(ANALISIS YURIDIS PENOLAKAN IDI SEBAGAI

advertisement
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
201
EPISTEME HUKUMAN KEBIRI
(ANALISIS YURIDIS PENOLAKAN IDI SEBAGAI EKSEKUTOR
HUKUMAN KEBIRI KIMIA)
Oleh :
Ahmad Fahmi Raharja, SH., LL.M.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Abstract
Change the public perception of punishment gelding proves the underlying
episteme change also changes the existing knowledge in the community. Rejection
of the Indonesian Doctors Association executor chemical castration penalty to be
a magnet problem for the implementation of Government Regulation No. 1 of
2016. It is therefore necessary meaning for the rejection of the Indonesian
Doctors Association as the executor of the sentence.
This research is normative juridical using several approaches: statuta
approach, conceptual approach and historical approach. After legal materials are
collected, and then conducted a qualitative analysis to obtain clarity regarding
the refusal of the Indonesian Doctors Association as the executor of chemical
castration sentence.
The case raises a variety of responses to chemical castration penalty that
should be formulated solution, namely at the level of the establishment of rule of
law and on the law enforcement aspect. It is shown in: First, Formation of
Government Regulation No. 1 of 2016 is not in accordance with the terms crunch
that force as mandated by the Constitutional Court Decision Number 138/PUUVII/ 2009. Second, the rejection of the Indonesian Doctors Association as the
executor of chemical castration penalty is not a form of tort but rejection of the
Indonesian Doctors Association polemical who should be the executor of
chemical castration sentence.
Keywords : Episteme, Chemical Castration Penalty, Indonesian Doctors
Association.
Abstrak
Perubahan persepsi masyarakat tentang hukuman kebiri membuktikan
adanya perubahan episteme yang mendasari pula perubahan pengetahuan yang
ada pada masyarakat. Penolakan Ikatan Dokter Indonesia menjadi eksekutor
hukuman kebiri kimia menjadi magnet persoalan bagi penerapan Perpu Nomor 1
Tahun 2016. Oleh karena itu diperlukan pemaknaan terhadap penolakan Ikatan
Dokter Indonesia sebagai eksekutor hukuman tersebut.
Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan menggunakan beberapa
pendekatan anatara lain: pendekatan perundang-undangan, pendekatan
konseptual dan pendekatan sejarah. Setelah bahan hukum dikumpulkan,
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
202
kemudian dilakukan analisis secara kualitatif untuk memperoleh kejelasan perihal
penolakan Ikatan Dokter Indonesia sebagai eksekutor hukuman kebiri kimia.
Dari hal tersebut memunculkan beragam respon terhadap hukuman kebiri
kimia yang harus segera di formulasikan solusinya, yaitu pada tataran
pembentukan peraturan undang-undang dan pada aspek penegakan hukum. Hal
tersebut terlihat pada: Pertama, Pembentukan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tidak
sesuai dengan syarat kegentingan yang memaksa sebagaimana diamanatkan oleh
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009. Kedua, penolakan
Ikatan Dokter Indonesia sebagai eksekutor hukuman kebiri kimia bukanlah
sebagai bentuk perbuatan melawan hukum akan tetapi penolakan Ikatan Dokter
Indonesia menimbulkan polemik siapa yang seharusnya menjadi eksekutor
hukuman kebiri kimia.
Kata Kunci : Episteme, Hukuman Kebiri Kimia, Ikatan Dokter Indonesia.
A. PENDAHULUAN
(UU No. 35 Tahun 2014) telah
1. Latar Belakang
mengatur sanksi pidana bagi pelaku
Kekerasan seksual terhadap
kekerasan
seksual terhadap anak
anak merupakan kejahatan serius
namun penjatuhan pidana tersebut
yang semakin meningkat dari waktu
belum memberikan efek jera dan
ke waktu dan secara signifikan
belum
mengancam dan
komprehensif terjadinya kekerasan
jiwa
anak,
membahayakan
merusak
kehidupan
pribadi dan tumbuh kembang anak,
mampu
mencegah
secara
seksual terhadap anak.1
Belakangan
terjadi
tindak
pidana
serta mengganggu rasa kenyamanan,
berbagai
ketentraman,
dan
seksual yang menimpa anak-anak di
Undang-
berbagai kota di Indonesia. Kasus
Undang Nomor 23 Tahun 2002
Jakarta International School adalah
tentang
Anak
kasus pembuka tabir dari berbagai
sebagaimana telah diubah dengan
kasus kejahatan seksual yang pernah
ketertiban
keamanan,
masyarakat.
Perlindungan
bentuk
marak
Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014
tentang
Perubahan
atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak
1
Penjelasan
umum
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016
Tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
203
ada sebelumnya. Demikian juga
laporan kejahatan terhadap anak-
kasus tersangka asal Jawa Timur
anak. Sementara dari tahun 2013 ke
yang
berhasil
2014 jumlah kasus kejahatan seksual
“mengkomersialisasikan” lebih dari
terhadap anak meningkat 100 %,
10.000
gambar
Indonesia
ke
pornografi
anak
baik itu mereka yang menjadi korban
mancanegara
yang
atau pun pelaku.3
berhasil dibongkar unit cyber crime
Memahami bahwa masalah
Polda Metro Jaya. Banyak suara-
kejahatan seksual terhadap anak
suara yang menuntut agar pelaku
sudah mencapai titik luar biasa
tindak seksual anak dipidana berat
sehingga
bahkan ada yang mengusulkan secara
membahayakan jiwa anak, merusak
emosional untuk dikebiri. Emosional
kehidupan
publik
kembang anak, serta mengganggu
ini
tidak
terlepas
dari
rendahnya putusan pengadilan untuk
rasa
kasus-kasus serupa.2
keamanan,
Wakil
Perlindungan
Ketua
Anak
mengancam
pribadi
dan
kenyamanan,
dan
dan
tumbuh
ketentraman,
ketertiban
Komisi
masyarakat, maka dari itu perlu
Indonesia
diambil langkah luar biasa untuk
(KPAI), mengatakan dari hari ke hari
mengatasi
kejahatan seksual terhadap anak terus
Pemerintah melalui Presiden Joko
terjadi,
hingga
Widodo akhirnya pada tanggal 25
dibunuh dan dimutilasi. Berdasarkan
Mei 2016 menandatangani Peraturan
catatan KPAI dalam kurun 2010-
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
2014,
seksual
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
mencapai 58 % dari 21.736.859
2016 Tentang Perubahan Kedua Atas
bahkan
angka
korban
kejahatan
masalah
tersebut.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
2
Supriyadi Widodo Eddyono dkk,
2016, Menguji Euforia Kebiri : Catatan
Kritis Atas Rencana Kebijakan Kebiri
(Chemical
Castration)
Bagi
Pelaku
Kejahatan Seksual Anak Di Indonesia,
Jakarta, Institute for Criminal Justice
Reform, ECPAT Indonesia, Mappi FH UI,
Koalisi Perempuan Indonesia, Aliansi 99
Tolak Perppu Kebiri, hal. 1.
