PERBEDAAN NILAI HITUNG JUMLAH ERITROSIT PADA

advertisement
PERBEDAAN NILAI HITUNG JUMLAH ERITROSIT
PADA PENGAMBILAN DARAH VENA
POSISI DUDUK DAN BERBARING
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan
Pada Program Studi D3 Analis Kesehatan
Oleh :
PEBRI PUSPITASARI
NIM. 13DA277030
PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
THE DIFFERENCES IN VALUE CALCULATE NUMBER
OF ERYTHROCYTES IN VENOUS BLOOD SAMPLING
SITTING AND LYING POSITIONS1
Pebri Puspitasari2 Minceu Sumirah3 Doni Setiawan4
ABSTRACT
Calculate the amount of erythrocytes examination is an examination
which aims to determine the number of erythrocytes in blood 1μL. Before
conducting the inspection, at the time of sampling also are important
things to look for that may affect the results of the examination, including
the position of sampling.
Has conducted research value differences in counting the number
of erythrocytes in venous blood sampling sitting and lying positions, which
is housed in the Laboratory of Muhammadiyah STIKes Ciamis. The
purpose of this study to determine just how much difference the value of
counting the number of erythrocytes in venous blood sampling sitting and
lying positions.
The method used in this research is the analytical method using Ttest. This study used 30 samples of venous blood in normal patients taken
from Muhammadiyah Student STIKes Ciamis female sex. From the
research results are statistically significant differences with a significance
value of 0.016 or p value ≤ 0.05.
Conclusions from this research is that there is statistically significant
difference between the results of the number of erythrocytes in venous
blood sampling sitting and lying positions. With the trend in the sitting
position calculated value higher number of erythrocytes.
Keywords
: Count the number of erythrocytes, sitting position, lying
position
Bibliography : 15, 1999-2015
Description : 1 Title, Student Name 2, 3 Name of Supervisor I, 4 Name
supervisor II
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan hematologi merupakan salah satu pemeriksaan
yang bertujuan untuk mengetahui keadaan darah, baik sel darah atau
komponen yang terlarut dalam plasma yang digunakan untuk
mendiagnosis kelainan dan keadaan didalam tubuh. Pemeriksaan
hematologi berfungsi untuk mendeteksi kelainan jumlah sel, kelainan
darah karena adanya kelainan organ, kelainan fungsi darah,
meningkatnya jumlah leukosit karena adanya infeksi dan kelainan
pembekuan darah (hemostasis) (Nugraha, 2015).
Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Alaq ayat 2;
Artinya :“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan
manusia dari segumpal darah, yang kemudian dari segumpal darah
tersebut Allah SWT menjadikan manusia yang terdiri dari berbagai
sistem organ. Sistem organ tersebut dapat dilalui oleh darah melalui
sistem peredaran darah. Sehingga darah dapat mewakili keadaan
didalam sistem organ di dalam tubuh apabila terjadi kelainan. Maka
dari itu darah juga merupakan salah satu spesimen yang dapat
dijadikan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan hematologi rutin diantaranya adalah pemeriksaan
Hemoglobin, Hematokrit, Laju Endap Darah (LED), Hitung Jumlah
Leukosit, Hitung Jumlah Eritrosit, Hitung Jumlah Eosinofil, Indeks
Eritrosit dan Fragilitas Osmotik Eritrosit (Gandasoebrata, 2010).
Menurut Nugraha (2015), pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit
adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk menentukan jumlah eritrosit
dalam 1µL darah. Satuan yang digunakan dalam Hitung Jumlah
1
2
Eritrosit adalah sel/mm3, sel/µL, x 103 sel/mL dan x106 sel/L. Menurut
Riswanto (2013), cara menghitung Jumlah Eritrosit dapat dilakukan
dengan dua metode, yaitu manual dan elektronik (otomatis). Cara
manual dilakukan dengan metode bilik hitung, yaitu darah diencerkan
dalam pipet eritrosit menggunakan larutan Hayem yang dihitung
menggunakan
kamar hitung atau bilik hitung. Sedangkan Hitung
Jumlah Eritrosit metode otomatis adalah menghitung jumlah eritrosit
menggunakan alat penghitung otomatis, yaitu Hematology Analyzer.
