BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan dibidang kesehatan merupakan bagian dari pembangunan
nasional, sebagai institusi tertinggi pemerintah bertanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan dan penyedia sarana pelayanan kesehatan. Kesehatan
merupakan salah satu hak dan kebutuhan dasar tiap orang guna meningkatkan
standar kesejahteraan kehidupanya, baik secara sosial, ekonomi, politik, maupun
spiritual. Pelaksanaan pembangunan kesehatan melibatkan seluruh warga
masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dimengerti karena pembangunan
kesehatan mempunyai hubungan yang dinamis dengan sektor lainnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan,
dinyatakan bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh
perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab untuk
mengatur terpenuhinya hak hidup sehat bagi penduduk termasuk masyarakat
miskin dan tidak mampu. Kewenangan dalam pelayanan kesehatan terletak pada
pemerintah pusat dan daerah, dan pada golongan sosial atas yang mempunyai
wewenang menetapkan pilihan atas alternatif pelayanan kesehatan.1
1
Lumenta, Benyamin. 1989. Pelayanan Medis Citra, Konflik dan Harapan Tinjauan Fenomena
Sosial. Yogyakarta: Kanisius. Hal 23
1
2
Masalah kesehatan senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Tinggi dan
rendahnya derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan yang kesemuanya saling
berkaitan. Derajat kesehatan yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap
produktifitas masyarakat yang pada akhirnya akan memiliki nilai ekonomi bagi
masyarakat itu sendiri.2
Pengesahan Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) memberikan landasan hukum terhadap kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya
mengenai jaminan sosial. Jaminan Sosial yang dimaksud dalam Undang- undang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak dan meningkatkan martabat hidupnya. Berdasarkan Undang- undang
tersebut Negara berkewajiban memberikan jaminan kesehatan kepada setiap
penduduk agar mendapatkan akses pelayanan kesehatan dengan mutu yang
terjamin dan memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Selanjutnya, sebagai
penyempurna dari Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
2004 ditetapkan Undang- undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang resmi beroperasi pada tanggal 1
Januari 2014.
2
Brotowasisto, “Pembangunan Kesehatan di Indonesia”, Prisma, Vol. 19, No. 6, 1990, hlm. 37.
2
3
Dengan telah diundangkannya Undang-Undang No. 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) maka, seluruh jaminan
kesehatan di indonesia secara berturut- turut akan bertranformasi ke dalam BPJS
Kesehatan. Transformasi tersebut mengakibatkan perubahan sifat, organ dan
prinsip pengelolaan, atau dengan kata lain berkaitan dengan perubahan stuktur
dan budaya organisasi, selanjutnya bagi semua peserta jaminan kesehatan PT
Askesin (Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin) secara otomatis dialihkan
menjadi peserta jaminan kesehatan BPJS Kesehatan, bagi pihak yang belum
beralih ke dalam BPJS kesehatan maka dibebaskan untuk memilih pindah atau
tidak. Pindah dalam hal ini dimaksudkan untuk mengganti kartu Askesin yang
dimilikinya menjadi kartu BPJS.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan Badan
Hukum
Publik
yang
di
tugaskan
khusus
oleh
pemerintah
untuk
menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat
Indonesia, terutama untuk masyarakat miskin sehingga dengan adanya BPJS
kesehatan diharapkan adanya pemerataan kesejahteraan khususnya dalam
bidang kesehatan, agar semua lapisan masyarakat dapat mengakses pelayanan
kesehatan secara mudah dan tidak terbatas karena biaya. Lembaga ini
bertanggung jawab langsung terhadap Presiden.
Yogyakarta merupakan kota terbesar kelima di pulau Jawa yang merupakan
ibukota dan pusat pemerintahan DIY yang memiliki luas areal 3.185,80 dengan
penduduk 3,4 juta jiwa sehingga kota ini sudah menjadi kota Metropolitan.
Besarnya jumlah penduduk Yogyakarta mendorong masyarakat untuk memiliki
3
4
daya saing yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak hanya dari
segi kuantitas namun juga kualitasnya, karena persaingan yang semakin tinggi
itulah maka masyarakat memerlukan suatu wadah yang dapat melindungi
mereka ketika tidak dalam keadaan sehat dan membutuhkan perawatan
kesehatan.
Fenomena yang berkembang saat ini adalah sulitnya akses dalam pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin. Kesulitan pelayanan tersebut utamanya
dipengaruhi oleh faktor finansial. Masyarakat miskin yang menderita sakit parah
atau penyakit tergolong berat tidak dapat di sembuhkan karena ketiadaan biaya
pengobatan sehingga pada akhirnya lambat ditangani atau tidak ditangani sama
sekali yang mengakibatkan penyakitnya semakin parah bahkan mengakibatkan
kematian, sehingga dengan dibentuknya BPJS Kesehatan dengan program
Jaminan Kesehatan Nasional diharapkan semua warga masyarakat Yogyakarta
khususnya masyarakat miskin dapat memiliki asuransi kesehatan yang akan
menjamin pelayanan kesehatannya ketika membutuhkannya.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan
kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah. Bagi yang mempunyai upah atau gaji, besaran iuran berdasarkan
persentase upah yang diberikan oleh Pemberi Kerja. Bagi yang tidak mempunyai
gaji atau upah besaran iurannya ditentukan dengan nilai nominal tertentu, dan
bagi masyarakat miskin atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang tidak mampu
4
5
membayar iuran maka iurannya dibayari oleh pemerintah.3 Sedangkan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum publik yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan tersebut.
Pelaksanaan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan bukan
tanpa kendala, terlebih dalam menjangkau seluruh wilayah Indonesia yang
sangat luas. Hal ini tentu berpengaruh pada pendistribusian sarana dan prasarana
demi menunjang terlaksananya program. Selanjutnya proses sosialisasi
dianggap sangat penting, sebab tidak semua masyarakat mengetahui akan
kebijakan baru dari pemerintah tersebut. Adaptasi baru bagi masyarakat awam
yang sebelumnya tidak mengetahui tentang BPJS Kesehatan sangat diperlukan.
Sama halnya yang terjadi di Yogyakarta, dengan berbagai macam lapisan
masyarakat yang ada di dalamnya tidak semua orang mengetahui tentang BPJS
Kesehatan.
Sebelum diterbitkanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS
Kesehatan, Jaminan Kesehatan yang berlaku ialah Jaminan Kesehatan
Masyarakat (JAMKESMAS) dan Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah
(JAMKESDA). Jaminan Sosial Masyarakat (JAMKESMAS) adalah bantuan
sosial untuk pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan tidak mampu yang
iurannya dibayar oleh Pemerintah yang diselenggarakan oleh Kementerian
Kesehatan sejak tahun 2008, dan merupakan perubahan dari Program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM). JAMKESDA
3
http://www.jkn.kemkes.go.id/attachment/unduhan/BAHAN%20PAPARAN%20JKN.pdf.
Diakses pada tanggal 13 Desember 2015. Pukul 15.00 WIB
5
6
adalah program jaminan bantuan pembayaran biaya pelayanan kesehatan yang
diberikan Pemerintah Daerah kepada masyarakat Daerah. Sasaran Program
Jamkesda adalah seluruh masyarakat daerah yang belum memiliki jaminan
kesehatan,
dari
segi
pendanaan
Program
Jamkesda
dilakukan
secara sharing antara pemerintah provinsi (40%) dan pemerintah kabupaten/kota
(60%). Porsi dana 40% provinsi ditransfer secara bertahap ke rekening kas
daerah kabupaten/kota dan dicatat sebagai lain-lain pendapatan yang sah.4
Pengelolaan JAMKESMAS dilakasanakan dalam bentuk kerja sama
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam hal pendanaan Jaminan
Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) bagi warga miskin sumber dana berasal
dari APBN dan kontribusi Pemerintah Daerah (Pemda). Pemerintah menunjuk
instansi pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk
bekerjasama di dalam
program JAMKESMAS.
Penyaluran dana ke pemberi pelayanan kesehatan (PPK) berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
124/Menkes/SK/II/2009 tentang Penerimaan Dana Jamkesmas Tahun 2009
melalui jamkesmas pada dasarnya
Rumah Sakit dan Pemberi Pelayanan
Kesehatan Rujukan penerima dana Jamkesmas beserta besarannya, di biayai
melalui Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Direktoran Jenderal Bina
Pelayanan Medik Kemenkes, Kekurangan atau kelebihan dana akan
diperhitungkan dan dibayarkan pada peluncuran dana tahap dua. Pembayaran
4
http://dinkes.bogorkab.go.id/index.php/multisite/layanan_detail/1 Diakses pada tanggal 24
januari 2016. Pukul 17.00 WIB
6
7
Jamkesmas pada penerimaan dana tahap dua besarannya, di biayai oleh Daftar
Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik
Kemenkes. Kekurangan atau kelebihan dana akan diperhitungkan dan di
bayarkan pada klaim pelayanan kesehatan berikutnya setelah diverifikasi oleh
Tenaga Pelaksana Verifikasi.
Berbeda dengan tata cara pembayaran klaim jamkesmas, maka pembayaran
klaim BPJS kesehatan kepada fasilitas kesehatan dengan cara membayar kepada
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Kapitasi merupakan
sebuah metode pembayaran untuk pelayanan kesehatan di mana penyedia
layanan dibayar dalam jumlah tetap per pasien tanpa memperhatikan jumlah atau
sifat layanan yang sebenarnya diberikan.5 Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan
tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s
sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111
Tahun 2013.6
Semenjak diberlakukanya BPJS Kesehatan di Yogyakarta ternyata
menuai berbagai permasalahan, contoh kasus akan permasalahan BPJS
Kesehatan di Yogyakarta ialah Tagihan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) jebol akibat jumlah klaim lebih besar dibanding dengan premi yang
dibayarkan oleh masyarakat pengguna Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
5
http://kamuskesehatan.com/arti/kapitasi/ Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 13.00 WIB
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Permenkes%20No.%2027%20thn%202014
%20ttg%20Juknis%20Sistem%20INA%20CBGs%20(1).pdf Diakses pada tanggal 24 januari
2016. Pukul 13.00 WIB
6
7
8
Meski subsidi silang antar anggota JKN, namun ternyata di Bantul dan DIY,
besaran premi tak mencukupi klaim yang dicairkan.
Kepala BPJS Bantul, Sutardji mengungkapkan, hampir sama dengan
keadaan di kabupaten/kota lainnya, pengumpulan premi BPJS dari masyarakat
di wilayahnya tak sebanding dengan klaim yang harus dicairkan guna menutupi
biaya pengobatan dari anggota. "Beberapa faktor memang menjadi penyebab
minimnya premi yang diterima. Banyak hal, terutama dari perilaku anggota
masyarakat dalam hal kepatuhan pembayaran premi,” ujarnya, kepada
wartawan, Minggu (9/8/2015). Sutardji mengatakan, salah satu penyebabnya
adalah banyak anggota BPJS Mandiri yang menunggak pembayaran. Mereka
membayar di awal menjadi anggota atau ketika butuh BPJS untuk menutup biaya
pengobatannya di rumah sakit. Senada diungkapkan Kanit Keuangan BPJS DIY
Musdaliza. Tingkat kepatuhan membayar premi peserta BPJS Mandiri di DIY
hanya 70% dari anggota yang tercatat. Hal ini tentu berakibat lebih tinggi klaim
yang dibayarkan oleh BPJS ke rumah sakit. 7
Permasalahan lainya ialah permasalahan mengenai banyaknya Rumah sakit
kelas C yang ramai-ramai naik ke kelas B dikarenakan rumah sakit lebih
condong dan fokus dalam mengurusi Klaimnya. Bagaimana Klaim tersebut
terpenuhi, terbayarkan, pedapatan rumah sakit tidak menurun dan berkurang
dengan adanya pasien BPJS atau JKN terutama yang pasien PBI (Penerima
Beradheta, “Klaim Lebih Tinggi, Nominal Iuran Rencana Akan Naik”,
http://www.harianjogja.com/baca/2016/01/22/bpjs-kesehatan-klaim-lebih-tinggi-nominal-iuranrencana-akan-naik-683324. Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 14.00 WIB
7
8
9
Bantuan Iuran). Menurut Niluh Putu Eka Andayani “Fokusnya telah berubah
bukan kepada bagaimana meningkatkan pelayanan tapi lebih fokus pada
bagaimana cara menggali dana dan pendapatan sebesar-besarnya,”8
Dengan demikian maka hal ini menjadi bukti bahwa pemberlakuan BPJS
Kesehatan belum dapat terlaksana dengan baik sehingga
kendala dalam
pelaksanaan BPJS Kesehatan tidak hanya dari aspek pelayanan kesehatannya
saja, akan tetapi disebabkan juga dari aspek kepesertaan, pendanaan program,
pengorganisasian, peran, dan fungsinya.
Dari pemaparan yang telah diuraikan, maka penulis ingin melakukan
penelitian tentang “Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui BPJS
Dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis merumuskan pokok
permasalahan yaitu berupa:
1. Bagaimana Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui BPJS
Dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta?
2. Hambatan- hambatan apa saja yang dihadapi dalam Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional Melalui BPJS Dalam Pelayanan
Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta?
Anonim, “Menaikkan klaim BPJS, motivasi menaikkan akreditasi rumah sakit”,
http://koranopini.com/nasional/beritadaerah/menaikan-claim-bpjs-motivasi-untuk-naikanakreditasi-rumah-sakit. Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 16.00 WIB
8
9
10
3. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan- hambatan dalam
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui BPJS Dalam
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Subjektif
Untuk memperoleh data dan bahan- bahan yang berguna dalam
penyusunan penulisan hukum sebagai prasyarat memperoleh gelar
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
2. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota
Yogyakarta
b. Untuk mengetahui hambatan- hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Melalui BPJS
dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota Yogyakarta
c. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatanhambatan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota
Yogyakarta.
10
11
D. Keaslian Penelitian
Dalam penyusunan penulisan hukum ini penulis telah melakukan
pencarian dan penelusuran pada berbagai refrensi dan hasil penelitian, baik
media cetak maupun media elektronik terkait dengan tema Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS atau penelitian sejenis. Dari
penelusuran tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian terkait dengan
tema tersebut pernah dilakukan namun dalam sisi yang berbeda.
Dalam penelusuran oleh penulis, didapatkan ada Penulisan Hukum
dengan Judul sebagai berikut:
1.
Penulisan Hukum oleh Zulkahfi dengan Judul “Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) dalam Perspektif Hukum Islam”, pada tahun 2014.
Penelitian yang dilakukan oleh Zulkahfi menekankan pada pandangan
hukum islam terhadap Jaminan Kesehatan Nasionan (JKN) di Indonesia
yang berprinsip asuransi sosial melalui BPJS. Berbeda dengan penulisan
11
12
2.
hukum Zulkahfi, fokus penulisan hukum yang dibuat oleh penulis lebih
menekankan kepada sisi hukum administrasi negara yang secara spesifik
langsung menuju pada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin.9
3.
Penulisan Hukum oleh Nora Eka Putri dengan judul “Efektivitas
Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui Bpjs dalam Pelayanan
Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Padang”, pada tahun 2011.
Penelitan yang dilakukan oleh Nora Eka Putri menekankan pada
efektivitas penerapan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS dalam
pelayanan kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Padang yang dilihat dari
sisi Ilmu sosial. Berbeda dengan dengan penulisan hukum Nora Eka
Putri, fokus penulisan hukum yang dibuat oleh penulis lebih menekankan
kepada sisi hukum administrasi negara, yang secara spesifik langsung
menuju pada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Melalui
BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan wilayah yang
yang menjadi objek penelitian peneliti ialah Yogyakarta.10
4.
Penulisan Hukum oleh Mariza Rizqi Iriani dengan Judul “Sosialisasi
Jaminan Kesehatan Nasional (Studi Evaluasi Efektivitas Sosialisasi
Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
9
Zulkahfi. 2014, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Perspektif Hukum Islam, Skripsi
Fakultas Hukum, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga. Melalui http://digilib.uinsuka.ac.id/14824/2/10380002_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.pdf
10
Nora Eka Putri. 2011, Efektivitas Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui Bpjs dalam
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Padang. Fakultas Hukum, Universitas Andalas,
Tesis. Melalui http://ejournal.unp.ac.id/index.php/index/search/titles?searchPage=25
12
13
(BPJS) Kesehatan di Kabupaten Temanggung)” pada tahun 2015.
