Wacana Kepemimpinan Model Dahlan Iskan Dalam Novel Sepatu

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Komunikasi Massa
Komunikasi massa secara sederhana dapat diartikan sebagai komunikasi melalui
media massa baik media cetak maupun elektronik. Komunikasi massa terdiri dari dua
kata, komunikasi dan massa. Komunikasi menurut John R. Wenburg dan William W.
Wilmot dalam Mulyana (2007:76) diartikan sebagai usaha untuk memperoleh makna,
sedangkan menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Mossberpendapat bahwa komunikasi
adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. Dari kedua pendapat
diatas,dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan yang
memiliki makna. Sedangkan massa adalah sasaran dari komunikasi, massa bersifat
heterogen dan anonim. Dari kedua pengertian komunikasi dan massa, Mulyana
berpendapat bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media
massa, berbiaya relatif mahal , dan dikelola oleh suatu lembaga, yang ditujukan kepada
sejumlah besar orang yang tersebar. Selanjutnya menurut Rahmat (2001:45), komunikasi
massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada semua khalayak yang tersebar,
anonim dan heterogen melalui media cetak maupun elektronik sehingga komunikasi dapat
diterima secara serentak dan sesaat.
Komunikasi massa sendiri memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan jenis
komunikasi lain, seperti yang dinyatakan Nurudin (2007: 19-32) :
1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga
2. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen
3. Pesannya bersifat umum
4. Komunikasi berlangsung satu arah
5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan
6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis
7. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper.
Selain ciri – ciri, komunikasi massa juga memiliki fungsi, seperti yang dikemukakan
oleh Onong Uchjana Effendy (2003:31-32)
1. Informasi
6 Fungsi informasi merupakan fungsi paling penting yang terdapat dalam
komunikasi massa, karena perilaku menerima informasi merupakan perilaku
alamiah masyarakat. Informasi yang akurat diperlukan oleh beberapa orang
sebagai bahan dalam mengambil keputusan. Informasi disampaikan kepada
masyarakat melalui berbagai tatanan komunikasi, tetapi lebih banyak melalui
komunikasi massa
2. Mendidik
Fungsi mendidik yang dimaksud adalah informasi sebagai sarana untuk
mendidik masyarakat menjadi lebih maju, lebih baik, dan berkembang
kebudayaannya. Kegiatan mendidik masyarakat dalam arti luas adalah
memberi berbagai informasi yang dapat menambah kemajuan masyarakat
dengan tatanan komunikasi massa.
3. Menghibur
Fungsi hiburan selalu ada dalam setiap media massa baik cetak maupun
elektronik, hal ini digunakan sebagai penyeimbang dari fungsi komunikasi
massa.
Hiburan
dapat
mengurangi
ketengangan
masyarakat
saat
mengkonsumsi berita dan memberikan kelonggaran berfikir.
4. Persuasif
Fungsi persuasif dalam bahasa sederhana adalah menarik perhatian. Menarik
perhatian yang dimaksudkan adalah media massa mampu menggerakkan
seseorang untuk berbuat sesuatu. Berbagi informasi kepada masyarakat
merupakan sarana untuk mempengaruhi masyarakat ke arah perubahan sikap
dan perilaku yang diharapkan.
Komunikasi massa juga memiliki elemen – elemendi dalamnya. Elemen ini
menjelaskan mengenai proses penyampaian pesan komunikasi. Menurut Vivian
(2008:451-452) elemen komunikasi massa yaitu :
1. Komunikator
Komunikator adalah pengirim informasi, dalam komunikasi massa
merupakan gabungan dari berbagai individu dalam sebuah lembaga media,
yang menyampaikan informasi untuk mencari keuntungan.
2. Pesan
7 Pesan berupa berita dan informasi, analisis dan interpretasi, pendidikan dan
sosialisasi, hubungan masyarakat dan persuasif, iklan dan bentuk penjualan
lain.
3. Media
Media yang dimaksudkan adalah alat dalam penyampaian pesan tersebut.
Bisa berupa televisi, radio, majalah, buku ataupun internet.
4. Audience
Audience yang dimaksud dalam komunikasi massa sangat beragam dan
anonim, dari jutaan penonton televisi, ribuan pembaca buku dan majalah,
koran atau jurnal ilmiah.
5. Gatekeeper
Berfungsi untuk menyortir pesan yang akan disampaikan dari komunikator
kepada khalayak, dapat berupa penghapusan pesan, memodifikasi pesan dan
bahkan menambah pesan yang akan disebarkan. Biasanya gatekeeper adalah
seorang editor.
Komunikasi massa memiliki efek bagi masyarakat, menurut Ardianto (2005:50-56)
efek komunikasi massa adalah :
1. Efek Kognitif
Efek kognitif akan muncul pada komunikan saat pesan yang disampaikan
bernilai informatif baginya. Dalam efek kognitif ini membahas mengenai
media massa dapat membantu masyarakat dalam mempelajari informasi yang
bermanfaat dan mengembangkan ketrampilan kognitifnya.
2. Efek Afektif
Efek afektif memberikan lebih dari efek kognitif, dengan melibatkan
perasaan dalam pemaknaan informasi, sehingga efek afektif memberikan rasa
iba, terharu, marah, sedih dan sebagainya.
3. Efek Behavior
Efek behavior adalah akibat yang timbul kepada khalayak dalam bentuk
tindakan, perilaku atau kegiatan.
