
Auditor internal harus terus menerus meninjau atau melakukan tindak
lanjut untuk memastikan bahwa telah dilakukan tindakan yang tepat atas temuantemuan audit yang dilaporkan.
Auditor internal haruslah memastikan apakah suatu tindakan korektif telah
dilakukan dan memberi berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen
senior atau dewasa telah menerima risiko akibat tidak dilakukan tindakan korektif
terhadap berbagai temuan yang dilaporkan.
19
2.2.9
Laporan Hasil Pemeriksaan
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan setelah mendalami suatu masalah yang
diperiksa secara seksama, pemeriksa menerbitkan laporan hasil pemeriksaan yang
memuat informasi dan rekomendasi perbaikan kepada manajemen. Setiap
pelaporan pemeriksaan harus memenuhi syarat.
Hiro Tugiman mengungkapkan dalam bukunya “Suatu Pandangan
Baru Internal Auditing” (2000;224-225), bahwa menurut norma pemeriksaan
bahwa setiap pelaporan pemeriksaan harus memenuhi syarat antara lain:
1. Memuat temuan dan kesimpulan pemeriksa secara objektif dan saran
tidak bersifat konstruktif
2. Lebih mengutamakan usaha perbaikan atau penyempurnaan dari
pada kritik.
3. Mengutamakan hal-hal yang masih merupakan masalah yang belum
dapat diselesaikan sampai berakhirnya pemeriksaan.
4. Mengutamakan suatu prestasi atau suatu tindakan perbaikan yang
telah ditetapkan di unit kerja lain.
5. Menjelaskan mengenai hasil pemeriksaan kepada pejabat objek yang
diperiksa.
2.3
Persediaan
2.3.1
Pengertian Persediaan
Yang dimaksud dengan persediaan adalah barang-barang yang tersedia
dalam proses produksi ataupun yang akan digunakan dalam proses produksi.
Persediaan merupakan salah satu aktiva yang aktif berputarannya.
Ada beberapa pendapat yang menulis mengenai pengertian persediaan,
diantaranya yaitu menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK
no.14) (2008;14.1) mengemukakan bahwa:
“Persediaan adalah aktiva:
a.
Yang tersedia untuk dijual
b.
Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan
20
c.
Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk
digunakan dalam proses atau pemberian jasa.”
Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa persediaan
merupakan sejumlah barang-barang yang terdapat dalam aktivitas normal
perusahaan, baik itu bahan mentah, barang dalam proses, maupun barang jadi
dengan tujuan untuk di jual kembali secara langsung atau digunakan dalam proses
produksi untuk menghasilkan barang jadi sebagai objek pokok dari kegiatan
perusahaan guna memenuhi permintaan dari konsumen setiap waktu.
2.3.2
Klasifikasi Persediaan
Menurut Busra Emka dalam bukunya Auditing: Pedoman Pemeriksaan
Akuntansi, menyatakan bahwa klasifikasi persediaan tergantung pada bidang
usaha yang digerakkan oleh suatu perusahaan. Pada perusahaan dagang, hanya
dikenal satu jenis persediaan (inventory), yaitu persediaan barang dagangan
(Merchandise of inventory) yang merupakan barang-barang yang dibeli dan dijual
kembali tanpa adanya pengolahan lebih lanjut. Sedangkan pada perusahaan
industri atau manufaktur, dikenal tiga golongan persediaan, yaitu:
1. Persediaan Bahan Baku dan Penolong
Persediaan bahan baku merupakan persediaan dari bahan-bahan
yang langsung dikerjakan dalam proses produksi, yang hasilnya
berupa
produk
akhir
dan
merupakan
nilai
yang
terbesar
dibandingkan bahan yang lainnya. Ada beberapa bahan baku yang
diperoleh secara langsung dari sumber-sumber alam, akan tetapi
bahan baku lebih sering diperoleh dari perusahaan lain yang
merupakan produk akhir pemasok tersebut.
