MASKULINITAS DALAM IKLAN MAJALAH PRIA

advertisement
MASKULINITAS DALAM IKLAN MAJALAH PRIA
(Studi Analisis Isi Perbedaan Citra Maskulinitas dalam Iklan Majalah Hai
Periode Januari 1999 - Maret 1999 dan Januari 2013 - Maret 2013)
Herdyan Trikuncoro
Mursito
Diah Kusumawati
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
This paper studies about masculinity in print advertising. Through a content
analysis of masculinity in advertising on Hai Magazine from January 1999 - March 1999
and January 2013 – March 2013. This study will examine whether there are changes in
the value of gender-masculinity of men, seen through advertisements in Hai magazine.
This research examines the image of male masculinity are the most often featured in Hai
magazine the period January 1999 - March 1999 and January 2013 - March 2013. This
research also investigated whether there is a change in the display image of men
masculinity in ads in Hai magazines between the two periods. Each ad will be
categorized according to the type of male masculinity as used in the study by Rohlinger
(2002). The entire data in the two period of Hai magazine will be analyzed using chi
square formula, in order to discover whether there is a significant difference between the
two periods in displaying the values of men masculinity. It was found that the most
frequent type of masculinity that appeared in Hai magazine advertisements in the period
January to March 1999 is the type of masculinity "The Hero" as much as 42.8% or 21
ads, while in the period from January to March 2013 were the type of masculinity
"Quiescent Man" as much as 39.2% or 11 ads. After that, through chi square formula
found that the type of masculinity "Quiescent Man" and the category "other male
masculinity" have significant differences in the display image of masculinity men between
the period January-March 1999 and January-March 2013 in Hai magazine ads. With the
discovery of a significant difference in the displaying masculinity value in the two
periods, we can conclude that there is a change in the image display of male masculinity
between the two periods. Thus the theory that says about gender values are always
changing from time to time is correct.
Keywords: masculinity, advertising, men's magazines, content analysis, chi square
1
Pendahuluan
Fenomena munculnya pria sebagai model di dalam iklan sudah cukup
marak. Tidak sedikit juga model pria yang digambarkan di dalam iklan yang terbit
di majalah, mulai dari produk elektronik hingga produk perawatan tubuh. Gambar
yang menunjukan sosok pria di iklan majalah cukup beragam, ada yang
digambarkan sedang melakukan aktivitas olah raga, berlatar belakang perkotaan,
memainkan alat musik, bersosialisasi dengan temannya dan banyak lainnya. Iklan
yang ada di majalah menggambarkan pria sebagai pusat perhatian, dengan pakaian
yang cukup trendy dan juga wajah dan tubuh yang terawat.
Sejalan dengan fenomena tersebut, dalam beberapa penelitian yang
menunjukan bahwa terdapat peningkatan kemunculan sosok pria sebagai pusat
perhatian di dalam media massa khususnya iklan di majalah. Dalam sebuah jurnal
“Investigating Hegemonic Masculinity - Sex Roles” menemukan bahwa ada
peningkatan penggambaran pria sebagai objek di majalah baik dalam artikel
majalah maupun iklan di majalah, bahkan kebanyakan digambarkan lebih sensual
dan menampilkan bentuk tubuh mereka (Ricciardelli, 2010: 64-78). Menurut
Rohlinger (2002) dalam jurnalnya “Erotizing Men: Cultural Influences on
Advertising and Male Objectification” mengatakan bahwa dalam era post
industrial sekarang ini para pengiklan sedang berlomba untuk mencari pasar baru.
Imaji laki-laki yang maskulin kemudian dijual, imaji yang mempresentasikan
maskulinitas laki-laki melalui penampakan fisik ideal laki-laki dijadikan
„pajangan‟ dalam iklan. Dalam penelitian yang dimuat dalam sebuah jurnal “Men,
appearences and Cosmetic Surgery”, bahkan menyebutkan belakangan ini citra
tubuh pria semakin terlihat dan sensual, sebagai contoh iklan yang menampilkan
sosok pria seperti produk Calvin Klein, Dolce and Gabbana semakin sering
terlihat di majalah dan billboard. (Rosemary, 2010).
Melihat seringnya muncul citra pria yang ada di iklan majalah sebagai
pusat perhatian dengan wajah dan tubuh yang terawat, ternyata sejalan dengan
peningkatan konsumsi produk perawatan pria. Melalui terpaan media yang
menggambarkan citra maskulinitas pria yang memiliki tubuh dan wajah terawat
ternyata mempengaruhi konsumsi masyarakat terhadap produk perawatan tubuh.
