DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 ANALISIS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN MENENGAH MUHAMMADIYAH DI KECAMATAN WELERI, KABUPATEN KENDAL Oleh :Yusuf Darmawan ABSTRAK Fokus penelitian adalah bagaimana implementasi pendidikan karakter di Perguruan Muhammadiyah di Kecamatan Weleri, yang meliputi implementasi, peran kepala sekolah, faktor pendukung dan penghambat serta kultur sekolah di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri. Karya ini bertujuan untuk memahami implementasi pendidikan karakter, peranan kepala sekolah, faktor pendukung dan penghambat serta kultur sekolah di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri. Temuan dikemukakann bahwa implementasi pendidikan karakter dilakukan dengan cara pembiasaan, melalui metode pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler. Kepala sekolah mempunyai peranan penting dalam pendidikan karakter yaitu membuka komunikasi dengan jajarannya untuk membuat keputusan dalam upaya pelaksaaan pendidikan karakter. Kendala yang ditemukan meliputi pengaruh lingkungan, lemahnya profesionalisme guru terutama guru baru, rendahnya dukungan dari orang tua murid, serta kemajuan ilmu dan teknologi. Kultur sekolah yang terbentuk meliputi kultur kedisiplinan, ke-Islaman dan kebersihan. Kata Kunci: Pendidikan Karakter, peranan kepala sekolah, kultur sekolah. Penulis adalah kepala sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Weleri. Implementasi Pendidikan Karakter di SMK 42 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 A. PENDAHULUAN Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan, lebih dikenal sebagai organisasi yang berusaha memperbaharui pemahaman terhadap ajaran serta nilai-nilai Islam sejak awal berdirinya pada tahun 1912. Muhammadiyah didirikan tidak hanya didorong karena sikap reaksioner pemerintah kolonial Belanda terhadap agama Islam dan perkembangannya, akan tetapi juga karena tuntutan sejarah yaitu umat Islam memerlukan sinar baru dalam menghadapi dunia modern. Sejak saat itu Muhammadiyah berkembang, menjadi salah satu organisasi Islam yang cukup besar di Indonesia. Pada tahun 1918 KH Ahmad Dahlan mendirikan Standart School Muhammadiyah di Suronatan Yogyakarta dengan tujuan mencetak intelektual muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Sekolah ini berfungsi sebagai tempat pendidikan juga diarahkan bagi kepentingan pengkaderan untuk apa Muhammadiyah. Pada masa-masa berikutnya Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan lain, baik dalam bentuk madrasah maupun sekolah, bahkan juga mendirikan pendidikan tinggi. Pendidikan merupakan media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk membangun tatanan bangsa yang berbalut dengan nilai-nilai kepintaran, kepekaan, jujur dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan merupakan tonggak kuat untuk mengentaskan kemiskinan pengetahuan, menyelesaikan persoalan kebodohan, dan menuntaskan segala permasalahan bangsa yang selama ini terjadi. Peran pendidikan jelas merupakan hal yang signifikan dan sentral karena pendidikan memberikan pembukaan dan perluasan pengetahuan, sehingga bangsa ini betul-betul melek terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan dihadirkan untuk mengantarkan 43 Yusuf Darmawan 43 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 bangsa ini menjadi bangsa yang beradab dan berbudaya (Yamin, 2009: 15). Menurut Tilaar (2002: 33-35) membangun pendidikan karakter di kalangan siswa merupakan nilai pembelajaran untuk menghadapi tantangan-tantangan pendidikan masa depan. Pendidikan karakter yang dibangun suatu bangsa amat berkaitan erat dengan kekuatan bangsa itu sendiri. Pendidikan karakter bangsa yang dilaksanakan di tingkat sekolah akan melahirkan masyarakat yang baik, dan memiliki hubungan dan norma-norna perilaku yang menjiwai kehidupan bersama, dalam wujud trust (kepercayaan) diantara sesama warga masyarakat, ini akan menimbulkan hubungan yang saling mempercayai dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam program pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai karakter pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Jadi pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internal siswa dan pengalaman nyata dalam kehidupan siswa sehan-hari dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik siswa. Kegiatan ekstakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh guru yang berkemampuan dan berkewenangan . Melalui kegiatan Implementasi Pendidikan Karakter di SMK 44 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 ekstrakurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi siswa. Pendidikan karakter juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan dalam program kurikulum, kultur sekolah, pembelajaran, penilaian, tata tertib sekolah, guru dan tenaga kependidikan, serta komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter . Penanaman pendidikan karakter merupakan ruhnya penyelenggaraan pendidikan. Oleh karenanya, pendidikan karakter hendaknya mengembangkan dan menyadarkan siswa terhadap nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan, kearifan dan kasih sayang sebagai nilainilai universal yang harus dimiliki para guru. Pendidikan karakter juga berfungsi untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan secara spesifik sesuai keyakinan agama masing-masing. Dengan demikian setiap pembelajaran yang dilakukan hendaknya selalu diintegrasikan dengan nilai-nilai karakter, berkepribadian utuh, sehingga dan menghasilkan diyakini mampu anak didik mengatasi yang berbagai permasalahan hidup dan sistem kehidupan manusia. Pendidikan karakter sebenarnya sudah lama diterapkan dalam proses pembelajaran bahkan dalam program kerja pemerintah seratus hari pertama. Depdiknas menginstruksikan kepada sekolah-sekolah untuk menanamkan nilai-nilai karakter dalam rangka pembangun mental bagi siswa. Nilai-nilai karakter itu diantaranya kreatif, inovatif, problem solver berpikir kritis, dan entrepreneurship atau di singkat KIPBE. Sayangnya, implementasi pendidikan karakter itu tidak dapat berjalan 45 Yusuf Darmawan 45 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 optimal, karena adanya dua hal yaitu: (1) kurang terampilnya para guru mengintegrasikan. pendidikan karakter. dalam proses pembelajaran dan (2) sekolah terlalu fokus mengejar target-target akademik khususnya target lulus ujian nasional. Karena sekolah masih fokus pada aspek-aspek kognitif atau akademik, baik secara nasional maupun lokal pada masingmasing satuan pendidikan, maka pendidikan karakter justru diabaikan. Dengan pelayanan pendidikan karakter yang baik maka akan senantiasa terbimbing antara guru dengan siswa selalu terjaga, masalah kesiswaan akan selalu di ketahui siswa dan segala aktifiatas akan terselesaikan. Pembinaan mental siswa secara khusus mudah dilaksanakan, seperti ucapan, perilaku dan sikap siswa akan senantiasa terpantau, tradisi positif para siswa dapat terseleksi secara wajar, terciptanya nilai-nilai kebersamaan dalam komunitas siswa, komitmen siswa terhadap tradisi yang positif dapat tumbuh secara leluasa, para siswa dan guru-gurunya dapat saling berwasiat mengenai kesabaran kebenaran, dan kasih sayang, serta nilai-nilai kejujuran, toleransi, tanggung jawab, kepatuhan, dapat terus-menerus diamati dan di pantau oleh para guru/pembimbing. Oleh karena itu, sekolah harus melakukan refleksi peserta, jika semula pendidikan karakter hanya menjadi anak tiri, maka kini harus dijadikan poin utama. Artinya pendidikan karakter tidak lagi terpisah dengan pendidikan yang sifatnya kognitif. Pada tingkat pendidikan dasar, pendidikan karakter tidak harus menjadi mata pelajaran sendiri, tetapi menjadi salah satu bagian dari mata pelajaran secara terpadu (pendidikan karakter terpadu). Pendidikan karakter terpadu, bukan hanya dilaksanakan oleh guru tetapi juga harus menjadi teladan bagi kepala sekolah dan guru yang diawasinya, kepala sekolah menjadi teladan bagi guru dan karyawan. Implementasi Pendidikan Karakter di SMK 46 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Sementara guru menjadi