Dalam proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada 3
tahap penting yaitu pra-analitik, analitik dan pasca analitik. Kesalahan
pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi 61% dari total
kesalahan. Sementara kesalahan pada tahap analitik memberikan
kontribusi kesalahan 25% dari total kesalahan dan pada tahap pasca
analitik sebesar 14%. Proses pra-analitik meliputi persiapan pasien,
pengambilan spesimen, pengiriman spesimen, penanganan spesimen,
dan penyimpanan spesimen.
Sebelum melakukan pemeriksaan, pada saat pengambilan
sampel juga terdapat hal-hal penting yang harus diperhatikan yang
dapat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan, diantaranya diet,
aktifitas fisik, dehidrasi, merokok, umur, ras, stress, suhu atau
kelembapan dan posisi saat pengambilan sampel.
Komposisi darah dipengaruhi oleh posisi tubuh pasien sebelum
dan selama venipuncture. Posisi tubuh dari berbaring terlentang ke
posisi duduk menyebabkan sebagian air atau plasma darah meresap
ke dalam jaringan yang mengakibatkan menurunnya volume plasma
dan meningkatkan elemen atau zat yang tidak dapat dengan mudah
melewati dinding pembuluh darah seperti protein, kalsium, zat besi
dan sel darah. Untuk menormalkan kembali keseimbangan cairan
tubuh dari perubahan posisi, dianjurkan kepada pasien untuk duduk
tenang sekurang-kurangnya 15 menit sebelum pengambilan sampel
(Riswanto, 2013).
3
Sebagai mana Allah berfirman dalam Al-Quran surart Al Hujurat
ayat 6:
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman jika datang seseorang
yang fasik kepadamu dengan membawa berita, maka tangguhkanlah
(hingga kamu mengetahui kebenarannya) agar tidak menyebabkan
kamu berada dalam kebodohan (kehancuran) sehingga kamu
menyesal terhadap apa yang kamu lakukan”
Ayat tersebut berkaitan dengan penelitian ini menjelaskan
bahwa kita sebagai tenaga laboratorium yang akan mendiagnosis
suatu keadaan pasien harus memberikan informasi atau hasil
pemeriksaan laboratorium yang akurat. Salah satunya dengan
memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi dalam pemeriksaan
misalnya
posisi
dalam
pengambilan
sampel
supaya
tidak
menyebabkan kesalahan yang berakibat fatal atau merugikan
terhadap pasien.
Pada kenyataannya sesuai pengalaman praktikum di lapangan,
tenaga kesehatan yang bertugas mengambil sampel darah tidak
pernah memperhatikan posisi pasien saat pengambilan sampel. Maka
dari
itu
peneliti
bermaksud
melakukan
penelitian
pengaruh
pengambilan darah vena posisi duduk dan berbaring terhadap
pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya
adalah “ Seberapa Besar Perbedaan Nilai Hitung Jumlah Eritrosit
pada Pasien dengan Pengambilan Sampel Posisi Duduk dan
Berbaring ? “
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umun dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan nilai hitung jumlah eritrosit metode manual pada
pasien dengan cara pengambilan sampel posisi duduk dan
berbaring.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya :
a. Mengetahui nilai hitung jumlah eritrosit metode manual
dengan pengambilan sampel posisi duduk.
b. Mengetahui nilai hitung jumlah eritrosit metode manual
dengan pengambilan sampel posisi berbaring.
c. Mengetahui nilai hitung jumlah eritrosit metode manual
dengan pengambilan sampel posisi duduk dan berbaring.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menambah wawasan terhadap penulis
mengenai pentingnya pengambilan sampel posisi duduk dan
berbaring.
2. Bagi Analis Kesehatan
Hasil penelitian ini
keterampilan
serta
dapat
pengambilan
sampel
yang
dapat menambah wawasan dan
lebih
mempertimbangkan
dapat
berpengaruh
posisi
terhadap
pemeriksaan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang ilmu
pengetahuan yang terkait serta menambah kepustakaan bagi
pendidikan.