3
Zihan Syahani, Sansksi Kebiri :
Antara HAM dan Efek Jera dalam Update
Indonesia:Tinjauan
Bulanan
Ekonomi,
Hukum, Keamanan, Politik, dan Sosial,
Volume X, No. 6, The Indonesian Institute
(Centre For Public Policy Reasearch), 2016,
hal. 1.
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
204
Tentang Perlindungan Anak (Perpu No.
Tahun 2016, di mana keberadaan
1 Tahun 2016).
profesi
Masyarakat
dokter
dikaitkan
dengan
memberi
pelaksanaan sanski tambahan kepada
apresiasi terhadap sikap Pemerintah
pelaku kekerasan seksual pada anak
yang
terhadap
yang terdapat di dalam Perpu No. 1
peristiwa yang terjadi di masyarakat.
Tahun 2016, Pengurus Besar Ikatan
Namun,
Dokter
dinilai
tanggap
substansi
Perppu
No.1
Indonesia
Tahun 2016 memicu kontroversi,
menyampaikan
khususnya
adanya
berkenaan
dengan
sanksi
(IDI)
bahwa
dengan
tambahan
berupa
dimuatnya ancaman kebiri kimia
kebiri
sebagaimana diatur dalam Pasal 81
Dokter sebagai eksekutor sanksi,
ayat
didasarkan
(7).
Beberapa
kalangan
kimia
yang
pada
mengarahkan
fatwa
Majelis
berpendapat hukuman tersebut layak
Kehormatan dan Etik Kedokteran
dikenakan kepada pelaku kejahatan
(MKEK) Nomor 1 tahun 2016
seksual
karena
tentang Kebiri Kimia yang juga
yang
didasarkan pada Sumpah Dokter
terhadap
penderitaan
dan
anak,
dampak
dirasakan oleh korban sangat besar.
serta
Sementara kalangan pegiat hak asasi
lndonesia
manusia (HAM) keberatan dengan
menyampaikan
materi ancaman pidana di dalam
pelaksanaannya
Perpu No. 1 Tahun 2016 tersebut,
Dokter sebagai eksekutor.5
khususnya
mengenai
pengenaan
Kode
Etik
Kedokteran
(KODEKI),
agar
tidak
IDI
dalam
melibatkan
Lebih lanjut Adib Khumaidi
ancaman tindakan kebiri kimia yang
menambahkan
dianggap
kebiri kimia merupakan pelanggaran
HAM.
bertentangan
dengan
4
bahwa
melakukan
terhadap sumpah dan kode etik
Menyikapi
maraknya
pemberitaan tentang Perpu No. 1
4
Lihat Keterangan Pers “Pandangan
Komnas HAM Mengenai Hukuman Kebiri
Bagi elaku Kejahata Seksual” dalam
www.komnasham.go.id.
dokter
mengenai
keutamaan
kesehatan pasien, hal ini karena
5
Siaran Berita Pengurus Besar
Ikatan
Dokter
Indonesia
dalam
www.idionline.org diakses pada tanggal 29
Juli 2016.
205
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
suntik
kebiri
yang
bertujuan
Georgia, Iowa, Montana, Oregon,
menekan hormon testoteron pada
Texas dan Wiconsin. Selain negara
lelaki berdampak negatif terhadap
bagian Amerika Serikat, masih ada
orang yang mengalami. Selain untuk
beberapa
hormon laki-laki, testoteron juga
menerapkan hukuman kebiri kimiawi
menjaga metabolisme tubuh terkait
antara
dengan
Estonia, Israel, Argentina, Australia
masalah
tulang.
Kalau
hormon ditekan atau dihilangkan,
lain
dijelaskan
sehingga
kontra
resiko
serangan jantung.6
Polandia,
Sebagaimana
tulang. Kedua, kualitasnya menurun
terkena
yang
telah
Moldova,
Korea Selatan dan Rusia.7
maka efeknya adalah kerapuhan pada
bisa
negara
yang
sebelumnya,
terhadap
merupakan
pro
hukuman
sebuah
telah
dan
kebiri
keniscayaan
Dalam hukum pidana, hukum
dalam negara demokrasi terlebih
kebiri bukanlah hukuman yang baru
Indonesia dengan keanekaragaman
karena telah ada beberapa negara
suku, budaya, bahasa dan agama.
yang menerapkan hukuman tersebut
Dengan tidak ingin terjebak kedalam
bagi
arus pro dan kontra tersebut, peneliti
pelaku
kejahatan
seksual.
Sebagai contoh negra yang telah
akan
menerapkan hukuman kebiri adalah
permasalahan
terhadap
penolakan
negara bagian California, hukuman
IDI
eksekutor
hukuman
kebiri di negara ini telah diterapkan
kebiri kimia. Hal ini menjadi sangat
sejak tahun 1996. Negara bagian
penting karena posisi strategis IDI
Florida
sebagai
yang
telah
menerapkan
memfokuskan
sebagai
wadah
pembahasan
tunggal
profesi
hukuman ini sejak tahun 1997.
kedokteran yang menghimpun para
Negara
telah
dokter Indonesia, bersifat bebas,
menerapkan hukuman ini adalah
tidak mencari keuntungan, dijiwai
bagian
lain
yang
7
6
Moh Adib Khumaidi, Menolak
Kebiri Penjahat Seksual, Suara Merdeka
Perekat Komunitas Jawa Tengah, Minggu
Wage 29 Mei 2016 diakses melalui
epaper.suaramerdeka.com.