teladan bagi siswanya. Keterpaduan ini akan berkontribusi positif bagi proses perkembangan karakter siswa. Berdasarkan fenomena tersebut perlu pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep pendidikan karakter. Beberapa hal yang diperlukan dalam pengembangan pendidikan karakter adalah : (1) kultur perilaku kepala sekolah, guru, siswa dan pegawai tata usaha berupaya untuk selalu disiplin, meningkatkan kemampuan teknis, mentaati tata tertib, menjalankan struktur organisasi sekolah, jujur dalam menjalankan amanah. Kelengkapan menggunakan metode dan media yang variatif, melengkapi dokumen administrasi, mengikuti pendidikan dan pelatihan, rajin diskusi/kolaborasi, maupun dan mau menulis artikel, melakukan tata krama yang baik, mengisi presentasi, dengan tertib menerapkan budaya belajar, dan memberikan pelayanan yang prima, (2) kultur artifak antara lain meningkatkan: penataan dokumen, ruang kelas, perpustakaan sekolah, dan ruang internet, (3) kultur pesan-pesan verbal antara lain, sosialisasi dan penerapan tata tertib sekolah, serta program sekolah, (4) nilai-nilai yang terkandung dalam kultur sekolah terkait perilaku antara lain: kepala sekolah, guru, dan kariyawan sebagai contoh dalam penegakan disiplin dan memiliki kesadaran yang tinggi dalam menerapkan tata tertib. Dengan permasalahan tersebut, Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri, sebagai sebuah institusi pendidikan Islam memiliki tanggung jawab pendidikan karakter untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Perguruan Menengah Muhammadiyah Kendal ini terdiri dari tiga sekolahan yaitu SMK Muhammadiyah 1 Weleri, SMA Muhammadiyah 1 Weleri dan SMK Muhammadiyah 3 Weleri. Sebagai perwujudannya, Muhammadiyah di Weleri maka mulai di Perguruan Menengah tahun pelajaran 2008-2009 47 Yusuf Darmawan 47 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 menyelenggarakan pendidikan karakter. Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri menerapkan pendidikan karakter guna menumbuh kembangkan siswa menjadi individu yang memiliki motivasi tinggi, kreatif mampu mengekspresikan diri sesuai dengan potensinya masing-masing, peka terhadap lingkungan, disiplin dan yang tak kalah penting memiliki dasar keimanan Islami dan ketakwaan kepada Tuhan, jujur dan bertanggung jawab. Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri telah mengembangkan pendidikan karakter dengan mempersiapkan siswa yang matang secara akademik, Islam, dan berjiwa sosial. Pendidikan karakter ini tidak saja berlandaskan pada pengetahuan dan nilai universal mengenai gejala alamiah dan sosial, melainkan juga pada moral agama sebagai penuntun kehidupan dunia-akhirat. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini ingin mengetahui implementasi pendidikan karakter di Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri, yang meliputi peran kepala sekolah dan guru dalam pendidikan karakter. Hal ini penting dilakukan mengingat selama ini Perguruan Muhammadiyah di Weleri dikenal masyarakat karena mutu akademik yang Islami. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif naturalistik yaitu menafsirkan fenomena yang ditemuinya di lapangan, dan tidak memanipulasi. Penelitian naturalistik menekankan prilaku individuindividu siswa, guru, kepala sekolah dan karyawan. Fokus penelitian ini pada siswa, guru dan kepala sekolah dalam rangka melihat implementasi pendidikan karakter. Dengan demikian, observasi penelitian ini adalah guru, kepala sekolah dan siswa dalam kaitan kegiatan ektstakurikuler dan Implementasi Pendidikan Karakter di SMK 48 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 intrakurikuler, kultur sekolah, tata tertib sekolah maupun visi dan misi sekolah. Subjek penelitian yang dimaksud adalah orang yang mengetahui informasi permasalahan penelitian yaitu guru, kepaia sekolah, dan siswa oleh karena itu peneliti memfokuskan guru, Kepala sekolah dan siswa yang berada di lingkungan sekolah Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling digunakan sesuai dengan kebutuhan atau pertimbangan tertentu