Sedangkan bahan penolong adalah bahan yang secara tidak langsung
dimasukkan kedalam proses produksi dan merupakan bagian yang
relatif kecil atau sulit dihitung untuk penentuan biaya.
21
2. Persediaan Barang Dalam Proses (Work in Process of inventory)
Persediaan bang dalam proses merupakan persediaan barang-barang
yang belum selesai dikerjakan dalam proses produksi atau barangbarang yang pada penyusunan tanggal neraca belum selesai
dikerjakan dan memerlukan proses lebih lanjut. Persediaan ini
meliputi unsur biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya produksi tidak langsung.
3. Persediaan Barang Jadi (finished Goods of Inventory)
Merupakan persediaan yang telah selesai dikerjakan dalam proses
produksi dan siap untuk dijual. Persediaan ini meliputi unsur biaya
bahan baku, tenaga kerja langsung, ddan biaya overhad pabrik.
Dengan kata lain barang jadi merupakan akumulasi biaya dalam
proses produksi yang ditaksir dari barang dalam proses ke perkiraan
barang jadi.
2.3.3
Metode Penilaian Persediaan
Menurut Busra Emka dalam bukunya “Auditing: Pedoman Pemeriksaan
Akuntnsi, menyatakan bahwa penilaian persediaan barang adalah nilai rupiah atas
persediaan barang untuk pencantuman dalam neraca akhir periode akuntansi dan
nilai yang akan dibebankan sebagai harga pokok barang yang dijual. Penilaian
persediaan juga merupakan hal yang sangat penting, karena hasilnya akan
mempengaruhi nilai laporan keuangan. Tujuan auditor mengetahui metode
penilaiaan persediaan adalah untuk menentukan secara layak besarnya hasil usaha
dengan cara membandingkan biaya pengangkutan dan penganggutan.
Beberapa metode penilaian persediaan barang yang biasanya digunakan
oleh perusahaan, yaitu:
1. LIFO ( Last in-First out) Terakhir Masuk-Pertama Keluar
Menurut metode ini, barang-barang yang terakhir masuk adalah
barang-barang yang dikeluarkan lebih dahulu.
Dengan demikian persediaan akhir dinilai berdasarkan harga-harga
pembelian paling awal.
22
2. FIFO (First In- First Out) Pertama Masuk-Pertama Keluar
Menurut metode ini, barang-barang yang paling awal masuk akan
dijual atau digunakan lebih dahulu atau barang-barang yang paling
awal masuk dikeluarkan paling awal juga. Dengan demikian
persediaan akhir dinilai berdasarkan harga-harga pembelian terakhir
masuk.
3. Weighted Average (Rata-rata Tertimbang)
Menurut metode ini, persediaan akhir di nilai berdasarkan harga
rata-rata dari seluruh pembelian yang terjadi, yaitu nilai rupiah
seluruh pembelian di bagi dengan jumlah atau berat barang yang
dibeli.
2.3.4
Metode Pencatatan Persediaan
Menurut Busra Emka dalam bukunya Auditing: Pedoman Pemeriksaan
Akuntansi, mengungkapkan bahwa ada dua metode pencatatan dalam persediaan,
yaitu:
1. Metode Perpetual/Metode Buku (Perpetual Method)
Menurut metode ini, semua pembelian dan penjualan barang
dibukukan kedalam perkiraan persediaan dari barang yang
bersangkutan dengan harga pembeliaannya. Oleh karena itu,
perkiraan persediaan selalu menunjukkan keadaan jumlah atas
persediaan yang masih ada dari segala mutasi perubahannya (setiap
penambahan atau pengurangan secara kontinu akan diikuti dengan
pencatatan sehingga jumlah persediaan setiap saat dapat diketahui
dengan melihat saldo yang terperinci atas jumlah dan harga).
Dengan menggunakan metode ini, maka persediaan akhir dapat
diketahui tanpa harus melakukan stock opname terlebih dahulu.