Ngabdul Munggim, 2015, Studi
Terhadap Sanksi Kebiri Sebagai Alternatif
Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana
Pedofilia, Skripsi Pada Fakultas Syari’ah
dan Hukum Universitas Islam negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, hal. 9.
206
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
oleh Sumpah Dokter Indonesia serta
Sehubungan dengan jenis penelitian
mematuhi Kode Etik Kedokteran
yang
Indonesia
normatif, maka pendekatan yang
yang
melakukan
bertujuan
bimbingan,
yuridis
pendekatan
pengawasan, dan penilaian dalam
perundang-undangan
(statuta
pelaksanaan etik kedokteran serta
approach), pendekatan konseptual
memperjuangkan
etik
(conceptual
di
pendekatan
agar
dapat
ditegakkan
Indonesia.8
digunakan
adalah
adalah
kedokteran
tugas
untuk
digunakan
approach)
sejarah
dan
(historical
approach) yang bertujuan untuk
Bedasarkan
uraian
latar
memudahkan
peneliti
melakukan
belakang masalah tersebut di atas,
analisis deskriptif kualitatif sehingga
maka
diperoleh jawaban atas masalah yang
permasalahan
yang
akan
dibahas oleh peneliti adalah tentang
menjadi
“Bagaimanakah
penelitian ini.
memaknai
fokus
pembahasan
penolakan Ikatan Dokter Indonesia
sebagai
eksekutor
pelaksanaan
B. PEMBAHASAN
hukuman kebiri kimia bagi pelaku
1. Kajian Pustaka
tindak pidana seksual di Indonesia?’
1) Episteme Hukuman Kebiri
Bagi
2. Metode Peneliitian
Penelitian
dalam
penelitian
ini
tergolong
perjalanan
sejarah mengalami diskontinuinitas,
yuridis
tidak sambung menyambung. Setiap
yang
episode sejarah memiliki karakter
mengelaborasi
sendiri yang dapat dipetakan satu
pemaknaan penolakan IDI sebagai
sama lain, dan setiap periode sejarah
eksekutor
hukuman
tersebut tidak berlangsung dalam
kebiri kimia bagi pelaku tindak
masa yang saling berurutan. Oleh
pidana
karena
itu,
sejarah
ia
normatif,
yakni
mengkaji
dan
penelitian
pelaksanaan
seksual
8
hukum
Foucault,
di
Indonesia.
http://www.ilunifk83.com/t137selintas-tentang-ikatan-dokter-indonesia
diakses pada tanggal 30 Juli 2016.
ketika
menggunakan
“diskontinuitas”
“patahan”
menjelaskan
istilah
(discontinuite),
(rupture),
“ambang”
207
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
(seuil),
“batas”
(serie),
dan
(limite),
“seri”
“transformasi”
ada hubungan antara bahasa dan
realitas.10
(transformation). Hal ini menunjukan
Sepanjang sejarah peradaban
bahwa sejarah tidak perlu dianalisis
manusia, kebiri dilakukan dengan
menurut urutan waktu yang kaku dan
berbagai tujuan. Victor T Cheney
gradual; setiap analisis sejarah tidak
dalam A Brief History of Castration
hanya berhubungan dengan masalah
2nd
prosedur,
kebiri
namun
juga
masalah
teoritis.9
Edition, 2006, menyatakan,
sudah
dilakukan
di
Mediterania Timur pada 8.000-9.000
Melalui episteme, Foucault
tahun lalu. Tujuannya, agar ternak
mendesain sebuah realitas bersama
betina lebih banyak dibandingkan
yang menghubungkan dan mengikat
yang jantan. Tak ada catatan pasti
beberapa
kapan
wacana
sesuai
dengan
sejarahnya.
Ini
meliputi
manusia. Namun, di Mesir, pada
semua fenomena hubungan antarilmu
2.600 sebelum Masehi (SM), budak
pengetahuan atau antarwacana yang
yang dikebiri berharga lebih tinggi
ada dan berbeda satu sama lain.
karena
Episteme
beberapa
patuh kepada majikannya. Tindakan
karakter. Pertama, ia menentukan
serupa ditemukan pada budak di
bagaimana
melihat,
Yunani sekitar 500 SM, penjaga
mengalami
harem raja di Persia, serta bendahara
kenyataan. Kedua, adanya perintah,
dan sejumlah pejabat kekaisaran
larangan-larangan,
Tiongkok.11
periode
memaknai,
memiliki
manusia
dan
penyangkalan,
pengabaian, dan penolakan. Ketiga,
kebiri
dilakukan
pada
dianggap lebih rajin dan
Lebih
lanjut
pada
masa
kekaisaran Raja Tiongkok. Pada
masa
itu,
kekaisaran
mengharuskan
seorang
Tiongkok
laki-laki
9
Nanang Martono, 2014, Sosiologi
Penddikan Michel Foucault Pengetahuan,
Kekuasaan,
Disiplin,
Hukuman
dan
Seksualitas, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
hal. 36.
10
Ibid, hal. 36-37.
Supriyadi Widodo Eddyono dkk,
Op.cit. hal. 9.
11
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
untuk
menjaga
tidurnya
menang memotong penis prajurit
kaisar, para putri kaisar dan juga para
yang telah mati dengan anggap telah
selir-selir kaisar. Untuk menjaga dan
mendapatkan kekuasaan.
menghindari agar tidak terjadinya
modern, tujuan pengebirian lebih
perzinahan dengan para selir dan
beragam, mulai dari usaha mendapat
putrinya, kaisar memutuskan untuk
suara soprano pada anak laki-laki di
menghilangkan atau memotong testis
Italia hingga upaya menghindarkan
si lelaki tersebut. Seiring dengan
perbuatan tak bermoral di beberapa
perkembangan waktu, setiap pelaku
agama. Kebiri juga dilakukan untuk
kejahatan
ada
mengurangi orang dengan gangguan
tersebut
fisik dan mental serta populasi
seksual
dilingkungan
diberi
tempat
208
kekaisaran
hukuman
testisnya
yang
di
dengan
potong.