2.2
Buku Sebagai Media Massa
Media massa dianggap sebagai alat atau sarana yang dipergunakan dalam proses
komunkasi massa. Media massa secara pasti memengaruhi pemikiran dan tindakan
8 khalayak. Budaya, sosial, politik dipengaruhi oleh media (Ardianto,2007:58).
Menurut Mc. Luhan (…:), media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense
extention theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita
memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat
atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Media massa dikatakan sebagai
kebudayaan yang bercerita. Media membentuk opini publik untuk membawanya pada
perubahan yang signifikan.
Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu media massa
cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak yaitu buku, surat kabar, dan
majalah,sedangkan yang termasuk media massa elektronik yaitu radio, televisi, film,
dan media on-line (internet).
Sebagai bagian dari media massa cetak, buku memiliki sifat yang paling tidak
“massa” dalam menjangkau khalayaknya dan besarnya industri itu sendiri. Buku
merupakan awal dari sejarah media modern (McQuail,2010:27), awalnya buku ditulis
manual dengan menggunakan tangan kemudian disalin dan disebarluaskan. Hal ini
terbukti dengan adanya alkitab-alkitab kuno yang ditulis tangan kemudian disalin dan
disebarluaskan untuk kepentingan penyebaran agama. Eisenstein berpendapat setelah
terjadi revolusi masyarakat dimana percetakkan memiliki andil yang besar (McQuail,
2010:28). Hadirnya mesin cetak membawa perubahan dalam pembuatan buku. Buku
tidak lagi ditulis menggunakan tangan, namun dicetak menggunakan mesin cetak
secara serentak. Buku memiliki tujuan yang sama dengan media lain, yaitu untuk
menghibur,
memberikan
pendidikan,
dan
juga
memberikan
informasi
(McQuail,2010:28). Setelah digunakan untuk menyebarluaskan agama, buku juga
digunakan untuk kepentingan ilmiah.
Terdapat beberapa jenis buku berdasarkan tema penulisannya, terdapat buku ilmiah,
buku agama seperti kitab suci dan ajaran agama, buku fiksi seperti novel, kumpulan
puisi dan cerita.Menurut Nurkadi (2008,31) novel adalah sebuah karya sastra yang di
dalamnya terdapat nilai budaya, sosial, moral atau pendidikan.Novel merupakan jenis
dari buku yang memiliki cerita fiksi, dan juga kata–kata yang berbentuk intrisik dan
ekstrisik.Dalam setiap buku, termasuk novel terdapat tujuan dan pesan yang ingin
dibangun oleh penulis. Novel memberikan ruang kepada pembacanya untuk
memainkan ruang imajenasi untuk menggambarkan apa yang dituliskan oleh penulis.
Menurut Gramsci novel juga memilki peranan penting, yaitu sebagai salah satu sarana
9 untuk membantu mengkonstruksi masyarakat.(Faruk, 1994).1Novel bersifat naratif,
dengan menjelaskan sebuah kisah yang bisa dari fakta dan merangsang imajinasi
pembaca.
2.3
Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana diartikan sebagai hubungan antara konteks sosial dari pemaknaan
bahasa. Bahasa yang dimaksud adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subyek,
dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari
dalam analisis wacana (Eriyanto,2001:3) Pengertian wacana menurut Hawthorn
(2001:5) adalah sebuah aktivitas komunikasi yang memiliki tujuan tertentu, untuk
mencapai tujuan tersebut menggunakan berbagai cara yang sesuai dengan tujuannya.
Setiap media massa bertujuan untuk memberikan informasi, mengedukasi, dan
menghibur khalayaknya, namun media juga bisa bertujuan untuk mengubah cara
pandang masyarakat mengenai suatu hal untuk memenuhi kepentingan media atau
pemilik media. Kegiatan tersebut bisa dianggap sebagai wacana dalam media
(Eriyanto,2001:16).
Eriyanto (2001:3-6) memandang wacana dalam 3 pandangan, pandangan
positivisme-empiris, konstruktivisme dan kritis. Positivisme-empiris memandang
bahwa bahasa adalah jembatan antara manusia dan obyek di luar dirinya, sehingga
analisis wacana digunakan untuk menggambarkan tata urutan kalimat, bahasa dan
pengertian bersama. Para konstruktivisme memandang bahasa sebagai subyek yang
memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam
setiap wacana, sehingga analisis wacana digunakan untuk membongkar maksud atau
makna tertentu. Pandangan kristis menganggap bahasa sebagai representasi yang
berperan dalam membentuk subyek tertentu, sehingga analisis wacana digunakan
untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa seperti batasan
wacana, prespektif yang dipakai, dan topik yang dibicarakan.
Analisis wacana kritis bukan hanya mempelajari mengenai bahasa. Bahasa dalam
analisis wacana dianalisis dengan menggambarkan dan menghubungkan dengan
konteks. Konteks yang dimaksudkan adalah bahasa yang digunakan untuk tujuan dan
praktik tertentu, termasuk praktik kekuasaan (Eriyanto,2001:7). Menurut Fairclough
1
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20Wiyatmi,%20M.Hum./Citraan%20Perlawanan%20Si
mbolis.pdf (Minggu, 21 April 2014 : 12.58 WIB) 10 dan Wodak (2001:7) analisis wacana kritis dalam pemakaian bahasa berupa kata-kata
dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial, yang berdampak menjadi efek ideologi
dimana ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kuasa yang tidak
seimbang. Kekuasaan yang didapat digunakan sebagai pembentukkan subyek dan
merepresentasikan masyarakat.