Penelitian yang dilakukan oleh Mariza Rizqi Iriani menekankan pada
Efektivitas Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten
Temanggung. Berbeda dengan penulisan hukum Mariza Rizqi Iriani,
fokus penulisan hukum yang dibuat oleh penulis lebih menekankan
kepada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Melalui BPJS
dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan wilayah yang yang
menjadi objek penelitian peneliti ialah Yogyakarta.11
Oleh karena itu penulis menyatakan bahwa penelitian yang akan
dilakukan belum pernah diteliti sebelumnya dan diharapkan penelitian ini akan
dapat menambah atau melengkapi penelitian yang telah ada.
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk
kepentingan akademis maupun kepentingan praktis:
1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian Penulisan Hukum ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
hukum administrasi negara yang berhubungan dengan program
11
Mariza Rizqi Iriani, 2015, Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (Studi Evaluasi Efektivitas
Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan di Kabupaten Temanggung), Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Negri
Sebelas Maret, melalui http//www.prints.uns.ac.id/18375/
13
14
Pemerintah dalam Pelyanan Kesehatan khususnya masyarakat tidak
mampu.
2.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
kalangan akademisi, praktisi, maupun masyarakat pada umumnya serta
dapat bermanfaat bagi Pemerintah dalam mebuat kebijakan khususnya
berhubungan dengan Pelayanan Kesehatan bagi masyarakat tidak
mampu.
14
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Asuransi
1. Pengertian Asuransi
Istilah asuransi lebih banyak dikenal dan dipakai oleh perusahaan
pertanggungan. Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Asuransi, Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Definisi Asuransi berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 1992,
maka dapat dimaknai bahwa suransi merupakan perjanjian atau kontrak
antara para pihak yang sepakat, dimana salah satu pihak bertindak sebagai
penanggung jawab terhadap risiko dari suatu potensi kerugian yang
diperjanjikan, dan pihak lain bertindak sebagai tertanggung yang akan
menerima ganti rugi sebesar kerugian yang dialaminya ataupun sebesar
15
16
nilai yang telah diperjanjikan.12 Tertanggung mempunyai hak dan
kewajiban, yaitu :
a.
Kewajiban yang harus diperhatikan oleh tertanggung adalah:
1.
Membayar premi
2.
Mencegah agar kerugian dapat dibatasi
3.
Kewajiban khusus yang disebut sebagai polis
4.
Memberitahukan
keadaan-keadaan
sebenarnya
mengenai
barang yang dipertanggungkan
b.
hak yang dipunyai tertanggung adalah :
1. Menerima polis
2. Mendapatkan ganti kerugian apabila terjadi peristiwa itu
3. Hak-hak lainnya sebagai imbalan dari kewajiban penanggung.
Sedangkan yang disebut penanggung atau penjamin ialah mereka yang
dengan mendapatkan premi berjanji akan mengganti kerugian atau membayar
sejumlah uang yang telah disetujui, jika nanti terjadi peristiwa yang tidak
dapat diduga sebelumnya, yang akan menimbulkan kerugian bagi si
tertanggung. Jadi disini penanggung merupakan subyek yang berhadapan
dengan tertanggung, dan biasanya yang menjadi penanggung adalah suatu
badan usaha yang telah memperhitungkan untung rugi didalam tindakantindakannya.13 Kewajiban dan hak dari penanggung adalah :
12
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,2000, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 11
13
Ibid, Halaman 8
16
17
a. Penanggung mempunyai kewajiban, yaitu :
1. memberikan polis kepada tertanggung
2. mengganti kerugian dalam asuransi ganti rugi dan memberikan
sejumlah uang yang telah disepakati dalam polis asuransi tersebut
3. melaksanakan premi restorno pada tertanggung yang beritikad baik,
berhubung penanggung untuk seluruhnya atau sebagian tidak
menanggung risiko lagi dan asuransinya gugur atau batal seluruhnya
atau sebagian.
b.
hak-hak penanggung adalah :
1.
menerima premi dari tertanggung
2.
karena perjanjian asuransi adalah perjanjian timbal balik, maka
dapat dilihat bahwa hak penanggung adalah paralel atau sejajar
dengan kewajiban pihak tertanggung.
Asuransi sosial adalah asuransi yang dikelola oleh pemerintah atau instansi
atau badan yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai pengelola asuransi. Asuransi
sosial hanya mencakup perlindungan atas dasar yang biasanya ditentukan dalam
peraturan perundang- undangan.14
Selain dari pengertian diatas, asuransi sosial sesuai dengan yang diatur
dalam pasal 1 angka 3 Undang- undang No. 2 Tahun 1992 yaitu Program
asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib
berdasarkan suatu undang- undang, dengan tujuan untuk memberikan
perlindungan dasar kesejahteraan masyarakat.
14
Darmawi. Herman, Op.cit, hlm. 168
17
18
Kebutuhan masyarakat akan terciptanya jaminan sosial menjadi salah satu
faktor pendorong timbulnya asuransi sosial ditengah- tengah masyarakat. hal
tersebut menjadi suatu kebutuhan mengingat didalam menjalankan kehidupanya
masyarakat dapat terkena penyakit- penyakit tertentu yang dapat menghabat
pekerjaanya. Oleh karena itu berkenaan dalam tujuan mensejahterakan seluruh
masyarakat maka negara dituntut untuk
menaggulangani hal- hal yang
menyebabkan kesejahteraan masyarakat menurun khusunya dalam hal kesehatan
sehingga perlunya pemerintah untuk menyelenggarakan asuransi sosial.
2.
Tujuan Asuransi Sosial
Tujuan asuransi sosial adalah menyediakan program- program untuk
menjamin kesejahteraan sosial baik masyarakat umum, maupun bagi
masyarakat yang tidak diuntungkan, adanya asuransi diharapkan agar para
korban yang termasuk golongan lemah (golongan tidak mampu) tidak berada
dalam keadaan terlantar dan tanpa suatu sumber penghasilan apabila terjadi
suatu peristiwa yang mengakibatkan kerugian terhadap mereka yang
termasuk golongan lemah, dari uraian diatas jelas bahwa asuransi sosial
merupakan program pemeliharaan kesejahteraan dan pendapatan dengan cara
redistribusi kekayaan dari segmen masyarakat yang lebih mampu kepada
segmen masyarakat yang kurang mampu.15
15
R. Ali Ridho, 1992, Prinsip dan Fungsi Asuransi dalam Lembaga Keuangan, Pasar Modal dan
Asuransi Haji, PT. Alumni, Bandung, halaman 375
18
19
Asuransi sosial timbul karena kebutuhan akan terselenggaranya suatu
jaminan sosial (social security) bagi masyarakat sehingga jaminan sosial
merupakan suatu hal yang mendesak dan tidak dapat ditunda. Setiap jaminan
sosial selalu mempunyai tujuan dan fungsi ganda yaitu sosial dan ekonomis.
Tujuan dan fungsi sosial diwujudkan dalam bentuk perlindungan terhadap
risiko yang mengakibatkan hilangnya pendapatan seseorang yang mendapat
kecelakaan seperti jaminan hari tua, sakit dan kematian, dengan demikian
korban akan memperoleh bantuan pada saat yang benar-benar dibutuhkannya
yang mana akan membantu tercapainya ketenangan kerja dan produktivitas
meningkat, didalam mengatasi hal yang demikian pemerintah mengeluarkan
peraturan perundang-undangan yang mewajibkan masyarakatnya untuk
membayar iuran wajib. Hal ini didasarkan pada kewajiban pemerintah yang
tugasnya adalah untuk melindungi kesejahteraan umum bagi warga
negaranya, sebab asuransi sosial bertitik tolak pada upaya perlindungan bagi
golongan lemah, baik kondisi sosialnya maupun posisi keuangan
perseorangannya. Adapun unsur-unsur dari asuransi sosial adalah:16
1.
Bertujuan untuk kepentingan umum
2.
Bersifat wajib
3.
Harus ada hukum yang bersifat publik
4.
Dikelola oleh Perusahaan Negara dan di Indonesia biasanya berbentuk
Perum dan kemudian ada yang beralih menjadi Persero
16
Ibid, halaman 374
19
20
Pengertian asuransi tidak terbatas hanya pada memberikan perlindungan pada
tertanggung saja, tetapi juga kepada seluruh anggota masyarakat. Pengertian
asuransi yang seperti ini dikenal dengan nama asuransi sosial (social insurance)
yang kesehatan termasuk didalamnya. Pada saat ini jenis asuransi juga semakin
bervariasi, mula-mula lebih terarah pada barang, kemudian pada jasa, untuk
selanjutnya ketika hidup dan kehidupan mulai dapat dinilai dalam bentuk rupiah
(concept of human life value), berkembanglah asuransi jiwa (life insurance) serta
asuransi kesehatan (health insurance).
Asuransi kesehatan adalah suatu instrumen sosial yang dapat menjamin
seseorang untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan kesehatan tanpa
mempertimbangkan keadaan ekonomi orang tersebut ketika membutuhkan
pelayanan kesehatan. Dasar asuransi kesehatan adalah menghilangkan
ketidakpastian yang dihadapi seseorang dari kemungkinan kebutuhan
pengobatan karena ketidakpastian dari insiden sakit dan biaya pengobatan.17
Menurut Azwar asuransi kesehatan adalah suatu sistem dalam pembiayaan
kesehatan dimana dilakukan pengelolaan dana yang berasal dari iuran teratur
peserta untuk membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh peserta.
Adapun pihak yang terlibat dalam asuransi kesehatan adalah:18
a.
Peserta (client), yakni mereka yang terdaftar sebagai anggota, membayar
sejumlah iuran (premi) dengan mekanisme tertentu dan karena itu
ditanggung biaya kesehatannya.
17
Hasbullah, T., 2005. Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana Kesehatan di
Indonesia. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada. Hlm. 40
18
Azwar, Azrul,1996, Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan. Hlm. 29
20
21
b. Badan penyelenggara asuransi (health insurance institution), yakni pihak
yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengelola iuran serta
membayar biaya kesehatan yang dibutuhkan peserta
c.
Penyedia pelayanan (health provider), yakni pihak yang bertanggung jawab
menyediakan pelayanan kesehatan bagi peserta dan untuk itu mendapatkan
imbalan jasa dari badan asuransi.
3.
Pola Asuransi Kesehatan
Pelaksanaan asuransi kesehatan mengenal beberapa pola didalam
pelaksanaanya, yakni:19
a. Pola Tripartie
Pola tripartie merupakan pola asuransi dimana fungsi pembiayaan dan
penyediaan pelayanan kesehatan dilakukan terpisah oleh institusi yang
berbeda. Perusahaan asuransi membiayai pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan swasta pada fasilitas kesehatan
yang bukan milik perusahaan asuransi. Bentuk asuransi ini merupakan yang
paling sederhana karena perusahaan asuransi hanya bertanggung jawab
mengembalikan uang tanggungan yang jumlahnya ditetapkan di muka untuk
melindungi peserta dari suatu peristiwa dan tidak mengenal kajian utilisasi
(utilization review) untuk mengontrol biaya.
b.
Pola Bipartie
Pola bipartie menggunakan model managed care dimana fungsi pembiayaan
dan penyediaan pelayanan kesehatan dilakukan oleh satu instansi sehingga
19
Murti, Bhisma, 2007, Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan, Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 35
21
22
perusahaan dapat melakukan kontrol langsung terhadap pemberi pelayanan
kesehatan
B. Tinjauan Umum Jaminan Sosial di Indonesia
1. Pengertian Jaminan Sosial
Kata “Jaminan sosial” berasal dari kata social dan security. Security
diambil dari Bahasa Latin “se-curus” yang bermakna “se” (pembebasan
atau liberation) dan “curus” yang berarti (kesulitan atau uneasiness).
Sementara itu, kata “Social” menunjuk pada istilah masyarakat atau orang
banyak (society). Dengan demikian, jaminan sosial secara harafiah adalah
“pembebasan kesulitan masyarakat” atau “suatu upaya untuk membebaskan
masyarakat dari kesulitan.”
Menurut
MHLW sistem
jaminan
sosial
berarti
sistem
untuk
memungkinkan setiap warga negara untuk menjalani kehidupan yang layak
sebagai anggota masyarakat yang berbudaya . sistem jaminan sosial
memberikan penanggulangan terhadap keadaan yang membutuhkan
termasuk penyakit, cedera , melahirkan , cacat , kematian , hari tua ,
pengangguran dan memiliki banyak anak dengan menerapkan langkahlangkah keamanan ekonomi melalui asuransi atau dengan belanja publik
langsung.20
20
Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan (MHLW) (1999), Annual Report on Health
and Welfare, Tokyo: MHLW.
22
23
Indonesia menganut Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mana
SJSN Adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh
beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.21
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah program Negara yang
bertujuan untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak apabila terjadi hal-hal
yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan, karena
menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki
usia lanjut, atau pensiun.22
Kemakmuran dan kesejahteraan suatu masyarakat dapat dinilai dengan
adanya mutu kesehatan yang baik, untuk mendapatkan tingkat kesehatan
yang baik maka tidak dapat dilepaskan dari faktor pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh negara kepada seluruh masyarakatnya. Pelayanan kesehatan
menjadi salah satu hak setiap warga negara, hal ini ditegaskan didalam UUD
Republik Indonesia tahun 1945, yaitu pada pasal 28 H ayat (1). Pasal
tersebut menyatakan bahwa
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”.
Selain itu, di pasal 28 H ayat (3) terdapat aturan mengenai jaminan sosial,
yang menegaskan bahwa
21
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 40 Tahun 2004
Eka, Asih. 2014. Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: CV Komunitas Pejaten
Mediatama. Hlm 48
22
23
24
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.
Pasal 34 ayat (2) UUD Negara Republik indonesia merupakan dasar
terbentuknya sistem jaminan sosial sebab pada pasaltersebut menyatakan
bahwa
“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan”. Pengimplementasian akan pasal tersebut telah
diwujudkan oleh pemerintah dengan jalan pemerintah telah menjalankan
berbagai program jaminan kesehatan pada skala Nasional”.
Sejak tahun 1947 pemerintah telah mengeluarkan program pelayanan
kesehatan, pemerintah memperkenalkan prinsip asuransi kepada masyarakat
salah
satunya
dengan
cara
mewajibkan
semua
perusahaan
untuk
mengasuransikan karyawanya terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Meskipun program tersebut pernah sempat berjalan, sayangnya akibat dari
situasi keamanan dalam negri pasca kemerdekaan masih belum stabil dan juga
masih terdapat beberapa upaya pemberontakan dari Belanda untuk kembali
merebut Indonesia, maka upaya tersebut belum memungkinkan untuk
terlaksana dengan baik.
Pada tahu 1960 pemerintah mengeluarkan konsep asuransi kesehatan
melalui undang- undang pokok kesehatan tahun 1960 yang meminta
pemerintah mengembangkan “dana sakit” dengan tujuan untuk menyediakan
asuransi kesehatan pelayanan utuk rakyat, sayangnya undang- undnag ini tidak
dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya akibat dari kondisi sosial ekonomi
di indonesia belum kondusif. Pada tahun 1967, Menteri Tenaga Kerja
mengeluarkan Surat Keputusan untuk mendirikan dana mirip dengan konsep
24
25
Health Maintenance Organization (HMO) atau Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan
Masyarakat
(JPKM)
yang
berkembang
kemudian
guna
mewujudkan amanat undang- undang kesehatan tahun 1960 tersebut.23
Memasuki jaman orde baru, terdapat tiga jaminan kesehatan yang
berbentuk asuransi kesehatan, yaitu: PT. Asabri, PT. ASTEK dan Juga Perum
Husada Bakti. PT. Asabri dibentuk dengan terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 1971 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata. Peserta
dalam asuransi ini adalah anggota ABRI (sekarang TNI), Kepolisian, dan juga
Pegawai Negri Sipil di Departemen pertahanan beserta anggota keluarganya.
Terbitnya peraturan pemerintah republik indonesia nomor 33 tahun 1977
tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja yang kemudian di ikuti dengan
berdirinya PT. ASTEK (yang kemudian berubah menjadi PT. Jamsostek).
Pelayanan PT. ASTEK berupa program asuransi kerja dan program tabungan
hari tua yang berkorelasi dengan asuransi kematian. Peserta dari PT. ASTEK
ialah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan milik swasta, termasuk
perusahaan yang didirikan menurut peraturan Penanaman Modal Dalam Negri
(PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) serta karyawan yang bekerja
pada perusahaan umum (PERUM), Perusahaan Persero (PERSERO) dan
perusahaan milik negara yang didirikan dengan atau berdasarkan undangundang tersendiri (Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977
Tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja).