2
Konsumsi produk perawatan tubuh pria sendiri sudah mengalami peningkatan
yang cukup besar, dalam berita dari portal berita Detik diberitakan bahwa tahun
2010 saja di dalam negeri telah terjadi peningkatan konsumsi pria dalam
menggunakan
produk
perawatan
tubuh
hingga
11
triliun
rupiah
(http://finance.detik.com).
Tampaknya kesadaran pria terhadap penampilan tubuhnya mulai
meningkat, pria mulai tidak malu lagi merawat tubuhnya untuk mendapatkan
penampilan yang diinginkan. Pergeseran stereotipe maskulinitas pria sepertinya
perlahan mulai terjadi di dalam pria, bisa dilihat dari fenomena meningkatnya
frekuensi penampakan pria di iklan majalah, dan peningkatan belanja pria akan
kebutuhan perawatan tubuh dan perhatian pria terhadap penampilan tubuhnya.
Data-data yang didapatkan akhir-akhir ini tentu berbeda dengan stereotipe pria
konservatif yang secara umum.
Di balik fenomena tersebut ternyata semakin sering tubuh pria di ekspos di
dalam media massa, menimbulkan kekhawatiran pria terhadap penampilan
tubuhnya. Dalam penelitian yang di tulis di jurnal “Investigating Hegemonic
Masculinity - Sex Roles” juga mengungkapkan dengan meningkatnya gambar pria
sebagai objek perhatian juga memberikan tekanan psikologis bagi pria untuk
mempunyai tubuh yang kekar atau ideal seperti yang digambarkan di majalah
(Ricciardelli, 20101: 64-78).
Dalam konten di majalah, banyak iklan yang menampilkan sosok pria,
mulai dari iklan perawatan wajah pria, fashion, produk elektronik, dan iklan
lainnya menampilkan pria sebagai objek iklannya. Melalui iklan di majalah,
pembaca secara tidak langsung diarahkan untuk memiliki tubuh atau wajah seperti
yang tergambarkan di dalam iklan, karena iklan dapat menciptakan tren sosial dan
memiliki kekuatan untuk mendikte orang berpikir dan bertindak seperti gambar
yang terlihat di dalam iklan. Iklan juga memiliki kekuatan untuk membentuk nilai
dan juga menggambarkan nilai bahkan membentuk stereotipee mengenai gender.
(Moriaty, 2011: 83). Lebih jauh lagi iklan bisa memberikan andil dalam
pembentukan karakter seseorang, iklan dapat membangun citra diri seorang
individu dengan memakai produk yang mereka tawarkan. Secara sadar ataupun
3
tidak sadar, kita membiarkan iklan merubah perilaku dan membangun identitas
kita agar sesuai seperti yang ditampilkan di dalam iklan mereka.
Sadar akan besarnya efek dari iklan di majalah, peneliti ingin melihat lebih
jauh citra maskulinitas yang terdapat di iklan majalah, serta ingin meneliti apakah
ada perubahan dalam menampilkan imaji sosok pria di dalam iklan di majalah
dalam rentang waktu tertentu. Di dalam penelitian ini, majalah gaya hidup pria
digunakan sebagai objek penelitian, karena majalah gaya hidup pria merupakan
area yang kaya untuk mendapatkan pemahaman bagaimana maskulinitas di
bangun sebagai produk konsumsi, karena di dalam majalah gaya hidup pembaca
belajar bagaimana membangun identitas gender di dalam dirinya melalui iklan
produk yang dikonsumsinya yang dibangun oleh pengiklan. (Cortese: 2011).
Majalah gaya hidup pria yang dipilih sebagai objek penelitian adalah
majalah Hai, yang merupakan sebuah majalah untuk para remaja pria yang telah
terbit sejak tanggal 5 Januari 1977 di Indonesia. Majalah Hai telah diterima
masyarakat, karena sudah terdistribusi ke hampir seluruh kota di Indonesia, dan
juga memiliki penjualan yang cukup tinggi. Periode terbitan yang dipakai adalah
periode Januari-Maret 1999 dan Januari-Maret 2013, dengan dipakainya kedua
periode ini, diharapkan penelitian ini dapat menangkap perubahan citra
maskulinitas yang terjadi di dalam kedua periode tersebut. Dengan menggunakan
majalah Hai, penelitian ini bisa melihat citra maskulinitas apa yang ditampilkan
dan juga melihat apakah ada perubahan citra maskulinitas dalam dua periode
terbitan majalah Hai.
