PERBEDAAN NILAI HITUNG JUMLAH ERITROSIT PADA PENGAMBILAN DARAH VENA POSISI DUDUK DAN BERBARING KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan Pada Program Studi D3 Analis Kesehatan Oleh : PEBRI PUSPITASARI NIM. 13DA277030 PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 THE DIFFERENCES IN VALUE CALCULATE NUMBER OF ERYTHROCYTES IN VENOUS BLOOD SAMPLING SITTING AND LYING POSITIONS1 Pebri Puspitasari2 Minceu Sumirah3 Doni Setiawan4 ABSTRACT Calculate the amount of erythrocytes examination is an examination which aims to determine the number of erythrocytes in blood 1μL. Before conducting the inspection, at the time of sampling also are important things to look for that may affect the results of the examination, including the position of sampling. Has conducted research value differences in counting the number of erythrocytes in venous blood sampling sitting and lying positions, which is housed in the Laboratory of Muhammadiyah STIKes Ciamis. The purpose of this study to determine just how much difference the value of counting the number of erythrocytes in venous blood sampling sitting and lying positions. The method used in this research is the analytical method using Ttest. This study used 30 samples of venous blood in normal patients taken from Muhammadiyah Student STIKes Ciamis female sex. From the research results are statistically significant differences with a significance value of 0.016 or p value ≤ 0.05. Conclusions from this research is that there is statistically significant difference between the results of the number of erythrocytes in venous blood sampling sitting and lying positions. With the trend in the sitting position calculated value higher number of erythrocytes. Keywords : Count the number of erythrocytes, sitting position, lying position Bibliography : 15, 1999-2015 Description : 1 Title, Student Name 2, 3 Name of Supervisor I, 4 Name supervisor II v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan hematologi merupakan salah satu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan darah, baik sel darah atau komponen yang terlarut dalam plasma yang digunakan untuk mendiagnosis kelainan dan keadaan didalam tubuh. Pemeriksaan hematologi berfungsi untuk mendeteksi kelainan jumlah sel, kelainan darah karena adanya kelainan organ, kelainan fungsi darah, meningkatnya jumlah leukosit karena adanya infeksi dan kelainan pembekuan darah (hemostasis) (Nugraha, 2015). Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Alaq ayat 2; Artinya :“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah” Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia dari segumpal darah, yang kemudian dari segumpal darah tersebut Allah SWT menjadikan manusia yang terdiri dari berbagai sistem organ. Sistem organ tersebut dapat dilalui oleh darah melalui sistem peredaran darah. Sehingga darah dapat mewakili keadaan didalam sistem organ di dalam tubuh apabila terjadi kelainan. Maka dari itu darah juga merupakan salah satu spesimen yang dapat dijadikan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan hematologi rutin diantaranya adalah pemeriksaan Hemoglobin, Hematokrit, Laju Endap Darah (LED), Hitung Jumlah Leukosit, Hitung Jumlah Eritrosit, Hitung Jumlah Eosinofil, Indeks Eritrosit dan Fragilitas Osmotik Eritrosit (Gandasoebrata, 2010). Menurut Nugraha (2015), pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk menentukan jumlah eritrosit dalam 1µL darah. Satuan yang digunakan dalam Hitung Jumlah 1 2 Eritrosit adalah sel/mm3, sel/µL, x 103 