5
E. Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini
adalah “Perbedaan Pengambilan Darah Vena Pada Posisi Duduk dan
Berbaring Terhadap Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin” yang
dilakukan oleh Istiqomah pada tahun 2008. Hasil penelitian tersebut
menunjukan adanya perbedaan kadar hemoglobin pada posisi duduk
dan
berbaring. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Istiqomah
(2008). Pada penelitian ini, peneliti akan mengkaji mengenai
“Perbedaan Nilai Hitung Jumlah Eritrosit Pada Pengambilan Darah
Vena Posisi Duduk dan Berbaring”. Perbedaan penelitian ini juga
terletak pada variabel yang diteliti, waktu penelitian, tempat penelitian
serta populasi dan sampel yang diteliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Darah
a. Definisi Darah
Darah merupakan salah satu jaringan yang berada
didalam tubuh yang berwarna merah dan berbentuk cair.
Darah didistribusikan keseluruh tubuh melalui pembuluh darah
dari jantung dan akan kembali lagi menuju jantung. Sistem ini
mempunyai
fungsi
mentranspor
sisa
metabolisme
dan
memenuhi kebutuhan sel dan jaringan ke seluruh tubuh
(Nugraha, 2015).
b. Fungsi Darah
1) Alat transpor makanan, yang diserap oleh saluran cerna
dan diedarkan ke seluruh tubuh.
2) Alat transpor O2, yang diambil oleh paru-paru dan
diedarkan ke seluruh tubuh.
3) Alat transpor antar jaringan dari bahan-bahan yang
diperlukan oleh suatu jaringan dibuat oleh jaringan lain.
4) Alat transpor bahan buangan dari jaringan ke alat-alat
ekskresi.
5) Mempertahankan keseimbangan dinamis (homeostatis)
dalam tubuh.
6) Mempertahankan suhu tubuh, mengatur keseimbangan
distribusi air dan mempertahankan keseimbangan asam
basa.
7) Mempertahankan tubuh dari senyawa asing yang dapat
menimbulkan ancaman.
(Sarpini, 2014).
6
7
c. Komposisi Darah
Darah tersusun atas komponen darah, yaitu plasma
dan sel-sel darah.
1) Plasma
Plasma darah yaitu bagian cair darah yang
sebagian besar terdiri dari air (92%), 7% protein, 1%
nutrien, hasil metabolisme, enzim, gas pernafasan, faktor
pembekuan, garam organik dan hormon-hormon. Proteinprotein dalam plasma terdiri dari serum albumin (alpha-1
globulin, alpha-2 globulin, beta globulin dan gamma
globulin), protombin, fibrinogen dan protein esensial untuk
koagulasi. Serum globulin dan gamma globulin sangat
penting untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid
dan gamma globulin juga mengandung immunoglobulin
seperti IgM, IgG, IgA, IgD dan IgE untuk mempertahankan
tubuh terhadap mikroorganisme.
2) Sel-sel darah
Sel-sel darah sekitar 45% terdiri atas eritrosit,
leukosit, dan trombosit atau platelet. Yang merupakan
unsur terbanyak adalah sel darah merah sekitar 44%
sedangkan leukosit dan trombosit hanya 1%. Sel darah
putih terdiri dari basofil, eosinofil, neutrofil, limposit dan
monosit.
(Tarwoto & Martonah, 2008).
d. Hematopoiesis
Hematopoiesis
adalah
produksi
dan
diferensiasi,
perkembangan, serta pematangan dari semua sel darah.
Sumsum tulang mampu menghasilkan 3 miliar eritrosit, 1,5
miliar leukosit, 2,5 miliar trombosit per hari per Kg berat badan.
8
Allah berfirman dalam surat Al-Mu`minun ayat 14 :
Artinya :” Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta yang paling baik.”
Berdasarkan ayat tersebut menjelaskan asal mula
pembentukan manusia serta disebutkan bahwa pembentukan
manusia melalui tahap serta terdapat komponen-kompenen
penyusunnya. Seperti halnya pembentukan sel darah yang
terdiri dari komponen-komponen penyusunnya. Terjadinya
pembentukan sel darah tersebut terlebih dahulu diawali
dengan pembentukan manusia yang dijelaskan pada ayat
tersebut.
