Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... 201 EPISTEME HUKUMAN KEBIRI (ANALISIS YURIDIS PENOLAKAN IDI SEBAGAI EKSEKUTOR HUKUMAN KEBIRI KIMIA) Oleh : Ahmad Fahmi Raharja, SH., LL.M. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram Abstract Change the public perception of punishment gelding proves the underlying episteme change also changes the existing knowledge in the community. Rejection of the Indonesian Doctors Association executor chemical castration penalty to be a magnet problem for the implementation of Government Regulation No. 1 of 2016. It is therefore necessary meaning for the rejection of the Indonesian Doctors Association as the executor of the sentence. This research is normative juridical using several approaches: statuta approach, conceptual approach and historical approach. After legal materials are collected, and then conducted a qualitative analysis to obtain clarity regarding the refusal of the Indonesian Doctors Association as the executor of chemical castration sentence. The case raises a variety of responses to chemical castration penalty that should be formulated solution, namely at the level of the establishment of rule of law and on the law enforcement aspect. It is shown in: First, Formation of Government Regulation No. 1 of 2016 is not in accordance with the terms crunch that force as mandated by the Constitutional Court Decision Number 138/PUUVII/ 2009. Second, the rejection of the Indonesian Doctors Association as the executor of chemical castration penalty is not a form of tort but rejection of the Indonesian Doctors Association polemical who should be the executor of chemical castration sentence. Keywords : Episteme, Chemical Castration Penalty, Indonesian Doctors Association. Abstrak Perubahan persepsi masyarakat tentang hukuman kebiri membuktikan adanya perubahan episteme yang mendasari pula perubahan pengetahuan yang ada pada masyarakat. Penolakan Ikatan Dokter Indonesia menjadi eksekutor hukuman kebiri kimia menjadi magnet persoalan bagi penerapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016. Oleh karena itu diperlukan pemaknaan terhadap penolakan Ikatan Dokter Indonesia sebagai eksekutor hukuman tersebut. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan menggunakan beberapa pendekatan anatara lain: pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan sejarah. Setelah bahan hukum dikumpulkan, Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... 202 kemudian dilakukan analisis secara kualitatif untuk memperoleh kejelasan perihal penolakan Ikatan Dokter Indonesia sebagai eksekutor hukuman kebiri kimia. Dari hal tersebut memunculkan beragam respon terhadap hukuman kebiri kimia yang harus segera di formulasikan solusinya, yaitu pada tataran pembentukan peraturan undang-undang dan pada aspek penegakan hukum. Hal tersebut terlihat pada: Pertama, Pembentukan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tidak sesuai dengan syarat kegentingan yang memaksa sebagaimana diamanatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009. Kedua, penolakan Ikatan Dokter Indonesia sebagai eksekutor hukuman kebiri kimia bukanlah sebagai bentuk perbuatan melawan hukum akan tetapi penolakan Ikatan Dokter Indonesia menimbulkan polemik siapa yang seharusnya menjadi eksekutor hukuman kebiri kimia. Kata Kunci : Episteme, Hukuman Kebiri Kimia, Ikatan Dokter Indonesia. A. PENDAHULUAN (UU No. 35 Tahun 2014) telah 1. Latar Belakang mengatur sanksi pidana bagi pelaku Kekerasan seksual terhadap kekerasan seksual terhadap anak anak merupakan kejahatan serius namun penjatuhan pidana tersebut yang semakin meningkat dari waktu belum memberikan efek jera dan ke waktu dan secara signifikan belum mengancam dan komprehensif terjadinya kekerasan jiwa anak, membahayakan merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak, mampu mencegah secara seksual terhadap anak.1 Belakangan terjadi tindak pidana serta mengganggu rasa kenyamanan, berbagai ketentraman, dan seksual yang menimpa anak-anak di Undang- berbagai kota di Indonesia. Kasus Undang Nomor 23 Tahun 2002 Jakarta International School adalah tentang Anak kasus pembuka tabir dari berbagai sebagaimana telah diubah dengan kasus kejahatan seksual yang pernah ketertiban keamanan, masyarakat. Perlindungan bentuk marak Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 1 Penjelasan umum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... 