GONDANG SABANGUNAN PADA TOR-TOR

advertisement
GONDANG SABANGUNAN PADA TOR-TOR SIGALE-GALE DI DESA
TOMOK KECAMATAN SIMANINDO
KABUTAPEN SAMOSIR
Ester Debora S.
071222510095
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan, peranan
dan alat musik yang digunakan dalam ansambel gondang
sabangunan untuk mengiringi tor-tor sigale-gale di desa Tomok.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Untuk melengkapi data-data dalam penelitian ini, peneliti
melakukan observasi lapangan, video, wawancara, dan
dokumentasi. Setelah analisis dilakukan, ditemukan hasil penelitian
ini berdasarkan data yang terkumpul maka peneliti dapat
mengetahui bahwa keberadaan dan peranan dari ansambel
gondang sabangunan masih diikutsertakan masyarakat setempat
pada saat kegiatan hiburan, acara adat dan sebagainya, yang
sangat diminati oleh para seniman setempat ataupun pengunjung
yang datang, serta mengetahui alat musik yang digunakan pada
gondang sabangunan dalam mengiringi tor-tor sigale-gale.
Dikarenakan terbatasnya pemain gondang untuk mengiringi tor-tor
sigale-gale dan dana/perhatian dari pemerintah membuat
penyajian gondang sabangunan hanya dipertunjukkan kepada
orang-orang yang sanggup membayar lebih untuk menampilkan
pemain dan alat musik yang lengkap. Jadi, permainan ataupun
pertunjukkan ansambel gondang sabangunan yang digunakan
untuk mengirirngi tor-tor sigale-gale sangat jarang ditemukan.
Kata Kunci : Gondang Sabangunan, Tor-Tor, Sigale-gale
PENDAHULUAN
Suku Batak sebagai salah satu golongan etnis terbesar yang ada di Indonesia
dan salah satu golongan etnis di Sumatera sejak dahulu sampai saat ini selalu
menempuh kebudayaannya menurut kepribadian sendiri. Tampak modrenisasi
yang terjadi dalam segala segi hidup zaman ini tidak mengubahkan kepribadian
itu, karena orang-orang Batak kota pun tetap berpedoman pada filsafat leluhur
yang tertuang di atas landasan Dalihan Na Tolu yang merupakan satuan tungku
tempat memasak yang terdiri dari tiga batu yang menjadi falsafah ataupun
landasan hidup yang dimaknakan sebagai kebersamaan yang cukup adil dalam
kehidupan masyarakat Batak. Ketiga tungku yang dimaksudkan adalah somba
marhula-hula (hormat kepada keluarga pihak istri), elek marboru (sikap
membujuk/mengayomi wanita), manat mardongan tubu (bersikap hati- hati kepada
teman semarga)
Di masyarakat Batak Toba dapat ditemukan berbagai bentuk kesenian
seperti seni rupa, seni tekstil, seni sastra, seni tari, dan seni musik. Untuk jenis
seni rupa tradisional, kerajinan patung merupakan hal yang umum dan dapat
ditemukan dimasyarakat ini. Jenis patung banyak ditemukan di daerah Tomok,
1
Pulau Samosir, misalnya altar-altar persembahan peninggalan dari raja-raja Batak
di Samosir. Jenis patung kayu yang sangat popular di masyarakat Batak Toba
adalah sigale-gale. Jenis seni rupa lainnya adalah gorga. Seni tekstil masyarakat
Batak Toba adalah ulos (jenis kain tenunan yang terbuat dari bahan benang yang
berwarna-warni yang dibedakan dari warna, pola rajutan, bahan dan ukirannya).
Seni sastra masyarakat Batak Toba diantaranya : umpasa (kiasan yang berisi
ajaran tentang keteladanan, kebijaksanaan, aturan adat-istiadat, serta pesan-pesan
religius), tonggo-tonggo (rangkaian teks naratif keagamaan/doa pujian kepada
Sang Pencipta juga doa dalam bentuk permohonan dan harapan), turi-turian (seni
bercerita yang umumnya bersumber dari mitos/legenda), dan huling-huling ansa
(teka-teki yang umumnya dilakukan pemuda-pemudi diwaktu senggang). Seni tari
masyarakat Batak Toba adalah tor-tor (tarian dalam bentuk kegiatan adat atau
ritual keagamaan tradisional) dan tumba (tarian dalam konteks kegiatan hiburan).
Dalam konteks kehidupan tradisional masyarakat Batak Toba, kegiatan
bermain musik merupakan suatu yang menonjol. Berbagai kegiatan musik dapat
dilihat dari dua konteks kegunaan, yakni : 1) kegiatan musik yang dilakukan
untuk sesuatu yang sifatnya hiburan/nonseremonial, dan 2) kegiatan pertunjukan
musik yang dilakukan dalam konteks adat dan ritual keagamaan.
Aktivitas musik yang bersifat hiburan umumnya ditampilkan dalam bentuk
nyanyian atau permainan alat-alat musik tunggal. Adapun jenis kegiatan musik
yang bersifat seremonial/ritual yang disebut gondang umumnya dimainkan dalam
bentuk ansambel. Aktivitas musikal yang digunakan dalam kegiatan ritual
keagamaan dan adat di masyarakat Batak Toba dikenal dengan sebutan gondang.
Hal ini terungkap dalam sebuah falsafi tradisional masyarakat Batak Toba yang
menyatakan bahwa gondang merupakan “alat utama” untuk mencapai hubungan
antara manusia dan Sang Pencipta yang disebut Debata Mulajadi Na Bolon.
Di masyarakat Batak Toba terdapat dua jenis Ansambel musik yang penting,
yakni gondang hasapi dan gondang sabangunan. Kedua Ansambel musik inilah
yang sering dipergunakan dalam upacara adat dan ritual serta sering dipergunakan
mengiringi tarian tor-tor.
Masyarakat Batak Toba yang mendiami wilayah sekitar Danau Toba
khususnya di Kabupaten Samosir secara turun temurun telah mewarisi kekayaan
budaya dari para leluhur warisan budaya yang masa lalu merupakan suatu bagian
yang tak terpisahkan dengan pola hidup masyarakat anatara lain adalah kesenian.
Salah satu unsur kesenian yang sampai saat ini masih dipertahankan khususnya di
Desa Tomok adalah tor-tor sigale-gale, yang merupakan tarian dari Batak Toba
yang bersifat magis/mistis yang selalu diiringi musik pengiring, yaitu ansambel
gondang sabangunan yang dimainkan oleh beberapa pemain musik yang
memainkan masing- masing instrument yang terdapat pada gondang sabangunan.
Tetapi masa sekarang ini sudah sangat jarang penyajian gondang sabangunan
yang mengiringi tor-tor sigale-gale yang dialihkan dengan menggunakan tape
recorder, dikarenakan sepinya para pengunjung/wisatawan yang berkunjung.