Analisis wacana kritis memiliki karakteristik menurut Teun A. van Djik, Fairclough,
dan Wodak (Eriyanto,2001:8) :
1.
Tindakan
Wacana dipahami sebagai suatu tindakan, dalam hal ini wacana dianggap
sebagai suatu interaksi. Interaksi yang dimaksudkan adalah tulisan dan tutur
kata, sehingga tulisan dan tutur kata dianggap sebagai wacana. Wacana
dipandang sesuatu yang bertujuan baik mempengaruhi, mendebat, atau
membujuk, dan juga dipandang sebagai sesuatu yang diekspresikan secara
sadar dan terkontrol.
2.
Konteks
Konteks wacana kritis melihat wacana dipandang diproduksi, dimengerti,
dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Guy Cook (2001:8) memandang
konteks wacana sama dengan konteks komunikasi, seperti siapa yang
mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa, dalam situasi dan
khalayak seperti apa dan sebagainya.
Arti sempitnya konteks dalam
wacana digunakan untuk melihat latar belakang, situasi sebuah peristiwa.
3.
Historis
Historis melihat wacana berada dalam sebuah konteks sosial, sehingga
wacana ditempatkan dalam konteks historis tertentu. Kontes historis akan
melihat sejarah atau cerita dibalik sebuah wacana atau melihat bagaimana
keadaan saat wacana diproduksi.
4.
Kekuasaan
Teks atau sebuah percakapan dipandang sebagai sebuah wacana. Wacana
tersebut bukan sebagai sesuatu yang ilmiah, wajar dan netral, namun
wacana merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan yang
dimaksud adalah sebuah kunci hubungan antara wacana dengan
masyarakat. Memiliki kekuasaan berarti berhak mengkontrol siapa yang
11 perlu diwacanakan dan diwacanakan seperti apa, sehingga wacana tersebut
dipakai untuk mengkontrol pihak yang tidak dominan.
5.
Ideologi
Dalam ideologi, memandang teks dan percakapan sebagai sebuah praktik
ideologi atau cerminan ideologi. Ideologi tersebut dibangun untuk
mereproduksi/ melegitimasi dominasi, namun sebenarnya memberikan
kesadaran palsu bagi kaum non dominasi.
2.4
Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk
Analisis Wacana model Van Dijk menggunakan pendekatan kognisi sosial. Kognisi
sosial dalam analisis wacana kritis model Van Dijk dipandang sebagai elemen penting
dari wacana itu sendiri, selain mengkaji mengenai struktur wacana, analisis ini pun
mencari bagaimana wacana diproduksi. Dalam proses produksi suatu wacana selalu
ada proses kognisi sosial.
Kognisi sosial dipahami dalam dua hal, yang pertama kognisi sebagai penunjuk
bagaimana sebuah wacana diproduksi, yang kedua kognisi dipahami sebagai nilainilai dalam masyarakat yang menyebar dan diserap oleh kognisi seorang
wartawan/penulis dan digunakan untuk membuat teks (Eriyanto,2001:221). Van Dijk
memiliki dimensi analisis meliputi teks, kognisi sosial dan konteks. Teks untuk
menganalisis bagaimana struktur teks, strategi wacana yang dipakai untuk
menegaskan suatu tema tertentu. Kognisi sosial adalah proses produksi berita
melibatkan kognisi individu dari penulis. Konteks adalah bangunan wacana yang
berkembang dalam masyarakat mengenai suatu masalah. Model dimensi Van Dijk
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Model Analisis Van Dijk
Teks Kognisi Sosial Konteks Kognisi Sosial Sumber: Eriyanto,2001:225
12 Analisis wacana kritis model Van Dijk mengungkapkan bahwa teks yang termasuk
dalam dimensi analisis terdiri dari beberapa sturktur/ tingkatan yang saling
mendukung (Eriyanto,2001:225) diantaranya :
1.
Struktur Makro
Mengungkapkan makna global/ umum dari suatu teks, dengan melihat
topik/ tema yang dikedepankan dalam suatu berita.
2.
Superstruktur
Berhubungan dengan kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi,
penutup, kesimpulan.
3.
Struktur Mikro
Makna lokal dari teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan
gaya yang dipakai oleh suatu teks.
Selain struktur teks, dalam analisis wacana juga terdapat elemen wacana, dan
berikut elemen wacana Van Dijk
Tabel 2.1
Elemen Wacana Model Van Dijk
Struktur Wacana
Hal Yang Diamati
Elemen
Tematik
Topik
Struktur Makro
Tema/topikyang
dikedepankan dalam suatu
berita
Superstruktur
Skemantik
Skema
Bagaimana bagian dan urutan
berita diskemakan dalam teks
berita utuh.
Strukur Mikro
Semantik
Latar, Detil, Maksud,
Makna yang ingin ditekankan
Pra-anggapan,
dalam teks berita
Nominalisasi
Struktur Mikro
Sintaksis
Bagaimana anak kalimat
Bentuk Kalimat,
Koherensi, Kata Ganti
(bentuk, susunan) yang
dipilih.
Struktur Mikro
Stilistik
Leksikon
13 Bagaimana pilihan kata yang
dipakai dalam teks berita.