203 ada sebelumnya. Demikian juga laporan kejahatan terhadap anak- kasus tersangka asal Jawa Timur anak. Sementara dari tahun 2013 ke yang berhasil 2014 jumlah kasus kejahatan seksual “mengkomersialisasikan” lebih dari terhadap anak meningkat 100 %, 10.000 gambar Indonesia ke pornografi anak baik itu mereka yang menjadi korban mancanegara yang atau pun pelaku.3 berhasil dibongkar unit cyber crime Memahami bahwa masalah Polda Metro Jaya. Banyak suara- kejahatan seksual terhadap anak suara yang menuntut agar pelaku sudah mencapai titik luar biasa tindak seksual anak dipidana berat sehingga bahkan ada yang mengusulkan secara membahayakan jiwa anak, merusak emosional untuk dikebiri. Emosional kehidupan publik kembang anak, serta mengganggu ini tidak terlepas dari rendahnya putusan pengadilan untuk rasa kasus-kasus serupa.2 keamanan, Wakil Perlindungan Ketua Anak mengancam pribadi dan kenyamanan, dan dan tumbuh ketentraman, ketertiban Komisi masyarakat, maka dari itu perlu Indonesia diambil langkah luar biasa untuk (KPAI), mengatakan dari hari ke hari mengatasi kejahatan seksual terhadap anak terus Pemerintah melalui Presiden Joko terjadi, hingga Widodo akhirnya pada tanggal 25 dibunuh dan dimutilasi. Berdasarkan Mei 2016 menandatangani Peraturan catatan KPAI dalam kurun 2010- Pemerintah Pengganti Undang-Undang 2014, seksual Republik Indonesia Nomor 1 Tahun mencapai 58 % dari 21.736.859 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas bahkan angka korban kejahatan masalah tersebut. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 2 Supriyadi Widodo Eddyono dkk, 2016, Menguji Euforia Kebiri : Catatan Kritis Atas Rencana Kebijakan Kebiri (Chemical Castration) Bagi Pelaku Kejahatan Seksual Anak Di Indonesia, Jakarta, Institute for Criminal Justice Reform, ECPAT Indonesia, Mappi FH UI, Koalisi Perempuan Indonesia, Aliansi 99 Tolak Perppu Kebiri, hal. 1. 3 Zihan Syahani, Sansksi Kebiri : Antara HAM dan Efek Jera dalam Update Indonesia:Tinjauan Bulanan Ekonomi, Hukum, Keamanan, Politik, dan Sosial, Volume X, No. 6, The Indonesian Institute (Centre For Public Policy Reasearch), 2016, hal. 1. Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... 204 Tentang Perlindungan Anak (Perpu No. Tahun 2016, di mana keberadaan 1 Tahun 2016). profesi Masyarakat dokter dikaitkan dengan memberi pelaksanaan sanski tambahan kepada apresiasi terhadap sikap Pemerintah pelaku kekerasan seksual pada anak yang terhadap yang terdapat di dalam Perpu No. 1 peristiwa yang terjadi di masyarakat. Tahun 2016, Pengurus Besar Ikatan Namun, Dokter dinilai tanggap substansi Perppu No.1 Indonesia Tahun 2016 memicu kontroversi, menyampaikan khususnya adanya berkenaan dengan sanksi (IDI) bahwa dengan tambahan berupa dimuatnya ancaman kebiri kimia kebiri sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Dokter sebagai eksekutor sanksi, ayat didasarkan (7). Beberapa kalangan kimia yang pada mengarahkan fatwa Majelis berpendapat hukuman tersebut layak Kehormatan dan Etik Kedokteran dikenakan kepada pelaku kejahatan (MKEK) Nomor 1 tahun 2016 seksual karena tentang Kebiri Kimia yang juga yang didasarkan pada Sumpah Dokter terhadap penderitaan dan anak, dampak dirasakan oleh korban sangat besar. serta Sementara kalangan pegiat hak asasi lndonesia manusia (HAM) keberatan dengan menyampaikan materi ancaman pidana di dalam pelaksanaannya Perpu No. 1 Tahun 2016 tersebut, Dokter sebagai eksekutor.5 khususnya mengenai pengenaan Kode Etik Kedokteran (KODEKI), agar tidak IDI dalam melibatkan Lebih lanjut Adib Khumaidi ancaman tindakan kebiri kimia yang menambahkan dianggap kebiri kimia merupakan pelanggaran HAM. bertentangan dengan 4 bahwa melakukan terhadap sumpah dan kode etik Menyikapi maraknya pemberitaan tentang Perpu No. 1 4 Lihat Keterangan Pers “Pandangan Komnas HAM Mengenai Hukuman Kebiri Bagi elaku Kejahata Seksual” dalam www.komnasham.go.id. dokter mengenai keutamaan kesehatan pasien, hal ini karena 5 Siaran Berita Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia dalam www.idionline.org diakses pada tanggal 29 Juli 2016. 205 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... suntik kebiri yang bertujuan Georgia, Iowa, Montana, Oregon, menekan hormon testoteron pada Texas dan Wiconsin. Selain negara lelaki berdampak negatif terhadap bagian Amerika Serikat, masih ada orang yang mengalami. Selain untuk beberapa hormon laki-laki, testoteron juga menerapkan hukuman kebiri kimiawi menjaga metabolisme tubuh terkait antara dengan Estonia, Israel, Argentina, Australia masalah tulang. Kalau hormon ditekan atau dihilangkan, lain dijelaskan sehingga kontra resiko serangan jantung.6 Polandia, Sebagaimana tulang. Kedua, kualitasnya menurun terkena yang telah Moldova, Korea Selatan dan Rusia.7 maka efeknya adalah kerapuhan pada bisa negara yang sebelumnya, terhadap merupakan pro hukuman sebuah telah dan kebiri keniscayaan Dalam hukum pidana, hukum dalam negara demokrasi terlebih kebiri bukanlah hukuman yang baru Indonesia dengan keanekaragaman karena telah ada beberapa negara suku, budaya, bahasa dan agama. yang menerapkan hukuman tersebut Dengan tidak ingin terjebak kedalam bagi arus pro dan