Dalam sumsum tulang terdapat struktur dasar suatu
mekanisme yang berfungsi untuk :
1) Secara terus menerus memasok sirkulasi perifer dengan
sel-sel darah yang telah matang.
2) Mobilisasi sumsum tulang untuk meningkatkan produksi
jika kondisi hematologi terjamin.
3) Mengompensasi hematopoiesis diluar sumsum tulang
(yaitu di hati dan limpa), bila sumsum tulang menurun
produksinya.
Hematopoiesis
dalam
sumsum
tulang
disebut
hematopoiesis intameduler, sedangkan hematopoiesis yang
9
terjadi
diluar
sumsum
tulang
disebut
hematopoiesis
ekstrameduler. Beberapa keadaan dimana sumsum tulang
yang dapat mengurangi kemampuan dalam hematopoiesis,
maka hati dan limpa dapat berfungsi sebagai organ primer
untuk hematopoiesis. Jika hematopoiesis ekstramedular terus
berlangsung, maka hati dan limpa akan membesar yang
disebut dengan hepatosolenomegali (Kiswari, 2014).
Organ-organ yang berperan dalam hematopoiesis
diantaranya :
1) Limpa
Limpa berada dibawah diafragma sebelah kiri dari
lambung. Tersusun dari tiga tipe jaringan, yaitu white pulp,
red pulp dan marginal pulp yang berperan dalam
keseimbangan pembentukan dan pemecahan sel darah.
White pulp berisi limposit dan makrofag yang berfungsi
menyaring darah dan membersihkan sel-sel asing seperti
bakteri dan sel-sel darah merah yang sudah tua. Red pulp
merupakan sinus-sinus vaskular yang berisi sel-sel darah
merah dan trombosit. Marginal pulp merupakan tempat
terakhir dari arteri dan pembuluh darah lainnya.
Selama
pembentukan
darah
ini,
limpa
menghancurkan sel darah merah yang sudah tua dengan
cara fagosit, dan membantu metabolisme besi dengan
cara memecah hemoglobin.
2) Hati
Hati merupakan tempat utama produksi dari faktor
pembekuan darah dan protombin, menghasilkan empedu
dan mengaktifkan vitamin K. Pembentukan sel darah
dimulai dari adanya sel induk hemopoetik (hematopoitietic
stem cell). Sel induk yang paling primitif adalah sel induk
pluripotent.
10
Sel induk pluripotent berdiferensiasi menjadi sel
induk myeloid dan sel induk lymphoid yang selanjutnya
melalui proses yang kompleks dan rumit akan terbentuk
sel-sel darah. Sel-sel eritroid akan menjadi eritrosit,
granulositik, dan monositik akan menjadi granulosit dan
monosit, serta megakariosit akan menjadi trombosit.
Dalam
pembentukan
darah
memerlukan
komponen-komponen khusus seperti vitamin B12, asam
folat, cobalt, magnesium, tembaga, senk, zat besi, asam
amino, vitamin C dan vitamin B kompleks.
(Tarwoto & Martonah, 2008).
2. Eritrosit
a. Definisi Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan cairan
bikonkaf dengan diameter 7µm. Bikonkavitas memungkinkan
gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan
jarak yang pendek antara membran dan inti sel. Warna kuning
kemerah-merahan disebabkan adanya kandungan zat yang
disebut hemoglobin.
Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria
dan ribosom serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat
melakukan mitosis dan pembentukan protein.
Gambar 2.1 Sel Darah Merah (eritrosit)
Sumber : Handayani & Hariwibowo (2008)
11
Komponen eritrosit diantaranya :
1) Membran eritrosit.
2) Sistem
enzim
:
enzim
G6PD
(Glucose
6-
Phosphatedehydrogenase).
3) Hemoglobin.
(Handayani & Hariwibowo, 2008).
b. Fungsi Eritrosit
Sel darah merah mengandung protein hemoglobin
(Hb), yang berfungsi untuk mengangkut oksigen. Setiap sel
darah merah mengandung sekitar 300 juta hemoglobin yang
masing-masing berfungsi mengikat oksigen. Pada kapiler di
paru-paru sel darah merah akan mengikat oksigen dan
membentuk
oksihemoglobin.