HasbullahThabrany,“SejarahAsuransiKesehatan”,http//staff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/
material/babosejarahasuransikesehatanedited.pdf. diakses pada 12 maret 2016 pukul 18.41 WIB.
23
25
26
Selanjutnya adalah Perum Husada Bakti yang kemudian berubah menjadi
PT. Askes (Asuransi Kesehatan). Dasar hukum dari PT. Askes ialah Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang pemeliharaan kesehatan bagi
pegawai negri sipil dan penerima pensiun beserta anggota keluarganya dan
juga peraturan pemerintah Nomor 23 tahun 1984 tentang perusahaan umum
Husada Bakti.
Jaminan kesehatan yang terus berkembang di Indonesi akhirnya
melahirkan Undang- undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan
sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya yang layak (Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional). Sedangkan Sistem Jaminan Sosial
adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa
badan penyelenggara jaminan sosial (pasal 1 ayat 2 undang-undang Nomor 40
Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional)
Undang- undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional merupakan latar belakang dibentuknya sebuah badan penyelenggara
jaminan sosial. Hal tersebut terdapat pada pasal 5 ayat (1) hingga (3) undangundang ini. Yang berbunyi sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan
UndangUndang,
Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan penyelenggara jaminan
sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
menurut Undang-Undang ini.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
26
27
a. Perusahaan
Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK).
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai
Negeri (TASPEN);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ASABRI); dan
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia
(ASKES).
Lahirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), perusahaan
Perseroan (persero) Asuransi Kesehatan (ASKES) berubah nama menjadi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Sedangkan PT. Jamsostek kini berubah menjadi badan Penyelenggara Jaminan
Sosial. Undang- undang inilah yang menjadi payung hukum berdirinya Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Program BPJS Kesehatan dimulai sejak awal
tahun 2014 yaitu dengan adanya peraturan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Penyelenggara Jaminan
Kesehatan.
2. Asas, Tujuan dan Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Pelakasanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak terlepas dari
Asas, tujuan, serta prinsip- prinsip yang terkandung di dalamnya. Asas yang
dikenal dalam penerapan SJSN ada tiga, yakni asas kemanusiaan, asas
kemanfaatan dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 24 Tujuan
dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/ atau anggota
24
Undang- undang no. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 2
27
28
keluarganya.25 Undang-Undang SJSN Pasal 4 menetapkan sembilan prinsip di
dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dikenal ada sembilan, yakni: 26
a. Prinsip kegotong-royongan, kebersamaan antar peserta dalam
menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan
kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji,
upah, atau penghasilan.
b. Prinsip nirlaba, pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan
hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi seluruh peserta.
c. Prinsip keterbukaan, mempermudah akses informasi yang lengkap,
benar, dan jelas bagi setiap peserta.
d. Prinsip kehati-hatian, pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman,
dan tertib.
e. Prinsip akuntabilitas, pelaksanaan program dan pengelolaan
keuangan secara akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
f. Prinsip portabilitas, memberikan jaminan secara berkelanjutan
meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam
wilayah Negara Republik Indonesia.
g. Prinsip kepesertaan wajib, mengharuskan seluruh penduduk untuk
menjadi peserta jaminan sosial yang dilaksanakan secara bertahap.
25
26
Undang- undang no. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 3
Ibid, hlm. 23
28
29
h. Prinsip dana amanat, iuran dan hasil pengembangannya merupakan
dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi
kepentingan peserta jaminan sosial.
i. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial nasonal dipergunakan
seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta. Hasil pengembangan aset jaminan sosial
dimanfaatkan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
3.
Program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan Program Negara
yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Undang- U
SJSN menetapkan 5 (lima) program jaminan sosial, yaitu:
1. Jaminan
kesehatan
Adalah
program
jaminan
sosial
yang
diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar
peserta dan anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan.27
2. Jaminan kecelakaan kerja Adalah program jaminan sosial yang
diselenggarakan secara nasional dengan tujuan menjamin agar peserta
27
Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 20 ayat 2 Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
29
30
memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai
apabila ia mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat
kerja. 28
3. Jaminan hari tua Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan
secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima
uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total
tetap, atau meninggal dunia. 29
4. Jaminan pensiun Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan
secara nasional dengan tujuan untuk mempertahankan derajat
kehidupan yang layak pada saat peserta mengalami kehilangan atau
berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau
mengalami cacat tetap total.30
5. Jaminan
kematian
Adalah
program
jaminan
sosial
yang
diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk memberikan
santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang
meninggal dunia.
C.
Tinjauan Umum Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
1. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
28
Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
30
Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2 Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
29
30
31
diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar
seluruh penduduk Indonesia terlindungi dengan sistem asuransi. Negara
Indonesia menuju Universal health Coverage (UHC) berdasarkan UndangUndang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 13 menyatakan bahwa: setiap
orang berkewajiban ikut serta dalam program Jaminan kesehatan sosial.
Jaminan Kesehatan Nasional adalah bagian dari SJSN yang diselenggarakan
melalui mekanisme asuransi berdasarkan Undang-Undang RI nomor 40 tahun
2004. Tujuan asuransi kesehatan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi
dari masalah pembiayaan kesehatan kebutuhan dasar masyarakat akan dapat
terpenuhi.
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap
orang yang telah membayariuran atau iurannya di bayar oleh pemerintah.31
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasioanal (SJSN). Sistem
Jaminan Kesehatan Nasional, ini diselenggarakan melalui mekanisme
Asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan
Undang – Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi
dalam system asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar
31
http://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/arsip/categories/MzU/peraturan-bpjs-kesehatan.
Diakses pada tanggal 18 Januari 2016. Pukul 20.00 WIB
31
32
kesehatan masyrakat yang layak.JKN diluncurkan Pemerintah Republik
Indonesia sejak 1 Januari 2014, Kementerian Kesehatan melakukan berbagai
upaya untuk memperkuat pelayanan kesehatan.Berbagai peraturan dan
panduan tentang pelayanan kesehatan dan standar tarif dasar bagi pemberi
dan pengelola pelayanan kesehatan (Yankes) telah dikeluarkan.32
2.
Prinsip- Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsipprinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) seperti yang dijelaskan dalam
Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN adalah sebagai berikut:
a. Prinsip kegotongroyongan Prinsip kegotongroyongan adalah prinsip
kebersamaan yang berarti peserta yang mampu dapat membantu peserta
yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau
beresiko tinggi. Hal ini dapat terwujud karena kepersertaan SJSN yang
bersifat wajib dan pembayaran iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah dan
penghasilan sehingga dapat terwujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
b. Prinsip nirlaba Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for
profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi
sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari
32
http://www.bkkbn.go.id/Documents/JKN/PMK%20No.%2028%20ttg%20Pedoman%20Pelaksan
aan%20Program%20JKN.pdf. Diakses pada tanggal 18 Januari 2016. Pukul 16.00 WIB
32
33
masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan
di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan seluruh peserta.
c. Prinsip keterbukaan Prinsip keterbukaan yang dimaksud adalah prinsip
untuk mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi
setiap peserta.
d. Prinsip kehati-hatian Prinsip kehati-hatian adalah prinsip pengelolaan
dana yang berasal dari iuran peserta secara cermat, teliti, aman dan tertib.
e. Prinsip akuntabilitas Prinsip akuntabilitas maksudnya adalah prinsip
pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat
dipertanggung jawabkan.
f. Prinsip portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan
untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta meskipun
peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
g. Prinsip kepersertaan wajib Kepersertaan wajib dimaksudkan agar seluruh
rakyat
menjadi
peserta sehingga
dapat
terlindungi.
Meskipun
kepersertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta
kelayakan penyelenggaraan program yang semuanya dilakukan secara
bertahap. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, 16
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara
mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
dapat mencakup seluruh rakyat.
33
34
h. Prinsip dana amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan
dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaikbaiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk digunakan
sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kesejahteraan peserta.
i. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial Prinsip yang dimaksud
adalah prinsip pengelolaan hasil berupa keuntungan dari pemegang
saham yang dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan
untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta jaminan sosial.
3. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Kepersertaan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional dijelaskan dalam
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang
kemudian dilakukan perbaikan penjelasan dalam Peraturan Presiden Nomor 111
tahun 2013. Kepersertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan mencakup
seluruh penduduk Indonesia. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional
dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014 hingga
mencakup seluruh penduduk Indonesia paling lambat 1 Januari 2019. Beberapa
penjelasan lain mengenai kepesertaan berdasarkan Perpres tersebut antara lain
adalah: 33
a. Peserta Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.
33
Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013
34
35
b. Pekerja Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji,
upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
c. Pemberi Kerja Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan
hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau
penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan
membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Peserta yang
mengikuti program JKN terbagi dalam dua golongan yaitu:
1.
Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan meliputi
orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.
2.
Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu yang terdiri atas:
a.
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
1.
Pegawai Negeri Sipil;
2.
Anggota TNI;
3.
Anggota Polri;
4.
Pejabat Negara;
5.
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
6.
Pegawai Swasta; dan
7.
Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f
yang menerima Upah.
b.
Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
1.
Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
35
36
2.
Pekerja yang tidak termasuk pada butir satu yang bukan
penerima Upah.
3.
Pekerja sebagaimana dimaksud butir satu dan dua, termasuk
warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6
(enam) bulan..
c.
Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
1.
Investor;
2.
Pemberi Kerja;
3.
Penerima Pensiun;
4.
Veteran;
5.
Perintis Kemerdekaan; dan
6.
Bukan Pekerja yang tidak termasuk butir 1 dan 5 yang mampu
membayar Iuran.
d.
Penerima pensiun terdiri atas:
1. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
2. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak
pensiun;
3. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
4. Penerima Pensiun selain butir 1, 2, 3, 4, dan 5 Janda, duda, atau
anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud
pada butir 1 sampai dengan 5 yang mendapat hak pensiun.
e.
Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
1. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
36
37
2. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari
Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau
tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan
3. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25
(duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan
formal.
4. Sedangkan
Peserta
bukan
PBI
JKN
dapat
juga
mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.
f.
WNI di Luar Negeri Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang
bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan
perundangundangan tersendiri.
4. Hak dan kewajiban Peserta
Hak dan kewajiban peserta dalam menjamin terselenggaranya Jaminan
Kesehatan yang mencakup seluruh penduduk Indonesia dijelaskan dalam
Peraturan BPJS No. 1 tahun 2014 adalah sebagai berikut :
a.
Hak peserta:
1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh
pelayanan kesehatan dan sebagai identitas peserta;
2.
Mendapatkan nomor virtual account
yang digunakan untuk
pembayaran iuran;
3. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta
prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
37
38
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan memilih fasilitas kesehatan
mana yang dikehendaki;
5. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau
tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.
b.
Kewajiban peserta
1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang
besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,
perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas
kesehatan tingkat pertama;
3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh
orang yang tidak berhak;
4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
5. Masa berlaku kepesertaan
a. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang
bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta.
b. Status kepesertaan akan hilang bila peserta tidak membayar Iuran atau
meninggal dunia.
38
39
6. Pembiayaan
a. Iuran Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan
secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk
program Jaminan Kesehatan34
b. Pembayar Iuran
1.
Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
2.
Bagi peserta PBI yang didaftarkan Pemerintah Daerah, iuran dibayar
Pemerintah Daerah.
3.
Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi
Kerja dan Pekerja.
4.
Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan
Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
5.
Bagi anggota keluarga peserta, iuran dibayar oleh peserta f) Besarnya
Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan
Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan
perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang
layak.35
c. Pembayaran Iuran Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya
ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima
upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).
34
35
Perpres No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
Perpres No. 111 tahun 2013
39
40
Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,
menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan
membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara
berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh)
jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya.
Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar
2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh
Pemberi Kerja.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran
JKN dapat dilakukan diawal.
BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai
dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan
pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada
Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sejak diterimanya 27 iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran
diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya (Perpres No. 111
tahun 2013).
d. Besaran Iuran
1.
Iuran Peserta PBI Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan
Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah
40
41
sebesar Rp 19.225,00 (sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima
rupiah) per orang per bulan.
2.
Iuran Peserta Bukan PBI
a.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah
yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota
Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan.
b. Iuran sebagaimana dimaksud pada poin 1 (satu) dibayar dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
3% (tiga persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
b.
2% (dua persen) dibayar oleh Peserta.
c.
Kewajiban
Pemberi
Kerja
dalam
membayar
iuran
sebagaimana dimaksud di atas, dilaksanakan oleh:
a.
Pemerintah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pegawai
Negeri Sipil Pusat, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat
Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
Pusat; dan
b. Pemerintah Daerah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi
Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri Daerah.
c. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima
Upah selain Peserta sebagaimana dimaksud di atas yang
dibayarkan mulai tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 30
41
42
Juni 2015 sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji
atau Upah per bulan dengan ketentuan:
d.
a.
4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
b.
0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta sebagaimana
dimaksud di atas yang dibayarkan mulai tanggal 1 Juli 2015
sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan
dengan ketentuan:
a.
4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
b. 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.
e.
Iuran
Jaminan
Kesehatan
bagi
Peserta
Pekerja
BukanPenerima Upah dan Peserta bukan Pekerja serta
keluarga peserta:
a. Sebesar Rp 25.500 (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah)
per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang
perawatan Kelas III.
b. Sebesar Rp 42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus
rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di
ruang perawatan Kelas II.
c. Sebesar Rp 59.500 (lima puluh sembilan ribulima ratus
rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di
ruang perawatan Kelas I.
42
43
7. Iuran Jaminan Kesehatan bagi penerima pensiun ditetapkan
sebsar 5% (lima persen) dari besaran pensiun pokok dan
tunjangan keluarga yang diterima perbulan dengan
ketentuan:
a.
3% (tiga persen) dibayar oleh Pemerintah: dan
b. 2% (dua persen) dibayar oleh penerima pensiun
8. Iuran
Jaminan
Kesehatan
bagi
Veteran,
Perintis
Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari
Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima 30
persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang
III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan,
dibayar oleh Pemerintah.
9. Besaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi anggota keluarga
PesertaPenerima Upah ditetapkan sebesar 1% (satu persen)
dari Gaji atau Upah Peserta Pekerja Penerima Upah per
orang per bulan.36
6. Jaminan Kesahatan Masyarakat (JAMKESMAS)
Jamkesmas merupakan singkatan dari jaminan kesehatan masyarakat dan
merupakan bagian dari pengentasan kemiskinan yang bertujuan agar akses dan
mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dapat ditingkatkan sehingga
36
Perpres No. 111 tahun 2013
43
44
tidak ada lagi maskin yang kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan karena
alasan biaya.
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program jaminan
kesehatan yang diberikan pemerintah kepada warga masyarakat miskin dan tidak
mampu agar kebutuhan dasar kesehatannya terpenuhi.37
Tujuan umum dari Jamksesmas ialah meningkatkan akses dan mutu
kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai
derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. berbeda
dengan Tujuan umum maka tujuan khusus dari Jamksesmas, yakni:38
b. Meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu mendapat
pelayanan kesehatan di puskesmas serta jaringannya dan rumah sakit.
c. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.
d. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.
Sasaran dari program Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak
mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah
mempunyai jaminan kesehatan lainnya
Sumber pendanaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat berasal dari
APBN
sektor
kesehatan
dan
kontribusi
APBD.
Pemerintah
daerah
berkontribusi dalam menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin di daerah masing- masing.
37
http://www.tnp2k.go.id/id/program/program/dprogram-jamkesmas/ diakses pada tanggal 22
Maret 2016. Pukul 18.00 WIB
38
Departemen Kesehatan RI, dalam pedoman pelaksanaan Jamkesmas, 2008. Jurnal.
44
45
7. Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA)
Jamkesda merupakan program pemerintah yang pada dasarnya mengacu
kepada sistem jaminan sosial yang bertujuan untuk memberikan akses bagi
seluruh rakyat terhadap pelayanan kesehatan. Penyelenggaraannya berdasarkan
prinsip asuransi sosial dengan kepesertaan yang wajib dan besaran premi yang
ditetapkan oleh pemerintah.39 Penyelenggaraan jamkesda mengacu kepada
beberapa prinsip dasar, yaitu:40
1.