Berdasarkan fenomena dan keunikan yang terdapat pada kebudayaan Batak
Toba dan untuk mempertahankan kebudayaann Batak Toba khususnya kehidupan
keseniannya membuat peneliti tertarik untuk meneliti dan mengangkat kembali
ansambel gondang sabangunan serta peranannya dalam kegiatan ritual adat
ataupun keagamaan terkhusus pada tarian tor-tor sigale-gale yang ada di Desa
Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.
2
ISI
A. Gondang Pada Masyarakat Batak Toba
Pada masyarakat Batak Toba, kata gondang mengandung banyak
pengertian, diantaranya adalah: sebuah ansambel musik, sebuah komposisi,
sebuah repertoar, tempo komposisi, upacara atau bagian dari satu rangkaian
upacara.
Fungsi gondang secara khusus adalah :
a. Sebagai upacara, gondang digunakan sesuai dengan acara yang akan
dilaksanakan, misalnya gondang naposo (untuk mempersatukan atau
mempererat hubungan antar anak muda/naposo diberbeda tempat)
b. Sebagai ansambel, nama kelompok musik Batak yang mengiringi acara.
Gondang berperan sebagai media yang meghubungkan manusia dengan
penciptanya atau yang disembah dalam hubungan vertical, juga sebagai media
yang menghubungkan manusia dengan sesamanya dalam hubungan horizontal.
Di masyarakat Batak Toba terdapat dua jenis ansambel musik gondang,
yakni gondang hasapi dan gondang sabangunan. Tiap ansambel memiliki alatalat musik tersendiri. Kecuali alat musik hesek. Alat-alat musik yang terdapat
pada ansambel gondang hasapi tidak dimainkan pada ansambel gondang
sabangunan, demikian pula sebaliknya, dikarenakan fungsi dan kegunaan dari
tiap alat musik yang dugunakan pada asambel. Hal lain yang menjadi ciri dari
kedua ansambel gondang ini keseluruhan komposisinya berupa musik
instrumental.
1. Gondang Sabangunan
Gondang sabangunan merupakan sekelompok alat musik/ansambel Batak
Toba yang digunakan ataupun berfungsi/berperan untuk mengiringi upacara adat,
ritual keagamaan, hiburan. Gondang sabangunan mempunyai beberapa istilah
yang sering digunakan oleh masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabangunan dan
gondang sabangunan, instrument yang termasuk dalam kelompok gondang
sabangunan antara lain :
a. Sarune bolon, jenis alat tiup berlidah ganda.
b. Taganing, seperangkat gendang bernada bermuka satu, yang terdiri dari
odap-odap, paidua odap, painonga, paidua ting-ting, dan ting-ting.
c. Gordang bolon, gendang-bas bermuka satu yang lebih besar dan lebih rendah.
d. Ogung, empat buah gong dengan ukuran yang berbeda, ohutan, doal, oloan,
dan panggora.
e. Hesek, alat perkusi dari plat besi, botol atau benda perkusi apa saja yan bisa
menghasilkan bunyi tajam.
f. Odap, sejenis gendang kecil yang bermuka dua.
Penggunaan odap dalam ansambel gondang sabangunan jarang ditemukan
saat ini. Beberapa musisi tradisional Batak Toba mengatakan bahwa penggunaan
alat ini sangat terbatas dan hanya diperuntukkan dalam upacara-upacara tertentu.
Odap dianggap alat musik yang tergolong sakral.
Ansambel gondang sabangunan pada umumnya dimainkan oleh tujuh
orang, yakni: satu orang memainkan sarune bolon, satu orang memainkan
taganing dan odap, satu orang memainkan gordang bolon, satu orang memainkan
ogung oloan dan ihutan, satu orang memainkan ogung doal, satu orang
memainkan ogung panggora, satu orang memainkan hesek. Formasi dan jumlah
pemusik ini sedikit berbeda dengan apa yang terdapat di dalam upacar parmalim.
3
Dalam konteks tersebut, umumnya pemusik berjumlah delapan orang, di mana
alat musik ogung oloan dan ogung ihutan masing- masing dimainkan oleh satu
orang. Kadang-kadang juga bisa ditemukan pemain sarune bolon berjumlah dua
orang pada beberapa upacara ritual parmalim tertentu. Formasi pemusik dalam
formasi ansambel semacam ini jarang terjadi pada kebanyakan pertunjukkan
ansambel gondang sabangunan.
Ansambel gondang sabangunan juga sering disebut gondang bolon. Kata
bolon berarti besar, dengan demikian gondang bolon berarti ansambel yang besar.
Pertunjukkan gondang sabangunan sering juga dilakukan di halaman terbuka,
walaupun dapat juga dimainkan di dalam ruangan.
2. Tor-Tor
Menurut sejarahnya tari tor-tor digunakan dalam acara ritual yang
berhubungan dengan roh, dimana roh tersebut dipanggil dan "masuk" ke patungpatung batu (merupakan simbol dari leluhur), lalu patung tersebut tersebut
bergerak seperti menari akan tetapi gerakannya kaku.
Tor-tor adalah tarian seremonial yang disajikan bersamaan dengan
penyajian musik gondang. Musik gondang dan tor-tor adalah ibarat sebuah koin
dengan kedua sisinya, tidak dapat dipisahkan. Tor-tor tidak hanya dinilai sebagai
karya seni semata, tor-tor lebih pas diartikan sebagai bentuk ekspresi baik
individu maupun kolektif yang muncul pada saat upacara adat maupun ritual
lainnya.
3. Sigale-gale
Sigale-gale merupakan nama sebuah patung kayu yang dapat menari
ataupun manortor. Kata sigale-gale dalam bahasa Batak yang artinya lemah
lembut dalam bahasa Indonesia. Ketika menari/manortor patung digerakkan oleh
dalang, dimana seliruh sendi-sendi tubuh patung dihubungkan dengan tali
sehingga patung dapat bergerak secara mekanik.
Di dalam buku monografi kebudayaan Taput (1996: 35) yang disusun
berdasarkan team, dinyatakan bahwa :
Pada masa yang silam, masyarakat Batak Toba, apabila seseorang
yang tidak menikah sampai akhir hayatnya merupakan aib besar
dalam keluarga, untuk menghindari hasil tersebut, pihak keluarga
akan mengupayakan berbagai cara termasuk bertanya dukun tentang
penyebab, hambatan-hambatan atau balikan kemarahan roh leluhur
atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat keluarga, terutama
kesalahan pribadi orang yang tidak menikah tersebut. Untuk itu
diadakanlah upacara yang bersifat mistik dengan menghadirkan tortor sigale-gale.