Perumusan Masalah
Penelitian ini ingin mengetahui “Citra maskulinitas apa yang paling sering
muncul pada iklan di majalah Hai periode Januari 1999 - Maret 1999 dan Januari
2013 - Maret 2013?” dan juga “Apakah ada perbedaan yang signifikan dalam
menampilkan citra maskulinitas pria di iklan majalah Hai antara periode Januari
1999 - Maret 1999 dan Januari 2013 - Maret 2013?”.
4
Tinjauan Pustaka
a. Komunikasi dan Majalah sebagai Bentuk Komunikasi Massa.
Media majalah seperti halnya majalah Hai merupakan salah satu bentuk
media komunikasi. Konten dalam majalah Hai seperti iklan dan artikel
mengandung banyak informasi, seperti artikel dalam majalah, gambar, dan iklan
merupakan salah satu bentuk komunikasi. Melalui konten-konten majalah tersebut
kita dapat saling bertukar informasi, ide, gagasan dan pengalaman. Lebih jauh lagi
istilah “komunikasi” berasal dari bahasa latin “communicatus” yang berarti
“berbagi” dengan demikian menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya
yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan. Bernard Berelson dan Gary
A.Steiner mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses penyampaian
informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbolsimbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka dan lain-lain. (Riswandi, 2009:
15).
Definisi komunikasi menurut Laswell adalah proses penyampaian pesan
oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek
tertentu (Effendy, 2005: 10). Dalam kaitannya dengan penelitian ini komponen
komunikasi yang dimaksud adalah, redaksi majalah Hai sebagai komunikator
yang menciptakan pesan dan informasi, sementara media penyalurnya adalah
media majalah yang disebar ke masyarkat luas, dan pesan yang terkandung adalah
segala sesuatu yang dituliskan di dalam majalah tersebut. Sementara
komunikannya adalah para pembaca majalah Hai, dan melalui kegiatan
komunikasi tersebut diharapkan muncul efek balik, dalam kasus ini efek baliknya
bisa berupa efek perilaku dimana tingkah laku para pembaca terpengaruh dari isi
pesan di majalah Hai. Dalam penelitian ini, komponen pesan akan diteliti lebih
jauh lagi. Pesan yang dimaksud adalah iklan di majalah Hai yang menampilkan
sosok pria sebagai model yang tergambarkan di dalam iklannya.
Sementara itu komunikasi massa memiliki pengertian yang berbeda,
menurut Defleur dan Dennis McQuail, komunikasi massa adalah suatu proses
dimana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan
pesan-pesan secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna-makna
5
yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak-khalayak yang besar dan
berbeda-beda melalui berbagai cara. Sementara menurut Bittner komunikasi
massa adalah pesan–pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada
sejumlah besar orang. (Riswandi, 2009: 105-109).
Salah satu bentuk media massa adalah media majalah, berbeda dengan
media massa lain, media majalah memiliki karakteristik dan perbedaan dengan
media massa lain, 6ocus terhadap minat audiensi adalah 6ocus6 utama dalam
mengklasifikasikan majalah. Majalah memiliki 6ocus ke dalam target pembaca
yang lebih kecil. Dalam artian majalah tidak perlu membuat seluruh pembaca
majalah senang, alih-alih majalah bisa memperkecil target pembacanya dengan
populasi pembaca yang lebih spesifik seperti penggiat olah raga ataupun pecinta
kuliner (Schement, 2002: 569). Demikian pula majalah Hai, yang yang memiliki
target pembaca khusus untuk remaja pria, sehingga di dalamnya terdapat artikel,
iklan atau informasi yang ditulis secara khusus utuk pria remaja.
Melihat karakteristik dari majalah di atas, maka bisa kita melihat
bagaimana fungsi-fungsi komunikasi massa ada di dalam media majalah,
termasuk majalah Hai. Di dalam majalah Hai kita bisa menyebarkan komunikasi
secara luas, dan karena segmentasi majalah Hai yang lebih sempit mengarah ke
segmentasi pembaca tertentu, maka informasi yang disebar akan lebih tepat
sasaran.
b. Maskulinitas dalam Iklan di Majalah
Media majalah tentu tidak lepas dari iklan, Iklan sendiri didefinisikan
sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan oleh media,
ditujukan kepada sebagian atau semua orang, namun iklan lebih diarahkan untuk
membujuk orang supaya membeli suatu barang, seperti yang dikatakan oleh Frank
Jefkins “Advertising Aims to persuade people to buy” (Kasali, 1992: 11). Iklan
tidak hanya memberikan informasi kepada khalayak akan produk atau jasa yang
diiklankan, tetapi iklan harus mampu membujuk khalayak ramai agar berperilaku
sedemikian rupa sesuai dengan strategi pemasaran. Iklan harus dibuat sedemikian
rupa agar dapat menarik minat khalayak, orisinal, serta memiliki karakteristik
6
tertentu dan persuasif sehingga tindakan yang diharapkan sesuai dengan apa yang
diinginkan pengiklan. (Jefkins, 1996: 18).