kontra tersebut, peneliti pelaku kejahatan seksual. Sebagai contoh negra yang telah akan menerapkan hukuman kebiri adalah permasalahan terhadap penolakan negara bagian California, hukuman IDI eksekutor hukuman kebiri di negara ini telah diterapkan kebiri kimia. Hal ini menjadi sangat sejak tahun 1996. Negara bagian penting karena posisi strategis IDI Florida sebagai yang telah menerapkan memfokuskan sebagai wadah pembahasan tunggal profesi hukuman ini sejak tahun 1997. kedokteran yang menghimpun para Negara telah dokter Indonesia, bersifat bebas, menerapkan hukuman ini adalah tidak mencari keuntungan, dijiwai bagian lain yang 7 6 Moh Adib Khumaidi, Menolak Kebiri Penjahat Seksual, Suara Merdeka Perekat Komunitas Jawa Tengah, Minggu Wage 29 Mei 2016 diakses melalui epaper.suaramerdeka.com. Ngabdul Munggim, 2015, Studi Terhadap Sanksi Kebiri Sebagai Alternatif Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Pedofilia, Skripsi Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, hal. 9. 206 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... oleh Sumpah Dokter Indonesia serta Sehubungan dengan jenis penelitian mematuhi Kode Etik Kedokteran yang Indonesia normatif, maka pendekatan yang yang melakukan bertujuan bimbingan, yuridis pendekatan pengawasan, dan penilaian dalam perundang-undangan (statuta pelaksanaan etik kedokteran serta approach), pendekatan konseptual memperjuangkan etik (conceptual di pendekatan agar dapat ditegakkan Indonesia.8 digunakan adalah adalah kedokteran tugas untuk digunakan approach) sejarah dan (historical approach) yang bertujuan untuk Bedasarkan uraian latar memudahkan peneliti melakukan belakang masalah tersebut di atas, analisis deskriptif kualitatif sehingga maka diperoleh jawaban atas masalah yang permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti adalah tentang menjadi “Bagaimanakah penelitian ini. memaknai fokus pembahasan penolakan Ikatan Dokter Indonesia sebagai eksekutor pelaksanaan B. PEMBAHASAN hukuman kebiri kimia bagi pelaku 1. Kajian Pustaka tindak pidana seksual di Indonesia?’ 1) Episteme Hukuman Kebiri Bagi 2. Metode Peneliitian Penelitian dalam penelitian ini tergolong perjalanan sejarah mengalami diskontinuinitas, yuridis tidak sambung menyambung. Setiap yang episode sejarah memiliki karakter mengelaborasi sendiri yang dapat dipetakan satu pemaknaan penolakan IDI sebagai sama lain, dan setiap periode sejarah eksekutor hukuman tersebut tidak berlangsung dalam kebiri kimia bagi pelaku tindak masa yang saling berurutan. Oleh pidana karena itu, sejarah ia normatif, yakni mengkaji dan penelitian pelaksanaan seksual 8 hukum Foucault, di Indonesia. http://www.ilunifk83.com/t137selintas-tentang-ikatan-dokter-indonesia diakses pada tanggal 30 Juli 2016. ketika menggunakan “diskontinuitas” “patahan” menjelaskan istilah (discontinuite), (rupture), “ambang” 207 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... (seuil), “batas” (serie), dan (limite), “seri” “transformasi” ada hubungan antara bahasa dan realitas.10 (transformation). Hal ini menunjukan Sepanjang sejarah peradaban bahwa sejarah tidak perlu dianalisis manusia, kebiri dilakukan dengan menurut urutan waktu yang kaku dan berbagai tujuan. Victor T Cheney gradual; setiap analisis sejarah tidak dalam A Brief History of Castration hanya berhubungan dengan masalah 2nd prosedur, kebiri namun juga masalah teoritis.9 Edition, 2006, menyatakan, sudah dilakukan di Mediterania Timur pada 8.000-9.000 Melalui episteme, Foucault tahun lalu. Tujuannya, agar ternak mendesain sebuah realitas bersama betina lebih banyak dibandingkan yang menghubungkan dan mengikat yang jantan. Tak ada catatan pasti beberapa kapan wacana sesuai dengan sejarahnya. Ini meliputi manusia. Namun, di Mesir, pada semua fenomena hubungan antarilmu 2.600 sebelum Masehi (SM), budak pengetahuan atau antarwacana yang yang dikebiri berharga lebih tinggi ada dan berbeda satu sama lain. karena Episteme beberapa patuh kepada majikannya. Tindakan karakter. Pertama, ia menentukan serupa ditemukan pada budak di bagaimana melihat, Yunani sekitar 500 SM, penjaga mengalami harem raja di Persia, serta bendahara kenyataan. Kedua, adanya perintah, dan sejumlah pejabat kekaisaran larangan-larangan, Tiongkok.11 periode memaknai, memiliki manusia dan penyangkalan, pengabaian, dan penolakan. Ketiga, kebiri dilakukan pada dianggap lebih rajin dan Lebih lanjut pada masa kekaisaran Raja Tiongkok. Pada masa itu, kekaisaran mengharuskan seorang Tiongkok laki-laki 9 Nanang Martono, 2014, Sosiologi Penddikan Michel Foucault Pengetahuan, Kekuasaan, Disiplin, Hukuman dan Seksualitas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 36. 10 Ibid, hal. 36-37. Supriyadi Widodo Eddyono dkk, Op.cit. hal. 9. 