dari penelitian sedangkan snowball sampling digunakan bila sumber-sumber data pertama belum dapat memberikan informasi tambahan dari sampel berikutnya untuk melengkapi data yang diperlukan. Objek penelitian adalah memfokus apa yang menjadi sasaran. Sasaran penelitian tidak tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi secara tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Dengan demikian berdasarkan rumusan masalah yang telah dirancang, dapat diketahui objek dalam penelitian ini adalah implementasi pendidikan karakter di Perguruan Muhammadiyah Weleri, peran kepala sekolah dan guru dalam pembinaan karakter siswa di Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri, dan implementasi program pendidikan karakter di Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri. Penentu subjek dalam penelitian ini dilahirkan secara langsung di lapangan dengan mempertimbangkan kesiapan subjek, situasi yang ada pada saat penelitian dilaksanakan, dengan mempertimbangkan kemungkinan penggalian data secara mendalam Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri. Penelitian ini menentukan dan memilih subjek penelitian yang dapat merepresentasikan setiap kelompok dan stake holder yang ada di Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri. 49 Yusuf Darmawan 49 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Subjek penelitian tersebut meliputi tiga orang kepala sekolah, enam orang guru dan tiga orang murid. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Implementasi Pendidikan Karakter di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri Proses pendidikan karakter siswa di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri adalah cara yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk membentuk karakter siswa. Pembentukan karakter siswa ini ditekankan dalam bentuk disiplin, kerjasama, tolong menolong, menghargai guru dan orang tua. Data hasil telaah dokumen menunjukkan bahwa sekolah-sekolah di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri telah melaksanakan implementasi kebijakan pendidikan karakter. Hal tersebut terungkap dalam dokumen Visi dan Misi sekolah serta dalam kegiatan belajar mengajar di kelas serta dalam kegiatan ekstra kurikuler dan budaya sekolah. Hal tersebut dikuatkan hasil observasi yang menunjukkan lingkungan sekolah yang bersih dan tertib serta banyaknya slogan bermuatan karakter di lingkungan sekolah. Pembentukan karakter anak baik atau tidak tergantung pada pembinaan keluarga dan lingkungan sekitarnya termasuk lingkungan sekolah. Montessori (2008) menjelaskan bahwa semua persoalan ini dapat dipecahkan jika semua pihak memahami rangkaian aktivitas konstruktif yang semestinya dilalui dengan baik dan secara alami oleh setiap anak. Kini sudah jelas bahwa setiap cacat karakter anak diakibatkan oleh perlakuan guru yang tidak baik pada anak itu seharihari. Jika anak-anak telah ditelantarkan di rumah, maka pikiran mereka pun kosong karena tidak memiliki kesempatan untuk Implementasi Pendidikan Karakter di SMK 50 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 mengisinya. Oleh karena itu peran warga sekolah untuk membentuk karakter siswa sangat diperlukan. Pendidikan karakter yang telah diterapkan di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri sebenarnya telah memberikan hasil yang baik walaupun masih ada beberapa kekurangan. Pembentukan karakter siswa di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri diterapkan mulai dari mulai hal-hal yang kecil dan ringan seperti setiap kali masuk pertama kali yaitu selalu bersalaman antara siswa dengan guru. Guru mengajarkan siswa tata cara shalat, siswa terlambat dipaggil dan dinasehati demikian pula untuk siswa yang terlambat untuk megikuti upacara akan dipanggil dan dinasehati. Namun hasil temuan ada ketidaksamaan seperti masih banyak ditemukannya siswa berperilaku tidak baik bahkan terkesan kurang sopan. Oleh karena itu guru perlu setiap waktu mengontrol siswa yang pada jam istirahat dan waktu shalat berjamaah. Pelaksanaan pendidikan karakater juga dirasakan