Dalam buku kebudayaan Batak Toba yang diterbitkan oleh Depdikbud
(1990:5) dinyatakan bahwa mitos yang berkembang dimasyarakat Batak Toba ada
dua versi cerita yang mengungkapkan tentang asal-usul patung atau tor-tor sigalegale. Versi pertama, menceritakan bahwa zaman dahulu kala, hiduplah dua orang
bersaudara kakak adik yang berprofesi sebagai dukun yang pintar, dan sangat
terkenal. Ketika si sulung menikah, adiknya si bungsu tidak pernah mau menikah
meskipun seluruh keluarganya sudah mendesaknya. Pada akhirnya si bungsu telah
4
berusia lanjut pergi menginggalkan kampung dan mengembara di tengah hutan
belantara. Di tengah hutan dia mengukir kayu tubuh manusia (berupa potonganpotongan tubuh manusia) dan seluruh potongan tubuh manusia tersebut
dihubungkan dengan tali sehingga dapat menarik tali tersebut yang menggerakkan
patung tersebut seperti layaknya manusia yang menari dan patung itu diberi nama
sigale-gale.
Dalam versi lain, diceritakan pada zaman dahulu (± 400 tahun yang lalu),
ada seorang kepala desa bernama Rahat Raja yang terkenal ramah, agung dan
berwibawa serta disegani oleh seluruh rakyat. Pada suatu hari anak tunggal si
Rahat Raja menderita suatu penyakit yang sangat parah. Seluruh tabib yang
terkenal pandai dikumpulkan untuk mengobati sang putra, namun pada akhirnya
putra si Rahat Raja meninggal dunia.
Demikian sedihnya si Rahat Raja, sehingga ia menyuruh para pematung
membuat patung yang mirip dengan almarhum putranya. Dalam tempo tiga hari,
pembuat patung menyelesaikan tugasnya dengan baik dan terciptalah patung
sigale-gale yang dianggap sebagai pewaris si Rahat Raja. Raja memerintahkan,
jika beliau mangkat maka rakyat harus menari bersama patung sigale-gale. Sejak
saat itu patung sigale-gale selalu digunakan untuk menari dalam berbagai upacara
adat, khususnya pada masyarakat setempat. Pertunjukkan sigale-gale ini selalu
diiringi dengan musik tradisional Batak Toba yaitu gondang sabangunan.
B. Identifikasi Masyarakat Batak Toba
1. Asal Usul Masyarakat Batak Toba
Suku Batak merupakan suku etnis yang terbesar yang ada di Indonesia.
Suku ini terbesar keseluruh penjuru Indonesia, itu sebabnya kata “Batak” tidak
asing lagi bagi kebanyakan masyarakat Indonesia.
Suku Batak sendiri terdiridari enam sub-suku, antara lain : Toba,
Simalungun, Karo, Pak-Pak, Angkola dan Mandailing. Suku Batak ini pun
bermukim di daerah pegunungan, wilayah darat, dan pedalaman provinsi
Sumatera Utara, dan sebagian besar dari keenam sub-suku ini berdiam
disekeliling Danau Toba, kecuali Angkola dan Mandailing yang hidup di
perbatasan Sumatera Barat. Dari keenam sub-suku ini, Batak Toba merupakan
suku yang paling banyak jumlahnya.Dari berbagai studi kita dapat menemukan
bahwa Suku Batak terdiri dari enam sub-suku bahkan ada beberapa penulis yang
menambahkan bahwa orang Alas, Gayo, orang Pardembang yang ada di pesisir
Sungai Asahan, sebagian orang pesisir yang tinggal di Pantai Barat Pulau
Sumatera juga merupakan kerturunan orang Batak lihat Pederson, Niessen,
Tobing, Pasaribu dalam Purba, M (2004: 6) tetapi dalam kehidupan sehari- hari
kata “Batak” itu sendiri lebih diartikan kepada suku Batak Toba.
Banyak yang mengatakan bahwa orang Batak tergolong Proto Melayu. Hal
tersebut dikatakan demikian disebabkan oleh karena kerakteristik yang dimiliki
oleh orang-orang Proto Melayu yang gemar untuk tinggaal dan menetap di
daerah-daerah pedalaman dan pegunungan serta menghindari daerah tepi pantai,
sehingga saat mereka tiba di kepulauan nusantara, nenek moyang bangsa Batak
inilangsung masuk jauh ke pedalaman hutan dan menjauhi pesisir pantai yang
diperkirakan mandiami daerah sekitar Danau Toba.
Berdasarkan Teori migrasi mengatakan orang Batak berasal dari Cina
daratan yang berimigrasi dalam beberapa tahap beberapa ribu tahun. Sedangkan
5
dyan, seorang linguist mengatakan bahwa orang Batak adalah keturunan
Melanesia, suatu daerah yang dekat dengan Papua Nugini. Bellword yang juga
ahli linguist mengatakan bahwa orang Batak berasal dari Taiwan yang berimigrasi
kira-kira tiga ribu tahun yang lalu dari Philipina melewati Kepulauan Talaud
kemudian ke Ulu Leang di Sulawesi, ke Uai bobo di Timor, ke Jawa dan
kemudian ke Sumatera (Purba, M. 2004 : 59-61).
Pembagian wilayah subkultur tradisional Batak Toba yang disebut di atas
kelihatannya tidak memiliki perbedaan yang menonjol, baik dilihat dari sisi adat
istiadat maupun dari cara kehidupannya. Meskipun demikian, bagi sesame orang
Batak Toba sendiri, tampaknya masih sangat umum apabila mereka menyebutkan
naman wilayah dari mana mereka berasal, misalnya “orang Toba, orang
Humbang, orang Samosir”.
2. Sistem Kepercayaan
Orang Batak Toba, baik secara pribadi maupun secara kelompok
mengakui ada kuasa di luar kuasa manusia. Pengakuan demikian nyata benar
dalam kehidupan sehari-hari adanya hasrat manusia menyerahkan diri kepada
kuasa yang dimaksud itu. Pada mulanya keagamaan orang Batak adalah konsep
totalitas dimana komunitas, pribadi dan sebagainya terjalin dalam satu pendangan.
Konsep totalitas ini tercermin dalam pembagaian alam menjadi tiga bahagian dan
Mulajadi Na Bolon sebagai penguasa (Tobing 1956 : 58). Konsep Tuhan Yang
Maha Tinggi disebut Partaganing. “Tuhan” itu secara fungsional terbagi atas tiga
unsur dalam prinsip yang tri tunggal yaitu: tuan bubi na bolon, ompu silaon na
bolon dan tuan pane na bolon yang secara berturut-turut menguasai banua
ginjang (benua atas : langit), banua tonga (benua tengah : bumi), banua toru
(benua bawah : laut dan cahaya). (Pasaribu 1986 : 50). Konsep Tuhan yang
sedemikian itu menurut para ahli antropologi religi adalah akibat dari pengaruh
hindu yang menyusup ke dalam kepercayaan asli orang Batak. (Parkin 1956 : 28).