Struktur Mikro
Retoris
Grafis, Metafora,
Bagaimana dan dengan cera
Ekspresi
penekanan dilakukan.
Sumber: Eriyanto,2001: 228-229
Dalam pandangan van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen
tersebut. Meski terdiri atas berbagai elemen, semua elemen itu merupakan suatu kesatuan,
saling behubungan dan mendukung satu sama lainnya.
1. Tematik
Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga
disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik
menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannya.
Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu berita.
Oleh karena itu, ia sering disebut sebagai tema atau topik (Eriyanto, 2001: 229).
Topik menggambarkan gagasan apa yang dikedepankan atau gagasan inti dari
wartawan ketika melihat atau memandang suatu peristiwa. Gagasan penting van Dijk,
wacana umumnya dibentuk dalam tata aturan umum (macrorule). Teks tidak hanya
didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu, tetapi suatu
pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebut hal ini sebagai koherensi global
(global coherence), yakni bagian-bagian dalam teks kalau diruntut menunjuk pada
suatu titik gagasan umum, dan bagian-bagian itu saling mendukung satu sama lain
untuk menggambarkan topik umum tersebut. Topik menggambarkan tema umum dari
suatu teks berita, topik ini akan didukung oleh subtopik satu dan subtopik lain yang
saling mendukung terbentuknya topik umum.
Subtopik ini juga didukung oleh
serangkaian fakta yang ditampilkan yang menunjuk dan menggambarkan subtopik,
sehingga dengan subbagian yang saling mendukung antara satu bagian dengan bagian
yang lain, teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh. (
Eriyanto, 2001: 230 ).
Gagasan van Dijk ini didasarkan pada pandangan ketika wartawan meliput suatu
peristiwa dan memandang suatu masalah didasarkan pada suatu mental/ pikiran
tertentu. Kognisi atau mental ini secara jelas dapat dilihat dari topik yang
14 dimunculkan dalam berita. Karena topik di sini dipahami sebagai mental atau kognisi
wartawan, tidak mengherankan jika semua elemen dalam berita mengacu dan
mendukung topik dalam berita. Elemen lain dipandang sebagai bagian dari strategi
yang dipakai oleh wartawan untuk mendukung topik yang ingin dia tekankan dalam
pemberitaan. Peristiwa yang sama bisa jadi dipahami secara berbeda oleh wartawan
yang berbeda, dan ini dapat diamati dari topik suatu pemeberitaan. Pada taraf pertama
kali, hal ini dapat diamati dari topik yang digambarkan dalam pemberitaan. Gagasan
van Dijk semacam ini membantu peneliti untuk mengamati dan memusatkan
perhatian pada bagaimana teks dibentuk oleh wartawan. (Eriyanto, 2001: 230-231)
1. Skematik
Kalau topik menunjukkan makna umum dari suatu wacana, maka struktur
skematik atau superstruktur menggambarkan bentuk umum dari suatu teks. Bentuk
wacana umum itu disusun dengan sejumlah kategori atau pembagian umum seperti
pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya. Struktur
skematik memberikan tekanan: bagian mana yang didahulukan, dan bagian mana
yang bisa dikemudiankan sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting.
Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan bagian penting di bagian
akhir agar terkesan kurang menonjol (Sobur, 2007: 76).
Dalam konteks penyajian berita, meskipun mempunyai bentuk dan skema yang
beragam, berita umumnya secara hipotetik mempunyai dua kategori skema besar.
Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead
(teras berita). Elemen skema ini merupakan elemen yang dipandang paling penting.
Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan (Sobur, 2007: 76).
Judul dan lead umumnya menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh
wartawan dalam pemberitaannya. Lead ini umumnya sebagai pengantar ringkasan apa
yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap. Story yakni isi
berita secara keseluruhan. Isi berita ini secara hipotetik juga mempunyai dua
subkategori. Yang pertama berupa situasi yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang
yang kedua komentar yang ditampilkan dalam teks (Eriyanto, 2001: 232).
Subkategori situasi yang menggambarkan kisah suatu peristiwa umumnya terdiri
atas dua bagian. Yang pertama mengenai episode atau kisah utama dari peristiwa
tersebut, dan yang kedua latar untuk mendukung episode yang disajikan kepada
15 khalayak. Latar umumnya dipakai untuk memberi konteks agar suatu peristiwa lebih
jelas ketika disampaikan kepada khalayak. Sedangkan subkategori komentar yang
menggambarkan bagaimana pihak-pihak yang terlibat memberikan komentar atas
suatu peristiwa secara hipotetik terdiri atas dua bagian. Pertama, reaksi atau komentar
verbal dari tokoh yang dikutip oleh wartawan. Kedua, kesimpulan yang diambil oleh
wartawan dari komentar berbagai tokoh (Sobur, 2007: 77-78).
Menurut van Dijk dalam Eriyanto(2001: 234), arti penting dari skematik adalah
strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan
menyusun bagian-bagian dengan urutan-urutan tertentu. Skematik memberikan
tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai
strategi untuk menyembunyikan informasi
2. Semantik
Semantik dalam skema van Dijk dikiategorikan sebagai makna vocal (local
meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan
antarproposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Analisis
wacana banyak memusatkan perhatian pada dimensi teks seperti makna yang eksplisit
maupun implisit, makna yang sengaja disembunyikan dan bagaimana orang menulis
atau berbicara mengenai hal itu. Dengan kata lain, semantik tidak hanya
mendefinisikan bagian mana yang penting dari struktur wacana tetapi juga
menggiring ke arah sisi tertentu dari suatu peristiwa (Sobur,2007:78).