manfaatnya bagi siswa. Peraturan dan tata tertib sekolah yang mengadopsi nilainilai ke-Islaman memang terasa membuat siswa mempunyai tanggung jawab yang berat untuk dapat mengikuti peraturan yang ada, namun demikian setelah peraturan ini dijalankan dengan baik siswa kemudian merasakan bahwa hal tersebut merupakan suatu rutinitas biasa yang tidak lagi menjadi beban dan bahkan terasa sudah dianggap sebagai bagian hidup yang harus tetap dijalankan. Implementasi pendidikan karakter nampaknya mampu membentuk siswa yang berkepribadian baik yang dampaknya dapat dirasakan dari perilaku siswa baik di dalam maupun di luar sekolah dengan menerapkan nilai-nilai yang diterapkan di sekolah. Penerapan pendidikan karakter pada siswa ini tidak hanya berkaitan dengan proses belajar mengajar. Pendidikan karakter di 51 Yusuf Darmawan 51 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Perguruan Menengah Muhhamadiyah juga dilakukan di setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Berbagai macam kegiatan yang dilakukan sebagai upaya dari pemberian pendidikan karakter adalah Baca tulis Al-Qur’an, Shalat Dhuhur Berjamaah, dan Kegiatan Pramuka. 2. Peran kepala sekolah dan guru dalam pembinaan karakter siswa di Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri Kepala sekolah memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keberlangsungan sistem belajar mengajar termasuk meningkatkan prestasi siswa dan sekolah. Upaya untuk membentuk siswa yang cerdas tidak hanya didasarkan pada nilai akademik semata namun juga siswa yang berkarakter yang baik. Keberadaaan kepala sekolah menjadi salah satu syarat penting sukses tidaknya implementasi pendidikan karakter, karena kepala sekolah harus mampu membimbing, mendorong dan mengorganisasikan staf dengan baik. Dukungan staf dan pihak terkait sangat penting dalam mengelola perubahan. Cara memperoleh dan mempertahankan dukungan yang demokratis, transparansi dan partisipatif dapat mendorong dan meningkatkan kinerja para guru dan pegawainya untuk mencapai tujuan sekolah yang telah diprogramkan. Hal ini berarti bahwa kepala sekolah memainkan peranan penting dalam menentukan arah, proses dan hasil implementasi penerapan pendidikan karakter di sekolah. Kepala sekolah memilih model kepemimpinan yang baik dalam memimpin guru sebagai aak buah sehingga mampu menterjemahkan program yang dicanangkan termasuk dalam upaya menerapkan pendidikan karakter di sekolah. Implementasi Pendidikan Karakter di SMK 52 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Menuurt Kusuma (2010) menyebutkan bahwa corak kepemimpinan kepala sekolah mampu membawa setiap individu dalam lingkungan pendidikan sekolah untuk dapat memiliki rasa saling percaya satu sama lain bahwa tujuan pendidikan yang tercapai melalui optimisme kepala sekolah. Kepala sekolah adalah pendidik karakter dapat membawa kemajuan dan meningkatkan potensi siswa dalam sekolahnya. Kepemimpinan kepala sekolah yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut: (1) kepemimpinan dalam sekolah akan membantu meningkatkan prestasi siswa, (2) kepemimpinan kepala sekolah harus dipraktikkan oleh kepala sekolah dan guru dalam penerapan karakter, (3) ciri-ciri kepemimpinan yang berkarakter di sekolah maupun di masyarakat, (4) pemimpin berhasil di lingkungan pendidikan yang multikultur. Kepemimpinan kepala sekolah di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri seperti yang peneliti amati sangat terbuka dan mengkomunikasikan persoalan-persoalan yang dihadapi sekolah dengan para guru dan karyawan tergantung dari masalah yang dihadapi, oleh karena itu menyebabkan penyelesaian suatu masalah diputuskan bersama sehingga menguntungkan semua pihak-pihak guru atau karyawan. Guru maupun karyawan akan merasa memiliki tanggung jawab bersama dalam melaksanakan tugas yang diemban. 3. Faktor pendukung dan penghambat penerapan pendidikan karakteri di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri. a. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Karakter Faktor pendukung ini meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kultur sekolah dan pembinaan pendidikan karakter di Pendidikan Menengah Muhammadiyah 53 Yusuf Darmawan 53 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Weleri, sedangkan yang menjadi faktor eksternalnya adalah hubungan luar sekolah. Faktor internal, pertama adalah peraturan tata tertib, kultur sekolah dan pembinaan karakter siswa yang selama ini dapat dinyatakan telah berjalan dengan baik. Warga sekolah yang melanggar tata tertib dan tidak disiplin akan mendapatkan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan telah disepakati bersama. Kedua dukungan dan kerja sama yang baik antara kepala sekolah dengan staf beserta kaur lainnya dalam mendukung program kerja sekolah juga berjalan dengan baik, ketiga otonomi sekolah dalam mengelola dan membuat keputusan, keempat pembinaan pendidikan karakter siswa merasa senang dan nyaman dan kelima dukungan orang tua murid yang sangat baik. Faktor eksternal adalah kerja sama pihak sekolah dengan pihak luar dan masyarakayt sekitar. Faktor pendukung dalam pemberdayaan guru perlu dikembangkan dan dipertahankan daya dukung tersebut yaitu pengembangan kerja sama yang baik antara kepala sekolah dengan guru. Daya dukung tersebut menunjukkan bahwa kepala sekolah di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri sangat transparan terhadap guru dan karyawannya mengenai program sekolah. Selain itu orang tua siswa sangat mendukung program penerapan karakter yang menghasilkan sekolah dengan siswa yang berkarakter Islami. b. Kendala Dalam Menjalankan Pendidikan Karakter Implementasi pendidikan karakter di sekolah tidaklah segampang seperti yang direncanakan di atas kertas meja Dinas Pendidikan dan bincang-bincang di dalam Seminar Pendidikan Implementasi Pendidikan Karakter di SMK 54 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Karakter. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam mengimplementasikan pendidikan karakter: 1) Lemahnya Kepemimpinan 2) Kedisiplinan dan Hukuman 3) Minimnya Workshop. 4. Kultur sekolah sebagai pendorong terbentuknya pendidikan karakter Proses bertumbuh dan berkembangnya kultur sekolah dapat dijelaskan sebagai berikut. Idealnya setiap sekolah tentuk memiliki spirit atau nilai-nilai tertentu. Dalam hal ini Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri memiliki spirit membentuk siswa yang cerdas dengan tetap berlandaskan pada nilai keimanan dan ketaqwaan. Nilai tersebut akan mewarnai dalam setiap perbuatan sekolah baik dari struktur organisasi sekolah, penyusunan deskripsi tugas, sistem dan prosedur kerja sekolah, kebijakan dan aturan-aturan sekolah. Pembentukan perilaku siswa ini sangat tergantung pada dua faktor yaitu pertama, karakteristik dan lingkungan siswa, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial, kedua adalah kualitas kehidupan sekolah. Kualitas kehidupan atau tradisi sekolah meliputi kebijakan, struktur, latar fisk, suasana hubungan formal maupun informal, dan sistem sekolah yang secara keseluruhan sangat dipengaruhi atau diwarnai oleh spirit atau nilai-nilai yang dianut oleh sekolah. Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut akan mewarnai gerak langkah sekolah dalam membentuk kualitas kehidupan fisiologis maupun psikologis sekolah dan lebih lanjut akan membentuk perilaku sistem sekolah, kelompok dan warga sekolah. Oleh karena itu diperlukan kultur sekolah yang kondusif yang mampu memberikan pengalaman bagi tumbuh kembangnya perilaku berkarakter sebagai 55 Yusuf Darmawan 55 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 perwujudan dari nilai-nilai tersebut. Kultur sekolah yang kondusif akan tampak dan tercermin dalam kebijakan, aturan sekolah, fisik sekolah dan perilaku warga sekolah. Keberadaan kultur sekolah yang kondusif memiliki peran yang sangat vital dan strategis bagi keberhasilan pendidikan karakter. Implementasi pendidikan karakter tidak dapat sekedar dalam bentuk menitipkan muatan-muatan karakter ke dalam keseluruhan atau sebagian mata pelajaran. Pendidikan karakter akan efektif bilamana disemayamkan, bukan