Selain itu masyarakat Batak juga percaya bahwa Roh dan jiwa mempunyai
kekuatan. Itulah sebabnya setiap bahasa mengenai budaya Batak, sejak dahulu
sampai sekarang harus berkaitan dengan sejarah falsafah hidup berdasarkan
animisme.
3.
Sistem Kekerabatan
Sitem kekerabatan masyarakat Batak Toba secara tradisioanal diatur dalam
system social kemasyarakatan yang sering disebut sebagai dalihan na tolu. Secara
harafiah, dalihan na tolu mengandung arti “tungku yang tiga”. Dalihan na tolu
merupakan sebuah system social yang berlandaskan pada tiga pilar dasar, yaitu
hula-hula (pihak keluarga pemberi istri) dianggap memiliki status yang paling
tinggi dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, anak boru (pihak keluarga
penerima istri) dan dongan tubu (sesama saudara lelaki kandung).
Ada pepatah Batak yang menempatkan hula-hula sebagai bagian yang
disanjung yang mengatakan “somba hula-hula, manat mardongan tubu, elek
marboru”, artinya “berikanlah sembah kepada hula-hula, rukunlah diantara
sesama dongan tubu, berikanlah kasih sayang kepada anak boru”. Selain itu
dalam kehidupan masyarakat Batak Toba hula-hula juga dikenal dengan sebutan
debata na tarida yang artinya “Tuhan yang nampak”.
6
Bagan 1. Struktur Dalihan Na Tolu10
4. Kesenian Masyarakat Batak Toba
a. Vokal
Musik pada masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bahagian besar,
yaitu musik vokal dan musik instrumenal. Musik vokal pada masyarakat Batak
Toba disebut ende. Dalam musik vokal tradisional pembagiaannya ditentukan
oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat dari liriknya. Pasaribu
(1986 : 27-28) membuat pembagian terhadap musik vokal tradisional Batak Toba
dalam delapan bagian, yaitu :
1. Ende mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak
(lullaby).
2.
Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang
akan melangsungkan pernikahan. Dinyanyikan pada saat senggang pada hari
menjelang pernikahan tersebut.
3.
Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solochorus” dan dinyanyikan oleh kaum muda- mudi dalam waktu senggang,
biasanya malam hari.
7
4.
Ende tumba, adalah musik vokal yang khususnya dinyanyikan sebagai
pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan
melompat- lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar,
biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman
kampung) pada malam terang bulan.
5.
Ende sibaran, adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang
berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut,
menyanyi di tempat yang sepi.
6.
Ende pasu-pasu, adalah musik vokal yang berkenaan dengan pemberkatan.
Berisi lirik- lirik tentang kekuasaan yang abadi dari Yang Maha Kuasa,
biasanya dinyanyikan oleh orang tua kepada keturunannya.
7.
Ende hata, adalah musik vokal yang diimbuhi ritem yang disajikan secara
monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa deretan pantun dengan
bentuk aabb yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya dimainkan
oleh kumpulan kanak-kanak yang dipimpin oleh seorang yang lebih dewasa
atau orang tua.
8.
Ende andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup
seseorang yang telah meninggal, yang disajikan setelah atau pada saat
disemayamkan. Dalam ende andung melodinya datang secara spontan
sehingga penyanyinya adalah penyanyi yang capat tanggap dan terampil
dalam sastra serta menguasai beberapa motif- motif lagu yang penting untuk
jenis lagunya ini.
8
b. Musik Intrumental
Dalam musik instrumenal ada isntrumen yang lazim digunakan dalam
bentuk ansambel dan adat yang disajikan dalam permainan tunggal, baik dalam
kaitannya dengan uapacara adat, religi maupun sebagai hiburan. Pada masyarakat
Batak Toba terdapat dua ansambel musik tradisional, yaitu ansambel gondang
hasapi dan ansambel gondang sabangunan. Selain itu ada juga intrumen musik
tradisional yang digunakan secara tunggal.
c. Gondang Hasapi
Gondang hasapi memiliki beberapa intrumen yang dapat diklasifikasikan
menurut intrumentasinya. Klasifikasi instrumen ini termasuk kedalam kelompok
chordophone. Tune atau stem dari kedua senarnya adalah dengan interval mayor
yang dimainkan dengan cara mamiltik (memetik).
1. Hasapi doal, instrumen ini sama dengan hasapi ende namun dalam
permainannya hasapi doal berperan sebagai pembawa ritem konstan. Ukuran
instrumen hasapi doal lebih besar sedikit dari hasapi ende.
2. Sarune etek, adalah instrumen pembawa melodi yang memiliki reed tunggal.
Klasifikasi ini termasuk dalam kelompok aerophone yang memiliki lobang
nada (empat dibagian atas, satu dibagian bawah) dimainkan dengan cara
mangombus marsiulak hosa (mengehembus tanpa jeda).
Foto 1 Sarune Etek
3.
Garantung, adalah instrumen pembawa melodi yang terbuat dari kayu dan
memiliki lima bilah nada. Klasifikasi instrumen ini termasuk ke dalam
kelompok xylophone. Selain berperan sebagai pembawa melodi, juga
berperan sebagai pembawa ritem variable pada lagu- lagu tertentu, dimainkan
dengan cara mamalu (memukul/membunyikan) dengan palu-paluan
(pemukul).
Foto 2 Garantung
4.
5.
Mengmung, adalah instrumen pembawa melodi konstan yang memiliki tiga
senar. Senarnya terbuat dari kulit bamboo tersebut. Klasifikasi instrumen ini
bisa dimasukkan kedalam kelompok idiochordophone.
Hesek, adalah instrument pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari
pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong.
9
Instrument ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut
sesuai dengan irama dari suatu logam. Klasifikasi ini termasuk kedalam
kelompok idiophone.
Secara umum suatu bentuk penyajian dan komposisi instrumen yang
dipergunakan pada gondang hasapi, dapat ditinjau berdasarkan tiga konteks
penyajian, yaitu :
1. Religi, gondang hasapi digunakan pada upacara ugamo (agama) Parmalim,
hal yang berkaitan dengan komposisi instrumen dan komposisi lagu yang
sangat diperhatikan oleh ajaran Parmalim.
2. Adat, beberapa hal yang berhubungan dengan konsep Sipitu Gondang, yaitu
urutan suatu komposisi musik yang terdiri dari tujuh buah gondang yang
dimainkan secara berturut-turut pada awal upacara, walaupun ada kalanya
didalam pelaksanaan selanjutnya aturan-aturan mengenai jenis Gondang yang
dimainkan tidak terlalu ketat, (tergantung dari seseorang yang meminta
gondangi dari pargonsi) yang disebut “Raja Parmalim”, namun demikian
biasanya jenis gondang yang akan dimainkan pada upacara adat15 .