Prinsip solidaritas sosial Program jamkesda diselenggarakan berdasarkan
prinsip solidaritas sosial dimana tercipta subsidi silang antara yang kaya
kepada yang miskin, antara yang muda kepada yang tua, antara yang
sehat kepada yang sakit dan antar daerah yang kaya kepada daerah yang
miskin.
2.
Prinsip efisiensi Penyelenggaraan jamkesda mengacu pada sistem
managed care dimana pelayanan yang diberikan efisien, terkendali
utilisasi dan biayanya.
3.
Prinsip ekuitas Jamkesda diselenggarakan berdasarkan prinsip keadilan
dimana setiap penduduk tanpa memandang suku, agama dan status
ekonominya harus memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhannya. Universitas Sumatera Utara
39
Trisnantoro. (2009). Pedoman Operasional Sistem Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.
Yogyakarta: Central Of Health Service Management Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.hlm. 25
40
Ibid, hlm.25
45
46
4.
Prinsip komprehensif Manfaat pelayanan pada jamkesda harus bersifat
komprehensif sesuai dengan kebutuhan medis peserta, meliputi promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif.
5.
Prinsip nirlaba (not for profit) Pengelolaan jamkesda diselenggarakan
atas
dasar
bukan
mencari
atau
memupuk
keuntungan
tetapi
memaksimalkan pelayanan kesehatan. Badan penyelenggara tidak
membayarkan dividen atas sisa anggaran tetapi menggunakannya untuk
peningkatan pelayanan kesehatan bagi peserta.
6.
Prinsip responsif Penyelenggaraan jamkesda harus responsif dengan
tuntutan peserta sesuai dengan perubahan standar hidup para peserta.
7.
Prinsip koordinasi manfaat Dalam pemberian jaminan, tidak boleh terjadi
duplikasi jaminan antara program jamkesda dengan jaminan kesehatan
yang lain ataupun jaminan yang lain seperti jaminan kecelakaan yang
diterima oleh peserta.
Tujuan dalam pelaksanaan Jamkesda dibagi menjadi dua, yakni:41
1.
Tujuan Umum
Meningkatkan akses masyarakat misikin dan tidak mampu sasaran
Jamkesda untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ke sarana
pelayanan kesehatan rujukan tingkat dasar dan rujukan tingkat
lanjut di Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
41
http://www.jamsosindonesia.com/jamsosda/cetak/391 diakses pada hari Selasa Tanggal 22
Maret 2016. Pukul 16.00WIB
46
47
a. Terlayaninya masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dengan prinsip Portabilitas.
b. Mendorong terselenggaranya peningkatan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas yang terstandar
sehingga terkendali biaya dan mutunya.
c. Terselenggaranya pengelolaan biaya pelayanan kesehatan
masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas yang efektif, efisien
dan akuntabel.
Kepesertaan Jamkesda ialah semua masyarakat miskin yang berada
diluar kuota Jamkesmas.
9. Pengertian Kemiskinan
Definisi
mengenai
kemiskinan
sangat
beragam
mulai
dari
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar hingga definisi
kemiskinan dengan mempertimbangkan komponen sosial dan moral.
Kemiskinan dapat diartikan suatu kondisi serba kekurangan.
Kemiskinan dapat dicirikan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan pangan, perumahan, dan pakaian, tingkat pendapatan
rendah, pendidikan dan keahlian rendah, keterkucilan sosial karena
keterbatasan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan. Singkatnya, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu
standar hidup yang rendah yaitu suatu tingkat kekurangan materi pada
47
48
sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan
yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.42
Berdasarkan Peraturan Daerah Yogyakarta Nomor 23 Tahun 2009
istilah kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of
capabilities) seseorang, atau keluarga, atau masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan yang bermartabat.
Ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
berdasarkan definisi kemiskinan mencakup beberapa dimensi, antara lain:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar
(pangan, sandang, dan papan).
2. Ketidakmampuan akses terhadap kebutuhan hidup dasar
lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan
transportasi).
3. Tidak ada jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk
pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual dan
massal.
5. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan
sumberdaya alam.
6. Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat.
42
Parsudi Suparlan, 1984, Kebudayaan Kemiskinan, dalam Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia – Sinar Harapan. Hlm. 55.
48
49
7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata
pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun
mental.
9. Ketidakmampuan
dan
ketidakberuntungan
sosial
(anak
terlantar,wanita tindak kekerasan rumah tangga, janda,
kelompok marginal dan terpencil).43
10. Indikator Kemiskinan
Indikator didalam penentuan bahwa seseorang dikatakan miskin
sangatlah bervariasi dengan demikian standar kemiskinan tentunya
ditiap- tiap daerah akan berbeda Berikut adalah beberapa pendekatan
yang pada umumnya digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan
suatu wilayah:
a.
Pendekatan Pemenuhan Kalori
Penetapan masyarakat miskin ditinjau dari total kebutuhan minimum
makanan yaitu terpenuhinya 1.900 kalori dan 40 gram protein per hari
atau disamakan dengan konsumsi beras per kapita per tahun. Di
pedesaan bilamana pendapatan lebih tinggi atau sama dengan
ekivalensi 320 kg beras dikategorikan tidak miskin. Selanjutnya
klasifikasi miskin terdiri atas:
43
Krisnamurthi, Bayu. 2006. Penaggulangan dan Pengurangan Kemiskinan dalam 22 Tahun Studi
Pembangunan Pengurangan Kemiskinan, Pembangunan Agribisnis dan Revitalisaasi Pertanian.
Bogor: LPPM IPB. Hlm 16
49
50
1.
Melarat (maverty level), bila pendapatan per kapita dari 180 kg
beras/tahun
2.
Miskin sekali (very poor), bila pendapatan per ekivalen 180-240
kg beras/ tahun
3.
Miskin (poor), bila pendapatan ekivalen 240-320 kg
beras/tahun.
4.
Agak miskin (moderate), bila pendapatan per kapita sama atau
lebih dari 320 beras/tahun.44
b. Pendekatan Bank Dunia
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori, yaitu kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu
set standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat /
negara.). Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai
hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan
menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari.
c.
Pendekatan Asean Development Bank
Asean Development Bank menetapkan garis kemiskinan sebesar 1.25
USD/ kapita/hari. Jumlah ini lebih besar dari perhitungan dengan
pendekatan yang didasarkan kebutuhan kalori di Indonesia dan
pendekatan yang dilakukan oleh bank dunia.
d.
44
Pendekatan Biro Pusat Statistik
Berg, A. & Sajogyo. (1986). Pendidikan Untuk Gizi Yang Lebih Baik. Peranan Gizi dalam
Pembangunan Nasional. Jakarta: Rajawali. Hlm 37
50
51
Biro Pusat Statistik atau BPS mengukur kemiskinan berdasarkan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs
approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index (HCI), yaitu
persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan.
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang
terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan
Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan
jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan
(perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
11. Garis Kesmiskinan
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis
Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Semakin
tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai
penduduk miskin.
Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah
perkotaan dan perdesaan. Secara umum penduduk miskin dapat dibedakan
menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara
(transient
poor).
Miskin
kronis
51
adalah
penduduk
miskin
yang
52
berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki
akses yang cukup terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan miskin
sementara adalah penduduk miskin yang berada dekat garis kemiskinan.
Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam ekonomi, kondisi penduduk yang
termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat dan statusnya
berubah menjadi penduduk tidak miskin.45
D.
Tinjauan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
1. Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di
Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan
Undangundang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan
badan hukum nirlaba. Dan Program BPJS Kesehatan 2014 ini akan mulai
berlaku pada tanggal 1 januari 2014.
Pembentukan BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Undang-Undang ini
merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
45
http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/23 diakses pada hari Rabu tanggal 23 Maret 2016. Pukul
00.52 WIB
52
53
mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan
transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT
TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya
pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai serta hak dan
kewajiban. Undang-Undang ini membentuk 2 (dua) BPJS yaitu BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan
program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan
jaminan kematian. Terbentuknya dua BPJS ini diharapkan secara bertahap
akan memperluas jangkauan kepesertaan progam jaminan sosial.
Di dalam program BPJS jaminan sosial dibagi kedalam 5 jenis program
jaminan sosial dan penyelenggaraan yang dibuat dalam 2 program
penyelengaraan, yaitu :
1. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dengan
programnya adalah Jaminan Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari
2014.
2. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan
programnya adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua,
Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian yang direncanakan dapat
dimulai mulai 1 Juli 2015.
53
54
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah peleburan 4
(empat) badan usaha milik negara menjadi satu badan hukum, 4 (empat)
badan usaha yang dimaksud adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT
ASABRI, dan PT ASKES. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini
berbentuk seperti asuransi, nantinya semua warga indonesia diwajibkan
untuk mengikuti program ini.
2. Kepesertaan BPJS Kesehatan
Dalam mengikuti program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok,
yaitu untuk mayarakat yang mampu dan kelompok masyarakat yang
kurang mampu. Peserta BPJS di bagi 2 kelompok yaitu:
a. PBI (yang selanjutnya disebut Penerima Bantuan Iuran) jaminan
kesehatan, yaitu PBI adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir
miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan Undangundang SJSN yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai
peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin
yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui Peraturan
Pemerintah
b. Bukan PBI jaminan kesehatan.46
46
http://www.antaranews.com/berita/376166/tanya-jawab-bpjs-kesehatan di akses tanggal 07
februari 2016
54
55
3. Visi dan Misi BPJS
Program yang dijalankan oleh pemerintah ini mempunyai visi dan misi,
visi dan misi dari program BPJS Kesehatan adalah:
a. Visi BPJS Kesehatan : Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh
penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam
memenuhi
kebutuhan
dasar
kesehatannya
yang
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan
terpercaya.
b. Misi BPJS Kesehatan :
1. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan
mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
2. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan
kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu kepada peserta
melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan.
3.
Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan
dana BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan dan
akuntabel untuk mendukung kesinambungan program.
4. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan
prinsip-prinsip
tata
kelola
organisasi
yang
baik
dan
meningkatkan kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja
unggul.
55
56
5. Mengimplementasikan
dan
mengembangkan
sistem
perencanaan dan evaluasi, kajian, manajemen mutu dan
manajemen
risiko
atas
seluruh
operasionalisasi
BPJS
Kesehatan.
6. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan
komunikasi
untuk
mendukung
operasionalisasi
BPJS
Kesehatan.47
4. Cara Pembayaran Fasilitas kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan membayar
kepada Fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem
paket Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs).
Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan
BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah
keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas
kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan membayar
kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan
pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.
47
http://www.bpjs-kesehatan.go.id/statis-2-visidanmisi.html dikunjungi tanggal 07 februari 2016.
Pukul 03.00 WIB
56
57
E.
Tinjauan Umum Pelayanan Publik
1. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, kelompok
dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi
kebutuhan,48 selain itu ada juga yang menyebutkan bahwa pelayanan adalah
proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.49
Sedangkan menurut Sinambela Pelayanan publik adalah sebagai setiap
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang
memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam hasilnya tidak terikat
pada suatu produk secara fisik.50
Secara terminologi, istilah public berasal dari Bahasa Inggris yang
berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sendiri sudah diterima dalam
Bahasa Indonesia baku yang artinya umum, orang banyak, ramai.51
Dari perspektif hukum, pelayanan publik dapat dilihat sebagai suatu
kewajiban yang diberikan oleh konstitusi atau peraturan perundangundangan kepada pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara
atau penduduknya atas suatu pelayanan.52
Pelayanan Publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 adalah segala kegiatan pelayanan
yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
48
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta. Hlm. 40
Pasolong Herbani, loc.cit.
50
Pasolong Herbani, loc.cit.
51
Sirajudin, Didik Sukriono, op.cit., hlm 12
52
ibid
49
57
58
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan kebutuhan
peraturan perundang- undangan. Sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik
dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat,
didaerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan.53
Penyelenggara pelayanan publik menurut Undang-undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah setiap institusi
penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik dan badan
hukum yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Sedangkan menurut menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara
Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003
tentang
Pedoman
Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik penyelenggara pelayanan publik adalah
Instansi Pemerintah.
Sesuai dengan yang tertera dalam Keputusan Mentri Pendayagunaan
Apratur Negara Republik Indonesia No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, untuk
mencapai
kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:
53
Ratminto & Atik Septi W. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 27.
58
59
1. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti;
2. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
3. Kondisional yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang
pada efisiensi dan efektivitas;
4. Partisifatif adalah pelayanan yang mendorong peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan
aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat;
5. Kesamaan hak yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi
dilihat dari aspek apapun khususnya suku , ras, agama, golongan, status,
sosial dan lain-lain;
6. Keseimbangan
hak
dan
kewajiban
adalah
pelayanan
yang
mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima
pelayanan publik.54
2. Asas Pelayanan Publik
Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, penyelenggaraan pelayanan publik harus berasaskan :
a. Kepentingan umum;
b. Kepastianhukum;
54
Lijan Poltak Sinambela dkk, op.cit., hlm 6
59
60
c. Kesamaan hak;
d. Keseimbanga hak dan kewajiban;
e. Keprofesionalan;
f. Partisipatif;
g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. Keterbukaan;
i. Akuntabilitas;
j. Fasilitas dan perlakuan khusus kelompok rentan;
k. Ketepatan waktu;
l. Kecepatan, kemudahan, keterjangkauan.
Menurut Lenvine setidaknya harus ada tiga indikator dalam negara demokrasi
yaitu respinssiveness, responsibility dan accountability:
a. Respinssiveness atau responsivitas adalah daya tanggap penyedia layanan
terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan.
b. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan
seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi
yang benar dan telah ditetapkan.
60
61
c. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan
seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai kepentingan
stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.55
55
AG. Subarsono, 2005, Pelayanan Publik yang Efisien Responsif dan Non Partisipan dalam buku
Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Publik, Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, hlm 141
61
62
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Sifat Penelitian
Sifat penelitian didalam penelitian yang
berjudul “Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional Melalui BPJS dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Miskin di Kota Yogyakarta” yaitu bersifat empiris artinya penelitian yang
dilakukan dengan data lapangan yang ada di lapangan dan data sekunder yaitu
sumber data yang dapat melengkapi keterangan dengan melakukan penelitian
terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
B. Jenis Penelitian
Berdasarkan jenis data, bahan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer dan sekunder yang didapatkan dalam dua jenis penelitian
yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan adalah cara pengumpulan data dengan mempelajari ,
mengelompokan dan mengalanisis data tertulis yang terdapat pada dokumen
resmi , peraturan perundangan-undangan , buku-buku , jurnal dan hasil
penelitian yang mempunyai kaitan dengan penelitian yang diteliti oleh
penulis. Tujuan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang
62
63
berupa bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier.56
1. Bahan hukum primer , yaitu bahan yang bersifat mengikat. Bahan hukum
primermerupakan bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif).57
Bahan hukum primer dalam penelitian ini diperoleh dari:
a) Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
b) Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
c) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
d) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
e) Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013
Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional;
f)
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 70 Tahun 2006 Tentang
Penanggulangan Kemiskinan;
g) Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 25 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Kota Yogyakarta
h) dan peraturan perundang-undangan lain.
2.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer.Bahan hukum ini mencakup semua
56
Soerjono Soekanto dan Sri Mammudji,2003, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,hlm.13
57
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., 2009,MetodePenelitianHukum, SinarGrafika, Jakarta, hlm.47
63
64
publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi.Bahan
hukum sekunder yang digunakan yaitu :
a) Buku- buku yang membahas tentang asuransi pada umumnya serta
asuransi sosial pada khususnya;
b) Buku- buku yang membahas tentang Jaminan Kesehatan Nasional;
c) Buku- buku yang membahas tentang pelayanan publik;
d) Hasil- hasil penelitian;
e) Artikel- artikel yang berasal dari surat kabar, majalah, dan media
internet.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari:
a. Kamus Hukum;
b. Kamus Umum.
c. Surat kabar dengan isi artikel yang berkaitan.
2. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan merupakan pengumpulan data dengan cara terjun
langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang diperlukan berkaitan
dengan objek penelitian. Data yang diperoleh secara langsung dari
penelitian lapangan ini adalah data primer mengenai pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat
miskin di Kota Yogyakarta.
64
65
1) Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Yogyakarta Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, secara detail penelitian akan dilakukan di lokasilokasi berikut:
i. Kantor cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta yang beralamat di Jalan
Gedong Kuning Nomor 130A Yogyakarta.
2) Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability
sampling, dimana tidak semua elemen dalam populasi mendapat
kesempatan yang sama untuk menjadi responden, sedangkan jenis sampel
yang dipilih adalah purposive sampling, dimana penelitian menentukan
sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili populasi.58
Penentuan responden didasarkan pada beberapa kriteria antara lain :
a. Penyelenggara Jasa
i.
Penyelenggara BPJS Kesehatan yaitu perorangan yang melakukan
tugas administrasi BPJS Kesehatan.
ii.
Terlibat langsung dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
melalui BPJS Kesehatan.
iii.
Mengetahui Pelaksanaan Jaminan Kesehatan melalui BPJS
Kesehatan.
58
Burhan Ashshofa,2004,MetodePenelitianHukum, RinekaCipta, Jakarta,hlm.87-91
65
66
b. Pengguna Jasa
ii. Menggunakan kartu BPJS Kesehatan didalam mengakses
pelayanan kesehatan, khususnya untuk pemilik kartu PBI.
iii. Merupakan Penduduk yang tinggal di Kota Yogyakarta.
iv. Telah menggunakan kartu BPJS Kesehatan lebih dari satu
kali dalam mengakses pelayanan kesehatan.
3) Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah narasumber dan responden dengan penentuan
berdasarkan pertimbangan bahwa responden mempunyai hubungan erat
dengan permasalahan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan melalui BPJS dalam
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta.
a. Responden adalah pihak yang menjadi sumber data karena merupakan
pihak yang terlibat langsung mengenai masalah yang diteliti dengan cara
merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis,responden
dalam penelitian ini adalah
:
i. Penyelenggara BPJS Kesehatan 5 (lima) orang dengan ciri-ciri
antara lain:
1)
Penyelenggara BPJS Kesehatan yang bertugas untuk melakukan
pendaftaran,berjumlah 2 (dua) orang dengan pembagian berdasar
cara usahanya yaitu 1 (satu) menerima syarat- syarat administrasi
1(satu) pihak yang melakukan pembuatan kartu BPJS Kesehatan
66
67
2) Penyelenggara BPJS Kesehatan yang berprofesi sebagai Petugas
Verifikator 1 (satu).
3) Penyelenggara BPJS Kesehatan yang tidak menjalankan kegiatan
secara langsung namun ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan
BPJS Kesehatan berjumlah 1 (satu) yaitu karyawan bagian Operasional
yang mengatur pengelolaan dan perjanjian dengan instansi yang terikat
dengan pihak BPJS Kesehatan.
4) Penyelenggara yang terlibat langsung di lapangan dan berperan untuk
mengawasi
jalannya
penyelenggaraan
BPJS
Kesehatan
dan
menerapkan peraturan berjumlah 1 (satu) yaitu Kepala Cabang BPJS
Kesehatan Yogyakarta Ibu Upik Handayani.
ii. Pengguna BPJS Kesehatan yang berjumlah 15 (lima) orang dengan
ciri-ciri :
1).
Pengguna jasa BPJS Kesehatan Yang termasuk kedalam golongan
peserta bukan Penerima Bantuan Iuran, 5(lima) orang Karyawan,
dan 2(dua) orang bukan penerima gaji.
2)
Pengguna Jasa BPJS Kesehatan yang termasuk kedalam golongan
Penerima Bantuan Iuran, 7 (tujuh) Orang peserta yang dikategorikan
kedalam fakir miskin
b.
Narasumber
adalah
pihak
yang
tidak
mengalami
sendiri
permasalahan yang diteliti, tetapi dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan karena menguasai dan mengetahui informasi yang
67
68
terkait dengan permasalahan. Narasumber dalam penelitian ini
adalah Ibu Upik Handayani Kepala Cabang BPJS Kesehatan Kota
Yogyakarta
4) Cara dan Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan
kuisionair, wawancara merupakan teknik pengumpulan data dan dalam
memperoleh informasi dan keterangan yang diperlukan degan jalan tanya
jawab secara langsung dengan pihak yang diwawancarai, yaitu orang-orang
yang berkompetensi dibidangya. Kuisioner adalah suatu teknik pengumpulan
informasi yang memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan,
perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di dalam organisasi yang bisa
terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada. Alat yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah pedoman wawancara, dimana
pedoman wawancara ini berisikan daftar pertanyaan yang akan diajukan dan
recorder handphone digunakan sebagai alat bantu untuk merekam
wawancara.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dimulai dengan kegiatan pra penelitian yang
meliputi observasi awal lapangan guna mengetahui permasalahan yang ada,
pengumpulan dan seleksi bahan kepustakaan serta studi awal terhadap
bahan kepustakaan tersebut. Langkah selanjutnya adalah pengajuan usulan
penelitian kepada dosen pempimbing skripsi dengan pengajuan proposal
68
69
sekaligus melakukan konsultasi mengenai masalah yang diambil dalam
penelitian untuk penyempurnaan proposal.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan ini terbagi menjadi dua tahapan yang meliputi :
a.
Pelaksanaan penelitian kepustakaan
Pada peneltian kepustakaan hal-hal yang dilakukan oleh
penulis yaitu pengumpulan dan pengkajian bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan masalah
penelitian yang diambil. Bahan hukum primer dan sekunder
tersebut didapatkan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, perpustakaan pusat Universitas Gadjah
Mada, dan pelacakan melalui sumber terpercaya di internet.
b.
Pelaksanaan penelitian lapangan
Penelitian lapangan yang dilakukan oleh penulis berguna
untuk melengkapi data sekunder yang diperoleh melalui
penelitian kepustakaan, penelitian lapangan ini juga sekaligus
sebagai sumber data riil mengenai keadaan lapangan. Penelitian
lapangan dilakukan dengan pedoman wawancara terhadap
responden dan narasumber, selain itu juga penulis menggunakan
kuisioner yang ditujukan kepada responden yang telah
ditentukan. Sebelum melakukan wawancara pedoman wawancara
tersebut telah terlebih dahulu dikonsultasikan kepada dosen
69
70
pembimbing skripsi untuk mendapat masukan akan hal-hal
penting yang harus ditemukan jawabanya.
c.
Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian penelitian mencakup beberapa kegiatan
yang dilakukan oleh penulis antara lain meliputi mengalanalisis
data hasil penelitian yang kemudian dikonsultasikan secara
intensif dengan dosen pembimbing skripsi agar memperoleh
pedoman terkait teknik penulisan dan juga materi muatan dalam
penelitian untuk perbaikan penyusunan laporan akhir.
C. Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis
secara kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan cara
mengelompokkan data-data yang diperoleh, untuk selanjutnya dipilah
berdasarkan relevansinya terhadap topik penelitian. Data tersebut kemudian
disusun secara sistematis untuk dihubungkan dan dianalisis dengan
peraturan-peraturan yang terkait, agar selanjutnya dapat ditarik kesimpulan
guna menjawab permasalahan. Penyajian data dilakukan secara deskriptif
dengan cara menggambarkan dan menjelaskan hasil yang didapat di
lapangan dengan data dan teori yang ada, sehingga menjawab
permasalahan.
70
71
D. Hambatan Penelitian dan Cara Mengatasinya
1. Hambatan Penelitian
Hambatan-hambatan yang dialami penulis pada saat melakukan
penelitian antara lain adalah :
a. Penulis sempat mengalami kesulitan saat mengurus izin penelitian
dikarenakan penelitian penulis diharus diajukan ke BPJS Kesehatan
Pusat terlebih dahulu yang berada di Jakarta, sehingga proses perizinan
membutuhkan waktu yang lama dan proses yang panjang untuk
mendapat surat pengantar dari satu instansi ke instansi lain sampai
dengan dinas yang dituju.
b. Penulis juga mengalami kesulitan saat mencari responden untuk
diwawancarai karena saat penulis terjun langsung di lapangan beberapa
dari responden sasaran enggan diwawancarai namun dengan usaha dan
pendekatan penulis akhirnya penulis mendapat informasi dicari.
2. Cara Mengatasi Hambatan Penelitian
a. Untuk mengurus izin penulis mencari informasi dari beberapa teman
penulis yang sudah melaksanakan penelitian terlebih dahulu sehingga
penulis tahu tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam mengurus
izin penelitian, serta mendapat informasi detail mengenai lokasi-lokasi
dinas yang harus dituju.
b. Untuk mengatasi masalah sulitnya mencari responden yang mau
diwawancarai berhubung penulis bertempat tinggal di lokasi penelitian
71
72
maka akhirnya penulis meminta beberaa teman dan kerabat dekat
penulis yang mengenal beberapa responden untuk kemudian membujuk
untuk mau diwawancari.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum dan Mekanisme BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah
Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
kesehatan. BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari
2014. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh pemerintah.
Cikal bakal terbentuknya BPJS Kesehatan tidak dapat terlepas
dari kehadiran PT. Askes (Persero). Pada tahun 1968, Pemerintah
Indonesia mengeluarkan kebijakan yang mengatur pemeliharaan
kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI)
72
73
beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
230 Tahun 1968.
Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan
Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana
Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana Prof. Dr. G.A. Siwabessy
Menteri Kesehatan RI menyatakan bahwa badan tersebut menjadi cikalbakal dari terbentuknya asuransi kesehatan nasional. Pada tahun 1984
dalam badan tersebut cakupan peserta diperluas dan dikelola secara
profesional dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri
Sipil,Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) dan keluarga,
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan
penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.
Badan ini terus mengalami transformasi yang dari tadinya Perum
kemudian pada tahun 1992 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT
Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan,
kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan
pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.
Askes
(Persero)
diberi
tugas
oleh
Pemerintah
melalui
Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor
1241/MENKES/SK/XI/2004
dan
Nomor
56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan
73
74
Kesehatan Masyarakat. Dengan prinsip penyelenggaraan mengacu
pada :
1. Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan
asas gotong royong sehingga terjadi subsidi silang.
2. Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.
3. Pelayanan
kesehatan
dengan
prinsip
managed
care
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Program
diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.
4. Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan
kepada peserta.
5. Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan
mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.
BPJS
Kesehatan
(Badan
Penyelenggara
Jaminan
Sosial
Kesehatan) merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara yang
mempunyai
tugas
khusus
untuk
menyelenggarakan
Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk
Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI,
Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha
lainnya ataupun rakyat biasa.
BPJS Kesehatan ini merupakan salah satu program pemerintah
dalam bentuk kesatuan jaminan kesehatan nasional atau JKN. Jaminan
Kesehatan Nasional ini diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013.
74
75
Dasar hukum dari BPJS Kesehatan ini adalah Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial khususnya pada Pasal 5
dan Undang-Undang nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Dalam
Undang-Undang Nomor 24 tentang BPJS askes (Asuransi Kesehatan)
yang sebelumnya dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), berubah
menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014.
1. Fungsi, tugas, dan wewenang BPJS Kesehatan
UU
BPJS
menetukan
bahwa
BPJS
Kesehatan
berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan
menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dalam melaksanakan fungsi
sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
e. mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan
sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan.
75
76
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan
sosial kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan
pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran
termasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana
jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan
kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi
program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas pendaftaran
kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima
pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta. Dalam
melaksanakan tugasnya sebagaimana diamaksud di atas BPJS
berwenang:59
a.
Menagih pembayaran Iuran;
b.
Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek
dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang
memadai;
c.
Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta
dan pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
59
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
76
77
d.
Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif
yang ditetapkan oleh Pemerintah;
e.
Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas
kesehatan;
f.
Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi
kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;
g.
Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang
mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam
memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
h.
Melakukan
kerjasama
dengan
pihak
lain
dalam
rangka
penyelenggaraan program jaminan sosial.
Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta
pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan
pembayaran, kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan
mengenakan
sanksi
administratif
yang
diberikan
kepada
BPJS
memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik.
2. Lembaga Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan
Kesehatan
Nasioanal
diselenggarakan
oleh
BPJS
Kesehatan yang merupakan badan hukum publik milik negara yang
77
78
bersifat non profit dan bertanggung jawab kepada presiden.BPJS terdiri
atas dewan pengawas dan direksi. Dewan pengawas terdiri dari:60
a. 2 (dua) Orang unsur Pemerintah
b. 2 (dua) Orang unsur pekerja,
c. 1 (satu) Orang unsur pemberi kerja,
d. 1 (satu) Orang Masyarakat,
e. 1 (satu) Orang Unsur Tokoh Masyarakat
Pengangkatan dan pemberhentian dewan pengawas dilakukan
oleh presiden.
B. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS dalam
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh Pemerintah. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan
60
Wanwancara dengan Bapak Bayu wahyudi selaku Direktur hukum, komunikasi, dan hubungan
antarlembaga badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan, pada hari minggu tanggal 13
maret 2016, pukul 15.00 WIB
78
79
sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada
setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
Pemerintah. BPJS Kesehatan adalah badan yang ditunjuk untuk
menyelenggarakan JKN. BPJS Kesehatan telah beroperasi sejak tanggal 1
Januari 2014, dan sekarang telah berjalan sekitar dua tahun.
1. Kepesertaan
Di dalam pelaksanaan Jaminan kesehatan nasional melalui BPJS
Kesehatan kepesertaan jaminan sosial berifat wajib, hal ini ditegaskan di
dalam Undang- undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Kepesertaan dalam jaminan kesehatan bersifat wajib
mencakup seluruh penduduk indonesia.61
Kepesertaaan jaminan kesehatan meliputi:
a. Peserta;
b. Pendaftaran peserta;
c. Verifikasi dan indentifikasi peserta;
d. Hak dan kewajibam peserta;
e. Perubahan data dan status peserta;
Peserta di dalam kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi menjadi
dua yakni peserta PBI jaminan kesehatan dan peserta bukan PBI
61
Perpres 111 tahun 2013 pasal 6 ayat 11
79
80
Jaminan Kesehatan. Kepesertaan PBI diatur dalam Perpres No 101
Tahun 2011. Adapun kriteria Peserta PBI adalah sebagai berikut.
Peserta PBI jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud ialah orang
yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.
Kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu Berdasarkan
atas keputusan mentri sosial No 146/ HUK/ 2013 Tentang penetapan
kriteria dan pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu, yaitu:
1. Tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/ atau
mempunyai
sumber
mata
pencaharian
tetapi
tidak
mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar;
2. Mempunyai pengeluaran sebagian besar digunakan untuk
memenuhi konsumsi makanan pokok sederhana;
3. Tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk berobat ke
tenaga medis, kecuali puskesmas atau yang disubsidi
pemerintah;
4. Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu tahun
untuk setiap anggota keluarga;
5. Mempunyai kemampuan hanya menyekolahkan anaknya
sampai jenjang pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama;
6. Mempunyai dinding rumah terbuat dari bambu/ kayu/
tembok dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah, termasuk
tembok yang sudah usang/ berlumut atau tembok tidak di
plester;
80
81
7. Kondisi lantai terbuat dari tanah atau kayu/ semen/ keramik
dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah;
8. Atap terbuat dari ijuk/ rumbia atau genteng/ seng/ asbes
dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah;
9. Mempunyai penerangan bangunan tempat tinggal bukan dari
listrik atau listrik tanpa meteran;
10. Luas lantai rumah kecil kurang dari 8 m2/ orang; dan
11. Mempunyai sumber air minum berasal dari sumur atau mata
air tak terlindung/ air sungai/ air hujan/ lainnya.
Kriteria Fakir Miskin dan orang tidak mampu di tetapkan oleh
menteri di bidang sosial setelah berkoordinasi dengan dinas sosial.
Dinas sosial memiliki kewenangan antara lain sebagai berikut:62
a.
Pendataan
b.
Verifikasi
c.
Validasi data kemiskinan baik di daerah, kabupaten/ kota serta
provinsi.
Data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu yang telah
diverifikasi dan divalidasi sebagaimana dimaksud, sebelum
ditetapkan sebagai data terpadu oleh Menteri di bidang sosial,
dikoordinasikan
terlebih
dahulu
dengan
menteri
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan
62
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
81
82
menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait. Data terpadu yang
ditetapkan
oleh
Menteri
di
rinci
menurut
provinsi
dan
kabupaten/kota. Data terpadu sebagaimana dimaksud menjadi dasar
bagi penentuan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan. Data
terpadu sebagaimana dimaksud, disampaikan oleh Menteri di bidang
sosial kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan dan DJSN Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan mendaftarkan jumlah
nasional PBI Jaminan Kesehatan yang telah ditetapkan sebagaimana
dimaksud sebagai peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS
Kesehatan.