Akan tetapi ditinjau dari sistem pengendaliaan internalnya,
sebaiknya stock opname harus selalu dilakukan minimal setahun
sekali guna dicocokkan dengan pencatatannya.
23
2. Metode Fisik/Metode Periodik (Physical Method/Periodic Method)
Menurut metode ini, pembelian dan penjualan barang tidak
dibukukan kedalam persediaan yang bersangkutan. Setiap adanya
pembelian
barang
dibukukan
kedalam
perkiraan
pembelian
(purchase) beserta dengan perkiraan yang menyertainya. Menurut
metode ini juga, menetapkan barang yang dimiliki perusahaan pada
akhir periode dengan menetapkan jumlah yang benar-benar secara
fisik (stock opname). Metode ini diperlukan untuk mengetahui
jumlah barang yang msih ada kemudian diperhitungkan harga
pokoknya. Dengan metode ini penentuan harga pokok penjualannya
dihitung dengan menambah persediaan awal dan pembelian
kemudian dikurangi persediaan akhir.
2.3.5
Prinsip Akuntansi dalam Penyajian
Menurut Busra Emka dalam bukunya Auditing: Pedoman Pemeriksaan
akuntansi, menyatakan bahwa prinsip akuntansi yang lazim dipergunakan dalam
penyajian persediaan adalah:
1. Laporan keuangan harus menjelaskan bahwa persediaan harus
diukur dan dicatat sebesar nilai realisasi bersih, mana yang lebih
rendah (The Lower of Cost and Net Realizable Value) atau metode
dalam menentukan harga pokok persediaan.
2. Persediaan dalam metode persediaan harus diungkapkan dan
dijelaskan pengaruhnya terhadap perhitungan laba rugi.
3. Persediaan yang dijaminkan dalam kredit harus diungkapkan dalam
laporan keuangan.
4. Dalam perusahaan industry atau manufaktur, jika persediaan
materiil maka harus dikelompokkan.
5. Perjanjian pembelian untuk persediaan dengan pihak ketiga yang
bersifat luar biasa harus diungkapkan dalam laporan keuangan.
Terhadap persediaan barang rusak atau using harus ditentukan kebijakan
penyisihan terhadap penurunan nilai.
24
2.4
Audit Internal Persediaan
Dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan, auditor lazimnya
member perhatian besar terhadap rekening persediaan dibandingkan dengan
aktiva lainnya, karena:
1. Persediaan sebagai kelompok aktiva lancar nilainya cukup materiil dan
sering terjadi kesalahan dalam pencatatan transaksi dan juga jadi objek
manipulasi.
2. Nilai persediaan akan mempengaruhi harga pokok persediaan sehingga
berpengaruh terhadap perhitungan laba rugi tahun bersangkutan.
3. Persediaan disimpan dibeberapa lokasi yang sering menyulitkan dalam
pengunjungan fisik.
4. Perhitungan kuantitas penelitian kondisi barang pengujiaannya sering
menyulitkan auditor apabila dibandingkan dengan aktiva lainnya.
5. Auditor bukan ahli dalam melihat barang (jenis dan macamnya).
2.4.1
Tujuan Audit Internal Persediaan
Tujuan pemeriksaan (audit objectives) persediaan menurut Sukrisno
Agoes dalam bukunya “Auditing: (Pemeriksaan Akuntan) oleh
Kantor
Akuntan Publik” adalah sebagai berikut:
1. Untuk memeriksa apakah terdapat pengendalian intern (internal control)
yang cukup baik atas persediaan.
2. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul
ada dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca.
3. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan (valuation) sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau Standar
Akuntansi Keuangan (SAK).
4. Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
5. Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai
pertanggungan yang cukup.
25
6. Untuk memeriksa apakah terhadap barang-barang yang rusak (defective),
bergerak lambat (slow moving), dan ketinggalan mode (absolescence)
sudah dibuatkan allowance yang cukup.
7. Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.
8. Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian atau penjualan
persediaan (purchase or sales commitment) yang mempunyai pengaruh
yang besar terhadap laporan keuangan.
9. Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan
sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia/Standar Akuntasi Keuangan.
2.4.2
Program Audit Secara Umum
Pengertian dan tujuan audit program
Audit program merupakan suatu kumpulan prosedur audit (dibuat tertulis)
yang rici dan dijalankan untuk mencapai tujuan audit akan lebih baik jika audit
program dibuat terpisah untuk compliance test dan substantive test.
Tujuan audit program adalah untuk mengetahui apakah penyajian laporan
keuangan oleh manajemen dari sisi eksistensi atau keterjadian, kelengkapan, hak
dan kewajiban, alokasi serta penyajian dan pengungkapan dapat dipercaya, wajar
dan tidak menyesatkan terhadap pihak yang berkepentingan terhadapat laporan
keuangan tersebut.
Manfaat audit program yaitu sebagai petunjuk kerja yang harus dilakukan
asisten dan instruksi bagaimana harus menyelesaikan. Sebagai dasar untuk
koordinasi, pengawasan dan pengendaliaan pemeriksaan, sebagai dasar penilaian
kerja yang dilakukan klien.
-2010, pengertian audit program, diakses dari : http://rujakserut.wordpress.com
2.4.3
Program Audit Internal Persediaan
Menurut Thodorus Tuanakotta dalam bukunya “Auditing: Petunjuk
Pemeriksaan Akuntan Publik”, Menyatakan bahwa program pemeriksaan atas
persediaan dibagi dua, yaitu:
26
1. Pemeriksaan di tengah-tengah tahun
Ini dimaksudkan untuk melihat apakah sistem pengendalian intern atas
persediaan barang berjalan sebagaimana seharusnya.
2. Pemeriksaan pada akhir tahun
Sebernanya jika pemeriksaan di tengah-tengah tahun telah dilakukan,
sebagian
besar
pekerjaan
pemeriksaan
persediaan
telah
selesai.
Pemeriksaaan persediaan banyak memakan waktu dalam melakukan
prosedur observasi atau pengamatan atas perhitungan persediaan
(inventory taking) yang dilakukan oleh langganan. Jika prosedur ini dapat
dilakukan di tengah-tengah tahun, pada pemeriksaan akhir tahun hanya
perlu dilakukan prosedur-prosedur yang berikut ini:
a. Lakukan penelaahan (review) atas transaksi-transaksi diantara
tanggal dilakukannya pengamatan atas perhitungan persediaan
tanggal neraca.
b. Lakukan perjalanan peninjauan keliling ke tempat persediaan
barang untuk melihat apakah ada perubahan yang besar dalam
susunan atau tumpukkan persediaan barang sewaktu diadakannya
pengamatan di tengah tahun.
c. Tujuan lain peninjauan keliling adalah untuk menentukan apakah
terdapat barang-barang yang dapat digolongkan sebagai slow
moving atau absolescence.
d. Periksa apakah persediaan barang dijadikan jaminan atas hutanghutang kepada bank atau pihak-pihak lain.
e. Kirimkan permintaan konfirmasi kepada pihak-pikah ketiga
mengenai persediaan barang langganan yang ada pada mereka.
f. Minta surat pernyataan langganan (clients representation letter)
khususnya mengenai persediaan barang.
g. Lakukan pemeriksaan tiga atau lima hari sebelum dan sesudah
tanggal neraca untuk menentukan adanya prosedur cut-off
menentukan apakah suatu transaksi pembelian atau penjualan
termasuk tahun yang bersangkutan atau tahun berikutnya.