Di era
cara
kelompok tertentu.13 Kini,
Dari
sejumlah negara kebiri jadi hukuman
kebiasaannya ini lah pula, kebiri
bagi
menjadi suatu hukum yang sakral
pemerkosa maupun pelaku pedofilia.
pada kekaisaran Tiongkok saat itu.12
Prosesnya yang didorong umumnya
Berbeda lagi jika kita melihat
sejarah
sebagai
kebiri
baik
dengan
menyuntikkan zat kimia tertentu,
berlaku pada Eropa dan Timur
disebut suntik kebiri atau kebiri
Tengah. Namun
memiliki
kimiawi yang bertujuan untuk dapat
makna yang lain, kebiri dianggap
menekan fungsi hormon testosteron
sebagai simbol kemenangan atau
atau menurunkan level testosteron,
kekuasaan. Pada saat itu kebiri
yakni
dilakukan setiap ada peperangan oleh
bertanggung jawab pada timbulnya
pihak yang menang terhadap pihak
libido.
telah
pernah
dikenal
seksual,
juga
yang
kebiri yang
penjahat
di
kebiri
laki-laki, yang
Artinya,
Perubahan episteme dalam
setiap perang usai, maka pihak yang
setiap jaman yang tidak langsung
12
dikalahkan.
hormon
Muhammad
Syawal,
2015,
http://soskita.blogspot.co.id/2015/10/sejarah
-hukuman-kebiri.html, diakses pada tanggal
02 Agustus 2016.
sekali
jadi
13
Ibid.
tersebut
dijelaskan
209
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
Foucault
bahwa
dengan
telah
menerangkan
terjadi
penyebaran
semakin kuatnya citra masyarakat
sebagai
suatu
“kehidupan
yang
formasi diskursif dalam masyarakat.
distrukturkan dan dikonstruksikan”.
Untuk memahami bagaimana kondisi
Oleh de Beus dan van Doorn,
wacana kebenaran yang ada pada
masyarakat
masyarakat, haruslah juga dilihat
disebut
bagaimana pola penyebaran wacana
samenleving”. Masyarakat modern
yang ada. Proses distribusi wacana
semakin penuh dengan knstruksi-
akan mengakibatkan sebuah rezim
konstruksi
kebenaran yang akan menentukan
hukumnya.14 Oleh karena itu hukum
apa yang dianggap benar dan tidak
modern tidak dapat menghindar dari
benar, penting dan tidak penting
penciptaan dan penggunaan teks-teks
dalam sejarah.
yang dibuat secara rasional.
Dari hal tersebut perubahan
persepsi
masyarakat
hukuman
kebiri
tentang
membuktikan
yang
“De
demikian
itu
geconstrueede
artifisial,
termasuk
Hukum sebagaimana diterima
dan dijalankan di Indonesia termasuk
kedalam
kategori
hukum
yang
adanya perubahan episteme yang
modern. Modernitas tersebut tampak
mendasari
pula
dalam ciri-cirinya sebagai berikut:15
pengetahuan
yang
perubahan
ada
pada
masyarakat waktu itu. Tegasnya,
realitas apapun tidaklah mendahului
sebuah diskursus, tapi dikukuhkan
dan dikonstitusikan oleh diskursus
yang pada
akhirnya
membentuk
a) Dikehendaki adanya bentuk
tertulis, seperti tampak pada
Pembukaan
UndangUndang Dasar 1945 yang
mengatakan
bahwa
kemerdekaan kebangsaan
Indonesia
hendaknya
disusun
dalam
suatu
Undang-Undang Dasar.
episteme.
2) Analisa Hasil Penelitian
a. Dasar Kekuatan
Undang-Undang
skema
Mengikat
Kehadiran
hukum
sebagai
berjalan
seiring
dengan
14
Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum
dan Perilaku; Hidup Baik Adalah Dasar
Hukum yang Baik, Kompas, Jakarta, hal. 17.
15
Satjipto
Rahardjo,
2009,
Penegakan
Hukum
Suatu
Tinjauan
Sosiologis, Yogyakarta, Genta Publishing,
hal. 31-32.
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
b) Hukum
berlaku
untuk
seluruh wilayah negara,
suatu pernyataan dapat juga
disimpulkan dari kata-kata
dalam
Undang-Undang
Dasar yang menyatakan
bahwa
Undang-Undang
Dasar tersebut disusun
untuk “melindungi segenap
bangsa
Indonesia
dan
seluruh
tumpah
darah
Indonesia”.
Pernyataan
tersebut sesuai dengan salah
satu karakteristik hukum
modern yang dibuat oleh
Marck
Galanter,
yaitu
bahwa hukum modern
terdiri
dari
peraturanperaturan yang bersifat
uniform serta diterapkan
tanpa mengenal variasi.
Peraturan-peraturan
tersebut
lebih
bersifat
teritorial daripada pribadi,
artinya peraturan yang sama
diterapkan
terhadap
anggota-anggota dari semua
agama, suku, kelas, daerah
dan
kelamin.
Apabila
diakui adanya perbedaanperbedaan, maka hukum
bukan
sesuatu
yang
disebabkan oleh kualitas
intristik, seperti antara
bangsawan dan budak atau
antara kaum Brahmana dan
kelas-kelas yang lebih
rendah,
melainkan
disebabkan oleh fungsi,
kondisi dan hasil-hasil
karya yang didapat oleh
seseorang dalam kehidupan
keduniaan.
210
c) Hukum merupakan sarana
yang dipakai secara sadar
untuk
mewujudkan
keputusan-keputusan politik
masyarakatnya.
Hal
tersebut dapat dilihat pada
rumusan dari RepelitaRepelita terdahulu.
Salah satu sifat penting dari
hukum
tertulis
terletak
dalam
kekakuannya (Lex dura sed tamen
scripta – Hukum itu keras/kaku,
tetapi begitulah sifat tertulis itu).