Masyarakat PBI yang tidak termasuk di dalam kuota APBN
maka Berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor:
JP/Menkes/590/XI/2013
tentang
Jaminan
Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa bila masih terdapat
masyarakat miskin dan tidak mampu di luar peserta JKN yang
berjumlah 86,4 juta jiwa maka menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah dalam program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)
Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013
tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2014.63
63
Wawancara dengan Bapak Bayu wahyudi selaku Direktur hukum, komunikasi, dan hubungan
antarlembaga badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan, pada hari minggu tanggal 13
maret 2016, pukul 15.00 WIB
82
83
Acuan di dalam pendaftaran Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Berdasarkan akan Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2012, BAB
IV tentang Pendaftaran Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan,
dalam Pasal 7
Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan mendaftarkan jumlah nasional
PBI jaminan kesehatan yang telah ditetapkan berdasarkan data
terpadu dengan perincian menurut provinsi dan kabupaten/ kota.
Setelah adanya penetapan penerima bantuan iuran dari menteri
maka BPJS Kesehatan wajib memberikan nomor identitas tunggal
kepada peserta Jaminan Kesehatan yang telah didaftarkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang
kesehatan.
Pelaksanaan BPJS Kesehatan dalam hal kepesertaan memiliki
kendala, kendala yang ada ialah karena kurangnya sosialisasi dari
pihak Pemerintah dan BPJS Kesehatan sendiri kepada peserta di
dalam hal prosedur dan alur penetapan kepesertaanya.64 Adanya
permasalahan
ini
tentunya
mengakibatkan
terhambatnya
pelaksanaan JKN dan juga dari segi pelayanannya dapat
mengakibatkan keterlambatan pelayanan karena petugas harus
menjelaskan terlebih dahulu mengenai prosedur dan persyaratan
administrasi.
64
Hasil wawancara dengan Bapak Munajat Selaku peserta PBI BPJS Kesehatan pada hari minggu
tanggal 13 maret 2016, pukul 09.00 WIB
83
84
Kepemilikan
Kartu
Peserta
BPJS
Kesehatan
pada
kenyataannya masi belum merata kurangnya pemerataan dan hasil
pendataan
kependudukan
yang
kurang
baik
menyebabkan
banyaknya masyarakat, khususnya fakir miskin belum memiliki
Kartu BPJS Kesehatan.65 Akibatnya masih banyak masyarakat
miskin yang belum beralih kepada BPJS Kesehatan dan belum
terdaftarkan.
Meskipun berdasarakan atas Peraturan Presiden No. 12 Tahun
2013 Pasal 6 tentang Jaminan Kesehatan seharusnya semua
masyarakat Indonesia sudah harus beralih ke BPJS Kesehatan,
ternyata kenyataan di lapangan masih di dapati adanya pihak- pihak
yang belum beralih kedalam BPJS Kesehatan. Hal ini terkait akan
belum maksimalnya proses sosialisasi BPJS kesehatan.
Pendaftaran BPJS Kesehatan Khususnya PBI di Kota
Yogyakarta pada dasarnya sama dengan di daerah- daerah lainya
yaitu dengan cara Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu
yang menjadi peserta PBI dilakukan oleh lembaga yang
menyelenggarakan urusan Pemerintahan dalam hal ini dinas sosial
yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Sosial.
Kartu PBI Normalnya didistribusikan oleh pihak BPJS
Kesehatan berdasarkan data pendataan program perlindungan sosial
tahun 2011. Bagi peserta yang tergolong miskin atau tidak mampu
65
Hasil wawancara dengan Ibu Siti Selaku peserta PBI BPJS Kesehatan pada hari minggu tanggal 13
maret 2016, pukul 10.00 WIB
84
85
dan belum mendapatkan kartu PBI tetap bisa mendapatkanya dengan
cara mengurusnya sendiri. Perbedaanya dengan PBI yang langsung
mendapatkan kartu BPJS Kesehatan dengan yang mengurus sendiri
hanya dalam pembiayaan. Pembiayaan bagi peserta PBI yang
langsung mendapatkan kartu pembiayaanya melalui pemerintah
pusat (APBN), sedang bagi yang melakukan pendaftaran sendiri
pembiayaanya ditanggung oleh pemerintah daerah (APBD).66
Cara pendaftaran BPJS Kesehatan Khususnya PBI apabila
belum mendapatkan kartu BPJS Kesehatan secara langsung
a. Menyerahkan fotokopi Kartu Keluarga dan KTP seluruh
anggota keluarga
b. Menyerahkan Surat keterangan tidak mampu dari RT dan
Kelurahan (PM1)
c. Menyerahkan Surat Pengantar Pembuatan kartu BPJS
Kesehatan PBI Puskesmas.
Sebelum diadakannya Jaminan Kesehatan Nasional melalui
BPJS Kesehatan peserta yang memiliki kartu JAMKESMAS secara
otomatis beralih kedalam BPJS Kesehatan. Semua warga dengan
kriteria hampir miskin,miskin dan sangat miskin langsung terdaftar
jadi peserta jamkesmas dan program - program kemiskinan lainnya,
bagi peserta yang sudah terdaftar sebagai peserta jamkesmas apabila
66
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
85
86
ingin keluar dan mendaftar sebagai peserta bpjs non pbi bisa
dilakukan di dinas sosial setempat membawa kartu dan kartu
keluarga. Akan tetapi kalau sudah keluar tidak bisa masuk lagi dan
secara otomatis keluar dari semua program kemiskinan.67
Berdasarkan hasil survey dari Dinas Sosial Kota Yogyakarta,
DIY memiliki dua juta masyarakat miskin,68 dan dalam data yang
telah diperoleh dari BPJS Kesehatan Yogyakarta, masyarakat tidak
mampu yang telah di cover oleh BPJS Kesehatan Yogyakarta dalam
Penerima Bantuan Iuran (PBI) sejumlah 1,572,154 Jiwa.
67
Wanwancara dengan Bapak Bayu wahyudi selaku Direktur hukum, komunikasi, dan hubungan
antarlembaga badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan, pada hari minggu tanggal 13
maret 2016, pukul 15.00 WIB
68
Wanwancara dengan Ibu Upik Handayani selaku Kepala cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta, ,
pada hari Rabu tanggal 09 maret 2016, pukul 08.00 WIB
86
87
Tabel 1.1 Data Peserta PBI
Dari penjelasan dan data yang telah diuraikan diatas dapat
dikatakan sejauh ini pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
melalui BPJS Kesehatan di Kota Yogyakarta telah berjalan dengan
cukup baik, hal ini dapat dilihat dengan adanya data yang telah
diperoleh bahwa setidaknya dari dua juta masyarakat miskin di Kota
Yogyakarta, setidaknya sudah 1,5 Juta jiwa telah tercover oleh BPJS
Kesehatan, meskipun dalam pelaksanaanya terdapat
beberapa
kendala. Mayoritas dari responden yang telah diwawancarai sudah
mengetahui prosedur kepesertaan dan juga memahami harus
memiliki kartu BPJS Kesehatan.
Kemudian dari Hasil wawancara dengan Ibu Upik Handayani
selaku Kepala cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta diketahui ada
peningkatan peserta BPJS Kesehatan sejak 1 januri 2014 sampai
dengan sekarang khususnya bagi peserta Penerima Bantuan Iuran.
2. Iuran Kepesertaan
Setelah membahas mengenai kepesertaan BPJS Kesehatan, selanjutnya
penulis akan mengulas mengenai Iuran Kepesertaan di dalam Jaminan
Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan. Iuran Jaminan Kesehatan
adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan secara teratur oleh Peserta,
Pemberi Kerja dan/ atau Pemerintah untuk Program Jaminan Kesehatan
87
88
(Pasal 1 angka 13 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2013 Tentang Jaminan Kesehatan).
Ketentuan pembayaran Iuran dibagi menjadi dua peserta yakni Peserta
bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Penerima Bantuan Iuran
(PBI). Pembayaran iuran untuk masyarakat miskin sendiri di Kota
Yogyakarta menurut Ibu Upik Handayani selaku Kepala Cabang BPJS
Kesehatan Kota Yogyakarta untuk saat ini sebesar Rp 19.225,- tetapi
menurut beliau iuran tersebut akan berubah besaranya menjadi Rp 23.000,apabila telah disetujui oleh Pemerintah.
Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Non PBI melalui
BPJS Kesehatan dibayarkan paling lambat pada tanggal 10 setiap bulanya,
apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari
kerja. Berbeda dengan Penerima Bantuan Iuran (PBI) iuran akan dibayarkan
secara langsung oleh pemerintah tiap bulanya, serta pelaksanaan program
jaminan kesehatan untuk PBI jaminan kesehatan bersumber dari anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam BPJS Kesehatan iurannya
dibayarkan oleh pemerintah setiap bulanya, dengan kisaran Rp. 19.225,-69
sedangkan pada JAMKESMAS besaran Iuran bagi masyarakat miskin Rp
6.500,- dan tidak terdapat patokan pada aturan mengenai perhitunganya.70
Bagi masyarakat miskin yang belum terdaftar dalam BPJS Kesehatan maka
69
Hasil wawancara dengan ibu Komariyah selaku penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan
yogyakrta pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 Pukul 12.00 WIB.
70
http://www.jpnn.com/read/2012/07/09/133291/Penentuan-Iuran-Jamkesmas-Hanya-BerdasarFeeling diakses pada hari Rabu 30 Maret 2016 Pukul 14.00 WIB
88
89
jaminan kesehatanya akan di biayai oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
anggaran yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Anggaran
pelaksanaan
Program
Jaminan
Kesehatan
Daerah
(Jamkesda) Kota Jogja mencapai Rp23 miliar sehingga bisa diakses seluruh
warga Jogja tanpa mengenal strata sosial. Biaya yang ditanggung oleh
Jamkesda Untuk rawat jalan maksimal akan memperoleh klaim sebesar
Rp150.000.71
Pembiayaan Iuran kepesertaan BPJS Kesehatan di Yogyakarta pada
dasarnya tarif yang dijadikan patokan sama, baik bagi pesera PBI dan Non
PBI. Saat melakukan wawancara dengan Ibu Upik handayani dijelaskan
bahwa untuk tarif
PBI akan mengalami perubahan yakni sebesar Rp
23.000,- tetapi dalam pelaksanaanya belum dapat dilaksanakan karena
belum disahkan secara langsung, adanya perubahan iuran ini disebabkan
untuk menghindari rasio klaim yang melebihi 90 persen dari biaya
kesehatan.
Perubahan status Penerima Bantuan Iuran dapat berubah menjadi Non
PBI ketika di dalam tindakan verifikasi dan validasi peserta sudah tidak lagi
memenuhi kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu.72 Verifikasi dan
validasi terhadap perubahan data PBI Jaminan Kesehetan dilakukan setiap
enam bulan dalam tahun anggaran belanja (Peraturan Pemerintah Republik
71
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
72
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
89
90
Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan
Kesehatan Pasal 11 angka 4).
3. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Prosedur pelayanan kesehatan di dalam pelaksanaanya berdasarkan atas
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 pasal 29 tentang
jaminan kesehatan disebutkan bahwa:
(1) Untuk pertama kali setiap Peserta didaftarkan oleh BPJS Kesehatan pada satu
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan
setelah mendapat rekomendasi dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
(2) Dalam jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan selanjutnya Peserta berhak
memilih Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang diinginkan.
(3) Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama tempat Peserta terdaftar.
(4) Dalam keadaan tertentu, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
berlaku bagi Peserta yang:
a. berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta
terdaftar; atau
b. dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
(5) Dalam hal Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan
tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundangundangan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan tingkat pertama dan
pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan diatur dengan Peraturan
Menteri.
Berdasarkan uraian diatas maka jika seseorang akan mengakses kepada
fasilitas kesehatan sebelumnya harus membuat rujukan dari fasilitas kesehatan
90
91
tingkat pertama yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Dari hasil wawancara
dengan Ibu Upik handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehatan beliau
mengatakan bahwa mulai saat ini BPJS Kesehatan dalam pelayanan kesehatan bisa
tanpa melalui satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS
Kesehatan. Hal ini diharapkan dapat lebih mempermudah masyarakat khususnya di
Kota Yogyakarta dalam mengakses pelayanan kesehatan, sehingga tidak ada alasan
lagi bagi para peserta jika sulit untuk mendapatkan rujukan di tingkat pertama, dan
juga hal ini dimaksudkan untuk menghindari penumpukan pasien di fasilitas
kesehatan pada tingkat pertama sehingga pelaksanaan Jaminan kesehatan nasional
melalui BPJS Kesehatan dapat terlaksana dengan baik.
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan di dalam BPJS Kesehatan khususnya
bagi Peserta PBI pelayanan kesehatan yang di peroleh ketika pertamakali mendaftar
akan langsung masuk kedalam pelayanan kesehatan pada tingkat ke tiga. Dengan
demikian maka pelayanan kesehatan dalam hal kelas pada masa BPJS Kesehatan
dengan era JAMKESMAS tidak ada perbedaan kelas, sehingga bagi para peserta
akan secara langsung akan memperoleh pelayanan kesehatan tingkat tiga, apabila
peserta JAMKSESMAS ingin pindah di kelas dua otomatis dilayani sebagai pasien
umum, kecuali apabila di rumah sakit yang dituju kelas 3 telah habis (ada prosedur
tersendiri), berbeda dengan JAMKESMAS maka dalam BPJS Kesehatan Peserta
JKN BPJS Kesehatan yang dapat naik kelas perawatan hanya peserta dari kategori
NON PBI (Bukan penerima bantuan iuran). Dengan kata lain peserta dari Eks
Jamkesmas ataupun Jamkesda (penerima bantuan iuran) tidak dapat naik kelas
perawatan di rumah sakit.
91
92
Pelaksanaan pelayanan kesehatan melalui BPJS kesehatan dan melalui
Jamkesmas pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang cukup besar sebab BPJS
Kesehatan merupakan transformasi dari program JAMKESMAS.
Penyelenggaraan BPJS Kesehatan jauh lebih baik daripada Jamkesmas hal
ini dikarenakan bagi warga yang kurang mampu merka lebih diuntungkan, sebab
dalam masalah biaya didalam BPJS Kesehatan sudah dapat diperkirakan, berbeda
dengan JAMKESMAS, Apabila terdapat kelebihan biaya maka peserta harus
membayar sendiri kelebihan biaya tersebut.73
Kelemahan dengan adanya pemberlakuan BPJS Kesehatan didalam hal
pelayanan kesehatan ialah terlalu panjangnya prosedur dalam akses pelayanan
kesehatan. Akibat dari prosedur yang panjang itu pula rumah sakit dalam pemberian
pelayanan kesehtan menjadi kurang baik, terutama bagi peserta Penerima Bantuan
Iuran (PBI).74
Sesungguhnya sejauh ini penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui
BPJS Kesehatan jauh lebih baik dibandingkan dengan era jamkesmas, hal ini
dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan, baik
bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Non- PBI, karena tujuan dari
pembentukan BPJS Kesehatan sendiripun untuk memperbaiki pelayanan kesehatan
dari masa JAMKESMAS dengan tujuan agar seluruh masyarakat dapat
memperoleh akses kepada Pelayan kesehatan, tentunya hal ini sesuai dengan
pendekatan pelayanan kesehatan yang berorientasi penyelenggaraan kesehatanyang
73
Wawancara dengan bapak Imam selaku peserta Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan
Yogyakarta pada hari Rabu tanggal 09 Maret 2016 Pukul 10.00 WIB.
74
Wasil wawancara dengan Ibu Siti Selaku peserta PBI BPJS Kesehatan pada hari minggu tanggal
13 maret 2016, pukul 10.00 WIB
92
93
kuratif, yakni pada proses penyembuhan.
Pada saat yang sama, pelayanan
kesehatan atau pengobatan bagi masyarakat yang semakin maju ternyata menuntut
untuk menumbuhkan kebutuhan hukum dalam berbagai urusan kesehatan yang
baru, terlebih jika kesehatan dikaitkan pada hak hak dasar manusia/masyarakat di
satu sisi yang di sisi lain adalah kewajiban negara/pemerintah untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang prima. Sebab kesehatan saat ini
sudah menyangkut segala segi, tidak hanya dari segi fisik akan tetapi termasuk segi
mental dan sosial ekonomi.
4.