Latar merupakan elemen wacana yang dapat menjadi alasan pembenar gagasan
yang diajukan dalam suatu teks. Latar peristiwa dipakai untuk menyediakan latar
belakang hendak kemana makna suatu teks itu dibawa. Ini merupakan cerminan
ideologis, dimana komunikator dapat menyajikan latar belakang dapat juga tidak,
bergantung pada kepentingan mereka. Latar merupakan bagian berita yang bisa
mempengaruhi semantic (arti kata) yang ingin ditampilkan. (Sobur,2007:79)
Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang
atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan kearah mana pandangan
khalayak hendak dibawa. Oleh karena itu, latar membantu menyelidiki bagaimana
seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa. (Eriyanto,2001: 235)
16 Latar teks merupakan elemen yang berguna karena dapat membongkar apa
maksud yang ingin disampaikan oleh wartawan. Kadang maksud atau isi utama tidak
dibeberkan dalam teks, tetapi dengan melihat latar apa yang ditampilkan dan
bagaimana latar tersebut disajikan, kita bisa mengalisis apa maksud tersembunyi yang
ingin dikemukakan oleh wartawan seseungguhnya. (Eriyanto,2001:235-236)
Bentuk lain dari strategi semantik adalah detail suatu wacana. Elemen wacana
detail berhubungan dengan control informasi yang ditampilkan seseorang
(komunikator). Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang
menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan
informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau hal itu
merugikan kedudukannya. (Sobur, 2007: 79)
Informasi yang menguntungkan komunikator, bukan hanya ditampilkan secara
berlebihan tetapi juga dengan detail yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detail
yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja
untuk menciptakan citra tertentu khalayak. Detail yang lengkap itu akan dihilangkan
kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan atau kegagalan
dirinya. Hal yang menguntungkan komunikator/pembuat teks akan diuraikan secara
detail dan terperinci, sebaliknya fakta yang tidak menguntungkan, detail informasi
akan dikurangi. (Eriyanto,2001:238)
Elemen detail merupakan strategi bagaimana wartawan mengekpresikan
sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh
wartawan kadangkala tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detail bagian
mana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detail yang besar, akan
menggambarkan
bagaimana
wacana
yang
dikembangkan
oleh
media.
(Eriyanto,2001:238)
Kemudian bentuk lain strategi semantic adalah elemen maksud. Elemen wacana
maksud, hampir sama dengan elemen detail. Dalam detail, informasi yang
menguntungkan komunikator akan diuraikan dengan detail panjang. Elemen maksud
melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit
dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar,
implisit, dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah public hanya disajikan informasi
yang menguntungkan disajikan secara jelas, dengan kata-kata yang tegas, dan
17 menunjuk langsung pada fakta. Sementara itu, informasi yang merugikan disajikan
dengan kata tersamar, eufemistik, dan berbeli-belit. Dengan semantik tertentu,
seorang komunikator dapat menyampaikan secara implisit informasi atau fakta yang
merugikan dirinya, sebaliknya secara eksplisit akan menguraikan informasi yang
menguntungkan dirinya. (Eriyanto,2001:240)
3. Sintaksis
Strategi untuk menampilkan diri sendiri secara positif dan lawan secara
negative, itu juga dilakukan dengan manipulasi politik menggunakan sintaksis
(kalimat) seperti pada pemakaian kata ganti, aturan tata kata, pemakaian kategori
sintaksis yang spesifik, pemakaian kalimat aktif atau pasif, peletakan anak kalimat,
pemakaian kalimat yang kompleks dan sebagainya. (Sobur, 2007: 80)
Salah satu strategi pada level semantik ini adalah dengan pemakaian koherensi.
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua buah
kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga
tampak koheren. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi
berhubungan ketika seseorang menghubungkannya. ( Eriyanto,2001: 242)
Strategi pada level sintaksis yang lain adalah dengan menggunakan bentuk
kalimat. Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang mana ia menanyakan apakah A
menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. logika kausalitas ini kalau
diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan
predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis
kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.
(Sobur, 2007: 81)
Elemen lain adalah kata ganti. Kata ganti merupakan elemen untuk
memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Adalah suatu
gejala universal bahwa dalam berbahasa sebuah kata yang mengacu kepada manusia,
benda, atau hal, tidak akan dipergunakan berulang kali dalam sebuah konteks yang
sama. Untuk menghindari segi-segi yang negative dari pengulangan itu, maka setiap
bahasa di dunia ini memiliki cara dengan memakai kata ganti. Kata ganti ini timbul
untuk menghindari pengulangan kata tadi (yang disebut anteseden) dalam kalimatkalimat berikutnya. (Sobur, 2007: 81-82)
18 4. Stilistik
Pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang
pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa
sebagai sarana. Dengan demikian style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa.
