1 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TERHADAP HIV Faritz Aldy Ramanda1, Agung Waluyo2 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Jawa Barat, Indonesia Email: [email protected]; [email protected] Abstrak Perawat memiliki peran yang sangat besar dalam pelayanan kesehatan, karena itu seorang perawat sudah selayaknya memiliki tingkat pengetahuan yang baik, termasuk pengetahuan mengenai HIV. Perawat yang memiliki pengetahuan yang minim cenderung berdampak pada penurunan kualitas pelayanan kesehatan. Penelitian deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, bertujuan untuk menggambarkan tingkat pengetahuan perawat di Indonesia dan perbedaan tingkat pengetahuan berdasarkan faktor usia, pengalaman bekerja, jenis kelamin, pendidikan terakhir, agama, dan pelatihan HIV yang pernah diikuti perawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 64,9 persen perawat yang bekerja di rumah sakit memiliki tingkat pengetahuan terhadap HIV yang kurang. Penelitian ini dapat menjadi bahan pengembangan penelitian selanjutnya mengenai perawat dan HIV di masa yang datang. Kata kunci: HIV, pengetahuan perawat, pengetahuan HIV, Perawat Abstract Nurses have a big role in health care, therefore, a nurse must have a good level of knowledge, including knowledge about HIV. Nurses who have less knowledge will tend to impact on the quality of health care. Descriptive study using secondary data that is obtained from previous study will describe the level of knowledge of nurses in Indonesia and the differences levels of knowledge based on age, work experience, gender, education, religion, and HIV training. Results of the research showed that 64.9 percent of nurses who work in hospitals have low levels of knowledge about HIV. This research can be research materials for develop the research about nurse and HIV in the future. Keywords: Nurse, HIV, HIV knowledge, nurse’s knowledge Pendahuluan HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang dapat menyebabkan seseorang mengalami AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) (Carol, 2007). Orang yang terinfeksi HIV akan mengalami penurunan daya tahan tubuh, karena HIV merupakan virus yang menyerang sistem imun tubuh manusia, maka tidak heran jika HIV merupakan salah satu virus yang ditakuti di dunia. Banyak orang beranggapan negatif pada penderita HIV/AIDS, bahkan memiliki perasaan takut berlebihan terhadap mereka, tidak terkecuali beberapa pekerja kesehatan termasuk perawat. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan, mengingat angka penderita HIV di dunia terus meningkat, bahkan setiap harinya terdapat 6300 kasus HIV baru di dunia pada tahun 2012 (Culbert, 2014). Indonesia merupakan negara dengan peringkat ketiga yang memiliki jumlah kasus HIV di dunia, bahkan terdapat peningkatan jumlah kasus baru setiap tahunnya (Culbert, 2014). Menurut data statistik kasus HIV di Indonesia sampai Juni 2013, terdapat 108.600 kasus pasien terinfeksi HIV dan 43.667 pasien yang telah memasuki fase AIDS (KEMENKES RI, 2013) dan angka itu akan terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2009 jumlah penderita HIV di Indonesia Gambaran Pengetahuan..., Faritz Aldy Ramanda, FIK UI, 2014 2 diestimasikan sekitar 310.000 jiwa (UNAIDS, 2010) naik hampir sekitar 3.000 persen dari tahun 2000 sekitar 11.000 jiwa, sedangkan tahun 2011 dilaporkan jumlah estimasi penderita HIV mencapai 380.000 jiwa (UNAIDS, 2012). Peningkatan angka pasien dengan HIV akan menambah kemungkinan perawat bertemu dengan pasien dengan kasus HIV. pelayanan kesehatan terhadap pasien dengan HIV. Selain itu, perawat yang memiliki tingkat pengetahuan terhadap HIV yang cukup akan membantu pencegahan penyebaran infeksi HIV dan menghilangkan paradigma negatif terhadap pasien HIV sehingga pada akhirnya angka penderita HIV yang mengalami depresi karena isolasi sosial menurun. Perawat bertugas memberikan asuhan keperawatan tanpa memandang status dan latar belakang kliennya (PPNI, 2000), namun tidak jarang kita menemukan perlakuan berbeda dari seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV daripada dengan pasien tanpa HIV. Hasil penelitian Oktarina (2011) menyatakan bahwa 2 dari 6 perawat yang diteliti, memilih untuk menghindari pasien dengan HIV dan membedakan cara berkomunikasi antara pasien tanpa HIV dan pasien dengan HIV dengan nada seperti mengancam. Hal tersebut dengan jelas memperlihatkan sikap negatif sebagian perawat terhadap pasien dengan HIV. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi sikap perawat terhadap pasien dengan HIV. Sikap dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta emosi seseorang (Azwar, 2007). Beberapa faktor yang membentuk sikap seseorang tersebut, juga merupakan bagian dari pengetahuan. Perawat merupakan tonggak terdepan dalam pelayanan kesehatan, maka dari itu pengetahuan perawat merupakan hal yang sangat penting. Pengetahuan perawat dapat menentukan kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan. Klien dengan HIV juga memiliki hak yang sama dalam menerima pelayanan kesehatan, terutama pelayanan keperawatan, maka dari itu penelitian untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV sangat penting dilakukan. Dalam penelitian Indonesian Nurses’ HIV Knowledge, Religiosity, Individual Stigma Attitudes, and Workplace HIV-Stigma (Waluyo, 2011), diterangkan bahwa pengetahuan perawat terhadap HIV yang diukur dengan menggunakan instrumen HIV KQ-18 memiliki skor rata – rata sebesar 12,53 (dari 18 pertanyaan), dengan skor paling rendah 4 dan skor paling tinggi 18. Skor tersebut jika dikonversikan dalam nilai yang memiliki besar 1 sampai 100 akan menghasilkan nilai 69,61 yang termasuk dalam kategori tingkat pengetahuan cukup (56 -75) menurut Arikunto (2006). Pengetahuan diperoleh dari berbagai sumber dalam hidup kita, seperti pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kehidupan, dan informasi yang kita dapatkan (Mubarak, 2007). Jika dilihat dari pengertian tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pengetahuan dapat membentuk sikap seseorang terhadap suatu hal, dalam hal ini adalah sikap perawat terhadap pasien HIV. Pengetahuan perawat terhadap HIV sangat penting, karena tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV akan berdampak pada Penelitian Indonesian Nurses’ HIV Knowledge, Religiosity, Individual Stigma Attitudes, and Workplace HIV-Stigma (Waluyo, 2011) menunjukkan tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV cukup, namun dalam penelitian tersebut hanya diukur berdasarkan pengetahuan terhadap HIV secara keseluruhan, belum diukur berdasarkan pemahaman mengenai penularan, pencegahan, tes dan vaksin HIV. Gambaran Pengetahuan..., Faritz Aldy Ramanda, FIK UI, 2014 3 Metode Penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder. Metode analisis data sekunder merupakan metode penelitian dengan mempelajari data penelitian sebelumnya. Analisis data sekunder mencakup interpretasi, kesimpulan atau tambahan pengetahuan dalam bentuk lain. Semua itu ditunjukkan melalui hasil penelitian pertama secara menyeluruh. Analisis ini merupakan analisis ulang dalam sudut pandang yang berbeda dari laporan penelitian pertama. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam proses penelitian menggunakan analisis data sekunder adalah: merumuskan masalah; menentukan unit analisis; menguji atau mengecek kembali ketersediaan data; melakukan studi pustaka; mengumpulkan data; mengolah data sekunder; menyajikan data dan memberikan interpretasi; dan menyusun laporan hasil penelitian (Nanang, 2011). Penelitian ini menggunakan data penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Indonesian Nurses’ HIV Knowledge, Religiosity, Individual Stigma Attitudes, and Workplace HIV-Stigma (Waluyo, 2011). Data berjumlah 396 orang perawat dan diolah menggunakan program komputer. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat berupa mean, median, modus, standar deviasi, nilai minimal, nilai maksimal, dan proporsi. Selain menggunakan analisis yang telah disebutkan, peneliti juga menggunakan analisis dengan kai kuadrat untuk mendapatkan nilai p yang akan digunakan untuk mengetahui perbedaan data pengetahuan berdasarkan data usia, pengalaman bekerja, jenis kelamin, pendidikan terakhir, agama, dan pelatihan HIV yang pernah diikuti responden. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV, data skor total pengetahuan yang berbentuk numerik, diubah menjadi data kategorik berdasarkan pembagian tingkat pengetahuan. Pembagian tingkat pengetahuan dibagi menjadi tiga, yaitu baik, cukup, dan kurang. Tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV dikategorikan baik apabila mendapatkan persentase jawaban benar 76 – 100%; cukup apabila presentase jawaban benar 56 – 75%; dan kurang apabila persentase jawaban benar dibawah 55% (Arikunto, 2006). Untuk mempermudah peneliti melakukan analisis data, maka data yang didapat hanya dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu: berpengetahuan kurang jika mendapatkan jawaban benar sama dengan atau kurang dari 75% dan berpengetahuan baik apabila