Fasilitas Kesehatan
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tentunya tidak dapat terlepaskan dari
fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemberi pelayanan kesehatan, dengan
demikian pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan
fasilitas kesehatan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan atas Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 pasal 35 ayat (2)
Tentang Jaminan kesehatan disebutkan bahwa: “Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dapat memberikan kesempatan kepada swasta untuk berperan serta
memenuhi ketersediaan fasilitas kesehatan dan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan”.
Praktek di dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan melalui BPJS
Kesehatan khususnya yang berkaitan denga Fasilitas kesehatan, yakni instansi
rumah sakit swasta dapat dikatakan sebagai kerjasama pemerintah dengan swasta,
Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) adalah model dalam kerangka yang
93
94
mendorong lembaga publik untuk melibatkan sektor swasta dalam memberikan
layanan. Lembaga publik dapat melibatkan sektor swasta dalam banyak hal, seperti
kontrak tenaga kerja, jasa outsourcing atau Business Process Outsourcing. KPS
merupakan model yang dapat digunakan untuk bekerja dengan sektor swasta untuk
memberikan pelayanan khususnya pelayanan yang membutuhkan pengembangan
aset fisik baru dalam hal ketersediaan fasilitas dan juga jasa pelayanan kesehatan.75
Kerjasama Pemerintah Swasta pada hakekatnya menggabungkan penyediaan
investasi dan layanan, melihat risiko yang signifikan ditanggung oleh sektor swasta,
dan juga melihat peran besar sektor publik baik dalam pembayaran jasa/pelayanan
atau menanggung risiko substansial proyek.76
Kenyataan dilapangan Rumah sakit swasta sebagai penyedia pelayanan
Kesehatan dan fasilitas kesehatan kurang dapat melayani masyarakat khususnya
Peserta PBI BPJS Kesehatan dengan baik, hal ini berdampak kepada pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional yang terhambat dikarenakan adanya pihak rumah sakit
yang merasa dirugikan dengan keberadaan peserta PBI. Bagi pengelola Rumah
Sakit khususnya Rumah Sakit swasta, kerjasama rumah sakit swasta dengan BPJS
Kesehatan dianggap cukup merugikan, dikarenakan keuntungan rumah sakit akan
berkurang.77 Bukan rahasia umum lagi bahwa terkadang rumah sakit memang
bermain curang di dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS
Kesehatan. Kecurangan yang dilakukan rumah sakit bermacam- macam, salah satu
alasan untuk menolak perserta PBI adalah dengan alasan kamar untuk kelas 3 telah
75
PPP Handbook Versi 1, Kementerian Keuangan Singapura, 2004
Bank Dunia 2006, halaman 13
77
Wawancara dengan Ibu Marina selaku Petugas Administrasi di Rumah Sakit Swasta DIY Pada
hari Senin tanggal 14 Maret 2016 Pukul 13.00 WIB.
76
94
95
habis, sehingga pasien harus segara mencari rumah sakit lain, apabila ada
ketersediaan kamarpun rata- rata pihak rumah sakit akan menawarkan faskes
setingkat lebih tinggi diatasnya.78
Kurangnya kerjasama yang baik antara pemerintah dan Instansi Swasta
didalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui BPJS Kesehatan
menjadikan hal tersebut sebagai kendala utama dalam pemberian pelayanan yang
baik bagi masyarakat, dikarenakan adanya perbedaan prinsip rumah sakit swasta
dengan pemerintah, yang dalam hal ini rumah sakit swasta lebih mengutamakan
keuntungan sedangkan prinsip Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS
Kesehatan untuk mensejahterahkan rakyat dengan asas kegotongroyongan.79
Fasilitas Kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan kelas 1,2,dan 3 pada
dasarnya tidak memiliki perbedaan didalam pelayanan dalam rawat jalan, baik di
FKTP (puskemas/klinik) maupun FKTL (RS) kesemuanya sama, yang berbeda
adalah ketika peserta BPJS Kesehatan harus rawat inap, maka kelas Perawatan
disesuaikan dengan kelas kepesertaan BPJS Kesehatan. Kenaikan kelas pada BPJS
Kesehatan diperbolehkan, tetapi hanya untuk kelas 1 dan kelas 2 dengan permintaan
sendiri dan syarat menanggung selisih tarif VIP lokal, sedangkan bagi peserta kelas
3 tidak dibolehkan naik kelas atas permintaan sendiri hal ini sudah ditetapkan
dengan peraturan Direktur BPJS Kesehatan nomor 32 Tahun 2015 Pasal 5 aya 2
huruf K:
78
Wawancara dengan Bapak Imam Peserta PBI Pada Hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 Pukul
12.00 WIB
79
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
95
96
“... Menyetujui tidak meningkatkan kelas perawatan dengan membayar
sendiri selisih biaya perawatan untuk peserta yang memilih kelas perawatan
kelas III”.
Lahirnya perturan tersebut dikarenakan banyaknya pihak yang memang
bukan masyarakat PBI memilih untuk menggunakan kelas 3 guna untuk menaikan
kelas dan mengambil keuntungan dari melakukan pembayaran murah tetapi sudah
mendapatkan fasilitas kesehatan diatasnya dengan jalan menambah biaya
kekurangan sendiri. Aturan yang sebelumnya tidak mempermasalahkan kenaikan
kelas khususnya dari kelas 3 ke faskes yang lebih tinggi diatasnya di perbolehkan
sebelumnya, tetapi dikarenakan banyak pihak- pihak yang melakukan kecurang
khususnya masyarakat mandiri kelas 3 yang berusaha untuk mendapatkan premi
kecil, maka sejak saat ini tidak diperbolehkan bagi kelas 3 untuk naik ke kelas
diatasnya, karena aturan yang memperbolehkan kelas 3 naik ke kelas diatasnya
menyebabkan “cacat BPJS sejak lahir” sehingga hal ini perlu dihentikan dan
menyebabkan peserta dengan kelas 3 dilarang untuk naik kelas.
5.
Penanganan Keluhan
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan
bukan tanpa kendala, sehingga dalam pelaksanaanya diperlukan wadah untuk
menangani keluhan masyarakat apabila terjadi masalah dalam pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan.
Keluhan yang ada biasanya ungkapan ketidakpuasan dari pemangku
kepentingan (peserta) terhadap penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional.
96
97
Penangan Keluhan di Yogyakarta terhadap pelaksanaan program Jaminan
Kesehatan Nasional melalui BPJS kesehatan sendiri dimaksudkan untuk
mengupayakan dan mengetahui suatu permasalahan dengan jelas, menilai,
mengatasi & menyelesaiakn permasalahan yang ada. Keluhan peserta dapat
dilakukan via telepon ataupun mendatangi kantor BPJS Kesehatan terdekat.
Penanganan keluhan pada prinsipnya harus obyektif, responsif (cepet dan akurat),
efektif, efesien, koordinatif dan transparan.80
Mekanisme penanganan keluhan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 45 ayat (1) dan (2):
(1) “Dalam hal Peserta tidak puas terhadap pelayanan Jaminan Kesehatan
yang diberikan oleh Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan, Peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada
Fasilitas Kesehatan dan/atau BPJS Kesehatan”.
(2) “Dalam hal Peserta dan/atau Fasilitas Kesehatan tidak mendapatkan
pelayanan yang baik dari BPJS Kesehatan, dapat menyampaikan
pengaduan kepada Menteri”.
Penyampain pengaduan pada ayat 2 harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
Selama ini Keluhan yang paling banyak didapatkan pihak BPJS Kesehatan
Yogyakarta ialah mengenai penolakan dari rumah sakit kepada peserta BPJS
kesehatan, serta pembiayaan obat yang ternyata diluar pembiayaan BPJS
80
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
97
98
Kesehatan.81 Waktu pelaporan Maksimal 3 x 24 jam setelah kejadian, dapat
dilaporkan ke BPJS melalui hotline 500400, form pengaduan di situs bpjskesehatan.go.id atau langsung mendatangi unit pengaduan di kantor cabang bpjs
terdekat. Berdasarkan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Unit pengedali Mutu Pelayanan dan Penanganan
Pengaduan Peserta pasal 3 ayat 2 BPJS Kesehatan menangani pengaduan peserta
paling lama lima hari kerja sejak diterimanya pengaduan.
6.
Penyelesaian sengketa
Pelaksanaan program jaminan sosial terkadang dalam pelaksanaanya
menimbulkan sengketa antara pihak-pihak yang berhubungan dengan kegiatan ini,
yakni antara peserta, pemberi kerja, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
dan pemerintah. Perlunya upaya hukum untuk mencegah terjadinya sengketa dan
juga upaya hukum diperlukan untuk dilakukan agar peserta jaminan sosial dapat
melaksanakan kewajibannya dan mendapatkan hak-hak yang perlu diberikan
sepenuhnya oleh BPJS sebagaimana diatur dalam undang-undang. Penyelesaian
sengketa antar para pihak harus cepat diselesaikan dengan menggunakan lembaga
atau pranata yang tersedia baik secara formal (melalui lembaga litigasi) maupun
non formal (nonlitigasi).82
81
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
82
Chandra Irawan, 2010. Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia, Cetakan Kesatu. Bandung: CV. Mandar
Maju.Hlm. 2.
98
99
Sengketa yang masih dapat diselesaikan berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 46 pada umumnya dapat
diselesaikan dengan cara bermusyawarah antar para pihak melalui mediasi atau
melalui pengadilan, cara melalui mediasi dan melalui pengadilan dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Penyelesaian melalui mediasi dilakukan melalui seorang penengah yang
disebut mediator. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak
ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak
yang berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang
disengketakan
Jenis sengketa yang kurang lebih dihadapi BPJS kesehatan Yogyakarta
ialah:83
1. Peserta program jaminan sosial yang telah melaksanakan kewajibannya
tidak mendapatkan hak sebagaimana diatur dalam undang-undang maka
hal itu akan mengakibatkan peserta dan/atau anggota keluarganya dapat
menuntut haknya melalui pengaduan kepada Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).
2. Tidak Tersedianya Ruang Perawatan bagi Pasien BPJS dan Penolakan
Pada Unit Gawat Darurat
3. Pengurangan pelayanan kesehatan dari program Sistem Jaminan Sosial
Nasional sebelumnya.
83
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
99
100
Sengketa yang terjadi di DIY rata- rata diselesaikan dengan cara klarifikasi dan
mediasi yang rata- rata diselesaikan dalam kurun waktu 14 hari.
Malasnya Peserta BPJS Kesehatan untuk mengajuka permasalahan
mengenai BPJS Kesehatan menyebabkan sedikitnya perkara yang diajukan, hal
ini dilatarbelakangi oleh ketidakmauan peserta untuk menghadapi prosedur yang
rumit, apalagi bagi peserta PBI mereka merasa takut untuk memperpanjang
masalah dan beracara dipengadilan sebab yang mereka hadapi ialah instansi
besar.84 Rata- rata sengketa yang diajukan kepada BPJS Kesehatan selama ini
kurang lebih setiap bulanya terdapat 20 sengketa, tetapi selama sengketa masi
bisa diatasi dengan cara kekeluargaan maka permasalahan yang ada tidak perlu
diselesaikan dan diajukan ke pengadilan.85
2. Hambatan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui
BPJS dalam pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin dikota
Yogyakarta.
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melaui BPJS kesehatan
bukan tanpa hambatan, salah satu hambatan yang terjadi di Kota Yogyakarta
dan perlu disoroti ialah permasalahan Jumlah Klaim yang dimintakan kepada
BPJS Kesehatan Lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah iuran yang
dibayarkan peserta tiap bulanya. Akibat dari klaim yang tinggi ini tentunya
merugikan segala pihak tak terkecuali peserta BPJS Kesehatan. Imbasnya
84
Wawancara dengan Ibu Siti Peserta PBI pada Hari Rabu tanggal 09 Maret 2016 pukul 12.00
WIB
85
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku Kepala Cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta
pada Hari Rabu tanggal 09 Maret 2016 Pukul 08.00 WIB
100
101
dirasakan pula oleh peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) ketika pihak rumah
sakit merasa banyak klaim yang ditolak oleh pihak BPJS Kesehatan, maka
secara langsung pihak rumah sakit berusaha pula untuk menutupi kerugian
yang dialami dengan jalan menolak peserta BPJS kesehatan khususnya
masyarakat PBI, karena jumlah pasien yang berada di Kelas III lebih besar
jumlahnya dibandingkan pasien dikelas I dan II.
Banyaknya Rumah sakit yang berlomba- berlomba untuk menaikan
akreditasi rumah sakit guna meningkatkan biaya faskes, sayangnya tujuan
rumah sakit untuk menaikan akreditasi tidak di imbangi dengan pemberian
fasilitas kesehatan dan pelayanan keshatan yang lebih baik. Tentunya hal ini
sangat bertentangan dengan penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib
ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan sesuai dengan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
Tahun 2003. Ketika instansi rumah sakit tidak memberika pelayanan
kesehatan yang baik maka tentunya akan pemberian pelayanan kesehatan
secara prima tidak dapat terlaksana.
Berikut Alur pengajuan Klaim Jaminan Kesehatan Melalui BPJS Kesehatan
1. Fasilitas Kesehatan ajukan klaim tiap bulan secara reguler maksimal
tanggal 10 bulan berikutnya, kecuali kapitasi, tidak perlu diajukan
klaim oleh Fasilitas Kesehatan.
2. BPJS Kesehatan wajib bayar Fasiltas Kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada peserta maksimal 15 (lima belas) hari kerja sejak
101
102
dokumen klaim diterima secara lengkap di Kantor Cabang/Kantor
Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan.
3. Kendali Mutu dan Biaya
a. Dalam rangka penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya,
BPJS Kesehatan membentuk tim kendali mutu dan kendali biaya
yang terdiri dari unsur organisasi profesi, akademisi, dan pakar
klinis.
b. Tim kendali mutu dan kendali biaya dapat melakukan:
1) sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan
praktik profesi sesuai kompetensi;
2) utilization review dan audit medis; dan/atau
3) pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga
kesehatan.
c. Pada kasus tertentu, tim kendali mutu dan kendali biaya dapat
meminta informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan Peserta dalam
bentuk salinan/fotokopi rekam medis kepada Fasilitas Kesehatan
sesuai kebutuhan.
4.
Kadaluarsa Klaim
1. Klaim Kolektif
Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah maupun Swasta, baik
Tingkat Pertama maupun Tingkat lanjutan adalah 2 (dua) tahun
setelah pelayanan diberikan.
102
103
2. Klaim Perorangan
Batas waktu maksimal pengajuan klaim perorangan adalah 2 (dua)
tahun setelah pelayanan diberikan, kecuali diatur secara khusus.
5.
Kelengkapan administrasi klaim umum
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga)
2) Softcopy data pelayanan bagi Fasilitas Kesehatan yang telah
menggunakan aplikasi
P-Care/aplikasi BPJS Kesehatan lain
(untuk PMI/UTD) atau rekapitulasi pelayanan secara manual
untuk Fasilitas Kesehatan yang belum menggunakan aplikasi PCare.
3) Kuitansi asli bermaterai cukup
4) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau
anggota keluarga.
5) Kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh masing-masing
tagihan klaim
b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga),
2) Softcopy luaran aplikasi
3) Kuitansi asli bermaterai cukup
4) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau
anggota keluarga.
103
104
5) Kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh masing-masing
tagihan klaim.
Tabel 2. Alur pengajuan Klaim
Pelaksanaan pembayaran klaim tidak selalu berjalan mulus, sering kali terjadi
kesalahan dalam proses input klaim terutama dalam hal coding, sehingga
menyebabkan klaim dari rumah sakit ditolak oleh BPJS Kesehatan.86
Coding merupakan bentuk kegiatan pengolahan data rekam medis untuk
memberikan kode dengan huruf atau dengan angka atau kombinasi huruf dan angka
yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada
dalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan
pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan,
managemen dan riset bidang kesehatan.
Kode diagnostik yang menjadi salah satu variabel penghitungan biaya
pelayanan di Rumah sakit menghadapi tantangan akibat berlakunya sistem Ina
86
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
104
105
CBGs. Sistem ina cbgs yang mengelompokkan ragam penyakit dalam kelompok
tertentu menciptakan kesulitan dalam sistem pengkodean diagnosis sehingga
berdampak pada perhitungan biaya rumah sakit.
Klaim yang telah masuk ke BPJS Kesehatan kemudian akan diperiksa atau
diverifikasi oleh petugas verifikator BPJS Kesehatan. Lingkup kerja petugas
verifikator secara singkat sebagai berikut:
1. Melaksanakan verifikasi administrasi kepesertaan;
2. Melaksanakan verifikasi administrasi pelayanan;
3. Melaksanakan verifikasi administrasi keuangan.
Uraian tugas verifikator BPJS Kesehatan
1.