3. Hiburan, hal yang berhubungan dengan komposisi instrumentasi dan jenis
lagu yang dimainkan, dapat dikatakan tidak memiliki aturan yang khusus,
prinsipnya intrumen yang ditambah karakter suaranya dapat disesuaikan
dengan kondisi instrumen yang telah ada.
d. Gondang Sabangunan
Gondang sabangunan merupakan sekelompok alat musik/ansambel Batak
Toba yang digunakan ataupun berfungsi/berperan untuk mengiringi upacara adat,
ritual keagamaan, hiburan. Gondang sabangunan mempunyai beberapa istilah
yang sering digunakan oleh masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabangunan dan
gondang bolon. Instrumen yang termasuk dalam kelompok gondang sabangunan
antara lain :
1. Taganing, yaitu lima buah gendang yang terdiri dari odap-odap, paidua odap,
painonga, paidua ting-ting, dan ting-ting dan berfungsi sebagai pembawa
melodi dan juga sebagai ritem variabel dalam beberapa lagu. Klasifikasi
intrumen ini termasuk kedalam kelompok membranophone, dimainkan
dengan cara dipukul membrannya dengan menggunakan palu-palu/stik. Di
dalam permainan taganing terdapat empat teknik memukul, yaitu; 1)
memukul stik pada bagian tengah gendang, 2) memukul stik pada pinggiran
gendang, 3) memukul stik pada tengah dan menghentikannya seketika dengan
cara menekan permukaan gendang dengan ujung stik, 4) menekan permukaan
gendang dengan ujung jari tangan kiri.
Foto 3 Taganing
10
2.
Gordang, satu buah gendang yang lebih besar dari taganing yang berperan
sebagai pembawa ritem kostan maupun variabel. Instrumen ini sering disebut
sebagai bass dari ansambel gondang sabangunan. Alat musik ini dimainkan
dengan menggunkan dua buah stik pemukul, sama dengan memainkan
taganing.
3. Sarune bolon, termasuk pembawa melodi yang memiliki lidah ganda,
dimainkan dengan cara mangombus marsiulak hosa. Klasifikasi instrument
ini termasuk kedalam kedalam kelompok aerophone.
4.
Gambar 4 Posisi sarune bolon saat dimainkan
Ogung (Gong), yaitu empat buah gong yang diberi nama oloan, ihutan, doal
dan panggora. Setiap ogung mempunyai ritem yang sudah konstan.
Instrument ini berperan sebagai pembawa ritem konstan atau pembawa irama
dalam gondang sabangunan. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok
idiophone.
Foto 5 Teknik memainkan ogung
5.
Odap, yaitu gendang dua sisi yang berperan sebagai pembawa ritem variabel.
Pada praktiknya alat musik ini sangat jarang dimainkan. Kehadirannya dalam
ansambel gondang sabangunan lebih terbatas pada upacara-upacara ritual
kepercayaan, seperti yang ditemukan pada masyarakat parmalim yang masih
melanjutkan kepercayaan Batak Toba. Klasifikasi instrument ini termasuk
kedalam kelompok membranophone.
11
6.
Gambar 6 Posisi odap saat dimainkan
Hesek, adalah instrument pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari
pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong.
Instrument ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut
sesuai dengan irama dari suatu logam. Klasifikasi ini termasuk kedalam
kelompok idiophone.
Gambar 7 Hesek dari plat besi dan botol
e. Instrumen Tunggal
Instrumen tunggal adalah alat musik yang dimainkan secara tunggal yang
terlepas dari ansambel gondang hasapi dan gondang sabangunan. Instrumen ini
biasanya digunakan untuk mengisi waktu luang, menghibur diri. Instrumen ini
juga tidak pernah dimainkan dalam upacara yang bersifat ritual. Instrumen yang
termasuk dalam kelompok instrumen tunggal, antara lain :
1. Sulim, yaitu alat musik yang terbuat dari bambu, memiliki enam lobang nada
dan satu lobang tiupan. Dimainkan dengan cara meniup dari samping yang
dilakukan dengan meletakkan bibir secara horizontal pada pinggiran lobang
tiup. Instrumen ini biasanya memainkam lagu- lagu yang bersifat melankolis
ataupun lagu-lagu sedih. Klasifikasi instrument ini termasuk dalam kelompok
aerophone.
2. Saga-saga, terbuat dari bambu yang dimainkan dengan cara menggetarkan
lidah dari instrumen tersebut dan rongga mulut yang berperan sebagai
resonator. Klasifikasi instrument ini termasuk dalam kelompok idiophone.
3. Jenggong , yaitu alat musik yang terbuat dari logam, mempunyai konsep
yang sama dengan saga-saga.
4. Talatoit, yaitu alat musik yang terbuat dari bambu, sering disebut juga dengan
salohat atau tulila, dimainkan dengan cara meniup dari samping. Mempunyai
lubang penjarian yakni dua di sisi kiri dan dua di sisi kanan, sedangkan
lubang tiup berada ditengah. Instrumen ini biasanya memainkan lagu- lagu
12
yang bersifat melodis dan juga bersifat ritmik. Kalsifikasi instrument ini
termasuk dalam kelompok aerophone.
5. Sordam, yakni alat musik yang terbuat dari bambu, dimainkan dengan cara
meniup dari ujungnya dengan meletakkan bibir pada ujung bambu secara
diagonal. Memiliki enam lubang nada, yakni di bagian atas dan satu di bagian
bawah, sedangkan lubang tiupnya merupakan ujung dari bambu tersebut.
6. Tanggetang, yakni alat musik yang senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu
sebagai resonator. Permainan instrumen ini bersifat ritmik atau mirip dengan
gaya permainan mengmung. Klasifikasi instrumen ini termasuk kedalam
kelompok chordophone.
Dari keseluruhan instrumen tunggal yang ada pada masyarakat Batak
Toba, sulim merupakan instrument yang paling sering digunakan dan dimainkan
dalam kehidupan sehari- hari, karena mempunyai frekuensi nada yang lebih kuat
dan lebih lembut, mudah dibawa kemana saja serta sangat mendukung dimainkan
untuk menggungkapkan emosional seseorang.
f.
Klasifikasi Margondang
Secara umum dikalangan msyarakat Batak Toba, ansambel gondang
hasapi dan ansambel gondang sabangunan selalu disertakan dalam setiap
upacara, baik upacara adat maupun religi. Upacara yang menyertakan gondang
dalam pelaksanaanya disebut margondang (memainkan gondang), misalnya
margondang adat, margondang saur matua dan sebagainya.
Pada dasar kegiatan margondang pada masyarakat Batak Toba dapat
diklasifikasikan menurut zamannya, yaitu margondang pada masa pra Kristen dan
margondang pada masa era globalisasi.