sel/mL dan x106 sel/L. Menurut Riswanto (2013), cara menghitung Jumlah Eritrosit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu manual dan elektronik (otomatis). Cara manual dilakukan dengan metode bilik hitung, yaitu darah diencerkan dalam pipet eritrosit menggunakan larutan Hayem yang dihitung menggunakan kamar hitung atau bilik hitung. Sedangkan Hitung Jumlah Eritrosit metode otomatis adalah menghitung jumlah eritrosit menggunakan alat penghitung otomatis, yaitu Hematology Analyzer. Dalam proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada 3 tahap penting yaitu pra-analitik, analitik dan pasca analitik. Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi 61% dari total kesalahan. Sementara kesalahan pada tahap analitik memberikan kontribusi kesalahan 25% dari total kesalahan dan pada tahap pasca analitik sebesar 14%. Proses pra-analitik meliputi persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman spesimen, penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen. Sebelum melakukan pemeriksaan, pada saat pengambilan sampel juga terdapat hal-hal penting yang harus diperhatikan yang dapat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan, diantaranya diet, aktifitas fisik, dehidrasi, merokok, umur, ras, stress, suhu atau kelembapan dan posisi saat pengambilan sampel. Komposisi darah dipengaruhi oleh posisi tubuh pasien sebelum dan selama venipuncture. Posisi tubuh dari berbaring terlentang ke posisi duduk menyebabkan sebagian air atau plasma darah meresap ke dalam jaringan yang mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningkatkan elemen atau zat yang tidak dapat dengan mudah melewati dinding pembuluh darah seperti protein, kalsium, zat besi dan sel darah. Untuk menormalkan kembali keseimbangan cairan tubuh dari perubahan posisi, dianjurkan kepada pasien untuk duduk tenang sekurang-kurangnya 15 menit sebelum pengambilan sampel (Riswanto, 2013). 3 Sebagai mana Allah berfirman dalam Al-Quran surart Al Hujurat ayat 6: Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman jika datang seseorang yang fasik kepadamu dengan membawa berita, maka tangguhkanlah (hingga kamu mengetahui kebenarannya) agar tidak menyebabkan kamu berada dalam kebodohan (kehancuran) sehingga kamu menyesal terhadap apa yang kamu lakukan” Ayat tersebut berkaitan dengan penelitian ini menjelaskan bahwa kita sebagai tenaga laboratorium yang akan mendiagnosis suatu keadaan pasien harus memberikan informasi atau hasil pemeriksaan laboratorium yang akurat. Salah satunya dengan memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi dalam pemeriksaan misalnya posisi dalam pengambilan sampel supaya tidak menyebabkan kesalahan yang berakibat fatal atau merugikan terhadap pasien. Pada kenyataannya sesuai pengalaman praktikum di lapangan, tenaga kesehatan yang bertugas mengambil sampel darah tidak pernah memperhatikan posisi pasien saat pengambilan sampel. Maka dari itu peneliti bermaksud melakukan penelitian pengaruh pengambilan darah vena posisi duduk dan berbaring terhadap pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah “ Seberapa Besar Perbedaan Nilai Hitung Jumlah Eritrosit pada Pasien dengan Pengambilan Sampel Posisi Duduk dan Berbaring ? “ 4 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umun dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan nilai hitung jumlah eritrosit metode manual pada pasien dengan cara pengambilan sampel posisi duduk dan berbaring. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya : a. Mengetahui nilai hitung jumlah eritrosit metode manual dengan pengambilan sampel posisi duduk. b. Mengetahui nilai hitung jumlah eritrosit metode manual dengan pengambilan sampel posisi berbaring. c. Mengetahui nilai hitung jumlah eritrosit metode manual dengan pengambilan sampel posisi duduk dan berbaring. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah wawasan terhadap penulis mengenai pentingnya pengambilan sampel posisi duduk dan berbaring. 2. Bagi Analis Kesehatan Hasil penelitian ini keterampilan serta dapat pengambilan sampel yang dapat menambah wawasan dan lebih mempertimbangkan dapat berpengaruh posisi terhadap pemeriksaan. 3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan yang terkait serta menambah kepustakaan bagi pendidikan. 5 E. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah “Perbedaan Pengambilan Darah Vena Pada Posisi Duduk dan Berbaring Terhadap Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin” yang dilakukan oleh Istiqomah pada tahun 2008. Hasil penelitian tersebut menunjukan adanya perbedaan kadar hemoglobin pada posisi duduk dan berbaring. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Istiqomah (2008). Pada penelitian ini, peneliti akan mengkaji mengenai “Perbedaan Nilai Hitung Jumlah Eritrosit Pada Pengambilan Darah Vena Posisi Duduk dan Berbaring”. Perbedaan penelitian ini juga terletak pada variabel yang diteliti, waktu penelitian, tempat penelitian serta populasi dan sampel yang diteliti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Darah a. Definisi Darah Darah merupakan salah satu jaringan yang berada didalam tubuh yang berwarna merah dan berbentuk cair. Darah didistribusikan keseluruh tubuh melalui pembuluh darah dari jantung dan akan kembali lagi menuju jantung. Sistem ini mempunyai fungsi mentranspor sisa metabolisme dan memenuhi kebutuhan sel dan jaringan ke seluruh tubuh (Nugraha, 2015). b. Fungsi Darah 1) Alat transpor makanan, yang diserap oleh saluran cerna dan diedarkan ke seluruh tubuh. 2) Alat transpor O2, yang diambil oleh paru-paru dan diedarkan ke seluruh tubuh. 3) Alat transpor antar jaringan dari bahan-bahan yang diperlukan oleh suatu jaringan dibuat oleh jaringan lain. 4) Alat transpor bahan buangan dari jaringan ke alat-alat ekskresi. 5) Mempertahankan keseimbangan dinamis (homeostatis) dalam tubuh. 6) Mempertahankan suhu tubuh, mengatur keseimbangan distribusi air dan mempertahankan keseimbangan asam basa. 7) Mempertahankan tubuh dari senyawa asing yang dapat menimbulkan ancaman. (Sarpini, 2014). 6 7 c. Komposisi Darah Darah tersusun atas komponen darah, yaitu plasma dan sel-sel darah. 1) Plasma Plasma darah yaitu bagian cair darah yang sebagian besar terdiri dari air (92%), 7% protein, 1% nutrien, hasil metabolisme, enzim, gas pernafasan, faktor pembekuan, garam organik dan hormon-hormon. Proteinprotein dalam plasma terdiri dari serum albumin (alpha-1 globulin, alpha-2 globulin, beta globulin dan gamma globulin), protombin, fibrinogen dan protein esensial untuk koagulasi. Serum globulin dan gamma globulin sangat penting untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid dan gamma globulin juga mengandung immunoglobulin seperti IgM, IgG, IgA, IgD dan IgE untuk mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme. 2) Sel-sel darah Sel-sel darah sekitar 45% terdiri atas eritrosit, leukosit, dan trombosit atau platelet. Yang merupakan unsur terbanyak adalah sel darah merah sekitar 44% sedangkan leukosit dan trombosit hanya 1%. Sel darah putih terdiri dari basofil, eosinofil, neutrofil, limposit dan monosit. (Tarwoto & Martonah, 2008). d. Hematopoiesis Hematopoiesis adalah produksi dan diferensiasi, perkembangan, serta pematangan dari semua sel darah. Sumsum tulang mampu menghasilkan 3 miliar eritrosit, 1,5 miliar leukosit, 2,5 miliar trombosit per hari per Kg berat badan. 