mendapatkan jawaban benar diatas 75%. Hasil Hasil analisis data univariat yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa rata – rata usia responden berkisar 35,45 dengan usia paling muda 20 tahun dan usia paling tua 55 tahun, sedangkan interval estimasi dengan nilai kepercayaan 95% usia responden berkisar antara 34,51 sampai 36,38 tahun. Rata – rata lamanya pengalaman kerja yang dimiliki responden adalah 13,41. Pengalaman bekerja paling sebentar 1 tahun dan paling lama adalah 39 tahun. Interval estimasi dengan nilai kepercayaan 95% pada data pengalaman kerja berkisar 12,49 hingga 14,32 tahun. Tabel 1 Tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV(n=396) Variabel Tingkat Pengetahuan Kurang Baik Total Frekuensi Persentase (%) 257 139 396 64, 9 35,1 100 Responden penelitian didominasi oleh perawat perempuan dengan jumlah 352 responden (88,9%), sedangkan perawat laki – laki berjumlah 44 responden (11,1%). Agama yang dianut mayoritas responden adalah agama islam dengan frekuensi 212 responden (53,5%) disusul dengan agama kristen protestan 117 responden (29,5%) dan agama katolik 67 responden (16,9%). Sementara untuk latar belakang pendidikan terakhir, Gambaran Pengetahuan..., Faritz Aldy Ramanda, FIK UI, 2014 4 kebanyakan responden merupakan lulusan diploma regular dengan frekuensi 230 responden (58,1%) dan paling sedikit merupakan lulusan sarjana regular dengan frekuensi 21 responden (5,3%). Mayoritas perawat yang menjadi responden belum pernah mengikuti pelatihan tambahan mengenai HIV dengan frekuensi 258 responden (66,2%). Sebanyak 138 responden (34,9%) pernah mengikuti pelatihan tambahan mengenai HIV, dan hanya sebanyak 32 responden (8,1%) yang pernah mengikuti pelatihan tambahan mengenai HIV lebih dari sekali, sisanya sebanyak 106 responden (26,8%) hanya pernah sekali mengikuti pelatihan tambahan mengenai HIV. Pengetahuan perawat terhadap HIV dipresentasikan dengan 18 pertanyaan. Hasil analisis skor peengetahuan perawat terhadap HIV ditunjukkan oleh tabel 5.4. rata – rata skor total pengetahuan perawat terhadap HIV 12,53, dengan skor terendah 4 dan skor tertinggi 18. Interval estimasi dengan nilai kepercayaan 95% berkisar antara 12,29 hingga 12,75. Tabel 2 Perbedaan tingkat pengetahuan terhadap HIV berdasarkan kategori usia, pengalaman bekerja, jenis kelamin, pendidikan terakhir, agama, dan pelatihan HIV yang pernah diikuti perawat (n=396) No 1 2 3 4 5 6 Pengetahuan berdasarkan Usia Pengalaman bekerja Jenis kelamin Agama Jenjang Pendidikan Terakhir Frekuensi ikut pelatihan HIV Nilai p 0,028* 0,317 0,098 0,165 0,004* 0,059 Tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV rata – rata 12,53, jika di konversikan kedalam skor dengan rentang 1 – 100 maka skor rata – ratanya adalah 12,53/18 x 100 = 69,61 yang berarti rata – rata tingkat pengetahuan perawat yang menjadi responden adalah kurang. Pada tabel 5.5, tingkat pengetahuan perawat memiliki distribusi sebagai berikut: 257 orang responden berpengetahuan kurang; 139 orang responden berpengetahuan baik. Data pada tabel 2 menunjukkan bahwa perbedaan tingkat pengetahuan paling signifikan terdapat pada tingkat pengetahuan berdasarkan kelompok usia dan pendidikan terakhir yang ditempuh perawat. Tingkat pengetahuan berdasarkan kelompok usia memiliki perbedaan paling signifikan dengan nilai p 0,004. Tingkat pengetahuan berdasarkan lamanya pengelaman kerja memiliki nilai p paling besar yaitu 0,317 yang berarti tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Tabel 3 Frekuensi kategori tingkat pengetahuan terhadap penularan, pencegahan, tes pemeriksaan, dan vaksin HIV (n=396) No 1 2 3 4 Variabel Penularan Pencegahan Tes pemeriksaan vaksin Tingkat Pengetahuan kurang Baik (%) (%) 51,8 48,2 85,6 14,4 14,4 85,6 42,7 57,3 Total (%) 100 100 100 100 Tingkat pengetahuan perawat terhadap penularan HIV memiliki distribusi paling besar pada tingkat pengetahuan kurang dengan persentase 51,8 persen responden sama halnya dengan tingkat pengetahuan perawat terhadap pencegahan HIV yang juga memiliki distribusi terbanyak pada tingkat pengetahuan kurang dengan persentase 85,6 persen responden. Tingkat pengetahuan perawat terhadap tes HIV memiliki distribusi paling besar pada tingkat pengetahuan baik dengan persentase 85,6 persen responden. Pada tingkat pengetahuan perawat terhadap vaksin HIV memiliki distribusi terbesar pada tingkat pengetahuan baik dengan persentase 57,3 persen responden. Hasil analisis data pada tabel 4 menunjukkan nilai p dari data tingkat pengetahuan perawat terhadap penularan HIV berdasarkan agama Gambaran Pengetahuan..., Faritz Aldy Ramanda, FIK UI, 2014 5 yang dianut, jenjang pendidikan terakhir, dan frekuensi mengikuti pelatihan HIV lebih kecil dari 0,05. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat pengetahuan perawat terhadap penularan HIV berdasarkan agama yang dianut, jenjang pendidikan terakhir, dan frekuensi mengikuti pelatihan HIV. Nilai p pada tingkat pengetahuan perawat terhadap pencegahan HIV berdasarkan usia dan jenjang pendidikan terakhir lebih kecil dari 0,05. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat pengetahuan perawat terhadap pencegahan HIV berdasarkan usia dan jenjang pendidikan terakhir. Tabel 4 Perbedaan tingkat pengetahuan terhadap HIV pada aspek penularan, pencegahan, tes pemeriksaan, dan vaksin HIV berdasarkan kategori usia, pengalaman bekerja, jenis kelamin, pendidikan terakhir, agama, dan pelatihan HIV yang pernah diikuti perawat (n=396) No 1 2 3 4 5 6 Pengetahuan berdasarkan Usia Pengalaman bekerja Jenis kelamin Agama Jenjang Pendidikan Terakhir. Frekuensi ikut pelatihan HIV Penularan 0,730 0,774 Nilai p Pence- tes gahan 0,001* 0,951 0,074 0,896 Vaksin 0,722 0,939 0,384 0,324 0,939 0,815 0,023* 0,001* 0,632 0,000* 0,04* 0,889 0,712 0,367 0,002* 0,630 0,469 0,686 Nilai p dari data tingkat pengetahuan perawat terhadap tes pemeriksaan HIV berdasarkan agama yang dianut responden lebih kecil dari 0,05. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat pengetahuan perawat terhadap pencegahan HIV berdasarkan agama yang dianut. Pada data tingkat pengetahuan perawat terhadap vaksin HIV berdasarkan usia, pengalaman kerja, jenis kelamin, agama yang dianut, jenjang pendidikan terakhir, dan frekuensi mengikuti pelatihan HIV responden nilai p lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan. Pembahasan Hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV menunjukkan bahwa sekitar 64,9 persen responden memiliki tingkat pengetahuan kurang. Dari hasil tersebut dapat dilihat, lebih dari 50 persen perawat memiliki tingkat pengetahuan yang kurang. Menurut Pando, et. al. (2013) skor tingkat pengetahuan yang lebih tinggi berhubungan dengan usia yang lebih tua, pendidikan yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih besar, hubungan sosial yang lebih luas, menjadi pekerja, dan belum lama menjadi mahasiswa. Hal tersebut dibahas lebih lanjut dalam pembahasan hasil analisis tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV berdasarkan data usia, pengalaman kerja, jenis kelamin, agama yang dianut, pendidikan terakhir, dan frekuensi mengikuti pelatihan HIV. Skor pengetahuan rata-rata perawat terhadap HIV masih lebih tinggi dibandingkan skor pengetahuan rata-rata penduduk Indonesia tahun 2010 pada remaja umur 15-24 tahun yang hanya sebesar 11,4 persen (KEMENKES RI, 2012). Hal tersebut membuktikan bahwa tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh pekerjaan dan pengalaman yang dimiliki (Mubarak, 2007; Notoatmodjo, 2010). Rentang usia pada penelitian ini adalah 20 sampai 55 tahun menunjukkan terdapat perbedaan dengan rentang usia pada penelitian KEMENKES RI (2012) dan memiliki hasil yang berbeda. Hal tersebut mendukung pernyataan Pando, et. al. (2013) yang menyatakan bahwa usia berhubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang. Pada penelitian ini juga terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV berdasarkan kelompok usianya. Nilai p 0,028 menunjukkan bahwa usia berpengaruh pada tingkat pengetahuan, hal tersebut didukung oleh penyataan Mubarak (2007) dan Pando, et. Al. (2013) yang telah dijelaskan sebelumnya. Gambaran Pengetahuan..., Faritz Aldy Ramanda, FIK UI, 2014 6 Pada analisis tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV berdasarkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan yang signifikan dengan nilai p 0,098. Menurut Mubarak (2007) jenis kelamin tidak termasuk dalam faktor yang mempengaruhi pengetahuan, walaupun hal senada juga diungkapkan, menurut Notoatmodjo (2010) jenis kelamin tidak termasuk faktor yang mempengaruhi pengetahuan, namun faktor lingkungan sosial budaya merupakan faktor yang berperan mempengaruhi pengetahuan. Menurut Santrock (2003) terdapat persamaan dan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam komunikasi sosial dengan lingkungan sekitarnya sehingga menyebabkan pengetahuan yang dimiliki berbeda. Berdasarkan komunikasi pada lingkungan sosial laki-laki dan perempuan akan mendapatkan pengetahuan yang berbeda, namun tidak signifikan. Menurut Mubarak (2007) dan Notoatmodjo (2010), pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat pengetahuannya. Pando, et. al. (2013) skor tingkat pengetahuan yang lebih tinggi berbanding lurus dengan pendidikan yang diperoleh.. Dari hasil analisis penelitian mengenai pengetahuan perawat terhadap HIV berdasarkan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh didapatkan nilai p sebesar 0,004 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap HIV pada perawat lulusan SPK, Diploma Keperawatan dan Sarjana Keperawatan. Pada hasil analisis data didapatkan bahwa tingkat pengetahuan baik terhadap HIV pada perawat dengan lulusan Sarjana Keperawatan memiliki distribusi lebih besar dibandingkan pada perawat lulusan Diploma Keperawatan dan SPK, namun terdapat keganjilan pada distribusi tingkat pengetahuan baik terhadap HIV pada perawat lulusan Diploma Keperawatan dimana distribusinya lebih kecil dibandingkan pada perawat lulusan SPK. Pada beberapa sumber mengungkapkan bahwa semakin tinggi pendidikan terakhir yang ditempuh seseorang maka semakin baik tingkat pengetahuannya, dan hal tersebut terbukti pada perawat dengan lulusan sarjana, namun tidak terbukti pada perawat dengan lulusan SPK. Pada analisis tersebut peneliti menduga bahwa faktor pengalaman bekerja sangat mempengaruhi distribusi tingkat pengetahuan baik pada perawat lulusan SPK yang lebih tinggi dari distribusi pada perawat lulusan Dipoma Keperawatan, mengingat kebanyakan perawat lulusan SPK adalah perawat-perawat senior yang memiliki pengalaman bekerja lebih banyak. Pendidikan tidak hanya dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV, namun juga dapat mempengaruhi stigma dan perilaku perawat terhadap klien dengan HIV. Menurut Mahandra et. al (2006) dalam Afriandi, I., Paryati, T., Raksanagara, A.S (2013) pendidikan akan mempengaruhi stigma dan diskriminasi terhadap klien dengan HIV. Pengetahuan mempengaruhi seseorang dalam bersikap (Azwar, 2007; Mubarak, 2007). Menurut Afriandi, I., Paryati, T., Raksanagara, A.S. (2013) tingkat pengetahuan dapat mempengaruhi stigma dan persepsi tenaga kesehatan terhadap klien dengan HIV. Menurut hasil penelitian Barker, et. al.. (2012) pengetahuan terhadap HIV dan Mahandra et. al (2006) dalam Afriandi, I., Paryati, T., Raksanagara, A.S (2013) pendidikan akan mempengaruhi stigma dan diskriminasi terhadap klien dengan HIV dan pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Mubarak, 2007). Semakin rendah tingkat pengetahuan tenaga kesehatan, maka semakin negatif stigma dan persepsi tenaga kesehatan tersebut tidak terkecuali stigma perawat. Tingkat pengetahuan perawat yang kurang dapat menurunkan standar pelayanan keperawatan, karena pelayanan keperawatan sangat bergantung pada sikap perawat terhadap kliennya. Rendahnya tingkat pengetahuan juga memperbesar kemungkinan adanya Gambaran Pengetahuan..., Faritz Aldy Ramanda, FIK UI, 2014 7 diskriminasi terhadap klien dengan HIV (Afriandi, I., Paryati, T., Raksanagara, A.S., 2013). Diskriminasi biasanya ditunjukkan dengan sikap sinis, ketakutan yang berlebihan dan persepsi negatif perawat terhadap klien dengan HIV. Hal tersebut membuat pengendalian penyakit HIV semakin terkendala karena diskriminasi pada klien dengan HIV akan membuat klien dengan HIV menjadi malas untuk melakukan pengobatan. Menurut Amiruddin, R., Ansar, J., Fadhali, A. (2008) Pengetahuan merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap pencegahan HIV, sehingga pengetahuan merupakan hal yang penting dalam upaya pengendalian HIV. Tingkat pengetahuan perawat terhadap pengetahuan pencegahan HIV memiliki distribusi terbesar pada tingkat pengetahuan kurang dibandingkan dengan tingkat pengetahuan terhadap penularan, tespemeriksaan, dan vaksin HIV dengan distribusi sebesar 85,6 persen responden. Hal tersebut sangat memprihatinkan mengingat petugas kesehatan terutama perawat sering melakukan kontak dengan pasien HIV, dan jika memiliki pengetahuan kurang terhadap pencegahan HIV tidak hanya membahayakan perawat tersebut, tetapi juga membahayakan pasien lainnya. Pengetahuan terhadap pencegahan HIV mendorong perawat untuk memberikan perlindungan terhadap diri sendiri dengan maksimal, namun dengan kurangnya pengetahuan terhadap pencegahan HIV akan menyebabkan perawat menjadi tidak peduli terhadap perlindungan diri dan pemakaian alat pelindung diri. Menurut data Eijkeman & Wilburn (2004) sekitar 66 persen perawat di Vietnam mengalami kecelakaan tertusuk jarum suntik pada saat melakukan tindakan yang menggunakan jarum suntik dalam 9 bulan terakhir. Kecelakaan kecil seperti tertusuk jarum suntik dapat menjadi