Pada
kapiler
sistemik
hemoglobin akan memberikan sebagian besar oksigennya
dan hemoglobin semakin berkurang (Scanlon, 2007).
c. Eritropoiesis
Eritropoiesis
adalah
proses
pembentukan
dan
pematangan eritrosit. Eritrosit dibentuk dalam sumsum tulang
dengan bentuk awal sebagai rubliblas (pronormoblas). Dalam
proses pematangan, nukleus pronormoblas akan mengalami
penyusutan dan pemadatan sehingga nukleus menjadi lebih
kecil, sitoplasma terlihat berwarna biru proses pembentukan
ribosom. Tahap tersebut dinamakan prorubrisit (normoblas
basofilik). Sel akan terus berkembang menjadi lebih kecil,
sitoplasma tampak biru dan merah karena
menghasilkan
hemoglobin,
(normoblas polikromatik).
sel
ini
sel mulai
dinamakan
rubrisit
12
Gambar 2.2 Pembentukan Sel Darah Merah
(Eritropoiesis)
Sumber : Handayani & Hariwibowo (2008)
Semakin lama warna sitoplasma akan menjadi warna
merah dan warna biru akan menghilang karena semakin
eosinofilik. Sel tersebut dinamakan metarubrisit (normoblas
otokromik atau normoblas asidofil). Fase selanjutnya nukleus
dikeluarkan
dari
sel
dan
akan
membentuk
retikulosit.
Retikulosit akan masuk ke sistem peredaran darah dalam
waktu 1-2 hari RNA akan menghilang dan retikulosit akan
menjadi eritrosit matang dengan jumlah hemoglobin yang
cukup di dalam sel.
Pembentukan eritrosit memerlukan zat besi, asam
folat, vitamin B12 dan rantai globin. Proses pematangan
eritrosit memerlukan hormon eritropoetin yang dihasilkan oleh
sintesis di ginjal. Tiap hari eritrosit dibentuk sekitar 1012 sel
melalui tahap eritropoesis (Nugraha, 2013).
d. Nilai Rujukan dan Masalah Klinis
Agar dapat menyalurkan oksigen dengan baik, maka
eritrosit yang diproduksi dalam tubuh harus dalam jumlah
yang memadai dan hemoglobin sel-sel ini secara kuantitatif
harus
normal
dan
dipertahankan
dalam
suatu
status
fungsional. Konsentrasi eritrosit harus dijaga dalam batas
normal, dengan demikian dekstruksi eritrosit harus diimbangi
dengan produksi eritrosit. Jumlah eritrosit dan hemoglobin
13
tidak selalu meningkat atau menurun secara bersamaan. Nilai
rujukan eritrosit adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Nilai Normal Eritrosit
Niali normal (x106/µL)
4,50-6,50
3,80-4,80
4,30-6,30
3,60-5,20
3,70-5,70
3,80-5,80
Kriteria
Dewasa pria
Dewasa wanita
Bayi baru lahir
Anak usia 1-3 tahun
Anak usia 4-5 tahun
Anak usia 6-10 tahun
Sumber : Riswanto, 2013
Penurunan jumlah eritrosit dijumpai pada anemia,
peningkatan hemolisis, perdarahan, trauma, leukemia, infeksi
kronis, myeloma multiple, cairan per intra vena berlebih, gagal
ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan, defisiensi vitamin,
malnutrisi, infeksi parasit dan penyakit sistem endokrin.
Peningkatan jumlah eritrosit dijumpai pada polisitemia vera,
hemokonsentrasi, darah tinggi, penyakit kardiovaskuler.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
terhadap
pemeriksaan eritrosit diantaranya:
1) Pengambilan sampel darah di lengan yang terpasang
cairan infus menyebabkan hitung eritrosit rendah akibat
hemodilusi.
2) Aktifitas
fisik
pergeseran
pembuluh
berkeringat
atau
volume
darah
dan
olahraga
antara
serta
dapat
kompartemen
kehilangan
perubahan
menyebabkan
kadar
didalam
cairan
hormon
karena
yang
menyebabkan menurunnya volume plasma.
3) Dehidrasi dapat menyebabkan hemokonsentrasi, yaitu
suatu kondisi dimana komponen darah tidak dapat dengan
mudah meninggalkan aliran darah. Hemokonsentrasi ini
dapat menyebabkan meningkatnya nilai eritrosit.