sekedar diinformasikan dan dilatihkan. Artinya, dalam rangka keefektifan program pendidikan karakter, sekolah harus mampu mendudukkan dirinya sebagai lembaga penyemayaman bagi tumbuh dan berkembangnya kecakapan personal atau kecakapan berfikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan kecakapan vokasional pada diri siswa. Dalam rangka itu, di sekolahsekolah perlu ditumbuhkembangkan kultur yang kondusif. Konsekuensinya pemimpin sekolah, pendidik dan seluruh pemangku kepentingan dituntut untuk mendapatkan atau mengembangkan kultur sekolah yang betul-betul kondusif. Hanya dengan kultur sekolah yang kondusif, proses internalisasi karakter akan terjadi dan hanya dengan kultur sekolah yang kondusif penyemayaman karakter akan terwujud. Dalam konteks pendidikan karakter, kultur sekolah yang kondusif adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat dan iklim sekolah yang secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi bertumbuhkembangnya karakter siswa yang diharapkan. Secara umum, kultur sekolah dapat dikatakan kondusif bilamana memungkinkan bertumbuhkembangnya perilaku siswa yang diinginkan. Implementasi Pendidikan Karakter di SMK 56 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Bilamana siswa diharapkan memiliki kecerdasan, keterampilan dan kreativitas, maka kultur sekolah yang kondusif adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat dan iklim sekolah yang secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi bertumbuhkembangnya kecerdasan, keterampilan dan kreativitas siswa. Sekolah dapat memiliki spirit disiplin dan tanggung jawab misalnya maka yang dan berkembang di sekolah adalah latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat serta iklim kedisiplinan dan tanggung jawab. Struktur organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah, sistem dan prosedur kerja sekolah, kebijakan dan aturan-aturan sekolah, tata tertib sekolah dan hubungan formal maupun informal dalam sekolah mencerminkan kedisiplinan dan tanggung jawab. Dampak perilaku tumbuh yang tumbuh dan berkembang di sekolah adalah pemimpin sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa yang penuh disiplin dalam melaksanakan tugas, ketertiban sekolah yang sangat dijunjung tinggi yaitu tata tertib yang selalu dijaga. Karakter siswa, sebagaimana telah banyak dipaparkan pada berbagai panduan pendidikan karakter, meliputi kecakapan personal, kecakapan berfikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan kecakapan vokasional. Kelima kecakapan tersebut menuntut adanya kultur sekolah yang kondusif. Kultur sekolah yang kondusif adalah pertama, secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi bertumbuhkembangnya keimanan dan ketaqwaan siswa, kesahajaan dan nasionalisme siswa, semangat kebersamaan, persatuan dan kerja kelompok, ketrampilan siswa dalam mengkritisi dan memecahkan masalah, kecerdasan emosional, keterampilan komunikasi dan keterampilan dalam bidang tertentu di masyarakat. Kedua, kultur sekolah yang kondusif akan tampak atau tercermin dalam struktur organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah, sistem dan 57 Yusuf Darmawan 57 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 prosedur kerja sekolah, pegawai, kebijakan dan aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan, acara atau ritual dan penampilan fisik sekolah yang juga tumbuh dan berkembang. D. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa implementasi pendidikan karakter di Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri Kabupaten Kendal dideskripsikan sebagai berikut : 1. Peneliti menyimpulkan bahwa implementasi pendidikan karakter di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu pembiasaan, pembelajaran dan ekstrakurikuler. Pembiasaan dilakukan melalui rutinitas hal-hal kecil seperti bersalaman saat masuk pagi hari serta kegiatan rutin seperti baca tulis Al-qur’an dan sholat berjamaah. Dalam setiap pembelajaran disertakan pendidikan karakter melalui mata ajar yang dilakukan oleh setiap guru mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler dilakukan di luar jam pelajaran sebagai peunjang namun memiliki makna strategis bagi keberlangsungan pembinaan di sekolah seperti tadarusan, praktik sholat, pramuka dan sebagainya. 