Pada masa pra Kristen (belum masuknya pengaruh agama Kristen ke tanah
Batak, pada saat itu masih menganut aliran kepercayaan yang bersifat
polytheisme), margondang dibagi dalam dua bagian, yaitu :
1. Margondang adat, upacara yang menyertakan gondang, merupakan
aktualisasi dari aturan-aturan yang dibiasakan dalam hubungan manusia
dengan manusia lainnya (hubungan horizontal), misalnya gondang anak tubu
(upacara anak yang baru lahir), gondang pangolihan anak (mengawinkan
anak), gondang manape goar (upacara pemberian nama/gelar boru kepada
seseorang), gondang mangompoi huta (peresmian perkampungan baru),
gondang saur matua (upacara kematian orang yang sudah beranak cucu) dan
sebagainya.
2. Margondang religi, yaitu upacara yang menyertakan gondang, merupakan
aktualisasi dari suatu kepercayaan atau keyakinan yang dianut dalam
hubungan manusia dengan Tuhan-nya atau yang disembahnya (hubungan
vertikal), misalnya gondang saem (upacara untuk meminta rejeki), gondang
mamale (upacara pemberian sesajen kepada roh), gordang papurpur sapata
(upacara pembersihan tubuh/buang sial) dan sebagainya.
Unsur religi yang terdapat dalam upacara adat dapat dilihat dari beberapa
aspek yang mendukung upacara tersebut, misalnya : penyertaan gondang, dimana
dalam setiap pelaksanaan gondang selalu diawali dengan menbuat tua ni gondang
(memainkan inti dari gondang), yaitu semacam upacara meminta ijin kepada
Mulajadi Na Bolon dan juga kepada dewa-dewa yang dianggap sebagai pemilik
13
gondang tersebut. Sedangkan unsur adat yang terdapat dalam upacara religi dapat
dilihat dari unsur dalihan na tolu yang selalu disertakan pada setiap upacara.
Menurut Manik (1977 : 69), bahwa pada mulanya agama dan adat entik
Batak Toba mempunyai hubungan yang erat, sehingga setiap upacara adat sedikit
banyaknya bersifat keagamaan dan setiap upacara agama sedikit banyaknya diatur
oleh adat. Walupun hubungan kedua adat dan religi selalu kelihatan jelas dalam
pelaksanaan suatu upacara, perbedaan dari kedua upacara tersebut dapat dilihat
dari tujuan utama suatu upacara dilaksanakan. Apabila suatu upacara dilakukan
untuk hubungan manusia dengan yang disembahnya, maka upacara tersebut dapat
diklasifikasikan kedalam upacara religi. Apabila suatu upacara dilakukan untuk
hubungan manusia dengan manusia, maka upacara tersebut dapat diklasifikasikan
kedalam upacara adat.
Pada era globalisasi (pengaruh gereja sudah sangat kuat), munculah
beberapa masalah yang bersifat problematik tentang penggunaan gondang dalam
kegiatan adat maupun keagamaan, dan terdapat banyak variasi pemikiran tentang
hubungan antara kebudayaan tradisional dengan agama Kristen yang datang dari
pihak gereja. Dalam hal ini, konsep margondang pada masa sekarang dibagi
dalam tiga bagian besar, yaitu :
1. Margondang pesta, suatu kegiatan yang menyertakan gondang dan
merupakan suatu ungkapan kegwmbiraan dalam konteks hiburan atau seni
pertunjukkan, misalnya : gondang pembangunan gereja, gondang naposo,
gondang mangompoi jabu (memasuki rumah), dan sebagainya.
2. Margondang adat, suatu kegiatan menyertakan gondang, merupakan
aktualisasi sitem kekerabatan dalihan na tolu, misalnya : gondang mamampe
marga (pemberian marga), gondang pangolihon anak (perkawinan), gondang
saur matua (kematian), kepada orang diluar suku Batak Toba, dan
sebagainya.
3. Margondang religi, upacara ini pada saat sekarang hanya dilakukan oleh
organisasi agama yang masih berdasar kepada kepercayaan Batak purba,
misalnya parmalim, parbaringin, parhudamdam Siraja Batak. Konsep adat
dan religi pada setiap pelaksanaan upacara oleh kelompok ini masih
mempunyai hubungan yang sangat erat karena titik tolak kepercayaan mereka
adalah Mulajadi Na Bolon dan segala kegiatan yang berhubungan dengan
adat serta hukuman dalam kehidupan sehari-hari adalah berdasarkan tata
aturan yang dititahkan oleh Raja Sisingamangaraja XII yang dianggap
sebagai wakil Mulajadi Na Bolon.
g. Seni Rupa
Untuk jenis seni rupa tradisional, kerajianan patung merupakan hal yang
umum dan dapat ditemukan dimasyarakat ini. bahan dasar patung umumnya
terbuat dari batu dan kayu. Jenis patung batu yang relative besar dan tua dapat
ditemukan didaerah Tomok, Simanindo dan Porsea di Pulau Samosir. Patungpatung batu misalnya altar persembahan, merupakan situs peninggalan dari rajaraja Batak di Samosir terdahulu.
Jenis patung kayu misalnya Patung Manuk-Manuk (ayam jantan),
dipacangkan diruang terbuka ditengah kampung. Tujuannya adalah untuk
menjaga kampung selalu senantiasa dalam keadaan damai. Jenis patung lain yang
14
sangat popular adalah Patung Sigale-gale. Patung ini digunakan sebagai
pertunjukkan hiburan.
Disamping patung, jenis seni rupa yang lain adalah seni ukir ornamental
yang disebut gorga. Jenis seni ukir ini biasanya ditemukan pada hiasan- hiasan
atap ataupun dinding rumah Tradisional Batak Toba. Adapun bentuk ataupun
motif dari ukiran dapat berupa gambar manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
ataupun simbol-simbol dari kehidupan metafisik, misalnya lambing dari delapan
penjuru angin/desa na ualu.
h. Seni Sastra
Pada masyarakat Batak Toba dapat ditemukan seni sastra, diantaranya :
umpasa (kata kiasan yang berisi ajaran tentang keteladanan, kebijaksanaan, aturan
adat, serta pesan-pesan religius), misalnya
sahat-sahat ni solu
sahat ma tu bontean
sahat hita mangolu
sai sahat ma tu panggabean
sampainya sampan
sampai lah ketepian
sampai hidup kita
sampailah kepada kesempurnaan
tonggo-tonggo (jenis sastra yang terkait dengan rangkaian teks-teks naratif
keagamaan yang berupa doa-doa pujian kepada Sang Pencipta dalam bentuk
permohonan atau harapan), turi-turian (salah satu seni bercerita yang umumnya
bersumber dari mitos atau legenda), dan huling-huling angsa (jenis sastra
berbentuk teka-teki yang umumnya dilakukan oleh para pemuda dan pemudi
diwaktu senggang, yang terdiri dari dua bagian, ada bagian yang bertanya dan ada
bagian menjawab).
sungkun-sungkun
siputara-siputiri
solot I dangka-dangka
bajunya baju bontar
halakna halak rara
alusna : jaung
Pertanyaan :
(teks tanpa makna)
terjepit dibatangnya
bajunya baju putih
orangnya berkulit merah
jawabnya : buang jagung
i.