14
4) Merokok dalam jumlah yang berlebihan dapat menaikan
nilai eritrosit.
5) Ketinggian
dapat
menyebabkan
meningkatnya
nilai
eritrosit. Hal ini dikarenakan penurunan tekanan oksigen
pada ketinggian yang lebih tinggi menyebabkan tubuh
menghasilkan lebih banyak eritrosit untuk memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
6) Jenis kelamin pasien memiliki pengaruh yang menentukan
konsentrasi komponen darah banyak. Perbedaan kadar
dan aktifitas zat tercermin dalam nilai normal antara lakilaki dan perempuan.
7) Kehamilan menyebabkan penurunan fisiologis dalam
sistem tubuh. Peningkatan cairan tubuh yang normal
selama kehamilan memiliki efek pengenceran pada
eritrosit (hemodilusi) yang menyebabkan jumlah eritrosit
rendah.
8) Faktor
lingkungan
seperti
suhu
dan
kelembapan
mempengaruhi komposisi cairan tubuh yang dapat
mempengaruhi
menyebabkan
hasil
cairan
tes.
Paparan
interstisial
panas
bergerak
akut
kedalam
pembuluh darah dan menurunkan laju filtrasi glomelurus.
Hal
ini
akan
mempengaruhi
keringat
yang
meningkatkan
komposisinya.
berlebihan
volume
plasma
Pengeluaran
dapat
dan
cairan
menyebabkan
hemokonsentrasi.
9) Komposisi darah dipengaruhi oleh posisi tubuh pasien
sebelum dan selama venipuncture. Posisi tubuh dari
berbaring terlentang ke posisi duduk menyebabkan
sebagian air atau plasma darah meresap ke dalam
jaringan yang mengakibatkan menurunnya volume plasma
dan meningkatkan elemen atau zat yang tidak dapat
15
dengan mudah melewati dinding pembuluh darah seperti
protein, kalsium, zat besi dan sel darah (Riswanto, 2013).
e. Metode Pemeriksaan
Menghitung jumlah eritrosit dapat dilakukan dengan
dua metode, yaitu manual dan otomatis. Metode manual
dilakukan dengan metode bilik hitung dan metode otomais
dilakukan
dengan
menggunakan
alat
otomatis
yaitu
Hematology Analyzer.
1) Metode Bilik Hitung
Cara menghitung sel darah merah secara manual
dilakukan dengan memakai pipet dan kamar hitung yang
disebut dengan haemositometer.
Prinsip pemeriksaan metode manual dengan bilik
hitung yaitu darah diencerkan dalam pipet eritrosit,
kemudian dimasukkan kedalam kamar hitung. Jumlah
eritrosit
dihitung
dalam
volume
tertentu
dengan
menggunakan faktor konversi jumlah eritrosit per µL darah
dapat diperhitungkan. Sebagai larutan pengencer dipakai
larutan Hayem.
Cara menghitungnya, pengenceran dalam pipet
eritrosit ialah 200 kali. Luas tiap bidang kecil 1/400 mm 2,
tinggi kamar hiutng 1/10 mm2, sedangkan eritrosit dihitung
dalam 5x16 bidang kecil = 80 bidang kecil, yang jumlah
luasnya 1/5 mm2. Faktor untuk mendapat jumlah eritrosit
per µL darah menjadi 5x10x200= 10.000 (Gandasoebrata,
2010)
Gambar 2.3 Kamar Hitung
Sumber : Riswanto (2013)
16
Keterangan :
W : white blood cell, kotak untuk menghitung leukosit
R : red blood cell, kotak untuk menghitung eritrosit
2) Metode otomatis
Pemeriksaan nilai Hitung Jumlah Eritrosit metode
otomatis menggunakan alat Hematology Analyzer. Prinsip
dari alat ini adalah
akibat
interaksi
pengukuran dan penyerapan sinar
sinar
yang
mempunyai
panjang
gelombang tertentu dengan larutan atau sampel yang
dilewatinya. Alat ini bekerja berdasarkan prinsip flow
cytometer, yaitu metode pengukuran jumlah dan sifat-sifat
sel yang dibungkus oleh aliran cairan melalui celah sempit.