Begitu hukum itu dituliskan atau
menjadi dokumen tertulis, maka
perhatian bergeser kepada pelik-pelik
penggunaannya
sebagai
sebuah
sebagai
sebuah
dokumen tertulis.16
Hukum
dokumen tertulis merupakan produk
pengambilan
ditetakan
keputusan
oleh
yang
fungsi-fungsi
kekuasaan negara yang mengikat
subjek hukum dengan hak-hak dan
kewajiban hukum berupa larangan
(prohibere),
atau
keharusan
(obligatere),
ataupu
kebolehan
(permittere).17
16
Loc.cit. hal. 13.
Jimly Asshiddiqie, 2010, Perihal
Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta,
hal. 7.
17
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
Lebih
lanjut,
suatu
Secara
leksikal,
peraturan diketahui, dan masyarakat
pengundangan
(promulgation)
tidak lagi merasa di sekelilingnya
mengandung makna perintah agar
tidak
suatu peraturan perundang-undangan
ada
agar
211
peraturan
mengikatnya,
maka
yang
peraturan
diberlakukan
dan
diumumkan.19
tersebut harus diundangkan melalui
Menurut A. Hamid S. Attamimi,
sebuah cara yang bisa menjangkau
pengundangan adalah pemberitahuan
dan mempunyai daya ikat terhadap
secara forma suatu peraturan negara
seluruh komponen masyarakat.
dengan penempatannya dalam suatu
Dalam
lingkungan
penerbitan resmi yang khusus untuk
masyarakat fiksi hukum, setiap orang
maksud itu sesuai dengan ketentuan
dianggap
yang berlaku.20
dan
mengetahui
keberlakuan
keberadaan
Undang-undang.
Dalam Pasal 81 Undang-
Ketidaktahuan seseorang terhadap
Undang Nomor 12 Tahun 2011
undang-undang
tidak
dinyatakan bahwa; Agar setiap orang
memaafkannya.
Sebagai
mengetahuinya,
peraturan
konsekuensinya, di Indonesia suatu
perundang-undangan
peraturan perundang-undangan yang
diundangkan
sudah disahkan atau ditetapkan harus
menempatkannya dalam :
diundangkan dalam suatu Lembaran
a) Lembaran
Negara atau diumumkan dalam suatu
Indonesia;
Berita Negara agar dapat berlaku dan
b) Tambahan
mengikat umum. Jadi, untuk suatu
pengikatan atas peraturan perundangundangan
diperlukan
harus
dengan
Negara
Lembaran
Republik
Negara
Republik Indonesia;
c) Berita Negara Reublik Indonesia;
langkah
pengundangan.18
18
Zachroni,
Efektivitas
Pengundangan dan engumuman Peraturan
Perundang-Undangan.
Hlm,97.Dalamhttps://www.google.co.id/#q=
kekuatan+mengikat+peraturan+perundangun
dangan+pdf&start=20.
19
Ibid.
20
Maria
Farida,
1998,
llmu
Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, Yogyakarta, Kanisius,
Yogyakarta, hal. 177.
212
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
d) Tambahan
Berita
Negara
Republik Indonesia;
kekuatan
mengikat
selama belum diundangkan atau
e) Lembaran Daerah;
f) Tambahan
mempunyai
diumumkan. Sehingga apabila fungsi
Lembaran
Daerah;
atau
pengundangan
atau
pengumuman
tersebut ditarik dalam satu rangkaian
g) Berita Daerah.
proses
Dengan
peraturan
diundangkannya
perundang-undangan
terbentuknya
peraturan
perundang-undangan,
pengundangan
atau
maka
pengumuman
dalam lembaran resmi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan ini, maka
setiap
orang
mengetahuinya.
dianggap
telah
Adapun
fungsi
merupakan satu rangkaian
mata
rantai yang tidak dapat dipisahkan
dalam bentuk peraturan perundang-
penempatan peraturan perundang-
undangan.
undangan dalam lembaran resmi
perundang-undangan
adalah :
mensyaratkan pengundangan, tetapi
a) Sebagai syarat tunggal agar suatu
tidak
peraturan
tertentu
perundang-undangan
mempunyai
kekuatan
mengikat.
umum.
untuk
mempunyai
kekuatan hukum dan mengikat.21
Kansil menjelaskan bahwa
suatu peraturan perundang-undangan
yang
mengharuskan
mensyaratkan
pengundangan
pengumuman,
tidak
yang
diundangkan
tidak
mempunyai kekuatan mengikat.22
Dari paparan di atas dapat
atau
atau
perundang-undangan
mempunyai
daya
masyarakat
setelah
Artinya,
Op.cit. hal. 100.
akan
laku
kepada
diundangkan.
masyarakat
tidak
dapat
diikat oleh suatu peraturan apabila
peraturan
tersebut
belum
diundangkan.
atau
belum
22
21
peraturan
disimpulkan bahwa suatu peraturan
b) Sebagai syarat agar diketahui
c) Syarat
Sebab
C.S.T. Kansil, 1983, Praktek
Hukum
Peraturan
Perundangan
Di
Indonesia, Erlangga, Jakarta, hal. 154.
213
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
b. Memaknai Penolakan IDI
Sebagai Eksekutor Hukuman
Kebiri
Munculnya beragam respon
terhadap
hukuman
kebiri
kimia
menyisakan pelbagai persoalan yang
harus
segera
solusinya,
di
baik
formulasikan
pada
tataran
pembentukan peraturan perundangundangan sekaligus pada tataran
penegakan
hukum
Sekurang-kurangnya
di
hal
Perwakilan
Rakyat
dalam
persidangan berikut.
(3). Jika tidak mendapat persetujuan,
maka peraturan pemerintah
tersebut harus dicabut.
lapangan.
tersebut
terangkum pada 3 aspek: Pertama,
aspek legalisasi Perpu No. 1 Tahun
2016. Kedua, penolakan IDI sebagai
eksekutor hukuman kebiri kimia.
Ketiga, siapa yang menjadi eksekutor
hukuman kebiri kimia.
Dengan disebutnya Presiden
Berhak terkesan bahwa pembuatan
Perpu
menjadi
karena menjadi hak dan tergantung
sepenuhnya
ketentuan
Presiden.
