Isu Terorisme

advertisement
Isu Terorisme
Indonesia mengutuk keras tindak terorisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya serta menekankan pentingnya untuk tidak menyamakan
terorisme dengan agama atau kelompok etnis tertentu. Indonesia sepakat bahwa
kampanye melawan terorisme hanya dapat dimenangkan melalui langkahlangkah yang komprehensif dan seimbang sepenuhnya sejalan dengan tujuan dan
prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kovenan-kovenan hak asasi
manusia.
Indonesia percaya bahwa tugas penting utama untuk menangani terorisme
adalah meletakkan fondasi hukum yang dapat melindungi baik kepentingan
publik maupun hak-hak asasi manusia sebagai dasar penegakan hukum untuk
memberantas terorisme. Kerangka hukum yang kuat yang akan menjadi dasar
kebijakan nasional dan tindakan kita dalam memerangi terorisme didasarkan
pada proses nasional dan hasil dari proses internasional. Dalam kaitan ini,
Indonesia telah membuat hukum dan peraturan-peraturan anti terorisme dan
menjadi pihak pada beberapa konvensi internasional yang relevan.
Di lingkungan domestik, sesuai dengan komitmen Indonesia untuk memerangi
terorisme, Indonesia telah mengundangkan UU No. 15 tahun 2003 tentang
Pemberantasan Terorisme yang juga mencakup perlindungan baik hak-hak
terdakwa maupun hak-hak korban tindak terorisme.
Pada tingkat internasional, Indonesia dewasa ini telah menjadi negara pihak pada
Konvensi-Konvensi PBB yang menangani terorisme internasional[1] dan negara
penandatangan pada konvensi-konvensi lainnya[2]. Secara konsisten, Indonesia juga
memenuhi kewajibannya untuk menyampaikan laporan kepada Komite Anti Terorisme DK
PBB sesuai dengan Resolusi 1373 dan Komite Sanksi Dewan Keamanan (DK) PBB menurut
Resolusi 1267 mengenai berbagai tindakan nasional dalam konteks pelaksanaan resolusiresolusi PBB tentang terorisme yang relevan. Indonesia juga telah menyampaikan
laporannya mengenai implementasi Resolusi 1540 DK PBB tentang non-proliferasi senjata
pemusnah masal ke tangan aktor bukan negara, termasuk kelompok teroris. Indonesia
menyambut diterimanya Konvensi Internasional Pemberantasan Tindakan Terorisme Nuklir
dalam Sidang Majelis Umum PBB pada bulan April 2005. Indonesia selanjutnya mendukung
segera tercapainya secara konsensus Konvensi Komprehensif tentang Terorisme
Internasional. Penerimaan konvensi ini akan memberikan sinyal jelas atas upaya masyarakat
internasional yang bulat dan bersatu untuk menghapuskan kejahatan ini.
Selanjutnya untuk memperkuat upaya regional melawan terorisme, khususnya dalam
area penegakan hukum, berbagi informasi dan kerangka hukum, Indonesia, bersama
Australia berinisiatif dan menjadi tuan rumah bersama Pertemuan Regional Para
Menteri Melawan Terorisme di Bali pada tanggal 4-5 Februari 2004. Pertemuan yang
dihadiri oleh para menteri luar negeri dan penegakan hukum seregional ini
menyetujui sejumlah rekomendasi aksi dalam area tersebut, dan pengaturanpengaturan tindak lanjutnya, terutama pembentukan kelompok kerja praktisi
penegakan hukum dan kelompok kerja isu-isu hukum regional. Pertemuan Menteri
juga mendukung keputusan Indonesia dan Australia untuk mendirikan Jakarta
Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC). JCLEC didirikan pada bulan Juli
2004 di Semarang dan beroperasi penuh mulai bulan Desember 2004.
Kunjungi website: http://www.un.org/terrorism/ , www.jclec.com
[1] Konvensi tentang Kejahatan dan Tindakan Tertentu Lainnya yang Dilakukan di
Dalam Pesawat Terbang (1963); Konvensi Pemberantasan Penguasaan secara
Melawan Hukum atas Pesawat Terbang (1970); Konvensi Pemberantasan Tindakan
Melawan Hukum terhadap Keselamatan Penerbangan Sipil (1971); dan Konvensi
Perlindungan
Fisik
atas
Bahan
Nuklir
(1980).
[2]Protokol Pemberantasan Tindakan Kekerasan Melawan Hukum di Bandara untuk
Penerbangan Sipil (1988); dan Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan
Terorisme
(1999).
Jakarta,Juli 2005
Diit. Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata.
Download