Ribuan sel dialirkan melalui celah tersebut sedemikian
rupa sehingga sel dapat lewat satu per satu, kemudian
dilakukan perhitungan jumlah sel dan ukurannya.
Gambar 2.4 Prinsip Flow Cytometer
Sumber : Sandika (2014)
Prinsip impedansi listrik berdasarkan pada variasi
impedansi yang dihasilkan oleh sel-sel darah di dalam
mikrooperture (celah chamber mikro). Yang mana sampel
darah yang diencerkan akan melalui mikrooperture yang
dipasangi dua elektroda pada dua sisinya (sisi sekum dan
17
konstan ) yang pada masing-masing arus listrik berjalan
secara continue maka akan terjadi peningkatan resistensi
listrik (impedansi) pada kedua elektroda sesuai dengan
volume sel (ukuran sel) yang melewati impulst / voltage
yang dihasilkan oleh amplifier circuit ditingkatkan dan
dianalisa oleh elektonik system (Sandika, 2014).
Gambar 2.5 Hematology Analyzer
Sumber : Sandika (2014)
3. Sistem Sirkulasi Darah
Jantung adalah organ utama peredaran darah. Darah
dialirkan dari jantung ke organ-organ tubuh melalui jaringan rumit
dari arteri, arteriol dan kapiler. Kemudian kembali ke jantung
melalui jalan venula dan vena. Sistem vaskuler dibagi menjadi dua
sirkulasi yaitu sirkulasi pulmonal dan sistemik.
a. Sirkulasi pulmonal
Darah yang mengandung banyak CO2 dari seluruh
tubuh masuk ke atrium kanan melalui vena cava suferior dan
interior. Kontraksi atrium kanan didorong ke ventrikel kanan
melalui katub tricuspidalis. Dari ventrikel kanan darah
dipompakan melalui katub pulmonalis ke arteri pulmonalis.
Kemudian arteri ini bercabang yang berakhir di kapiler-kapiler
disekitar alveolus dimana akan terjadi pertukaran gas CO2 dan
O2. Darah kemudian masuk kedalam venula pulmonalis dan
melanjutkan diri melalui vena pulmonalis kembali ke atrium kiri
yang selanjutnya masuk ke ventrikel kiri.
18
b. Sirkulasi sistemik
Sirkulasi sistemik melibatkan seluruh pembuluh darah
vena dan arteri. Vena cava superior menerima darah dari
kepala, dada dan lengan. Sedangkan vena cava interior
menerima darah dari tubuh bagian bawah. Kedua vena masuk
kedalam atrium kanan (Rusbandi, 2014).
4. Posisi Pengambilan Sampel
Perubahan sikap tubuh sebelum dan selama pengambilan
sampel dapat mempengaruhi terhadap hasil pemeriksaan tertentu.
Pada pengambilan sampel posisi duduk, kadar sel-sel darah akan
lebih tinggi dibandingakan pada saat pengambilan sampel posisi
berbaring.
Penetapan Nilai Hitung Jumlah Eritrosit akan mengalami
peningkatan jika sampel diambil pada keadaan posisi duduk. Hal
ini disebabkan karena pada saat posisi duduk terjadi peningkatan
oksigen sehingga mikrosirkulasi berdilatasi untuk meningkatkan
aliran
darah.
memungkinkan
Pada
untuk
saat
terjadi
peningkatan
aliran
peningkatan
darah
terhadap
ini
hasil
pemeriksaan Nilai Hitung Jumlah Eritrosit.
Pada saat pengambilan sampel posisi berbaring vsikositas
darah akan mengalami penurunan dan perfusi meningkat. Hal ini
menyebabkan mikrosirkulasi akan menurunkan aliran darah dan
memungkinkan terjadi penurunan terhadap pemeriksaan Nilai
Hitung Jumlah Eritrosit (Isbiter,1999).