Presiden yang artinya tergantung
kepada penilaian subjektif Presiden,
namun demikian tidak berarti bahwa
secara absolut tergantung kepada
penilaian subjektif Presiden karena
sebagaimana telah diuraikan di atas
penilaian subjektif Presiden tersebut
yang objektif yaitu adanya tiga syarat
formal
yang
disyaratkan oleh Pasal 22 UUD 1945
yang berisikan :
(1). Dalam hal ihwal kegentingan
yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan
peraturan
pemerintah pengganti undangundang.
(2). Peraturan Pemerintah itu harus
mendapat persetujuan Dewan
parameter
adanya
kegentingan yang memaksa.23
proses penerbitan Perpu haruslah
memenuhi
kepada
Pembuatan Perpu memang di tangan
sebagai
prosedural
subjektif
harus didasarkan kepada keadaan
a) Legalisasi Perpu No. 1 Tahun
2016
Secara
sangat
Adapun
kegentingan
Mahkamah
mengenai
yang
syarat
memaksa,
Konstitusi
di
dalam
utusan Nomor 138/PUU-VII/2009
telah
memberikan
ukuran-ukuran
dimaksud, yaitu:
23
Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 138/PUU-VII/2009, hal. 20-21.
214
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
a.1 Adanya
keadaan
kebutuhan
mendesak
menyelesaikan
secara
yaitu
untuk
masalah hukum
cepat
berdasarkan
Undang-Undang;
b) Penolakan
IDI
Sebagai
Eksekutor Hukuman Kebiri
Dalam
perjalanan
sejarah,
menurut Foucault, hukuman sebelum
abad ke-19 dapat dicirikan menjadi
b.1 Undang-Undang
yang
dua, yaitu: Pertama, hukuman lebih
dibutuhkan tersebut belum ada
mengutamakan hukuman fisik yang
sehingga
terjadi kekosongan
sadis dan ekstrim daripada hukuman
hukum, atau ada Undang-Undang
yang menekankan aspek psikologis.
tetapi tidak memadai;
Hukuman
c.1 Kekosongan
hukum
ini
hampir
selalu
tersebut
melibatkan perlakuan yang kejam
tidak dapat diatasi dengan cara
dan peyiksaan yang ekstrim yang
membuat Undang-Undang secara
menyebabkan
prosedur
penderitaan.
biasa
karena
akan
kematian
Kedua,
dan
hukuman
memerlukan waktu yang cukup
tersebut dilakuan secara terbuka di
lama sedangkan keadaan yang
depan banyak orang (publik) dan
mendesak
masyarakat (penonton) dipersilahkan
tersebut
perlu
kepastian untuk diselesaikan;
Dari kriteria tersebut di atas,
untuk melihat proses penghukuman
(penyiksaan)
tersebut
secara
Seolah-olah,
atraksi
ukuran kebutuhan mendesak dan
langsung.
kekosongan hukum tidak terpenuhi,
penghukuman
dikarenakan pengaturan mengenai
sebagai hiburan. Aparat berwenang
kejahatan seksual sudah terakomodir
melakukan
di dalam UU No. 35 Tahun 2014
depan umum sebagai upaya untuk
tentang
membawa wacana keadilan hukum
Perlindungan
Anak.
tersebut
eksekusi
publik.24
dianggap
tersebut
Sehingga dapat dikatakan bahwa
keruang
Perpu No. 1 Tahun 2016 tidak
hukuman dimasa lalu, kini hukuman
memenuhi
telah berganti. Secara sosiologis,
syarat
formal
Inilah
di
potret
pembentukan Perpu.
24
Oliver dalam Nanang Martono,
Loc.cit, hal. 80.
215
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
merupakan
para “ahli” - psikiater, pekerja sosial,
cerminan proses penegakan hukum
dewan pembebasan bersyarat - yang
dan menunjukan karakter masyarakat
memutuskan dan menetapkan bagi
saat itu.
narapidana bentuk hukuman tertentu.
metode
hukuman
Lebih
lanjut,
Foucault
perubahan
metode
ditunjukan untuk membalas dendam
hukuman yang diterapkan dalam
(baik untuk mencegah orang lain
masyarakat modern. Setidaknya ada
berbuat
empat perubahan menurutnya, yaitu:
keadilan), melainkan bertujuan utuk
Pertama, proses penghukuman tidak
memperbaiki diri perilaku terhukum
lagi dilakukan di depan publik,
dan fungsi rehabilitasi.25
merumuskan
Keempat,
melalui “pertunjukan spektakuler”
penghukuman
hal
sama
bukan
atau
demi
Sejalan dengan hal tersebut,
untuk menunjukan semua kekuatan
pemberian
sang raja, melainkan proses ini
pada pelaku kejahatan seksual anak
dilakukan
ditempat
dengan dengan mengebirinya melalui
(tertutup),
untuk
terpisah
menghindari
pemberatan
suntikan
hukuman
carian
kimiawi,
perasaan malu pada diri terhukum
menunjukkan cara berfikir balas
serta
dendam yang merupakan pendekatan
untuk
menjaga
ketertiban
umum. Kedua, yang menjadi dasar
hukuman
hukuman
ditinggalkan. Pendekatan ini pun
bukan
kejahatan
lagi
semata,
bentuk
melainkan
dinilai
yang
sudah
merupakan
pendekatan
penegak hukum juga memfokuskan
hukuman
pada faktor yang melatarbelakangi
masyarakat primitif dan terkesan
terjadinya kejahatan tersebut, apakah
barbarisme.
faktor lingkungan, keturunan, atau
pemberatan hampir tidak memiliki
tindakan
korelasi
orang
menyebabkan
melakukannya.
tua,
yag
mereka
Ketiga,
telah
untuk
yang
yang
lama
dilakukan
Penghukuman
dengan
berkurangnya
kejahatan seksual pada anak. Di
banyak
Negara,
hukuman
menentukan sifat dan lama hukuman
bukanlah seorang hakim melainkan
oleh
25
Ibid, hal. 84-85.