8 Allah berfirman dalam surat Al-Mu`minun ayat 14 : Artinya :” Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” Berdasarkan ayat tersebut menjelaskan asal mula pembentukan manusia serta disebutkan bahwa pembentukan manusia melalui tahap serta terdapat komponen-kompenen penyusunnya. Seperti halnya pembentukan sel darah yang terdiri dari komponen-komponen penyusunnya. Terjadinya pembentukan sel darah tersebut terlebih dahulu diawali dengan pembentukan manusia yang dijelaskan pada ayat tersebut. Dalam sumsum tulang terdapat struktur dasar suatu mekanisme yang berfungsi untuk : 1) Secara terus menerus memasok sirkulasi perifer dengan sel-sel darah yang telah matang. 2) Mobilisasi sumsum tulang untuk meningkatkan produksi jika kondisi hematologi terjamin. 3) Mengompensasi hematopoiesis diluar sumsum tulang (yaitu di hati dan limpa), bila sumsum tulang menurun produksinya. Hematopoiesis dalam sumsum tulang disebut hematopoiesis intameduler, sedangkan hematopoiesis yang 9 terjadi diluar sumsum tulang disebut hematopoiesis ekstrameduler. Beberapa keadaan dimana sumsum tulang yang dapat mengurangi kemampuan dalam hematopoiesis, maka hati dan limpa dapat berfungsi sebagai organ primer untuk hematopoiesis. Jika hematopoiesis ekstramedular terus berlangsung, maka hati dan limpa akan membesar yang disebut dengan hepatosolenomegali (Kiswari, 2014). Organ-organ yang berperan dalam hematopoiesis diantaranya : 1) Limpa Limpa berada dibawah diafragma sebelah kiri dari lambung. Tersusun dari tiga tipe jaringan, yaitu white pulp, red pulp dan marginal pulp yang berperan dalam keseimbangan pembentukan dan pemecahan sel darah. White pulp berisi limposit dan makrofag yang berfungsi menyaring darah dan membersihkan sel-sel asing seperti bakteri dan sel-sel darah merah yang sudah tua. Red pulp merupakan sinus-sinus vaskular yang berisi sel-sel darah merah dan trombosit. Marginal pulp merupakan tempat terakhir dari arteri dan pembuluh darah lainnya. Selama pembentukan darah ini, limpa menghancurkan sel darah merah yang sudah tua dengan cara fagosit, dan membantu metabolisme besi dengan cara memecah hemoglobin. 2) Hati Hati merupakan tempat utama produksi dari faktor pembekuan darah dan protombin, menghasilkan empedu dan mengaktifkan vitamin K. Pembentukan sel darah dimulai dari adanya sel induk hemopoetik (hematopoitietic stem cell). Sel induk yang paling primitif adalah sel induk pluripotent. 10 Sel induk pluripotent berdiferensiasi menjadi sel induk myeloid dan sel induk lymphoid yang selanjutnya melalui proses yang kompleks dan rumit akan terbentuk sel-sel darah. Sel-sel eritroid akan menjadi eritrosit, granulositik, dan monositik akan menjadi granulosit dan monosit, serta megakariosit akan menjadi trombosit. Dalam pembentukan darah memerlukan komponen-komponen khusus seperti vitamin B12, asam folat, cobalt, magnesium, tembaga, senk, zat besi, asam amino, vitamin C dan vitamin B kompleks. (Tarwoto & Martonah, 2008). 2. Eritrosit a. Definisi Eritrosit Eritrosit atau sel darah merah merupakan cairan bikonkaf dengan diameter 7µm. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara membran dan inti sel. Warna kuning kemerah-merahan disebabkan adanya kandungan zat yang disebut hemoglobin. Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan ribosom serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis dan pembentukan protein. Gambar 2.1 Sel Darah Merah (eritrosit) Sumber : Handayani & Hariwibowo (2008) 11 Komponen eritrosit diantaranya : 1) Membran eritrosit. 2) Sistem enzim : enzim G6PD (Glucose 6- Phosphatedehydrogenase). 3) Hemoglobin. (Handayani & Hariwibowo, 2008). b. Fungsi Eritrosit Sel darah merah mengandung protein hemoglobin (Hb), yang berfungsi untuk mengangkut oksigen. Setiap sel darah merah mengandung sekitar 300 juta hemoglobin yang masing-masing berfungsi mengikat oksigen. Pada kapiler di paru-paru sel darah merah akan mengikat oksigen dan membentuk oksihemoglobin. Pada kapiler sistemik hemoglobin akan memberikan sebagian besar oksigennya dan hemoglobin semakin berkurang (Scanlon, 2007). c. Eritropoiesis Eritropoiesis adalah proses pembentukan dan pematangan eritrosit. Eritrosit dibentuk dalam sumsum tulang dengan bentuk awal sebagai rubliblas (pronormoblas). Dalam proses pematangan, nukleus pronormoblas akan mengalami penyusutan dan pemadatan sehingga nukleus menjadi lebih kecil, sitoplasma terlihat berwarna biru proses pembentukan ribosom. Tahap tersebut dinamakan prorubrisit (normoblas basofilik). Sel akan terus berkembang menjadi lebih kecil, sitoplasma tampak biru dan merah karena menghasilkan hemoglobin, (normoblas polikromatik). sel ini sel mulai dinamakan rubrisit 12 Gambar 2.2 Pembentukan Sel Darah Merah (Eritropoiesis) Sumber : Handayani & Hariwibowo (2008) Semakin lama warna sitoplasma akan menjadi warna merah dan warna biru akan menghilang karena semakin eosinofilik. Sel tersebut dinamakan metarubrisit (normoblas otokromik atau normoblas asidofil). Fase selanjutnya nukleus dikeluarkan dari sel dan akan membentuk retikulosit. Retikulosit akan masuk ke sistem peredaran darah dalam waktu 1-2 hari RNA akan menghilang dan retikulosit akan menjadi eritrosit matang dengan jumlah hemoglobin yang cukup di dalam sel. Pembentukan eritrosit memerlukan zat besi, asam folat, vitamin B12 dan rantai globin. Proses pematangan eritrosit memerlukan hormon eritropoetin yang dihasilkan oleh sintesis di ginjal. Tiap hari eritrosit dibentuk sekitar 1012 sel melalui tahap eritropoesis (Nugraha, 2013). d. Nilai Rujukan dan Masalah Klinis Agar dapat menyalurkan oksigen dengan baik, maka eritrosit yang diproduksi dalam tubuh harus dalam jumlah yang memadai dan hemoglobin sel-sel ini secara kuantitatif harus normal dan dipertahankan dalam suatu status fungsional. Konsentrasi eritrosit harus dijaga dalam batas normal, dengan demikian dekstruksi eritrosit harus diimbangi dengan produksi eritrosit. Jumlah eritrosit dan hemoglobin 13 tidak selalu meningkat atau menurun secara bersamaan. Nilai rujukan eritrosit adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Nilai Normal Eritrosit Niali normal (x106/µL) 4,50-6,50 3,80-4,80 4,30-6,30 3,60-5,20 3,70-5,70 3,80-5,80 Kriteria Dewasa pria Dewasa wanita Bayi baru lahir Anak usia 1-3 tahun Anak usia 4-5 tahun Anak usia 6-10 tahun Sumber : Riswanto, 2013 Penurunan jumlah eritrosit dijumpai pada anemia, peningkatan hemolisis, perdarahan, trauma, leukemia, infeksi kronis, myeloma multiple, cairan per intra vena berlebih, gagal ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan, defisiensi vitamin, malnutrisi, infeksi parasit dan penyakit sistem endokrin. Peningkatan jumlah eritrosit dijumpai pada polisitemia vera, hemokonsentrasi, darah tinggi, penyakit kardiovaskuler. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pemeriksaan eritrosit diantaranya: 1) Pengambilan sampel darah di lengan yang terpasang cairan infus menyebabkan hitung eritrosit rendah akibat hemodilusi. 2) Aktifitas fisik pergeseran pembuluh berkeringat atau volume darah dan olahraga antara serta dapat kompartemen kehilangan perubahan menyebabkan kadar didalam cairan hormon karena yang menyebabkan menurunnya volume plasma. 3) Dehidrasi dapat menyebabkan hemokonsentrasi, yaitu suatu kondisi dimana komponen darah tidak dapat dengan mudah meninggalkan aliran darah. Hemokonsentrasi ini dapat menyebabkan meningkatnya nilai eritrosit. 14 4) Merokok dalam jumlah yang berlebihan dapat menaikan nilai eritrosit. 5) Ketinggian dapat menyebabkan meningkatnya nilai eritrosit. Hal ini dikarenakan penurunan tekanan oksigen pada ketinggian yang lebih tinggi menyebabkan tubuh menghasilkan lebih banyak eritrosit untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. 6) Jenis kelamin pasien memiliki pengaruh yang menentukan konsentrasi komponen darah banyak. Perbedaan kadar dan aktifitas zat tercermin dalam nilai normal antara lakilaki dan perempuan. 7) Kehamilan menyebabkan penurunan fisiologis dalam sistem tubuh. Peningkatan cairan tubuh yang normal selama kehamilan memiliki efek pengenceran pada eritrosit (hemodilusi) yang menyebabkan jumlah eritrosit rendah. 8) Faktor lingkungan seperti suhu dan kelembapan mempengaruhi komposisi cairan tubuh yang dapat mempengaruhi menyebabkan hasil cairan tes. Paparan interstisial panas bergerak akut kedalam pembuluh darah dan menurunkan laju filtrasi glomelurus. Hal ini akan mempengaruhi keringat yang meningkatkan komposisinya. berlebihan volume plasma Pengeluaran dapat dan cairan menyebabkan hemokonsentrasi. 9) Komposisi darah dipengaruhi oleh posisi tubuh pasien sebelum dan selama venipuncture. Posisi tubuh dari berbaring terlentang ke posisi duduk menyebabkan sebagian air atau plasma darah meresap ke dalam jaringan yang mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningkatkan elemen atau zat yang tidak dapat 15 dengan mudah melewati dinding pembuluh darah seperti protein, kalsium, zat besi dan sel darah (Riswanto, 2013). e. Metode Pemeriksaan Menghitung jumlah eritrosit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu manual dan otomatis. Metode manual dilakukan dengan metode bilik hitung dan metode otomais dilakukan dengan menggunakan alat otomatis yaitu Hematology Analyzer. 1) Metode Bilik Hitung Cara menghitung sel darah merah secara manual dilakukan dengan memakai pipet dan kamar hitung yang disebut dengan haemositometer. Prinsip pemeriksaan metode manual dengan bilik hitung yaitu darah diencerkan dalam pipet eritrosit, kemudian dimasukkan kedalam kamar hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam volume tertentu dengan menggunakan faktor konversi jumlah eritrosit per µL darah dapat diperhitungkan. Sebagai larutan pengencer dipakai larutan Hayem. Cara menghitungnya, pengenceran dalam pipet eritrosit ialah 200 kali. Luas tiap bidang kecil 1/400 mm 2, tinggi kamar hiutng 1/10 mm2, sedangkan eritrosit dihitung dalam 5x16 bidang kecil = 80 bidang kecil, yang jumlah luasnya 1/5 mm2. Faktor untuk mendapat jumlah eritrosit per µL darah menjadi 5x10x200= 10.000 (Gandasoebrata, 2010) Gambar 2.3 Kamar Hitung Sumber : Riswanto (2013) 16 Keterangan : W : white blood cell, kotak untuk menghitung leukosit R : red blood cell, kotak untuk menghitung eritrosit 2) Metode otomatis Pemeriksaan nilai Hitung Jumlah Eritrosit metode otomatis menggunakan alat