Darah di dalam tubuh mempunyai nilai BM (berat molekul)
yang rendah. Pada molekul yang mempunyai nilai BM yang besar
jika posisi pada saat dan sebelum pengambilan sampel berubah,
dapat menyebabkan terjadinya pergeseran cairan tubuh ke bagian
intertisial. Karena darah mempunyai nilai BM yang rendah, maka
darah tidak akan bebas masuk ke bagian intertisial. Hal ini akan
19
cenderung mempengaruhi terhadap hasil pemeriksaan tertentu
(Shesadri M, 2001).
Semua jaringan di dalam tubuh memerlukan persediaan
darah yang mencukupi dan tergantung kepada tekanan darah
pembuluh nadi yang normal. Dalam keadaan atau posisi berbaring,
tekanan tubuh pada saat itu merata. Sedangkan pada keadaan
atau posisi duduk darah ke otak harus di pompa (Peace,2006).
Posisi pada saat pengambilan sampel diantaranya adalah
posisi duduk dan posisi berbaring. Pengambilan sampel dengan
posisi duduk adalah pengambilan darah vena cubiti sewaktu
penderita meletakkan tubuhnya bertumpu pada pantat. Di Rumah
Sakit pengambilan sampel dengan posisi ini biasanya pada pasien
rawat jalan.
Pengambilan sampel dengan posisi berbaring adalah
pengambilan darah vena cubiti sewaktu penderita meletakan
punggungnya di bawah. Di Rumah Sakit pengambilan sampel
dengan posisi berbaring biasanya pada pasien rawat inap
(Nugraha, 2015).
20
B. Kerangka Konsep
Darah Vena
Pengambilan posisi
duduk
Pengambilan posisi
berbaring
Pemeriksaan Nilai Hitung Jumlah Eritrosit
metode bilik hitung
Nilai Hitung Jumlah
Eritrosit
Suhu, kelembapan, stress,
kehamilan, merokok, aktifitas
fisik, dehidrasi dan ketinggian
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
C. Hipotesis Penelitian
Ha
: Ada perbedaan hasil pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit
pada pengambilan sampel posisi duduk dan berbaring.
Dasar hipotesis ini dari penelitian sebelumnya oleh Istiqomah
tahun 2008 yang berjudul “Perbedaan Pengambilan Darah Vena Pada
Posisi Duduk dan Berbaring Terhadap Hasil Pemeriksaan Kadar
Hemoglobin” yang menunjukan adanya perbedaan yang bermakna
setelah dilakukan uji statistik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur`an, Sudrajat, Drs. H. Enang. (2007) Syaamil Al-Qur’an Special
For Woman. Bandung : PT Sygma Examedia Arkanleemia
Dahlan, M. Sopiyudin. (2010) Besar Sampel dan Cara Pengambilan
Sampel dalam Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3.
Jakarta : Salemba Medika
Gandasoebrata. (2010) Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan ke 16.
Jakarta : Dian Rakyat
Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. (2008) Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta : Salemba Medika
Isbiter J.P.,Pittiglio D.H (1999) Hematologi Klinik Pendekatan Berorientasi
Masalah. Jakarta : Hipokrates
Kiswari, dr. Rukman. (2014) Hematologi dan Transfusi. Jakarta : Erlangga
Kohden, Nihon. (2004) Operator`s Manual Hematology Analyzer. Jepang
: Nihon Kohden
Nazir, Moh. (2009) Metode Penelitian. Jakarta : Penerbit Gadia Indonesia
Nugraha, Gilang. (2015)
Panduan Pemeriksaan
Hematologi Dasar. Jakarta : Trans Info Media
Laboratorium
Peace, Evelyn C. (2006) Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedik. Jakarta
: PT Gramedia Pustaka Utama
Riswanto, (2013) Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta :
Kanal Medika
Sandika, Septya. (2014) Hematology Analyzer [internet]. Tersedia dalam
:http://septyasandika.blogspot.co.id/2014/08/hematology
analyzer. html. [Diakses pada14 Januari 2016]
Sarpini, dr. Rusbandi. (2014) Anatomi dan Fisologi Tubuh Manusia untuk
Para Medis. Edisi Revisi. Jakarta : In Media
Scanlon, Valerie C. (2007) Essentials of Anatomy and Physiology. Edisi 3.
Jakarta : EGC
35
Tarwoto & Wartonah. (2008) Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta : Trans Info Medika
35
Download