Bab 1 - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian
Perkembangan kondisi perekonomian di Indonesia yang semakin pesat dan
di tengah persaingan global yang semakin ketat, merupakan suatu tantangan dan
peluang bagi perusahaan untuk berlomba meningkatkan daya saing agar dapat
menarik investor untuk berinvestasi. Hal tersebut mendorong setiap perusahaan
untuk memperoleh dana yang cukup untuk bersaing dan mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan.
Salah
satu
tujuan
pendirian
suatu
perusahaan
adalah
untuk
memaksimalkan nilai perusahaan tersebut yang dapat dicerminkan dari harga
sahamnya. Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran bagi
para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan menginvestasikan
modalnya kepada perusahaan tersebut (Haruman, 2008). Oleh karena itu, nilai
perusahaan menjadi sangat penting karena mencerminkan kinerja perusahaan
yang dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. Peningkatan
nilai perusahaan akan memberikan sinyal positif kepada investor untuk
berinvestasi dan akan menimbulkan keyakinan investor bahwa investasi pada
perusahaan tersebut menguntungkan.
Pada umumnya, faktor keuangan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi nilai perusahaan. Namun, faktor non keuangan juga sangat
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang berdampak terhadap nilai
perusahaan di mata investor. Good Corporate Governance merupakan salah satu
faktor non keuangan yang saat ini banyak dipertimbangkan oleh investor dalam
menilai suatu perusahaan (Sari dan Riduan, 2011). Menurut Zarkasyi (2008:36)
Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input,
proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) terutama dalam arti sempit
1
2
hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi
tercapainya tujuan perusahaan.
Dalam proses memaksimalkan nilai perusahaan, pemegang saham
(investor) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para profesional
(manajer). Akan tetapi, dengan adanya pemisahan antara kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan maka kedua pihak tersebut memiliki kepentingan
berbeda. Hal ini menimbulkan potensi konflik kepentingan antara pihak-pihak
(prinsipal dan agen) dalam perusahaan, hal tersebut terjadi karena manajer
mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai
kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut
akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan penurunan
keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga saham sehingga
menurunkan nilai perusahaan (Jensen dan Meckling dalam Permanasari,
2010).
Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat
diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan
kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Namun dengan munculnya
mekanisme pengawasan tersebut akan memunculkan biaya yang disebut agency
cost. Oleh karena itu adanya konflik ini harus diminimalisasi dengan berbagai
strategi agar nilai perusahaan tinggi (Haryono, 2005). Mekanisme yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menerapkan corporate
governance dengan baik. Menurut Jensen dan Meckling (1976), kepemilikan
institusional dan kepemilikan manajerial adalah dua mekanisme corporate
governance utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan.
Pelaksanaan Corporate Governance yang baik dan sesuai dengan
peraturan yang berlaku dapat memberikan perlindungan terhadap pihak-pihak
yang berkepentingan salah satunya yaitu para pemegang saham, serta akan
membuat investor merespon secara positif terhadap kinerja perusahaan dan
meningkatkan nilai pasar perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa terdapat
pengaruh positif antara good corporate governance terhadap nilai perusahaan
(Retno dan Priantinah, 2012).
3
Di Indonesia sendiri ternyata good corporate governance pada perusahaan
terbuka masih kurang memuaskan dan masih tergolong lemah karena belum
mampu melaksanakan pengelolaan perusahaan secara profesional. Selain itu,
tingkat perlindungan investor di Indonesia juga merupakan terendah di Asia
Tenggara (Sutedi, 2012:5). Survey lain pun yang dilakukan oleh Asian Corporate
Governance Association (ACGA) menghasilkan bahwa pada 11 negara terhadap
pelaku bisnis asing di Asia tahun 2014 menempatkan Indonesia sebagai Negara
terendah dalam menerapkan corporate governance. Dapat dilihat pada tabel 1.1
sebagai beikut:
Tabel 1.1
Market Rangkings and Score, 2014
(%)
1.
1.
3.
4.
4.
6.
7.
8.
9.
10.
10.
= Hong Kong
= Singapore
Japan
= Thailand
Malaysia
Taiwan
India
Korea
China
= Philippines
= Indonesia
2010
65
67
57
55
52
55
48
45
49
37
40
2012
66
69
55
58
55
53
51
49
45
41
37
2014
65
64
60
58
58
56
54
49
45
40
39
Source: Asian Corporate Governance Association
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada saat ini bukan lagi
sekedar kewajiban, namun telah menjadi kebutuhan bagi setiap perusahaan dan
organisasi. Institute for Corporate Directorship (IICD) menilai penerapan GCG
emiten atas lima faktor. Pertama, kepatuhan memberi pengumuman atau
transparansi. Kedua, peran pemangku kepentingan. Ketiga, tanggungjawab jajaran
direksi dan komisaris. Keempat, kesetaraan perlakuan pada pemegang saham.