Dalam komponen pesan yang terkandung dalam sebuah iklan di majalah,
tidak hanya terkandung pesan untuk membeli atau menggunakan produk atau jasa
yang ditawarkan oleh pengiklan, dalam iklan di majalah Hai banyak juga nilainilai maskulinitas yang digambarkan dalam iklan-iklan produk yang ditawarkan.
Lebih jauh lagi pesan dalam sebuah iklan dapat membangun citra diri seorang
individu dengan memakai produk yang mereka tawarkan. (Cross, 1996: 97).
Melalui kekuatan visual dari iklan di majalah Hai, tentu saja membantu
para pembaca pria mengidentifikasi nilai-nilai maskulinitas yang terkandung
dalam unsur visual dari iklan di media cetak. Pesan dari iklan mengarahkan
individual untuk mengidentifikasi identitas mereka dengan produk tertentu,
gambar dan perilaku. Pesan yang terkandung dalam iklan memberikan gambaran
semu terhadap diri kita yang lebih menarik, lebih sukses, berharga dengan
membeli produk tertentu. Iklan menjual produknya dan pandangan dunia melalui
gambar, retorika dan slogan dalam iklannya dengan menggunakan sumber daya
artistik mereka, riset psikologis dan juga strategi pemasaran. (Kellner, 1995: 251).
Lebih jauh lagi, iklan di media majalah Hai juga ikut membangun
stereotipe mengenai gender maskulinitas pria. Dalam iklan di majalah Hai kita
bisa menemukan banyaknya citra pria yang ditampilkan di dalam iklannya. Iklan
yang terdapat di majalah bisa berupa produk elektronik, perawatan tubuh, fashion
ataupun jasa sering kali memuat sosok pria sebagai daya tarik visual dari iklan
tersebut. Melalui gambaran sosok pria yang ada di iklan tersebut nilai-nilai gender
maskulinitas pria dapat dikonstruksi dan disebarluaskan ke masyarakat.
c. Maskulinitas Konservatif Versus Maskulinitas Modern
Maskulinitas tentu erat kaitannya dengan studi gender, Julia T. Wood
dalam bukunya Gendered Lives: Communication, Gender, and Culture
membedakan antara jenis kelamin dan gender. Gender menganggap konsep yang
lebih kompleks dari pada jenis kelamin, Julia T.Wood mengkalsifikasikan bahwa
jenis kelamin merupakan bawaan biologis dari lahir, sementara gender merupakan
7
konsep sosial yang terbentuk dari masyarakat. Misalnya, bahwa perempuan itu
dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki
dianggap: kuat, rasional, jantan, perkasa. Sifat dan ciri tersebut dinamis dan bisa
dipertukarkan. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu
dan dari tempat ke tempat. (Fakih, 1996: 8).
Nilai gender pria pada awalnya, sering dikaitkan dengan konsep
maskulinitas konservatif. Konsep maskulinitas konservatif pada pria secara umum
digambarkan ke dalam tiga bentuk, ada tiga stereotipe pria yaitu Sturdy oak,
Petarung, dan Pemenang (Wood, 2001: 249-250). Dalam kehidupan sosial kita,
pria harus memenuhi beberapa kriteria untuk menjadi pria yang maskulin, nilai
maskulinitas konservatif biasa di ambil dari stereotipe pria hegemonic masculinity
(Cornwall, 1997: 11). Sementara itu, Harry Brod berpendapat mengenai gambaran
maskulinitas pria sejati, yaitu “Gambaran pasti maskulinitas dari pria sejati adalah
secara fisik kuat, agresif, dan memiliki kendali atas pekerjaannya” (Katz, 1995:
135).
Setelah era kemunculan maskulinitas pria “hegemonic masculinity”,
muncul juga gelombang maskulinitas pria yang disebut “the new lad”. Pada era
ini pria digambarkan sebagai pria yang gemar berkumpul dengan teman prianya
sambil meminum alkohol, suka mengambil resiko, melontarkan ejekan kotor, dan
merendahkan wanita. Fenomena ini merupakan tandingan dari munculnya
gerakan feminism (Cortese, 2011).