Seni Tekstil
Seni tekstil yang terkenal dari masyarakat Batak Taba adalah ulos. Ulos
merupakan jenis kain tenunan yang terbuat dari bahan benang yang berwarnawarni. Kain ulos ini dapat dibedakan dari warna, pola rajutan, bahan, dan
ukurannya.
j.
Seni Tari
Pada kegiatan seni tari di masyarakat Batak Toba ditemukan dua gender
tarian yang berbeda, yaitu tor-tor (tarian yang dilakukan dalam konteks kegiatan
adat atau ritual keagamaan tradisional yang selalu diiringi ansambel musik) dan
tumba (tarian yang dilakukan dalam konteks kegiatan hiburan yang dilakukan
oleh anak-anak dan juga para pemuda/i pada waktu terang bulan di malam hari).
Tarian rakyat suku Batak tidak dapat dipisahkan dari keyakinan lama
masyarakat Batak, merupakan suatu upacara ritual yang disertai acara makam.
15
Pada saat ini masyarakat Batak dapat berkomunikasi dengan penciptanya.
Upacara ini dilakukan pada acara syukuran dan juga pada saat meminta berkah.
Hal ini dilaksanakan dengan penuh kekhususan serta aturan yang ketat. Upacara
ini dapat dilakukan perorangan atau secara berkelompok, yaitu laki- laki dan
perempuan menari bersama-sama. Mereka membuat jarak satu sama lain, atau
berada terpisah sepanjang acara menari.
Ada bermacam- macam tarian seperti tarian kurban oleh dukun, tari pesta,
atau tarian penguburan yang masing- masing mempunyai ciri-ciri tersendiri. Tari
pesta oleh kaum wanita terdiri dari gerakan tangan dan pergelangan, sedangkan
penari membungkuk berkali-kali pada lutut mengikuti irama musik. Waktu
menari, penari harus tetap berdiri ditempat yang sama atau kedua kaki agak
mengisut pada tanah. Kedua bahu tetap lurus atau membungkuk ke sudut kanan,
sedangkan tangan bergerak pada sendi pergelangan. Jari mengikuti modulasi
musik. Sewaktu menari, gerakan harus sopan dan dilarang melihat sekeliling.
Aturan menari bagi pria tidak terlalu ketat seperti halnya peraturan bagi kaum
wanita, dan tarian mereka terasa lebih hidup.
Ada juga pencat silat yang terdapat pada tarian masyarakat Batak, yang
merupakan tarian dalam bentuk perkelahian yaitu menyerang dan
mempertahankan diri. Bentuk aslinya adalah langkah-langkah dalam satuan
perkelahian.
B. Keberadaan Gondang Sabangunan di Desa Tomok
Dalam konteks kehidupan tradisional masyarakat Batak Toba, kegiatan
bermain musik merupakan sesuatu yang sangat menonjol, contohnya di Desa
Tomok, gondang/margondang masih terlihat sampai saat ini, baik pada acara
adat, religi, hiburan dan sebagainya.
Gondang sabangunan masih sangat berperan aktif dalam mengiringi
berbagai kegiatan di Desa Tomok, seperti pada acara adat terbesar di Tomok
(Horja Bius Tomok) yang masih diselenggarakan sekitar 5 tahun yang lalu, pesta
adat ini diselenggarakan untuk mempersembahkan persembahan kepada Sang
Pencipta berupa hewan (kerbau), untuk mengucapkan syukur kepada Sang
Pencipta, memohon kepada Sang Pencipta agar menjaga desa, masyarakat sekitar,
hasil panen ataupun kerjaan yang dilakukan, dan acara ini dipimpin oleh Raja
Batak/tetua adat sekitar, diiringi tari-tarian/tor-tor dan ansambel gondang
sabanguna, pada acara adat kematian atau saur matua, acara kebaktian parmalim,
hiburan dan lain sebagainya. Pengguanaan ansambel gondang sabangunan masih
berbau tradisi disini, berbeda dengan yang terjadi di kota-kota penggunaan
ansambeel gondang sabangunan sudah dialihfungsikan dengan menggunakan
intrumen yang lebih modern seperti keyboard, ditambah saxophone dan lainnya.
Tapi tidak pada tor-tor sigale-gale, ansambel gondang sabangunan
digunakan hanya pada saat ada yang meminta dan berani bayar tinggi atau pada
saat tamu Negara hadir. Itu dikarenakan kurangnya pemain dan perhatian
Pemerintah dalam mempertahankan kebudayaan di desa tersebut. Berbeda dengan
desa Simanindo yang masih mempertahankan kebudayaan khususnya gondang
sabangunan yang masih dipergunakan untuk mengiringi tor-tor sigale-gale.
C. Peranan Gondang Sabangunan
Setelah melakukan penelitian dan mendeskripsikan semua alat musik yang
digunakan dalam gondang sabangunan pada tor-tor sigale-gale, peneliti
menyimpulkan bahwa peran dari gondang sabangunan adalah sebagai
16
sekelompok alat musik yang mengiringi pertunjukkan tor-tor sigale-gale di Desak
Tomok, Kabupaten Samosir.
Peranan setiap alat musik yang terdapat pada ansambel musik Batak Toba
dilihat dari konsep serta praktik permainannya. Dalam ansambel gondang
sabangunan, peranan setiap alat musik di dalam permainannya dapat dilihat
sebagai berikut
Skema 4.1 Aturan Permainan Gondang
Ilustrasi di atas menunjukkan bagaimana aturan permainan yang lazim
digunakan dalam permainan ansambel musik gondang. Semua alat musik tidak
mengawali permainan secara bersamaan. Alat musik taganing selalu mengawali
setiap permainan dengan memainkan pembukaan (manera), yaitu pola khusus
taganing yang bertujuan untuk membangun ketukan dasar sekaligus tempo dari
gondang dengan set alat musik ogung. Setelah itu, diikuti oleh keempat
ogung/gong yang memainkan pola gong ostinato. Setelah ketukan dasar stabil,
alat musik sarune masuk dengan memainkan bagian pembuka gondang.
Kemudian alat musik taganing meyertai melodi sarune secara heterofonis atau
hanya memainkan pola-ritme ostinato konstan atau variatif.
Peranan masing- masing alat musik yang digunakan pada ansambel
gondang sabangunan dalam mengiringi tor-tor sigale-gale adalah :
1. Sarune bolon, berperan sebagai pembawa melodi, penentu gondang/lagu
yang dimainkan; mengawali dan mengakhiri gondang.