Hematology Analyzer. Prinsip dari alat ini adalah akibat interaksi pengukuran dan penyerapan sinar sinar yang mempunyai panjang gelombang tertentu dengan larutan atau sampel yang dilewatinya. Alat ini bekerja berdasarkan prinsip flow cytometer, yaitu metode pengukuran jumlah dan sifat-sifat sel yang dibungkus oleh aliran cairan melalui celah sempit. Ribuan sel dialirkan melalui celah tersebut sedemikian rupa sehingga sel dapat lewat satu per satu, kemudian dilakukan perhitungan jumlah sel dan ukurannya. Gambar 2.4 Prinsip Flow Cytometer Sumber : Sandika (2014) Prinsip impedansi listrik berdasarkan pada variasi impedansi yang dihasilkan oleh sel-sel darah di dalam mikrooperture (celah chamber mikro). Yang mana sampel darah yang diencerkan akan melalui mikrooperture yang dipasangi dua elektroda pada dua sisinya (sisi sekum dan 17 konstan ) yang pada masing-masing arus listrik berjalan secara continue maka akan terjadi peningkatan resistensi listrik (impedansi) pada kedua elektroda sesuai dengan volume sel (ukuran sel) yang melewati impulst / voltage yang dihasilkan oleh amplifier circuit ditingkatkan dan dianalisa oleh elektonik system (Sandika, 2014). Gambar 2.5 Hematology Analyzer Sumber : Sandika (2014) 3. Sistem Sirkulasi Darah Jantung adalah organ utama peredaran darah. Darah dialirkan dari jantung ke organ-organ tubuh melalui jaringan rumit dari arteri, arteriol dan kapiler. Kemudian kembali ke jantung melalui jalan venula dan vena. Sistem vaskuler dibagi menjadi dua sirkulasi yaitu sirkulasi pulmonal dan sistemik. a. Sirkulasi pulmonal Darah yang mengandung banyak CO2 dari seluruh tubuh masuk ke atrium kanan melalui vena cava suferior dan interior. Kontraksi atrium kanan didorong ke ventrikel kanan melalui katub tricuspidalis. Dari ventrikel kanan darah dipompakan melalui katub pulmonalis ke arteri pulmonalis. Kemudian arteri ini bercabang yang berakhir di kapiler-kapiler disekitar alveolus dimana akan terjadi pertukaran gas CO2 dan O2. Darah kemudian masuk kedalam venula pulmonalis dan melanjutkan diri melalui vena pulmonalis kembali ke atrium kiri yang selanjutnya masuk ke ventrikel kiri. 18 b. Sirkulasi sistemik Sirkulasi sistemik melibatkan seluruh pembuluh darah vena dan arteri. Vena cava superior menerima darah dari kepala, dada dan lengan. Sedangkan vena cava interior menerima darah dari tubuh bagian bawah. Kedua vena masuk kedalam atrium kanan (Rusbandi, 2014). 4. Posisi Pengambilan Sampel Perubahan sikap tubuh sebelum dan selama pengambilan sampel dapat mempengaruhi terhadap hasil pemeriksaan tertentu. Pada pengambilan sampel posisi duduk, kadar sel-sel darah akan lebih tinggi dibandingakan pada saat pengambilan sampel posisi berbaring. Penetapan Nilai Hitung Jumlah Eritrosit akan mengalami peningkatan jika sampel diambil pada keadaan posisi duduk. Hal ini disebabkan karena pada saat posisi duduk terjadi peningkatan oksigen sehingga mikrosirkulasi berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah. memungkinkan Pada untuk saat terjadi peningkatan aliran peningkatan darah terhadap ini hasil pemeriksaan Nilai Hitung Jumlah Eritrosit. Pada saat pengambilan sampel posisi berbaring vsikositas darah akan mengalami penurunan dan perfusi meningkat. Hal ini menyebabkan mikrosirkulasi akan menurunkan aliran darah dan memungkinkan terjadi penurunan terhadap pemeriksaan Nilai Hitung Jumlah Eritrosit (Isbiter,1999). Darah di dalam tubuh mempunyai nilai BM (berat molekul) yang rendah. Pada molekul yang mempunyai nilai BM yang besar jika posisi pada saat dan