(Sobur, 2007: 82)
Pada dasaranya elemen leksikon ini menandakan bagaimana seseorang
melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta
umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk pada fakta. Kata “meninggal”,
misalnya, mempunyai kata lain: mati, tewas, gugur, meninggal, terbunuh,
menghembuskan nafas terakhir, dan sebagainya. Di antara beberapa kata itu seseorang
dapat memilih di antara pilihan yang tersedia. Dengan demikian pilihan kata yang
dipakai tidak semata hanya karena kebetulan, tetapi juga secara ideologis
menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta/ realitas. ( Eriyanto,
2001: 255)
5. Retoris
Strategi dalam level retoris di sini adalah gaya yang diungkapkan ketika
seseorang berbicara atau menulis. Misalnya, dengan pemakaian kata yang berlebihan
(hiperbolik), atau bertele-tele, retoris mempunyai fungsi persuasif dan berhubungan
erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak. Pemakaiannya,
di antaranya dengan menggunakan gaya repetisi (pengulangan), aliterasi (pemakaian
kata-kata yang permulaannya sama bunyinya seperti sajak), sebagai suatu strategi
untuk menarik perhatian, atau untuk menekankan sisi tertentu agar diperhatikan oleh
khalayak. Bentuk gaya retoris lain adalah ejekan (ironi) dan metonomi. Tujuannya
adalah melebihkan sesuatu yang positif mengenai diri sendiri dan melebihkan
keburukan pihak lawan. (Sobur, 2007: 83-84)
Di dalam suatu wacana, seorang komunikator tidak hanya menyampaikan pesan
pokok, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora, yang dimaksudkan sebagai ornament
atau bumbu dari suatu teks. Tetapi, pemakaian metefora tertentu boleh jadi menjadi
petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh
komunikator secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas
pendapat atau gagasan tertentu kepada public.
19 Wacana terakhir yang menjadi strategi dalam level retoris ini adalah dengan
menampilkan grafis. Grafis merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan
atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati
dari teks. 2.5
Kepemimpinan
Kepemimpinan menunjukkan kompleksitas, menurut studi dalam Stogdill’s
Handbook of Leadership mengartikan kepemimpinan sebagai kepribadian dan
pengaruhnya, artinya kepemimpinan merupakan pengaruh yang bersifat pribadi
dimana sifat tersebut membedakan dirinya dari pengikutnya (Harun,2008:66).
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara
pemimpin dan bawahan yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan
tujuan bersama (Kartono:1995:28).
Pemimpin dan bawahan mempunyai hubungan
yang sama, saling berinteraksi, saling bekerja sama agar dapat mencapai tujuan
bersama, sehingga pemimpin dapat mempengaruhi bawahan agar berjalan sesuai
tujuan bersama. Di dalam kepemimpinan itu sendiri, terdapat beberapa sifat
kepemimpinan. Berikut sifat kepemimpinan menurutOrdway Tead dan George R.
Terry (Kartono,1995:37):
1. Kekuatan
Kekuatan secara badaniah dan rohaniah merupakan syarat pokok bagi seorang
pemimpin, hal ini dikarenakan jika seorang pemimpin memiliki kekuatan baik
secara badaniah dan rohaniah, maka pemimpin akan memiliki daya tahan
untuk menghadapai berbagai rintangan.
2. Stabilitas Emosional
Dengan emosi yang stabil akan menunjang pencapaian lingkungan sosial
yang rukun, damai dan harmonis.
3. Pengetahuan Tentang Relasi Insani
Pemimpin yang baik memiliki sifat, watak dan perilaku bawahan agar bisa
menilai kelebihan/ kelemahan bawahan sesuai dengan tugas yang diberikan.
4. Kejujuran
Kejujuran adalah modal utama seorang pemimpin, bukan hanya jujur kepada
bawahan tetapi seorang pemimpin harus bisa jujur kepada diri sendiri.
5. Obyektif
20 Pemimpin harus mencari bukti yang nyata, sebab musabab dari suatu kejadian
dan memberikan alasan rasional atas sebuah penolakan.
6. Dorongan Pribadi
Keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin yang timbul dari dalam
diri seorang pemimpin, hal ini akan memberikan rasa ikhlas saat memberikan
pelayanan dan pengabdian kepada kepentingan umum.
7. Ketrampilan Berkomunikasi
Mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, dapat
menginterpretasikan opini serta aliran yang berbeda, agar tercipta kerukunan
dan keseimbangan.
8. Kemampuan Mengajar
Pemimpin adalah guru, sehingga dapat membuat orang belajar pada saransaran tertentu untuk menambah pengetahuan, ketrampilan agar bawahanya
mandiri.
9. Ketrampilan Sosial
Pemimpin bersikap ramah, terbuka, menghargai pendapat orang lain,
sederhana dan apa adanya, sehingga bisa memupuk kerja sama dengan siapa
saja.
Selain syarat kepimpinan, terdapat pula model gaya kepemimpinan. Menurut
Ratnaningsih (2009:126) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang
lain seperti yang ia inginkan. Burn (1978) dalam Ratnaningsih (2009:126)
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat dikelompokan ke dalam dua tipe yang
berbeda yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan
transaksional. Kedua gaya tersebut saling bertentangan, namun sangat dibutuhkan
dalam organisasi.
1. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Burns (1978) dalam Ratnaningsih (2009:129) berbicara mengenai
“heroic leadership” dan sebuah konsep tentang transformational leadership,
yang artinya sebuah proses dimana pemimpin dan bawahan mengembangkan
moralitas dan motivasi yang tinggi antara satu dengan yang lain. Bernad M.