Ditambah lagi meningkatnya frekuensi kemunculan pria di dalam media
dengan gambaran yang sensual dan dengan tubuh yang terbuka, telah merubah
pandangan stereotipe pria. Melalui beberapa perubahan terjadi pergeseran nilai
maskulinitas konservatif ke arah maskulinitas modern. Dengan dipengaruhi
kapitalisme dan budaya konsumerisme, sosok pria di dalam iklan dan media dari
waktu ke waktu semakin menampakan tubuhnya. Dari bentuk tubuh yang samarsamar terlihat, hingga sangat terlihat oleh pembaca. Meningkatnya produk
perawatan dan fashion pria dan juga meningkatnya pengeluaran pria untuk
merawatan tubuhnya telah melahirkan era baru dari maskulinitas modern, yaitu
era new man.
8
Berbeda dengan konstruksi maskulinitas pria konservatif yang muncul
pada tahun 80-an dan tahun 90-an, new man merupakan gambaran maskulinitas
modern dimana pria yang memiliki kelembutan, memperhatikan penampilan
tubuh dan fashionable. Dalam artikel Exhibiting Masculinity (Nixon 2003),
menyebut sebagai new man yang menekankan pada bentuk fisik maskulin pria
yang mengandung perhatian. Dalam artikel tersebut Nixon memaparkan imaji pria
baru mengkobinasikan dengan kelembutan anak laki-laki dan maskulinitas asertif.
Hal ini didukung oleh pakaian yang digunakan, postur dan ekspresi yang
ditampilkan oleh model.
Metode Penelitian
Dalam meneliti citra maskulinitas pria dalam iklan di majalah Hai periode
Januari 1999 - Maret 1999 dan Januari 2013 - Maret 2013, peneliti menggunakan
metode riset analisis isi kuantitatif. Teknik penelitian ini digunakan karena
sifatnya yang sistematik, objektif dan kuantitatif. Analisi isi kuantitatif lebih
memfokuskan pada isi komunikasi yang tampak atau tersurat (Kriyantono
2010:61). Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk mengetahui tipe
maskulinitas apa yang paling sering muncul di majalah Hai, setelah itu
menggunakan rumus chi square untuk mengetahui apakah ada perbedaan dalam
menampilkan tipe maskulinitas di antara kedua periode.
Objek dalam penelitian ini adalah seluruh iklan yang tampil di majalah
Hai periode Januari 1999 - Maret 1999 dan Januari 2013 - Maret 2013. Iklan yang
diteliti hanya iklan yang menampilkan pria dalam gambaran iklannya. Seluruh
iklan yang ada akan dikategorisasikan menggunakan kategorisasi yang dipakai
oleh Rohlinger, dalam penelitian yang berjudul “Erotizing Men: Cultural
Influences on Advertising and Male Objectification” (2002). Dalam penelitian ini
kategorisasi tipe pria yang dipakai adalah: the hero, the outdoorsman, the urban
man, the family man/nurturer, the consumer, the quiescent man, dan kategori pria
lainnya. The hero apabila dalam iklan di majalah Hai pria digambarkan sebagai
bintang/selebriti dalam olahraga, bisnis, politik atau layanan militer. The
outdoorsman terlihat menaklukkan alam atau hewan, nampak lingkungan liar. The
9
family man/nurture berpatisipasi aktif dengan anak-anak sebagai ayah, anggota
keluarga atau pelatih. The consumer adalah pria yang membutuhkan produk. Ada
hubungan yang jelas antara model dengan konsumsi produk yang diiklankan. The
urban man menikmati kemewahan dan penawaran dari kota besar. Digambarkan
di sekitar bar, restaurant, bioskop. The quiescent man terikat dalam aktivitas
rekreasional dalam wisata.Tipe pria lainnya adalah apabila dalam iklan di majalah
Hai tidak cocok dimasukan kedalam tipe maskulinitas pria manapun yang sudah
tersedia.
Hasil Penelitian
a. Sajian Data
Pada majalah Hai periode Januari-Maret 1999, secara total ada sebanyak
49 iklan yang menampilkan sosok pria di dalam iklannya. Setiap iklan yang
muncul para pengiklan menampilkan tipe maskulinitas yang berbeda-beda, tentu
agar sesuai dengan tema produk yang ditawarkan oleh pengiklan. Dari hasil
koding ditemukan frekuensi tipe maskulinitas pada majalah Hai periode JanuariMaret 1999 sebagai berikut: tipe pria the hero 42,8% (21 iklan), tipe pria
outdoorsman 10,2% (5 iklan), tipe pria the urban 2% (1 iklan), tipe pria the
consumer 12,2% (6 iklan), tipe pria the family man 2% (1 iklan), tipe pria
quiescent man 14,2%(7 iklan), tipe maskulinitas pria lainnya 16,3% (8 iklan).