Kelima, perlindungan emiten terhadap hak investor (kontan.co.id, 21 Oktober
2015). Banyak pihak yang mengatakan lamanya proses perbaikan di Indonesia
disebabkan oleh lemahnya penerapan corporate governance dalam perusahaan.
Di Indonesia perusahaan terbuka dituntut untuk melakukan Good
Corperate Governance. Tetapi nyatanya salah satu perusahaan pertambangan
4
diduga melakukan pelanggaran yaitu PT Bumi Resources Tbk. Indonesia
Coruption Watch (ICW) melaporkan dugaan manipulasi pelaporan penjualan tiga
perusahaan tambang batu bara milik Grup Bakrie kepada Direktorat Jenderal
Pajak. ICW menduga rekayasa pelaporan yang dilakukan PT Bumi Resources
Tbk., dan anak usaha sejak 2003-2008 tersebut menyebabkan kerugian negara
sebesar US$ 620,49 juta. Hasil perhitungan ICW dengan menggunakan berbagai
data primer termasuk laporan keuangan yang telah diaudit, menunjukkan laporan
penjualan Bumi selama 2003-2008 lebih rendah US$ 1,06 miliar dari yang
sebenarnya. Akibatnya, selama itu pula, diperkirakan kerugian negara dari
kekurangan penerimaan Dana Hasil Produksi Batubara (royalti) sebesar US$
143,18 juta (bisnis.tempo.co, 7 September 2015). Dilihat dari kasus di atas
perusahaan tersebut dikelola secara kurang transparan dan kurang professional,
sehingga jauh dari prinsip good corporate governance. Lemahnya pengawasan
tersebut akibatnya kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut akan
menurun.
Menurut (Decho dkk. dalam Siregar dan Utama 2005) menunjukkan
bahwa perusahaan yang melakukan manipulasi kemungkinannya memiliki dewan
komisaris yang didominasi oleh manajemen dan lebih besar kemungkinannya
memiliki direksi utama yang merangkap menjadi komisaris utama. Karena itu
adanya komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan peran dewan
komisaris sehingga tercipta good corporate governance di dalam perusahaan.
Industri pertambangan merupakan salah satu sektor industri yang punya
sumbangsih besar bagi Indonesia mulai dari peningkatan pendapatan ekspor,
pembangunan daerah, peningkatan aktivitas ekonomi, pembukaan lapangan kerja
dan sumber pemasukan terhadap anggaran pusat dan anggaran daerah. Sektor
pertambangan merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional dan
menjadi salah satu industri strategis yang punya peranan penting bagi Indonesia.
Harga komoditas sumber daya alam yang kuat dan kembalinya minat investor atas
industri pertambangan telah memacu nilai pasar perusahaan pertambangan
(Rantelino, 2013).
5
Perkembangan industri pertambangan di Tanah Air diperkirakan akan
tumbuh pesat dalam lima tahun ke depan. Hal ini akan mendorong meningkatnya
investasi asing di sektor tersebut dengan dukungan perbankan nasional maupun
internasional. Menurut Gautier Dirckx, Regional Head, Energy and Commodity
Finance BNP Paribas, sektor pertambangan telah menjadi sektor yang semakin
strategis bagi Indonesia dan karenanya pihak BNP Paribas bertekad untuk tumbuh
bersama di dalamnya. Indonesia merupakan penghasil tembaga terbesar keempat
di dunia, dan juga penghasil timah serta nikel terbesar kedua di dunia. Mulai
tahun 2010, nilai industri pertambangan mencapai lebih dari 73 miliar dollar AS,
yang menyumbang sekitar 11 persen terhadap produk domestik bruto Indonesia.
Dalam lima tahun ke depan, pihaknya yakin industri pertambangan Indonesia
akan mencapai tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan digit ganda. Saat ini
industri pertambangan di Indonesia merupakan industri yang menarik karena
pertumbuhannya sangat signifikan dalam 10 tahun terakhir, seperti terlihat dari
perkembangan
perusahaan
pertambangan
batubara, emas,
dan
ferronikel
(kompas.com, 16 Oktober 2015).