balas
216
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
dendam kepada pelaku kejahatan
Sumpah Dokter dan KODEKI yang
sudah tidak popular lagi, bahkan
mewajibkan
menimbulkan banyak protes dari
menjunjung tinggi, menghayati dan
masyarakat dan berbagai organisasi
mengamalkan sumpah dan atau janji
HAM. Secara akademik hukuman ini
dokter
juga
efek
Kedokteran Indonesia) sebagaimana
pemulihan pada korban. Seorang ahli
secara khusus yang disebutkan pada
kriminal anak Jocelyn B. Lamm dari
angka 1 dan 5 yang menyatakan
Yale University, mengatakan bahwa
bahwa: “Saya akan membaktikan
krimimalisasi tidak memberikan efek
hidup
jera sama sekali kepada pelaku
perikemanusiaan dan saya tidak akan
tindak
menggunakan
tidak
memberikan
pidana
diperlukan
yang
ini,
pola-pola
dapat
karena
itu
penuntutan
memberikan
rasa
“terlindungi” dan rasa “pemuliaan”
yang dihadiahkan kepada korban
kejahatan ini.26
setiap
(Pasal
saya
1
dokter
Kode
guna
Etik
kepentingan
pengetahuan
saya
untuk sesuatu yang bertentangan
dengan perikemanusian, sekalipun
diancam”.
Lebih
lanjut
dalam
melakukan tindakan medis, seorang
Sejalan dengan hal tersebut
dokter terikat untuk terlebih dahulu
Pengurus Besar IDI melalui siaran
memperoleh
persetujuan
berita
kedokteran
sebagaimana
menyampaikan penolakan sebagai
diamanatkan
Pasal
eksekutor
Menteri
tertanggal
9
Juni
pelaksanaan
2016
hukuman
2
Kesehatan
tindakan
yang
Peraturan
Republik
kebiri kimia. Aksi penolakan yang
Indonesia
dilakukan oleh IDI tentunya bukan
290/Menkes/Per/III/2008
tanpa makna dan bukan pula sekedar
meyebutkan bahwa:
seremonial
(1). Semua tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadap
pasien
harus
mendapat
persetujuan.
(2). Persetujuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat
hegemoni
atawa
para
aktivis
mengejar
HAM.
Penolakan IDI dilatar belakangi oleh
26
Supriyadi Widodo Eddyono dkk,
Op.cit., hal, 16.
Nomor
yang
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
diberikan
secara
tertulis
maupun lisan.
(3). Persetujuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diberikan
setelah
pasien
mendapat penjelasan yang
diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran dilakukan.
Adapun persetujuan tindakan
c. Siapa Eksekutor
Kebiri Kimia
Untuk
217
Hukuman
mengetahui
sejauh
mana efektivitas dari hukum, maka
pertama-tama
mengukur,
yang
harus
dapat
“sejauh
mana
aturan
hukum itu ditaati atau tidak ditaati”.
adalah
Achmad Ali membagi efektivitas
oleh
hukum menjadi dua, yaitu efektivitas
pasien atau keluarga terdekat setelah
hukum secara umum dan efektivitas
mendapat penjelasan secara lengkap
terhadap
kedokteran
persetujuan
dimaksud
yang diberikan
mengenai tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadap pasien.
Dengan terikatnya dokter terhadap
Sumpah Dokter dan KODEKI serta
tidak
mungkinnya
diperoleh
persetujuan dari pasien (terpidana)
dan/atau keluarga pasien (keluarga
terpidana)
hukuman
membuat
kebiri
pelaksanaan
tidak
mungkin
dilakukan oleh dokter. Selain itu juga
belum jelasnya pengaturan di dalam
peraturan
perundang-undangan
mengenai siapa yang akan menjadi
eksekutor
hukuman
menambah
daftar
kebiri
persoalan
pelaksanaan hukuman kebiri kimia.
perundang-undangan.
Untuk mengetahui efektif tidaknya
suatu
perundang-undangan
tergantung pada beberapa faktor,
antara lain:27
a) Pengetahuan
tentang
substansi (isi) perundangundangan.
b) Cara-cara
untuk
memperoleh pengetahuan
tersebut.
c) Institusi
yang
terkait
dengan
ruang
lingkup
perundang-undangan
di
dalam masyarakat.
d) Bagaimana proses lahirnya
suatu perundang-undangan,
yang tidak boleh dilahirkan
secara tergesa-gesa untuk
kepentingan
instant
(sesaat), yang diistilahkan
27
Achmad Ali, 2013, Menguak
Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori
Peradilan (Judicialprudence) Termasuk
Interpretasi
Undang-Undang
(Legisprudence), Cetakan ke-5, Kencana,
Jakarta, hal. 378-379.
218
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
oleh
Gunnar
Myrdall
sebagai sweep legislation
(undang-undang
sapu),
yang memiliki kualitas
buruk
dan tidak sesuai
dengan
kebutuhan
masyarakatnya.
Dengan
indikator
menggunakan
tersebut,
efektivitas
hukuman kebiri kimia sebagimana
yang diatur dalam Pasal 81 ayat (7)
Perpu No. 1 Tahun 2016 dapat
dikatakan rendah karena: Pertama,
substansi mengenai hukuman kebiri
kimia masih banyak diperdebatkan
oleh masyarakat karena dianggap
bertentangan dengan HAM. Kedua;
IDI sebagai wadah tunggal profesi
kedokteran
menolak
Ketiga, proses lahirnya Perpu No. 1
2016
tidak
memenuhi
prosedur formal pembentukan Perpu.
Secara normatif, penolakan
IDI
kebiri
sebagai
tidak
eksekutor
dapat
aktor
utama
yang
menjadi eksekutor hukuman kebiri
menjadi
semakin
tidak
jelas.
Sedangkan secara jelas dinyatakan di
dalam undang-undang bahwa profesi
kedokteran mempunyai karakteristik
yang khas. Kekhasan ini terlihat dari
pembenaran yang diberikan oleh
hukum
yaitu
diperkenankannya
melakukan tindakan medis terhadap
tubuh
manusia
memelihara
dalam
dan
upaya
meningkatkan
derajat kesehatan. Tindakan medis
terhadap
tubuh
manusia
yang
dilakukan bukan oleh dokter dapat di
golongkan sebagai tindak pidana.28
menjadi
eksekutor hukuman kebiri kimia.