Bass (1999) mengembangkan pandangan Burns dan menandai bahwa seorang
pemimpin transformasional adalah seorang yang menciptakan kepemimpinan
kharismatik, kepemimpinan yang penuh inspirasi, stimulasi intektual dan
21 perasaan bahwa semua bawahan harus diperhitungkan. Bass juga
menjelaskan
bahwa
pemimpin
akan
mampu
mendorong
semangat,
menggunakan nilai – nilai, kepercayaan dan dapat memenuhi kebutuhan
bawahannya. Dan pemimpin yang melakukan hal tersebut dalam situasi yang
krisis disebut dengan pemimpin transformasional. Terdapat 4 keahlian yang
digunakan
oleh
para
pemimpin
transformasional
menurut
Donnely
(1998:359), yaitu :
1) Pemimpin memiliki visi bahwa ia mampu mengutarakan
visinya dengan jelas. Visi tersebut dapat berupa tujuan, sebuah
rencana atau serangkaian prioritas.
2) Pemimpin dapat mengkomunikasikan dengan jelas visi mereka.
Pemimpin
juga
mampu
menunjukkan
citra
yang
menguntungkan sebagai hasil apabila visinya dapat terwujud.
3) Pemimpin harus dapat membangun kepercayaan dengan
tindakan yang adil, tegas dan konsisten. Kegigihannya terhadap
rintangan dan kesulitan sudah dapat terbukti.
4) Pemimpin memiliki pandangan positif tentang dirinya. Ia akan
bekerja untuk pengembangan keahliannya sehingga kesuksesan
dapat tercapai.
2. Gaya Kepemimpinan Transaksional
Dalam kepemimpinan transaksional, pemimpin dan pengikutnya
beraksi sebagai agen penawar dalam suatu proses, dimana imbalan dan
hukuman teradministrasi. Bass pada Pidekso dan Harsiwi (2001:3)
mendefiniskan kepemimpinan transaksional sebagai kepemimpinan yang
memelihara atau melanjutkan status quo. Kepemimpinan jenis ini,
didefinisikan
sebagai
kepemimpinan
yang
melibatkan
suatu
proses
pertukaran dimana para pengikut mendapat imbalan segera dan nyata untuk
melakukan perintah - perintah pemimpin. Terdapat 3 unsur utama dalam
kepemimpinan transaksional menurut Ratnaningsih (2009:125), yaitu :
1) Imbalan Kontingensi
Pemberian imbalan sesuai dengan pekerjaan yang telah
dilakukan oleh bawahan sesuai dengan kesepakatan dan
biasanya disebut sebagai bentuk pertukaran yang aktif.
2) Manajemen Eksepsi
22 Merupakan transaksi yang aktif dan pasif. Aktif dilakukan oleh
pemimpin yang secara terus menurus mengawasi bawahan
untuk mengantisipasi adanya kesalahan. Dan pasif yang berarti
intervensi dan kritik dilakukan setelah kesalahan terjadi,
pemimpin terlebih dahulu menunggu tugas selesai. Selanjutnya
menentukan ada atau tidaknya kesalahan.
3) Laissez – Faire
Kepemimpinan gaya liberal, memberikan kebebasan luas
terhadap kelompok yang secara esensial kelihatan sebagai
kelompok
yang
tidak
mempunyai
kepemimpinan.
Kepemimpinan otoriter akan menimbulkan ketidakpuasan para
karyawan karena mereka merasa tegang, takut dan kurang
berinisiatif, kepemimpinan ini diterapkan dalam organisasi
yang menghadapi keadaan darurat. Kepemimpinan demokrasi
akan menimbulkan kepuasan kerja para karyawan, akan terjadi
saling saran antara pimpinan dan bawahan, semua orang
dianggap sama pentingnya dalam menyumbangkan ide dalam
pembuatan
keputuasn.
Kepemimpinan
liberal
akan
menyebabkan ketidakpuasan di pihak pimpinan, karena
melaksanakan sedikit kontrol dan pengawasan pada karyawan.
2.6
Penelitian Terdahulu
Dibawah ini merupakan pemetaan tentang penelitian dan jurnal ilmiah mengenai
wacana dalam novel yang telah dilakukan sebelumnya.
Penelitian
Muttya Keteng P
Khaira Rahmant Amalia
Fitriyani
Brigitta
Elsatampanya
23 Judul
Analisis
Wacana Representasi
Analisis
Wacana
Kritis Nilai-Nilai Gaya
Hidup Wacana
Kepemimpinan
Rasisme
dalam Wanita
dalam Kepemimpinan
Model
Novel
Harry Novel (Analisis SBY
Dahlan
Sebagai Iskan
dalam
Potter and Orde Teun Van Djik Politikus Dalam Novel
Sepatu
Phoenix
Mengenai
Buku Pak Beye Dahlan
Representasi
Dan Politiknya
Gaya
Hidup
(Analisis
Wacana
Wanita
Kepemimpinan
Metropolis
Model Teun A.
dalam
Van Dijk.
Novel
Indiana
Cronicle Blues
Karya
Clara
Ng)
Konsep
Mengetahui
representasi
Mengetahui
nilai wacana
Melihat
Mendiskripsikan
yang pencitraan
rasisme dalam seri dipakai
wacana
dalam Susilo Bambang kepemimpinan
novel Harry Potter menyampaian
Yudhoyono
and Orde Phoenix representasi
dalam buku Pak Iskan
dan
mengetahui gaya
konstruksi
hidup Beye
wanita
model
Dahlan
dan novel
dalam
Sepatu
Politiknya
Dahlan.