Sementara pada majalah Hai periode Januari-Maret 2013, hasil koding
yang didapat sebagai berikut: tipe pria the hero 25% (7 iklan), tipe pria
outdoorsman 14,2% (4 iklan), tipe pria the urban 0% (0 iklan), tipe pria the
consumer 21,4% (6 iklan), tipe pria the family man 0% (0 iklan), tipe pria
quiescent man 39,2% (11 iklan), tipe maskulinitas pria lainnya 0% (0 iklan).
b. Analisis Data
Dari jumlah frekuensi yang ada, tipe maskulinitas yang paling sering
ditemukan adalah tipe maskulinitas The Hero. Tipe the hero adalah bila pria
dalam iklan di majalah Hai digambarkan sebagai bintang/selebriti dalam olahraga,
bisnis, politik atau layanan militer. Dalam periode ini tipe maskulinitas the hero
10
ditemukan di dalam 21 iklan, atau secara presentase sebanyak 42,8% dari
keseluruhan iklan yang ada.
Pria the hero bisa dimasukkan ke dalam stereotipe maskulinitas pria
konservatif, karena kental sekali dengan penonjolan kekuatan otot dan dominasi.
Temuan ini menunjukan bahwa pada tahun 1999 maskulnitas pria kebanyakan
masih digambarkan ke arah maskulinitas konservatif yang masih menampakan
kekuatan dan dominasi. Seperti yang diungkapkan oleh Julia T.Wood bahwa
konsep maskulinitas konservatif pada pria secara umum digambarkan ke dalam
tiga bentuk, ada tiga stereotipe pria yaitu Sturdy oak, Petarung, dan Pemenang.
(Wood, 2001 : 249-250).
Tipe pria quiescent man paling sering di temukan di dalam iklan di
majalah Hai periode 2013. Total ada 11 iklan yang menampilkan tipe maskulinitas
quiescent man atau secara presentase sebanyak 39,2%. Tipe quiescent man sendiri
adalah pria yang digambarkan dalam aktivitas rekreasional dalam wisata, seperti
main video game atau sedang berkumpul dengan teman.
Tipe ini mungkin banyak muncul karena ada kaitannya dengan pengaruh
era pria the new lad yang digambarkan sebagai pria yang senang berkumpul
dengan teman-temannya. (Cortese, 2011). Berbeda dengan maskulinitas
konservatif, tipe maskulin quiescent man tidak menonjolkan kekuatan otot
fisiknya ataupun dominasinya, melainkan tipe pria ini lebih menonjolkan sisi
kehidupan yang lebih santai dan juga sering digambarkan sedang berkumpul
dengan teman-temannya.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya untuk menemukan apakah ada
perbedaan antar kedua periode tersebut, kita menggunakan rumus chi square
dalam setiap kategori pria yang akan diperbandingkan. Setelah mendapatkan nilai
X2 maka akan dikonsultasikan dalam nilai tabel kritis sebesar 0,005 apabila
melewati nilai yang ada di tabel, maka bisa disimpulkan ada perbedaan yang
signifikan.
Melalui penelitian ini ditemukan setidaknya selama periode Januari-Maret
1999 dan Januari-Maret 2013 dalam iklan di majalah Hai ada beberapa perbedaan
dalam menampilkan tipe maskulinitas pria. Melalui perhitungan tersebut, hanya
11
tipe maskulinitas quiescent man, dan kategori pria lainnya yang memiliki
perbedaan yang signifikan di antara kedua periode, karena setelah melalui
perhitungan rumus chi square, nilai X2 dari kedua kategori maskulinitas tersebut
telah melewati nilai tabel kritis. Dimana kategori tipe pria quiescent man memiliki
nilai hitung X2 sebesar 4,77 dan kategori pria lainnya memiliki nilai hitung X2
sebesar 4,55, dengan begitu telah melewati nilai tabel kritis sebesar 3,841.
Kesimpulan
Pada iklan di majalah Hai periode Januari-Maret 1999 tipe maskulinitas
yang paling sering muncul adalah tipe maskulinitas pria the hero. Dalam
kategorisasi maskulinitas pria yang dipakai Rohlinger (2002), tipe pria the hero
merupakan sosok pria yang digambarkan sebagai bintang olahraga, selebriti atau
melalukan aktifitas militer. Dalam artian sosok pria yang memiliki kekuatan fisik
dan juga dominasi bagi lingkungan sekitarnya.