Memastikan kebenaran dokumen identitas peserta program Jamkesmas;
2.
Memastikan adanya Surat Rujukan dari PPK;
3.
Memastikan adanya dokumen Surat Keabsahan Peserta (SKP);
4.
Memastikan dikeluarkannya rekap pertanggungjawaban keuangan oleh
petugas RS sesuai dengan format paket yang ditetapkan;
5.
Memastikan kebenaran penulisan paket/diagnosa, prosedur, nomor kode;
6.
Memastikan kebenaran besar tarif sesuai paket/diagnosa, prosedur, nomor
kode;
7.
Menyimpulkan kelayakan hasil verifikasi;
8.
Melakukan rekapitulasi laporan pertanggungjawaban dana PPK lanjutan yang
sudah layak bayar;
105
106
Dengan demikian apabila terdapat jumlah Klaim yang lebih besar daripada
anggaran yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan maka petugas Verifikator akan
melakukan pengecekan kembali terhadap klaim- klaim yang masuk kedalam BPJS
Kesehatan, karena ada beberapa kasus dimana memang terdapat klaim yang tidak
dapat di klaimkan. Klaim yang ditolak berkaitan dalam hal:87
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana
dalam peraturan berlaku
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan
kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan
kerja
4. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
5. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/ atau estetik
6. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan)
7. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
8. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol
87
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
106
107
9. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri
10. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisinal, termasuk akupuntur,
shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan
penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment/HTA)
11. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
(eksperimen)
12. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu
13. Perbekalan kesehatan rumah tangga
14. Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan
lalulintas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
15. Pelayanan kesehatan akibat bencana, kejadian luar biasa/wabah
16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat
jaminan kesehatan yang diberikan.
Dengan demikian berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas dapat
diketahui bahwa sesungguhnya hambatan utama dalam pelaksanaan Jaminan
Kesehatan melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyakat miskin di kota
yogyakarta ialah dalam hal klaim yang lebih besar jumlahnya dari yang
dipertanggungkan. Alasan utama mengapa hal ini bisa terjadi dikarenakan
kurangnya kerjasama yang baik antara instansi penyedia pelayanan dan jasa
terhadap pemerintah maupun BPJS kesehatan meskipun telah ada kerjasama
107
108
dengan adanya klausul- klausul perjanjian. Terkadang klausul- klausul yang telah
diperjanjikan tidak ditepati dengan baik oleh penyedia jasa dan pemberi fasilitas
pelayanan kesehatan, sehingga berakibat kepada terhambatnya Penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan Nasional.
Permasalahan lainya adalah
terkadang banyak peserta yang melupakan
kewajibanya untuk melakukan pembayaran iuran tiap bulannya, dan hanya
memperhatikan haknya saja sehingga peserta pun melupakan juga prinsip yang di
pegang BPJS Kesehatan dalam hal gotong royong, yang mana pihak yang mampu
atau yang dapat dikatakan peserta Non PBI dan mempunyai pendapatan yang tinggi
berkewajiban membantu kelompok yang berpendapatan rendah , sehingga aspek
pengawasan dan pemberian pelayanan kesehatan dapat diawasi dengan sebaikbaiknya, dengan kebijakan yang diambil, hal ini bertujuan sebagai upaya untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dengan biaya yang terkendali,
sehingga tidak ada klaim yang tidak dapat dipenuhi. Sehingga hal ini dapat susai
dengan UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN yang mana dalam Undang- undang
tesebut terdapat prinsip- prinsip yang dipegang teguh dalam penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan Nasional.
108
109
3. Upaya untuk menyelesaikan hambatan khususnya dalam hal Klaim BPJS
Kesehatan.
Upaya untuk mengatasi lonjakan klaim dan klaim yang tidak dapat dipenuhi,
bukan hanya berasal dari aspek manusianya saja, tapi juga dari manajemen
kelembagaan, bangsa dan Negara itu sendiri.
Adanya asuransi kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS
Kesehatan tidak berarti bahwa keseluruhan pelayanan kesehatan dapat diperoleh
dengan cuma-cuma, sebab adanya asuransi kesehatan memiliki tujuan untuk
mengelola
pelayanan
kesehatan
atas
dasar
yang
rasional
dengan
mempertimbangkan aspek biaya dan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan.
Dengan demikian sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS
Kesehatan dalam pelayanan kesehatan dituntut sikap bertanggung jawab kepada
semua peserta yang selama ini menikmati pelayanan kesehatan.
Hambatan- hambatan yang ditemui dalam penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan khususnya di kota Yogyakarta harus
segera ditanggulangani dan diselesaikan. Adapaun Upaya- upaya yang telah
dilakukan Kantor cabang BPJS Kesehatan Kota Yogyakarta dalam mengatasi
hambatan- hambatan yang ada, antara lain88:
1. Mengupayakan agar semua pihak mempunyai kesadaran akan biaya atau
cost counsciousness . Pasien atau peserta di libatkan di dalam pelaksanaan
upaya ini, dengan jalan semua pihak juga ikut memikul biaya pelayanan
88
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada
hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
109
110
kesehatan meskipun Pemerintah dibantu BPJS Kesehatan telah memikul
sebagian besar biaya.
2. Pemeberlakuan
penerapan standar pelayanan kesehatan yang telah
ditetapkan sehingga pelayanan kesehatan dapat diberikan sesuai dengan
kebutuhan medik.
3. Adanya kontrol dalam pengadaan fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya
yang memerlukan biaya tinggi. Pemerintah memiliki peran dalam
memberikan perizinan/pengadaan sarana kesehatan, sehingga fasilitas
pelayanan kesehatan dapat digunakan secara efisien.
4. Menumbuhkan sistem pelayanan kesehatan yang efisien yang menjamin
pelayanan kesehatan diberikan sesuai dengan tingkat keahlian dan saran
yang sesuai, misalnya penerapan konsep rujukan, dokter keluarga dan
wilayah.
5. Menumbuhkan sistem pembiayaan dan pembayaran jasa pelayanan
kesehatan yang dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan medik misalnya dengan sistem kapitasi. Sistem
kapitasi adalah suatu sistem pembayaran kepada Pemberi Pelayanan
Kesehatan (RS/dokter/Apotek) berdasarkan jumlah “capita” atau jiwa yang
harus dilayani baik sakit/tidak sakit.89
Dengan demikian untuk mengatasi hambatan yang ada khususnya hambatan
yang berkaitan dengan klaim yang tidak dapat dipenuhi, dapat dicegah dengan
upaya BPJS Kesehatan menumbuhkan sistem pelayanan kesehatan yang lebih
89
Sulastomo, 2003, Manajemen Kesehatan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Hlm. 208
110
111
efisien dengan menciptakan peraturan atau sistem yang dapat memagari
pemborosan-pemborosan misalnya dengan menyederhanakan jumlah/jenis obat
yang beredar atau kebijaksanaan Pemerintah dengan penyediaan obat-obat esensial
bagi pengobatan di puskesmas-puskesmas. Dengan Rumah Sakit, BPJS Kesehatan
juga harus mengembangkan kemitraan yang positif, yaitu keterbukaan antar
manajemen dan kesepakatan tarif yang nantinya akan dinikmati oleh peserta BPJS
Kesehatan baik Peserta Non- PBI dan PBI.
111
112
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Progam Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS dalam
Pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota Yogyakarta telah
dilaksanakan dengan baik, di karenakan dari dua juta penduduk termasuk
miskin di Yogyakarta sudah sekitar 1.572.154 telah bergabung ke dalam
BPJS Kesehatan. Bagi masyarakat yang belum tercover oleh BPJS
Kesehatan maka Jaminan kesehatannya akan masuk kedalam Jaminan
Kesehatan Daerah, sesuai dengan ketentuan anggaran yang telah ditentukan
oleh Pemerintah Daerah. Kesadaran masyarakat sendiri akan kewajiban
mengikuti BPJS Kesehatan telah ada, sehingga diharapkan pada tanggal 1
Januari 2019 seluruh rakyat Indonesia wajib jadi peserta JKN.
2. Penyeleggaraan Jaminan Kesehatan melalui BPJS Kesehatan bukan tanpa
hambatan, hambatan utama yang sedang terjadi di Kota Yogyakarta ialah
dalam Pelaksanaan pembayaran klaim asuransi kesehatan yang lebih besar
jumlahnya dari yang dipertanggungkan. Jumlah klaim yang lebih besar
akan di verifikasi oleh petugas verifikator
BPJS Kesehatan
Cabang
Yogyakarta untuk dilakakuan pencocokan jumlah tagihan yang ada.
112
113
sehingga hal tersebut tidak merugikan peserta PBI dan Non PBI serta BPJS
Kesehatan cabang Yogyakarta.
3. Upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan dalam menyelesaikan klaim yang
lebih tinggi dari pada yang dipertanggungkan cukup konsisten dan
permasalahan terhadap klaim ini telah ditanggapi serius oleh BPJS
Kesehatan Cabang Yogyakarta, hal ini dibuktikan dengan pengawasan dan
pengecekan kembali klaim yang masuk disetiap pengajuan klaim yang ada.
B. Saran
Dalam rangka untuk melaksanakan Jaminan Kesehatan Soial melalui BPJS
dalam Pelayanan Kesehatan bagi masyarakat miskin khususnya untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan
Cabang Yogyakarta, dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
1. BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan)
diharapkan mapu memberikan sebuah jaminan dengan kualitas yang
lebih baik dari pada jaminan kesehatan terdahulunya, selain itu pula
BPJS Kesehatan diharapkan memberikan sosialisasi secara jelas kepada
semua pihak dan memberlakukan seluruh kebijakan secara tegas sebagai
suatu perwujudan proses kedisiplinan menuju penyelenggaraan layanan
yang bersih dan teratur sehingga tujuan negara untuk memberikan
pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat dapat tecapai
2. Sistem tata laksana pelayanan kesehatan, administrasi dan keuangan
seharusnya di sederhanakan kembali agar tidak terjadi pengajuan klaim
113
114
yang lebih besar dari pada yang seharusnya dipertanggungkan
dikarenakan
hal
tersebut
dapat
mengakibatkan
terlambatnya
penyelesaian pembayaran klaim dan semakin tingginya jumlah klaim
yang masuk.
114
115
DAFTAR PUSTAKA
Buku
AG. Subarsono, 2005, Pelayanan Publik yang Efisien Responsif dan Non
Partisipan dalam buku Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan
Publik, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, hlm 141
Azwar, Azrul,1996, Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan.
Hlm. 29
Berg, A. & Sajogyo. (1986). Pendidikan Untuk Gizi Yang Lebih Baik. Peranan Gizi
dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Rajawali. Hlm 37
Brotowasisto, “Pembangunan Kesehatan di Indonesia”, Prisma, Vol. 19, No. 6,
1990, hlm. 37.
Chandra Irawan, 2010. Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di
Luar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia, Cetakan
Kesatu. Bandung: CV. Mandar Maju.Hlm. 2.
Eka, Asih. 2014. Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: CV
Komunitas Pejaten Mediatama. Hlm 48
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,2000, Hukum tentang Perlindungan
Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 11
Hasbullah, T., 2005. Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana
Kesehatan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada. Hlm. 40
Krisnamurthi, Bayu. 2006. Penaggulangan dan Pengurangan Kemiskinan dalam
22 Tahun Studi Pembangunan Pengurangan Kemiskinan, Pembangunan
Agribisnis dan Revitalisaasi Pertanian. Bogor: LPPM IPB. Hlm 16
Lumenta, Benyamin. 1989. Pelayanan Medis Citra, Konflik dan Harapan Tinjauan
Fenomena Sosial. Yogyakarta: Kanisius. Hal 23
Murti, Bhisma, 2007, Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan, Yogyakarta: Kanisius.
Hlm. 35
115
116
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta. Hlm. 40
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., 2009,MetodePenelitianHukum, Jakarta: Sinar
Grafika, hlm.47
Ratminto & Atik Septi W. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Hlm 27.
R. Ali Ridho, 1992, Prinsip dan Fungsi Asuransi dalam Lembaga Keuangan, Pasar
Modal dan Asuransi Haji, Bandung: PT. Alumni. Hlm. 375
Soerjono Soekanto dan Parsudi Suparlan, 1984, Kebudayaan Kemiskinan, dalam
Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia – Sinar Harapan.
Hlm. 55
Sri Mammudji,2003, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta,hlm.13
Sulastomo, 2003, Manajemen Kesehatan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
Hlm. 208
Trisnantoro. (2009). Pedoman Operasional Sistem Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan. Yogyakarta: Central Of Health Service Management Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada.hlm. 25
Undang- undang
Undang- undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2012 Tentang Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor
12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
116
117
Tesis
Nora Eka Putri. 2011, Efektivitas Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui
Bpjs dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Padang.
Fakultas
Hukum,
Universitas
Andalas,Tesis.Melaluihttp://ejournal.unp.ac.id/index.php/index/search/titles
?searchPage=25
Skripsi
Zulkahfi. 2014, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Perspektif Hukum
Islam, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga.
Melalui
http://digilib.uin-suka.ac.id/14824/2/10380002_bab-i_iv-atau-
v_daftar-pustaka.pdf
Mariza Rizqi Iriani, 2015, Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (Studi Evaluasi
Efektivitas
Sosialisasi
Penyelenggara
Jaminan
Jaminan
Sosial
Kesehatan
(BPJS)
Nasional
Kesehatan
oleh
di
Badan
Kabupaten
Temanggung), Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Negri
Sebelas Maret, melalui http//www.prints.uns.ac.id/18375/
Jurnal
Departemen Kesehatan RI, dalam pedoman pelaksanaan Jamkesmas, 2008. Jurnal
.Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan (MHLW) (1999), Annual Report
on Health and Welfare, Tokyo: MHLW.
PPP Handbook Versi 1, Kementerian Keuangan Singapura, 2004
Internet
http://www.jkn.kemkes.go.id/attachment/unduhan/BAHAN%20PAPARAN%20J
KN.pdf. Diakses pada tanggal 13 Desember 2015. Pukul 15.00 WIB
117
118
http://kamuskesehatan.com/arti/kapitasi/ Diakses pada tanggal 24 januari 2016.
Pukul 13.00 WIB
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Permenkes%20No.%2027%
20thn%202014%20ttg%20Juknis%20Sistem%20INA%20CBGs%20(1).pdf
Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 13.00 WIB
Beradheta, “Klaim Lebih Tinggi, Nominal Iuran Rencana Akan Naik”,
http://www.harianjogja.com/baca/2016/01/22/bpjs-kesehatan-klaim-lebih-tingginominal-iuran-rencana-akan-naik-683324. Diakses pada tanggal 24 januari 2016.
Pukul 14.00 WIB
HasbullahThabrany,“SejarahAsuransiKesehatan”,http//staff.ui.ac.id/system/files/
users/hasbulah/material/babosejarahasuransikesehatanedited.pdf. diakses pada 12
maret 2016 pukul 18.41 WIB.
http://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/arsip/categories/MzU/peraturanbpjs-kesehatan. Diakses pada tanggal 18 Januari 2016. Pukul 20.00 WIB
http://www.bkkbn.go.id/Documents/JKN/PMK%20No.%2028%20ttg%20Pedoma
n%20Pelaksanaan%20Program%20JKN.pdf. Diakses pada tanggal 18 Januari
2016. Pukul 16.00 WIB
http://www.tnp2k.go.id/id/program/program/dprogram-jamkesmas/ diakses pada
tanggal 22 Maret 2016. Pukul 18.00 WIB
http://www.jamsosindonesia.com/jamsosda/cetak/391 diakses pada hari Selasa
Tanggal 22 Maret 2016. Pukul 16.00WIB
http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/23 diakses pada hari Rabu tanggal 23 Maret
2016. Pukul 00.52 WIB
http://www.antaranews.com/berita/376166/tanya-jawab-bpjs-kesehatan di akses
tanggal 07 februari 2016
118
119
http://www.bpjs-kesehatan.go.id/statis-2-visidanmisi.html dikunjungi tanggal 07
februari 2016. Pukul 03.00 WIB
http://www.jpnn.com/read/2012/07/09/133291/Penentuan-Iuran-JamkesmasHanya-Berdasar-Feeling diakses pada hari Rabu 30 Maret 2016 Pukul 14.00 WIB
119
Download