Namun, sepanjang tahun 2014 ternyata sektor pertambangan benar-benar
diuji. Komite Ekonomi Nasional memproyeksikan kinerja sektor pertambangan di
Indonesia masih akan tertekan. Hal ini seiring dengan harga komoditas
pertambangan di pasar internasional yang tengah turun. Turunnya harga
komoditas
pertambangan
disebabkan
permintaan
terhadap
komoditas
pertambangan yang diperkirakan masih akan melemah seiring dengan lesunya
kondisi perekonomian global. Indeks harga saham di sektor pertambangan
sebenarnya masih menguat sepanjang kuartal pertama dan mulai menurun pada
April dan Mei tahun 2012. Indeks harga saham di sektor pertambangan ini bahkan
sempat naik ke level 2804,1 pada Februari. Akan tetapi, indeks tersebut
mengalami penurunan sebesar 6,6 persen pada April dan sebesar 19,9 persen pada
Mei. Sehingga, dari awal tahun hingga Oktober 2012 indeks harga saham di
sektor pertambangan turun sebesar 29,2 persen (republika.co.id, 16 Oktober
2015).
6
Hal ini membuat saham PT Bumi Resources Tbk melemah tajam
sepanjang 2012 mencapai 72,55% dari Rp 2.150 pada 30 Desember 2011 menjadi
Rp 590 per saham pada 30 November 2012 (pasarmodal.inilah.com, 16
Oktober 2015). Selain itu, saham-saham batu bara turun tajam pada perdagangan
bursa saham Oktober 2014. Saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk turun
hingga 11,7% menjadi Rp 19.700, ikut memimpin pelemahan saham-saham batu
bara di Bursa Efek Indonesia. Saham PT Adaro Energy Tbk anjlok 6,9% menjadi
Rp 940 per saham. Saham PT Harum Energy Tbk juga terkoreksi 5,6% menjadi
Rp 1.595. Demikian juga saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk turun 5%
menjadi Rp 11.375 (duniaindustri.com, 10 November 2015). Akibatnya,
masalah ini dapat menghambat kinerja sektor pertambangan dan menurunnya nilai
perusahaan pada tahun 2012 hingga 2014. Pada akhirnya investor pasar modal
pun kurang mengapresiasi saham sektor pertambangan.
7
6
5
4
3
2
1
0
6,15
3,29
2,41
2010
2011
2012
1,75
2013
1,72
2014
Rata-rata Nilai Perusahaan
Sumber: Olahan Peneliti 2015 (www.idx.co.id)
Grafik 1.1
Rata-rata Nilai Perusahaan pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar
di BEI periode 2010-2014
Berdasarkan grafik 1.1 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai perusahaan pada
perusahaan pertambangan tahun 2010-2014 terus-menerus mengalami penurunan.
Hal ini dikarenakan adanya kondisi eksternal maupun internal dari perusahaan
yang mempengaruhi nilai perusahaan. Untuk kondisi eksternal seperti kondisi
ekonomi yaitu adanya penurunan harga-harga komoditas pertambangan di pasar
internasional. Sedangkan, pada kondisi internal dapat disebabkan karena
7
kurangnya good corporate governance di sektor ini diantaranya yaitu komposisi
dewan komisaris dan struktur kepemilikan seperti kepemilikan institusional dan
kepemilikan manajerial. Uraian diatas merupakan fenomena yang dapat dijadikan
sebagai indikasi adanya masalah tentang nilai perusahaan pada beberapa
perusahaan, khususnya pada perusahaan pertambangan. Perusahaan tidak
mengharapkan nilai perusahaan yang rendah, karena tujuan utama perusahaan
adalah meningkatkan nilai perusahaan.
Berikut
kondisi
rata-rata
kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial, komisaris independen dan agency cost pada perusahaan pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014:
60
Kepemilikan
Institusional
50
Kepemilikan
Manajerial
40
30
Komisaris
Independen
20
Agency Cost
10
0
2010
2011
2012
2013
2014
Grafik 1.2
Rata-rata Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Komisaris
Independen dan Agency Cost pada Perusahaan Pertambangan yang
terdaftar di BEI periode 2010-2014
Berdasarkan grafik 1.2 dapat dilihat kepemilikan institusional pada tahun
2010-2013 mengalami penurunan dan meningkat pada tahun 2014. Pada tahun
2014 kepemilikan institusional meningkat tetapi nilai perusahaan menurun.