11 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... untuk menjaga tidurnya menang memotong penis prajurit kaisar, para putri kaisar dan juga para yang telah mati dengan anggap telah selir-selir kaisar. Untuk menjaga dan mendapatkan kekuasaan. menghindari agar tidak terjadinya modern, tujuan pengebirian lebih perzinahan dengan para selir dan beragam, mulai dari usaha mendapat putrinya, kaisar memutuskan untuk suara soprano pada anak laki-laki di menghilangkan atau memotong testis Italia hingga upaya menghindarkan si lelaki tersebut. Seiring dengan perbuatan tak bermoral di beberapa perkembangan waktu, setiap pelaku agama. Kebiri juga dilakukan untuk kejahatan ada mengurangi orang dengan gangguan tersebut fisik dan mental serta populasi seksual dilingkungan diberi tempat 208 kekaisaran hukuman testisnya yang di dengan potong. Di era cara kelompok tertentu.13 Kini, Dari sejumlah negara kebiri jadi hukuman kebiasaannya ini lah pula, kebiri bagi menjadi suatu hukum yang sakral pemerkosa maupun pelaku pedofilia. pada kekaisaran Tiongkok saat itu.12 Prosesnya yang didorong umumnya Berbeda lagi jika kita melihat sejarah sebagai kebiri baik dengan menyuntikkan zat kimia tertentu, berlaku pada Eropa dan Timur disebut suntik kebiri atau kebiri Tengah. Namun memiliki kimiawi yang bertujuan untuk dapat makna yang lain, kebiri dianggap menekan fungsi hormon testosteron sebagai simbol kemenangan atau atau menurunkan level testosteron, kekuasaan. Pada saat itu kebiri yakni dilakukan setiap ada peperangan oleh bertanggung jawab pada timbulnya pihak yang menang terhadap pihak libido. telah pernah dikenal seksual, juga yang kebiri yang penjahat di kebiri laki-laki, yang Artinya, Perubahan episteme dalam setiap perang usai, maka pihak yang setiap jaman yang tidak langsung 12 dikalahkan. hormon Muhammad Syawal, 2015, http://soskita.blogspot.co.id/2015/10/sejarah -hukuman-kebiri.html, diakses pada tanggal 02 Agustus 2016. sekali jadi 13 Ibid. tersebut dijelaskan 209 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... Foucault bahwa dengan telah menerangkan terjadi penyebaran semakin kuatnya citra masyarakat sebagai suatu “kehidupan yang formasi diskursif dalam masyarakat. distrukturkan dan dikonstruksikan”. Untuk memahami bagaimana kondisi Oleh de Beus dan van Doorn, wacana kebenaran yang ada pada masyarakat masyarakat, haruslah juga dilihat disebut bagaimana pola penyebaran wacana samenleving”. Masyarakat modern yang ada. Proses distribusi wacana semakin penuh dengan knstruksi- akan mengakibatkan sebuah rezim konstruksi kebenaran yang akan menentukan hukumnya.14 Oleh karena itu hukum apa yang dianggap benar dan tidak modern tidak dapat menghindar dari benar, penting dan tidak penting penciptaan dan penggunaan teks-teks dalam sejarah. yang dibuat secara rasional. Dari hal tersebut perubahan persepsi masyarakat hukuman kebiri tentang membuktikan yang “De demikian itu geconstrueede artifisial, termasuk Hukum sebagaimana diterima dan dijalankan di Indonesia termasuk kedalam kategori hukum yang adanya perubahan episteme yang modern. Modernitas tersebut tampak mendasari pula dalam ciri-cirinya sebagai berikut:15 pengetahuan yang perubahan ada pada masyarakat waktu itu. Tegasnya, realitas apapun tidaklah mendahului sebuah diskursus, tapi dikukuhkan dan dikonstitusikan oleh diskursus yang pada akhirnya membentuk a) Dikehendaki adanya bentuk tertulis, seperti tampak pada Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia hendaknya disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar. episteme. 2) Analisa Hasil Penelitian a. Dasar Kekuatan Undang-Undang skema Mengikat Kehadiran hukum sebagai berjalan seiring dengan 14 Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum dan Perilaku; Hidup Baik Adalah Dasar Hukum yang Baik, Kompas, Jakarta, hal. 17. 15 Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta, Genta Publishing, hal. 31-32. Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... b) Hukum berlaku untuk seluruh wilayah negara, suatu pernyataan dapat juga disimpulkan dari kata-kata dalam Undang-Undang Dasar yang menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar tersebut disusun untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Pernyataan tersebut sesuai dengan salah satu karakteristik hukum modern yang dibuat oleh Marck Galanter, yaitu bahwa hukum modern terdiri dari peraturanperaturan yang bersifat uniform serta diterapkan tanpa mengenal variasi. Peraturan-peraturan tersebut lebih bersifat teritorial daripada pribadi, artinya peraturan yang sama diterapkan terhadap anggota-anggota dari semua agama, suku, kelas, daerah dan kelamin. Apabila diakui adanya perbedaanperbedaan, maka hukum bukan sesuatu yang disebabkan oleh kualitas intristik, seperti antara bangsawan dan budak atau antara kaum Brahmana dan kelas-kelas yang lebih rendah, melainkan disebabkan oleh fungsi, kondisi dan hasil-hasil karya yang didapat oleh seseorang dalam kehidupan keduniaan. 