2. Kepala sekolah bersama dengan jajarannya bersinergi dalam upaya pembentukan pendidikan karakter. Kepala sekolah secara terbuka mengkomunikasikan semua persoalan termasuk penerapan pendidikan karakter terhadap siswanya. Kepala sekolah menjadi fasilitator dalam pelaksanaan pendidikan karakter dan dalam setiap ada permasalahan berkaitan dengan pendidikan karakter dapat diputuskan secara bersama. Implementasi Pendidikan Karakter di SMK 58 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 3. Pelaksanaan pendidikan karakter masih menemukan beberapa kendala dan hambatan. Kendala atau hambatan tersebut seperti pengaruh lingkungan, lemahnya profesionalisme guru terutama guru baru yang belum mendapatkan pelatihan intensif tentang pendidikan karakter Perguruan Menengah Muhammadiyah, rendahnya dukungan dari orang tua murid, karena pada dasarnya pendidik utama adalah orang tua sehingga jika orang tua tidak bersinergi dengan pihak sekolah tentang pendidikan karakter maka anak akan kembali dengan kebiasaan lama di rumah. Kendala pelaksanaan pendidikan karakter juga ditemukan pada kemajuan ilmu dan teknologi dimana dampak dari globalisasi dan informasi menyebabkan banyak siswa yang lebih banyak terpengaruh dengan tokoh-tokoh yang diidolakan baik dalam bersikap maupun berperilaku. 4. Kultur sekolah yang dibentuk adalah kultur disiplin, ke-Islaman dan kebersihan. Kultur kedisiplinan ditunjukkan oleh keteladaran kepala sekolah yang diikuti guru dan siswa. Kultur ke-Islaman ditunjukkan dengan kebiasaan membaca Al-qur’an dan sholat berjamaah, dan kultur kebersihan adalah dengan menjaga kebersihan di lingkungan sekolah. 59 Yusuf Darmawan 59 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 DAFTAR PUSTAKA Abdi, R. (2007). Pengembangan Budaya Sekolah di SMAN 3 Tajung Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian dan Evaluasi. 1410-4725. Ahmadi, A. (2004). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Akbar, S. (2008). Pengembangan Model Pembelajaran Nilai dan Karakter untuk Sekolah Dasar Berbasis Model Pendidikan Nilai dan Karakter di Pesantren Daarut-Tauhied Bandung. Lokakarya. Diambil dari http://dosen.fip.um.ac.id/sadun/2009. pada tanggal 19 Juli 2010. Allison, Z. Robert, K., & Everett, K. (2004). Transformarfing Schools Creating A Culture of Continuous Improvement. United States of America: Association for Supervision and Curriculum Development Alexandria, Virginia USA. Amal, A. (2007). Kepulauan Rempah-rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950. Makasar: Bakti. Arthur, J. (2003). Education with Character, the moral economy of schooling. New York AS: 11. New Fether Lane, London EC4P 4EE. Associate, & Taxel. (2005). The Discourse of Character Education, Culture Wars in the Classroom. United States of America: Joel Taxel. Azra, A. (2002). Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekonstruksi dan Demokratisasi. Jakarta: Buku Kompas. Barth, R.S. (2010). The Culture Builder. Diambil http://journals.ema.sagapuh.com pada tanggal 26 Juli 2010. dari Basuni, S. (2010). Buku Pedoman Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Rineka Cipta. Bell, L., & Kent, P. (2010). The culture, A Case Study exploring the ways in which sixth formstudents perceive school culture. Journal of the British Educational Leadership, Management & Administration Society, 8-32-351663. Implementasi Pendidikan Karakter di SMK 60 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Bertens, K. (2007). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bohlin, K.E. (2005). Teaching Character Education Through Literature. London and New York. USA and Canada by Rourledge Falmer. Budiningsih, A. (2008). Pembelajaran Moral, Berpijak pada karaktersitik siswa dan budayanya. Jakarta: Rineka Cipta. 61 Yusuf Darmawan 61 DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 62