Kemudian dilihat dari komisaris independen pada tahun 2010-2011 mengalami
penurunan tetapi tahun 2012-2013 meningkat dan pada tahun 2014 mengalami
penurunan kembali. Bahwa dapat dilihat tahun 2012-2013 komisaris independen
meningkat tetapi nilai perusahaan menurun. Dan dilihat dari kepemilikan
manajerial relatif stabil dari tahun 2010-2014, tetapi pada tahun 2011 kepemilikan
8
manajerial mangalami sedikit kenaikan. Bahwa dapat dilihat tahun 2011
kepemilikan manajerial meningkat tetapi nilai perusahaan menurun.
Kondisi tersebut bertolak belakang dengan teori. Menurut Jensen (1986)
bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional maka semakin kuat
tingkat pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal terhadap perusahaan
sehingga agency cost yang terjadi di dalam perusahaan semakin berkurang dan
nilai perusahaan juga dapat semakin meningkat. Dan semakin besar proporsi
kepemilikan manajemen pada perusahaan akan dapat menyatukan kepentingan
antara manajer dengan pemegang saham, sehingga kinerja perusahaan semakin
bagus. Kemudian menurut (Susanto dan Subekti, 2013) dengan adanya
komisaris independen, maka akan dapat mengurangi konflik agensi dalam
perusahaan sehingga perusahaan dapat lebih berfokus dalam meningkatkan nilai
perusahaan.
Selain good corporate governance, penulis menggunakan agency cost
(biaya agensi) untuk mengukur pengaruh nilai perusahaan. Berdasarkan grafik 1.2
dapat dilihat bahwa agency cost pada tahun 2012-2014 mengalami penurunan dan
tidak diikuti dengan meningkatnya nilai perusahaan tetapi nilai perusahaan pada
tahun 2012-2014 mengalami penurunan. Kondisi tersebut bertolak belakang
dengan teori menurut Jensen dan Meckling (1976), bahwa dalam teori agensi
siapapun yang menimbulkan biaya agensi, biaya yang timbul pasti merupakan
tanggungan pemegang saham. Semakin besar peluang timbulnya biaya agensi
semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas mekanisme Good Corporate
Governance yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial dan komisaris independen. Serta diluar mekanisme good
corporate governance yaitu agency cost untuk mengukur pengaruh terhadap nilai
perusahaan. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam
bentuk
skripsi
dengan
judul
“PENGARUH
GOOD
CORPORATE
GOVERNANCE DAN AGENCY COST TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2014”
9
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1.
Bagaimana
gambaran
good
corporate
governance
(kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen), agency cost,
dan nilai perusahaan?
2.
Bagaimana pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
komisaris independen, dan agency cost secara simultan terhadap nilai
perusahaan?
3.
Bagaimana pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
komisaris independen, dan agency cost secara parsial terhadap nilai
perusahaan?
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Mengetahui
gambaran
good
corporate
governance
(kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen), agency cost,
dan nilai perusahaan.
2.
Mengetahui pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
komisaris independen dan agency cost secara simultan terhadap nilai
perusahaan.
3.
Mengetahui pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
komisaris independen dan agency cost secara parsial terhadap nilai
perusahaan.
10
1.4.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi
berbagai pihak, antara lain:
1.
Bagi penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan serta pengetahuan
peneliti mengenai pengaruh good corporate governance (GCG) dan
agency cost terhadap nilai perusahaan.
2.
Bagi perusahaan
Dari hasil penelitian diharapkan perusahaan lebih terbuka dalam
penyampaian informasi kepada investor mengenai kinerja perusahaan dan
mengurangi tindakan-tindakan yang dapat menurunkan kepercayaan
investor terhadap perusahaan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
kepercayaan investor terhadap perusahaan.
3.
Bagi investor
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
memberikan masukan kepada para pemakai laporan keuangan dan praktisi
penyelenggara perusahaan dalam memahami corporate governance dalam
manajemen keuangan.
4.
Bagi akademis dan peneliti selanjutnya
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
menambah pengetahuan tentang pengaruh good corporate governance
(GCG) dan agency cost terhadap nilai perusahaan serta dapat digunakan
sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.
1.5.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan
verifikatif. Menurut Nazir (2011:54) metode deskriptif adalah:
“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun
suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”.
11
Sedangkan metode verifikatif menurut Nazir (2011:74) adalah:
“Metode verifikatif dapat diartikan sebagai metode untuk menguji
kebenaran hipotesis yang juga berarti menguji kebenaran teori.”
1.6
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan untuk perusahaan pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 dengan mengambil data sekunder
berupa laporan keuangan perusahaan-perusahaan. Untuk memperoleh data yang
diperlukan, maka penulis melakukan browsing internet melalui situs web
www.idx.co.id, ICMD dan literatur-literatur yang dipelukan dalam penelitian ini.
Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2015 sampai selesai.
Download