210 c) Hukum merupakan sarana yang dipakai secara sadar untuk mewujudkan keputusan-keputusan politik masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat pada rumusan dari RepelitaRepelita terdahulu. Salah satu sifat penting dari hukum tertulis terletak dalam kekakuannya (Lex dura sed tamen scripta – Hukum itu keras/kaku, tetapi begitulah sifat tertulis itu). Begitu hukum itu dituliskan atau menjadi dokumen tertulis, maka perhatian bergeser kepada pelik-pelik penggunaannya sebagai sebuah sebagai sebuah dokumen tertulis.16 Hukum dokumen tertulis merupakan produk pengambilan ditetakan keputusan oleh yang fungsi-fungsi kekuasaan negara yang mengikat subjek hukum dengan hak-hak dan kewajiban hukum berupa larangan (prohibere), atau keharusan (obligatere), ataupu kebolehan (permittere).17 16 Loc.cit. hal. 13. Jimly Asshiddiqie, 2010, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 7. 17 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... Lebih lanjut, suatu Secara leksikal, peraturan diketahui, dan masyarakat pengundangan (promulgation) tidak lagi merasa di sekelilingnya mengandung makna perintah agar tidak suatu peraturan perundang-undangan ada agar 211 peraturan mengikatnya, maka yang peraturan diberlakukan dan diumumkan.19 tersebut harus diundangkan melalui Menurut A. Hamid S. Attamimi, sebuah cara yang bisa menjangkau pengundangan adalah pemberitahuan dan mempunyai daya ikat terhadap secara forma suatu peraturan negara seluruh komponen masyarakat. dengan penempatannya dalam suatu Dalam lingkungan penerbitan resmi yang khusus untuk masyarakat fiksi hukum, setiap orang maksud itu sesuai dengan ketentuan dianggap yang berlaku.20 dan mengetahui keberlakuan keberadaan Undang-undang. Dalam Pasal 81 Undang- Ketidaktahuan seseorang terhadap Undang Nomor 12 Tahun 2011 undang-undang tidak dinyatakan bahwa; Agar setiap orang memaafkannya. Sebagai mengetahuinya, peraturan konsekuensinya, di Indonesia suatu perundang-undangan peraturan perundang-undangan yang diundangkan sudah disahkan atau ditetapkan harus menempatkannya dalam : diundangkan dalam suatu Lembaran a) Lembaran Negara atau diumumkan dalam suatu Indonesia; Berita Negara agar dapat berlaku dan b) Tambahan mengikat umum. Jadi, untuk suatu pengikatan atas peraturan perundangundangan diperlukan harus dengan Negara Lembaran Republik Negara Republik Indonesia; c) Berita Negara Reublik Indonesia; langkah pengundangan.18 18 Zachroni, Efektivitas Pengundangan dan engumuman Peraturan Perundang-Undangan. Hlm,97.Dalamhttps://www.google.co.id/#q= kekuatan+mengikat+peraturan+perundangun dangan+pdf&start=20. 19 Ibid. 20 Maria Farida, 1998, llmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Yogyakarta, Kanisius, Yogyakarta, hal. 177. 212 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... d) Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; kekuatan mengikat selama belum diundangkan atau e) Lembaran Daerah; f) Tambahan mempunyai diumumkan. Sehingga apabila fungsi Lembaran Daerah; atau pengundangan atau pengumuman tersebut ditarik dalam satu rangkaian g) Berita Daerah. proses Dengan peraturan diundangkannya perundang-undangan terbentuknya peraturan perundang-undangan, pengundangan atau maka pengumuman dalam lembaran resmi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, maka setiap orang mengetahuinya. dianggap telah Adapun fungsi merupakan satu rangkaian mata rantai yang tidak dapat dipisahkan dalam bentuk peraturan perundang- penempatan peraturan perundang- undangan. undangan dalam lembaran resmi perundang-undangan adalah : mensyaratkan pengundangan, tetapi a) Sebagai syarat tunggal agar suatu tidak peraturan tertentu perundang-undangan mempunyai kekuatan mengikat. umum. untuk mempunyai kekuatan hukum dan mengikat.21 Kansil menjelaskan bahwa suatu peraturan perundang-undangan yang mengharuskan mensyaratkan pengundangan pengumuman, tidak yang diundangkan tidak mempunyai kekuatan mengikat.22 Dari paparan di atas dapat atau atau perundang-undangan mempunyai daya masyarakat setelah Artinya, Op.cit. hal. 100. akan laku kepada diundangkan. masyarakat tidak dapat diikat oleh suatu peraturan apabila peraturan tersebut belum diundangkan. atau belum 22 21 peraturan disimpulkan bahwa suatu peraturan b) Sebagai syarat agar diketahui c) Syarat Sebab C.S.T. Kansil, 1983, Praktek Hukum Peraturan Perundangan Di Indonesia, Erlangga, Jakarta, hal. 154. 213 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... b. Memaknai Penolakan IDI Sebagai Eksekutor Hukuman Kebiri Munculnya beragam respon terhadap hukuman kebiri kimia menyisakan pelbagai persoalan yang harus segera solusinya, di baik formulasikan pada tataran pembentukan peraturan perundangundangan sekaligus pada tataran penegakan hukum Sekurang-kurangnya di hal Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut. (3). Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah tersebut harus dicabut. lapangan. tersebut terangkum pada 3 aspek: Pertama, aspek legalisasi Perpu No. 1 Tahun 2016. Kedua, penolakan IDI sebagai eksekutor hukuman kebiri kimia. Ketiga, siapa yang menjadi eksekutor hukuman kebiri kimia. Dengan disebutnya Presiden Berhak terkesan bahwa pembuatan Perpu menjadi karena menjadi hak dan tergantung sepenuhnya ketentuan Presiden. Presiden yang artinya tergantung kepada penilaian subjektif Presiden, namun demikian tidak berarti bahwa secara absolut tergantung kepada penilaian subjektif Presiden karena sebagaimana telah diuraikan di atas penilaian subjektif Presiden tersebut yang objektif yaitu adanya tiga syarat formal yang disyaratkan oleh Pasal 22 UUD 1945 yang berisikan : (1). Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undangundang. (2). Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan parameter adanya kegentingan yang memaksa.23 proses penerbitan Perpu haruslah memenuhi kepada Pembuatan Perpu memang di tangan sebagai prosedural subjektif harus didasarkan kepada keadaan a) Legalisasi Perpu No. 1 Tahun 2016 Secara sangat Adapun kegentingan Mahkamah mengenai yang syarat memaksa, Konstitusi di dalam utusan Nomor 138/PUU-VII/2009 telah memberikan ukuran-ukuran dimaksud, yaitu: 23 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009, hal. 20-21. 214 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... a.1 Adanya keadaan kebutuhan mendesak menyelesaikan secara yaitu untuk masalah hukum cepat berdasarkan Undang-Undang; b) Penolakan IDI Sebagai Eksekutor Hukuman Kebiri Dalam perjalanan sejarah, menurut Foucault, hukuman sebelum abad ke-19 dapat dicirikan menjadi b.1 Undang-Undang yang dua, yaitu: Pertama, hukuman lebih dibutuhkan tersebut belum ada mengutamakan hukuman fisik yang sehingga terjadi kekosongan sadis dan ekstrim daripada hukuman hukum, atau ada Undang-Undang yang menekankan aspek psikologis. tetapi tidak memadai; Hukuman c.1 Kekosongan hukum ini hampir selalu tersebut melibatkan perlakuan yang kejam tidak dapat diatasi dengan cara dan peyiksaan yang ekstrim yang membuat Undang-Undang secara menyebabkan prosedur penderitaan. biasa karena akan kematian Kedua, dan hukuman memerlukan waktu yang cukup tersebut dilakuan secara terbuka di lama sedangkan keadaan yang depan banyak orang (publik) dan mendesak masyarakat (penonton) dipersilahkan tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan; Dari kriteria tersebut di atas, untuk melihat proses penghukuman (penyiksaan) tersebut secara Seolah-olah, atraksi ukuran kebutuhan mendesak dan langsung. kekosongan hukum tidak terpenuhi, penghukuman dikarenakan pengaturan mengenai sebagai hiburan. Aparat berwenang kejahatan seksual sudah terakomodir melakukan di dalam UU No. 35 Tahun 2014 depan umum sebagai upaya untuk tentang membawa wacana keadilan hukum Perlindungan Anak. tersebut eksekusi publik.24 dianggap tersebut Sehingga dapat dikatakan bahwa keruang Perpu No. 1 Tahun 2016 tidak hukuman dimasa lalu, kini hukuman memenuhi telah berganti. Secara sosiologis, syarat formal Inilah di potret pembentukan Perpu. 24 Oliver dalam Nanang Martono, Loc.cit, hal. 80. 215 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... merupakan para “ahli” - psikiater, pekerja sosial, cerminan proses penegakan hukum dewan pembebasan bersyarat - yang dan menunjukan karakter masyarakat memutuskan dan menetapkan bagi saat itu. narapidana bentuk hukuman tertentu. metode hukuman Lebih lanjut, Foucault perubahan metode ditunjukan untuk membalas dendam hukuman yang diterapkan dalam (baik untuk mencegah orang lain masyarakat modern. Setidaknya ada berbuat empat perubahan menurutnya, yaitu: keadilan), melainkan bertujuan utuk Pertama, proses penghukuman tidak memperbaiki diri perilaku terhukum lagi dilakukan di depan publik, dan fungsi rehabilitasi.25 merumuskan Keempat, melalui “pertunjukan spektakuler” penghukuman hal sama bukan atau demi Sejalan dengan hal tersebut, untuk menunjukan semua kekuatan pemberian sang raja, melainkan proses ini pada pelaku kejahatan seksual anak dilakukan ditempat dengan dengan mengebirinya melalui (tertutup), untuk terpisah menghindari pemberatan suntikan hukuman carian kimiawi, perasaan malu pada diri terhukum menunjukkan cara berfikir balas serta dendam yang merupakan pendekatan untuk menjaga ketertiban umum. Kedua, yang menjadi dasar hukuman hukuman ditinggalkan. Pendekatan ini pun bukan kejahatan lagi semata, bentuk melainkan dinilai yang sudah merupakan pendekatan penegak hukum juga memfokuskan hukuman pada faktor yang melatarbelakangi masyarakat primitif dan terkesan