2. Taganing, berperan sebagai pembawa melodi atau pembawa ritme (ostinato
konstan atau variatif); mengawali tempo lagu; mengikuti secara pararel atau
hanya memberikan aksentuasi ritmis pada permainan sarune bolon.
3. Gordang bolon, berperan sebagai pembawa ritme (ostinato konstan atau
variatif); menimpali atau memberikan aksentuasi pada permainan taganing
atau berfungsi sebagai “bass drum”.
4. Ogung, berperan sebagai siklus metrikal lagu.
5. Hesek, berperan sebagai pemegang ketukan dasar dan tempo lagu.
17
D. Deskripsi Tor-Tor Sigale-gale
Tari (tor-tor) ekspresi kepercayaan yang estetis dituangkan dalam bentuk
gerak teratur sesuai dengan irama yang menggerakkan. Gerakan teratur ini dapat
dilakukan oleh peroranagan, berpasangan maupun berkelompok. Tor-tor sigalegale dipertunjukkan dalam bentuk perorangan dan kadang-kadang dipertunjukkan
dalam bentuk berpasangan.
Petunjukkan sigale-gale lebih difokuskan sebagai sarana hiburan yang
menjadi konsumsi para wisatawan baik berasal dari mancanegara maupun lokal.
Gerakan tor-tor sigale-gale terdiri dari lima bagian, yaitu :
1. Sombah, kedua telapak tangan saling menyentuh sejajar dengan dada. Artinya
kedua tangan didepan sejajar hidung, telapak tangan saling menyentuh pada
sikap hormat, baik antara manusia maupun kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mamorpar, buka tangan hingga diatas bahu, artinya masyarakat Batak Toba
yang menginginkan keturunan dan atas karunia Tuhan keinginannya
terwujud.
3. Mangapuh, kedua tangan secara bergantian perlahan- lahan didekatkan
keperut terlebih dahulu tangan kanan yang digerakkan kemudian tangan kiri
secara bergantian, artinya untuk mengambil hasil jerih payah yang baik.
4.
Embas, artinya merasa senang dan puas karena apa yang diharapkan/diminta
telah terkabul oleh karena karunia Tuhan dengan berkat yang sejahtera.
5. Hasahatan, kedua tangan mengambil ulos, artinya ucapan selamat pada
semua dan selalu membawa kehidupan yang sejahtera (mengucapkan horashoras-horas)
E. Deskripsi Gondang Yang Mengiringi Tor-tor Sigale-gale
Setelah mengadakan penelitian, maka penulis mencatat atau menulis
melodi instrument ansambel musik tradisional Batak Toba yang digunakan dalam
mengiringi tor-tor sigale-gale. Adapun bentuk melodi atau lagu tersebuta terdiri
dari tiga bagian, yaitu :
1. Gondang Mula-mula
Gondang mula-mula merupakan musik pembuka acara ditunjukkan untuk
Sang Pencipta dengan melodi sebagai berikut :
2. Gondang pasu-pasu
Gondang mula-mula merupakan musik permohonan untuk mendapatkan
kebahagiaan dan pasu-pasu dengan melodi sebagai berikut :
18
3.
Gondang hasahatan
Gondang hasahatan merupakan musik keyakinan bahwa permohonan
yang disampaikan akan dikabulkan dengan melodi sebagai berikut :
PENUTUP
Ansambel musik Batak Toba gondang sabangunan yang berperan untuk
mengiringi tor-tor sigale-gale merupakan salah satu kebudayaan pada masyarakat
setempat, yang pada masa lalu tor-tor sigale-gale lebih difokuskan pada upacara
ritual, namun pada saat ini banyak dijumpai sebagai sarana hiburan. Keberadaan
gondang sabangunan khususnya masih diikutsertakan masyarakat setempat pada
saat kegiatan hiburan, acara adat dan sebagainya, yang sangat diminati oleh para
seniman setempat ataupun pengunjung yang datang. Pengadaan pertunjukkan tortor sigale-gale dapat dijadikan wadah sebagai menambah penghasilan, karena
pertunjukkan tersebut ditanggapi oleh masyarakat, khususnya para wisata yang
berasal dari mancanegara. Fungsi lain dari ansambel gondang sabangunan dan
tor-tor sigale-gale adalah sebagai sarana pendidikan. Dikarenakan terbatasnya
pemain gondang untuk mengiringi tor-tor sigale-gale dan dana/perhatian dari
pemerintah membuat penyajian gondang sabangunan hanya dipertunjukkan
kepada orang-orang tertentu yang sanggup membayar lebih untuk menampilkan
pemain dan alat musik yang lengkap. Jadi, permainan ataupun pertunjukkan
ansambel gondang sabangunan untuk mengirirngi tor-tor sigale-gale sangat
jarang ditemukan dan sudah dialihfungsikan dengan tape recorder.
Ansambel gondang sabangunan dan tor-tor gisale-gale merupakan salah
satu kelestarian kebudayaan dan menjadi objek wisata yang berpotensi amat tinggi
dan merupakan suatu keunikan serta memiliki nilai yang sangat tinggi bagi
wisatwan yang datang jika diperhatikan dan dijaga kelestariaannya oleh
masyarakat dan pemerintah setempat. Untuk itu, dibutuhkan upaya-upaya yang
lebih serius, khusunya bagi generasi muda untuk menghindarkan warisan leluhur
dari kepunahan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana.
Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hutajulu, Rithaony dan Irwansyah Harahap. 2005. Gondang Batak Toba.
Bandung : PAST UPI.
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Panggabean, Ferri Erikson. 2010. Metode Pengajaran Hasapi dan Sulim dalam
Dunia Akademis. Medan : USU.
Pasaribu, Ben (eds). 2004. Pluralitas Musik Etnik. Medan : Pusat Dokumentasi
dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen.
Poerwadarminta. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Purba, Mauly. 2007. Musik Tradisional Masyarakat Sumatera Utara. Medan.
Silalahi, M. Maria. 2004. Kajian Musik Tradisonal Batak Toba Yang Mengrirngi
Tor-tor Sigale-gale Di Kecamatan Simanindo Kabupaten Toba Samosir.
Medan : Skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana di Unimed.
Sattriani, Oktaria. 2011. Bentuk Pertunjukkan Tor-tor Sigale-gale Dalam
Kepariwisataan Desa Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.
Medan : Skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana di Unimed.
S. H. CS., dkk. 1990. Kebudayaan Batak Toba. DEPDIKBUD.
S. Yetty. 2009. Perbedaan Gondang Hasapi Dan Gondang Sabangunan Pada
Masyarakat Batak Toba Dengan Fokus Perhatian Pada Upacara Adat
Perkawinan Dan Kematian. Medan : Skripsi untuk mendapatkan gelar
sarjana di Unimed.
Tambunan, Emil H. 1982. Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan
Kebudayaannya. Bandung : Tarsito.
Tambunan, dkk. 1996. Monografi Kebudayaan. Medan.
20
Download