27
h. Periksa
juga
transaksi-transaksi
sesudah
tanggal
neraca
(subsequent events atau after balance sheet date events). Hal ini
perlu dilakukan antara lain untuk memastikan apakah persediaan
dalam perjalanan (goods in transit) yang tercantum dalam ikhtisar
keuangan pada akhir tahun, sudah sampai dan diterima oleh
langganan.
i. Pemeriksaan atas transaksi sesudah tanggal neraca juga perlu
dilakukan untuk menentukan apakah ada kontrak-kontrak
pembelian yang dilakukan dengan harga yang lebih tinggi dari
harga yang kemudian terjadi atau sebaliknya apakah ada kontrakkontak penjualan dengan harga yang lebih rendah dibandingkan
dengan harga yang terjadi kemudian.
Dengan demikian, biasanya pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan
publik berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam program pemeriksaan,
apakah pada tengah-tengah tahun atau pada akhir tahun. Hal ini didasarkan pada
laporan yang telah disajikan oleh klien atau perusahaan.
2.4.4
Prosedur Audit Internal Persediaan
Menurut Sukrisno Agoes dalam bukunya “Auditing: (Pemeriksaan
Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik”, prosedur pemeriksaan dibagi atas
prosedur compliance test, analytical review, dan substantive test.
1. Prosedur pemeriksaan untuk compliance test (tes transaksi).
Pelajari dan evaluasi internal control atas persediaan.
a. Dalam hal ini auditor biasanya menggunakan internal
control questionnaires.
b. Lakukan tes transaksi (compliance test) atas pembalian
dengan menggunakan purchase order sebagai sample. Untuk
tes transaksi atas pemakaian persediaan (bahan baku) bisa
digunakan material requisition sebagai sample. untuk tes
transaksi atas penjualan, bisa digunakan faktur penjualan
sebagai sample.
2. Tarik kesimpulan mengenai internal control atas persediaan.
28
Jika dari tes transaksi auditor tidak menemukan kesalahan yang
berarti, maka auditor bisa menyimpulkan bahwa internal control
atas persediaan berjalan efektif. Karena itu substantive test atas
persediaan bisa dipersempit.
3. Prosedur pemeriksaan substantive test atas persediaan.
1) Lakukan observasi atas stock opname (perhitungan fisik) yang
dilakukan perusahaan (klien).
2) Minta Final Inventory List (Inventory Compilation) dan
lakukan prosedur pemeriksaan berikut ini:
a) Check
mathematical
accuracy
(penjumlahan
dan
perkalian).
b) Cocokkan “quantity per book” dengan stock card.
c) Cocokkan “quantity per count” dengan “count sheey”
auditor.
d) Cocokkan “total value” dengan buku besar persediaan.
3) Kirimkan konfirmasi untuk persediaan consignment out.
4) Periksa unit price dari raw material (bahan baku), work in
process (barang dalam proses), finished goods (barang jadi),
dan supplies (bahan pembantu).
5) Lakukan rekonsiliasi jika stock opname dilakukan beberapa
waktu sebelum atau sesudah tanggal neraca.
6) Periksa cukup atau tidaknya allowance for slow moving
(barang-barang yang bergerak lambat), barang-barang yang
rusak, dan barang-barang yang ketinggalan mode.
7) Periksa kejadian sesudah tanggal neraca (subsequent event).
8) Periksa cut-off penjualan dan cut-off pembelian.
9) Periksa jawaban konfirmasi dari bank, loan agreement
(perjanjian kredit), notulen rapat.
10) Periksa apakah ada sales atau purchase commitment per
tanggal neraca.
29
11) Seandainya ada barang dalam perjalanan (goods in transit),
lakukan prosedur berikut ini:
a) Minta rincian goods in transit per tanggal neraca.
b) Periksa mathematical accuracy.
c) Periksa subsequent clearance.
12) Buat kesimpulan dari hasil pemeriksaan persediaan dan buat
usulan adjustment jika diperlukan.
13) Periksa apakah penyajian persediaan dilaporkan keuangan
sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia/SAK.
Download