masalah besar jika pasien yang sedang ditangani positif mengidap HIV. Pada penelitian Oktarina (2011) ditemukan bahwa hanya 4 dari 6 perawat yang selalu menggunakan sarung tangan pada saat melakukan tindakan invasif seperti tindakan mengambil darah, padahal memakai sarung tangan adalah prosedur dasar yang harus diikuti ketika melakukan tindakan seperti itu. Jika dihubungkan dengan penelitian ini, sikap perawat tersebut dikarenakan pengetahuan perawat yang kurang mengenai pencegahan HIV, seperti yang diungkapkan oleh Amiruddin, R., Ansar, J., Fadhali, A. (2008) bahwa pengetahuan merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap pencegahan HIV. Pengetahuan perawat terhadap pencegahan HIV merupakan hal yang penting, maka dari itu dibutuhkan upaya peningkatan pengetahuan mengenai pencegahan HIV pada perawat. Tingkat pengetahuan perawat terhadap pencegahan HIV memiliki perbedaan signifikan pada data yang berdasarkan kelompok usia dan jenjang pendidikan terakhir perawat. Adanya perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan perawat terhadap kelompok usia sesuai dengan Mubarak (2007) yang mengatakan bahwa usia mempengaruhi pengetahuan seseorang dan menurut peneliti pengetahuan yang dimaksud juga merupakan pengetahuan mengenai pencegahan HIV. Menurut Pando, et. al (2013) tingkat pengetahuan akan semakin tinggi apabila usia responden juga semakin tua dan hal tersebut dibuktikan bahwa persentase tingkat pengetahuan baik pada kelompok yang lebih tua yaitu kelompok usia dewasa tengah lebih tinggi (22,7%) dibandingkan dengan persentase tingkat pengetahuan baik pada kelompok usia dewasa awal (9,8%). Tingkat pengetahuan berdasarkan jenjang pendidikan terakhir responden juga memiliki perbedaan yang signifikan bahkan nilai p yang didapatkan kurang dari 0,000. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan-pernyataan yang telah dipaparkan pada bahasan sebelumnya menurut Pando, et. al. (2013), Notoatmodjo (2010) dan Mubarak (2007) Gambaran Pengetahuan..., Faritz Aldy Ramanda, FIK UI, 2014 8 Analisis data tingkat pengetahuan terhadap penularan HIV juga memiliki distribusi terbesar pada tingkat pengetahuan kurang. Pada penelitian ini, terdapat 13 dari 18 pertanyaan dalam HIV KQ-18 yang digolongkan sebagai pertanyaan untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat terhadap penularan HIV. Secara kuantitatif 51,8 persen perawat memiliki pengetahuan yang kurang terhadap penularan HIV, namun jika dihitung rerata nilai pengetahuan perawat, memiliki nilai 9,25 yang jika dikonversi dalam skor 1 hingga 100 memiliki nilai 71,15 yang juga termasuk dalam kategori pengetahuan kurang. Keadaan tersebut juga dapat digolongkan sebagai keadaan yang memprihatinkan, walaupun tidak sebanyak distribusi pada tingkat pengetahuan kurang pada perawat terhadap pencegahan HIV. Menurut Potter & Perry (2005) perawat memiliki peran sebagai penyuluh dan pemberi edukasi kepada pasien. Pengetahuan perawat mengenai penularan HIV sangat dibutuhkan, karena sebagai bagian dari materi edukasi kesehatan yang merupakan tugas perawat. Analisis data tingkat pengetahuan perawat terhadap pemahaman mengenai penularan didapatkan perbedaan data tingkat pengetahuan yang signifikan pada tingkat pengetahuan berdasarkan Agama, jenjang pendidikan terakhir dan frekuensi keikutsertaan dalam pelatihan HIV. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Mubarak (2007) yang menyatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman, namun tidak menyebutkan mengenai agama mempengaruhi pengetahuan atau tidak. Menurut hasil penelitian Barker, et. al. (2012) dan Afriandi, I., Paryati, T., Raksanagara, A.S. (2013) pengetahuan terhadap HIV mempengaruhi stigma mengenai HIV, pada penelitian Waluyo (2011) agama tidak terbukti mempengaruhi stigma seseorang, namun yang mempengaruhi stigma terhadap HIV adalah tingkat kereligiusan orang tersebut. Stigma dipengaruhi oleh pengetahuan dan tingkat kereligiusan seseorang, namun belum diketahui apakah tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat kereligiusan. Tingkat pengetahuan perawat terhadap tes pemeriksaan dan vaksin HIV memiliki distribusi terbesar pada tingkat pengetahuan baik. Analisis data menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat terhadap vaksin HIV berdasarkan data demografinya tidak ada perbedaan yang signifikan, nilai p pada analisis tersebut tidak ada yang kurang dari 0,05, sedangkan untuk tingkat pengetahuan perawat terhadap tes pemeriksaan HIV terdapat perbedaan tingkat pengetahuan yang signifikan berdasarkan agama yang dianut. Peneliti belum mendapatkan referensi yang sesuai dengan data analisis tersebut. Peneliti menyimpulkan bahwa angka tersebut didapatkan karena pertanyaan pada HIV KQ18 mengenai vaksin dan tes pemeriksaan hanya ada masing-masing satu pertanyaan, sehingga penilaian mengenai tingkat pengetahuan perawat terhadap tes pemeriksaan dan vaksin HIV kurang dapat mempresentasikan pengetahuan terhadap tes pemeriksaan dan vaksin HIV. Kesimpulan Penelitian mengenai gambaran pengetahuan perawat terhadap HIV. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 64,9 persen responden memiliki pengetahuan kurang terhadap HIV dan sisanya memiliki pengetahuan baik. Faktor yang berpengaruh pada pengetahuan terhadap HIV pada penelitian ini adalah faktor usia dan jenjang pendidikan terakhir responden. Sebagian besar perawat yang menjadi responden memiliki pengetahuan kurang terhadap penularan dan pencegahan HIV, sedangkan pada pengetahuan terhadap tes dan vaksin HIV sebagian besar perawat memiliki pengetahuan yang baik. Hasil Analisis penelitian menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan perawat terhadap Gambaran Pengetahuan..., Faritz Aldy Ramanda, FIK UI, 2014 9 HIV. Hal tersebut akan meningkatkan risiko timbulnya stigma negatif dan diskriminasi perawat terhadap klien dengan HIV. Tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV yang kurang akan menyebabkan kualitas pelayanan keperawatan terhadap klien dengan HIV, yang nantinya akan membuat klien dengan HIV tidak bersedia melakukan terapi pengobatan dan akan berimplikasi pada meningkatnya jumlah penderita HIV di Indonesia. Hasil penelitian yang telah dilakukan akan memberikan gambaran mengenai tingkat pengetahuan perawat terhadap HIV. Terkait dengan kesimpulan penelitian, peneliti ingin mengajukan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya. Penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan metode yang berbeda dan menggunakan data primer agar didapatkan hasil yang lebih maksimal. Referensi Afriandi, I., Paryati, T., Raksanagara, A.S. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stigma dan Diskriminasi kepada ODHA(Orang dengan HIV/AIDS) oleh petugas kesehatan : kajian literatur (Tesis Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia). Diunduh dari http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/02/Pustaka_unpad_Faktor_Mempengaruhi_-Stigma_ODHApdf.pdf Aggleton, P., Homans, H., Mojsa, J., Watson, S. &Watney.S. (1994). Learning about AIDS: Scientific and Social Issues (second edition). New York: Churchill Livingstone. Ashat, M., Bhatia, V., Puri, S., Thakare, M..& Koushal, V. Needle stick injury and HIV risk among health care workers in North India. Indian Journal of Medical Sciences. (2011) 371-8. http://dx.doi.org/10.4103/0019-5359.108947 Amiruddin, R., Ansar, J., Fadhali, A. (2008). Faktor yang Berhubungan dengan Pencegahan HIV dan AIDS di Kalangan Pramusaji Kafe di Tanjung Bira Kabupaten Bulukumba (Skripsi Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin). Diunduh dari http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123 456789/3329/FAKTOR%20YANG%20BERHU BUNGAN%20DENGAN%20PENCEGAHAN% 20HIV%20DAN%20AIDS%20DI%20KALANG AN%20PRAMUSAJI%20DI%20TANJUNG%20 BIRA%20KABUPATEN%20BULUKUMBA.pdf ?sequence=1 Arikunto, S. (2006). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara Azwar, S. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (Edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baratawidjaja, G.K., dan Rengganis, I. (2010). Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Barker, D.H., et. al. Blocking the Beneļ¬t of GroupBased HIV-Prevention Efforts during Adolescence: The Problem of HIV-Related Stigma. AIDS Behav (2012) 16:571–577. DOI: 10.1007/s10461-011-0101-1 Bestable, S.B. (2002). Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip Pengajaran Dan Pembelajaran. Jakarta: EGC. Carroll, J. L. (2007). Sexuality Now: Embracing Diversity (second edition). California: Thomson Wadsworth. Culbert, G. J. (2014). Filling Your Prevention Toolbox: A Discussion of Current and Future HIV Prevention Strategies. Workshop HIV Prevention Science: Behavioral and Biomedical Aprroaches. Depok Indonesia. Page 8. Culbert, G. J., Levy, J., Norr, K. F., Waluyo, A. Understanding HIV-related Stigma Among Indonesian Nurses. Journal of the Association of Nurses in Aids Care (2014), 1-12. DOI: 10.1016/j.jana.2014.03.001 Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 241/Menkes/SK/IV/2006. Diunduh dari http://manajemenrumahsakit.net/wpcontent/uploads/2012/09/KMK-241-2006Standar-Yanlabkes-HIV-oportunistik.pdf pada Oktober 2013 Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006). Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987-2006. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Eijkeman, G. & Wilburn, S.Q. (2004). Preventing Needlestick Injuries pamong Healthcare Workers: A WHO–ICN Collaboration. Diunduh dari http://www.who.int/occupational_health/activities /5prevent.pdf Hastono, S.P. (2011). Analisis Data Kesehatan. Depok: FKMUI. Hendra A.W. (2008). Ilmu Keperawatan Dasar Edisi Ke-2. Yogyakarta: Penerbit Mitra Cendikia Press. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Lima Kementerian Bersepakat Meningkatkan Pengetahuan Komprehensif tentang HIV/AIDS pada Penduduk Usia 15-24 Tahun. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=21 78 pada Mei 2014 Gambaran Pengetahuan..., Faritz Aldy Ramanda, FIK UI, 2014 10 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia dilapor s/d Juni 2013. Diunduh dari http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf pada Oktober 2013 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Laporan Situasi Perkembangan HIV&AIDS di Indonesia Tahun 2013. Diunduh dari http://www.aidsindonesia.or.id/ck_uploads/files/L aporan%20HIV%20AIDS%20TW%201%202013 %20FINAL.pdf pada Desember 2013 Komisi Penanggulangan AIDS. (2012). Awal Epidemi AIDS di Indonesia. Diunduh dari http://www.aidsindonesia.or.id/contents/1/3/Sejar ah#sthash.dClf5qai.dpbs pada Oktober 2013 Komisi Penanggulangan AIDS. (2012). Info HIV dan AIDS. Diunduh dari http://www.aidsindonesia.or.id/contents/37/78/Inf o-HIV-dan-AIDS#sthash.15ZgF7i0.dpbs pada Oktober 2013 Majdi, M R, et al. Knowledge, Attitudes and Practices towards HIV/AIDS among Iranian Prisoners in Mazandaran Province in The South-Coast Area Of The Caspian Sea. Eastern Mediterranean URL: Health Journal (2011) 904-10. http://search.proquest.com/docview/928953971?a ccountid=17242 Martono, Nanang. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: Raja Grafindo Persada Meliono. 2007. MPKT modul 1. Jakarta: Lembang penerbitan FEUI Miller, D. (2000). Dying to Care? Work, Stress and Burnout in HIV/AIDS. New York: Routledge. Mubarak, W. I., dkk. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mangajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Notoatmodjo, S. (2007). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Oktarina, E. (2011). Persepsi Perawat tentang Asuhan Keperawatan yang Diberikan kepada Pasien HIV/AIDS di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (Tesis Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia). Diunduh dari http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20280678T%20Elvi%20Oktarina.pdf Pando, M.A. et al. HIV Knowledge and Beliefs Among Men Who Have Sex With Men (MSM) in Buenos Aires, Argentina. AIDS Behav (2013) 17:1305– 1312. DOI: 10.1007/s10461-012-0404-x Potter, P. A. & Perry, A. G. (2009). Fundamental of Nursing (7th Ed.). St. Louis, Mo.: Mosby Elsevier. Salam. (2000). Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara. Santrock. (2003). Adolescene: Perkembangan Remaja. Edisi 6. Jakarta: Erlangga. Sumiati, dkk. (2009). Filsafat Umum, Akal, dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. Fifth Edition. USA: John Wiley & Sons. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. UNAIDS. (2010). UNAIDS Report on the global AIDS epidemic 2010. Diunduh dari http://www.unaids.org/globalreport/documents/20 101123_GlobalReport_full_en.pdf pada Oktober 2013. UNAIDS. (2012). UNAIDS Report on the global AIDS epidemic 2012. Diunduh dari http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentas sets/documents/epidemiology/2012/gr2012/20121 120_UNAIDS_Global_Report_2012_with_annex es_en.pdf pada Oktober 2013. Waluyo, Agung (2011). Indonesian Nurses’ HIV Knowledge, Religiosity, Individual Stigma Attitudes, and Workplace HIV – Stigma (Disertasi Doktoral University of Illinois at Chicago). Diunduh dari http://indigo.uic.edu/bitstream/handle/10027/8045 /waluyo_agung.pdf?sequence=1 pada November 2013 WHO. (2013). HIV/AIDS. Diunduh dari http://www.who.int/features/qa/71/en/ pada Oktober 2013. WHO. (2014). MDG 6: Combat HIV/AIDS, Malaria and Other Diseases. Diunduh dari http://www.who.int/topics/millennium_developm ent_goals/diseases/en/ pada Mei 2014 Yayasan Spiritia. (2008). Sejarah HIV hingga 1986. Di unduh dari http://www.spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=10 30 pada Oktober 2013. Gambaran Pengetahuan..., Faritz Aldy Ramanda, FIK UI, 2014