Deskriptif
Deskriptif
kualitatif,
kualitatif,
mengamati obyek analisis wacana kemudian
direduksi
penelitian
melalui
ideologi
J.K metropolis dan
Rowling
seri mengetahui
novel Harry Potter nilai
and Orde Phoenix
–
nilai
ideology
penulis.
Metode
Deskriptif
kualitatif
Kualitatif,
dengan pendekatan
(novel kritis Teun A. dianalisa
Harry Potter and Van
Dijk. menggunakan
Orde Phoenix) dan Melihat
pada analisis wacana menurut
data
teori
kepemimpinan
24 mengumpulkan
data
level teks yang kritis Teun A. Ordway Tead &
pustaka, dianalisa
Van
artikel, essai dan menggunakan
ringkasan
Dijk, Goerge
kemudian
R.
Teddy
dari elemen wacana, dilakukan
kemudian
berbagai sumber. kemudian
triangulasi
Teks pada obyek dirangkum
penyidik untuk menggunakan
kemudian
sehingga
melakukan
dianalisis
terlihat ideology pengecekan
kritis Teun A.
menggunakan
yang
Van Dijk untuk
analisis
dianalisis
analisis wacana
ingin derajat
wacana disampaikan.
kepercayaan
mengetahui
kritis Teun A. Van
atau keabsahan wacana
Dijk
data.
melalui
kepemimpinan
elemen wacana.
model
Dahlan
Iskan.
Hasil
Ide
–
ide Makna
mengenai
yang Terdapat
terkandung
suprioritas
murni
darah dalam
terhadap novel
citra Terdapat
negatif di dalam wacana
teks novel Pak Beye kepemimpinan
Indiana dan
model
darah
campuran Cronicle Blues Politiknyayaitu
dengan
ras
lain menunjukkan
politikus
Dahlan
Iskan, da nada 1
yang wacana
yang
yang ditampilkan realita yang ada sensitif terhadap gagal
secara
eksplisit dalam
dalam
kritikan,
teks. kehidupan
Kemudian dalam wanita
analisa
yang
SBY disampaikan ke
ulung publik.
dalam
kepemimpinan
teks metropolis pada pencitraan, dan model
ditemukan bahwa zaman
eksploitatif.
Iskan
nilai
Kritikan
dengan
–
nilai sekarang.
rasisme
diselipkan
yang Ideologi penulis disampaikan
dalam disampaikan
secara
posisi
dimaksudkan
memberikan
berada di garis karena
menuju
ideologi baru, dan cara berpihak
berbeda
teori
tajam, kepemimpinan
dengan
pandang normal,
Dahlan
teori
novel
sebagai jembatan sudut
Gaya
penulis yang
ada,
model
tidak kepemimpinan
pada Dahlan
Iskan
25 perlawana
J.K berfikir
yang salah
satu adalah unik dan
Rowling terhadap kreatif.
pihak, kelebihan bebas.
dominasi
dan keuntungan
kuat
kaum
dan
persamaan hak.
SBY
diunggkapkan
ke dalam buku.
26 2.7
Kerangka Teori
Krisis Pemimpin Untuk Pemilu Presiden 2014
Buku Biografi Dahlan Iskan
“Sepatu Dahlan”
“Se Orway Tead & George R. Terry
Teori Sifat Kepemimpinan Menurut
1. Kekuatan
6. Dorongan Pribadi
2. Stabilitas Emosional
7. Ketrampilan Berkomunikasi
3. Pengetahuan Tentang Relasi Insani 8. Kemampuan Mengajar
4. Kejujuran
9. Ketrampilan Sosial
5. Obyektif
Analisis Wacana Kritis Teun Van Dijk:
TEKS
1. Tematik (tema)
2. Skemantik (skema)
3. Semantik
(latar,detil,maksud,praanggapan,nominalisasi)
4. Sintaksis (bentuk kalimat, koherasi,kata ganti)
5. Stilistik (leksikon)
6. Retoris (grafis,metafora, ekspresi)
KOGNISI SOSIAL
Produksi berita melibatkan kognisi penulis
KONTEKS
Nilai – nilai yang berkembang di masyarakat
Kepemimpinan Model Dahlan Iskan
Penjelasan :
Berangkat dari pandangan masyarakat mengenai kurangnya sosok pemimpin di
Indonesia menjelang Pemilihan Presiden tahun 2014 membuat berbagai kalangan elit politik
27 yang berniat mencalonkan diri sebagai presiden berlomba – lomba menunjukkan dirinya
kepada masyarakat. Termasuk Dahlan Iskan yang memiliki buku biografi berbentuk novel
dengan judul Sepatu Dahlan pada Oktober 2012.
Dalam penelitian ini, ingin melihat
bagaimana sebuah media massa dalam hal ini novel biografi Sepatu Dahlan membentuk
sebuah wacana kepemimpinan model Dahlan Iskan. Untuk mengetahui wacana
kepemimpinan model Dahlan Iskan tersebut, data berupa teks akan direduksi dengan teori
kepemimpinan Ordway Tead & George R. Terry kemudian dianalisis menggunakan analisis
wacana model Teun Van Dijk melalui teks, kognisi sosial dan konteks. Kemudian akan
dilihat kembali gaya dan kepemimpinan seperti apa yang dipakai Dahlan Iskan.
28 
Download