Tentu saja penampilan pria the hero erat hubungannya dengan era
maskulinitas pria hegemonic masculanity yang sering dikaitkan dengan kekuatan
fisik pria. Jadi bisa disimpulkan pada majalah Hai terbitan Januari-Maret 1999,
iklan-iklan yang terkandung mayoritas masih lebih condong ke arah maskulinitas
pria konservatif yang lebih menonjolkan kekuatan dan dominasi. Seperti yang
dijelaskan oleh House, Dallinger dan Killgaen bahwa, “menjadi maskulin adalah
menjadi kuat, ambisius, sukses, rasional dan memiliki kontrol emosi.“ (Wood,
2001:22). Sementara itu, Harry Brod juga berpendapat mengenai gambaran
maskulinitas pria sejati, yaitu “Gambaran pasti maskulinitas dari pria sejati adalah
secara fisik kuat, agresif, dan memiliki kendali atas pekerjaannya” (Katz,
1995:135).
Dengan temuan tersebut, bisa disimpulkan bahwa iklan di majalah Hai
terbitan Januari-Maret 1999 mayoritas iklannya menggambarkan tipe maskulinitas
konservatif, dimana lebih menonjolkan kekuatan fisik maupun dominasinya
terhadap lingkungan sekitar.
Sementara tipe maskulinitas iklan yang paling sering muncul di iklan
dalam majalah Hai pada periode Januari-Maret 2013 adalah tipe pria quiescent
12
man. Tipe maskulinitas pria quiescent man bisa dikaitkan dengan tipe
maskulinitas modern dimana tipe maskulinitas ini tidak menonjolkan kekuatan
fisik. Tipe maskulinitas pria quiescent man merupakan pria yang digambarkan
dalam aktivitas rekreasional dalam wisata, seperti main video game atau sedang
berkumpul dengan teman. Tipe maskulinitas ini bisa dikaitkan dengan era pria the
new lad, dimana pada era ini pria digambarkan sebagai pria yang gemar
berkumpul dengan temannya. Gelombang the new lad tidak sama dengan
gambaran dengan maskulinitas konservatif, dalam era ini lebih digambarkan
sebagai pria yang gemar bersenang-senang dan lebih santai, sehingga lebih dekat
dengan tipe maskulinitas modern.
Tentu temuan ini berbeda dengan apa yang ditemukan pada majalah Hai
edisi Januari-Maret 1999 yang lebih menonjolkan kekuatan fisik pria melalui tipe
maskulinitas pria the hero yang condong ke era hegemonic masculinity. Artinya
pada terbitan Januari-Maret 2013 mayoritas iklan yang terbit di majalah Hai lebih
condong kearah stereotip pria modern.
Setelah itu dilanjutkan kepada perhitungan uji beda melalui rumus chi
square. Dari hasil yang didapat setelah melakukan uji beda, pada kategori pria
quiescent man terdapat perbedaan yang signifikan di majalah Hai periode JanuariMaret 1999 dan Januari-Maret 2013 dalam menampilkan tipe maskulinitas
quiescent man dalam iklannya. Pada kategori maskulinitas pria lainnya juga
ditemukan perbedaan yang signifikan antara kedua periode 1999 dan 2013.
Dengan melihat temuan ini, akan semakin menguatkan pendapat para ahli
yang menyatakan bahwa identitas gender baik pria maupun wanita selalu berubah
dari waktu ke waktu. Bisa dilihat melalui lingkup iklan di majalah Hai periode
Januari-Maret 1999 dan Januari-Maret 2013 ditemukan perbedaan signifikan pada
kategori maskulinitas quiescent man dan kategori pria lainnya. Melihat temuan
ini, anggapan bahwa identitas gender selalu berubah sepanjang waktu memang
terbukti adanya, khususnya nilai gender maskulinitas pria. Seperti pendapat Fakih
yang mengatakan sifat dan ciri gender bersifat dinamis dan bisa dipertukarkan dan
juga perubahan ciri dari sifat-sifat suatu gender dapat terjadi dari waktu ke waktu
dan tempat ke tempat, tidak seperti jenis kelamin yang bersifat alamiah, gender
13
terbentuk oleh konstruksi sosial termasuk melalui konten media termasuk iklan
(Fakih, 1996:8).