terjadinya kejahatan tersebut, apakah barbarisme. faktor lingkungan, keturunan, atau pemberatan hampir tidak memiliki tindakan korelasi orang menyebabkan melakukannya. tua, yag mereka Ketiga, telah untuk yang yang lama dilakukan Penghukuman dengan berkurangnya kejahatan seksual pada anak. Di banyak Negara, hukuman menentukan sifat dan lama hukuman bukanlah seorang hakim melainkan oleh 25 Ibid, hal. 84-85. balas 216 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... dendam kepada pelaku kejahatan Sumpah Dokter dan KODEKI yang sudah tidak popular lagi, bahkan mewajibkan menimbulkan banyak protes dari menjunjung tinggi, menghayati dan masyarakat dan berbagai organisasi mengamalkan sumpah dan atau janji HAM. Secara akademik hukuman ini dokter juga efek Kedokteran Indonesia) sebagaimana pemulihan pada korban. Seorang ahli secara khusus yang disebutkan pada kriminal anak Jocelyn B. Lamm dari angka 1 dan 5 yang menyatakan Yale University, mengatakan bahwa bahwa: “Saya akan membaktikan krimimalisasi tidak memberikan efek hidup jera sama sekali kepada pelaku perikemanusiaan dan saya tidak akan tindak menggunakan tidak memberikan pidana diperlukan yang ini, pola-pola dapat karena itu penuntutan memberikan rasa “terlindungi” dan rasa “pemuliaan” yang dihadiahkan kepada korban kejahatan ini.26 setiap (Pasal saya 1 dokter Kode guna Etik kepentingan pengetahuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusian, sekalipun diancam”. Lebih lanjut dalam melakukan tindakan medis, seorang Sejalan dengan hal tersebut dokter terikat untuk terlebih dahulu Pengurus Besar IDI melalui siaran memperoleh persetujuan berita kedokteran sebagaimana menyampaikan penolakan sebagai diamanatkan Pasal eksekutor Menteri tertanggal 9 Juni pelaksanaan 2016 hukuman 2 Kesehatan tindakan yang Peraturan Republik kebiri kimia. Aksi penolakan yang Indonesia dilakukan oleh IDI tentunya bukan 290/Menkes/Per/III/2008 tanpa makna dan bukan pula sekedar meyebutkan bahwa: seremonial (1). Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. (2). Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat hegemoni atawa para aktivis mengejar HAM. Penolakan IDI dilatar belakangi oleh 26 Supriyadi Widodo Eddyono dkk, Op.cit., hal, 16. Nomor yang Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... diberikan secara tertulis maupun lisan. (3). Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan. Adapun persetujuan tindakan c. Siapa Eksekutor Kebiri Kimia Untuk 217 Hukuman mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka pertama-tama mengukur, yang harus dapat “sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati”. adalah Achmad Ali membagi efektivitas oleh hukum menjadi dua, yaitu efektivitas pasien atau keluarga terdekat setelah hukum secara umum dan efektivitas mendapat penjelasan secara lengkap terhadap kedokteran persetujuan dimaksud yang diberikan mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien. Dengan terikatnya dokter terhadap Sumpah Dokter dan KODEKI serta tidak mungkinnya diperoleh persetujuan dari pasien (terpidana) dan/atau keluarga pasien (keluarga terpidana) hukuman membuat kebiri pelaksanaan tidak mungkin dilakukan oleh dokter. Selain itu juga belum jelasnya pengaturan di dalam peraturan perundang-undangan mengenai siapa yang akan menjadi eksekutor hukuman menambah daftar kebiri persoalan pelaksanaan hukuman kebiri kimia. perundang-undangan. Untuk mengetahui efektif tidaknya suatu perundang-undangan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:27 a) Pengetahuan tentang substansi (isi) perundangundangan. b) Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. c) Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan di dalam masyarakat. d) Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instant (sesaat), yang diistilahkan 27 Achmad Ali, 2013, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Cetakan ke-5, Kencana, Jakarta, hal. 378-379. 218 Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation (undang-undang sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Dengan indikator menggunakan tersebut, efektivitas hukuman kebiri kimia sebagimana yang diatur dalam Pasal 81 ayat (7) Perpu No. 1 Tahun 2016 dapat dikatakan rendah karena: Pertama, substansi mengenai hukuman kebiri kimia masih banyak diperdebatkan oleh masyarakat karena dianggap bertentangan dengan HAM. Kedua; IDI sebagai wadah tunggal profesi kedokteran menolak Ketiga, proses lahirnya Perpu No. 1 2016 tidak memenuhi prosedur formal pembentukan Perpu. Secara normatif, penolakan IDI kebiri sebagai tidak eksekutor dapat aktor utama yang menjadi eksekutor hukuman kebiri menjadi semakin tidak jelas. Sedangkan secara jelas dinyatakan di dalam undang-undang bahwa profesi kedokteran mempunyai karakteristik yang khas. Kekhasan ini terlihat