sebelum pengambilan sampel berubah, dapat menyebabkan terjadinya pergeseran cairan tubuh ke bagian intertisial. Karena darah mempunyai nilai BM yang rendah, maka darah tidak akan bebas masuk ke bagian intertisial. Hal ini akan 19 cenderung mempengaruhi terhadap hasil pemeriksaan tertentu (Shesadri M, 2001). Semua jaringan di dalam tubuh memerlukan persediaan darah yang mencukupi dan tergantung kepada tekanan darah pembuluh nadi yang normal. Dalam keadaan atau posisi berbaring, tekanan tubuh pada saat itu merata. Sedangkan pada keadaan atau posisi duduk darah ke otak harus di pompa (Peace,2006). Posisi pada saat pengambilan sampel diantaranya adalah posisi duduk dan posisi berbaring. Pengambilan sampel dengan posisi duduk adalah pengambilan darah vena cubiti sewaktu penderita meletakkan tubuhnya bertumpu pada pantat. Di Rumah Sakit pengambilan sampel dengan posisi ini biasanya pada pasien rawat jalan. Pengambilan sampel dengan posisi berbaring adalah pengambilan darah vena cubiti sewaktu penderita meletakan punggungnya di bawah. Di Rumah Sakit pengambilan sampel dengan posisi berbaring biasanya pada pasien rawat inap (Nugraha, 2015). 20 B. Kerangka Konsep Darah Vena Pengambilan posisi duduk Pengambilan posisi berbaring Pemeriksaan Nilai Hitung Jumlah Eritrosit metode bilik hitung Nilai Hitung Jumlah Eritrosit Suhu, kelembapan, stress, kehamilan, merokok, aktifitas fisik, dehidrasi dan ketinggian Keterangan : : variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti Gambar 2.6 Kerangka Konsep C. Hipotesis Penelitian Ha : Ada perbedaan hasil pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit pada pengambilan sampel posisi duduk dan berbaring. Dasar hipotesis ini dari penelitian sebelumnya oleh Istiqomah tahun 2008 yang berjudul “Perbedaan Pengambilan Darah Vena Pada Posisi Duduk dan Berbaring Terhadap Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin” yang menunjukan adanya perbedaan yang bermakna setelah dilakukan uji statistik. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur`an, Sudrajat, Drs. H. Enang. (2007) Syaamil Al-Qur’an Special For Woman. Bandung : PT Sygma Examedia Arkanleemia Dahlan, M. Sopiyudin. (2010) Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika Gandasoebrata. (2010) Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan ke 16. Jakarta : Dian Rakyat Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. (2008) Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika Isbiter J.P.,Pittiglio D.H (1999) Hematologi Klinik Pendekatan Berorientasi Masalah. Jakarta : Hipokrates Kiswari, dr. Rukman. (2014) Hematologi dan Transfusi. Jakarta : Erlangga Kohden, Nihon. (2004) Operator`s Manual Hematology Analyzer. Jepang : Nihon Kohden Nazir, Moh. (2009) Metode Penelitian. Jakarta : Penerbit Gadia Indonesia Nugraha, Gilang. (2015) Panduan Pemeriksaan Hematologi Dasar. Jakarta : Trans Info Media Laboratorium Peace, Evelyn C. (2006) Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Riswanto, (2013) Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta : Kanal Medika Sandika, Septya. (2014) Hematology Analyzer [internet]. Tersedia dalam :http://septyasandika.blogspot.co.id/2014/08/hematology analyzer. html. [Diakses pada14 Januari 2016] Sarpini, dr. Rusbandi. (2014) Anatomi dan Fisologi Tubuh Manusia untuk Para Medis. Edisi Revisi. Jakarta : In Media Scanlon, Valerie C. (2007) Essentials of Anatomy and Physiology. Edisi 3. Jakarta : EGC 35 Tarwoto & Wartonah. (2008) Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Trans Info Medika 35