Saran
Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan, penelitian ini menggunakan
teknik penelitian analisis isi kuantitatif, teknik penelitian analisis isi hanya
digunakan untuk menemukan gambaran umum dari karakteristik maskulinitas pria
yang ditampilkan pada iklan di majalah Hai. Dalam penelitian ini juga majalah
yang dipakai hanya terbatas pada majalah Hai saja, selain itu periode yang diteliti
hanya pada Januari-Maret 1999 dan Januari-Maret 2013 saja sehingga cakupan
dari penelitian ini tidak bisa mencakup era yang lebih panjang lagi. Penelitian ini
hanya melihat tema secara ke seluruhan dari teks tanpa melihat secara lebih detail
makna-makna yang timbul di iklan dalam majalah Hai. Diharapkan para
akademisi dapat terus meneliti isu gender terutama mengenai isu maskulinitas
agar terus digalakkan, agar bisa menangkap perubahan-perubahan yang terjadi di
masyarakat maupun media yang terus berubah begitu cepat.
Bagi praktisi iklan, dengan melihat besarnya kekuatan iklan, sebaiknya
para praktisi iklan berpikir lebih jauh dampak yang ditimbulkan ke dalam
masyarakat oleh konten yang ada di iklan. Jangan sampai melalui citra
maskulinitas yang ada di iklan, masyarakat menjadi terkekang dalam konsep
maskulinitas yang sempit, sehingga dapat menimbulkan rasa tidak puas terhadap
diri pria.
Bagi para pembaca sendiri, melihat hal tersebut ada baiknya para pembaca
terutama pembaca pria untuk menentukan sikap kritis dan selektif dalam
banyaknya terpaan media iklan. Bagaimana pria digambarkan di media iklan
tidaklah mutlak harus dipenuhi oleh para pembaca, karena apabila para pembaca
pria terkekang dengan konsep maskulinitas pria yang digambarkan di dalam
media iklan, maka dapat memunculkan rasa tidak puas terhadap diri sendiri,
apabila tidak bisa menyerupai gambaran pria di iklan media massa.
14
Daftar Pustaka
Cornwall, Andrea. (1997) Men, Masculinity and Gender in Development, Men
and Masculinity. Winchester: Carfax Publishing Company.
Cross, Marry. (1996) Advertising and Culture. USA: Prager Publisher.
Cortese, Daniel K. Pamela M. Ling ( 2011), Enticing the New Lad, Masculinity as
a Product of Consumption in Tobacco Industry-Developed Lifestyle
Magazines. PMC Articel Jurnal.
Effendy, Onong Uchajana. (2005),. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.
Bandung: Rosdakarya .
Fakih, Mansour. (1996). Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Irawan, Ade. (2013) Wow! Penjualan Produk Perawatan Pria Tembus Rp 11
Triliun, www.finance.detik.com diakses pada tanggal 17 April 2013.
Jefkins, Frank. (1996). Periklanan, Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga.
Katz, Jackson. (1995). Advertising and the Construction of Violent White
Masculinity. In G. Dines & J. Humes (Eds.), Gender, Race and Class in
Media (133-141). London : Sage Publications.
Kasali, Rhenald. (1992). Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di
Indonesia. Jakarta: Grafiti.
Kellner, Douglas. (1995). Media and Culture. London: Routledge.
Kriyantono, Rachmat. (2010). Teknik Praktis Riset komunikasi.. Jakarta: Kencana
Prena Media Group.
Moriarty, Sandra. (2011), Advertising, Jakarta: Kencana.
Neuman, W. Lawrence. (2006). Social Research Methods: Qualitative and
Quantitative Approaches (sixth edition). USA:Pearson.
Nixon, Sean. (2003). Exhibiting Masculinity” Representation: Cultural
Representation and Signifying Practice Ed Stuart Hall. London :Sage
Publication.
Ricciardelli, Rosemary, Kimberley A.Clow, dan Philip White. (2010).
Investigating Hegemonic Masculinity: Portrayals of masculinity in Men’s
Lifestyle Magazine. Sex Roles,Volume 63, Number 1-2 (2010), 64-78,
DOI: 10.1007/s11199-010-9764-8.
Riswandi, (2009), Ilmu Komunikasi. Jakarta: Graha Ilmu.
Rohlinger, Deana A. (2002). Erotizing Men: Cultural Influence on Advertising
and Male Objectification. Sex Roles Journal 46. 3/4 (Feb 2002): 61-74.
Rosemary, Ricciardelli,; Clow, Kimberley. (2010). Men, Appearance, and
Cosmetic Surgery: The Role of Self-Esteem and Comfort with the Body.
Canadian Journal of Sociology. Vol. 34, No. 1.
Schement, Jorge Rheina. (2002), Encyclopedia of Communication and
Information. New York: Macmillan.
Wood, Julia T. (2001). Gendered Lives (Communication, Gender, and Culture).
Belmont: Thomson Learning.
15
Download