dari pembenaran yang diberikan oleh hukum yaitu diperkenankannya melakukan tindakan medis terhadap tubuh manusia memelihara dalam dan upaya meningkatkan derajat kesehatan. Tindakan medis terhadap tubuh manusia yang dilakukan bukan oleh dokter dapat di golongkan sebagai tindak pidana.28 menjadi eksekutor hukuman kebiri kimia. Tahun dikarenakan hukuman dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum. Hal ini karena norma yang mengatur mengenai eksekutor hukuman kebiri C. PENUTUP 1. Simpulan Pengaturan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak menuai beragam tanggapan pro dan kontra. Salah satunya penolakan IDI sebagai eksekutor hukuman kebiri dan tentu saja hal tersebut harus segera di formulasikan solusinya, yaitu pada belum ditetapkan. Akan tetapi hal ini 28 tentu saja sangat problematik, Penjelasan umum atas UndangUndang republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... tataran pembentukan undang-undang penegakan dan hukum. terangkum peraturan pada Hal pada: aspek tersebut hukuman kebiri kimia. 219 Kedua, keberadaan Perpu No. 1 Tahun 2016 tidak memenuhi syarat formal Pertama, kegentingan memaksa sebagaimana Pembentukan Perpu Nomor 1 Tahun yang dijelaskan di dalam Putusan 2016 tidak sesuai dengan syarat Mahkamah kegentingan 138/PUU-VII/2009, oleh karena itu yang sebagaimana memaksa nomor oleh sebaiknya Perpu ini di cabut dan Konstitusi tetap menggunakan Peraturan yang Nomor 138/PUU-VII/2009. Kedua, telah ada sebelumnya, hanya saja penolakan IDI sebagai eksekutor yang perlu mendapat perhatian lebih hukuman kebiri bukanlah sebagai adalah bentuk perbuatan melawan hukum penegakan akan IDI bagaimana memaksimalkan peran menimbulkan polemik siapa yang dan fungsi kepolisian, jaksa dan seharusnya hakim dalam melakukan pencegahan, Putusan diamanatkan Konstitusi Mahkamah tetapi penolakan menjadi eksekutor pada aspek hukum, penguatan khususnya hukuman kebiri kimia. penindakan dan penjatuhan hukuman 2. Saran yang adil. Pembentukan peraturan perundang-undangan seyogyanya harus holistik memperhitungkan yang ada, pembahasan dengan pelbagai aspek yaitu: Pertama, mengenai substansi pengaturan kebiri kimia di dalam Perpu No. 1 Tahun 2016 seharusnya melibatkan unsur-unsur tenaga kesehatan, khsusunya profesi kedokteran sehingga dapat meminimalisir penolakan terhadap DAFTAR PUSTAKA Buku Achmad Ali, 2013, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Cetakan ke5, Kencana, Jakarta. C.S.T. Kansil, 1983, Praktek Hukum Peraturan Perundangan Di Indonesia, Erlangga, Jakarta. Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... Jimly Asshiddiqie, 2010, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta. Maria Farida, 1998, llmu PerundangUndangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta. Nanang Martono, 2014, Sosiologi Pendidikan Michel Foucault Pengetahuan, Kekuasaan, Disiplin, Hukuman dan Seksualitas, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 220 Internet http://www.ilunifk83.com/t137 selintas-tentang-ikatandokter-indonesia,diakses pada 30 Juli 2016. Keterangan Pers “Pandangan Komnas HAM Mengenai Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Kejahatan Seksual”, www.komnasham.go.id. Moh Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum dan Perilaku; Hidup Baik Adalah Dasar Hukum yang Baik, Kompas, Jakarta. Adib Khumaidi, Menolak Kebiri Penjahat Seksual, Suara Merdeka Perekat Komunitas Jawa Tengah, http://epaper.suaramerdeka.co m, diakses pada tanggal 29 Mei 2016. ______________, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta. Siaran Berita Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, http://www.idionline.org diakses pada tanggal 29 Juli 2016. Supriyadi Widodo Eddyono dkk, 2016, Menguji Euforia Kebiri; Catatan Kritis Atas Rencana Kebijakan Kebiri (Chemical Castration) Bagi Pelaku Kejahatan Seksual Anak Di Indonesia, Jakarta, Institute for Criminal Justice Reform, ECPAT Indonesia, Mappi FH UI, Koalisi Perempuan Indonesia, Aliansi 99 Tolak Perppu Kebiri. Zachroni, “Efektivitas Pengundangan dan engumuman Peraturan PerundangUndangan”,https:// www.google.co.id/#q=kekuat an+mengikat+peraturan+peru ndangundangan+pdf&start=2 0. Muhammad Syawal, http://soskita.blogspot.co.id/2 015/10/sejarah-hukumankebiri.html, diakses pada tanggal 02 Agustus 2016. Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme... Jurnal Zihan Syahani, 2016, Sansksi Kebiri: Antara HAM dan Efek Jera dalam Update Indonesia : Tinjauan Bulanan Ekonomi, Hukum, Keamanan, Politik, dan Sosial, Centre For Public Policy Reasearch, Volume X, No. 6, The Indonesian Institute. Skripsi Ngabdul Munggim, 2015, Studi Terhadap Sanksi Kebiri Sebagai Alternatif Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Pedofilia, Skripsi Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 221