Tahun
dikarenakan
hukuman
dikategorikan
sebagai tindakan melawan hukum.
Hal ini karena norma yang mengatur
mengenai eksekutor hukuman kebiri
C. PENUTUP
1. Simpulan
Pengaturan hukuman kebiri
kimia bagi pelaku kejahatan seksual
terhadap
anak
menuai
beragam
tanggapan pro dan kontra. Salah
satunya
penolakan
IDI
sebagai
eksekutor hukuman kebiri dan tentu
saja hal tersebut harus segera di
formulasikan solusinya, yaitu pada
belum ditetapkan. Akan tetapi hal ini
28
tentu
saja
sangat
problematik,
Penjelasan umum atas UndangUndang republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran.
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
tataran
pembentukan
undang-undang
penegakan
dan
hukum.
terangkum
peraturan
pada
Hal
pada:
aspek
tersebut
hukuman
kebiri
kimia.
219
Kedua,
keberadaan Perpu No. 1 Tahun 2016
tidak
memenuhi
syarat
formal
Pertama,
kegentingan memaksa sebagaimana
Pembentukan Perpu Nomor 1 Tahun
yang dijelaskan di dalam Putusan
2016 tidak sesuai dengan syarat
Mahkamah
kegentingan
138/PUU-VII/2009, oleh karena itu
yang
sebagaimana
memaksa
nomor
oleh
sebaiknya Perpu ini di cabut dan
Konstitusi
tetap menggunakan Peraturan yang
Nomor 138/PUU-VII/2009. Kedua,
telah ada sebelumnya, hanya saja
penolakan IDI sebagai eksekutor
yang perlu mendapat perhatian lebih
hukuman kebiri bukanlah sebagai
adalah
bentuk perbuatan melawan hukum
penegakan
akan
IDI
bagaimana memaksimalkan peran
menimbulkan polemik siapa yang
dan fungsi kepolisian, jaksa dan
seharusnya
hakim dalam melakukan pencegahan,
Putusan
diamanatkan
Konstitusi
Mahkamah
tetapi
penolakan
menjadi
eksekutor
pada
aspek
hukum,
penguatan
khususnya
hukuman kebiri kimia.
penindakan dan penjatuhan hukuman
2. Saran
yang adil.
Pembentukan
peraturan
perundang-undangan
seyogyanya
harus
holistik
memperhitungkan
yang
ada,
pembahasan
dengan
pelbagai
aspek
yaitu:
Pertama,
mengenai
substansi
pengaturan kebiri kimia di dalam
Perpu No. 1 Tahun 2016 seharusnya
melibatkan
unsur-unsur
tenaga
kesehatan,
khsusunya
profesi
kedokteran
sehingga
dapat
meminimalisir penolakan terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Achmad Ali, 2013, Menguak Teori
Hukum (Legal Theory) dan
Teori
Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk
Interpretasi Undang-Undang
(Legisprudence), Cetakan ke5, Kencana, Jakarta.
C.S.T. Kansil, 1983, Praktek Hukum
Peraturan Perundangan Di
Indonesia, Erlangga, Jakarta.
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
Jimly Asshiddiqie, 2010, Perihal
Undang-Undang, Rajawali
Pers, Jakarta.
Maria Farida, 1998, llmu PerundangUndangan Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, Kanisius,
Yogyakarta.
Nanang Martono, 2014, Sosiologi
Pendidikan Michel Foucault
Pengetahuan,
Kekuasaan,
Disiplin,
Hukuman
dan
Seksualitas, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
220
Internet
http://www.ilunifk83.com/t137
selintas-tentang-ikatandokter-indonesia,diakses pada
30 Juli 2016.
Keterangan
Pers
“Pandangan
Komnas HAM Mengenai
Hukuman Kebiri Bagi Pelaku
Kejahatan
Seksual”,
www.komnasham.go.id.
Moh
Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum dan
Perilaku; Hidup Baik Adalah
Dasar Hukum yang Baik,
Kompas, Jakarta.
Adib Khumaidi, Menolak
Kebiri Penjahat Seksual,
Suara
Merdeka
Perekat
Komunitas Jawa Tengah,
http://epaper.suaramerdeka.co
m, diakses pada tanggal 29
Mei 2016.
______________, 2009, Penegakan
Hukum
Suatu
Tinjauan
Sosiologis,
Genta
Publishing,
Yogyakarta.
Siaran Berita Pengurus Besar Ikatan
Dokter
Indonesia,
http://www.idionline.org
diakses pada tanggal 29 Juli
2016.
Supriyadi Widodo Eddyono dkk,
2016,
Menguji
Euforia
Kebiri; Catatan Kritis Atas
Rencana Kebijakan Kebiri
(Chemical Castration) Bagi
Pelaku Kejahatan Seksual
Anak Di Indonesia, Jakarta,
Institute for Criminal Justice
Reform, ECPAT Indonesia,
Mappi FH UI, Koalisi
Perempuan Indonesia, Aliansi
99 Tolak Perppu Kebiri.
Zachroni, “Efektivitas Pengundangan
dan engumuman Peraturan
PerundangUndangan”,https://
www.google.co.id/#q=kekuat
an+mengikat+peraturan+peru
ndangundangan+pdf&start=2
0.
Muhammad
Syawal,
http://soskita.blogspot.co.id/2
015/10/sejarah-hukumankebiri.html, diakses pada
tanggal 02 Agustus 2016.
Ahmad Fahmi Raharja, S.H., LL.M. Episteme...
Jurnal
Zihan Syahani, 2016, Sansksi Kebiri:
Antara HAM dan Efek Jera
dalam Update Indonesia :
Tinjauan Bulanan Ekonomi,
Hukum, Keamanan, Politik,
dan
Sosial, Centre For
Public Policy Reasearch,
Volume X, No. 6, The
Indonesian Institute.
Skripsi
Ngabdul Munggim, 2015, Studi
Terhadap
Sanksi
Kebiri
Sebagai Alternatif Hukuman
Bagi Pelaku Tindak Pidana
Pedofilia,
Skripsi
Pada
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
221
Download